• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANGKATAN SEKRETARIS DESA MENJADI PEG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGANGKATAN SEKRETARIS DESA MENJADI PEG (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 12 Nomor 24 Agustus 2016

M Nasir Nata

83

PENGANGKATAN SEKRETARIS DESA

MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 20131

M. Nasir Nata

Widyaiswara Ahli Utama Badan Pengembangan SDM Provinsi Sumatera Selatan nasirnata@yahoo.co.id/08117812684

Abstract

Since the enactment of the Act Number 32 of the Year 2004 regarding Regional Government, especially after the enactment of the Government Regulation Number 48 of the Year 2005 regarding the Appointment of the Honorary Employees to become the candidates of civil servants, the implementation of village administration began to be problematic. This problem is caused by the demands of the Village Head and Village Secretary for equal rights to be equalized with the Civil Servants. This demand implicates the birth of the Government Regulation Number 45 of the Year 2007 on the Requirements and Procedures for the Appointment of a Village Secretary to be a Civil Servant, and theoretically this regulation contradicts the Government Regulation Number 78 of the Year 2013 on the Second Amendment of the Government Regulation Number 98 of the Year 2000 on the Procurement of Civil Servants. Based on the background of this study, the problems are formulated as follows: 1) What is the ratio legis of the appointment of the Village Secretary to be a civil servant in the perspective of the Government Regulation Number 78 of the Year 2013, and 2) What is the reason of the appointment of the Village Secretary to be a civil servant? The formulation of this problem aims to analyze and to find the ratio of legis and the ratio decidendi of the appointment of the Village Secretary to be a Civil Servant in the perspective of the Government Regulation Number 78 of the Year 2013. Problem analysis of this study indicates that the ratio legis of the appointment of the Village Secretary to be a civil servant is based on the reason that government has an authority to appoint a civil servant, while the reason of the appointment of the Village Secretary to become a civil servant is that it is in accordance with justice principle and legal certainty, that is to satisfy the sense of justice in the society. In order not to cause multiple interpretations, the appointment of civil servants in all sectors should be based on common ground regulation, and the Secretary of the Village should indeed be appointed from the element of civil servants.

Keyword: ratio, legis, village secretary.

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Keberadaan pemerintahan desa sangat penting dalam proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bahkan dapat dikatakan desa adalah cikal bakal lahirnya komunitas negara Republik Indonesia, karena dari desalah berawal satuan masyarakat terkecil di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan desa juga merupakan pintu pertama dari pemerintahan negara, karena dari pemerintahan desalah yang pertama bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu keberadaan dan stabilitas desa sangat penting mendapat perhatian.

Secara filosofis terbentuknya pemerintahan desa dimaksudkan untuk memudahkan pengurusan penyelenggaraan kepentingan masyarakat desa, karena itu pemerintahan desa sudah seharusnya memperoleh status dan kedudukan yang jelas, seirama dengan perkembangan masyarakat, sebagaimana semangat otonomi pemerintahan di kabupaten/kota atau pemerintahan provinsi.

Berawal dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja sampai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa, pengelolaan pemerintahan desa yang masih tradisional dengan mengedepankan

(2)

84

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintahan desa mulai bermasalah setelah diterbit-kannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan terutama setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negari Sipil.

Pada masa itulah kepala desa mulai terinspirasi untuk menuntut persamaan haknya dengan pegawai negeri sipil (PNS). Tuntutan tersebut tidak dapat dipenuhi, karena hanya Sekretaris Desa yang dapat diangkat menjadi pegawai negeri sipil melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 ini setelah ditelaah berdasarkan asas dan beberapa teori, serta hukum positif yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ternyata bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka permasalahan dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apa rasio legis pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil dalam perspektif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013?

b. Apa hakikat pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil? 3. Metode Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, tujuan penelitian ini adalah: a) untuk menganalisis dan menemukan ratio legis pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil dalam perspektif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013, dan b) untuk menganalisis dan menemukan hakikat pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu Hukum Ketatanegaraan, khususnya Hukum Administrasi Negara, memberikan sumbangan pemikiran teoritik bagi penye-lesaian konflik norma, khususnya norma perudang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil yang berlaku secara umum. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman teoritik kepada pengambil kebijakan terkait dengan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi pegawai negeri sipil. Selama ini penyelesaian konflik norma perundang-undangan tentang pengaturan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi pegawai negeri sipil, belum terselesaikan dengan baik. Selain itu, secara praktis tulisan ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah, lembaga legislatif, dan pihak-pihak yang berwenang dalam mengambil kebijakan pengangkatan pegawai negeri sipil, dan pengangkatan skretaris desa menjadi pegawai negeri sipil.

