• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II

Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air 2.1 Latar Belakang dan Tujuan

2.1.1 Latar Belakang

Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat (CaCO3) di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang dalam Filum Cnidaria yang sangat sederhana, berbentuk tabung dan memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Terumbu karang merupakan ekosistem yang unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis serta sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas perairan alami (Veron, 1995 dan Wallace (1998). Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentasi, ketersediaan makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat.

Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanthellae dan tidak membentuk karang.

Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasidan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis pada tahun1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%.Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.

Faktor fisik dan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman jenis. Kompleksitas dan keanekaragaman karang akan tetap ada jika kesetimbangan ekologis dapat tercapai di antara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini terjadi, misalnya, dengan Echinodermata, ikan karang, lamun, alga, Acanthaster plancii dan biota lainnya.

Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup, seperti bentuk pertumbuhan dan kemampuan bereproduksi. Masing-masing karang juga memberikan respons yang berbeda untuk bertahan terhadap penyakit, predator, serta kompetisi dalam perebutan ruang.

Interaksi secara biologi meliputi:

1. Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang - menyerang sesamanya dan secara alami terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada karang yang hidup saling berdekatan. Mereka dapat mengeluarkan jaringan perutnya untuk mencerna karang yang lain.

2. Predasi: Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva. Anakan karang sering dimakan oleh moluska atau oleh ikan. Pada tingkat dewasa, karang dipredasi oleh Acanthaster plancii (bulu seribu).

2.1.2 Tujuan

Menganalisis kondisi terumbu karang di stasiun Pulau Air berdasarkan parameter persentase tutupan karang keras.

2.2 Metodologi

(2)

2.2.1 Alat dan bahan

-

Meteran gulung sepanjang 200 meter

-

Kertas newtop

-

Pensil

-

Kamera bawah air

-

Botol sampel

-

Refraktometer

-

Secchi disk

-

DO-meter

-

SCT-meter 2.2.2 Cara Kerja

2.2.2.1 Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air

-

Garis transek dibentangkan sepanjang 2 x 100 meter (50 meter untuk satu kelompok) sejajar garis pantai (Gambar 1).

-

Jenis substrat maupun terumbu karang yang dilalui oleh garis transek dicatat panjangnya dengan satuan sentimeter (cm).

a.

Jenis substrat dibedakan menjadi: pasir (S), lumpur (SI), batu (RC), pecahan karang (RB), dan karang mati (DC) (lampiran A).

b.

Karang keras dibedakan berdasarkan bentuk hidupnya (Lampiran A). Setiap jenis karang keras yang dilalui oleh garis transek didokumentasikan untuk memudahkan pengidentifikasian lebih lanjut menggunakan kamera bawah air.

-

Hasil pengamatan dicatat pada kertas tahan air (kertas newtop).

-

Pengukuran dilakukan terhadap suhu permukaan, salinitas, konduktivitas, dan DO. Selain itu, dicatat pula rona lingkungan di sekitar stasiun pengamatan (untuk setiap kelompok) (English et al., 1997).

Gambar 1. Garis transek untuk pendataan bentuk hidup terumbu karang 2.2.2.2 Survei Ikan dan Invertebrata Laut

(3)

Gambar 2. Metode Survei Ikan (Belt Intercept Transect) 2.3 Hasil dan Pembahasan

2.3.1 Kondisi Limnologi di Pulau Air

Table 2.1 Kondisi Limnologi Pulau Air (Transek 0-25 m)

No.

Parameter

Kelompok

Rata-rata

1

2

3

4

5

6

7

8

1 DO

11.7 11.65 11.4 11.7 10.93 10.56

9.95 11.27

11.145

2 Suhu

31.1 30.46 30.9 31.1

30.9

31.6

31.1

32.3

31.1825

3 Konduktivitas 40.6 45.34 40.8 46.2 40.58 39.01 40.35 49.93 42.85125

4 Salinitas

37

38

24

37

40

36

35

39

35.75

5 pH

8

8.3

8

8

8

8.1

8.5

7.9

8.1

Tabel 2.2 Kondisi Limnologi Pulau Air (Transek 25-50m)

No.

