• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis. Tanaman ini awalnya dikembangkan perusahaan besar dan kemudian diikuti perusahaan nasional dan rakyat.

Hasil utama pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (Palm Karnel Oil). Adapun hasil ikutannya berupa bungkil inti sawit (Gambar 2), serat perasan buah, tandan buah kosong, lumpur minyak sawit dan tempurung sawit. Hasil sampingan serat perasan buah dan tempurung sawit digunakan sebagai arang bakar. Adapun tandan kosong dan lumpur sawit merupakan sumber selulosa. (Naibaho, 1990). Gambar 1 menjelaskan struktur umum buah kelapa sawit (Aritonang, 1986) dan Gambar 2 menjelaskan bentuk umum bungkil inti sawit. Menurut Devendra (1977), bungkil inti sawit memiliki persentase yang sama dengan minyak inti sawit namun bila dibandingkan dengan hasil ikutan kelapa sawit termasuk bagian yang paling rendah 4-5% dari tandan buah segar (Gambar 3).

Gambar 1. Struktur Buah Kelapa Sawit

Sumber: Naibaho (1990)

a Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit

Endokaprium Eksokaprium

Endokaprium Mesokaprium

(2)

4 Gambar 3. menjelaskan persentase bagian kelapa sawit berikut hasil ikutannya (Aritonang, 1986) sedangkan gambar 4. menjelaskan komponen pengolahan tandan buah kelapa sawit dan ekstraksi bungkil inti sawit (Aritonang, 1986). Secara umum, proses pengolahan menunjukkan kombinasi proses dengan menggunakan tekanan (press) dan ekstraksi.

Gambar 3. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit Berikut Hasil Ikutannya Sumber: Aritonang (1986)

Bungkil inti sawit di Indonesia sudah ditetapkan standar kualitasnya, yakni tertera pada SNI 01-0001-1987. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit

Kandungan Nutrisi Peneliti

1 2 3 4 A. Analisis Proksimat a b Energi Metabolis, Kkal/kg 1480* - - - 1480 Bahan Kering, % 91 86 86 88,57 90,3 Protein Kasar, % 14 12,9 15,4 16,86 16,1 Lemak Kasar, % 8 9,4 4,6 6,82 0,8 Serat Kasar, % 23 16,9 9,6 15,12 15,7 Abu, % 6 5,6 9,6 6,58 4 Beta-N, % 49 41,2 52,8 54,62 63,5

Sumber: * Mustaffa et al. (1991) 1 Yeong dan Mukherjee. (1983), 2 Hartadi et al. (1980) (Ekstraksi: a mekanik dan b kimia), 3 Keong (2004), 4 Hew dan Jalaludin (1996)

Minyak Inti Sawit (45-46%) Tandan Buah Segar

Tandan Kosong (55-58%) Serat Kelapa Sawit (12%) Minyak Sawit (18-20%) Inti Sawit (4-5%) Tempurung (8%) Lumpur Minyak Sawit Kering (2%) Bungkil Inti Sawit (45-46%)

(3)

6

Penggunaan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan

Pemanfaatan hasil sampingan pengolahan kelapa sawit berupa bungkil inti sawit telah dilakukan di Malaysia (Zahari & Alimon, 2005), Indonesia dan Afrika (Sinurat, 2003). Bahan pakan tersebut diberikan langsung baik dalam bentuk campuran bahan mengandung karbohidrat tinggi, mineral dan vitamin maupun dalam bentuk terpisah.

Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengujian nilai nutrisi bungkil inti sawit telah banyak dilakukan pada berbagai jenis ternak dan memberikan efek yang cukup baik terhadap tampilan produksinya. Selanjutnya dinyatakan bahwa penggunaan bungkil inti sawit adalah untuk subsitusi bungkil kelapa dalam ransum ternak ruminansia, karena bungkil inti sawit mengandung protein dan energi yang tinggi serta imbalan mineral yang serasi bagi ternak ruminansia (Aritonang, 1986). Hasil penelitian Carvalho (2006) menunjukkan bahwa penggunaan bungkil inti sawit (solvent ekstract) yang tinggi dalam pakan sapi perah tidak mempengaruhi konsumsi dan produksi susu. Penggunaan bungkil inti sawit pada sapi potong dan sapi perah dilaporkan dapat menekan biaya pakan (Ummunna

et al., 1980 & Carvalho. 2006).