B. Pembahasan

1. Rasio Legis Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi PNS

(3)

Volume 12 Nomor 24 Agustus 2016

M Nasir Nata

85

sebagai norma yang dijadikan objek hukum. Dia mengakui bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor politis, sosiologis, filosofis, dan seterusnya, akan tetapi yang dikehendakinya adalah suatu teori yang murni mengenai hukum, karena tujuannya adalah “...to avoid the uncritical mixture of methodologically different disciplines (methodo-logical syncretism) which obscures the essence of the science of law and obliterates the limits imposed upon it by the nature of its object matter” (Hans Kelsen: 1967: 235). (Istilah ini lebih kurang dapat diatikan, bahwa …”untuk menghindari multi tafsir secara metodologi dari berbagai disiplin ilmu yang dapat mengaburkan esensi pengetahuan dan permasalahan yang sebenarnya).

Makna utama dari teori-teori yang telah dikemukakan tersebut adalah, bahwa keputusan yang diambil atau dilakukan oleh warga masyarakat atau penjabat-penjabat hukum, harus dilihat sebagai norma hukum individual atau konkrit, yang menyimpulkan norma hukum umum yang berlaku bagi kasus-kasus yang sama.

Suatu norma hukum valid karena dibuat menurut cara yang ditentukan oleh suatu norma hukum lainnya, dan norma hukum lainnya ini adalah landa-san validitas norma hukum yang disebut “Hubungan antara norma yang mengatur pembentukan norma lain dengan norma lainnya ini dapat digam-barkan sebagai suatu hubungan antara superordinasi dan subordinasi”.

Hans Kelsen menyebutkan bahwa “norma itu berjenjang dan berlapis lapis dalam suatu susunan hierarkis tata susunan, yaitu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai akhirnya berhenti pada norma yang tertinggi, yaitu norma dasar (grund-norm)”.

Negara Indonesia yang berdasarkan atas hukum, perlu mempertegas sumber hukum yang merupakan pedoman bagi penyusunan perundang-undangan. Suatu undangan harus bersumber atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Indonesia juga mengenal tata urutan (hierarchie) peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden; dan 6. Peraturan Daerah.

Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka peraturan yang posisinya di bawah, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, sehingga hubungan peraturan satu dengan yang lain tidak terjadi ketidaksinkronan, dalam arti harus terjadi hubungan yang sinkron, serasi dan harmonis.

(4)

86

hukum seringkali dijumpai keadaan aturan hukum, yaitu kekosongan hukum (leemten in het recht), konflik antar norma hukum (antinomi hukum), dan norma yang kabur (vage normen) atau norma tidak jelas”.

Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi pegawai negeri sipil, secara interpretatif sebenarnya merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian tentunya harus memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hak konstitusional setiap warga negara untuk menjadi pegawai negeri sipil ini tercermin di dalam ketentuan Pasal 27 Undang-Un-dang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa:

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerin-tahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menjelaskan bahwa: “Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan”. Dalam hubungan hak Sekretaris Desa untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil, dapat saja dianggap sebagai bentuk pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menentukan bahwa, setiap orang berhak untuk diangkat menjadi pejabat pemerintahan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa:

(1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang lang-sung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan per-aturan perundang-undangan. (2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau

dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

(5)

