• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi anak berdasarkan laju filtrasi glomerulus menurut formula schwartz dan counahan-barratt di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penggunaan antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi anak berdasarkan laju filtrasi glomerulus menurut formula schwartz dan counahan-barratt di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010 - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ANTIHIPERURISEMIA PADA PENGOBATAN KEMOTERAPI ANAK BERDASARKAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS MENURUT FORMULA SCHWARTZ DAN COUNAHAN-BARRATT DI RSUP DR. SARDJITO TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Meiryna Harjani NIM : 088114018

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

ANALISIS LAJU FILTRASI GLOMEROLUS PENGGUNAAN ANTIHIPERURISEMIA PADA PENGOBATAN KEMOTERAPI ANAK MENGGUNAKAN FORMULA SCHWARTZ DAN COCKCROFT-GAULT

DI RSUP DR. SARDJITOTAHUN 2010

Skripsi yang diajukan oleh : Meiryna Harjani NIM : 088114018

telah disetujui oleh:

Pembimbing,

(3)
(4)

iv

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI UNTUK TUHAN YESUS KRISTUS,

PAPA, MAMA, DAN SUAMI TERKASIH,

SERTA TEMAN-TEMAN TERSAYANG

TERIMA KASIH ATAS SEMUA BANTUAN DAN

(5)
(6)

vi PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih karunia, dan kesempatan yang telah diberikanNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul“Penggunaan Antihiperurisemia pada Pengobatan Kemoterapi Anak Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerolus Menggunakan Formula Schwartz dan Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2010”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi, Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang secara langsung maupun

tidak langsung membantu dalam penulisan skripsi ini sampai penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Ucapan terimakasih penulis terutama kepada:

1. Direktur RSUP dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk

melakukan penelitian di RSUP dr. Sardjito.

2. Seluruh Apoteker dan petugas rekam medis di RSUP dr. Sardjito, yang telah

membantu selama proses pengambilan data.

3. Dekan Fakultas Farmasi, USD, Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. yang telah

memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini sebagai kepentingan penyusunan

skripsi.

4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing proyek payung

serta penguji yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan, saran,

(7)

vii

5. Papa, mama, dan suami terkasih atas doa, dukungan semangat, dan bantuan

finansial sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Ika lestari, Alexandra Ayu, Fransisca Dian, Ratih Vitaningrum, Yuli Anggreani,

Linda , dan Jefta Willy yang telah bersama-sama mengerjakan penelitian ini

dengan saling menguatkan, memberikan semangat, dan bantuan kepada peneliti.

7. Seluruh teman-teman kelas FKK A 2008 yang telah menjalani kuliah

bersama-sama selama tiga setengan tahun dengan penuh tawa dan canda.

8. Karyawan sekretariat Farmasi yaitu, mas Dwi dan mas Narto yang telah menyediakan waktunya membantu kelancaran dalam pengurusan ijin.

9. Dan seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan kesalahan yang telah dilakukan penulis. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

(8)
(9)
(10)

x

2. Tujuan Khusus... BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………... A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal... B. Laju Filtrasi Glomerolus……... C. Pasien Anak... D. Sistem Ginjal Pada Anak…... E. Hiperurisemia dan Antihiperurisemia Dalam

Kemoterapi………... F. Kanker Dan Kemoterapi Pada Anak Serta Efek Sampingnya …. G. Keterangan Empiris ……….. BAB III METODE PENELITIAN... A. Jenis dan Rancangan Penelitian... B. Variabel dan Definisi Operasional... C. Bahan atau Materi Penelitian …... D. Alat atau Instrumen Penelitian ... E. Tata Cara Penelitian... 1. Analisis Situasi... 2. Pengambilan Data... 3. Pengolahan Data... F. Tata Cara Analisis Hasil... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Profil LFG Kasus Berdasarkan Penurunan Fungsi Ginjal ……... B. Penyesuaian Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia

(11)

xi

Berdasarkan LFG………... C. Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia dalam Resep dengan Guideline... D. Obat-obatan Sitostatika yang Menginduksi Hiperurisemia ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... BIOGRAFI PENULIS………

34

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tahapan Chronic Kidney Disease (CKD) berdasarkan LFG………..……… Tabel II. Agen Yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat ... Tabel III. Profil Nilai LFG Kasus Kemoterapi Anak (2-11 tahun) Menggunakan Antihiperurisemia Berdasarkan Formula Schwartz dan Counahan-Barratt………..………… Tabel IV. Data Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan LFG ………… Tabel V. Kasus Pengobatan Obat Antihiperurisemia yang

Memerlukan Penyesuaian Regimen Dosis ……..…….. Tabel VI. Penyesuaian Regimen Dosis Menurut Nilai LFG Formula

Counahan-Barratt ……….………..………...… Tabel VII. Perubahan Regimen Dosis Berdasarkan LFG dengan Formula Counahan-Barratt dan BSA menurut Guideline McAuley di RSUP dr. Sardjito Tahun 2010... Tabel VIII. Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia Berdasarkan LFG

TerhadapGuidelineMcAuley..…..………….………….. Tabel IX. Perubahan Regimen Dosis Berdasarkan BSA menurut Guideline Drug Information Handbook (DIH) di RSUP dr. Sardjito Tahun 2010 ……...………... Tabel IX. Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia Berdasarkan Body

Surface Area (BSA) Terhadap Drug Information

(13)

xiii

Handbook(DIH) ……….………..

Tabel XI. Penggunaan Obat yang Menginduksi Hiperurisemia pada Kasus……….

41

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Letak dan Anatomi Ginjal... Gambar 2. Sintesis Asam Urat... Gambar 3. Mekanisme Penghambatan Allopurinol Terhadap Enzim Xantin Oksidase pada Pembentukan Asam Urat ... Gambar 4. Persentase Peresepan Kasus Kemoterapi Anak yang

Memerlukan Perubahan Regimen Dosis dengan Penggunaan Obat Antihiperurisemia di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2010………... Gambar 5. Persentase Diagnosa Kasus Kemoterapi Anak Menggunakan Antihiperurisemia……….

8 16

21

36

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia dan Kesesuaian Dosis Berdasarkan LFG dengan Formula Caunahan-Barratt (C-B) dan BSAmenurut guideline McAuley di RSUP DR. Sardjito Tahun 2010………... Lampiran 2. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia (Oral) Dengan Gangguan Fungsi Ginjal Menurut McAuley (www.globalrph.com).... Lampiran 3. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia dan Kesesuaian Dosis Berdasarkan LFG dengan Rumus Body Surface Area (BSA) dan Regimen Dosis Anak Dengan Hiperurisemia Sekunder Menurut DIH (Drug Information Handbook) di RSUP DR. Sardjito Tahun 2010……….... Lampiran 4. Persentase Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia Berdasarkan Profil LFG Formula Caunahan-Barratt (C-B) dan Rumus Body Surface Area (BSA)... Lampiran 5. Persentase Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia

Berdasarkan Rumus Body Surface Area (BSA) dan Regimen Dosis Menurut Drug Information

53

54

55

(16)

xvi

Handbook(DIH)………...

Lampiran 6. Data Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan LFG………...……... Lampiran 7. Data Normalitas Usia……… Lampiran 8. Data NormalitasBerat Badan………. Lampiran 9. Data Normalitas Tinggi Badan……… Lampiran 10. Data Normalitas Serum Kreatinin………... Lampiran 12. Data Normalitas LFG Formula Schwartz……… Lampiran 13. Data Normalitas LFG Formula Caunahan-Barratt…… Lampiran 14. Data Uji Perbandingan LFG Formula Schwartz dan

Formula Caunahan-Barratt………... Lampiran 14. Data Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov………. Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian RSUP dr. Sardjito Yogyakarta…... Lampiran 16. Sertifikat Penelitian di RSUP dr. Sardjito………...

(17)

xvii INTISARI

Pasien anak dengan pengobatan kemoterapi akan mengalami efek samping seperti penurunan fungsi ginjal dan hiperurisemia. Kondisi ginjal anak dapat ditentukan menggunakan LFG berdasarkan formula Schwartz dan Counahan-Barratt yang selanjutnya digunakan untuk penyesuaian dosis.

Penelitian ini bertujuan mengetahui profil LFG pasien kemoterapi anak yang mendapat antihiperurisemia, jumlah kasus peresepan yang memerlukan penyesuaian dosis, dan kesesuaian dosis obat allopurinol menurut guideline McAuley serta DIH. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif bersifat retrospektif menggunakan 171 data pasien dan 26 data kasus. Kriteria inklusi data adalah pasien kemoterapi anak (1-11 tahun) menggunakan antihiperurisemia dengan data serum kreatinin, berat badan, dan tinggi badan. Tata cara analisis hasil dengan membahas data kualitatif yang diperoleh dalam bentuk uraian serta bentuk tabel dan diagram batang.

Hasil penelitian menggambarkan kasus pengobatan kemoterapi anak menggunakan antihiperurisemia di RSUP dr. Sardjito tahun 2010 menurut formula Schwartz memiliki jumlah nilai LFG terbesar (22 kasus) pada tahap I (fungsi ginjal normal) dan menurut formula C-B memiliki jumlah nilai LFG terbesar (17 kasus) pada tahap II (mengalami sedikit penurunan fungsi ginjal), 2 kasus memerlukan penyesuaian regimen dosis, dan didapat 100% kesesuaian dosis allopurinol.