Parameter

Kelompok

Rata-rata

1 2

3 4

5

6 7

8

1 DO

11.6

10.78 11.59

11.07

11.26

2 Suhu

31.1

30.8

30.7

31.1

30.925

3 Konduktivitas

40.3

40.4

45.7

40.11

41.6275

4 Salinitas

35

39

38

38

37.5

(4)

2.3.2 Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air

Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air Dengan Metode LIT

Life Form

Length (cm)

%

ACE

520

3.144084

RKC

510

3.083621

DC

1408

8.513211

ACB

747

4.516597

ACD

1325.5

8.01439

ACT

480

2.902231

ACS

385

2.327831

CE

370

2.237136

CM

685

4.141726

CSM

928

5.61098

CMR

90

0.544168

CME

580

3.506863

CF

320

1.934821

CB

170

1.027874

SCL

30

0.181389

RKC

30

0.181389

ZO

0

0

NIA

16

0.096741

S

435.5

2.63317

SI

1900

11.488

RB

1681

10.16386

RC

3448

20.84769

CA

20

0.120926

SC

20

0.120926

Anemone

50

0.302316

Submasive

100

0.604631

CMI

40

0.241853

ACROPORA EUCRUSTIN

120

0.725558

RD

130

0.786021

TOTAL

16539

100

Tabel 2.4 Pengelompokkan ke Dalam Kategori Tertentu

Kategori

%

(5)

Abiotik

45.13272

Total

100

Gambar 2.1 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air

Gambar 2.2 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air Dalam Bentuk Grafik Batang

42.75046859

11.59683173

0.302315739 0.217667332

45.13271661

Persen Tutupan Terumbu Karang di

Pulau Air

Karang Hidup Karang Mati Biota Lain Alga Abiotik

0 5 10 15 20 25

%

TUTUPA

N

LIFE FORM

Persen Tutupan Terumbu Karang

di Pulau Air

(6)

Dari hasil pengolahan data dimana pengambilan data pengamatan terumbu karang menggunakan metode LIT, maka didapat prosentase lingkungan di sekitar terumbu karang seperti yang telah terlampir pada gambar 2.1 dan gambar 2.2. Dari hasil pengolahan didapatkan bahwa prosentase kategori abiotic di Pulau Air paling banyak di antara kategori yang lainnya yaitu sebanyak 45.14%. Kemudian disusul oleh karang hidup sebanyak 42.75% , karang mati sebanyak 11.59%, biota lain sebanyak 0.3% dan sisanya adalah alga sebanyak 0.23%.

Abiotic yang dimaksud disini adalah berupa jenis substrat seperti sand, silt, rubbles, dan rock. Prosentase abiotic yang lebih banyak dibandingkan karang hidup ini menunjukkan bahwa terumbu karang di Pulau Air masih sedikit. Kurangnya karang hidup pada ekosistem terumbu karang bisa disebabkan oleh beberapa factor. Factor-faktor yang mempengaruhi hidup terumbu karang ditunjukkan dari kondisi limnology di suatu perairan seperti temperature, salinitas, kondutivitas, pH dan DO.

Dari referensi yang kami dapatkan tersebutkan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang, yakni faktor alam dan faktor buatan seperti kegiatan manusia.