Volume 12 Nomor 24 Agustus 2016

M Nasir Nata

87

warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Selanjutnya dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, menentukan, bahwa “Setiap Warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini”. Hal ini berarti bahwa negara menjamin bagi setiap orang Warga Negara Indonesia untuk menjadi pegawai negeri sipil, tanpa diskriminasi, sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Kata “tanpa adanya diskriminasi tersebut dapat dipahami melalui kata-kata atau kalimat yang dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan”, seperti kata “segala warga negara” dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemudian kata “mereka” dalam Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dan juga kata “setiap warga negara Republik Indonesia” dalam ketentun Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dan juga kata “setiap orang” dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam perspektif hukum, pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil tidak hanya merupakan bentuk perwujudan pemenuhan hak konstitusional warga negara, melainkan juga sebagai perwujudan rasa keadilan masyarakat, dan merupakan hak yang melekat pada setiap warga negara Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berlakunya peraturan pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 362 angka 9 ini tidak berpengaruh terhadap status Sekretaris Desa sebagai Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat berdasarkan Perauran Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini didasarkan atas asas retroaktif, bahwa hukum tidak berlaku surut, dan demi kepastian hukum, maka peraturan pemerintah ini tidak berpengaruh apapun terhadap kedudukan Sekretaris Desa sebagai Pegawai Negeri Sipil tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ini hanya berlaku bagi Sekretaris Desa yang bekerja setelah berlakunya peraturan pemerintah tersebut, yaitu sejak tanggal berlakunya peraturan pemerintah ini, yaitu sejak tanggal 30 Maret 2017. Artinya mereka harus mengikuti pola seleksi dan persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang berlaku bagi calon Pegawai Negeri Sipil pada umumnya. Jika memang lulus seleksi tentunya dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan hasil seleksi yang dicapai oleh yang bersangkutan.

(6)

88

dengan ide tentang supremasi hukum yang diseban-dingkan dengan ide kedaulatan rakyat yang melahirkan konsep demokrasi”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa dalam setiap kegiatan pemerintahan, hukum harus diletakkan pada posisi yang paling tinggi, demikian juga dalam kaitannya dengan pengadaan pegawai negeri, hukum merupakan dasar legalitas yang harus ada dan menjadi dasar bagi pengadaan pegawai negeri sipil. Lebih lanjut dikatakan Jimly Assiddiqie, bahwa: dalam setiap negara hukum, apapun tipe yang dianutnya, hukum harus menjadi dasar bagi setiap tindakan penguasa maupun rakyatnya, hukum memiliki kedudukan tertinggi dalam negara, yang disebut dengan istilah supremasi hukum (the supreme of law), sedangkan dalam paham kedaulatan rakyat, rakyatlah yang dianggap berdaulat di atas segala-galanya yang kemudian melahirkan sistem demokrasi. “Prinsip negara hukum mengutamakan norma yang dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan prinsip demokrasi mengutamakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kepastian hukum adalah unsur yang utama negara hukum. Menurut Bagir Manan, lingkup dan komponen kepastian hukum (legal certainty, recht-szekerheid) adalah meliputi: 1) kepastian aturan hukum yang akan diterapkan;

2) kepastian proses hukum, baik dalam hal penegakan hukum maupun pela-yanan hukum; 3) kepastian kewenangan yaitu kepastian lingkungan jabatan atau pejabat yang berwenang

menetapkan atau mengambil suatu keputusan hukum; 4) kepastian waktu dalam setiap proses hukum, dan

5) kepastian pelaksanaan, seperti kepastian eksekusi putusan hakim atau kepu-tusan administrasi negara (Bagir, Manan: 2007: 20).

Konflik norma peraturan perundang-undangan terkait dengan pengang-katan Sekretaris Desa menjadi pegawai negeri sipil terjadi antara ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Pemberlakuan peraturan pemerintah ini didasarkan atas dasar lex spesialis derogat legi generalis, yaitu peraturan yang khusus, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil mengesampingkan peraturan yang umum, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Sebab objek yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, khususnya untuk pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negari Sipil.