(18)

xviii ABSTRACT

Children with chemotherapy medication will experience side effects such as decreased renal function and hyperuricemia. A child's kidney condition can be determined using a formula based GFR Counahan-Barratt and Schwartz are then used for dose adjustment.

This study aims to know the profile of LFG in children patients whom received chemotherapy and antihiperurisemia, numbers of prescribing-cases which require dose adjustments, and the suitability of the drug allopurinol dose according to McAuley and DIH guidelines. This is a retrospective descriptive observational research by using data over 171 patients and 26 cases. The criteria for data inclusion, were based upon children (1-11 years) whom received chemotherapy and had been given antihyperuricemia according to their creatinine serum, weight, and height. Qualitative data that we got will be discussed on description and table.

The results describe that in children’s chemotherapy treatment cases by using antihiperurisemia in RSUP dr. Sardjito on 2010 according to Schwartz formula had the largest LFG value (22 cases) in stage I (normal renal function) and according to the formula CB had the largest LFG value (17 cases) in stage II (slightly decreased kidney function), 2 cases requiring adjustment of dosage regimen, and obtained 100% compliance allopurinol dose.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kanker pada anak adalah kejadian yang terus bertambah tiap tahunnya. Di dunia, angka kejadian kanker pada anak di bawah umur 18 tahun umumnya adalah 140 penderita baru per satu juta per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 pasien kanker anak per tahun. Sedangkan di seluruh Indonesia, dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa diperkirakan terdapat kurang lebih 11.000 kasus baru per tahun (YOAI, 2009).

(20)

tinggi (leukemia) (Schwartz, 2004). Jika seseorang menderita hiperurisemia maka kadar urat dalam jaringan penghubung dan dalam ruang interstitial akan tinggi. Hal ini menyebabkan terbentuknya kristal dalam sendi dan jaringan lunak (Kaparang, 2007).

Pengobatan hiperurisemia perlu mempertimbangkan fungsi ginjal untuk pengaturan dosis. Serum kreatinin merupakan salah satu parameter fungsi ginjal untuk mengetahui adanya penyakit ginjal. Serum kreatinin juga digunakan untuk mengetahui efek obat antikanker. Hanya saja pengukuran serum kreatinin saja tidak cukup untuk mengetahui fungsi ginjal karena serum kreatinin dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga perlu dilakukan perhitungan nilai LFG. Serum kreatinin dihasilkan oleh metabolisme kreatin dalam otot dan bisa juga didapat dari daging yang dikonsumsi. Kreatinin sebanding dengan massa otot total dan katabolisme otot. Pada anak-anak, perempuan, orang tua pasien malnutrisi, dan pasien kanker, massa otot relatif rendah sehingga serum kreatinin juga relatif rendah (Nankivell, 2001).

(21)

ginjal membutuhkan penyesuaian penurunan dosis obat yang dieliminasi melalui ginjal (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, dan Posey, 2005).

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan parameter terbaik untuk mengukur fungsi ginjal dan mengetahui seberapa parah penurunan fungsi ginjal. Rumus LFG didasarkan pada tinggi, kreatinin serum, C cistatin, nitrogen urea darah, dan gender. Rumus Schwartz dirancang di tahun 1976 untuk mengestimasi LFG pada anak-anak (Poggio, Nef, Wang, Greene, Lente, Dennis, dkk, 2005). Formula Schwartz dan formula Counahan-Barratt adalah formula yang direkomendasikan untuk mengukur penurunan fungsi ginjal pada anak-anak dibanding dengan formula lain (Mattman, Eintracht, Mock, Schick, Seccombe, Hurle, dkk, 2006).

(22)

Penentuan dosis yang tepat akan dilakukan menggunakan formula Schwartz dan Counahan-Barratt dengan survei di RSUP dr. Sardjito. Dasar dari penelitian penyesuaian dosis antihiperurisemia adalah karena menurut surat kabarRepublika Yogya tanggal 27 April 2009, kanker leukemia merupakan kasus kanker anak terbanyak yang ditangani oleh RSUP dr. Sardjito dan hiperurisemia merupakan sindrom lisis tumor pada leukemia. Pemilihan RSUP dr. Sardjito didasari dengan adanya klinik Tulip yang merupakan unit terpadu untuk pelayanan kanker dan RSUP dr. Sardjito merupakan rujukan rumah sakit di DIY dan Jawa Tengah bagian Selatan.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung, “ Analisis Laju Filtrasi Glomerulus pada Pengobatan Kemoterapi dan Penatalaksanaan Kasus Kelainan Hematologi serta Penggunaan Antiemetika Pasien Kanker RSUP dr. Sardjito Tahun 2010”.

1. Permasalahan

a) Bagaimana profil LFG pasien kanker anak yang mendapat antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi menggunakan formula Schwartz dan Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito tahun 2010?

(23)

c) Bagaimana kesesuaian dosis obat antihiperurisemia yang diberikan untuk pasien kanker anak dengan penurunan LFG berdasarkan formula Schwartz dan Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010?

2. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengobatan obat Antihiperurisemia terhadap penurunan laju filtrasi glomerulus pernah dilakukan, antara lain:

a.) Faktor-faktor Risiko Hiperurisemia, dengan hasil secara statistik faktor risiko hiperurisemia yang signifikan adalah tekanan darah, serum kreatinin, dan HDL, sedangkan yang tidak signifikan adalah jenis kelamin, usia di bawah 60 tahun, pH urin, BMR, LDL, kolesterol, trigliserida, cairan urin dalam 24 jam, gula darah, makanan daging-dagingan dan seafood (Purwaningsih, 2009).

b.) Analisa Drug Related Problems Pada Pasien Hiperurisemia di Bangsal

Rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang,

dengan hasil adanya DRP kategori ketidakpatuhan pasien, efek samping, dan interaksi obat pada poliklinik khusus penyakit dalam serta adanya DRP kategori obat tanpa indikasi, kelebihan dosis obat, efek samping, dan interaksi obat pada bangsal rawat inap penyakit dalam (Anjelin, Arifin, Raveinal, Darwin, 2011).

(24)

gangguan fungsi ginjal hingga kondisi gagal ginjal kronik, jantung, dan mata (Hidayat, 2009).

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian yang mengevaluasi LFG pasien dan digunakan sebagai dasar pengaturan dosis obat antihiperurisemia pada pasien anak yang mendapat pengobatan kemoterapi di RSUP dr. Sardjito belum pernah diteliti sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian a) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai dosis pengobatan antihiperurisemia pada pasien kanker anak berdasarkan LFG yang dihitung dengan formula Schwartz dan Counahan-Barratt dalam pengambilan keputusan oleh farmasis dan tenaga kesehatan lain dalam mempraktekkan pelayanan kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya pengobatan hiperurisemia pada pasien kanker yang tidak sesuai. b) Manfaat Metodologi

(25)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui penggunaan obat antihiperurisemia pada pasien kanker anak berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurut formula Schwartz dan Counahan-Barratt (CB) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui profil LFG pasien kanker anak yang mendapat antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi menggunakan formula Schwartz dan Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.

b) Mengetahui persentase pasien kanker anak yang mendapat antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi yang mengalami penurunan fungsi LFG berdasarkan formula Schwartz dan Counahan-Barratt serta memerlukan penyesuaian dosis dalam pemberian antihiperurisemia di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.

(26)

8 BAB II

PENELAAH PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal

Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang sedikit lebih bawah dari tulang rusuk bagian belakang dengan panjang sekitar 7 cm dan tebal sekitar 3 cm yang terbungkus dalam kapsul terbuka ke bawah. Daerah antara ginjal dan kapsul terdapat lemak yang berfungsi membantu melindungi ginjal dari goncangan (Wibowo, 2005). Berikut di bawah ini adalah gambar letak dan anatomi ginjal:

Gambar 1. Letak dan Anatomi Ginjal (Highleyman, 2008)

(27)

tekanan darah, dan calcitrol (bentuk aktif vitamin D) yang membantu keseimbangan kimia dalam tubuh serta memelihara kadar kalsium dalam tulang (McClellan and Young, 2009).

Fungsi ginjal antara lain sebagai berikut :

1. Menyaring dan membuang sampah metabolisme dari darah (seperti urea, kreatinin, asam urat) serta zat kimia asing,

2. Menjaga keseimbangan kimia dalam tubuh (homeostasis), termasuk menjaga keseimbangan pH (kadar asam) dan garam, ion (Na+, K+, Cl-, HCO3-, kalsium, magnesium, fosfat dan lain-lain)

3. Memproduksi dan memodifikasi hormon, seperti : erythropoietin untuk sintesis darah, vitamin D untuk pengaturan kalsium, angiotensin, vasopressin, dan renin untuk pengaturan tekanan darah (Rodgers, 2009).

B. Laju Filtrasi Glomerulus

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) adalah jumlah darah yang terfiltrasi melalui glomerulus dalam tiap menit. Nilai LFG pada individu dewasa mendekati 120-130 mL/min/1,73 m2 dan akan menurun seiring dengan meningkatnya usia. Penurunan LFG merupakan tanda awal dari gagal ginjal, oleh karena itu nilai LFG digunakan untuk mendiagnosa dan menentukan kriteria dari penyakit ginjal kronis (Patel, 2009).