Faktor Alam :

1. Cahaya matahari

Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang, karena cahaya diperlukan bagi proses fotosintesis. Kedalaman penetrasi sinar mempengaruhi kedalaman pertumbuhan karang. Intensitas dan kualitas cahaya yang dapat menembus air laut sangat penting dalam menentukan sebaran vertikal karang batu yang mengandungnya. Semakin dalam laut, semakin kurang intensitas cahaya yang didapat atau dicapai yang berarti semakin kecil produksi oksigen. Kedalaman laut maksimum untuk karang batu pembentuk terumbu karang adalah 45 meter. Lebih dari itu cahaya terlalu lemah untuk zooxanthella yang merupakan alga mikroskopik bersel tunggal dalam menghasilkan oksigen yang cukup bagi karang batu (Wells, 1956).

2. Kejernihan air

Karang batu hidup di bawah permukaan air sehingga untuk hidupnya memerlukan air laut yang bersih dari kotoran – kotoran. Hal tersebut untuk menghindari benda – benda yang terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan untuk hidup zooxanthella. Selain itu, endapan lumpur atau pasir yang terkandung di dalam air yang diendapkan oleh arus dapat mengakibatkan kematian pada terumbu karang (Karliansyah, 1988).

3. Kedalaman

Karang batu hidup subur pada kedalaman tidak lebih dari 40 meter (Molengraaff, 1929). Menurut Wells (1956) pertumbuhan paling subur berada di kedalaman kurang lebih 20 meter.

4. Suhu perairan

Suhu terendah dimana karang batu dapat hidup, yaitu 15°C, tetapi kebanyakan ditemukan pada suhu air diatas 18°C dan tumbuh sangat baik antara 25°C – 29°C. Suhu maksimum dimana terumbu karang masih hidup adalah 36°C. Menurut Kuenen (Sukarno, 1982), suhu terbaik untuk pertumbuhan karang batu adalah 25°C – 31°C dan masih dapat hidup pada suhu 15°C, tetapi perkembangangbiakan, metabolism, dan pengapuran akan terganggu.

5. Salinitas

(7)

6. pH (Derajat Keasaman)

Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) (1988) dalam Edward (1996) menetapkan bahwa nilai kisaran ambang batas pH (derajat keasaman) yang baik bagi kehidupan biota laut berkisar diantara 6-9.

Dari factor-faktor yang mempengaruhi hidup terumbu karang yang disebutkan di atas, kami mengukur dan telah mendapatkan data kondisi fisika kimia di perairan pulau air yaitu berupa DO, salinitas, suhu, konduktivitas dan pH yang telah terlampir pada table 2.1 dan 2.2. Dari data tersebut didapatkan bahwa suhu perairan adalah 31.1825°. Pada suhu sekian terumbu karang masih dapat hidup namun perkembangbiakkan, metabolism dan pengapurannya tidak maksimal. Tinggi temperature perairan akan menyebabkan karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.

Sedangkan untuk DO, pH dan salinitas didapatkan nilai yang baik untuk pertumbuhan karang yang optimum. Konduktivitas berbanding lurus dengan salinitas, konduktivitas adalah daya hantar listrik dari air dimana berhubungan dengan kandungan garam. Nilai salinitas yang didapatkan merupakan nilai yang baik untuk pertumbuhan terumbuhan karang sehingga nilai konduktivitas yang didapatkan juga bisa dikatakan merupakan nilai yang baik.

Apabila diamati dari nilai-nilai fisika kimia perairan di Pulau Air bisa dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang bisa membuat terumbu karang dapat hidup dengan subur di perairan tersebut. Namun dari hasil pengolahan data yang didapatkan bahwa abiotic masih lebih dominan dibandingkan karang yang hidup. Kami mencoba menghubungkannya dengan factor buatan yaitu pola kegiatan manusia di sekitar perairan tersebut. Terumbu karang di Pulau Air merupakan salah satu objek wisata yang menarik sehingga banyak wisatawan domestic yang melakukan kegiatan snorkeling untuk melihat dan menikmati keindahan terumbu karang. Untuk mencapai lokasi tersebut maka digunakan kapal karena jarak lokasi terumbu karang dari pantai lumayan jauh. Kapal yang membawa wisatawan akan berhenti di dekat lokasi dan membuang jangkarnya di daerah tersebut. Dari pengamatan bisa dilihat bahwa terdapat jangkar yang mengenai terumbu karang. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran pada terumbu karang sehingga tidak banyak yang hidup di daerah tersebut.