Bungkil Kelapa

Gambar 5 menunjukkan komposisi penyusun buah kelapa. Bungkil kelapa (Gambar 6) adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering (testa dan meat).

Gambar 5. Komposisi Penyusun Buah Kelapa

S Sumber: Woodrof (1979) Eksokaprium Mesokaprium Endokaprium Kulit Daging Air

(4)

7 Gambar 6. Bentuk Umum Bungkil Kelapa

Mutu bungkil kelapa digolongkan dua jenis (Tabel 2). Kopra merupakan buah kelapa yang dikeringkan dan digunakan sebagai sumber minyak, pengeringan kelapa tersebut biasanya dilakukan di bawah sinar matahari atau menggunakan pengeringan buatan (Woodrof, 1979). Menurut Child (1964), bungkil kelapa masih mengandung protein, karbohidrat, mineral dan sisa-sisa minyak yang masih tertinggal. Kandungan protein yang cukup tinggi menyebabkan bungkil kelapa cukup baik apabila digunakan sebagai makanan ternak. Proses pembuatan bungkil kelapa dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses Pembuatan Bungkil Kelapa Sumber: Tarwiyah (2001)

Daging Buah

Pengeringan dengan Sinar Matahari

Penghancuran

Pemanasan pada Suhu 115°C Pengepresan

Minyak Bungkil Kopra

(5)

8 Bungkil kelapa mengandung minyak yang tinggi maka mudah terjadi ketengikan, sehingga diusahakan tidak terlalu lama dalam proses penyimpanan. Persyaratan mutu bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan toleransi aflatoksin. Jenis bungkil kelapa dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kadar protein kasar. Bungkil kelapa jenis A memiliki kadar protein kasar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bungkil kelapa jenis B. Persyaratan mutu bungkil kelapa menurut SNI 01-2904-1992 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Mutu Bungkil Kelapa

Komposisi Jenis

A B

Air (% maksimum) 12 12

Protein Kasar (% minimum) 18 16

Serat Kasar (% maksimum) 14 16

Abu (% maksimum) 7 9

Lemak (% maksimum) 12 15

Asam Lemak Bebas (%

terdapat dalam Lemak) 7 9

Ca (%) 0,05-0,30 0,05-0,30 P(%) 0,40-0,75 0,40-0,75 Aflatoksin (ppb maksimum) 100 100 Sumber: SNI (1992) Penyaringan (Sieving)

Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel pada bahan tertentu (Khalil, 1999). Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan pengayakan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Menurut Khalil (1999), produk dari proses pengayakan/penyaringan ada dua meliputi ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize) dan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).

Dalam proses industri, pengayakan (sieving) biasanya digunakan untuk mendapatkan material yang berukuran tertentu dan seragam (Khalil, 1999). Pada proses pengayakan, material dijatuhkan atau dilemparkan ke permukaan pengayak dan pengayakan lebih cenderung dilakukan dalam keadaan kering.

(6)

9 Dalam penerapannya, penggunaan ayakan secara umum diarahkan untuk mengukur kadar keseragaman bahan dan mendapatkan ukuran partikel bahan. Nomor mesh 4 (4,76 mm) sampai nomor mesh 16 (1 mm) mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi kasar sedangkan nomor mesh 30 (0,548 mm) sampai nomor mesh 50 (0,28 mm) digunakan untuk mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi medium dan nomor mesh 100 (0,149 mm) digunakan untuk mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi halus.

Perubahan Fisik Bahan

Bahan atau komoditi yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pangan ataupun pakan merupakan produk pertanian penting diketahui sifat-sifat pada tiap komoditi tersebut yang berguna dalam penyediaan dan perancangan mesin, pengolahan komoditi, pengawetan produk, dan pengembangan suatu produk pangan atau pakan yang baru. Pengetahuan sifat fisik dan kimia bahan saling mempengaruhi kondisi bahan. Sifat fisik komoditi meliputi semua kondisi yang dapat diamati panca indra maupun yang hanya dapat diukur dengan menggunakan mesin (kehalusan bahan, keseragaman bahan, densitas).