(28)

kerusakan glomeruli di sepanjang tubulus, ginjal akan mengalami penurunan fungsi yang mengakibatkan kegagalan ginjal atau stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Dalam hal ini, pemeriksaan laboratorium akan memperlihatkan kenaikan jumlah urea darah dan jumlah plasma dari kreatinin serta terjadi penurunan LFG (Kumar dan Clark, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) antara lain:

a. Tekanan arteri

Apabila tekanan arteri meningkat maka tekanan dalam glomerulus juga meningkat sehingga LFG meningkat.

b. Efek Konstruksi Arteriol Aferen

Konstruksi arteriol aferen akan menurunkan laju aliran darah maka akan menurunkan tekanan glomerulus sehingga LFG menurun.

c. Efek Konstruksi Arteri Eferen

Konstruksi arteri eferen akan meningkatkan hambatan pada aliran darah yang keluar dari glomerulus sehingga akan meningkatkan LFG. Tetapi jika konstruksi terlalu besar sehingga aliran darah menjadi sangat terhalang justru akan membuat LFG menurun.

d. Efek Aliran Darah Glomerulus

(29)

Deteksi adanya penyakit ginjal kronis kurang dapat dilaksanakan karena tidak adanya definisi umum dari penyakit ginjal kronis dan klasifikasi dalam tahap perkembangannya. Karena itu, pada tahun 2002 National Kidney Foundation (NKF) kemudian mendirikan sebuah kelompok kerja untuk mendefinisikan, mengklasifikasikan, dan mengevaluasi apa yang mereka sekarang disebut dengan penyakit ginjal kronis. Hasil kerja dari kelompok NKF kemudian dipublikasikan sebagai pedoman untuk pengobatan penyakit ginjal kronik. Pedoman pengobatan penyakit ginjal kronik yang dilakukan oleh NKF digunakan untuk anak dan remaja dengan melakukan peneriksaan rutin serum kreatinin untuk mengukur LFG. Hal ini menyebabkan pengembangan konsensus global tentang definisi sederhana dari penyakit ginjal kronis yaitu, kerusakan ginjal terjadi jika nilai LFG <60 mL/min/1.73 m2 untuk 3 bulan atau lebih, tanpa ada gangguan selain kerusakan ginjal (Hogg, Furth, Lemley, Portman, Schwartz, Coresh, 2003).

Formula yang dapat direkomendasikan untuk menghitung nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan memprediksi fungsi ginjal pada anak contohnya adalah formula Schwartz dan Counahan-Barratt (CB) (Mattman, dkk., 2006).

Formula Schwartz dan Counahan-Barratt (CB) adalah 2 (dua) formula yang memerlukan data tinggi badan, usia, jenis kelamin, dan serum creatinin. Data yang diperlukan kadang tidak tercantum dalam rekam medis pasien dan hal ini dapat menjadi kekurangan bagi kedua formula tersebut.

(30)

nilaik dibedakan berdasarkan usia, untuk bayi (1-52 minggu) = 0,45 ; anak-anak (1-13 tahun) = 0,55; anak-anak remaja (13-21) wanita = 0,55 dan remaja laki-laki = 0,7 (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008).

2. Counahan-Barratt (ml/min/1,73m2) = [tinggi badan (cm) xk] / SrCr (mg/dl), dimana nilai k adalah sebesar 0,43 untuk anak usia di bwah 18 tahun (Mattman, dkk, 2006).

Hasil dari perhitungan menggunakan formula Schwartz dan Counahan-Barratt akan didapat nilai LFG pasien sehingga kondisi ginjal pasien dapat diketahui berdasarkan tahapan dalamChronic Kidney Disease(CKD) berdasarkan LFG (tabel I.).

C. Pasien Anak

(31)

Tabel I.TahapanChronic Kidney Disease(CKD) berdasarkan LFG

TahapChronic Disease(CKD) Berdasarkan LFG

Tahap LFG dengan

luas

permukaan tubuh 1,73m2

Deskripsi Manajemen

I 90+ Fungsi renal normal

(tetapi urinalis dan stuktur abnormal atau faktor

II 60-89 Fungsi renal sedikit

menurun(CKD tahap II tidak dapat didiagnosa dari LFG saja tapi juga membutuhkan urinalis dan struktur abnormal atau faktor genetik yang mengindikasikan penyakit

IIIa 45-59 Fungsi renal menurun

dalam tahap moderat, dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya

IIIb 30-44 Fungsi renal menurun

dalam tahap moderat, dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya

IV 15-29 Penurunan fungsi renal

yang berat

Memikirkan rencana untuk mengatasi gagal ginjal tahap akhir V < 15 Gagal ginjal tahap akhir Transplantasi

(32)

Dosis obat seringkali didasarkan pada berat tubuh, misalnya pada anak-anak, dosis diberikan miligram per kilogram berat badan per hari dan harus diberikan dalam satu atau lebih porsi sehari. Namun untuk obat-obat tertentu, termasuk agen antineoplastik, dapat diberi berdasarkan pada luas permukaan tubuh, misalnya, miligram per meter persegi dalam satu atau lebih dosis sehari. Dalam kedua cara ini, jumlah dosis individu harian berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh pada pasien pediatrik, terutama anak remaja, tidak boleh melebihi jumlah obat yang diindikasikan pada pasien dewasa (Dipiro, dkk., 2005).

D. Sistem Ginjal pada Anak

Ginjal berfungsi dalam proses filtrasi, sekresi, dan reabsorpsi, serta endokrin dan fungsi metabolisme. Perubahan dari semua lima fungsi ginjal, apakah menurun atau meningkatkan, berhubungan terutama dengan LFG (Dipiro, dkk., 2008).

(33)

cara yang lebih baik dapat dipercaya, sehingga kadar kreatinin merupakan pemeriksaan yang sering digunakan untuk menghitung LFG; tetapi pengumpulan urin terutama pada anak membuat pemeriksaan ini tidak mudah (Pardede, 2001).

E. Hiperurisemia dan Antihiperurisemia Dalam Kemoterapi

Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh, hal ini disebabkan karena sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat yang berlebihan dapat disebabkan karena leukemia atau kanker darah yang mendapat terapi sitostatika. Faktor yang kedua adalah pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal). Gout renal primer di sebabkan karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat, dan gout renal sekunder di sebabkan ginjal yang rusak, misalnya pada glomerulonefritis kronis dan kerusakan ginjal kronis(chronic renal failure)(Junaidi, 2006).

(34)

Watanabe, dkk., 2003; Berry, dan Hare, 2004; Hediger, Johnson, Miyazaki, Endou, 2005).

Gambar di bawah merupakan jalur metabolisme purin yang hasil akhirnya adalah asam urat, sehingga dengan tingginya jumlah purin maka asam urat sebagai produk akhir juga tinggi.

Gambar 2.Sintesis Asam Urat (Dedelis, 2007).

(35)

sehingga eksresi asam urat menjadi lebih efisien (Permono, Ugrasena, Ratwita, 2006).

Kadar asam urat dalam darah dapat dipengaruhi oleh makanan dan zat kimia atau obat-obatan tertentu. Tabel II di bawah ini menunjukan beberapa agen yang dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah.

Tabel II. Agen Yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat Agen yang menaikan kadar asam urat Pengaruh

Pirazinamid, nikotinat, Laktat, hidroksibutirat, acetoasetat

Menstimulasi pembentukan asam urat

Salisilat (dosis rendah), etambutol Menurunkan ekskresi asam urat di ginjal

Diuretik Meningkatkan reabsorbsi tubulus

ginjal sehingga menaikan kadar asam urat

Siklosporin Peningkatan reabsorpsi tubulus

ginjal dikaitkan dengan penurunan filtrasi glomerulus, hipertensi, interstisial nephropathy

Takrolimus Mirip dengan efek ciklosporin

Agen yang menurunkan kadar asam urat

Urikosurik:

Pprobenesid, sulfinpirazon, benzbromaron, losartan, salisilat (dosis tinggi), fenofibrat

Menghambat pembentukan asam urat

Amlodipin Menaikan ekskresi asam urat dari

ginjal Inhibitor xanthine oxidase:

Allopurinol, febuxostat Menghambat xanthine oxidase (Hyon, David, dan Anthony, 2005).

(36)

etakrinik, furosemid, indapamid, ketokonazol, metolazon, fensiklidin, salisilat, dan tiazid (McAuley, 2003).

Obat-obatan di atas adalah obat yang paling sering menginduksi hiperurisemia. Pada banyak kasus, obat diuretik adalah obat yang paling sering ditemukan sebagai penyebab hiperurisemia. Umumnya kadar asam urat akan kembali normal setelah penggunaan obat yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal dihentikan (McAuley, 2003).

Pencatatan kadar asam di dalam darah dari laboratorium satu ke

laboratorium lain beragam. Tergantung kondisi tubuh si pasien saat melakukan tes

darah. Nilai normal kadar asam urat anak dalam darah: 2,5 – 5,5 mg/dl (Sutedjo,

2008).

Menurut Putra (cit., Mustafiza, 2010), berdasarkan penyebabnya, hiperurisemia dapat diklasifikasikan menjadi:

e. Hiperurisemia primer

Merupakan hiperurisemia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Biasanya berhubungan dengan kelainan molekuler yang belum jelas dan adanya kelainan enzim.

f. Hiperurisemia sekunder

(37)

g. Hiperurisemia idiopatik

Merupakan jenis hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primernya dan tidak ada kelainan genetik, fisiologi serta anatomi yang jelas.