(7)

Volume 12 Nomor 24 Agustus 2016

M Nasir Nata

89

pegawai negeri sipil adalah 51 tahun. Ketentuan ini terlihat memang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, khususnya pembatasan usia minimal dan usia maksimal. Bahkan dalam pengangkatan Sekretaris Desa menjadi pegawai negeri sipil tidak memerlukan penyaringan yang ketat sebagaimana halnya yang dilakukan dalam penyaringan calon pegawai negeri sipil pada umumnya.

Batas umur Sekretaris Desa yang dapat diangkat untuk menjadi pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil adalah maksimal 51 tahun, sedangkan untuk calon pega-wai negeri sipil yang dari umum maksimal 35 tahun. Pertentangan pengaturan juga terdapat dalam hal penetapan golongan ruang. Sekretaris Desa yang memiliki ijazah Sarjana (S1) apabila diangkat menjadi menjadi pegawai negeri sipil hanya ditempatkan pada pangkat Pengatur Muda Golongan/ruang II/a.

2. Hakikat Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi PNS

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan landasan yang kuat menuju development community. Desa diharapkan tidak lagi merupakan level administrasi terendah, tidak lagi menjadi bawahan daerah, tetapi lebih merupakan independent community.

Dalam upaya pemberdayaan pemerintahan desa agar menjadi desa yang kuat, mandiri, dan sejahtera, maka desa tersebut perlu dikembangkan dengan cara:

a. penataan dan pengembangan desa, kerja sama antar desa dan lembaga adat;

b. penataan dan pengembangan lembaga pemerintahan desa dan paguyuban pemerintahan desa;

c. peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa;

d. penataan dan pengembangan pen-dapatan kekayaan daerah dan keuangan desa; e. meningkatkan ketahanan masyarakat;

f. pemantapan nilai-nilai sosial budaya setempat (adat setempat yang bersifat lokalitas); g. pengembangan usaha ekonomi masyarakat;

h. peningkatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan;

i. peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna sesuai kebutuhan masyarakat.

Dalam perspektif teori hukum, penyelesaian konflik norma hukum (antinomi hukum), yakni antara Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No-mor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dapat saja diberlakukan asas preferensi atau asas pengutamaan, yaitu ”lex posteriori derogat legi priori”. Menurut asas ini peraturan undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama. Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, merupakan peraturan perundang-undangan yang baru, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, merupakan peraturan perundang-undangan yang lama.

(8)

90

diuji materi dengan menggunakan asas ini, maka pengangkatan Sekeretaris Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pega-wai Negeri Sipil, dapat saja dipandang sebagai tindakan yang bertentangan dengan asas lex posteriori derogat legi priori, atau dengan kata lain bahwa pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini juga dapat diartikan bahwa pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil dapat dianggap tidak sah menurut hukum.

Penggunaan asas preferensi, khususnya asas lex posteriori derogat legi priori sebagai dasar pengujian keabsahan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil yang diduga terdapat konflik norma dalam pengaturannya, juga sesuai dengan pendapat Bagir Manan, yang mengatakan bahwa penggunaan asas preferensi dilakukan sepanjang ketentuan yang saling bertentangan tersebut berada dalam bidang hukum yang sama. Sebagaimana diketahui bahwa konflik norma tersebut sama-sama terkait dengan persyaratan dan proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

Namun apabila dilihat dari perspektif atau sudut pandang yang lain, dengan tetap memperhatikan asas preferensi sebagai metode penyelesaian konflik norma, yaitu asas lex spesialis derogat generalis, maka kemungkinan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi pegawai negeri sipil, dapat saja dikatakan sah menurut hukum. Dalam hal ini apabila pengangkatan tersebut dianggap sebagai sebuah kebijakan yang lahir dari diskresi pemerintahan. Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dianggap sebagi lex generalis, karena mengatur mengenai persya-ratan dan prosedur pengangkatan Pegawai Negeri Sipil pada umumnya, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai lex spesialisnya, maka pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil dapat dianggap sah, karena secara yuridis yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, karena peraturan pemerintah ini secara khusus mengatur tentang Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil.

