• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH DAN SEBUAH WACANA REFORMASI KEP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH DAN SEBUAH WACANA REFORMASI KEP"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

“MAKALAH DAN SEBUAH WACANA”

REFORMASI KEPOLISIAN SEBAGAI LEMBAGA DEMOKRATIS DAN REFORMIS YANG MELAYANI MASYARAKAT

OLEH INDRI ASTUTI (indriast41@gmail.com, 2016)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Politeia berasal dari kata"polis", yang lebih kurang dapat diterjemahkan dengan kata "kota", atau lebih tepatnya "negara-kota". Untuk mencerminkan makna ini, banyak bahasa menerjemahkan Politeia sebagai Negara (bahasa Inggris: The State, termasuk bahasa Belanda De staat , dan bahasa Jerman (Der Staat ). Konsep politeia dalam bahasYunani kuno dianggap sebagai suatu cara hidup. Jadi, pada kenyataannya terjemahan yang lebih tepat mestinya adalah 'bagaimana cara kita hidup sebagai masyarakat. Menurut Aristoteles politeia merupakan bentuk pemerintahan yang paling baik. Hal ini disebabkan karena dalam politeia setiap individu berkuasa atas sesamanya dan begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain kekuasaan pemerintahan tersebut berada ditangan khalayak umum. Yang membedakan Politeia dengan demokrasi adalah karenaPoliteia merupakan bentuk demokrasi yang lebih moderat yang dalam hal kebebsannyadi ikat oleh konstitusi yang menjadi acuan dari pelaksanaan sistem Yunani.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Polisi adalah badan pemerintah yang

(2)

2

Indonesia menggunakan istilah “POLISI” yang berasal dari proses indonesianisasi dari istilah Belanda “POLITIE”. Dalam rangka Catur Praja dari Van Vollenhoven, istilah “polisi” terbagi dalam : Bestuur (eksekutif), Politie (polisi), Rechtspraak (yudikatif), Regeling (legislatif). Istilah Polisi menurut Raymond B. Fosdick adalah sebagai kekuatan utama untuk melindungi individu – individu dalam hak – hak hukum mereka.

Menurut Steinmetz bahwa : untuk mengatur keamanan ,pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan . Bagi mereka yang tidak menurutinya akan dihukum dan diberi nasehat . Untuk melaksanakan peraturan tersebut , pemerintah mengangkat beberapa pegawai untuk menjaga keamanan dan ketertiban umun , untuk melindungi penduduk dan harta bendanya serta intuk menjalankan peraturan – peraturan yang

diadakan oleh pemerintah . Mereka yang diberi tugas tersebut disebut pegawai Polisi. Dari arti istilah Polisi tersebut diatas, bila diinterpretasikan maka pengertian Polisi sebagai organ dalam melaksanakan tugas organ Polisi serta dilaksanakan oleh pejabat Polisi sebagai manusia dalam melaksanakan peraturan hukum baik sebagai hukum formal maupun sebagai hukum materil untuk mewujudkan tujuan organ Polisi yang melaksanakan fungsi pemerintahan.

Kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia akan mencakup tataran represif, preventif dan preemtif. Tataran represif adalah dimana pada waktu melaksanakan tugas dan kewenanganya selalu mengutamakan azas legalitas , hal ini dilakukan dalam rangka penegakan hukum, tataran preventif dan preemtif adalah dimana dalam melaksanakan tugas dan kewenanganya selalu mengutamakan azas preventif, azas partisipatif (memberikan kesempatan terhadap peran serta masyarakat dalam pelaksanaan tugasnya) , dan azas subsidiaritas (azas yang mewajibkan Polri melakukan tindakan yang perlu sebelum instansi tekhnis yang berwenang hadir di tempat kejadian dan selanjutnya menyerahkan kepada istansi yang berwenang ).

Polisi sebagai sebuah lembaga yang dilingkupi oleh berbagai kebutuhan sosial masyarakat, tentu diharapkan responsif bahkan proaktif, terhadap perkembangan yang senantiasa terjadi pada setiap segi kehidupan sosial yang melingkupinya. Dengan kata

(3)

3

dalam berinteraksi dengan masyarakat . Hal yang memberi kebebasan dan sekaligus keterikatan secara hukum dan sosiologis, dalam ia melakukan fungsinya. Dalam konteks menatap posisi polisi dalam berbagai jenis interaksi sosial yang memberikan keterbatasan dan kebebasan, penulis menyebutnya sebagai koordinat sosial/sosiologis polisi.

