• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghayatan spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup injili masa sekarang, para suster Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) Pematangsiantar - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penghayatan spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup injili masa sekarang, para suster Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) Pematangsiantar - USD Repository"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yang Penuh Kasih yang selalu memberkati dan memberi yang terbaik bagi saya. Untuk seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) Pematangsiantar.

(5)

v MOTTO

“Bukan kebahagiaan yang membuat kita

bersyukur,

melainkan rasa syukur kitalah yang

membuat kita bahagia.”

“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah menguraapi Aku, untuk

menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah

mengutus Aku.” (Lukas 4: 18)

“Keheningan memberi kepada kita pandangan yang baru,

Atas segala sesuatu.”

“Yesus ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja”.

(6)
(7)

vii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PELAYANAN SANTO FRANSISKUS ASSISI UNTUK KESAKSIAN HIDUP INJILI MASA SEKARANG, PARA SUSTER KONGREGASI SUSTER FRANSISKAN SANTA LUSIA (KSFL) PEMATANGSIANTAR. Judul ini dipilih berdasarkan pengalaman yang terjadi bahwa pelaksanaan pelayanan para suster KSFL kurang menjiwai semangat pelayanan St. Fransiskus Assisi. Maka para suster diajak dan sangat perlu untuk mendalami Konstitusi sebagai sumber inspirasi dan dasar pelayanan. Setiap orang hendaknya dan seharusnya memiliki Roh atau spirit yang senantiasa menyemangati hidupnya. Mendalami dan menghayati Konstitusi antara lain akan semakin mengenal dan tahu apa Visi dan Misi Kongregasi.

Adapun isi dari skripsi ini adalah antara lain: Pendalaman spiritualitas pelayanan St. Fransiskus Assisi, kesaksian hidup Injili para suster KSFL zaman sekarang dan juga cara untuk mewujudkan penghayatan spiritualitas pelayanan St. Fransiskus Assisi dalam kesaksian hidup Injili zaman sekarang. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah kurangnya penghayatan hidup dan pemberian diri yang maksimal dalam karya pelayanan. Hal ini dikarenakan juga akan kurangnya pemahaman dan penghayatan para suster akan Visi dan Misi dalam pelayanan. Maka dari keprihatinan ini penulis ingin dan mau membantu para suster dalam penghayatan spiritualitas pelayanan St. Fransiskus Assisi. Maka para suster diajak dan sangat perlu memahami dan setia untuk menghidupi spiritualitas pelayanan St. Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan setiap saat. Para suster KSFL akan terbantu dan lebih mudah untuk memahami dan menghidupinya dengan adanya arahan penghayatan spiritualitas pelayanan St. Fransiskus Assisi berdasarkan Konstitusi, kapitel-kapitel, dan Dokumen Gereja.

Untuk menganalisis permasalahan tersebut, penulis memakai metode analisis deskriftif. Analisis deskriftif dimaksudkan untuk menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang ada sehingga menemukan cara mengatasinya. Selain hal ini juga, penulis mengembangkannya dengan refleksi pribadi dan membaca buku-buku yang sangat mendukung penulisan skripsi ini.

(8)

viii ABSTRACT

The title of this thesis is THE IMPLEMENTATION OF MINISTRY SPIRITUALITY OF SAINT FRANCIS ASSISI TO THE EVANGELICAL LIFE WITNESSING IN PRESENT TIME BY THE PEMATANGSIANTAR SISTERS OF SAINT FRANCIS KONGREGATION (KSFL). This title is chosen based on the reality that KSFL sisters do not live according to the ministry spirit of St. Francis of Assisi faithfully. Therefore, the sisters are urged to focus on the constitution as the source of inspiration and the stand point of ministry. Everyone should have spirit that motivates his or her life. If every KSFL sister focus on and live according to the constitution, the vision and mission of the congregation will be implemented well.

The main focus of this thesis is the intensification of St. Francis Assisi ministry spirituality, evangelical witness of KSFL sisters in present time and the way how to implement the ministry spirituality of St. Francis Assisi in evangelical witness in present time. The main problem in this thesis is the lack of life implementation and maximal self giving in the work ministry.

The reason of this is the lack of comprehension and implementation of the sisters on vision and mission in the ministry. Based on this reality the author wants to help the sisters in implementing the ministry spirituality of St. Francis Assisi. The sisters are invited and need to know how to live the ministry spirituality of St. Francis Assisi faithfully in work ministry every time.

The KSFL sisters will be helped to understand easier the ministry spirituality and to implement it by the guidance on ministry spirituality implementation of St. Francis Assisi based on constitution congregation, chapters and Church document.

To analyze the problem, the author use descriptive analysis method. Descriptive analysis is intended to describe and to analyze the problem in other to find the way to solve it. Besides, the author also analyzes it based on self reflection and reading related books that are useful to write this thesis.

Ministry spirituality of St. Francis Assisi is very important to be implemented in present time. That is why the KSFL sisters are invited and need to implement the ministry spirituality of St. Francis Assisi who serves everyone with love and sacrifices and calles everyone as brothers and sisters. As the effort to maximize the comprehension and implementation of this ministry spirituality, the author offers one Biblical model catechetical program and its process.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Syukur dan pujian kepada Allah Bapa atas kasih dan rahmat-Nya yang senantiasa membimbing, menyertai, mengarahkan dan selalu mendahului setiap langkah penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik adanya. Adapun judul skripsi ini adalah: PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PELAYANAN SANTO FRANSISKUS ASSISI UNTUK KESAKSIAN HIDUP INJILI MASA SEKARANG, PARA SUSTER KONGREGASI SUSTER FRANSISKAN SANTA LUSIA (KSFL) PEMATANGSIANTAR.

Skripsi ini memuat mengenai pembahasan Spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang para suster KSFL. Pada zaman sekarang ini Spiritualitas pelayanan sangat dibutuhkan oleh banyak orang. Oleh karena itu Spiritualitas pelayanan diharapkan dan seharusnya tetap dihidupi dan dikembangkan, sehingga lebih mudah untuk mewujudnyatakannya dalam karya pelayanan. Untuk meningkatkan Spiritualitas pelayanan ini, maka penulis membuat usulan antara lain kegiatan katekese model biblis. Harapannya bahwa dengan kegiatan katekese ini, Spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi semakin menjiwai pelayanan para suster KSFL setiap hari untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang.

(11)

xi

Berbagai perasaan, hambatan, dan kesulitan yang mewarnai dalam penulisan skripsi ini serta adanya perhatian, dukungan dari berbagai pihak yang memberi sumbangan pemikiran dengan caranya masing-masing baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik adanya. Atas kerja sama yang baik dari berbagai pihak, penulis dengan setulus hati menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Drs. H. J. Suhardiyanto, S.J., selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata

Dharma yang dengan sabar dan bijaksana membimbing penulis selama kuliah sampai selesai di Kampus IPPAK-Kotabaru Yogyakarta.

2. Dr. J. Darminta, S.J., selaku pembimbing utama skripsi yang telah berkenan dan rela meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan yang sangat membangun sehingga penulis lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan mulai dari awal penulisan sampai selesainya skripsi ini.

3. Bapak F. X. Dapiyanta SFK, M.Pd., selaku Dosen pembimbing akademik dan sebagai Dosen penguji skripsi yang dengan rela dan bijaksana membimbing, mendidik, mengajar, dan membantu penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran selama kuliah di kampus USD-IPPAK Kotabaru Yogyakarta. 4. Dr. A. Rukiyanto, S.J., selaku Dosen penguji skripsi yang telah rela, sabar,

(12)

xii

5. Segenap Staf Dosen USD Prodi IPPAK yang telah mendidik dan membimbing penulis yang memberi dukungan dan perhatian dengan cara masing-masing selama belajar sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, Kolsani Kotabaru, Biara Saudara OFM Papringan, Komunitas SFD Rajawali, Komunitas OSF Sibolga Demangan Baru dan karyawan bagian lain yang dengan murah hati dan mempermudah penulis dengan meminjamkan buku-buku yang penulis gunakan dan memberi perhatian dengan cara masing-masing kepada penulis selama penulisan skripsi ini sampai selesai.

7. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2007/2008 yang turut berperan dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis menjadi pewarta kabar gembira di zaman yang penuh tantangan ini.

8. Bapak, ibu dan adik-adikku yang senantiasa mendoakan, memberikan sapaan, semangat, perhatian dan memotivasi penulis dengan cara mereka masing-masing mulai dari awal perkuliahan sampai selesainya di kampus IPPAK Kotabaru Yogyakarta.