Perbandingan juga dilakukan terhadap karang mati dan karang di Pulau Air dimana didapatkan bahwa karang hidup masih jauh lebih banyak dibandingkan karang mati. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Air masih sehat.

Table 2.5 Kriteria Persen Tutupan Terumbu Karang Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001

Dari table 2.3 dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Air masuk ke dalam kategori sedang.

(8)

𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝐼𝑀) =𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖 + ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝)𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖)

Setelah dihitung maka didapatkan harga indeks mortalitas dari terumbu karang di Pulau Air adalah sebesar 21.34. Nilai tersebut menunjukkan bahwa besar perubahan karang hidup menjadi karang mati di terumbu karang Pula Air adalah relative kecil.

2.3.3 Survei Ikan dan Invertebrata

Tabel 2.6 Jenis Ikan yang Terlihat di Sekitar Terumbu Karang Pulau Air

Jenis ikan

Jumlah

(9)

Sp. B (full body hitam)

3

Sp. C (Sejenis snapper, ekor V, ada garis kuning pada

tubuh)

3

Gambar 2.3 Jenis Ikan dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air Dari hasil pengamatan oleh beberapa kelompok didapatkan banyak jenis ikan yang hidup di sekitar ekosistem terumbu karang Pulau Air. Kemudian dari referensi yang kami ambil dijelaskan bahwa terdapat jenis ikan yang digunakan sebagai indicator kesehatan terumbu karang yaitu yang termasuk dalam family Chaetodontidae. Ikan yang berasal dari family ini salah satunya adalah butterfly fish. Dapat dilihat dari gambar 2.3 bahwa butterfly fish merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan di sekitar terumbu karang Pulau Air

.

Banyaknya jenis ikan yang hidup di sekitar terumbu karang, khususnya lagi butterfly fish menunjukkan bahwa kondisi dari terumbu karang baik dan sehat sebagai tempat ikan untuk hidup.

Tabel 2.7 Jenis Invertebrata yang Terlihat di Sekitar Terumbu Karang Pulau Air

Jenis invertebrata laut

Jumlah

Tridacna sp.

11

Trochus sp.

1

Diadema urchin

65

COT

10

Bintang laut

2

Clams

20

sea urchin

4

Triton

3

Giant Clams

5

0 20 40 60 80 100 120

Ju

m

lah

(e

ko

r)

Jenis Ikan

(10)

thelenota ananas

1

Leatery soft coral

5

Zoanthid

1

Gambar 2.4 Jenis invertebrata dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air

Gambar 2.5 Jenis invertebrata dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air dalam bentuk diagram pie

0 10 20 30 40 50 60 70

Ju

m

al

h

(e

ko

r)

Invertebrata

Survei Invertebrata Sekitar Terumbu Karang di

Pulau Air

Survei Invertebrata Sekitar

Terumbu Karang di Pulau Air

Tridacna sp.

Trochus sp.

Diadema urchin

COT

Bintang laut

Clams

sea urchin

(11)

Dari hasil pengamatan dan pengolahan data yang terlampir pada gambar 2.4 dan gambar 2.5 bahwa terdapat banyak jenis invertebrate yang hidup di sekitar terumbu karang Pulau Air. Dari beberapa jenis invertebrate ini, jenis yang mendominasi adalah Diadema urchin atau yang biasa disebut dengan bulu babi. Banyaknya bulu babi menjadi indicator yang menentukkan bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Air baik dan sehat. Bulu babi sensitive terhadap pencemaran karena mempunyai persyaratan lingkungan hidup yang khusus. Telur bulu babi dikenal sebagai bahan uji toksisitas lingkungan. Umumnya perkembangan embriologis bulu babi sangant sensitive terhadap perubahan kualitas lingkungan hidup. Keberadaan air raksa di perairan sebesar 0,01 ppm, misalnya, sudah dapat mengganggu proses fertilisasi dan menyebabkan abnormalitas perkembangan ombrio. Bulu babi dan telurnya umumnya digunakan sebagai orbganisme indicator dalam mempelajari lingkungan. EPA (Environment protection agency = biro perlindungan lingkungan) AS menggunakan perkembangan standar bulu babi untuk menguji kehadiran polutan perairan.

