• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen terhadap organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sebelum membicarakan pengertiannyam pendekatan terhadap pengklasifikasian, penting diketahui bahwa pada dasarnya dapat dibedakan pendekatan antara attitudinal commitment dan behavioral commitment (Mowday, dalam Allen & Meyer 1997).

(2)

Komitmen organisasi itu sendiri memiliki dasar yang berbeda-beda secara psikologis. Untuk itu perlu meneliti komitmen organisasi dengan menggunakan pendekatan secara multidimensional. Allen & Meyer (1997) melakukan penelitian secara multidimensional tentang komitmen organisasi. Ia mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara karyawan dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Pengertian komitmen organisasi menurut Robbin (1997) yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Sedangkan menurut Spector (2000), secara umum komitmen melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen merupakan sebuah variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Greenberg dan Baron (1995) mengemukakan bahwa komitmen merefleksikan tingkat identifkasi dan keterlibatan individu dalam pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.

(3)

Menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Luthans, 2006) dikatakan bahwa komitmen terhadap organisasi terdiri dari tiga faktor, yaitu : keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi dan kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Hal ini melibatkan suatu hubungan yang aktif dengan organisasi, dimana para karyawan mempunyai kemampuan untuk memberikan diri mereka dan membuat suatu kontribusi personal untuk membantu organisasi mencapai kesuksesan. (Cherrington, 1994)

Salancik (1977) mendefinisikan komitmen terhadap organisasi sebagai keadaan dimana perilaku karyawan menjadi terikat pada organisasi dan karyawan memiliki keyakinan untuk meneruskan perilaku dan keterlibatannya. Dessler (dalam Oktorita, Rosyid & Lestari, 2001) memberi pengerian komitmen karyawan terhadap perusahaan/organisasi sebagai hubungan antara karyawan dengan perusahaan/organisasi yang merupakan orientasi karyawan pada perusahaan sehingga bersedia menyumbangkan energinya dan mengikatkan diri melalui aktivitas dan keterlibatan dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

(4)

kondisi psikologis karyawan terhadap perusahaan atau organisasi secara aktif dengan adanya kesediaan dan kesiapan untuk mencurahkan usaha demi kepentingan perusahaan/organisasi dimana karyawan dengan komitmen yang tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya, dengan adanya 3 komponen yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Menurut Allen dan Meyer (1997) terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi, yaitu:

a. Komponen affective

Komponen ini menunjukkan kelekatan emosional karyawan, mengidentifikasikan dirinya dan menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Dimana karyawan yang memiliki komponen afektif yang tinggi melanjutkan keanggotaannya ke dalam organiasi karena memang hal itulah yang mereka inginkan (want to) untuk tetap berada di organisasi. Dalam komponen ini, individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.

b. Komponen continuance

(5)

membutuhkan organisasi (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis

c. Komponen normative

Komponen ini mencerminkan perasaan tentang kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi. Karyawan dengan komponen normatif yang tinggi merasa mereka harus tetap berada di organisasi (ought to). Komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen

Komitmen di dalam suatu organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pendekatan multidimensional akan lebih menjelaskan hubungan pekerja dengan organisasi yang mempekerjakannya (Cetin, 2006). Van Dyne dan Graham (dalam Coetzee, 2005) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang berdasarkan pendekatan multidimensional, yaitu:

a. Personal Factors

(6)

menolong sesama (altruistic) juga lebih cenderung menunjukkan perilaku sebagai anggota kelompok pada pekerjaannya.

b. Situational Factors 1. Workpace values

Pembagian nilai merupakan komponen yang penting dalam setiap hubungan atau perjanjian. Nilai yang tidak terlalu kontroversial (kualitas, inovasi, kerjasama, partisipasi) akan lebih mudah dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat. Jika karyawan percaya pada nilai kualitas produk organisasi, mereka akan terikat pada perilaku yang berperan dalam meningkatkan kualitas. Jika karyawan yakin pada nilai partisipasi organisasi, mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan membuat suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencari solusi dan membuat saran untuk kesuksesan suatu organisasi.

2. Subordinate-supervisor interpersonal relationship

(7)

lebih luas apabila supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan memperngaruhi tingkat komitmen bawahannya.

3. Job characteristics

Berdasarkan Jernigan, Beggs dan Kohut (dalam Coetzee, 2005) kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan terhadap organisasi adalah prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal inilah yang merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan keterikatan terhadap organisasi.