(13)
(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

BAB II. SPIRITUALITAS PELAYANAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN PELAYANAN PARA SUSTER KSFL ... 10

A. Pengertian Spiritualitas Pelayanan ... 10

1. Pengertian Spiritualitas Secara Dasariah ... 10

2. Spiritualitas Pelayanan ... 13

B. Spiritualitas Pelayanan Santo Fransiskus Assisi ... 15

(15)

xv

2. Arah Pelayanan Kembali ke Hidup Injili ... 23

3. Pokok-pokok penting Spiritualitas Pelayanan ... 25

C. Spiritualitas Pelayanan KSFL ... 29

1. Gerak Pelayanan Ibu Pendiri ... 30

2. Arah Pelayanan KSFL ... 32

3. Pokok-pokok penting Spiritualitas Pelayanan KSFL berinspirasikan Santo Frasiskus Assisi ... 36

BAB III. ARAHAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PELAYANAN BERDASARKAN KONSTITUSI, KAPITEL - KAPITEL DAN DOKUMEN GEREJA ... 43

A. Gerakan Dari Awal Berdirinya KSFL ... 43

1. Seruan dan Jeritan Kemanusiaan ... 43

2. Lusia Dierckx ... 46

3. Berdirinya KSFL Secara Kanonik ... 48

4. Jiwa dan Semangat KSFL ... 50

5. Vsi dan Misi KSFL ... 51

(16)

xvi

3. Karya Pastoral ... 66

a. Visi KSFL dalam Karya Pastoral ... 66

b. Misi KSFL dalam Karya Pastoral ... 67

c. Fokus KSFL dalam Karya Pastoral ... 68

D. Pergulatan Yang Diisyaratkan dalam Konstitusi ... 69

1. Pergulatan Nilai ... 69

2. Pergulatan Cara Kerja ... 71

3. Menuju ke Perwujudan Pelayanan secara Baru ... 73

E. Karakter Pelayanan ... 75

1. Karya yang Responsif ... 76

2. Perlunya Manajemen ... 77

3. Perlunya Perencanaan ... 80

4. Perlunya Belajar Terus-menerus ... 81

F. Diundang menuju Kesetiaan Kreatif ... 82

BAB IV.SUMBANGAN KATEKESE DALAM MENDALAMI SPRITUALITAS PELAYANAN SANTO FRASISKUS ASSISI UNTUK KESAKSIAN HIDUP INJILI MASA SEKARANG, PARA SUSTER KONGREGASI SUSTER FRANSISKAN

1. Doa Pembukaan atau Nyanyian Pembukaan ... 90

2. Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi ... 90

3. Pendalaman Kitab Suci atau Tradisi ... 90

4. Pendalaman Pengalaman Hidup ... 91

5. Penerapan dalam Hidup Peserta ... 91

(17)

xvii

C. Usulan Program Katekese ... 92

1. Pengertian Program Katekese ... 92

2. Tujuan Program Katekese ... 93

3. Pemikiran Dasar Program Katekese ... 94

4. Usulan Tema ... 96

5. Penjabaran Program ... 97

6. Contoh Persiapan Katekese ... 100

7. Pemikiran Dasar ... 101

8. Pengembangan Langkah-Langkah ... 103

BAB V. PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

LAMPIRAN ... 119

Lampiran 1: ... 120

Lampiran 2: ... 127

Lampiran 3: ... 128

Lampiran 4: ... 129

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Daftar Singkatan Kitab Suci

Semua singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti daftar singkatan Lembaga Alkitab Indonesia Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Alkitab Katolik Deutrokanonik cetakan tahun 2007. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

B. Daftar Singkatan Lain

AD : Anggaran Dasar Art : Artikel

Bdk : Bandingkan Dll : Dan Lain-Lain

Kan : Kanon

Konst : Konstitusi KSFL KHK : Kitab Hukum Kanonik

KSFL : Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia LHB : Lembaga Hidup Bakti

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan Indonesia

PSL : Pasal

(19)

xix C. Singkatan Dokumen Gereja

BSDK : Bertolak Segar Dalam Kristus, Instruksi Kongregasi untuk tarekat hidup bakti dan serikat hidup Apostolik, 19 Mei 2002.

CT : Catecheisi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese). Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini. 16 Oktober 1979.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Yesus Memanggil Keduabelas Rasul (Lukas 6:12-16). Dalam bacaan ini dapat dilihat bahwa Yesus memanggil duabelas rasul untuk melayani umat dengan mewartakan kabar gembira kepada semua orang. Demikian juga halnya Tuhan menganugerahkan rahmat panggilan kepada setiap orang. Salah satu di antaranya adalah panggilan sebagai seorang religius. Setiap orang yang terpanggil sebagai seorang religius haruslah memiliki semangat pelayanan, karena untuk karya pelayananlah mereka dipanggil. Setiap religius haruslah menyadari bahwa mereka adalah anggota dan bagian dari Gereja. Maka tugas para religius juga turut serta untuk ambil bagian dan ikut serta dalam mengembangkan tugas pelayanan Gereja. Oleh karena itu setiap religius sangat diharapkan dan seharusnya untuk menghidupi spiritualitas suatu lembaga ataupun tarekat yang dipilihnya dalam mengembangkan karya pelayanan bagi Gereja.

(21)

panti jompo dan karya pendidikan (Konst KSFL, 1999: x). Para suster ini menanggapi panggilan Tuhan dengan berani dan rela untuk mewartakan kabar gembira dengan cara melayani orang-orang kecil dan tak berdaya. Semangat pelayanan Santo Fransiskus Assisi menjadi semangat hidup para suster ini dalam setiap karya pelayanan mereka di mana dan ke manapun mereka diutus. Para suster ini berusaha untuk tetap setia dalam menghidupi semangat pelayanan Santo Fransiskus Assisi, sehingga orang-orang yang mereka layani dapat merasakan kebaikan dan kasih Tuhan dalam hidup mereka. Orang-orang kecil dan tak berdaya yang mereka layani sungguh-sungguh merasakan kehadiran Tuhan. Kesaksian hidup mereka yang penuh dengan kegembiraan, keramahan, kelemahlembutan, kerendahan hati dan pelayanan yang tulus. Para suster ini sungguh menyadari bahwa mereka adalah utusan Tuhan sendiri, maka mereka selalu berusaha untuk menyadari bahwa pelayanan yang mereka lakukan hanyalah untuk Tuhan dan mereka juga sangat mengandalkan Tuhan dan tergantung akan penyertaan serta bimbingan Tuhan dalam hidup mereka.

(22)

dilakukan kepada orang-orang kecil dan menderita hendaknya mencerminkan kehadiran Tuhan. Maka para suster yang menjalankan karya pelayanan ini haruslah menyadari bahwa pelayanan yang mereka lakukan adalah untuk Tuhan sendiri, sehingga para suster ini selalu mengkhususkan Tuhan dalam hidupnya. Sebagai seorang religius, meskipun dalam kesibukan apapun harus berani mengambil waktu untuk berkomunikasi dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan. Berkomunikasi dengan Tuhan berarti mengisi hidup rohani dan menimba kembali kekuatan dari Tuhan. Dengan demikian setiap tindakan, tutur kata dan perbuatan mereka menjadi cerminan dan pancaran kasih Tuhan sendiri.

Konstitusi KSFL dalam cara mengabdi dan bekerja disebutkan bahwa para suster membaktikan seluruh hidupnya dengan perkataan dan perbuatan demi pelimpahan rahmat. Dengan demikian hendaknya setiap saudara mewujudkan semangat Injili dalam belbagai jenis karya dan pelayanan di dalam dan di luar komunitas (Konst KSFL, 1999: 90).

(23)

semua orang. Dengan relasi yang sangat intim dengan Tuhan, Fransiskus menyebut semua ciptaan Tuhan sebagai saudara.

Karya pelayanan yang dilakukan oleh para suster KSFL terkadang karena ketaatan dan juga sebagai tugas perutusan saja. Dengan demikian orang-orang yang dilayani adakalanya kurang merasakan dan mengalami cinta kasih, damai dan sukacita. Adapun karya-karya pelayanan yang dikelola oleh para suster KSFL antara lain: Asrama dan sekolah anak-anak berkebutuhan khusus (cacat mental/SLB-c), poliklinik/rumah bersalin, tenaga pastoral, pendidikan Play group, TK, SMP, dan SMA, asrama putri untuk SMA dan karya sosial untuk

mendampingi para petani. Masing-masing dari karya pelayanan ini pasti mengharapkan dan merindukan pelayanan yang sungguh mencerminkan pelayanan Tuhan sendiri yakni dengan cinta kasih, damai, kesembuhan dan persaudaraan.

(24)

Dengan adanya keprihatinan yang dialami oleh para suster KSFL ini, tergeraklah hati kami untuk terlibat dan menyumbangkan buah pemikiran. Dengan adanya sumbangan yang sederhana ini besar harapan kami untuk semakin dapat menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, mewujudkan, menghayati, dan memperdalam semangat pelayanan Santo Fransiskus dalam setiap karya perutusan. Dalam karya pelayanan yang dilakukan oleh para suster KSFL, diharapkan untuk semakin menghayati semangat pelayanan Santo Fransiskus Assisi sehingga orang-orang yang dilayani sungguh merasakan cinta kasih, damai, dan sukacita, serta dapat merasakan kehadiran Allah. Namun dalam kenyataannya hal ini sering tidak dapat diwujudnyatakan.

(25)

Penulis mengangkat dan memilih judul berikut ini: “PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PELAYANAN SANTO FRANSISKUS ASSISI UNTUK KESAKSIAN HIDUP INJILI MASA SEKARANG, PARA SUSTER KONGREGASI FRANSISKAN SANTA LUSIA (KSFL) PEMATANGSIANTAR.”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi? 2. Bagaimana penghayatan spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi

dalam membantu para suster KSFL untuk meningkatkan kesaksian hidup Injili masa sekarang para suster KSFL?

3. Apa usaha yang dilakukan untuk dapat meningkatkan penghayatan spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang para suster KSFL?

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Menggali lebih dalam spiritualitas pelayanan yang dihayati oleh Santo Fransiskus Assisi yang menjadi semangat pelayanan untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang para suster KSFL.

(26)

3. Memberikan sumbangan pemahaman spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi yang dapat membantu untuk kesaksian hidup injili masa sekarang para suster KSFL.

D. MANFAAT PENULISAN

Penulisan ini dapat memberi manfaat:

1. Bagi penulis sendiri semakin memahami spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi dan semakin meningkatkan penghayatan spiritualitas pelayanan untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang para suster KSFL. 2. Supaya para suster KSFL semakin meningkatkan penghayatan spiritualitas

pelayanan Santo Fransiskus untuk kesaksian hidup Injili.