Dengan demikian sangat-lah tidak mencukupi, bila tugas dan fungsi polisi hanya dipahami secara ideal atau formal saja. Walaupun secara juridis formal ditentukan bahwa tugas dan fungsi polisi ditetapkan sesuai dengan undang-undang yang dibuat secara konstitusional. Namun apabila hal itu dikaitklan dengan dengan proses kehidupan sosial, maka akan tampak bahwa fungsi dan peran yang dapat dan mungkin dijalankan

secara nyata di dalam masyarakat, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemenuhan kebutuhan organisasi, yang dikaitkan dan dihadapkan kepada harapan-harapan yang ada dalam masyarakat.

Sejarah mencatat waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959. Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional. Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU. Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan

(4)

4 1. Alat Negara Penegak Hukum.

2. Koordinator Polsus.

3. Ikut serta dalam pertahanan. 4. Pembinaan Kamtibmas. 5. Kekaryaan.

6. Sebagai alat revolusi.

Mengingat sejarah bahwa Kepolisian Indonesia pernah difungsikan sebagai alat kekuatan negara dan bersifat militeristik, maka dalam pandangan masyarakat umum pun polisi adalah bagian dari militer yang masih bersifat otoriter dan ditakuti. Untuk merubah pandangan amsyarakat dan menyelaraskannya dengan tujuan bahwa polisi sipil sebagai

tujuan dari pemolisian Indonesia bukan merupakan hal yang mudah, perlu usaha yang keras dari pihak kepolisian untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa pihak kepolisian sudah melakukan reformasi dan siap untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Polisi sebagai sebuah lembaga yang dilingkupi oleh berbagai kebutuhan sosial msyarakatnya, tentu diharapkan responsif bahkan proaktif terhadap perkembangan permasalahan yang senantiasa terjadi pada setiap sisi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain polisi tidak hanya berperan sebagai penegak hukum untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga mempunyai posisi sosiologis yang memberikan kebebasan sekaligus membatasinya.

1.2.POKOK PERMASALAHAN

Sesuai dengan fungsi kepolisian bahwa polisi bertugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban yamh berbeda fungsi dengan zaman dulu, masih ada keraguan masyarakat dalam mencermati arah reformasi kepolisian sejalan dengan konsep “Polisi Sipil” (Kepolisian dalam negara demokrasi). Seperti tidak dipahami isu itu sebagaimana mestinya. Polisi sipil didikotomikan dengan polisi militer, sehingga proses pemisahan Polri dan TNI dipandang sebagai wujud akhir pembentukan polisi sipil. Pada hal polisi sipil merupakan suatu konsep, bukan institusi. Sebagai suatu konsep, polisi sipil

mensyaratkan sejumlah faktor sebagai indikator yang tidak mungkin bisa ditemukan dalam negara otoriter yang acapkali dipandang sebagai Police State. Sehingga perlu penjelasan yang pasti mengenai :

(5)

5 BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Telaah Artikel Jurnal Ilmiah

1. Profesionalisme Polisi dalam penegakan hukum, oleh Agus Raharjo dan Angkasa, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, September 2011.

Dalam jurnal ilmiah ini diterangkan bahwa hukum memberi wewenang kepada Polisi ntuk menegakkan hukum denga berbagai cara dari cara preemtif sampai represif berupa pemaksaan dan penindakan. Tindakan polisi mesti selalu mengandung kebenaran hukum, ukannya hukum dijadikan pembenaran. Tindakan

kepolisian/ merekayasa hukum bagi tindakan kepolisian, hal ini dapat terjadi penyesatan hukum. Disebutkan juga bahwa profesi adalah suatu Moral Community (Masyarakat Moral) yang memiliki cita-cita bersama. Peran polisi membentuk identitas, yaitu sebagai The Legalistic abusive officer, yaitu polisi yang menyadari perannya sebagai penjaga, pelindung masyarakat. Akan tetapi dalam penelitian ini disebutkan pula bahwa terdapat keraguan amsyarakat mengenai peran polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, artinya peran dan tujuan polisi sipil belum tercapai. Masyarakat berharap bahwa polisi tidak hanya menggunakan kekerasan (hard skill) akan tetapi juga menggunakan soft skill (Komunikasi) dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Dalam penelitian jurnal ilmiah ini diambil dua kesimpulan bahwa polisi masih menggunakan kekerasan dalam penyidikan terutama penggunakan kekerasan hukum. Yang kedua adalah upaya menciptakan polisi yang profesional harus dimulai dari awal rekruitmen untuk membangun intensitas dan standart yang tinggi dalam pola pelayanan kepada masyarakat dan mewujudkan tujuan perpolisian sipil dalam kepolisian Indonesia.