4. Organizational support

Ada hubungan yang signifikan antara komitmen karyawan dan keyakinan karyawan terhadap keterikatan dengan organisasinya. Berdasarkan penelitian, karyawan akan lebih bersedia untuk memenuhi panggilan di luar tugasnya ketika mereka bekerja di organisasi yang memberikan dukungan serta menjadikan keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga menjadi lebih mudah, mendampingi mereka menghadapi masa sulit, menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka melakukan sesuatu yang mereka tidak dapat lakukan.

c. Positional Factors 1. Organizational tenure

(8)

2. Hierarchical job level

Penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi menjadi satusatunya prediktor yang kuat dalam komitmen organisasi. Hal ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada peningkatan motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum, karyawan yang jabatannya lebih tinggi akan memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan para karyawan yang jabatannya lebih rendah. Ini dikarenakan posisi atau kedudukan yang tinggi membuat karyawan dapat mempengaruhi keputusan organisasi, mengindikasikan status yang tinggi, menyadari kekuasaan formal dan kompetensi yang mungkin, serta menunjukkan bahwa organisasi sadar bahwa para pekerjanya memiliki nilai dan kompetensi dalam kontribusi mereka.

(9)

B. Kepercayaan pada Organisasi

1. Pengertian Kepercayaan pada Organisasi

Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada sebelumnya. Maksud lain dari sebuah hubungan dapat disimpulkan ketika kedua belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan perkerjaannya. Mencarikan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharap yang memberikan hasil negatif. Selanjutnya, menurut Moore (1998) kepercayaan adalah keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang.

(10)

person-to-organization/institution. Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor untuk percaya pada umumnya dan kemampuan, kebajikan, dan integritas trustee. Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko). Dengan asumsi risiko dan pelaksanaan tindakan yang melekat akan menyebabkan hasil tertentu, yang akan mempengaruhi faktor-faktor penentu kepercayaan dalam umpan balik.

Menurut Zalabak, et. al (2010) kepercayaan pada organisasi merupakan keyakinan (belief) menyeluruh terhadap organisasi bahwa organisasi tersebut kompeten dalam komunikasi dan perilakunya, terbuka dan jujur, perduli (concerned), handal (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma dan nilai-nilainya. Selanjutnya, Kreitner & Kinicke (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan timbal balik terhadap tujuan dan perilaku orang lain. Individu yang percaya terhadap orang lain mempunyai keyakinan bahwa perilaku orang yang dipercayai akan memberi keuntungan kepada dirinya dan individu juga akan menunjukkan perilaku yang menguntungkan terhadap orang tersebut (Johnson&Johnson, 1997).

(11)

2. Dimensi Kepercayaan pada organisasi

Menurut Zalabak, et. al (2010) terdapat 5 dimensi dalam kepercayaan pada organisasi, yaitu :

a. Competence

Dimensi competence adalah kemampuan organisasi melalui kepemimpinan, strategi/keputusan, kualitas dan kemampuan untuk menghadapi tantangan dari lingkungannya. Competence berhubungan kepada efisiensi organisasi secara keseluruhan sebagaimana kualitas dari produk ataupun layanannya. Competence diukur berdasarkan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya.

b. Openness dan honesty

Dimensi openness and honesty merefleksikan bagaimana organisasi berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif, dan memberikan masukan terhadap keputusan yang diambil perusahaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karyawan menilai sebuah organisasi itu terbuka dan jujur ketika para manajer dan atasan memberikan informasi mengenai kinerja dan evaluasi kinerja, mengatasi masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan bagaimana keputusan penting diambil organisasi yang ada dampaknya pada mereka.

c. Concern for employees/stakeholders.

(12)

atau menajer yang mendengar ide/gagasan karyawannya dan bertindak untuk kebutuhan, dan keperdulian terhadap mereka/karyawan. Kepercayaan berhubungan dengan usaha pimpinan untuk membawa informasi kepada karyawan. Dimensi concern dicerminkan dalam persepsi dan bagaimana pada kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan. Karyawan percaya terhadap organisasi ketika mereka yakin atasan langsung ataupun manajer perduli (concern) terhadap kesejahteraan mereka. Top manajemen dipercayai ketika kebijakan dan prosedur mereka dibuat untuk kesejahteraan karyawan.

d. Reliablity (keterandalan)

(13)

e. Identification

Identification merupakan hubungan antara organisasi dan karyawan secara individual lebih bedasarkan kepada nilai-nilai inti (core values). Identifikasi berkaitan dimana individu membangun hubungan pribadi dengan manajemen dan rekan-rekan dalam organisasi. Identification muncul ketika individu yakin bahwa nilai-nilai mereka tercermin dalam nilai-nilai organisasi. Karyawan mengidentifikasi dan percaya terhadap organisasi jika organisasi bertindak dengan cara yang berkaitan erat dengan nilai-nilai organisasi itu sendiri.

(14)

C. Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi terhadap Komitmen

Organisasi

Kepercayaan pada organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada sebelumnya. Maksud lain dari sebuah hubungan dapat disimpulkan ketika kedua belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan pekerjaannya. Mencarikan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharap yang memberikan hasil negatif. Selanjutnya, menurut Moore (1998) kepercayaan adalah keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang.

(15)

menuju trustor tersebut. Definisi ini berlaku baik secara pribadi manusia dan dalam hubungan person-to-organization/institution. Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor untuk percaya pada umumnya dan kemampuan, kebajikan, dan integritas trustee. Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko).

Zalabak, et. al (2010) mengatakan bahwa kepercayaan pada organisasi merupakan keyakinan (belief) menyeluruh terhadap organisasi bahwa organisasi tersebut kompeten dalam komunikasi dan perilakunya, terbuka dan jujur, perduli (concerned), keterandalan (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma dan nilai-nilainya. Kepercayaan timbul atas dasar adanya pengharapan di mana terdapat di dalamnya kejujuran dan potensi membangun sistem yang akan saling menguntungkan kedua belah pihak di masa depan. Dengan demikian terdapat suatu level yang lebih tinggi daripada sekedar keyakinan. Trustor dikatakan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap trustee bila trustor siap menerima konsekuensi apapun dari keputusannya tersebut (Nasution & Widjajanto, 2007).

(16)

menurunnya kesetiaan karyawan. Dalam penelitian terakhir pada karyawan di Amerika Serikat, 57% di antara mereka mengatakan bahwa perusahaan sendiri kurang setia kepada karyawannya sekarang ini dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu (Traub dalam Muchlas, 2005). Tentu saja komitmen karyawan berkurang.

Gibbs (1972) menggambarkan kepercayaan organisasional sebagai suasana di mana orang secara emosional merasa aman dan nyaman saat mereka berinteraksi, dan menerima satu sama lain. Iklim kepercayaan meningkatkan kerja tim, kepemimpinan, tercapainya tujuan, kinerja, kepuasan karyawan dan komitmen (Laschinger dalam Celik, et al. 2011). Cummings dan Bromiley (dalam Kramer & Tyler, 1996) mengemukakan bahwa keyakinan seorang terhadap pihak lain akan berpengaruh dengan komitmen orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa rasa percaya dari karyawan akan mengarah pada komitmen. Kramer & Goldman menekankan suatu pernyataan bahwa komitmen merupakan refleksi dari perilaku mempercayai. (dalam Kramer & Tyler, 1996).

(17)

kesetiaan untuk melakukan apa yang telah diputuskan. Biasanya komitmen memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian.

Probowo (2002) menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dan mempertahankan kelangsungannya, perusahaan membutuhkan adanya penerimaan, kemauan, kesediaan, loyalitas dan keterlibatan secara penuh dari karyawan dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan perusahaan. Penerimaan, kemauan, kesediaan dan keterlibatan ini akan tercermin dari adanya perilaku kerja yang mau bekerja keras, bekerja di luar tugasnya serta bekerja dengan tingkat perhatian dan ketekunan tinggi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwi (2001) menyatakan bahwa sikap karyawan yang tetap bertahan dalam perusahaan dan terlibat mendalam dalam upaya-upaya mencapai visi, misis, nilai dan tujuan perusahaan dikatakan sebagai komitmen organisasi. Komitmen ini meliputi hubungan yang aktif antar individu dengan perusahaannya, dimana individu bersedia memberikan sesuatu atas kehendak sendiri demi tercapainya tujuan perusahaan.

(18)

keuntungan bersama di antara para pelakunya. Manusia memandang organisasi sebagai alat bantu atau cara untuk membantu mencapai mereka, sedangkan organisasi membutuhkan manusia untuk membantu mencapai sasaran atau target organisasi (Muchlas, 2005). Rosseau, et. al (1998) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan pengaruh psikologi terhadap harapan yang positif untuk intensi atau behavior. Menurut Sanner (dalam Ryan, 2002), ketika seseorang telah mempercayai pihak lain maka orang tersebut harapannya akan terpenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan.