3. Memberi sumbangan bagi mereka yang berkarya dalam pelayanan dan siapa saja yang turut serta ambil bagian dalam pelayanan sehingga semakin memiliki semangat pelayanan sehingga semakin meningkatkan kesaksian hidup Injili.

4. Memenuhi persyaratan kelulusan Sarjana strata satu (S1) di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

E. METODE PENULISAN

(27)

spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup Injii para suster KSFL. Dengan membaca buku-buku sumber, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Judul yang dipilih oleh penulis dalam skripsi ini adalah:

“Penghayatan Spiritualitas Pelayanan Santo Fransiskus Assisi Untuk Kesaksian Hidup Injili Masa Sekarang, Para Suster Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) Pematangsiantar.”

Sebagai gambaran umum mengenai hal apa saja yang akan dibahas di dalam penulisan ini, maka berikut ini adalah sistematika penulisan dari skripsi ini:

BAB I. Pendahuluan

Bab Pendahuluan ini berisikan gambaran umum tentang skripsi ini, yang meliputi: Latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II. Spiritualitas Pelayanan Santo Fransiskus Assisi dan Pelayanan Para Suster KSFL.

(28)

BAB III. Penghayatan spiritualitas Pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup Injili masa sekarang para Suster KSFL. Dalam bab ini akan dibahas tentang karya pelayanan para suster KSFL, bentuk-bentuk karya pelayanan para suster KSFL dan bagaimana kesaksian hidup Injili para suster KSFL dalam karya pelayanan dalam gerakan hidup dalam Roh. Maka dibahas Visi, Misi dan fokus sebagai dasar kualitas pelayanan.

BAB IV. Mengenai usulan program “katekese model biblis” bagi para suster KSFL yang mencakup: pengertian katekese, tujuan katekese, isi katekese, model katekese, usulan program katekese, pengertian program katekese, tujuan program katekese dan usulan tema-tema yang lebih mendukung, dan contoh persiapan katekese model biblis.

BAB V. Sebagai bab terakhir dari penulisan ini, akan membahas kesimpulan dan saran-saran yang dapat membangun.

(29)

   

BAB II

SPIRITUALITAS PELAYANAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN PELAYANAN PARA SUSTER KSFL

A. Pengertian Spiritualitas Pelayanan

Dewasa ini kita sudah biasa mendengar kata Spiritualitas dan Pelayanan. Kedua kata ini memiliki arti yang berbeda-beda. Namun kedua kata ini juga memiliki artinya sendiri ketika digabungkan menjadi satu frase. Berikut ini akan dibahas pengertian dari masing-masing istilah tersebut.

1. Pengertian Spiritualitas secara Dasariah

Kata spiritualitas mempunyai pengertian yang cukup banyak dan sekaligus mengandung arti yang sangat kaya meskipun berbeda. Berikut ini ada beberapa pengertian spiritualitas.

(30)

Maka Spiritualitas bisa menjadi suatu kekuatan untuk menghadapi kesulitan dan sekaligus menerima kenyataan hidup, dengan demikian tetap berusaha untuk menjalani dan memaknai peristiwa hidup.

Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan “kerohanian” atau’hidup rohani’. Hal ini lebih menekankan kebersamaan, bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua yaitu ‘kesalehan’, yang menandakan hubungan seseorang dengan Tuhan. Spiritualitas mencakup dua segi, yakni askese atau usaha melatih diri secara teratur supaya terbuka dan teratur terhadap sapaan Allah. Segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah. Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia. Dasar hidup rohani dan semua bentuk spiritualitas sejati adalah Roh (= Spiritus; Lat.), yaitu Roh Kristus seperti tampak dalam Injil (Heuken, 2002: 11).

Kalimat di atas menegaskan bahwa orang yang sangat peka dengan kehadiran Roh Tuhan dalam dirinya selalu juga menyadari kehadiran Tuhan dalam peristiwa hidupnya. Orang yang memiliki spiritualitas dan sungguh menyadari Roh Tuhan hadir dalam dirinya, maka akan selalu berusaha untuk menjalani hidup ini seperti Tuhan menghendakinya.

(31)

membimbing, memberikan kekuatan, dan menjiwai serta meneguhkan seseorang dalam menghadapi tantangan dalam hidup sehingga tetap teguh dalam iman dalam melaksanakan setiap karya dan perutusan dengan bertanggungjawab.

Setiap perutusan pasti membutuhkan spiritualitas ataupun semangat dalam pelayanan, spiritualitas yang dimiliki seseorang akan mencerminkan pelayanan yang melahirkan perdamaian, kerukunan, dan sukacita sehingga mereka yang dilayani akan merasakan kehadiran Tuhan. Maka orang yang sungguh-sungguh memiliki dan menghidupi Spiritualitas, akan selalu menjalin komunikasi yang intim bersama dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan. Hal ini jugalah yang akan dibagikan kepada sesama, terutama mereka yang hidup dalam penderitaan, kebimbangan, dan kesusahan dalam menyelusuri hidup yang diwarnai bermacam-macam tantangan.

(32)

menggerakkan seseorang untuk bertindak sekaligus sebagai kekuatan dan semangat yang selalu mewarnai hidup manusia untuk mengalami kegembiraan rohani. Spiritualitas yang dimilliki setiap orang hendaknya terwujud dengan tindakan nyata dalam sikap pelayanan.

2. Spiritualitas Pelayanan

Pelayanan yang dimaksud adalah keterlibatan untuk melanjutkan karya pelayanan Kristus di dunia ini sebagai nabi, imam, dan raja. Selama hidup-Nya di dunia Tuhan Yesus memanggil mereka yang dikehendaki-Nya, supaya mereka menyertai Dia dan Ia mendidik mereka hidup menurut teladan-Nya bagi Bapa dan bagi perutusan yang telah diterimanya dari Bapa. Demikianlah ia memulai keluarga baru dari abad ke abad yang mencakup mereka yang siap sedia untuk mewartakan Kerajaan Allah (VC no. 41). Pelayanan berarti berusaha untuk kerjasama dengan semua pihak yang ikut bertanggungjawab dalam tugas perutusannya.

(33)

Adapun inti dari spiritualitas “pelayan” adalah belajar dari Yesus yang sungguh rela mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba dan bahkan sampai mati di kayu salib (Martasudjita, 2003: 41). Kalimat ini menegaskan kembali, bahwa untuk menjalankan karya pelayanan hendaknya memiliki sikap cinta kasih, kerendahan hati, pemberian diri yang sepenuhnya, dan berkorban demi kegembiraan dan keselamatan orang lain. Dengan demikian tugas pelayanan menjadi sangat berarti dan memberikan sukacita bagi semua orang seperti halnya teladan Yesus Kristus.

Dalam pelayanan sehari-hari, kaum religius terinspirasi dari pelayanan Kristus sendiri yakni menjadi saudara bagi semua orang secara khusus yang dilayani tanpa membeda-bedakan. Seperti halnya dengan pelayanan terhadap mereka yang berada di ambang kematian , dalam Spiritualitas ibu Teresa merupakan wujud pelayanan kasih yang paling mendasar (Krispurwana Cahyadi, 2003: 163). Ibu Teresa sungguh menyadari bahwa hal yang paling utama yang diperlukan oleh orang-orang yang sungguh menderita dan diambang kematian adalah kasih yang nyata. Untuk mewujudkan kasih yang nyata bukanlah hal yang mudah, namun penuh dengan pengorbanan. Pengorbanan untuk mencintai, menyapa, dan merangkul orang-orang miskin seperti teladan ibu Teresa di Kalkuta.

(34)

Tuhan akan semakin memperhatikan dan memikirkan kita (Krispurwana Cahyadi, 2003: 65).

Pelayanan adalah sarana untuk memperbaharui, memelihara dan meningkatkan hidup cinta seseorang. Pelayanan adalah cinta dalam aksi, cinta dalam tindakan yang nyata (Ridick, 1987: 128). Kalimat ini mengajak kembali bahwa cinta yang dimiliki setiap orang perlu diwujudnyatakan dengan pelayanan dan cinta yang nyata kepada sesama. Cinta Yesus tidak mengenal batas, bahkan sampai menyerahkan hidupnya dan wafat di kayu salib demi cinta-Nya kepada semua orang. Cinta dapat terwujud dengan siap sedia dan dengan gembira melayani sesama sebagaimana Kristus yang berkenan membasuh kaki para murid-Nya, tanpa menunggu sampai diberi tugas atau diperintah.

B. Spiritualitas Pelayanan Santo Fransiskus Assisi

Dalam perkembangan sejarah persaudaraan Fransiskan, cukup banyak penulis yang berbicara dan menguraikan mengenai spiritualitas pelayanan Fransiskan. Namun meskipun demikian bahwa setiap uraian spiritualitas pelayanan Fransiskan tidak boleh melupakan hal yang sangat penting yakni bahwa Spiritualitas dasar Fransiskan adalah menghidupi Injil Tuhan kita Yesus Kristus (Syukur, 2007: 25). Hal inilah yang menjadi awal dari peziarahan hidup rohani para Fransiskan dan sebagai awal dari pertobatan Santo Fransiskus Assisi serta menjadi roh yang menyemangati seluruh kehidupan Santo Fransiskus Assisi.