Dalam penerapannya, Toharmat et al. (2006) menyebutkan bahwa sifat bahan banyak terkait dengan kadar serat dalam bahan, semakin tinggi kadar serat maka semakin rendah kerapatannya atau bahan bahan tersebut semakin amba. Menurut Retnani et al. (2009), maka nilai kerapatan yang tidak stabil disebabkan oleh kelembaban yang relatif tinggi, cairan terkondensasi pada permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan mikroba pada pellet.

Sifat Fisik Bahan

Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati dalam satuan kg/m3 (Khalil, 1999). Pengukuran kerapatan tumpukan (Bulk Density) dilakukan untuk menentukan volume ruang pada suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur dan elevator (Kolatac, 1996). Kerapatan tumpukan memiliki pengaruh terhadap daya campur dan ketelitian pengukuran secara otomatis seperti halnya dengan berat jenis. Kerapatan tumpukan juga berpengaruh terhadap daya ambang dan stabilitas

(7)

10 pencampuran pakan. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan kriteria dalam penilaian kerapatan tumpukan menurut Kolatac (1996) dan nilai kerapatan tumpukan beberapa bahan pakan.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Kerapatan Tumpukan

Kerapatan Tumpukan Kriteria

< 450 kg/m3 Waktu alir lebih lama dan butuh ketelitian lebih dalam proses penimbangan, volumetris, dan gravimetris

> 500 kg/m3 Sulit dalam proses pencampuran serta mudah terpisah

> 1000 kg/m3 Waktu alir lebih cepat Sumber: Kolatac (1996)

Tabel 4. Nilai Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Bahan Pakan Kerapatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung 691,3

Sorghum 684,0

Bungkil Inti Sawit 503,2

Bungkil Kedelai 320,0

Tepung Ikan 435,3

Sumber: Khalil (1999)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan. Perbedaan cara pemadatan akan berpengaruh terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan, antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan terletak kapasitas silo dan container (Gauthama, 1998). Menurut Khalil (1999), kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kadar air suatu bahan. Selain kadar air dan ukuran partikel, besarnya kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi ketidaktepatan pengukuran (Sayekti, 1999). Besarnya nilai kerapatan pemadatan

(8)

11 tumpukan mementukan kapasitas pengisian tempat penyimpanan silo. Tabel 5 menunjukkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan.

Tabel 5. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Bahan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung 704,2

Sorghum 707,6

Bungkil Inti Sawit 700,7

Bungkil Kedelai 340,5

Tepung Ikan 562,0

Sumber: Khalil (1999)

Berat Jenis (Spesific Density)

Berat jenis diukur menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu suatu benda dalam fluida akan mengalami Gaya Archimedes sebesar fluida yang dipindahkan dan arahnya ke atas. Menurut Gauthama (1998) bahwa berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan, daya ambang bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan serta menentukan tingkat ketelitian proses penakaran otomatis yang umum diperlukan dalam pabrik pakan. Tabel 6 menunjukkan nilai berat jenis beberapa bahan pakan.

Tabel 6. Nilai Berat Jenis Beberapa Bahan Pakan

Bahan Berat Jenis (kg/m3)

Jagung 1579,1

Sorghum 1221,4

Bungkil Inti Sawit 1574,3

Bungkil Kedelai 912,2

Tepung Ikan 1289,3

(9)

12

Sudut Tumpukan (Angle of Respose)

Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan ketinggian. Tumpukan akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta mengukur kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada sudut tumpukan bahan. Semakin bebas suatu partikel bergerak sudut tumpukan yang terbentuk semakin kecil. Pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan (Geldart et al., 1990).

Menurut Geldart et al. (1990), bahan pakan dengan sudut tumpukan yang tinggi mengakibatkan perlu proses pengadukan dalam silo agar bahan bisa menyebar sehingga mekanisme kerja dalam industri tidak efisien, akan tetapi bila sudut tumpukan kecil maka turunnya bahan akan menjadi serentak. Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan klasifikasi aliran bahan berdasarkan sudut tumpukan dan sudut tumpukan beberapa bahan pakan.