Tujuan terapi antihiperurisemia yang diharapkan yaitu mempertahankan kadar asam urat di bawah 6mg/dL. Dua kelas obat yang dapat digunakan untuk menurunkan asam urat serum yaitu urikosurik dan allopurinol. Pemilihan salah satu atau keduanya bergantung pada hasil pemisahan asam urat dalam urin selama 24 jam. Nilai di bawah 800 mg mengindikasikan undersecretion asam urat, maka perlu uricosuric. Pasien dengan kadar asam urat lebih dari 800 mg menunjukkan adanya produksi yang berlebihan dan membutuhkan allopurinol (Azzahra, 2010).

(38)

perhari. Sedangkan sulfinpirazon diberikan dengan dosis 300-400 mg dibagi 3-4 kali perhari. Pemakaian obat urikosurik ini telah diindikasikan pada keadaan dengan ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih baik (creatinine clearance> 80 mL/menit). Pada beberapa kasus yang sulit dikendalikan dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor dapat dibenarkan (Hidayat, 2009). Hidrasi, alkalinisasi, dan pemberian alupurinol secara agresif sebelum memulai kemoterapi dapat meringankan disfungsi ginjal yang serius. Kedua tindakan pertama membantu ekskresi fosfat dan asam urat, dal alupurinol mengurangi pembentukan asam urat. dengan memantau konsentrasi eletrolit dan fungsi ginjal secara ketat, seseorang dapat menghindari berkembangnya gagal ginjal (Schwartz, 2004).

Walaupun sebagian penderita dengan kadar asam urat darah yang tinggi dapat tanpa gejala, tetapi hal ini memerlukan perhatian dan penanganan yang memadai karena tidak hanya merusak sendi-sendi tubuh tetapi sebentar atau lama dapat merusak organ-organ tubuh seperti ginjal, jantung dan lain-lain.Pada sendi sendiri dapat menyebabkan gangguan dan cacat sendi, karena adanya deposit dari kristal monosodium urat monohidrat pada sendi sebagai akibat dari adanya hiperurikemia yang bertahun-tahun dengan kadar asam urat lebih dari 7 mg/dL. Kadar asam urat tinggi biasanya menyebabkan pembentukan kristal asam urat pada sendi-sendi (Nurhantoko, 2011).

(39)

pembuluh-pembuluh darah yang menyebabkan bertambah tebalnya dinding pembuluh darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal dengan akibat kerusakan pada ginjal (Nurhantoko, 2011).

Gambar 3. menjelaskan dimana terjadinya hambatan pembentukan asam urat oleh allopurinol dalam bentuk utuh dan oksipurinol sebagai metabolit aktif allopurinol.

Gambar 3.Mekanisme penghambatan allopurinol terhadap enzim xantin oksidase pada pembentukan asam urat (drug.com, 2011)

(40)

paruhnya panjang. Dosis awalnya 100 mg diberikan selama 1 minggu; kemudian dinaikkan jika kadar asam urat masih tinggi. Kadar asam urat serum akan dicapai dengan dosis harian 200-300 mg (Azzahra, 2010).

Interaksi allopurinol dengan obat lain:

1. Sitotoksik: allopurinol meningkatkan efek dan meningkatkan toksisitas dari azatioprin dan merkaptopurin (mengurangi dosis azatioprin dan merkaptopurin untuk seperempat dosis biasa); menghindari allopurinol disarankan oleh produsen. Contoh sitotoksik lain, kapesitabin.

2. Diuretik: peningkatan risiko hipersensitivitas saat allopurinol diberikan dengan tiazid dan diuretik lainnyat terutama dalam gangguan ginjal (BMJ Group dan RPS Publishing, 2007)

F. Kanker Dan Kemoterapi Pada Anak Serta Efek Sampingnya

(41)

Penelitian pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut yang sedang dalam fase induksi kemoterapi didapatkan sebanyak 70% penderita tanpa menunjukkan gejala klinis namun hasil laboratoriumnya menunjukkan telah terjadi sindrom lisis tumor dan hanya 3% yang menunjukkan gejala klinis (Permono, dkk, 2006).

Kemoterapi kanker merupakan terapi kanker dengan obat sitostatika (zat yang dapat menghentikan pertumbuhan sel ganas) (Tjay dan Rahardja, 2007). Sitostatika menurut asal dan mekanisme kerjanya dibagi beberapa golongan : 1. Anti Metabolit, yang termasuk golongan ini adalah sitosin-arabinosid,

5-fluorourasil, 6-merkaptopurin, dan metotrexat. Golongan ini berhubungan erat dengan unsur bangun asam nukleat sehingga dapat ikut serta dalam sistem transport dan proses metabolit sampai strukturnya berbeda memblokade proses selanjutnya.

2. Zat Alkilasi, berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang sedang membelah. Khasiat ini berdasarkan gugusan-alkilnya, yang sangat reaktif dan menyebabkan cross-linking (saling mengikat) antara rantai-rantai DNA di dalam inti sel. Dengan demikian prgandaan DNA terganggu dan pembelahan sel dirintangi. Contoh sitostatika zat alkilasi yaitu: klormetin, klorambusil, dan meftelan.

(42)

tumbuh lambat. Mekanisme kerja terutama dengan jalan menghambat sintesa DNA dan RNA. Yang termasuk golongan ini antara lain aktinomisin D, mitomisin, doksorubisin, mithramisin, daunorubisin, epirubisin, bleomisin, mitosantron, dan idarubisin.

4. Antimitotik

Zat-zat ini menghindari pembelahan sel pada metaphase (tingkat kedua dari mitosis), jadi merintangi pembelahan inti. Antimitotik mencegah masuknya belahan kromosom itu ke dalam anak inti. Golongan obat ini berikatan dengan protein mikrotubuler sehingga menyebabkan disolusi struktur mitotic spindle pada fase mitosis, antara lain paklitaksel, dosetaksel, vinblastin, vinorelin, vinkristin, dan vindesin.

5. Topoisomerase Inhibitor

Obat ini mengganggu fungsi koenzim topoisomerase sehingga menghambat proses transkripsi dan replikasi, diantaranya irinotekan, topotekan, dan etoposit.

6. Cytoprotective agents

Macam-macamnya antara lain amifostin dan dekrazosan.

7. Lain-lain, seperti L-asparaginase, okreotid, estramustin, anagrelid, lavamisol, heksametilmelamin, dan suramin (Tjay dan Raharja, 2008).

(43)

terjadi secara spontan, namun paling sering terjadi 48-72 jam sesudah dimulainya terapi keganasan. Lisis sel yang terjadi dengan cepat secara langsung akan menyebabkan pengeluaran ion kalium dan fosfat intrasel sehingga terjadi hiperkalemia dan hiperfosfatemia. Asam nukleat purin yang dikeluarkan pada saat kerusakan sel, oleh enzim xhantin oksidase hepar akan dimetabolisme menjadi asam urat yang dapat menyebabkan terjadinya hiperurisemia (Permono, dkk., 2006).

Gangguan pada ginjal mengurangi takaran pemberian dosis obat, terutama yang dieliminasi melalui ginjal. Penyesuaian dosis dan keputusan terapetik lainnya berdasarkan fungsi ginjal akan menjamin ketepatan pengobatan sesuai keadaan ginjal dan menghindari keputusan yang salah (Dipiro, dkk., 2005).

G. Keterangan Empiris

(44)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Penggunaan Antihiperurisemia pada Pengobatan Kemoterapi Anak Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus Menggunakan Formula Schwartz dan Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito Tahun 2010 merupakan jenis penelitian observasional deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.

Penelitian observasional merupakan penelitian dengan menggunakan teknik pendekatan guna mendapatkan data primer dengan cara langsung mengamati objek datanya (Jogiyanto, 2008). Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena tujuan penelitian adalah memberikan gambaran tentang kesesuaian dosis obat antihiperurisemia pada pasien anak-anak dalam pengobatan kemoterapi berdasarkan nilai LFG menurut formula Schwartz dan Caunahan-Barratt.

Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar rekam medis pasien di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

(45)

b) Variabel tergantung : regimen dosis antihiperurisemia 2. Variabel terkendali

a) Umur

3. Variabel tidak terkendali a) Nilai serum kreatinin b) Berat badan

c) Tinggi badan

4. Pasien anak yang memiliki rentang usia 1-11 tahun yang telah menerima kemoterapi dan pada rekam medis tercantum data laboratorium serum kreatinin, berat badan, dan tinggi badan serta menerima terapi antihiperurisemia di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta selama tahun 2010. Setiap pasien dapat menyumbang satu atau lebih kasus.

5. Karakteristik pasien anak yang membutuhkan regimen dosis adalah pasien yang menjalani kemoterapi dan mengalami penurunan LFG yang bila dihitung dengan formula Schwartz dan Counahan-Barratt memiliki nilai LFG < 60 ml/min/1,73 m2 selama dirawat di RSUP dr. Sarjito Yogyakarta tahun 2010.