(35)

damai, dan selalu siap sedia mewartakan Kerajaan Allah, dan menyebut semua ciptaan Tuhan sebagai saudara. Persaudaraan bukanlah juga istilah yang asing bagi kita. Persaudaraan secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu kelompok atau komunitas yang dibentuk berdasarkan suatu Visi dan Misi tertentu. Dengan demikian atas dasar ini, persaudaraan tidak terbentuk berdasarkan hubungan darah, suku, budaya, dan bahasa tertentu. Persaudaraan dimengerti dan dihayati sebagai ciri khas kehidupan religius. Meskipun demikian bahwa para religius menghayati persaudaraan sebagai salah satu ciri khasnya, namun tidaklah semua ordo ataupun tarekat mengambil dan menghayati unsur persaudaraan sebagai Spiritualitasnya yang khusus. Ordo ataupun saudara-saudari dina justru mengambil unsur persaudaraan sebagai spiritualitasnya.

(36)

malu makan sendirian, dia segera menyuruh menyediakan meja dan semua makan bersama dengan saudara itu (Bigarino, 2003: 71)

Santo Fransiskus menyebut Allah Tritunggal Maha Kudus sebagai Bapa yang kudus, mahatinggi, mahabesar, baik, sungguh baik dan paling baik, dan Mahakasih. Fransiskus sungguh menghayati Allah sebagai kasih, sehingga Fransiskus juga berusaha untuk mewujudkan kasih kepada semua orang, secara khusus kepada saudara-saudarnya yang hidup bersama dengan dia. Ketika saudaranya mengalami kekurangan, seperti dalam kutipan di atas ketika saudaranya mengalami kelaparan, Fransiskus menyuruh dia makan, bahkan mengikutsertakan semua saudara-saudaranya supaya saudara yang kelaparan tersebut tidak malu makan sendirian. Bahkan Fransiskus mengatakan meskipun kalian sedang menjalani pertobatan dan mati raga, tetapi hendaklah memperhatikan kesehatan jasmaninya. Kalau tidak sanggup untuk mati raga jangan dipaksa, karena kekuatan fisik seseorang tidak sama. Fransiskus menjelaskan kepada saudara-saudaranya bahwa Allah Bapa tidak lebih melihat kurban sembelihan, melainkan belaskasihan (Bigarino, 2003: 73).

(37)

berpartisipasi dalam hidup dan misi Gereja, dalam pertobatan terus-menerus, dalam hidup doa-liturgis, pribadi, bersama, dan sebagai pembawa damai” (Syukur, 2007: 24). Pada kenyataannya, salah satu unsur paling hakiki dari spiritualitasnya adalah menjadi lebih hina-dina dan pengikutnya menjadi saudara-saudara dina. Fransiskus mengingatkan agar selalu menjadi saudara-saudara hina-dina dan hamba semua manusia. Menyadari diri sebagai orang yang hina-hina-dina berarti menjadi pelayan yang rendah hati. Pelayanan yang didasari dengan kerendahan hati akan sangat membantu orang lain dari segala kekurangannya. Rendah hati berarti selalu mengutamakan dan menjadikan orang lain yang paling utama dalam hidup ini.

Pelayanan Fransiskan pertama-tama tentang cara hidup yakni melaksanakan dan menghidupi nilai-nilai Injil, dan memuliakan Allah Bapa dengan tekun melaksanakan pertobatan dan menghayati nilai-nilai kemiskinan Injili. Semangat kemiskinan dan kerendahan hati menjadi warna dalam pelayanan seorang Fransiskan.

1. Gerak Tumbuhnya Spiritualitas Pelayanan pada Santo Fransiskus Assisi Tumbuhnya spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi ialah ketika ia mendengar suara Salib San Damiano. Fransiskus yakin bahwa suara tersebut adalah suara Tuhan sendiri yang memanggilnya untuk memperbaiki Gereja-Nya yang hampir roboh. Fransiskus mengawalinya dengan pertobatan.

(38)

kedalaman citra dirinya. Di hadapan salib itu seolah-olah Fransiskus bertanya: “Di manakah Engkau Tuhan, dan siapakah diriku ini?’ Fransiskus menemukan jawaban bahwa ia dipanggil untuk memperbaiki Gereja Tuhan, petama-tama ia menemukan diri sebagai mahluk relasional. Ia menemukan citra dirinya justru ketika ia berjumpa dengan dan dipanggil Tuhan untuk hidup bagi sesama.” (Andreas, 2010: 82).

Kehinadinaan merupakan ciri khas Fransiskan dalam perjalanan hidup di dunia ini, dalam bersikap dengan orang lain, baik dalam komunitas, dalam lingkungan kerja dan kerasulan. Fransiskus sungguh menghendaki para pengikutnya berada sebagai saudara dina. Aspek kehinadinaan ini mengandung pembebasan dari segala bentuk penguasaan terhadap orang lain, hal inilah yang dimaksud dengan gaya hidup hina-dina. Dengan gaya hidup seperti inilah, warta perdamaian dapat dibawa dan persekutuan dengan semua orang semakin dapat ditumbuhkan (Syukur, 2006: xxii).

Bila dilihat secara mendalam, teks-teks Injil yang dikutip oleh Fransiskus meringkaskan kedinaan Putera Allah yang menjadi saudara kita. Fransiskus menegaskan kembali tentang kedinaan Kristus yang mengambil kodrat manusia, mengosongkan diri, mengalami kemiskinan, dan penderitaan untuk menjalankan kehendak Bapa. Fransiskus merenungkan peristiwa ini sebagai peristiwa inkarnasi. Fransiskus merenungkan Kristus dalam kemuliaan Bapa dan sekaligus dalam hidup dunianya dalam perendahan salib dan dalam kejayaan kebangkitan-Nya dalam ekaristi dan dalam gereja.

(39)

kepada manusia yakni inkarnasi. Natal bagi Fransiskus merupakan pesta dari segala pesta, karena Allah menjadi bayi mungil. Bagi Fransiskus, Betlehem mengisahkan cinta dan kemiskinan. Bagi Fransiskus bahwa setiap aspek kehidupan Yesus merupakan undangan untuk mengikuti-Nya lebih dekat untuk meneladan hidup-Nya.

Santo Fransiskus, dalam kebijaksanaannya yang sederhana melihat kemiskinan dan kedinaan sebagai saudari kembar. Kita sangat tergantung kepada Allah dalam segala hal itulah kedinaan, dan kita tidak menginginkan hal-hal lain kecuali Allah sendiri itulah kemiskinan (Syukur, 2007: 124). Kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan hendaknya kita miskin dihadapan Allah, inilah yang disebut kedinaan dan kemiskinan. Kerendahan hati berarti, melihat yang baik dan yang buruk yang ada dalam diri secara objektif, tepat sebagaimana Allah melihat kita.

“Berbahagialah hamba, yang tidak menganggap dirinya lebih baik apabila ia dipuji dan dihormati orang, daripada apabila ia dipandang hina, bodoh dan nista. Sebab, seperti apa nilai seseorang di hadapan Allah, begitulah nilai orang itu dan tidak lebih. Celakalah religius, yang diberi kedudukan tinggi oleh orang lain, dan tidak mau turun atas kehendaknya sendiri. Tetapi berbahagialah hamba yang diberi kedudukan tinggi bukan atas kehendaknya sendiri, dan selalu ingin menjadi tumpuan kaki orang lainnya” (Iriate, 1995: 114-115).

(40)

Fransiskus dari Assisi adalah seorang yang amat sederhana yang memahami inti hidup ini. Semua manusia sangat merindukan perdamaian dan perdamaian inilah salah satu kerinduan hati manusia yang paling dalam dan juga kerinduan Kristus. Kemana saja Fransiskus pergi, dia menyalami orang dengan salam: semoga Tuhan memberimu damai! Salam ini dimaknainya dalam hidupnya (Syukur, 2007: 273). Kerinduan hati terdalam setiap orang adalah perdamaian dan memelihara damai di dalam hatinya. Fransiskus dari Assisi dalam hidupnya tidak terlepas dari delapan sabda bahagia.

“Berbahagialah orang yang miskin dalam roh” merupakan mata air kesuciannya. “Berbahagialah para pencipta damai” merupakan cahaya kerasulannya (Syukur, 2007: 273). Kata-kata ini menjadi peraturan khusus bagi saudara dan saudarinya. Sejak masa Fransiskus, salam Fransiskan ini sudah ada Pax et Bonum, “Damai dan segala yang baik untukmu”, Damai dan kebaikan bagimu”. Damai tidak sekedar kegembiraan atau tidak ada masalah, godaan, dan penderitaan. Seperti halnya Kristus mengalami kedamaian waktu di salib karena Dia benar-benar melakukan kehendak Bapa-Nya dan Dia sepenuhnya menyerahkan hidup-Nya kepada Bapa-Nya. Maria mempunyai kedamaian waktu kehilangan puteranya, karena Dia yakin bahwa putera-Nya melakukan perutusan dan kehendak Bapanya. Gereja mengalami kedamaian, meskipun harus selalu menderita.

(41)

ketakutan karena setiap orang yang bertemu dengan dia mengalami penyiksaan. Namun Fransiskus yakin bahwa dia akan diterima dengan baik. Ketika Fransiskus berlutut di hadapan sultan, para pengawal sultan menjadi tegang dan gugup. Tiba-tiba sultan mengatakan kepada Fransiskus: “Hai orang suci apa yang anda inginkan dari aku” Fransiskus menjawab: saya hanya membawa damai kepadamu, Tuan!’ Sultan itu tersenyum dan berkata, “Tetapi aku suka berperang, hai orang Italia yang kecil. Ketahuilah, aku menaklukkan dunia ini demi Allah, untuk itulah aku dilahirkan: Aku menjadi sarana Allah (Bodo, 2002: 146-147).

(42)

Dari uraian mengenai gerak pelayanan Santo Fransiskus di atas maka gerak pelayanan yang diharapkan adalah pelayanan yang sungguh nyata melalui perkataan dan perbuatan. Pelayanan lebih menyentuh apabila orang yang dilayani dapat merasakan damai, kegembiraan, sukacita, penyembuhan, perhatian, dan cinta kasih.

