• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSNONLINE 2443-3578/ISSN PRINTED 2443-1850

49

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN SUB

SEKTOR PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

RAFLY PRANTIGO

H. MUH. FAISAL CICI RIANTY K. BIDIN

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako Email: raflytaqwa93@gmail.com

ABSTRACT

This research predicts the potential of bankruptcy of plantation sub-sector companies listed on BEI (Indonesia Stock Exchange) in 2012 to 2015. This research uses Altman Z-score analysis method and analyzes financial statements of 11 plantation sub-sector companies listed on The Indonesia Stock Exchange. The financial statements of 2012-2015 are taken from the official website of The Indonesia Stock Exchange (BEI) and then analyzed by using Altman Z-Score model for non-manufacturing company. Altman uses four financial ratios known as Z-Score with formulation Z = 6.56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4; Z-Score >2.6 indicates the company is healthy, 1.1 <Z-Score < 2.6 means companies are in the gray area, and Z-Score <1.1 means the company is predicted in bankruptcy. This research is a descriptive using 11 samples of plantation sub-sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange with observation period from 2012 to 2015. The results show that in 2015 there are 2 (two) companies predicted healthy, 1(one) is predicted in the gray area and 8 (eight) companies predicted bankrupt. Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) and PP London Sumatera Indonesia Tbk. (LSIP) are two companies that predictably healthy during the observation period.

Keywords: Bankruptcy, Altman Z-Score

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan sub sektor perkebunan yang terdaftar di BEI tahun 2012 sampai 2015. Prediksi kebangkrutan ini berfungsi untuk memberikan panduan bagi penilai kinerja keuangan perusahaan, apakah perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode analisis Altman Z-score. Penelitian ini menganalisis laporan keuangan 11 perusahaan sub sektor perkebunan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Laporan keuangan tahun 2012-2015 diambil dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian dilakukan analisis kebangkrutan dengan menggunakan model Altman Z-Score perusahaan nonmanufaktur.Altman menggunakan empat rasio keuangan yang kemudian dikenal dengan Z-Score dengan rumus Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 dengan kriteria penilaian Z-Score > 2.6 berarti perusahaan diprediksi sehat, 1.1 < Z-Score < 2.6 perusahaan berada pada gray area (rawan bangkrut) dan Z-Score < 1.1 berarti perusahaan diprediksi bangkrut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan 11 sampel perusahaan sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan tahun 2012 hingga 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak 2 perusahaan diprediksi sehat, 1 diprediksi di gray area dan 8 diprediksi bangkrut. Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) dan PP London Sumatera Indonesia Tbk. (LSIP) adalah dua perusahaan yang selama periode pengamatan diprediksi sehat.

Kata Kunci: kebangkrutan, Altman Z-Score

1. PENDAHULUAN

(2)

50 melihat perkembangan industri tersebut secara nasional di negara itu.Industri perkebunan khususnya sawit dan karet adalah salah satu industri yang dominan yang memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia terlebih lagi Indonesia merupakan produsen terbesar sawit di dunia.

Penurunan harga komoditas di pasar internasional yang mulai terjadi 5 tahun belakangan ini telah berdampak tidak baik pada perusahaan-perusahaan sektor perkebunan di Indonesia khususnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Perlambatan ekonomi negara-negara tujuan ekspor komoditas Indonesia membuat permintaan menurun yang menyebabkan harga komoditas perkebunan ikut tertekan. Penurunan harga komoditas yang terjadi selain disebabkan oleh turunnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor juga disebabkan oleh perlambatan ekonomi dan aksi kampanye negatif terhadap komoditas perkebunan khususnya crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit di Eropa yang dianggap merupakan produk yang tidak ramah lingkungan.

Banyak faktor yang menyebabkan penurunan harga CPO tersebut Beberapa diantaranya adalah melemahnya permintaan dari negara importir utama seperti Eropa, China dan Timur Tengah.Data yang diperoleh, ekspor CPO dan produk turunannya ke Eropa dan Timur Tengah turun masing-masing sebesar 6% dan 7% dalam Januari-Oktober 2015 (finance.detik.com). Tekanan terhadap CPO juga ditunjukan oleh Perancis yang rencananya akan menerapkan pajak progresif pada produk sawit yaitu sebesar 300 euro/ton pada tahun 2017, 500 euro/ton tahun 2018, dan 700 euro/ton pada tahun 2019 bahkan akan naik menjadi 900 euro/ton pada tahun 2020 (finance.detik.com). Dengan banyaknya sentimen negatif terhadap komoditas perkebunan khususnya CPO dan Karet terlihat penurunan harga pada kedua komoditas ini selama beberapa tahun kebelakang.