6. Nilai LFG dihitung dengan formula Schwartz dan Counahan-Barratt. Kedua formula membutuhkan beberapa data pasien meliputi usia, jenis kelamin, dan tinggi badan anak-anak, dapat dirumuskan sebagai berikut:

(46)

b) Counahan-Barratt (ml/min/1,73m2) = [tinggi badan (cm) x k] / SrCr (mg/dl), dimana nilaikadalah sebesar 0,43.

C. Bahan atau Materi Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis pasien anak yang telah menjalani kemoterapi dan memiliki data kreatinin serum serta uji laboratorium terkait kreatinin serum serta mendapat terapi sitosatiska dan obat antihiperurisemia di RSUP dr. Sardjito Jalan Kesehatan nomor 1, Yogyakarta selama tahun 2010. Kriteria eksklusi berupa diagnosa gagal ginjal akut maupun kronis dengan nilai serum kreatinin serum lebih dari 5 mg/dL.

D. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Lembar pengambilan data

2. Alat hitung

E. Tata Cara Penelitian

1. Analisis situasi

(47)

obat antihiperurisemia yang digunakan oleh pasien anak kemoterapi yang dirawat di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010 yang diperoleh dari instalasi laboratorium dan catatan medik rumah sakit pada bulan Januari 2010 hingga Desember 2010.

2. Pengambilan data

Data pasien yang diperoleh adalah dari lembar rekam medis dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh penulis. Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, tanggal periksa, data serum kreatinin, obat antihiperurisemia yang diperoleh, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan pasien anak yang dirawat di RSUP dr. Sardjito selama tahun 2010.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh akan dievaluasi menurut formula Schwartz dan Counahan-Barratt untuk menentukan nilai LFG kemudian dilakukan evaluasi terkait kesesuaian dosis antihiperurisemia. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang, dan atau diagram pie.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data kualitatif yang diperoleh dibahas dalam bentuk uraian dan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan atau gambar diagram. Data pasien akan dikelompokkan terlebih dahulu sebagai berikut:

(48)

pengobatan kemoterapi di RSUP dr. Sarjito Yogyakarta tahun 2010. Nilai LFG yang diperoleh dari kedua metode dibandingkan secara statistik. Jika didapat nilai LFG dari kedua perhitungan formula tersebut memiliki distribusi yang tidak normal maka keduanya dibandingkan dengan uji Shapiro-Wilk. 2. Pengelompokan pasien anak yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan

nilai LFG <60 ml/menit/1,73 m2 berdasarkan formula Schwartz dan Counahan-Barratt dan memperoleh kemoterapi disertai obat antihiperurisemia di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.

3. Pengelompokan pasien anak yang mengalami penurunan fungsi ginjal yang perlu penyesuaian regimen dosis antihiperurisemia berdasarkan nilai LFG menurut formula Schwartz dan Counahan-Barratt pada pengobatan kemoterapi di RSUP dr. Sarjito Yogyakarta tahun 2010. Hubungan antara formula Schwartz dan Counahan-Barratt dengan penyesuaian dosis akan diuji dengan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Regimen dosis yang dilakukan untuk pasien kemoterapi anak yang mengalami penurunan nilai LFG menurut formula Schwartz dan Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010 berdasarkan umur dan berat badan pasien. Perhitungan regimen dosis anak menggunakan perhitungan Body Surface Area (BSA) dengan rumus:

(49)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi kesesuaian penggunaan obat antihiperurisemia pada pasien kemoterapi anak berdasarkan formula Schwartz dan Counahan Barratt (CB) di RSUP DR. Sardjito. Formula Schwartz dan Counahan Barratt (CB) untuk mengetahui profil LFG anak adalah formula terbaik untuk pasien anak (Mattman, dkk., 2006). Populasi yang digunakan adalah populasi pasien kanker anak selama tahun 2010 yaitu 171 pasien. Sedangkan, jumlah sampel yang memasuki kriteria inklusi yaitu 9 pasien yang menjadi 26 kasus menurut tanggal pemeriksaan.

A. Profil LFG Kasus Berdasarkan Penurunan Fungsi Ginjal

(50)

dapat digunakan pada dewasa karena nilai LFG pada anak dipengaruhi usia dan luas permukaan tubuh (Hogg,dkk., 2003).

Menurut Hogg, dkk., 2003, nilai normal LFG pada anak-anak usia di atas 8 minggu adalah 96 ± 27 ml/min/1,73 m2 dan pada penelitian ini ditemukan 1 kasus dengan nilai LFG sebesar 99 ml/min/1,73 m2menurut Schwartz dan 77,40 ml/min/1,73 m2 menurut Counahan-Barratt yang artinya memiliki nilai LFG normal. Nilai normal LFG pada usia 2-11 tahun adalah 133 ± 27 ml/min/1,73 m2. Berikut adalah nilai LFG pada kasus kemoterapi anak usia 2 sampai dengan 8 tahun:

Tabel III.Profil Nilai LFG Kasus Kemoterapi Anak (2-8 tahun) Menggunakan Antihiperurisemia Berdasarkan Formula Schwartz dan Counahan-Barratt

LFG (ml/min/1,73m2)

Schwartz Counahan-Barratt

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

<106 13 52% 25 100%

106-160 (133±27) 12 48% 0 0%

>160 0 0% 0 0%

Total 25 100 % 25 100%

Pemeriksaan serum kreatinin pada 26 data kasus digunakan untuk menghitung LFG kasus. Perhitungan LFG berdasarkan formula Schwartz terdapat persentase tertinggi (52%) di bawah nilai normal yaitu <106 ml/min/1,73m2dan berdasarkan formula Counahan-Barratt perhitungan LFG seluruh kasus (100%) juga berada di bawah nilai normal yaitu <106 ml/min/1,73m2. Artinya sebagian besar ginjal dari kasus telah mengalami penurunan fungsi ginjal.

(51)

mengindari toksisitas dari obat. Perubahan regimen dosis yang dilakukan terkait penurunan fungsi ginjal memerlukan pencatatan usia, berat badan, tinggi badan, dan serum kreatinin agar dapat dihitung nilai LFG menurut formula Schwartz dan Counahan-Barratt. Di bawah ini adalah tahapan fungsi ginjal kasus kemoterapi anak menggunakan antihiperurisemia berdasarkan nilai LFG.

Tabel IV.Data Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan LFG.

Degree of impairment

LFG (ml/min/1,73

m2)

Formula Schwartz Formula Counahan-Barratt

Jumlah Presentase Jumlah Presentase Stage 1 ≥90 22 84,6% 7 26,9%

Total 26 100% 26 100%

(52)

sedangkan pada tahap 3b, 4, dan 5 tidak terdapat kasus. Kerusakan ginjal dapat ditentukan dari perhitungan LFG selama lebih dari 3 bulan dengan hasil yang sama yaitu, di bawah 60 ml/min/1,73 m2 (Hogg, dkk., 2003).

Penelitian ini menggunakan 26 data kasus yang dianalisis normalitas menggunakan analisis Shapiro-Wilk. Normalitas distribusi data LFG formula Schwartz dan formula Counahan-Barratt didapat hasil normal, maka dilanjutkan analisis uji beda dengan menggunakan analisis uji T berpasangan. Dari hasil uji beda didapat signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga diketahui adanya perbedaan bermakna antara nilai LFG berdasarkan formula Schwartz dan formula Counahan-Barratt (Dahlan, 2009). Perbedaan bermakna nilai LFG kedua formula menyebabkan distribusi tahap fungsi ginjal kasus juga berbeda.

(53)

Tabel V.Kasus Penggunaan Obat Antihiperurisemia yang Memerlukan Penyesuaian Regimen Dosis

Penyesuaian regimen Dosis Obat Anti-hiperurisemia

Formula Schwartz Formula

Counahan-Barratt

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Tidak perlu 26 100% 24 92,3%

Perlu 0 0% 2 7,7%

Total 26 100% 26 100%

Dari tabel V diketahui dari 26 kasus pengobatan kemoterapi yang menggunakan obat antihiperurisemia tidak terdapat kasus yang memerlukan perubahan regimen dosis jika dianalisis menggunakan formula Schwartz. Sedangkan, jika dianalisis dengan formula Counahan-Barratt terdapat 2 kasus yang memerlukan penyesuaian regimen dosis. Kasus menurut formula Counahan-Barrat yang memerlukan penyesuaian regimen dosis memiliki nilai LFG di bawah 60 ml/min/1,73m2seperti yang tercantum dalam tabel VI.

Tabel VI.Penyesuaian Regimen Dosis Menurut Nilai LFG Formula Counahan-Barratt

BB TB SrCr Asam Urat

14/07/2010 19 115 0,93 12 68,01 53,17

12 01.48. 40.10

16/07/2010 19 115 0,94 7.8 67,29 52,61

(54)

Dari diagram batang di bawah ini dapat dilihat perbedaan persentase kasus yang memerlukan penyesuaian dosis antara hasil perhitungan menurut formula Schwartz dan menurut Counahan-Barratt.