2. Arah Pelayanan Kembali ke Hidup Injili

(43)

Kehinadinaan merupakan ciri khas kita dalam perjalanan hidup di dunia, dalam bersikap terhadap orang lain, baik dalam komunitas, dalam lingkungan kerja dan kerasulan (Syukur, 2006: xxii). Kehinadinaan adalah sikap dasar dari keberadaan sebagai pengikut Fransiskan. Dengan adanya sikap hina dina maka untuk menjalankan tugas perutusan tidak perlu membawa bekal dalam perjalanan karena yakin akan pemeliharaan Tuhan dalam perutusan. Seperti halnya Fransiskus dalam hidupnya yang sungguh-sungguh mengikuti Yesus yang miskin. Model kemiskinan Fransiskus dan Klara yang mengutamakan ketergantungan pada Allah dan sesama, jelas merupakan cita-cita orang modern yang hidup dalam gaya konsumerisme (Andreas, 2010: 56). Kalimat ini menegaskan bahwa miskin dalam roh seperti Fransiskus, akan menerima semua dari Allah dan sesama, dan memberi kembali kepada Tuhan dan sesama (Syuku, 2006: 133). Dengan miskin dalam roh maka dapat bergaul dengan semua orang dan dalam kemiskinan mampu memberi dan membuat orang-orang yang dijumpai dalam perjalanan hidup mereka menjadi kaya. Wasiat Santo Fransiskus ( Laba Lajar, 2001: 193). (Lampiran 1).

Dalam wasiatnya Fransiskus mengisahkan jalan panggilan sebagai berikut: “Beginilah Tuhan Allah menganugerahkan kepadaku, saudara Fransiskus untuk mulai melakukan pertobatan. Ketika aku dalam dosa, aku merasa amat muak dengan orang kusta. Tetapi Tuhan sendiri menghantar aku ke tengah mereka dan aku merawat mereka penuh belas kasihan. Setelah aku meninggalkan mereka apa yang tadinya terasa memuakkan berubah bagiku menjadi kemanisan jiwa dan badan” (Iriate, 1995:17-18).

(44)

terutama dalam diri kaum miskin dan diri orang kusta yang bersatu dalam kemiskinan dan kemelaratan. Pertemuan Fransiskus dengan Kristus dalam diri orang kusta, memperdalam pengertian Fransiskus akan misteri inkarnasi dan mengikuti Kristus. Fransiskus melihat Yesus yang sungguh rendah hati dan bahkan sampai merendahkan diri yang hadir dalam rupa roti yang sangat sederhana, agar semua orang dapat dan mampu mengalaminya. Fransiskus tenggelam dalam kekaguman dan berusaha mengerti akan penglihatannya akan Kristus yang merendahkan diri dalam rupa roti. Celano menggambarkan bahwa luka-luka Kristus sekarang menjadi meterai pada tubuh Fransiskus dan merupakan latar belakang pemaknaan peristiwa stigmata Fransiskus di La Verna (Andreas, 2010: 125).

3. Pokok-pokok penting Spiritualitas Pelayanan

(45)

Semangat pelayanan Santo Fransiskus Assisi sangat nyata dalam hidupnya sehari-hari. Fransiskus melayani tanpa membeda-bedakan secara khusus orang melarat (kusta) dan menyebut semua orang menjadi saudara. Setiap orang adalah rahmat yang dianugerahkan Tuhan. Perjumpaan Santo Fransiskus dengan orang kusta merupakan awal mula Fransiskus untuk melayani dan menaruh belaskasih kepada sesama yang menderita. Santo Fransiskus dalam semangat pelayanannya menyapa semua orang dan bahkan sangat memperhatikan dan memelihara ciptaan lainnya. Fransiskus mengharapkan dan menasihati para saudaranya untuk tetap bertahan dalam kedinaan, yakni berlaku selalu dan di mana-mana dengan sungguh-sungguh hina dina. Sejalan dengan pertobatan, kemiskinan, dan doa, kehinadinaan sesungguhnya merupakan satu dari 4 nilai dasariah yang harus mewarnai wajah rohani seluruh gerakan Fransiskan (Syukur, 2006: 145). Karya pelayanan yang sungguh-sungguh dihayati dan dilakukan bagi semua orang khususnya yang sangat menderita, miskin, melarat, dan tersingkir menjadi pengabdian yang tulus kepada Tuhan.

“Pelayanan yang tulus sangat diharapkan pada zaman sekarang. Melalui ensiklik Dives in Misericordia, Sri Paus Yohanes Paulus II mengundang kita semua untuk menghadirkan pengalaman iman akan Allah yang berbelas kasih bagi masyarakat dunia sekarang ini. Sikap belas kasih ini merupakan rangkuman sifat dan kesempurnaan Allah” (Martasudjita, 2003: 76).

(46)

Dalam hal mewujudkan pelayanan yang penuh dengan belas kasih bukanlah mudah, karena akan mengalami hambatan-hambatan. Namun sebagai pengikut Fransiskan yang menghidupi Spiritualitas persaudaraan, akan mampu menjalaninya dengan saling mendukung, saling meneguhkan satu sama lain. Hidup rukun, damai, dan bersatu yang dialami di komunitas akan sangat bepengaruh dalam karya pelayanan. Maka di komunitas sangat diharapkan untuk saling melayani, mencintai, dan memelihara damai di dalam hati masing-masing. Dengan demikian tugas perutusan di luar komunitas akan dengan sendirinya terpancar apa yang sudah dialami di dalam komunitas. Fransiskus dalam menjalankan tugas pelayanannya kepada orang-orang miskin, dia sangat mengalami semangat dan kegembiraan. Fransiskus mengajak para saudaranya untuk bergembira pada waktu bersama dengan orang miskin tanpa mengharapkan balas jasa. Kegembiraan itu, seperti saat Fransiskus bertemu dengan orang kusta (Syukur, 2006: 130).

(47)

kebutuhan orang lain, maka Tuhan akan semakin mencintai dan memperhatikan kebutuhan hidup kita.

Fransiskus mempraktekkan ajaran perumpamaan orang Samaria yang baik hati terhadap orang kusta. Pergi menjumpainaya dan menjumpainya dan melaksanakan belaskasih terhadapnya. Fransiskus mewujudnyatakan belas kasih yang nyata kepada orang-orang yang disingkirkan oleh masyarakat. Sepanjang hidupnya Fransiskus selalu panik bila bertemu dengan orang kusta. Suatu hari di tengah jalan di Assisi, dia melakukan yang luar biasa hanya dapat dijelaskan karena daya Roh Yesus. Fransiskus mendekati dan menyentuh orang kusta. Pada awalnya dia sangat jijik dan keringat dingin bercucuran dari dahinya karena merasa tidak mampu untuk melakukan belas kasih kepada orang kusta itu. Dia merangkul bahu dan mencium keningnya, biarpun bau busuk menyerang seluruh inderanya (Syukur, 2002: 27). Pada zaman sekarang ini pelayanan yang yang diharapkan dan diperlukan oleh sesama adalah pelayanan yang nyata, dan menyentuh perjuangan hidup manusia. Berani keluar dari diri sendiri, menyapa, memperhatikan, dan mencintai orang-orang miskin, tersingkir, dan menderita. Bahkan jika perlu, bersedia untuk tinggal bersama mereka dan mengalami apa yang mereka alami.

(48)

bunga-bunga dan buah-buahan dan tanam-tanaman (Syukur, 2007: 279). Hati Fransiskus selalu dipenuhi dengan rasa syukur untuk semua pemberian Tuhan. Fransiskus belajar dan mengikuti Yesus yang menghargai semua ciptaan. Kemurahan hati Allah yang dinyatakan dalam Kej 1, mendorong saudari-saudara untuk memuji Tuhan Allah dan mengucapkan syukur kepada-Nya dengan dan karena segenap ciptaan (Syukur, 2006: 57).

Fransiskus belajar dari Yesus yang menggunakan alam ciptaan sebagai dasar untuk menjelaskan kebenaran-kebenaran yang bersifat rohani kepada orang-orang yang berkumpul disekitarnya. Dia mengatakan tentang benih-benih dan domba, pohon ara dan ladang, mutiara-mutiara dan tanaman, gandum dan air (Syukur, 2006: 279). Yesus berbicara tentang unsur-unsur ciptaan Tuhan atau dengan menggunakan perumpamaan untuk membawa manusia lebih dekat pada Tuhan. Fransiskus sungguh menghargai, peduli dan memelihara lingkungan hidup. Fransiskus bukan hanya melihat dan memperhatikan, dan menyebut manusia sebagai saudara. Namun Fransiskus juga sangat memelihara dan menyebut saudara semua ciptaan lainnya yang juga perlu untuk diperhatikan.

C. Spiritualitas Pelayanan KSFL

(49)

menghayati spiritualitas Kristen dengan menghidupi nasihat Injili di dalam setiap Kongregasi secara berbeda-beda. Setiap Kongregasi mempunyai pandangan dan semangat pendiri yang berbeda juga. Kongregasi Santa Lusia juga berusaha untuk tetap mengadakan relasi yang akrab dengan Tuhan dalam melaksanakan tugas pelayanan, seperti halnya di bawah ini.

1. Gerak Pelayanan Ibu Pendiri

Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) adalah salah satu tarekat Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus Assisi. Pada awal berdirinya Kongregasi ini berada di bawah pimpinan Moeder Lusia Dierckx dan dipercayakan pada perlindungan Santa Lusia (Eddy, 2009: 150).