Masalah lain yang dihadapi perusahaan di sektor ini yaitu penurunan harga karet 5 tahun belakangan ini. Seperti diketahui Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir terbesar karet alam dunia sehingga membuat komoditas ini menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia.berikut daftar negara-negara pengekspor karet terbesar dunia.

Kebangkrutan merupakan masalah esensial yang harus diwaspadai oleh perusahaan, karena jika perusahaan sudah terkena kesulitan keuangan (financial distress), maka perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda kebnagkrutan)Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut diketahui, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan agar kebangkrutan tersebut tidak terjadi dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan.

Kesulitan keuangan dan tanda-tanda awal kebangkrutan dapat diketahui melalui analisis terhadap data yang terdapat dalam laporan keuangan.Analisa laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan.Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah model analisis rasio.Analisis rasio merupakan analisis yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan.Salah satu sumber utamanya adalah dengan melihat laporan keuangan perusahaan yaitu neraca dan laporan laba rugi.Untuk mengatasi kekurangan dari analisis rasio dapat digunakan alat analisis yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk menilai kondisi keuangan perusahaan.Analisis ini dikenal dengan analisis Z- Score.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui prediksi kebangkrutan yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang dengan model Altman Z-Score pada perusahaan sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode Tahun 2012-2015.

2. KAJIAN LITERATUR

Pengertian Kesulitan Keuangan

Jika suatu perusahaan mengalami masalah dalam likuiditas maka sangat memukinkan perusahaan tersebut mulai memasuki masa kesulitan keuangan (financialdistress), dan jika kondisi kesulitan tersebut tidak cepat diatasi maka ini bisa berakibat kebangkrutan usaha (bankcruptcy).

Menurut pendapat Plat dan Plat dalam Irham Fahmi (2014) mendefinisikan financialdistress

(3)

kewajiban-ISSNONLINE 2443-3578/ISSN PRINTED 2443-1850

51 kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas.

Menurut Ilya Avianti dalam Irham Fahmi (2014) ketidakmampuan tersebut dapat ditunjukan dengan 2 (dua) metode, yaitu Stock-based insolvency dan Flow-based insolvensy.Stock-based insolvency adalah kondisi menunjukkan suatu kondisi ekuitas negaif dari neraca perusahaann (negative net worth), sedangkan Flow-based insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash flow) yang tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.

Pengertian Kebangkrutan

Menurut Bambang Riyanto dalam Yani & Widjaja (2004) faktor-faktor penyebab kegagalan usaha dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam perusahaan itu sendiri baik yang meliputi faktor keuangan dan non keuangan. Faktor keuangan meliputi adanya hutang yang terlalu besar sehingga menjadi beban tetap yang berat bagi perusahaan, adanya kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya

bad debt, kesalahan dalam kebijakan deviden dan tidak cukupnya dana penyusutan. Sedangkan faktor non keuangan adalah adanya kesalahan-kesalahan dalam pemilihan lokasi, penentuan produk yang dihasilkan dan penentuan skala usaha, kurang baiknya struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan, adanya manajerial incompetence (Kebijakan pembelian, penjualan, pemasaran). Sedangkan Yani dan Widjaja (2004) menyatakan faktor ekstern yang berasal dari luar perusahaan dan berada di luar jangkauan atau kontrol pimpinan perusahaan antara lain adalah adanya persaingan yang hebat, berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga.

Menurut Rudianto (2013) secara umum, kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya. Kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan. Kebangkrutan terjadi bila semua utang perusahaan melebihi nilai wajar aset totalnya, Dengan kata lain, perusahaan bernilai negatif atau berada dalam keadaan actual

insolvency.Selain itu, dikenal juga istilah technical insolvency yaitu perusahaan gagal bila tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Suatu perusahaan dianggap mengalami kebangkrutan atau kegagalan keuangan ketika tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan lebih kecil dari total biaya yang harus dikeluarkannya-dalam jangka panjang.