Gambar 4. Persentase Peresepan Kasus Kemoterapi Anak yang Memerlukan Penyesuaian Regimen Dosis dengan Penggunaan Obat Antihiperurisemia di

RSUP dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2010

(55)

Schwartz adalah 0,55. Dengan konstanta yang lebih kecil pada formula Counahan-Barratt, menyebabkan nilai hasil perhitungan LFG kasus menjadi lebih kecil dan kemungkinan masuk ke dalam gagal ginjal tahap 3 menjadi lebih besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mattman tahun 2006 dengan standar emas iothalamate, didapat hasil bahwa formula Schwartz lebih akurat daripada formula Counahan-Barratt untuk mengetahui fungsi ginjal. Formula Schwartz memiliki persentase eror sebesar 18,0 ± 12,9% dan formula Counahan-Barratt sebesar 19,5 ± 14,1%. Pada penyesuaian dosis antihiperurisemia yang perlu dilakukan berdasarkan nilai LFG, formula Schwartz dapat dikatakan lebih spesifik dan efektif untuk mengukur nilai LFG anak. Hal ini karena formula Schwartz memiliki konstanta dengan rentang usia yang lebih sempit dibandingkan formula Counahan-Barratt. Konstanta formula Schwartz (0,55) digunakan untuk anak usia 1-13 tahun, sedangkan konstanta formula Counahan-Barratt (0,43) digunakan untuk anak usia di bawah 18 tahun.

Dari hasil analisis uji satistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov di dapat signifikansi 0,277 yang artinya formula Schwartz dan formula Counahan-Barratt tidak memiliki hubungan perlunya perubahan regimen dosis pada kasus. Pada penelitian ini, tidak ditemukan terkait dengan perubahan regimen dosis menurut formula Schwartz sedangkan menurut formula Counahan-Barratt terdapat 2 kasus.

(56)

Perubahan regimen dosis menurut guideline McAuley dengan nilai LFG < 60 ml/min/1,73 m2adalah: 150-200 mg/ hari.

Hiperurisemia terjadi sebagai bentuk sindrom lisis tumor pada keadaan hiperleukositosis. Hiperleukositosis adalah keadaan dimana jumlah leukosit pada darah tepi melebihi 100.000/m. Sedangkan, sindrom lisis tumor adalah kelainan metabolik sebagai akibat dari nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, yang terjadi spontan maupun setelah terapi (Noviat, 2008). Pada penelitian ini, hiperurisemia terjadi akibat sindrom lisis tumor dari sel kanker leukemia yang diberi kemoterapi sitotoksik. Sindrom lisis tumor terjadi pada sel kanker yang memiliki kemampuan berproliferase tinggi dan pada penelitian ini adalah Limfositik Leukemia Akut dan Myeloid Leukemia Akut. Diagram di bawah ini menunjukan presentase diagnosa kanker pada kasus kemoterapi anak menggunakan antihiperurisemia.

(57)

Pada penelitian ini terdapat 25 kasus dengan diagnosa Acute Limphositik Leukemic dan 1 kasus dengan diagnosa Acute Myeloid Leukemic. Kedua jenis kanker ini memiliki resiko terjadinya hiperurisemia sebagai sindrom lisis tumor.

Allopurinol sebagai obat antihiperurisemia dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan menghambat pembentukan asam urat. Penghambatan pembentukan asam urat oleh allopurinol terjadi pada katabolisme purin, tanpa mengganggu biosintesis purin. Mekanisme reaksi allopurinol mengurangi pembentukan asam urat secara reaksi biokimia adalah dengan menjadi inhibitor xanthine oxidase. Xanthine oxidase adalah enzim yang mereduksi O2 menjadi H2O2 dalam sitosol dan enzim merupakan yang bertanggung jawab untuk pembentukan hipoksantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat yang merupakan produk akhir dari metabolisme purin dalam manusia. Metabolit aktif allopurinol yaitu oxipurinol (alloxanthine) juga bekerja sebagai inhibitor xanthine oxidase. Dengan adanya inhibitor xhantine oksidase, kadar hipoksantin dan xantin dalam darah meningkat. Hipoksantin dan xantin dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal lebih cepat daripada asam urat (Krakoff, 2006).

C. Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia dalam Resep denganGuideline

(58)

PerhitunganBody Surface Area(BSA) menurut formula Mosteller:

(Hartmann, Czock, and Keller, 2010). Perubahan regimen dosis allopurinol menurut guideline McAuley tidak menggunakan penentuan dosis berdasarkan usia dan Body Surface Area (BSA), melainkan hanya berdasarkan fungsi ginjal dilihat dari nilai LFG. Berikut adalah perubahan regimen dosis berdasarkan LFG dengan formula Counahan-Barratt menurutguidelineMcAuley:

Tabel VII.Perubahan Regimen Dosis Berdasarkan LFG dengan Formula Caunahan-Barratt (C-B) menurutguidelineMcAuley di RSUP DR. Sardjito

Tahun 2010

8 th 19 115 53,17 Allopu rinol

8 th 19 115 52,61 Allopu rinol

80 mg

2 x

3/4 150-200 S* Keterangan: * = Sesuai

(59)

Tabel VIII.Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia Berdasarkan LFG (< 60 ml/min/1,73 m2) TerhadapGuidelineMcAuley

Kesesuaian Dosis Formula Schwartz Formula Counahan-Barratt Jumlah Persen Jumlah Persen

Tidak Sesuai 0 0% 0 0%

Total 26 100% 26 100%

Dari tabel VII dapat diketahui bahwa penggunaan antihiperurisemia berdasarkan nilai LFG dengan formula Counahan-Barratt terdapat 2 kasus (7,7%) yang memerlukan perubahan regimen dosis. Dosis obat antihiperurisemia pada kedua kasus ini memiliki kesesuian antara dosis yang diberikan oleh RSUP dr. Sardjito tahun 2010 kepada pasien terhadap guideline McAuley sebesar 100% seperti yang tercantum dalam tabel XIII.

Perubahan regimen dosis selain menurut guideline McAuley juga dapat dilakukan menurut Drug Information Handbook(DIH). Berikut adalah perubahan regimen dosis menurutguidelineDIH:

Tabel IX.Perubahan Regimen Dosis Berdasarkan BSA menurutguideline Drug Information Handbook (DIH) di RSUP DR. Sardjito Tahun 2010

No. Keterangan : * = Sesuai

(60)

fungsi ginjal agar tidak terjadi penurunan fungsi lebih lanjut. Kesesuaian dosis obat antihiperurisemia yang diberikan RSUP dr. Sardjito tahun 2010 kepada pasien kemoterapi anak tercantum dalam tabel X.

Tabel X.Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia BerdasarkanBody Surface Area (BSA) TerhadapDrug Information Handbook(DIH)

Kesesuaian Dosis 200-300 mg/m2/hari Jumlah Persen

Tidak Sesuai 0 0%

Sesuai 2 7,7%

Tidak Perlu Perubahan Regimen Dosis

24 92,3%

Total 26 100%

Pada tabel IX, terdapat 2 (7,7%) kasus penggunaan antihiperurisemia pada pasien kemoterapi anak yang memerlukan penyesuaian dosis menurut DIH. Perhitungan dosis obat antihiperurisemia menurut DIH dibandingkan dengan dosis yang diberikan oleh RSUP DR. Sardjito tahun 2010 memiliki kesesuaian sebesar 100% dan tercantum dalam tabel X.

Pada pasien kemoterapi anak yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan nilai LFG <60 mg/min/1,73m2 dan menggunakan obat-obatan yang diekskresikan melalui ginjal memerlukan perubahan regimen dosis. Obat yang diekskresi melalui ginjal akan memperberat kerja ginjal yang berakibat memperburuk kondisi ginjal dan menaikan akumulasi obat pada tubuh sehingga bersifat toksik. Hal ini mengakibatkan perlunya perubahan regimen dosis.

(61)

menurut DIH dilakukan dengan perhitungan Body Surface Area (BSA) tiap pasien. Dengan mengetahui BSA tiap pasien dapat ditentukan dosis yang diperlukan secara individual dan meminimalkan kelebihan dosis obat yang akan berakibat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.

D. Obat-obatan Sitostatika yang Menginduksi Hiperurisemia

Pengobatan kemoterapi pasien anak menggunakan obat sitostatika dan obat diuretik terdapat efek samping hiperurisemia. Pada kasus penelitian ditemukan penggunaan obat sitostatika dan obat diuretik yang menyebabkan naiknya kadar asam urat dalam darah. Obat sitostatika yang menyebabkan hiperurisemia pada kasus adalah metotreksat dan hidroksiurea yang merupakan antimetabolit dan vinkristin yang merupakan antineoplastik.Obat diuretik dengan efek samping hiperurisemia yang digunakan adalah furosemid (Lacy, dkk., 2009). Di bawah ini adalah rincian jumlah kasus menggunakan obat yang menginduksi hiperurisemia.

Tabel XI.Penggunaan Obat yang Menginduksi Hiperurisemia pada Kasus

Obat Yang Menginduksi Hiperurisemia Pada Kasus

Jumlah Kasus

Furosemid 17

Furosemid + Metotreksat 4

Furosemid + Hidroksiurea 1

Metotreksat + Vinkristin 1

Tidak menggunakan 3

Total 26

(62)

bicnat, dan KCl. Kasus kedua menggunakan obat yang sama dengan kasus pertama dengan tambahan transfusi PRC. Sedangkan kasus ketiga hanya menggunakan allopurinol.