“Pada awal berdirinya Kongregasi ini, situasi masyarakat sangat memprihatinkan dan karya yang mendesak pada saat itu adalah pelayanan kasih bagi anak-anak di panti asuhan, pemeliharaan orang miskin, anak-anak putus sekolah, lanjut usia, orang sakit, dan pelayanan pastoral lainnya sesuai kebutuhan di Paroki” (Eddy, 2009: 142).

(50)

panti asuhan menjahit untuk toko-toko dan keluarga-keluarga, juga pekerjaan tangan, dan memohon sedekah.

Keadaan sulit di atas mengakibatkan para suster hidup miskin dan sederhana tetapi penuh iman menyerahkan diri ke tangan Allah dan percaya pada penyelenggaraan Illahi. Pedoman utama dalam gerak pelayanan ibu pendiri adalah pola hidup Yesus yang mengosongkan diri, taat kepada Bapa, menjadi manusia bahkan sampai wafat di salib (Eddy, 2009: 153). Dalam pelayanan benar-benar memberikan diri sepenuhnya, mengosongkan diri, dan mengorbankan segala keinginan-keinginan yang dapat menghalangi pelayanan. Semangat mereka juga sejak awal sesuai dengan apa yang ditulis St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus “Bagi semua orang, aku telah menjadi segala-galanya” (1 Kor 9:22).

(51)

sebagai religius yakni tetap mengutamakan hidup doa dan menjalin relasi yang intim dengan Tuhan.

“Moeder Lusia dalam suratnya mengatakan demikian: ”Tak ada yang mendorong manusia lebih kepada hidup beriman daripada teladan mereka yang menjadi abdi Kristus. Dan juga sebaliknya, tiada sesuatu pun lebih merugikan kongregasi, menyedihkan Gereja, dan menghina Kristus daripada contoh buruk yang diberikan oleh seorang religius. Arahkanlah hatimu selalu pada panggilanmu, kenangkanlah selalu apa yang sudah kamu janjikan kepada Allah dan atasanmu. Apa yang kita janjikan di dunia tercatat di surga” ( Eddy, 2009: 161).

2. Arah Pelayanan KSFL

Berawal segar dari Kristus. Artinya mewartakan bahwa hidup bakti itu mengikuti Kristus secara khusus. “merupakan kenangan hidup akan cara hidup dan bertindak Yesus sebagai Sabda yang menjelma dalam hubungannya dengan

Bapa dan sesama manusia’. Seiring dengan perkembangan pada zaman sekarang

ini, maka Kongregasi KSFL hendaknya tanggap dan terlibat aktif dalam karya kerasulan. Terlibat aktif dalam karya kerasulan adalah tindakan yang nyata untuk mewujudkan pelayanan cinta kasih kepada Tuhan yang telah menganugerahkan panggilan sebagai religius (BSDK, 2004: 22). Dengan adanya perubahan zaman maka kebutuhan zamanpun dengan sendirinya akan mengalami perubahan, maka Kongregasi KSFL mencoba untuk menanggapi kebutuhan zaman dan melaksanakan tugas perutusan sesuai dengan Spiritualitas. Spiritualitas inilah hendaknya yang menjiwai setiap orang dalam tugas perutusan dengan pelayanan kepada semua orang.

(52)

ramah, sikap tulus dalam pelayanan akan menghadirkan kegembiraan dan sukacita serta menjadi saudara bagi semua orang. Sikap damai dalam hati dan kelembutan hati, mampu menyembuhkan yang terluka, menyatukan yang remuk, dan memanggil yang tersesat (Konst KSFL, 1999: 91).

Damai di hati adalah sikap dasar dalam karya pelayanan, sehingga orang yang dilayani dapat merasakan damai, cinta kasih, dan kegembiraan dalam hidup. Menjadi saudara bagi semua orang hendaknya memiliki damai dalam hati, sehingga dapat dibagikan bagi semua orang. Anggaran Dasar Ordo Ketiga Santo Fransiskus art 30, mengatakan agar setiap saudara hendaknya membangkitkan kedamaian, kebaikan hati, kerukunan, dan kelembutan hati agar semakin banyak orang yang mengalami kebaikan Allah.

(53)

Komisi/yayasan tersebut sebagai berikut: komisi pendidikan, komisi keuangan Yayasan Santa Lusia”. Pada tahun 1987 kongregasi mengadakan kapitel pilihan dan selama periode tersebut ada beberapa keputusan salah satunya adalah pembentukan Yayasan Karya yakni Yayasan Santa Lusia. Karena tuntutan karya dan demi lancarnya urusan pengembangan karya baru, maka terbentuklah Yayasan.

Pada tahun 1987 berdirilah Yayasan Santa Lusia (Agnes, 1997: 90). Yayasan ini bergerak dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang terdiri dari taman kanak-kanak sampai dengan tingkat sekolah menengah atas. Disamping karya pendidikan ini juga Kongregasi KSFL hadir untuk membantu dan mendampingi anak-anak yang berkebutuhan khusus (SLB-c). Anak yang keterbelakangan mental, disingkirkan, dan dianggap orang yang tidak berarti sama sekali. KSFL berusaha untuk menyapa, memperhatikan, dan mencinta, serta merangkul mereka dengan berbagai cara dan jenis keterampilan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam karya pendidikan, KSFL berusaha untuk mendampingi dan mengembangkan orang-orang muda untuk mempersiapkan masa depannya. (Konst KSFL, 1999: 81). Kehadiran KSFL, melalui karya pendidikan berusaha untuk menghadirkan iman Kristiani bagi anak-anak didik. Karya pelayanan pendidikan harus mampu menghantar orang-orang muda kepada pematangan dan pendewasaan diri dalam ilmu pengetahuan dan penghayatan hidup.

(54)

Kongregasi berada. (Statuta KSFL, 1999: 66c). Tugas perutusan KSFL dalam karya kerasulan parokial, berupa pendalaman iman, kerasulan keluarga, rumah jompo, dan mempersiapkan orang yang ingin mengenal Kristus secara lebih dekat, dan dalam bidang liturgi. Untuk mendukung karya pelayanan ini, KSFL berusaha untuk kerjasama dengan Pastor paroki sebagai gembala umat di tempat tersebut. Kerjasama yang baik dengan pihak paroki akan sungguh mendukung karya pelayanan kepada umat. Menjadi religius secara khusus sebagai pengikut Santo Fransiskus, haruslah berusaha untuk menjadi saudara bagi semua orang. Oleh karena itu kehadiran Kongregasi harus siap untuk terlibat, dan bersedia untuk memberikan diri bagi karya pelayanan sosial.

Adapun karya pelayanan sosial kongregasi KSFL adalah sebagai berikut: pelayanan kesehatan di daerah pelosok-pelosok, memperhatikan dan membantu orang-orang miskin, memperhatikan dan merangkul anak-anak yang berkebutuhan khusus (SLB-c). Bentuk dan kegiatan karya sosial tersebut tergantung dengan keadaan tempat dimana Kongregasi berada. Kongregasi KSFL adalah kongregasi aktif, maka hendaknya sungguh-sungguh memberikan perhatian pada karya pelayanan yang sepenuhnya dan berpihak pada orang-orang yang lemah, miskin, dan tersingkir. Konst KSFL. 1999 : 7 mengatakan sebagai berikut:

(55)

hendaknya selalu terarah untuk menciptakan damai dan persaudaraan di antara manusia dalam Kristus. Kesiapsediaan dalam karya pelayanan adalah modal utama untuk melaksanakan cinta kasih, perhatian dan kebaikan kepada semua orang demi terwujudnya Kerajaan Surga di dunia pada zaman sekarang. Dengan pelayanan yang tulus, maka semakin banyak orang yang mengalami kebaikan dan kehadiran Tuhan di dunia ini. Dengan demikian, akan semakin banyak juga orang yang semakin menghayati imannya dan dapat memaknai peristiwa hidup dengan iman, harap, dan kasih.

3. Pokok-pokok penting Spiritualitas Pelayanan KSFL berinspirasikan Santo Frasiskus Assisi  

Santo Fransiskus sungguh mengakui dan mengatakan bahwa semua orang adalah saudara dan rahmat yang dianugerahkan Tuhan bagi setiap orang.

“Dalam komunitas hendaknya kita tak henti-hentinya berusaha untuk mengosongkan diri dan membangun komunitas yang saling mencintai. Karena itu dari masing-masing saudara dituntut sikap rendah hati, sederhana, dan rela sedia menolong dan melayani setiap saudara dalam semua aspek kehidupannya” (Konst KSFL, 1999: 52 ).

(56)

dirasakan oleh setiap anggota, maka akan sangat membantu dan memudahkan karya pelayanan.

Suasana persaudaraan dan damai yang dialami setiap anggota dalam komunitas, dengan sendirinya akan terbawa dan terpancar ke luar komunitas yakni orang-orang yang dilayani juga akan merasakan damai. Karena suasana persaudaraan dan damai sudah menjiwai hidup seseorang, maka semua orang menjadi saudara, bahkan alampun menjadi saudara seperti teladan hidup Santo Frasnsiskus Assisi. Seperti halnya dengan Santo Fransiskus Assisi, ketika bertemu dengan orang kusta. Fransiskus menyebut si kusta menjadi saudara, sehingga dia sanggup mendekati, merangkul, dan bahkan mencium orang kusta tersebuat. Dengan adanya pengosongan diri, sehingga Santo Fransiskus sanggup melakukannya. Demikian halnya juga Ibu pendiri, sungguh mengosongkan diri demi kebutuhan dan karya pelayanan terhadap sesama.