Laporan Keuangan

Menurut Irham Fahmi (2012) laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat disajikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut. Di sisi lain Farid dan Siswanto mengatakan ―Laporan keuangan merupakan informasi yang diharapkan mampu memberikan bantuan kepada pengguna untuk

membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial.‖ Lebih lanjut Munawir mengatakan ―Laporan

keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.‖Dengan begitu laporan keuangan diharapkan membantu bagi para pengguna (users) untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial.

Analisis Altman Z-Score

Salah satu dari kegunaan umum dari analisis laporan keuangan adalah mengidentifikasi area yang memerlukan penelitian dan analisis lebih lanjut.Salah satu aplikasinya adalah memprediksi kesulitan keuangan (financial distress prediction). Model kesulitan keuangan, yang umumnya disebut model prediksi kebangkrutan (bankruptcy prediction model) , memberikan tren dan perilaku beberapa rasio tertentu. Karakteristik rasio tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan kesulitan keuangan masa depan. Model ini mengasumsi bahwa rasio keuangan menunjukkan adanya bukti kesulitan dan dapat dideteksi sejak dini sehingga kita bisa mengambil tindakan untuk menghindari risiko kerugian atau melakukan kapitalisasi atas informasi tersebut.

(4)

52 kesulitan.Altman Z-score menggunakan teknik statistik (analisis diskriminan berganda—multiple

discriminant analysis) untuk menghasilkan alat prediksi yang merupakan fungsi linier dari beberapa variabel penjelas.Alat prediksi ini menggolongkan atau memprediksi kemungkinan bangkrut atau tidak bangkrutnya perusahaan.

Rudianto (2013) memaparkan Analisis Z-score adalah metode untukmemprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan lainnya.Itu berarti, dengan metode Z-score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.Analisis Z-score pertama kali ditemukan oleh Edward I Altman pada tahun 1968 sebagai hasil dari penelitiannya.Setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, ditemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan untuk mellihat perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut.Altman melakukan beberapa penelitian dengan objek perusahaan yang berbeda kondisinya.Karena itu, Altman menghasilkan beberapa rumus yang berbeda untuk digunakan pada beberapa perusahaan dengan kondisi berbeda.

Altman dalam Sawir (2000) membuat apa yang disebut sebagai versi empat variabel yaitu:

Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Versi ini dapat dipergunakan untuk perusahaan publik maupun perusahaan pribadi, perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa dan juga digunakan dalam penelitian ini:

X1 = Modal kerja/ Total aktiva X2 = Laba ditahan/Total aktiva

X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/ Total aktiva X4 = Nilai pasar modal sendiri/Total Utang Model di atas terdiri atas empat rasio, a. Rasio X1 (Modal kerja : Total aset)

Mengukur likuiditas dengan membandingkan aset likuid bersih dengan total aset. Aset likuid bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aset lancar dikurangi total kewajiban lancar (aset lancar – utang lancar).

b. Rasio X2 (Laba ditahan : Total aset)

Mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan.Pada beberapa tingkat rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif.

c. X3 (EBIT : Total aset)

Rasio ini mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengambilan dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam.

d. Rasio X4 (Nilai pasar modal sendiri : Total utang)

Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang per modal sendiri (DER = Debt To Equity Ratio) yang lebih terkenal. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan pasar saham per lembar sahamnya (jumlah lembar saham x harga pasar saham per lembar).

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Z-score tersebut akan menghasilkan skor berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan:

(5)

ISSNONLINE 2443-3578/ISSN PRINTED 2443-1850

53

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Taniredja,dkk. (2014) tipe penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang populasi mengenai sesuatu, tanpa maksud menghubungkan satu keadaan dengan keadaan lainnya atau membedakan kelompok populasi yang satu dengan yang lainnya. Sementara, Moh. Nazir (1989) berpendapat bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu set

kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Maksud ―pada masa sekarang‖ di sini merupakan sebuah gambaran bahwa perspektif waktu yang dijangkau dalam penelitian ini adalah waktu sekurang-urangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.

Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder, Purhantara (2010), menyatakan bahwa data sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian yang bersifat publik yang terdiri atas: struktur organisasi data kearsipan, dokumen, laporan-laporan serta buku-buku dan lain sebagainya yang berkenaan dengan penelitian ini. Sumber data dalam penelitian ini yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data.Data sekunder berupa laporan keuangan tahunan dari perusahaan-perusaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode laporan keuangan yang dianalisis yaitu tahun 2012-2015. Data tersebut diperoleh melalui media internet dengan cara mengakses website Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id dan situs-situs lainnya yang berhubungan dengan analisis ini.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu Studi Kepustakaan (library research) yaitu data yang dikumpul dari literatur-literatur yang berupa buku, koran, buletin, majalah, tabloid, skripsi serta beberapa hal yang dianggap relevan berhubungan dengan penelitian ini. Pengumpulan data laporan keuangan dilakukan dengan mengakses website Bursa Efek Indonesia.