(9)

Volume 12 Nomor 24 Agustus 2016

M Nasir Nata

91

Alasan lain yang dapat dikemukakan terkait dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, jika mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubanah Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, tentunya tidak mungkin dapat dilakukan karena Sekretaris Desa yang menjabat pada saat itu, rata-rata usianya sudah banyak yang di atas ketentuan yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil tersebut. Karena itu adalah sangat bijaksana jika Pemerintah mempertimbangkan rasa keadilan dengan mengecualikan Sekretaris Desa dari ketentuan persyaratan dan pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil yang berlaku pada umumnya.

Selanjutnya dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menentukan bahwa:

a. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; b. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan

tidak mengatur;

c. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan

d. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerin-tahan guna kepentingan yang lebih luas.

Persyaratan disekresi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 tersebut kiranya cukup dapat digunakan alasan bagi pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Karena jika Sekre-taris Desa tidak menjalankan tugas dan fungsinya, maka pelayanan terhadap masyarakat akan terganggu, merugikan masyarakat dan mengganggu penyeleng-garaan pemerintahan desa.

Daftar Pustaka

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Abdul Latif, Fungsi Mahkamah Konstitsi Dalam Upaya Menyiapkan Negara Hukum Demokrasi, Total Media, Yogyakarta, 2007.

Ahmad Ghufron dan Soedarsosno, Hukum Kepegawaian Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. A. Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2004.

Bagir Manan, Organisasi Peradilan di Indonesia, FH Universitas Airlangga, Surabaya, 1998. Dede Rosyada, el.al, Demokrasi, Hak Asaasi Manusia, dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2003.

(10)

92

Jakarta, 1990.

Hans Kelsen, The Pure Theory of Law, Translated from the German by Marx Knight, Berkeley and Los Angeles, University of California Press, 1967

Jimmly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana Hukum FH Universitas Sriwijaya Palembang, 23 Maret 2004, dimuat dalam Jurnal Simbur Cahaya, No. 25 Tahun IX, Mei 2004.

Mahfud M.D, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999.

Maria Indriati, Ilmu Perundang-Undangan Dasar dan Pembentukannya, Yogyakarta, Kanisius, 1998

Mukti Arto, Dalam Soetanto Soepiadhy, Perubahan Undang Undang Dasar 1945 Dalam Prospek Perkemangan Demokrasi,Disertasi, Pascasarjana Universias 17 Agustus l945 Surabaya, 2006.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002. Sarundajang dalam Indri Hapsari, Implikasi Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi PNS Terhadap Status Hukum Sekdes di Kabupaten Sragen, Tesis Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2009 Soetanto Soepiadhy, Keadilan Hukum, Surabaya Pagi, 28 Maret 2012.

Utrecht E, dalam Sudiman Sidabukke, Kepastian Hukum Perolehan Hak atas Tanah bagi Investor, Disertasi, Program Pascsarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran proses produksi adalah masalah keseimbangan lintasan produksi yang berawal dari adanya ketidakseimbangan penugasan kerja

Seperti penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh (Cahyono & Ir. Lantip Trisunarno, 2012) dengan judul “Penerapan Metode Value Engineering pada Pengembangan

1 PDBI t Produk Domestik Bruto Rp Miliar Biro Pusat Statistik 2 CONS t Total konsumsi Rp Miliar Biro Pusat Statistik 3 CGOV t Konsumsi pemerintah Rp Miliar Biro

Sekalipun pembiakan dalam media RPMI singkat (2 jam) tetapi karena jumlah bakteri yang diinokulasikan sangat banyak, konsentrasi protein dalam supernatan biakan seperti yang

Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Bandung, Jl. Dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 1-9 menjelaskan tentang sifat-sifat yang dimiliki seorang

Berdasarkan istilah syar’i wakaf adalah ungkapan yang diartikan penahanan harta milik seseorang kepada orang lain atau kepada lembaga dengan cara menyerahkan benda yang

Dari hasil pengukuran pada tiga stasiun pengamatan, nilai parameter Hg air pada Stasiun I, II dan III tidak sesuai untuk persyaratan baku mutu kualitas air untuk

Akibat dari semua ketidak- cocokan itu, sudah diduga sebelumnya jika pelajaran seni dan budaya yang pada awalnya menghendaki kreatif subyektif, justru dengan