(57)

Pelayanan menjadi ungkapan cinta kepada Kristus melalui kerelaan dan dengan kerendahan hati melayani orang-orang yang lemah dan menderita. Pelayanan dalam semangat santo Fransiskus Assisi yakni pelayanan yang didasarkan pada semangat kerendahan hati (Konst KSFL, 1999: 92). Karya pelayanan juga merupakan pengabdian penuh kepada Tuhan, Gereja, dan sesama. Maka seluruh karya pelayanan Kongregasi KSFL adalah sebagai pengabdian yang tulus dan dengan penuh rendah hati. Dalam pelaksanaan karya pelayanan, maka KSFL berusaha untuk menghidupi kharisma pendiri yakni pengosongan diri serendah-rendahnya seperti Yesus yang mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba sampai wafat di salib (Konst KSFL, 1999: xvii). Pelayanan para suster sehari-hari di dalam komunitas maupun di luar komunitas adalah sebagai pengabdian kepada Tuhan.

“Hendaklah para saudara tetap ingat bahwa kita sebagai seorang fransiskan pengikut Yesus Kristus yang mengosongkan dan menghampakan diri, tidak gila hormat dan mencari kekuasaan, melainkan tetap terarah kepada pengabdian dan kesejahteraan semua orang” (Konst KSFL, 1999 : 89).

(58)

Santo Fransiskus memberikan teladan kerendahan hati yang merupakan ciri sebagai hamba Tuhan. Fransiskus yakin bahwa Tuhan yang rendah sudi hadir menjelma dalam diri Kristus. Kerendahan hati Allah diwujudnyatakan dalam hidup manusia. Sikap kerendahan hati Santo Fransiskus sehari-hari diwujudnyatakan dalam perbuatan hidupnya sehari-hari. Teladan kerendahan hatinya, diwariskan kepada para pengikutnya. Konstitusi KSFL juga mengatakan bahwa: komunitas adalah sebagai lahan subur untuk mewujudkan sikap kerendahan hati. Kongregasi KSFL berusaha untuk meneladan Yesus yang mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba sampai wafat di salib. Maka sebagai murid Kristus harus berusaha untuk menghidupi kerendahan hati. Kerendahan hati Kristus sangat jelas kita lihat pada pengosongan dan penghampaan diri-Nya meskipun Dia sebagai anak Allah. Yesus taat samapai mati, oleh sebab itulah Allah meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama. Yesus Kristus adalah Tuhan (Filipi 2:5-11).

(59)

berarti ada kerelaan untuk mendahulukan kepentingan orang lain demi keselamatan dan kebahagiaan sesama.

Kesederhanaan akan menjadi bagian dari hidup harian kita, apabila selalu berusaha untuk menjalin relasi dengan Tuhan. Maka kesederhanaan akan membuahkan: kejujuran, kelembutan hati, kerendahan hati, kegembiraan rohani, dan kebaikan kepada sesama. Muder Lusia Dierckx sungguh menghidupi semangat kesederhanaan dan dedikasi yang tinggi dalam usaha melayani orang-orang kecil, dan menderita. Kesederhanaan dan ketekunan Muder Lusia Dierckx, untuk menghidupi kesederhanaan dalam hidup hariannya sebagai jalan untuk mengikuti Kristus yang tersalib. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk bermegah dalam karya pelayanan dan pengabdian kepada Tuhan.

(60)

dipandang hina, di tengah orang miskin dan lemah, orang sakit dan orang kusta (Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus Assisi art, 21).

Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanannya selalu menghidupi kesederhanan. Hal ini sangat nyata dalam karya pelayanannya, yang selalu memulainya dari hal-hal kecil, biasa, dan sederhana. Salah satu karya pelayanannya yang sangat sederhana yakni: menyapa dan melayani para saudaranya di komunitas. Selain hal ini juga, Fransiskus menyebut semua ciptaan Tuhan sebagai saudara, dan mengajak semua ciptaan Tuhan untuk memuji dan bersyukur kepada Tuhan sebagai Sang pencipta dan pemelihara hidup (Syukur, 2006: 57). Muder Lusia Dierkcx juga sebagai pengikut Santo Fransiskus Assisi, berusaha menghidupi teladan hidup Santo Fransiskus. Hal ini diwujudnyatakan melalui teladan hidupnya yang hidup miskin, rendah hati, dan bersaudara dalam pertobatan yang terus-menerus. Salah satu hal yang sangat menonjol dalam hidupnya adalah beliau mempunyai pengetahuan yang dalam terhadap pribadi manusia (Eddy, 2009: 167).  

(61)

dan menjadi teladan serta cara hidupnya untuk membangun hidup dalam komunitas dan dalam karya pelayanan. Hal ini jugalah yang menunjukkan bahwa Muder Lusia Dierkcx hidup untuk Tuhan dan sesama bukan untuk dirinya sendiri. (Konst KSFL, 1999: xvii).

(62)

BAB III

ARAHAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PELAYANAN BERDASARKAN KONSTITUSI, KAPITEL - KAPITEL DAN DOKUMEN GEREJA DEMI KESAKSIAN HIDUP INJILI

Dalam Bab II, sudah dibahas mengenai Spiritualitas pelayanan. Maka dalam Bab III ini, penulis akan melihat dan membahas mengenai arahan penghayatan spiritualitas pelayanan berdasarkan Konstitusi, kapitel, dan juga Dokumen Gereja. Uraian ini terbatas pada penegasan Konstitusi tentang perlunya Visi, Misi, dan Fokus pelayanan para suster KSFL dalam gerak pelayanan sebagaimana yang diharapkan oleh Gereja dan akhirnya menjadi kesaksian hidup Injili para suster KSFL, meski ditandai oleh pergumulan yang terus-menerus.

A. Gerakan dari Awal Berdirinya KSFL 1. Seruan dan Jeritan Kemanusiaan

(63)

asuhan, pemeliharaan orang miskin, anak-anak putus sekolah, lanjut usia, orang sakit, dan pelayanan pastoral lainnya sesuai dengan kebutuhan di paroki saat itu.

Pemimpin Kongregasi di Breda, (Muder Theresia Saelmaekers) menanggapi permohonan itu secara positif. Dalam waktu singkat, kelompok pertama siap diutus. Seperti St. Paulus dalam suratnya mengatakan, “Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya” (bdk 1 Kor 9:22), demikian mereka juga merelakan diri hadir dan mulai melayani di Rotterdam. Pemimpin Kongregasi di Breda mengutus tiga suster sebagai pionir ke Rotterdam pada tanggal 29 November 1841, yaitu: Sr. Lucia Dierckx dari St. Theresia (Anna Cornelia Dierckx) dari Meersel - Belgia, Sr. Benedikta van Gastel dari Santo Aloysius (Yakomyne van Gastel) dari Etten, Sr. Dominika van Wert dari St, Fransiskus (Elisabeth van Wert) dari Bergen op Zoom. Pada awalnya, ketiga suster dan bersama mereka yang dirawat menempati rumah keluarga di dekat gereja. Seorang pastor kapelan yaitu Pater Albertus van Meurs menjadi pemimpin rohani mereka yang tinggal dekat rumah itu. Mereka mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja tetapi mereka juga masih membuat tempat khusus di rumah untuk devosi yang di dalamnya ada altar kecil dan kandelar. Rumah itu sangat sempit karena disitu juga dirawat orang sakit, baik perempuan maupun laki-laki.

(64)

suster lagi, yaitu: Sr. Viktoria, Sr. Emmanuela, dan Sr. Roosa. Kehadiran dan pelayanan para suster sungguh menjawab kebutuhan masyarakat. Tahun 1842, jumlah orang yang dilayani terus bertambah, tetapi tidak sesuai lagi dengan kapasitas rumah tempat mereka memberikan pelayanan. (Eddy, 2009: 139-141).

Kemudian mereka mencari tempat yang lebih luas. November 1842 komunitas beserta semua orang sakit dipindahkan ke rumah anak yatim piatu yang terletak di Schiedamse Dijk. Ketika suster dari Gasthuis Breda tiba di Rotterdam, di sana sudah ada panti asuhan yang diurus oleh satu keluarga. Pada awalnya keluarga dan para suster bekerja sama mengelola panti tersebut. Jumlah anak yang mereka layani terus bertambah (lebih dari seratus orang), hal ini sangat berat dan suatu beban berat yang diurus oleh keluarga sebagai penanggungjawab panti. Maka panti diserahkan kepada Paroki, kemudian Paroki menyerahkan sepenuhnya panti asuhan di Schiedamse Dijk, yang disebut “Leewenstraat Weeshuis”, kepada para suster.

(65)

para suster hidup miskin dan sederhana tetapi penuh iman menyerahkan diri ke tangan Allah dan percaya pada Penyelenggaraan Illahi (Eddy, 2009: 141-142).

Dengan melihat semua peristiwa yang sudah disebutkan di atas, maka KSFL perlu terus-menerus tanpa kenal lelah untuk mendengarkan jeritan kemanusiaan yakni melihat, memperhatikan, dan merangkul orang-orang kecil, sederhana, miskin, dan tersingkir dengan pelayanan yang tulus dan rendah hati. Dengan pengikraran nasehat-nasehat Injil, KSFL membaktikan seluruh hidup untuk pewartaan Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan demi pelimpahan Rahmat. Dengan demikian hendaknya setiap saudara mewujudkan semangat injil ini dalam pelbagai jenis karya dan pelayanan di dalam dan di luar komunitas (Konst KSFL, 1999: 90).