Menurut pengertian-pengertian yang dikutip dalam Taniredja (2014) populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian, atau disebut juga universe. Menurut Nawawi (2000) populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala, atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Populasi peneliti merupakan industri pertanian yaitu sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang berjumlah 16 perusahaan.

Tabel 1

Perusahaan Perkebunan Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia

No. Nama Perusahaan Tanggal Pendirian Tanggal Listing 1 Astra Agro Lestari Tbk. 30 Juni 1997 9 Desember 1997 2 Austindo Nusantara Jaya Tbk. 16 April 1993 10 Mei 2013 3 Eagle High Plantation Tbk.

(d.h BW Plantation Tbk.)

06 Nopember 2000 27 Oktober 2009 4 Dharma Satya Nusantara Tbk. 29 September 1980 14 Juni 2013 5 Golden Plantation Tbk. 5 Desember 2007 23 Desember 2014 6 Gozco Plantation Tbk. 01 Oktober 2001 15 Mei 2008 7 Jaya Agra Wattie Tbk. 20 Januari 1921 30 Mei 2011 8 PP London Sumatera Indonesia Tbk. 18 Desember 1962 5 Juli 1996 9 Multi Agro Gemilang Plantation Tbk. 13 April 2005 16 Januari 2013 10 Provindent Agro Tbk. 2 2 November 2006 18 Oktober 2012

11 Sampoerna Agro Tbk. 07 Juni 1993 18 Juni 2007

12 Salim Ivomas Pratama Tbk. 12 Agustus 1992 9 Juni 2011 13 Sinarmas Agro Resources and

Teknologi Tbk.

18 Juni 1962 20 November 1992 14 Sawit Sumbermas Sarana Tbk. 22 November 1995 12 Desember 2013 15 Tunas Baru Lampung Tbk. 22 Desember 1973 14 Februari 2000 16 Bakrie Sumatera Plantation Tbk. Tahun 1911 6 Maret 1990 Sumber :www.sahamok.com, April 2016 (data diolah)

(6)

54 letaknya berjauhan, serta adanya beberapa pertimbangan. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan sampel yang dilakukan adalah laporan keuangan yang konsisten pada periode 2012-2015 dan perusahaan sub sektor perkebunan yang menghasilkan kelapa sawit atau karet. Berdasarkan pertimbangan dalam penentuan sampel, maka diperoleh 11 perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Daftar Sampel Sub Sektor Perkebunan

No. Nama Perusahaan Tanggal Pendirian Tanggal Listing 1 Astra Agro Lestari Tbk. 30 Juni 1997 9 Desember 1997 2 Eagle High Plantation Tbk.

(d.h BW Plantation Tbk.)

06 Nopember 2000 27 Oktober 2009 3 Gozco Plantation Tbk. 01 Oktober 2001 15 Mei 2008 4 Jaya Agra Wattie Tbk. 20 Januari 1921 30 Mei 2011 5 PP London Sumatera Indonesia Tbk. 18 Desember 1962 5 Juli 1996 6 Provident Agro Tbk. 2 November 2006 18 Oktober 2012 7 Sampoerna Agro Tbk. 07 Juni 1993 18 Juni 2007 8 Salim Ivomas Pratama Tbk. 12 Agustus 1992 9 Juni 2011 9 Sinarmas Agro Resources and

Teknologi Tbk.