Furosemid sebagai diuretik bekerja mem-blok kotransporter Na-K-Cl (NKCC) dalam membran luminal pars asendens lengkung Henle di ginjal, dengan mengikat ke ion Cl- yang terletak dalam domain transmembran kotransporter tersebut, sehingga menghambat reabsorpsi natrium, klorida, ion kalium, dan air (Familypractice, 2011). Diuretik pada kemoterapi berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal dan membantu pengeluaran material intraseluler dari tubuh melalui ginjal agar tidak terjadi nefrotoksik (Darusman, 2002). Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Karena terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi asam urat melalui glomerulus berkurang dan reabsorbsi asam urat oleh tubulus meningkat (Tierney & Stephen, 2004).

Antimetabolit dibagi dalam 4 sub antimetabolit yaitu, analog purin, analog pirimidin, analog asam folat, dan analog urea. Metotreksat termasuk antimetabolit sebagai analog asam folat yang beraksi antagonis dan dapat menginhibisi sintesis DNA. Metotreksat berikatan dengan dihidrofolat reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat dan timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam timidilat, dan kemudian, menghambat sintesis DNA dan RNA (Lacy, dkk., 2009; Familypractice, 2011).

(63)

diperlukan untuk mengkonversi diphosphates ribonucleoside menjadi diphosphates deoxyribonucleoside. Diphosphates deoksiribonukleosida yang tidak terbentuk menyebabkan sel kanker tidak bisa masuk ke fase S, sehingga tidak terjadi sintesis DNA sel kanker. Agen ini juga memiliki aktivitas radiosensitizing dengan mempertahankan sel-sel kanker pada fase G1 dan mengganggu perbaikan DNA. Dengan adanya antimetabolit, sel kanker menggunakan substrat yang salah untuk membentuk DNA sehingga pembentukan sel kanker baru terhambat. Sedangkan substrat yang sesungguhnya tetap dapat melakukan biosintesis tanpa adanya pengaruh dari antagonis purin, pirimidin, folat, dan urea (Lacy, dkk., 2009; Familypractice, 2011).

Vinkristin sebagai antineoplastik bekerja dengan mengikat tubulin dan menghambat pembentukan mikrotubul. Vinkristin akan menangkap sel kanker pada metafase dengan mengganggu pembentukan gelondong mitosis pada fase m dan s (Lacy, dkk., 2009).

(64)

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Profil LFG pasien kanker anak yang mendapat antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi menggunakan formula Schwartz di RSUP dr. Sardjito tahun 2010 yaitu 84,6% pada tahap I, 15,4% pada tahap II, dan tidak ada pada tahap III, IV, V. Sedangkan dengan formula Counahan-Barratt di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010 yaitu 26,9% pada tahap I, 65,4% pada tahap II, 7,7% pada tahap IIIa, dan tidak ada pada tahap IIIb, IV, V.

2. Persentase kasus peresepan pada pasien kanker anak yang mendapat antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi yang mengalami penurunan LFG dan memerlukan perubahan regimen dosis dalam pemberian antihiperurisemia sebesar 0% berdasarkan formula Schwartz dan 7,7% berdasarkan formula Counahan-Barratt dengan nilai LFG <60 mg/min/1,73m2di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010.

(65)

B. Saran

1. Nilai LFG kasus kemoterapi anak yang mendapat antihiperurisemia yaitu allopurinol di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010 menurut formula Counahan-Barratt terdapat paling banyak pada tahap II dimana terjadi sedikit penurunan fungsi ginjal sehingga perlu monitoring penentuan dosis obat agar tidak memperparah penurunan fungsi ginjal.

(66)

48

DAFTAR PUSTAKA

Anjelin R., Arifin H., Raveinal, Darwin D., 2011, Analisa Drug Related Problems Pada Pasien Hiperurisemia di Bangsal Rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang, Skripsi, Universitas Andalas Padang.

Ansell D., Risdale S., dan Caskey F., 2010, Changing Patterns of Renal Replacement Therapy, http://fds.oup.com/ www.oup.com/pdf/ 13/9780199560035 chapter1.pdf, diakses tanggal 12 November 2011 Azzahra, 2010, Asam Urat,

http://azzahrablog.wordpress.com/2010/05/27/asam-urat, diakses tanggal 28 April 2011.

Berry CE and JM Hare, 2004, Xanthine Oxidoreductase and Cardiovascular Disease: Molecular Mechanism and Pathophysiological Implications,Am J Physiol,pp: 589-606.

BMJ Group dan RPS Publishing, 2007, British National Formulary, GGP Media GmBh, Possneck, Germany, pp. 711.

Dahlan, M. S., 2009, Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan, edisi 4, Salemba Medika, Jakarta, pp. 30-45, 66-70

Darusman, K.R., 2002, Kemoterapi Pada Anak, Referat, Universitas Trisakti, Jakarta.

Dedelis, S., 2007, Genetic and developmental anomalies, Genetic metabolic diseases, Purine metabolism, http://www.humpath.com/?purine-metabolism, diakses tanggal 17 Desember 2011.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M., 2005, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 6th edition, McGrawHill, New York, pp. 95; 774.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M., 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th edition, McGrawHill, New York, pp. 711; 2092.

Familypractice, 2011, Methotrexate; Loop Diuretic; Hydroxyurea, http://www. fPnotebook.com/asp3/search2.aspx?qu, diakses tanggal 3 Januari 2012. FDA, 2011,Allopurinol Description, http://www.drugs.com/pro/ allopurinol.html,

(67)

Greene, R. J., and Harris, N. D., 2000, Pathology and Therapeutics for Pharmacists-A Basis for Clinical Pharmacy Practice , 2th ed., Pharmaceutical Press, London, pp. 658.

Hartmann, B., Czock, D., and Keller, F., 2010, Drug Therapy in Patients with Chronic Renal Failure,Dtsch Arztab Int, 107(37), 647–56.

Hediger MA, Johnson RJ, Miyazaki H, Endou H. 2005. Molecular Physiology of Urate Transport.Am J Physiol, pp: 125-33.

Hidayat, R., 2009, Gout Dan Hiperurisemia,Medicinus,vol.22, No.2, 47-48. Hogg, R. J., Furth, S., Lemley, K., F., Portman, R., Schwartz, G., J., Coresh, J.,et

al., 2003, National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease in Children and Adolescents : Evaluation, Classification, and Stratification,Pediatrics, 111, 1416-1421.

Hyon K. C., David B. M., dan Anthony M. R., 2005, Pathogenesis of Gout, Ann Intern Med.;143:499-516.

Johnson RJ, Kang DH, Feig DI, Kivlighn S, Kanelis J, Watanabe S, Tuttle KR, Mazzali M. 2003. Is There a Pathogenic Rule of Uric Acid in Hypertension,

Cardiovascular and Renal Disease?Hypertension Journal, pp: 1183-90. Jogiyanto, 2008, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, Penerbit Andi,

Yogyakarta, pp. 89-90.

Junaidi I, 2006,Rematik dan Asam Urat, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, pp. 49-70.

Kaparang K, 2007, Penyakit Kaum Bangsawan, PT Etika Media Utama, Jakarta,pp.18-39.

Kertia, N., 2009,Asam Urat,Yogyakarta, PT Bentang Pustaka, 98.

Knott, L., 2010, Asssesing Renal Function, http://www.patient.co.uk/ doctor/Assessing-Renal-Function.htm, diakses tanggal 17 Desember 2011.

(68)

Kumar, P. & Clark, M. (2004). Kumar & Clark clinical medicine. (5th ed.) Edinburgh: W.B. Saunders.

Lacy, C. F., Amstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2008, Drug Information Handbook, 17thed., Lexi-Comp, U.S., pp.66

Marks, Dawn B., Marks, Allan D., dan Smith, Colleen M., 2000, Biokimia Kedokteran Dasar, EGC, Jakarta, 112.

Mattman, A., Eintracht, S., Mock, T., Schick, G., Seccombe, D., W., Hurley, R., M., White, C., T., 2006, Estimating Pediatric Glomerular Filtration Rates in the Era of Chronic Kidney Disease Staging, J Am Soc Nephrol, 17, 487-496.

McAuley, 2003, Drug-induced hyperuricemia (common agents), http://globalrph.com/uricacid.htm, diakses tanggal 10 Desember 2011. McAuley, 2011, Allopurinol - Zyloprim ® - Renal dosing,

http://globalrph.com/allopurinol_renal.htm, diakses tanggal 10 Desember 2011.

McCellan, W., and Young, B., 2009, National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, http://kidney.niddk.nih.gov/Kudiseases/ pubs/yourkidney/, diakses tanggal 6 Maret 2011.

Mustafiza, P.V., 2010, Hubungan Antara Hiperurisemia Dengan Hipertensi, Skripsi,Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Nankivell, B.J, 2001, Abnormal Laboratory Result, Creatinin Clearance and The Assesment of Renal Function,Aust rescr, 24:15-7.

Noviat, H, 2008, Hiperleukositosis-Tumor Lisis Sindrom, http://ebookfkunsyiah.wordpress.com/2008/09/21/hiperleukositosis-tumor-lisis-sindrom, diakses tanggal 15 Januari 2012.

Nurhantoko, H, 2011, Bahaya Asam Urat, http://www.obatpenyakit-2u.com/index.php/page/94/3, diakses tanggal 12 Januari 2012.

Pardede, S. O., 2001, Sistatin C dan Hubungannya dengan Fungsi Ginjal pada Anak, Universitas Indonesia,Cermin Dunia Kedokteran, No. 132, Jakarta. Patel, P., 2009,Glomerular Filtration Rate, http://www.nlm.nih.gov/ medlineplus

/ency/article/007305.htm, diakses tanggal 6 Maret 2011.