2. Lusia Dierckx

(66)

Kenangan akan beliau tetap merupakan berkat. Nasehatnya tetap bergema “tak ada sesuatu yang mendorong manusia lebih kepada hidup beriman daripada teladan mereka yang menjadi abdi Kristus; sebaliknya hidup jahat seorang religius adalah sumber kedukaan bagi Gereja, hinaan bagi Kristus dan merugikan Kongregasi” (Agnes, 1999: xiv). Muder Lusia yang selama hidupnya begitu gigih dalam pengabdian diperkenankan Tuhan memasuki bangsal surgawi 21 April 1867 dalam usia 55 tahun. Miskin dan rendah hati di dunia, penuh kekayaan dan kebesaran masuk surga. Kalimat ini dikenakan kepada Bapa St. Fransiskus dan itu juga terwujud dalam diri Muder Lusia. Pada gambar peringatannya terdapat teks dari Amsal 31: 20 ”tangannya ia buka bagi mereka yang berkekurangan dan diulurkan kepada yang miskin”. Muder Lusia mengabdikan diri dengan semangat “Semuanya untuk semua”. Semangat ini jugalah yang diwariskan dan menjadi semboyan yang diperjuangkan kongregasinya. Muder Lusia adalah abdi Kristus yang membuat seluruh dirinya hanya untuk Tuhan. Hidupnya yang sederhana dan rendah hati membuat dia akrab dengan semua yang dijumpainya. Muder Lusia sebagai ibu mempunyai keunikan tersendiri dalam menjalin relasi yang akrab dan mendalam dengan setiap orang. Kebijaksanaan dan ketulusan hati merupakan kekayaan pribadi yang menghiasi hidup beliau, sehingga banyak orang mengenangnya (Eddy, 2009: 163-164).

(67)

gerak pelayanannya sungguh memberikan seluruh hidupnya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Maka semua anggota Muder Lusia diharapkan untuk menghidupi dan mewujudnyatakan dalam pelayanan Kharisma KSFL, yakni: “Yesus yang mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba sampai wafat di salib” (Konst KSFL, 1999: xvii).

3. Berdirinya KSFL Secara Kanonik

Tanggal 4 Juli 1844 dua postulan dari Rotterdam dikirim kembali oleh Pimpinan di Breda ke Rotterdam untuk memulai novisiatnya di bawah Pimpinan Muder Lusia Dierckx. Maka ditetapkanlah berdirinya Kongregasi baru di Rotterdam pada tanggal 15 Oktober 1847, di mana kedua postulan yang pertama diterima menjadi novis di bawah bimbingan Muder Lusia Diereckx. Kemudian tahun 1848 Pimpinan yang baru diangkat resmi oleh Pater van der Beek Propinsial OFM. Ketiga suster Gathuiszuzter membentuk Kongregasi Baru dengan nama resmi : Kongregasi Peniten-Rekolektin Ordo III Religius dari St. Fransiskus yang berpusat di Sint Lusia Gesticht Rotterdam (Agnes, 1999: xii).

(68)

Lusia Dierckx benar-benar ”Yang Terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar” (Lk 9.48). Kesederhanaan dan ketekunannya menjadi proses penggerak dalam Kongregasi yang sedang berkembang. Pada tahun 1850 diutus suster ke Propinsi Friesland membantu Pater Fransiskan untuk karya kerasulan. Dalam bimbingan Muder Lusia, Kongregasi berkembang bukan hanya di kota Rotterdam melainkan juga ke kota lainnya (Agnes, 1999: xiii).

Sebelum Muder Lusia meninggal, Pater van der Mazen menyerahkan Kongregasi secara resmi di bawah yuridiksi Uskup Haarlem November 1862. 1 November 1869, Konstitusi disahkan oleh Uskup Haarlem; nama Rekolektin tidak dipakai lagi mengingat tuntutan karya dan cara hidup mengalami pergeseran. Tahun 1901 Konstitusi dibaharui lagi dan disahkan. Karena Biara Pusat di Coolsingel tidak cukup besar untuk para calon dan keramaian kota terus bertambah maka dicarilah lokasi baru untuk Novisiat dan pusat Kongregasi. Akhirnya dibeli Biara Suster Hati Kudus dari Perancis di Bennebroek. Tanggal 1 Agustus 1919 Novisiat pindah ke Bennebroek dan 1 Mei 1920 Biara St. Lusia diberkati dan diresmikan sebagai Pusat Biara Suster Fransiskan St. Lusia. Sejak itu disebut “Suster Fransiskan dari Bennebroek atau Suster-Suster dari Santa Lusia”.

(69)

adalah: siap sedia mewartakan Kerajaan Allah demi keselamatan manusia; saudara bagi semua orang yang kita jumpai. Sebagai motto hidup Kongregasi KSFL sejak awal sampai sekarang adalah “SEMUANYA UNTUK SEMUA”. (Agnes, 1999: xvii).

4. Jiwa dan Semangat KSFL.

Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) adalah salah satu tarekat Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus Assisi. Pada awal berdirinya Kongregasi ini berada di bawah pimpinan Muder Lusia Dierckx dan dipercayakan pada perlindungan Santa Lusia (Eddy, 2009: 139).

Muder Lusia melayani dengan tulus iklas, tidak kenal lelah, dan bersedia melayani dengan penuh cinta siapa saja tanpa membeda-bedakan. Karya yang ditangani para suster semakin berkembang. Para suster juga diminta memberi pelajaran umum, antara lain: Ilmu Bumi, Sejarah, Ilmu Alam, dan Bernyanyi. Karena mereka belum memiliki ijazah untuk itu, pelajaran umum tersebut dipercayakan kepada guru awam. Para suster juga perlu memikirkan biaya hidup harian mereka. Maka mereka berusaha bekerja sama dengan anak panti asuhan menjahit untuk toko-toko dan keluarga-keluarga, juga pekerjaan tangan, dan memohon sedekah. Keadaan sulit di atas mengakibatkan para suster hidup miskin dan sederhana tetapi penuh iman menyerahkan diri ke tangan Allah dan percaya pada penyelenggaraan Illahi.

(70)

Melalui cara hidupnya yang memberikan perhatian besar pada pelayanan di bidang pendidikan/pembinaan kaum muda, memelihara dan merawat orang sakit, lanjut usia, serta orang lemah dan menderita. Muder Lusia dalam pelayanannya sungguh mewujudkan kasih, damai, dan kegembiraan bagi sesama. Dia mengatakan bahwa pelayanan yang dia lakukan adalah bagian dari imannya akan Kristus. Ini jugalah yang selalu ditekankannya kepada semua saudarinya. Sebagai pengikut Santo Fransiskus, mereka juga berusaha menghidupi pola hidup Santo Fransiskus yang hidup dalam ketaatan dalam kemurnian dan tanpa milik. Selain hal ini, mereka juga berusaha hidup rendah hati, sederhana, dan bersaudara dengan segenap ciptaan dalam pertobatan terus-menerus (Eddy, 2009: 154). Dalam seluruh gerak pelayanan, Ibu pendiri sangat memperhatikan dan memelihara hidup rohani sebagai religius yakni tetap mengutamakan hidup doa dan menjalin relasi yang intim dengan Tuhan.

“Muder Lusia dalam suratnya mengatakan demikian: ”Tak ada yang mendorong manusia lebih kepada hidup beriman daripada teladan mereka yang menjadi abdi Kristus. Dan juga sebaliknya, tiada sesuatu pun lebih merugikan Kongregasi, menyedihkan Gereja, dan menghina Kristus daripada contoh buruk yang diberikan oleh seorang religius. Arahkanlah hatimu selalu pada panggilanmu, kenangkanlah selalu apa yang sudah kamu janjikan kepada Allah dan atasanmu. Apa yang kita janjikan di dunia tercatat di surga” (Eddy, 2009: 161).

5. Visi dan Misi KSFL

(71)

awal menjadi ciri khas dan mewarnai seluruh hidup dan gerak pelayanan anggota KSFL. Adapun Visi dan Misi KSFL dari pendiri dan gerak awal adalah: Siap sedia mewartakan Kerajaan Allah demi keselamatan manusia; saudara bagi semua orang yang kita jumpai (Konst KSFL, 1999: xvii).

B. Visi dan Misi KSFL dalam Gerak Pelayanan Rasuli Sekarang

Setiap lembaga tentu saja mempunyai visi dan misi yang mendasari kegiatan yang hendak dilakukan dan dicapai oleh lembaga tersebut. Visi merupakan penglihatan ke depan yang memberi arah pada sikap dan tindakan kita selama ini (Banawiratma, 1990: 58). Visi merupakan keadaan yang belum tercapai yang menjadi tujuan dan sedang dijalani dengan segala perjuangan dan pengorbanan. Visi selalu menumbuhkan pengharapan, maka visi bisa menjadi motivasi dan daya dorong dalam sikap pelayanan. Visi yang jelas mengikatkan diri kita pada suatu masa depan yang jelas, dan dengan adanya visi yang jelas semua energi dan sumber daya yang ada diarahkan secara efisien untuk mencapainya (Anthony Martin, 2006: 95).

1. Visi KSFL dalam Gerak Pelayanan

(72)

hati, kesederhanaan dan persaudaraan untuk mewujudkan Kerajaan Allah (Konst KSFL, 1999: 5).

Kehadiran para suster KSFL di tengah umat hendaknya berusaha untuk membawa kabar gembira, saksi setia dan sukacita bagi semua orang. Membawa kabar gembira dan sukacita bagi semua orang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi penuh dengan pengorbanan dan perjuangan. Pelayanan para suster KSFL adalah “semuanya untuk semua”. Maksudnya adalah dalam gerak pelayanan hendaknya memberikan pelayanan dengan semaksimal mungkin bagi semua orang tanpa terkecuali, secara khusus mereka yang tersingkir, miskin, dan menderita. Apapun yang dimiliki hendaknya rela memberikan dan membagikannya demi kepentingan sesama dan keselamatan banyak orang.

Referensi

Dokumen terkait