2. Penegakan Hukum Oleh Kepolisian melalui pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Hukum Nasional, oleh Yunan Hilmi, Badan Pembinaan Hukum nasional,

Agustus 2013.

(6)

6

masyarakat. Restorative justice adalah suatu proses penyelesaian masalah pidana di luar sistem peradilan pidana (tanpa melalui meja pengadilan) yaitu dapat diselesaikan dengan asas kekeluargaan yang melibatkan semua unsur yaitu keluarga korban, keluarga tersangka, tokoh masyarakat, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial serta pihak penegak hukum yang terlibat.

Restorative justice merupakan wujud manivestasi dari sistem perpolisian sipil yang menajadi tujuan kepolisian Indonsia, dengan Restorative justice masyarakat tidak perlu bertmu dengan sistem pengadilan yang selama ini diangggap menyeramkan oleh sebagian besar masyarakat umum. Selain itu fungsi polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dapat terlihat karena dalam

penggunaan sistem Restorative justice masyarakat merasa terlindungi. Tujuan akhir dari Restorative justice adalah mengintegrasikan kembali masyarakat kedalam sistem amsyarakat yang baik, hal ini tentu sanagat sesuai dengan tujuan perpolisian sipil yang digaungkan kepolisian Indonesia. Sealin itu juga dapat mengembalikan pemulihan hubungan sosial antar stake holder. Akan tetapi dalam pelaksanaan hendaknya ada kordinasi dan kesamaan persepsi antar polisi yang satu dengan polisi yang lain agar sistem ini berjalan beriringan dan dapat membantu mewujudkan tujuan polisi sebagai polisi sipil dalam perpolisian Indonesia.

2.2. Kerangka Teori

Ciri utama dalam penegakan hukum adalah adanya kebebasan untuk mengambil keputusan. Penegakan hukum itu sendiri sebenarnya tidak lain adalah pembuatan keputusan. Oleh Karena itu polisi harus menempatkan dirinya di garis depan dalam pengambilan keputusan, mereka mempunyai kedudukan penting dalam proses kriminalisasi, baik karena inisiatif (peran penting intelijen kepolisian) ataupun karena laporan dari masyarakat. Polisi sebagai sebuah lembaga yang dilingkupi oleh berbagai kebutuhan sosial masyarakat, tentu diharapkan responsif bahkan proaktif, terhadap

(7)

7

adalah merupakan suatu sistem tata-kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi lingkup kebutuhan-kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Jadi, institusi sosial mengandung pula pengertian-pengertian yang abstrak tentang adanya norma-norma dan peraturan tertentu, yang menjadi ciri dari institusi sosial tersebut. (

Fungsi dan kedudukan polisi tidak dapat ditetapkan secara sepihak saja olehnya sendiri, melainkan ditentukan oleh realitas tuntutan kebutuhan masyarakatnya. Jadi, polisi selalu dihadapkan kepada harapan-harapan yang tumbuh pada masyarakatnya (expected reaction). Karena itu lah institusi polisi sebagaimana kebanyakan institusi sosial lainnya tidaklah dapat bersifat eksklusif dan tertutup terhadap lingkungannya.

Suasana saling ketergantungan antara polisi dan lingkungan masyarakatnya, menyebabkan polisi tidak selalu mampu mengendalikan lingkungannya, seturut rencana dan program yang dibuat oleh polisi itu sendiri. Oleh karena itu, yang mungkin dilakukan oleh polisi, adalah menyiapkan beberapa alternatif pemecahan, yang secara tentatif boleh dianggap cukup ekuivalen secara fungsional, dan pada waktu yang tepat ditentukan mana yang mendapat prioritas, karena secara fungsional juga dinilai lebih berbobot.

Oleh karena itu, pranata dan organisasi yang didesain di dalam institusi polisi, adalah untuk mengantisipasi perubahan yang pasti terjadi, dengan memperkirakan berbagai kemungkinan alternatif cara dan metodenya; dan hal ini merupakan tuntutan yang bersifat conditio sine qua non. Setiap organisasi harus mampu bertahan dalam berbagai permasalahan yang kontradiktif yang terjadi dalam institusi itu, karena ia tidak mungkin mencegah timbulnya masalah-masalah baru, yang dapat datang dari dalam dirinya sendiri ataupun yang datang dari lingkungannya. Polisi tidak dapat beroperasi dan berfungsi menurut kebutuhannya sendiri saja, melainkan polisi juga ditata dan didisiplinkan dalam beroperasi dan berfungsi, oleh harapan-harapan (expectation) serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat dimana ia berada. Berikut adalah alur ideal yang ahrus dilaksanakan oleh seorang polisi dalam melaksakan pelayanan kepada

(8)

8

Sumber :

https://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/09/12/lay-out-nkp-polri-kritis-dan-berwawasan-keilmuan/

Gambar 2.1.

BAB III

ANALISIS

Dalam beberapa kejadian penanganan kasus yang terjadi, dapat ditunjukkan pula bahwa polisi masih berperan antogonis. Hal ini dapat dilihat bahwa polisi masih hanya mempunyai panggilan dalam hal penegakan hukum saja, polisi hanya menegakkan dan menerapkan hukum. Polisi hanya berusaha membuktikan bahwa perintah hukum telah dijalankan maka selesai dan semurnalah sudah tugasnya. Dalam peran antagonis polisi senantiasa beralasan minimnya personil serta kurangnya fasilitas sehingga publik akan berpendapat bahwa polisi hanya bertugas untuk melawan kejahatan dan hanya mengawasi masyarakat secara ketat dan melakukan penangkapan ketika orang bersalah.

Hal tersebut akan berbanding terbalik dengan harapan masyarakat yang

menginginkan bahwa sosok polisi yang ideal adalah polisi yang cocok dengan masyarakat dan selalu terbuka terhadap dinamika sosial masyarakat yang ada. Polisi yang modern dan

(9)

9

yang dihadang oleh polisi justru terus menyerang. Bagi massa polisi bertindak sebagai musuh yang menghalangi jalan mereka. Karena ada niat dan kesempatan, mereka selalu ada kekurangan seperti personil dan lain-lain seperti telah diuraikan diatas. Seharusnya polisi harus melihat masalah yang terjadi di Aceh Singkil dari posisi rakyat, apakah rakyat sudah merasa nyaman ketika ada polisi ? dan apakah polisi sudah menajdi pengayom masyarakat sehingga tidak perlu terjadi bentrokan ? dan apakah polisi sudah menjadi pelindung rakyat ketika bentrokan terjadi ataukah hanya bersifat sebagai pemersatu. Tugas utama polisi adalah

1. Penegakan hukum 2. Penegakan ketertiban 3. Pengaturan dan penjagaan

4. Pembinaan dan pelayanan

Dalam pelaksanaan tugas perpolisian tidak ada yang mutlak, polisi hars selalu mempertimbangkan mana yang harus didahulukan. Dalam kasus pembakaran dan bentrokan yang terjadi Aceh Singkil, seharusnya polisi bersikap protagonis. Saya sangat setuju bahwa untuk menjadi professional adalah dengan memahami corak masyarakat dan kebudayaannya. Jika polisi dekat masyarakat, maka fungsi perlindungan , pengayoman dan pelayanan yang diharapkan akan terwujud dan maslaah yang besar akan mudah terselesaikan. Sebelum terjadinya bentrokan, warga dan pemerintah daerah setempat harus melaksanakan musyawarah dan koordinasi sehingga masyarakat sudah berusaha meminialisir terjadinya konflik lanjutan. Akan tetapi ketika konflik tidak terhindarkan lagi, berarti perlu adanya peran dari seluruh unsur termasuk keprofesionalitas polisi sebagai mediator dan pengayom masyarakat. Masyarakat, pemerintah daerah, TNI, Polri duduk satu tempat untuk menyelesaikan segala persoalan yang ada. Jika fungsi ini sudah berjalan, maka kemungkinan besar tidak akan timbul bentrokan. Pada intinya dengan adanya dinamika yang ada di masyarakat yang terus berubah-ubah, polisi dituntut untuk menjadi polisi yang protagonis yang selau terbuka terhadap perubahan yang terjadi dalam amsyarakat.