Zangaro (2001) menyatakan bahwa komitmen merupakan tingkah laku yang menunjukkan janji untuk memenuhi kewajiban terhadap orang lain atau sesuatu pada masa yang akan datang. Hasil Penelitian Dunham, Grube, dan Castaneda (dalam Chairy 2002) menunjukkan bahwa keterandalan organisasi, kepuasan kerja, serta persepsi terhadap manajemen partisipatif memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap komitmen afektif. Persepsi terhadap manajemen partisipatif memiliki kontribusi yang signifikan pada komitmen normatif. Keterandalan dan persepsi karyawan terhadap perusahaannya merupakan bagian dari dimensi kepercayaan pada organisasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Misalnya dimensi concern yang dicerminkan dalam persepsi karyawan dan bagaimana pada kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan (dalam Zalabak, et. al, 2010).

(19)

motivasi untuk membalas tindakan. Dari prinsip ini, maka kepercayaan merupakan bagian penting dari hubungan yang ada. Sebagai contoh Meyer dan Allen (1997) membedakan antara komitmen afektif, yang mencerminkan keinginan untuk tetap menjadi anggota dari suatu kelompok karena ikatan emosional, dan komitmen continuance, yang mencerminkan kelekatan berdasarkan ekonomi dan biaya. Komitmen afektif menunjukkan adanya hubungan pertukaran sosial, sedangkan komitmen kelanjutan menunjukkan adanya hubungan pertukaran ekonomi (Mowday, Porter, & Steers, 1982;. Shore et al, 2006). Selain itu juga adanya indikator lain termasuk perasaan adanya kewajiban sehingga memberikan energi dan usaha maksimumnya (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades dalam Colquitt, et. al 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan ini memprediksikan mekanisme dari komitmen afektif, perasaaan memiliki kewajiban dan pemenuhan kontrak psikologis (Colquitt, et. al 2007).

Penelitian Kramer (2001) Dan Matthai (1989) menemukan bahwa kepercayaan organisasi adalah prediktor yang bermakna terhadap komitmen organisasi. (dalam Tezi, 2007). Beberapa temuan memberikan bukti bahwa kepercayaan organisasi adalah elemen penting untuk kesuksesan organisasi seperti komitmen organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karyawan perlu merasa yakin bahwa usaha mereka akan menghasilkan beberapa manfaat bagi diri mereka sendiri dan organisasi (dalam Tezi, 2007).

(20)

karyawan percaya terhadap organisasi akan menentukan bagaimana sikap karyawan terhadap perusahaan, apakah akan setia, selalu mendukung keputusan-keputusan perusahaan, selalu berusaha menjadi yang terbaik atau dengan kata lain akan mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi. Kepercayaan memainkan peran penting dalam membangun dan mempertahankan hubungan dan merupakan prediktor yang signifikan terhadap komitmen. Karyawan dapat komit pada organisasi yang diyakini dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan variabel yang dapat menimbulkan keinginan karyawan untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan perusahaan.

D. Hipotesa

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

a. Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen affective

b. Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen continuance

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang akan dipakai oleh para mufasir tergantung kepada apa yang hendak diketahui atau dicapainya (Amir & Hamzah, 2019). Di antara pendekatan yang digunakan oleh

Tabel 4.3 :Data Distribusi Sikap Perawat yang Berhubungan dengan kepuasan pasien peserta Askes Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah sakit Umum Daerah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini, Bagaimana analisis kecepatan rata - rata waktu

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny “Z” selama kehamilan trimester II dengan keluhan pusing, persalinan secara spontan tidak ada penyulit, pada masa nifas dengan

3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat

Setelah membacakan materi yang dibawa oleh guru, siswa mampu menjelaskannya kepada kelompok yang lain. Setelah

Ketertarikan siswa untuk menggunakan GeoGame dalam mempelajari materi Geografi selain peta, atlas, dan globe...297 Tabel 4.10.. Ketertarikan siswa terhadap pengunaan perangkat

Performa reproduksi babi bali jantan yang meliputi ukuran testis dan kualitas semen, berkaitan erat dengan aktivitas dan kemampuan pejantan untuk mengawini sejumlah