Tabel 7. Klasifikasi Aliran Bahan Berdasarkan Sudut Tumpukan

Sudut Tumpukan Aliran

25-30° Sangat mudah mengalir 30-38° Mudah mengalir

38-45° Mengalir 45-55° Sulit mengalir

>55° Sangat sulit mengalir Sumber: Fasina & Sokhansanj (1993)

Tabel 8. Sudut Tumpukan Beberapa Bahan Pakan

Sudut Tumpukan (°)

Jagung 0

Sorghum 15,9

Bungkil Inti Sawit 45,2

Bungkil Kedelai 12,5

Tepung Ikan 39,7

(10)

13

Daya Ambang (Floating Rate)

Daya ambang adalah jarak tempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu dengan satuan m/s. Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang dicapai persatuan waktu pada jarak yang telah ditentukan maka daya ambang semakin besar. Daya ambang berperan penting dalam pengangkutan bahan melalui alat penghisap (pneumatic conveyer) agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel. Partikel yang mempunyai daya ambang yang tinggi akan mudah terhisap sedangkan bahan dengan daya ambang yang rendah akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk pada bagian bawah (Khalil, 1999).

Kelarutan Total

Kelarutan total adalah jumlah zat yang dapat dilarutkan dalam pelarutnya (Vogel, 1978). Kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, dan konsentasi bahan-bahan lain dalam larutan. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa pelarut adalah substansi pada fase yang sama (padat, cair, gas) sebagai bagian yang menyusun larutan. Pelarut yang baik adalah air, lebih lanjut dijelaskan bahwa air melarutkan atau mendispersi sebagai zat dengan sifat dwi kutub yang dimilikinya. Nilai kelarutan total untuk beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kelarutan Total Beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Kelarutan Total (%BK)

Dedak 8,48 Onggok 9,10 Gaplek 9,32 Bungkil Kelapa 7,72 Jerami Padi 8,79 Sumber: Murni (2003)

Kelarutan bahan dalam air disebabkan oleh adanya gugus hidroksil (gula dan alkohol) dan gugus O2 karbonil (aldehida dan keton) yang cenderung membentuk ikatannya ion dengan air (Voet et al. (1999). Air juga melarutkan berbagai senyawa organik yang mempunyai gugus karboksil atau asam amino yang cenderung berionisasi oleh interaksinya dengan air (Muchtadi et al., 1993).

(11)

14

Derajad Keasaman (pH)

Derajad keasaman (pH) merupakan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan konsentrasi ion Hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Menurut Gaman dan Sherrington (1990), adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein memiliki banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Tiap-tiap molekul protein memiliki daya reaksi yang berbeda-beda dengan asam maupun basa, hal ini tergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul protein tersebut. Derajad keasaman (pH) dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh pH pakan, kehancuran pakan dalam lambung akan menghasilkan pH lambung (Ange et al., 2000). Nilai pH beberapa pakan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Derajad Keasaman (pH) Beberapa Bahan Pakan Bahan Pakan Derajad Keasaman (pH)

Jagung Kuning 6,1

Tepung Alfalfa 5,9

Rape Seed 5,3

Bungkil Kedele (Kadar Protein 53%) 6,6

Tepung Tulang 6,3

Tepung Daging 6,0

Gambar

Gambar 3. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit Berikut Hasil Ikutannya       Sumber: Aritonang (1986)
Gambar 7.  Proses Pembuatan Bungkil Kelapa         Sumber: Tarwiyah (2001)
Tabel 3. Kriteria Penilaian Kerapatan Tumpukan
Tabel 5.  Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan  Bahan  Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m 3 )
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang diperoleh, jelas bahwa untuk mendapatkan servis bawah yang baik, maka perlu dilatih teknik yang baik selain itu kondisi fisik juga seperti daya ledak

KKU Scholarship for ASEAN GMS Countries Personnel of Academic Year

Perkembangan pariwisata pusaka telah berlangsung dengan sangat pesat dalam kurun waktu dua dekade terakhir sebagai hasil dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pendapatan

o Fungsi : mengangkat mandibula untuk merapatkan gigi sewaktu mengunyah... o Ini adalah otot kuadrangularis yang mencakup aspek lateral ramus dan proses koronoideus mandibula. o

artinya ruang lingkup yang lebih utama dari bimbingan dan konseling belajar adalah bagaimana guru mampu menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa

Pada periode Januari – Desember tahun 2015 puncak panen jagung terjadi pada bulan April dan cenderung menurun pada bulan-bulan berikutnya, sementara pada tahun 2014 puncak

Beberapa keuntungan dari pemupukan melalui daun diantaranya dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara pupuk yang diberikan berjalan lebih

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IRAMA PAD O-PAD O PADA ALAT MUSIK SALUANG PAUH DI SMKN 7 PADANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Apabila