Hampir semua pekerjaan secara khusus menyimpan kesempatan unik bagi perilaku pathologis, baik sistem formal maupun informal yang cenderung untuk mendorong dan

(10)

10

mengayomi dan melayani serta tidak kalah penting adalah semangat untuk mewujudkan tujuan kepolisian Indonesia sebagai pilisi sipil yang dekat dan disegani masyarakat.

BAB IV KESIMPULAN

Yang dimaksud polisi sipil sebagai tujuan polisi indonesia bisa djelaskan bahwa polisi harus memiliki hubungan dengan masyarakatnya tidak hanya sebagai penegak hukum (positif), namun dalam menjalankan tugas penegakan hukum maupun (terutama) (preventif & Preemtif) ketertiban, polisi memiliki posisi sosiologis yang memberikan kebebasan sekaligus membatasinya, jadi polisi benar-benar berfungsi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaan di lapangan, hal ini tidak serta merta dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Terdapat faktor-faktor penghambat dalam upaya mewujudkan polisi sipil sebagai tujuan dari polisi indonesia, yaitu antara lain :

1. Rekruitmen yang tidak sehat, sehingga banyak mengahasilkan aparat kepolisian yang korup dan tidak berintegritas.

2. Anggapan masyarakat secara umum yang masih memandang bahwa polisi adalah aparatur militer yang mempunyai tugas dan tanggung jawab menjaga keamanan negara, bukan untuk melayani dan mengayomi masyarakat.

3. Tidak semua aparat kepolisian menyadari bahwa fungsi kepolisian Indonesia sudah bergeser, dari berfungsi sebagai penjaga keamanan negara menjadi pelindung dan pelayan masyarakat. Sehingga banyak anggota polisi yang menyalahgunakan wewenangnya sebagai “penguasa”.

4. Belum ada sinkronisasi antara semua unsur yang terlibat dalam mewujudkan suasa sipil dalam perpolisian Indonesia. Baik sinkronisasi antara masyarakat dengan kepolisian, Polisi dengan Polisi, maupun kepolisan dengan pihak terkait seperti pemerintah daerah maupun TNI sebagai pihak-pihak yang turut serta mewujudkan keamanan dan ketertiban

(11)

11

DAFTAR PUSTAKA

Barents, J; 1978, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta,Erlangga

Ismail, Chaerudin; 1998, Polisi Pengayom VS Penindas, Jakarta, Jakarta Citra

Nitibaskara, Tubagus Ronny Rachman; 2001, Ketika Kejahatan Berdaulat – Sebuah Pendekatan Kriminologi, Hukum dan Sosiologi, Jakarta, Peradaban.

Walker, Samuel; 1992, The Police in America : An Introduction, New York,

MC Graw Hill.

Jurnal /Dokumen

Jurnal Kepolisian. 2011. Agus Raharjo dan Angkasa ,.Profesionalisme Polisi dalam penegakan hukum, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Jurnal Kepolisian. 2013. Yunan Hilmi, Penegakan Hukum Oleh Kepolisian melalui

pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan

Hukum nasional.

https://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/09/12/lay-out-nkp-polri-kritis-dan-berwawasan-keilmuan/

https://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia

Gambar

Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dikatakan bahwa Perangkat pembelajaran fisika berbasis Problem Based Learning dengan metode eksperimen pada Elastisitas dan Hukum Hooke ini secara efektif

Dilihat dari 8 kota IHK di Kalimantan yang menghitung inflasi pada Bulan Desember 2011 ini, secara berurutan inflasi terjadi di Kota Tarakan 1,53 persen; Pontianak 1,15

Pengisian data hujan dilakukan dengan dua metode yaitu metode Reciprocal yang umum digunakan dan metode Multiple Nonlinear Standardize Correlation (MNSC)

Dalam perkara ini, orang yang bernama Sukiran bin Suwito (alm) telah diajukan sebagai terdakwa, sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan yang

Konselor datang ke rumah konseli. Sampai di rumah EE, Konselor disambut dengan baik oleh Ibu EE dan kakak sepupu EE. Konselor kemudian membina hubungan baik dengan Ibu

Dengan demikian terjadi pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap kemandirian belajar siswa kelas XI SMKN 2 Ponorogo.3. Latar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan strategi pembelajaran Learning Starts With A Question pada pokok bahasan Ekosistem, untuk mengkaji

Hasil penelitian menggunakan perhitungan manual, program Autodesk Ecotect Analysis 2011, dan Armstrong Reverberation Time menunjukkan bahwa penggunaan material seperti