18 Juni 1962 20 November 1992 10 Tunas Baru Lampung Tbk. 22 Desember 1973 14 Februari 2000 11 Bakrie Sumatera Plantation Tbk. Tahun 1911 6 Maret 1990 Sumber: Data diolah (April, 2016)

Operasional Variabel adalah suatu cara untuk mengukur konsep dan bagaimana caranya sebuah konsep harus diukur sehingga terdapat variabel-variabel yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi, yaitu variabel yang dapat menyebabkan masalah dan variabel yang situasi dan kondisinya tergantung oleh variabel lain.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini tentang Analisis Altman Z-score model sebagai salah satu alat untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan sub sektor perkebunan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia adalah rasio modal kerja atas total aset, laba ditahan atas total aset, rasio laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) atas total aset, rasio nilai pasar modal sendiri atas total utang.Sawir(2000)

Adapun definisi variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Modal Kerja (Working capital)

Menurut Jumingan (2006) Terdapat dua definisi yang lazim dipergunakan, yakni sebagai berikut. a. Modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang jangka pendek. Kelebihan ini

disebut modal kerja bersih(net working capital). Kelebihan ini merupakan jumlah aktiva lancar yang berasal dari utang jangka panjang dan modal sendiri.

b. Modal kerja adalah jumlah dari aktiva lancar. Jumlah ini merupakan modal kerja bruto (gross working capital).

2. Total Aktiva/Aset (Total Assets)

Aset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.Aset dimasukkan dalam neraca dengan saldo normal debit. Sedangkan total Aktiva/Aset (Total Assets) menurut Adnan & Taufiq (2005) adalah jumlah aktiva lancar dan jangka panjang yang dimiliki oleh orang atau perusahaan.

3. Laba Ditahan (Retained Earning)

Menurut Jumingan (2006) laba ditahan adalah bagian laba yang ditanamkan kembali dalam perusahaan. Laba yang diperoleh perusahaan tidak semuanya dibagikan kepada para pemilik (pemegang saham) sebagai dividen tetapi sebagian akan ditahan dan ditanamkan kembali dalam perusahaan untuk berbagai keperluan.

(7)

ISSNONLINE 2443-3578/ISSN PRINTED 2443-1850

55 Menurut Bodie dkk. (2004) dalam akuntansi dan keuangan, Laba sebelum bunga dan pajak (LSBP) atau penghasilan operasi adalah ukuran dari profitabilitas suatu perusahaan yang tidak termasuk bunga dan beban pajak penghasilan. Sedangkan menurut Harahap (2001) laba Sebelum bunga dan Pajak (EBIT = Earning before interest and tax) adalah ukuran dari profitabilitas suatu perusahaan yang tidak termasuk bunga dan beban pajak penghasilan

5. Nilai Pasar Modal Sendiri

Menurut Rudianto (2013) nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham biasa perusahaan dan dikalikan dengan harga pasar saham per lembar sahamnya pada periode bersangkutan (jumlah lembar saham dikalikan dengan harga pasar saham per lembar).

6. Total Utang

Utang adalah sesuatu yang dipinjam.Seseorang atau badan yang meminjam disebut debitur.Entitas yang memberikan utang disebut kreditur.Sedangkan Menurut Mamduh M. Hanafi (2009) utang didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang mungkin timbul dimasa mendatang dari kewajiban organisasi sekarang untuk mentransfer asset atau memberikan jasa ke pihak lain dimasa mendatang, sebagai akibat transaksi atau kejadian dimasa lalu. hutang muncul terutama karena penundaan pembayaran untuk barang atau jasa yang telah diterima oleh organisasi dan dari dana yang dipinjam. Berikut formulasi perhitungan dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini menurut Sawir( 2000).

1. Rasio Modal Kerja atas Total Aset (Working Capital to Total Assets) = X1

Rasio modal kerja atas total aktiva adalah perbandingan antara jumlah modal kerja bersih (jumlah aktiva lancar setelah dikurangi kewajiban lancar) dengan jumlah seluruh aktiva perusahaan. Adapun menurut Sawir (2000) Mengukur likuiditas dengan membandingkan aset likuid bersih dengan total aset. Aset likuid bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aset lancar dikurangi total kewajiban lancar (aset lancar – utang lancar).

X1 =

2. Rasio Laba Ditahan atas Total Aset (Retained Earning on Total Assets) = X2

Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dalam periode tertentu.Ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets

sebagai ukuran efisiensi usaha. X2 =

3. Rasio Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak atas Total Aset (EBIT to Total Assets)

Rasio ini mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengambilan dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (Eening BeforeInterest and Tax) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun.Atau menurut Sawir (2000) Rasio ini mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengambilan dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam.

X3 =

4. Rasio Nilai Pasar Modal Sendiri atas Total Utang = X4

Rasio ini merupaka kebalikan dari utang per modal sendiri (DER = Debt To Equity Ratio) yang lebih terkenal. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar saham per lembar sahamnya (jumlah lembar saham x harga pasar saham per lembar).

X4 =

(8)

56

Tabel 3

Hasil Analisis Model Altman Z-Score Perusahaan Subsektor Perkebunan Tahun 2012-2015

No Nama Perusahaan

(UNSP). Artinya model prediksi ini memberi sinyal bahwa kedua perusahaan tersebut termasuk dalam

kategori ―bangkrut‖.Tahun 2013 perusahaan yang masuk kategori prediksi bangkrut menjadi 4

perusahaan. Gozco Plantation Tbk. (GZCO) dan Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) yang pada tahun 2012 masuk kategori grey area akhirnya menurun menjadi kategori bangkrut bersama 2 perusahaan lain yang pada tahun sebelumnya masuk kategori ini.

Tahun 2014 masih terdapat 5 perusahaan kategori bangkrut namun 3 dari 5 perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang berbeda dari tahun lalu yaitu Eagle High Plantation Tbk. (BWPT) yang pada tahun 2013 tergolong grey area, Jaya Agra Wattie Tbk. (JAWA) dan Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP), hanya Bakrie Sumatera Plantation Tbk. (UNSP) yang konsisten selama empat tahun berturut-turut masuk ke dalam kategori bangkrut. Pada tahun 2015 terdapat delapan perusahaan kategori bangkrut yaitu 5 perusahaan yang sama dengan tahun sebelumnya ditambah 3 perusahaan yang baru masuk kategori ini pada tahun 2015 yaitu Provident Agro Tbk. (PALM), Sinarmas Agro Resources and Teknologi Tbk. (SMAR), dan Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA).

(9)

ISSNONLINE 2443-3578/ISSN PRINTED 2443-1850

57

Kategori Perusahaan Rawan Bangkrut (Grey Area)

Terdapat empat perusahaan yang menurut model Altman Z-score terklarifikasi ―rawan bangkrut‖

pada tahun 2012. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah Eagle High Plantation Tbk. (BWPT), Gozco Plantation Tbk. (GZCO), Jaya Agra Wattie Tbk. (JAWA), dan Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA)

Pada tahun 2013 terdapat empat perusahaan yang diprediksi rawan bangkrut. 2 dari 4 perusahaan yang diprediksi rawan bangkrut merupakan perusahaan yang sama pada tahun sebelumnya atau 2012 di kategori ini. Perusahaan tersebut adalah Eagle High Plantation Tbk. (BWPT) dan Jaya Agra Wattie Tbk. (JAWA) sedangkan 2 perusahaan lainnya yaitu Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP) dan Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) sebelum masuk di kategori ini kedua perusahaan tersebut pada tahun 2012 memiliki kinerja keuangan yang baik karena masuk kategori perusahaan sehat.

Pada tahun 2014 terdapat 3 perusahaan yang diprediksi rawan bangkrut. Satu perusahaan yang sama pada tahun lalu yaitu Sampoerna Agro Tbk. (SGRO), sedangkan dua lainnya adalah perusahaan yang pada tahun lalu masuk kategori bangkrut namun tahun ini membaik menjadi rawan bangkrut yaitu Provident Agro Tbk. (PALM) dan Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA). Selanjutnya pada tahun 2015 perusahaan yang masuk kategori gray area atau rawan bangkrut berjumlah satu perusahaan yaitu Sampoerna Agro Tbk. (SGRO). Sampoerna menjadi satu-satunya perusahaan yang masuk kategori grey area atau rawan bangkrut disebabkan perusahaan lain tidak dapat memperbaiki kinerja keuangannya sehingga banyak perusahaan yang menurun ke kategori bangkrut.

Hasil perhitungan Z-score untuk kelompok perusahaan yang rawan bangkrut tahun 2012 diperoleh skor terendah 1,39 pada perusahaan Gozco Plantation Tbk. (GZCO) dan skor tertinggi dicapai oleh Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) dengan nilai 2,37. Untuk perhitungan Z-score kategori rawan bangkrut tahun 2013 didapati skor terendah 1,11 pada dua perusahaan yaitu Jaya Agra Wattie Tbk. (JAWA) dan Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP), dan skor tertinggi pada perusahaan Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) dengan nilai 2,58. Kemudian hasil perhitungan pada kategori rawan bangkrut tahun 2014 dengan nilai terendah yaitu diperoleh Provident Agro Tbk. (PALM) dengan nilai 1,73 dan skor tertinggi diperoleh oleh Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) dengan skor 2,30. Pada tahun 2015 nilai tertinggi dan terendah diperoleh oleh Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) dengan nilai 1,66. Hal tersebut disebebkan Sampoerna menjadi satu-satunya perusahaan yang masuk kategori ini pada tahun 2015.

Kategori Perusahaan Sehat (Tidak bangkrut)

Perusahaan yang tercatat diprediksi sehat pada tahun 2012 berjumlah 6 perusahaan, kemudian pada tahun selanjutnya yaitu 2013 dan 2014 perusahaan yang tergolong sehat menurun menjadi 4 perusahaan yaitu Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PP London Sumatera Indonesia Tbk. (LSIP), Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) dan Sinarmas Agro Resources and Teknologi Tbk. (SMAR). Keempat perusahaan tersebut mampu mecatatkan catatan yang baik selama 3 tahun. Namun pada 2015 perusahaan yang tercatat sehat hanya 2 perusahaan yaitu Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) dan PP London Sumatera Indonesia Tbk. (LSIP) kedua perusahaan ini menjadi perusahaan perkebunan tersehat dalam penelitian ini karena selama 4 tahun tersebut perusahaan ini konsisten masuk dalam kategori sehat.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(10)

58

Saran

Variabel yang digunakan dengan model Altman memerlukan perhatian yang serius khususnya dari pihak intern perusahaan. Berdasarkan kesimpulan di atas perusahaan harus memperhatikan faktor internal terkait dengan manajemen sumber daya, memperhatikan proporsi hutang, dan menyeimbangkan aktiva lancar dan hutang lancar.

Bagi perusahaan yang terindikasi sehat harus bisa mempertahankan atau bahkan meningkatkan prestasi keuangan yang dicapai.Dan bagi perusahaan yang termasuk dalam kategori gray area dan kategori mengalami kebangkrutan, pihak manajemen perusahaan harus segera mengambil tindakan korektif atau pencegahan. Perusahaan perlu meningkatkan kinerja keuangannya dengan cara meningkatkan nilai pasar ekuitas serta meningkatkan laba, memperbesar laba dengan melakukan efisiensi biaya operasi seoptimal mungkin.

Diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat menggunakan model-model prediksi kebangkrutan lainnya untuk dapat dijadikan sebagai pembanding dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Tidak hanya menggunakan analisis AltmanZ-score, akan tetapi juga dapat menggunakan analisis Springate.

6. REFERENSI

Adnan, Muhammad Akhyar, & Soewandi Taufiq. (2005). Auditing. Jakarta: PT. Dunia Pustaka.

Bodie, Z., Kane, A. and Marcus, A. J.(2004).Essentials of Investments, McGraw Hill Irwin, , p. 452.

Fahmi, Irham. (2012). Pengantar Manajemen Keuangan.Bandung: Alfabeta.

Fahmi, Irham. (2014). Analisis kinerja Keuangan. Bandung: Alfabeta.

Halim, Abdul dan Mamduh M. Hanafi. (2009). Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Jumingan. (2006). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nawawi, Hadari, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, M. (1989).Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Purhantara, Wahyu. (2010). Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rudianto. (2013). Akuntansi Manajemen. Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Strategis.Jakarta: Erlangga.

Sawir, Agnes. (2000). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Subramanyam, K.R, & Wild, J. J. (2010). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Taniredja, Tukiran. & Mustafidah, H. (2014). Penelitian Kuantitatif, Sebuah Pengantar.Bandung: Alfabeta.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Altman (Z-Score) (Studi Pada Subsektor Rokok yang Listing dan Perusahaan Delisting di Bursa Efek

1) Analisa perbandingan laporan keuangan dengan membandingkan laporan keuangan pada dua periode atau lebih. 2) Trend merupakan metode untuk mengetahui keadaan

Dari penelitian yang dilakukan oleh Altman pada tahun 1968 tersebut, terdapat 5 jenis rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan,

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Laporan Keuangan dan Penggunaan Altman Z-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Jasa Transportasi

Analisis kebangkrutan Z-Score, adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan de- ngan menghitung nilai dari beberapa rasio

Analisis perbandingan antara laporan keuangan merupakan analisis ini dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan lebih dari satu periode.. dua periode atau

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Grover Score dari lima perusahaan terdapat dua perusahaan yang berada pada kebangkrutan

Analisis Prediksi Kebangkrutan Dengan Model Altman Z- Score pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. Universitas Islam Indonesia: Fakultas