Bulu babi telah digunakan sebagai hewan uji dalam penelititan lingkungan, penentu pencemaran air, uji biologis untuk mengukur toksisitas suatu bahan atau substansi di perairan laut dan dan digunakan sebagai organisme model dalam penelitian dasar yang terkait dengan kesehatan manusia (Angka dan Suhartono, 2000; Lasut, 2000).

Dengan demikian banyaknya bulu babi di daerah terumbu karang Pulau Air menunjukkan bahwa daerah tersebut bersih dari racun dan baik untuk pertumbuhan biota lainnya.

2.4 Kesimpulan

-

Persen tutupan abiotik di Pulau Air adalah yang terbesar yaitu 45.14%. Kemudian disusul oleh karang hidup sebanyak 42.75% , karang mati sebanyak 11.59%, biota lain sebanyak 0.3% dan sisanya adalah alga sebanyak 0.23%.

-

Karang hidup di Pulau Air masih sedikit disebabkan karena temperature air laut yang lebih hangat dari temperature optimum untuk terumbu karang hidup dan adanya aktifitas manusi yang merusak terumbu karang.

-

Terumbu karang di Pulau Air termasuk ekosistem terumbu karang yang sehat dan bersih dilihat dari banyakanya jenis ikan dan invertebrate yang ada.

-

Ikan dari family Chaetodontidae dan bulu babi menjadi bioindicator lingkungan perairan laut.

-

Terumbu karang di Pulau Air memiliki banyak butterflyfish dan bulu babi yang menunjukkan

lingkungan ekosistemnya baik.

Tambahan untuk daftar pustaka :

Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI). 2004. Panduan Dasar Untuk Pengenalan Ikan Karang Secara Visual Indonesia. Jakarta. Indonesia

Gambar

Gambar 1. Garis transek untuk pendataan bentuk hidup terumbu karang
Gambar 2. Metode Survei Ikan (Belt Intercept Transect)
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air Dengan Metode LIT
Gambar 2.1 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air
+4

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengamati proses densifikasi MZT2 dengan penambahan 2wt%, 4wt%, dan 6wt% V2O5, menghitung densitas MZT2

Demikian juga apabila rumah tangga tidak mempunyai tempat sampah yang saniter maka besarnya risiko terkena diare akan lebih besar 1,3 kali dibandingkan dengan

5 Secara umum, dari ketiga distribusi yang digunakan dalam perhitungan probabilitas erupsi gunungapi (eksponensial Poisson, Weibull dan Log-Logistik), nampak bahwa

Untuk dapat menjalankan sistem pada alat otomatisasi bel listrik yang perlu diperhatikan bukan hanya perangkat kerasnya saja, tetapi juga perangkat lunaknya ( software ) sebab

Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki kecepatan tinggi yang

Hal ini juga ditandai oleh persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat, mulai dari perusahaan-perusahaan besar ,perusahaan menengah hingga perusahaan

Apabila pada batas waktu yang telah ditentukan, peserta belum melakukan pembayaran pelunasan stan, maka panitia berhak membatalkan kepesertaannya dan uang muka sewa stan yang

Berdasarkan contoh kesalahan konsep yang ditemukan pada buku ajar SMA dapat dikelompokkan kesalahan konsep genetika terjadi akibat enam sebab yakni penyajian