(69)

ri=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-myoi244.htm, diakses tanggal 28 April

Poggio, E., D., Nef, P., C., Wang, X., Greene, T., Lente, F., Dennis, V., W., and Hall, P., M., 2005, Performance of the Cockcroft-Gault and Modification of Diet in Renal Disease Equations in Estimating GFR in Ill Hospitalized Patients,Am J Kidney Dis, 46, 242-252.

Purwaningsih, T.,2009, Faktor-faktorRisiko Hiperurisemia, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Purwata, H., 2009, Replubika Yogya: Pelayanan Kanker Anak RSUP Sardjito

Terbaik di Asia Tenggara, 15,

http://www.scribd.com/doc/14667126/Republika-Yogya-Senin-2742009, diakses tanggal 12 Januari 2012.

Rachmawati, E., 2009, Efek Samping Kemoterapi, http://kesehatankompas.com /reas/2009/7/23/09355377, diakses tanggal 6 Maret 2011.

Rahayu, P., 2010, Evaluasi Penggunaan Antiemetika pada Pasien Kanker Nasofaring dengan Kemoterapi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr Moewardi Surakarta Tahun 2009, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Rodgers, P.G., 2009, Glomerular Disease Primer : The Normal Kidney, http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/Kid neyDisease.htm, diakses tanggal 7 Desember 2011.

Schwartz, M. W., 2004,Pedoman Klinis Pediatri,EGC, Jakarta, pp.442.

Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 121-126.

Setiyawati E., Yustin, E.E.S, Pudjiati, S.R., 2008, Manifestasi Klinik dan Penatalaksaan Efek Samping Sitostatika Pada Kulit, Berkala Kesehatan Klinis, vol XIV, No2, Desember 2008:120-126.

Spiritia, 2008, Apakah Resiko Toksisitas Ginjal Terkait Dengan Tenofovir?, http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=0990, diakses tanggal 5 Oktober 2011.

Sumariyono, 2007, Hiperurisemia dan Obesitas, Semijurnal Farmasi dan Kedokteran, 40 (5), 73-36

(70)

Tjay, T., H., and Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya, Edisi 6, Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 221-228

Tierney,L.M., and Stephen, J. 2004.Current Medical Diagnosis Treatment. Lange Medical Book. Jakarta, 459-483

Wibowo, 2005,Anatomi Tubuh Manusia, Gramedia, Jakarta, pp. 98.

Yayasan Onkologi Anak Indonesia, 2009, Indonesian Childhood Cancer Foundation, Childhood Cancer is Curable, http://www.yoai-foundation.org/profil.php, diakses tanggal 28 Desember 2011.

(71)

53

Lampiran 1.Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia dan Kesesuaian Dosis Berdasarkan LFG dengan Formula Caunahan-Barratt (C-B) dan BSAmenurutguidelineMcAuley di RSUP DR. Sardjito Tahun 2010

No.

Kasus No. Rm Usia BB TB

LFG

C-B BSA

Anti

-hiperurisemia Dosis Frekuensi

Penyesuaian Dosis (mg/hari)

Kesesuaian Dosis

1 01.48.40.10 8 th 19 115 53.17 0.8 Allopurinol 80 mg 2 x 3/4 120-160 S 2 01.48.40.10 8 th 19 115 52.61 0.8 Allopurinol 80 mg 2 x 3/4 120-160 S

Keterangan:

No. Rm Nomor Rekam Medis JK Jenis Kelamin BB Berat Badan TB Tinggi Badan

LFG Laju Filtrasi Glomerulus C-B Caunahan-Barratt

BSA Body Surface Area

(72)

54

Lampiran 2.Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia (Oral) Dengan Gangguan Fungsi Ginjal MenurutMcAuley (www.globalrph.com)

Dosis Pemeliharaan Pasien Gangguan Ginjal

ClCr (ml/min) Dosis (mg)

> 80 Dosis Biasa

60 - 80 200 - 250 mg sehari 40 - 60 150 - 200 mg sehari 20 - 40 100 - 150 mg sehari 10 - 20 100 mg sehari

(73)

55

Lampiran 3.Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia dan Kesesuaian Dosis Berdasarkan LFG dengan RumusBody Surface Area (BSA) dan Regimen Dosis Anak Dengan Hiperurisemia Sekunder Menurut DIH(Drug Information Handbook)di RSUP DR. Sardjito Tahun 2010

No.

Kasus No. Rm Usia BB TB

LFG

C-B BSA

Anti

-hiperurisemia Dosis Frekuensi

Penyesuaian Dosis (mg/hari)

Kesesuaian Dosis

11 01.48.40.10 8 th 19 115 53.17 0.8 Allopurinol 80 mg 2 x 3/4 160-240 S 12 01.48.40.10 8 th 19 115 52.61 0.8 Allopurinol 80 mg 2 x 3/4 160-240 S

Keterangan:

No. Rm Nomor Rekam Medis BB Berat Badan

TB Tinggi Badan

LFG Laju Filtrasi Glomerulus

BSA Body Surface Area

(74)

Lampiran 4. Persentase Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia Berdasarkan Profil LFG Formula Caunahan-Barratt (C-B) dan RumusBody Surface Area(BSA)

Kesesuaian Dosis Jumlah Persentase

Tidak Sesuai 0 0%

Sesuai 2 100%%

Total 2 100%

Lampiran 5. Persentase Kesesuaian Dosis Antihiperurisemia Berdasarkan Rumus Body Surface Area(BSA) dan Regimen Dosis MenurutDrug Information Handbook (DIH)

Kesesuaian Dosis Jumlah Persentase

Tidak Sesuai 0 0%

Sesuai 2 100%

Total 2 100%

Lampiran 6.Data Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan LFG

Degree of

Jumlah Presentase Jumlah Presentase

Stage 1 ≥90 22 84.6% 7 26.9%

(75)

Lampiran 7.Data Normalitas Usia

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

usia .185 26 .023 .915 26 .034

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

usia Mean 4.81 .423

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 3.94

Upper Bound 5.68

5% Trimmed Mean 4.83

Median 4.00

Variance 4.642

Std. Deviation 2.154

Minimum 1

Maximum 8

Range 7

Interquartile Range 3

Skewness .113 .456

(76)

Lampiran 8.Data NormalitasBerat Badan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BeratBadan .151 26 .131 .951 26 .245

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

BeratBadan Mean 15.669 .6467

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 14.337

Upper Bound 17.001

5% Trimmed Mean 15.593

Median 15.500

Variance 10.875

Std. Deviation 3.2977

Minimum 9.2

Maximum 23.0

Range 13.8

Interquartile Range 3.0

Skewness .437 .456

(77)

Lampiran 9.Data Normalitas Tinggi Badan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Tinggi_Badan .181 26 .028 .894 26 .012

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

Tinggi_Badan Mean 108.31 1.971

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 104.25

Upper Bound 112.37

5% Trimmed Mean 108.76

Median 110.00

Variance 101.022

Std. Deviation 10.051

Minimum 81

Maximum 125

Range 44

Interquartile Range 9

Skewness -.958 .456

(78)

Lampiran 10.Data Normalitas Serum Creatinin

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

serum_creatinin .140 26 .200* .905 26 .021

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

serum_creatinin Mean .5950 .02666

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .5401

Upper Bound .6499

5% Trimmed Mean .5863

Median .5550

Variance .018

Std. Deviation .13592

Minimum .40

Maximum .94

Range .54

Interquartile Range .15

Skewness 1.149 .456

Gambar

Tabel III. Profil Nilai LFG Kasus Kemoterapi Anak (2-11 tahun)
Tabel XI. Penggunaan Obat yang Menginduksi Hiperurisemia pada
Gambar 4. Persentase Peresepan Kasus Kemoterapi Anak yang
Gambar 1. Letak dan Anatomi Ginjal (Highleyman, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan zakat sarang burung walet masih jauh dari ketentuan hukum Islam, Pelaksanaan zakat hasil usaha penangkaran burung walet di Kecamatan Tembilahan mengeluarkan

peningkatan kesadaran akan gizi dan perbaikan pendidikan masyarakat (Djaafar dan Rahayu 2007) Saat ini konsumsi daging nasional didominasi oleh karkas atau daging

Kadar Hb ibu hamil dengan konsumsi tablet Fe 100 mg didapatkan persentase kadar kenaikan Hb ibu hamil pada bulan pertama rata-rata naik sebesar 4,86% atau naik

Dari analisis data dan pembahasan pada Bab 5, dapat disimpulkan bahwa didapatkan hasil perencanaan proyek LPG Storage Tank Kapasitas 50 Ton dengan spesifikasi sebagai

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan informasi untuk perencanaan kesehatan penduduk kelompok lanjut usia bagi Dinas Kesehatan Kota Sibolga

Singapura Hongkong Malaysia Arab Saudi Papua Nugini Kuwait Bangladesh Lebanon Cina Israel Uni Emirat Arab Korea Oman Syria Yaman Mongolia Iran Sri Lanka Filipina Thailand Nepal

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Penelitian ini bertujuan untuk mempermudah tenaga medis gigi dalam mengklasifikasi penyakit kalkulus menggunakan bidang keilmuan pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan