• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA) TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA) TAHUN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

R

R

A

A

N

N

C

C

A

A

N

N

G

G

A

A

N

N

K

K

E

E

B

B

I

I

J

J

A

A

K

K

A

A

N

N

U

U

M

M

U

U

M

M

A

A

P

P

B

B

D

D

(

(

K

K

U

U

A

A

)

)

TAHUN 2017

PEMERINTAH

KABUPATEN KUTAI TIMUR

(2)

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) ... I-1 1.2 Tujuan Penyusunan KUA ... I-2 1.3 Dasar Hukum Penyusunan KUA ... I-3

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah

Pada Tahun Sebelumnya ... II-1 2.2 Rencana Target Ekonomi Makro Tahun 2017... II-9 2.2.1 Tantangan Perekonomian Daerah Tahun 2017 ... II-9 2.2.2 Prospek Perekonomian Daerah tahun 2017 ... II-16

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

3.1 Asumsi Dasar Yang Digunakan Dalam APBN ... III-1 3.2 Laju Inflasi ... III-3 3.3 Perkembangan PDRB dan Struktur Ekonomi ... III-6 3.4 Lain-lain Asumsi ... III-16

(3)

iii

BAB IV KEBIJAKAN PENDAPATAN, PEMBELANJAAN DAN PEMBIAYAAN DAERAH 4.1 Pendapatan Daerah ... IV-2

4.1.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah

Tahun Anggaran 2017 ... IV-3 4.1.2 Target Pendapatan Daerah Meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD),

Dana Perimbangan Dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah . IV-9 4.1.3 Upaya-upaya Pemerintah Daerah dalam mencapai target ... IV-15

4.2 Belanja Daerah ... IV-16 4.2.1 Kebijakan Terkait Dengan Perencanaan Belanja Daerah

Meliputi Total Pekiraan Belanja Daerah ... IV-18 4.2.2 Kebijakan Belanja Pegawai, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial,

Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan

Dan Belanja Tidak Terduga... IV-24 4.2.3 Kebijakan Pembangunan Daerah, Kendala Yang Dihadapi,

Strategi Dan Prioritas Pembangunan Daerah Yang Disusun Secara Terintegrasi Dengan Kebijakan Dan Prioritas

Pembangunan Nasional Yang Akan Dilaksanakan Di Daerah ... IV-31 4.2.4 Kebijakan belanja berdasarkan urusan pemerintahan daerah

Dan SKPD ... IV-65 A. Urusan Wajib ... IV-66 B. Urusan Pilihan ... IV-77 4.3 Pembiayaan Daerah ... IV-80 4.3.1 Kebijakan penerimaan pembiayaan... IV-81 4.3.2 Kebijakan pengeluaran pembiayaan ... IV-81

BAB V PENUTUP

(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkembangan Capaian Indikator Kinerja

Utama... II-2 Tabel 2.2 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015

... II-5 Tabel 2.3 Perkembangan Indikator Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten

Kutai Timur Tahun 2011-2015... II-6 Tabel 2.4 Tingkat Pengangguran, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015... ... II-7 Tabel 2.5 PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Timur Tahun

2011-2015... ... II-8 Tabel 2.6 Nilai Sektor dalam PDRB ADHB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2016

(dalam juta rupiah)... ... II-16 Tabel 2.7 Perkembangan Capaian dan Target Beberapa Indikator Kinerja Utama

Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012-2017 .... ... II-18 Tabel 3.1 Asumsi-asumsi Makro Ekonomi Dalam Penyusunan RAPBN

Tahun 2017... III-1 Tabel 3.2 Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai

Timur Tahun 2011-2015... III-8 Tabel 3.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2011-2015 (juta rupiah)... III-12 Tabel 3.4 PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Timur Tahun

2011-2015 (rupiah)... III-14 Tabel 4.1 Realisasi dan Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2012-2016………...……….……. IV-8 Tabel 4.2 Proyeksi dan Kontribusi Pendapatan Daerah Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2017 ...…….……...……….……. IV-10

Tabel 4.3 Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Kutai Timur

(5)

v

Tabel 4.4 Proyeksi dan Komposisi Belanja Daerah Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2017………...……….………. IV-23

Tabel 4.5 Masalah dan Isu Strategis Bidang Sosial Budaya………... IV-38 Tabel 4.6 Masalah dan Isu Strategis Bidang Sarana dan Prasarana………... IV-42 Tabel 4.7 Masalah dan Isu Strategis Bidang Ekonomi...………... IV-48 Tabel 4.8 Masalah dan Isu Strategis Bidang Pemerintahan...………... IV-49 Tabel 4.9 Keterpaduan Prioritas Pembangunan Pemerintah, Provinsi Kalimantan

Timur dan Kabupaten Kutai Timur Tahun 2017.………... IV-52 Tabel 4.10 Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2013-2017………...………. IV-83 Tabel 4.11 Proyeksi Kerangka Pendanaan Daerah Kabupaten Kutai Timur

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 (%) ... II-3 Gambar 2.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2014 ... II-4 Gambar 2.2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010-2014 ... II-4 Gambar 2.3 Rata-Rata Distribusi PDRB ADHB Dengan Migas Dan Batubara

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 ... II-5 Gambar 2.4 Rata-Rata Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Migas

Dan Batubara Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 ... II-6 Gambar 2.5 PDRB Per Kapita Kabupaten Kutai Timur Tahun 2010-2014 ... II-8 Gambar 2.6 Pendapatan Regional Per Kapita Kabupaten Kutai Timur 2010-2014 ... II-9 Gambar 3.1 Inflasi Bulanan Kalimantan Timur dan Nasional Bulan Mei 2015-Mei 2016 III-4 Gambar 3.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2014 ... III-9 Gambar 3.3 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010-2014 ... III-10 Gambar 3.4 Rata-Rata Distribusi PDRB ADHB Dengan Migas dan Batubara Menurut

Lapangan Usaha Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 ... III-13 Gambar 3.5 PDRB Perkapita ADHB Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 ... III-15 Gambar 4.1 Komposisi Belanja Langsung dan Tidak Langsung Tahun 2017. ... .IV-24

(7)

Bab I Pendahuluan 1-1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)

Kebijakan Umum APBD (KUA) disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah ditetapkan Kepala Daerah. Hal tersebut untuk menjaga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran. KUA merupakan dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun dengan mempertimbangkan asumsi dasar yang digunakan dalam APBN, laju inflasi, pertumbuhan PDRB serta memperhatikan isu strategis dan prioritas pembangunan tahun berkenaan.

Dalam menyusun KUA Tahun 2017 terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu KUA tahun sebelumnya, perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Kutai Timur, serta ketersediaan anggaran guna mencapai tujuan pembangunan jangka menengah maupun jangka panjang. Selain itu, KUA Tahun 2017 harus mempertahankan sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017 bahwa prinsip penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017 diantaranya: 1) sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; 2) tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan kepatutan dan manfaat untuk masyarakat; 3) tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 4) transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang APBD; 5)

(8)

Bab I Pendahuluan 1-2 kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.

Sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah lebih lanjut dituangkan dalam rancangan KUA dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2017. KUA dan PPAS pemerintah provinsi Tahun 2017 berpedoman pada RKPD provinsi Tahun 2017 yang telah disinkronisasikan dengan RKP Tahun 2017, sedangkan KUA dan PPAS Pemerintah Kabupaten Kutai Timur berpedoman pada RKPD Kabupaten Kutai Timur Tahun 2017 yang telah disinkronisasikan dengan RKP Tahun 2017

dan RKPD provinsi Tahun 2017. Hasil sinkronisasi kebijakan tersebut

dicantumkan pada PPAS.

1.2. Tujuan Penyusunan KUA

Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017 bertujuan: 1. Menjadi acuan penyusunan dan penetapan APBD Kabupaten Kutai Timur

Tahun Anggaran 2017;

2. Mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017;

3. Mengefektifkan dan mengefisienkan implementasi program dan kegiatan pembangunan Kabupaten Kutai Timur pada Tahun 2017;

4. Menjaga konsistensi supaya kebijakan pembangunan Tahun Anggaran 2017 yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur sejalan dengan proses perencanaan tahunan daerah (RKPD) Tahun 2017;

5. Memediasi koordinasi antara eksekutif dan legislatif Kabupaten Kutai Timur agar penyusunan perencanaan anggaran transparan dan akuntabel.

(9)

Bab I Pendahuluan 1-3 1.3. Dasar Hukum Penyusunan KUA

Berikut adalah dasar hukum penyusunan KUA Kabupaten Kutai Timur Tahun Anggaran 2017:

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);

5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah ketiga kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 108 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);

6. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

8. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,

(10)

Bab I Pendahuluan 1-4 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembar Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 19);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah; 15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2008 Tentang

Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

(11)

Bab I Pendahuluan 1-5 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah;

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 Tentang

Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017;

23. Peraturan Bupati Kutai Timur Nomor ... Tahun 2016 Tentang Rencana

(12)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-1

BAB II

KERANGKA EKONOMI

MAKRO DAERAH

Tahap proses pelaksanaan pembangunan daerah meliputi perencanaan, penganggaran, dan evaluasi. Aspek evaluasi pembangunan merupakan aspek penting dalam perencanaan pembangunan pada periode berikutnya. Artinya, dalam membuat kebijakan pembangunan pada tahun 2017 perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja pembangunan daerah pada tahun sebelumnya, khususnya evaluasi terhadap indikator makro ekonomi daerah. Indikator makro yang dievaluasi khususnya meliputi perkembangan PDRB, PDRB Per Kapita, struktur sektor ekonomi, inflasi, ketenagakerjaan, kemiskinan dan lain sebagainya. Hasil evaluasi dan identifikasi permasalahan serta tantangan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal pada tahun sebelumnya menjadi salah satu dasar dalam menentukan isu-isu yang akan dihadapi pada tahun 2017 yang kemudian dirumuskan menjadi kebijakan prioritas pembangunan.

Kerangka ekonomi makro daerah tahun anggaran 2017 disusun berdasarkan kondisi umum perekonomian, masalah yang masih harus diselesaikan, tantangan yang harus dihadapi, serta tujuan yang ingin dicapai Kabupaten Kutai Timur dalam periode satu tahun mendatang. Pada tahun Anggaran 2017 merupakan bagian dari pelaksanaan tahun ke-2 RPJMD Kabupaten Kutai Timur tahun 2016-2021.

2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah Pada Tahun Sebelumnya

Gambaran umum perkembangan ekonomi makro Kabupaten Kutai Timur dapat ditinjau dari beberapa indikator kinerja utama diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, indeks pembangunan manusia, pengangguran terbuka, dan PDRB per kapita. Gambaran perkembangan ekonomi makro Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 menjadi salah satu dasar dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur pada tahun

(13)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-2 2011-2015 dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 2.1

Perkembangan Capaian Indikator Kinerja Utama Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015

No Indikator Kinerja Capaian

2011 2012 2013 2014 2015

1 Pertumbuhan Ekonomi (%) 17,58 11,54 4.10 3,55 3,71

2 Persentase Angka Kemiskinan

(%) 6.37 6.12 9,06 8,86 8,67

3 Indeks Pembangunan Manusia* 74,87 68,71 69,79 70,39 70,82 4 Tingkat Pengangguran Terbuka

(%) 4.,95 3.90 3,11 1.28 1,04

5 PDRB Perkapita (juta rupiah) 258.09 275.40 274.41 272,30 270,86 Sumber: - Profil Kabupaten Kutai Timur 2015

Keterangan:

*) Angka Penghitungan dengan menggunakan metode Baru BPS Prov. Kalimantan Timur

a) Pertumbuhan Ekonomi

PDRB merupakan salah satu indikator makro yang dapat digunakan sebagai parameter prestasi ekonomi suatu wilayah serta dapat pula menggambarkan

kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumber daya alam beserta faktor

produksinya. Kemampuan ini tercermin pada besaran nilai tambah bruto, pada tiap-tiap sektornya. Secara umum data PDRB disajikan berdasarkan atas harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya. PDRB atas dasar berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi ketersediaan sumber daya alam, kualitas sumber daya menusia, perubahan teknologi, kewirausahaan dan kecukupan modal. Sedangkan faktor eksternal diantaranya dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI

(14)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-3 perkembangan situasi perekonomian global. Dalam sistem ekonomi terbuka saat ini, pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja internal saja (perekonomian wilayah Kutai Timur), namun juga ditentukan kinerja ekonomi eksternal. Sebagaimana ketika perekonomian global bergejolak pada beberapa tahun terakhir ini, maka akan berimbas pada seluruh wilayah, termasuk diantaranya adalah Kabupaten Kutai Timur.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur sangat dipengaruhi oleh kegiatan dan komoditi pertambangan khususnya batubara (sub sektor pertambangan non migas) yang kontribusinya rata-rata 2011-2015 mencapai rata-rata 83,76 persen dari keseluruhan PDRB. Komoditi batubara menjadi andalan kabupaten ini karena produksi dari kegiatan di sub sektor tersebut sebagian besar diekspor ke luar negeri, sehingga menempatkan Kabupaten Kutai Timur sebagai salah satu andalan Provinsi Kalimantan Timur dalam mengekspor komoditi non migas khususnya batubara. Namun dalam perkembangan khususnya tahun 2013-2015 menunjukkan terjadi perlambatan karena adanya penurunan produksi akibat melemahnya kondisi ekonomi dunia.

Perkembangan pertumbuhan ekonomi tahun 2011 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015 (%)

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur 2016

2011 2012 2013 2014 2015*

Dengan Migas 17,58 11,54 4,1 3,55 3,71

Tanpa Migas 17,82 11,68 4,13 3,59 3,76

Tanpa Migas &

Batubara 6,79 6,91 4,54 5,73 6,52 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 L a ju Per tum bu ha n Ek onomi

(15)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-4 Sehubungan dengan turunnya harga dan produksi batubara berakibat pada penurunan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur di tahun 2013 secara drastis dibanding tahun 2012. Hal ini memperkuat indikasi tingkat ketergantungan yang tinggi pada migas dan batubara. Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi dengan migas melambat kembali menjadi sebesar 3,55 persen. Kemudian pada tahun 2015 sedikit menguat menjadi sebesar 3,71 persen dibanding tahun 2014. Melambatnnya pertumbuhan ekonomi dalam 3 tahun terakhir disebabkan pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat dan turunnya harga komoditas internasional berdampak signifikan terhadap kinerja sektor ini, khususnya pertambangan nonmigas (batubara).

Dominasi sektor pertambangan dalam perekonomian Kaltim mengakibatkan multiplier

effect terhadap kinerja sektor-sektor ekonomi lainnya.

b) Kemiskinan

Pembangunan adalah proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata. Tingkat kesejahteraan secara ekonomi ditunjukkan dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat yang akan berkorelasi dengan tingkat konsumsi sebagai akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya baik dari segi kinerja perekonomiannya maupun penciptaan pemerataan pembangunan. Upaya tersebut diantaranya mengurangi penduduk miskin dengan meningkatkan tingkat kesejahteraannya.

Kemiskinan merupakan permasalahan utama yang harus dipecahkan. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Oleh karena itu penanggulangan kemiskinan secara sinergis dan sistematis harus dilakukan.

Perkembangan kemiskinan Kabupaten Kutai Timur tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011 sebanyak 27.432 jiwa (6,37 persen), mengalami

(16)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-5 justru mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin secara berturut-turut sebesar 27.200 jiwa (9,06 persen), 27.610 (8,86 persen) dan 27.763 jiwa (8,67 persen).

Perkembangan penduduk miskin Kabupaten Kutai Timur tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2

Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015

Tahun Penduduk Miskin Penduduk Miskin

(Jiwa) (%) (1) (2) (3) 2011 27.432 6,37 2012 24.295 6,12 2013 27.200 9,06 2014 27.610 8,86 2015* 27.763 8,67

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

*) Angka Sementara BAPPEDA Kabupaten Kutai Timur Tahun 2016

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Kabupaten Kutai Timur pada periode 2011-2015 menunjukkan tren tetap bahkan cenderung meningkat. Jumlah penduduk miskin nampak terjadi peningkatan dari 6,37 persen pada tahun 2011 menjadi 8,67 persen pada tahun 2015. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2011 sebesar 17.432 jiwa meningkat dibandingkan dengan penduduk miskin pada tahun 2015 yang berjumlah 27.763 jiwa berdasarkan angka sementara. Artinya, jumlah penduduk miskin naik (2011-2015) sebesar 331 jiwa. Naiknya jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode tahun 2011-2015, perlu upaya yang keras Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan berbagai upaya dan strategi yang dilakukan untuk memberikan konstribusi penurunan kemiskinan dengan meningkatkan ketajaman sasaran program pengentasan kemiskinan.

c) Indikator Pembangunan Manusia

Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, bukan alat dari

(17)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-6 memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur

keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia

(masyarakat/penduduk). IPM adalah indeks komposit hasil agregasi tiga jenis indeks yang masing-masing mewakili dimensi pembangunan manusia, yakni indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks standar hidup. Pada tahun 2015, IPM dihitung dengan menggunakan metode baru.

Perubahan mendasar perhitungan IPM dengan metode baru mencakup penggunaan indikator Harapan Lama Sekolah (HLS) menggantikan indikator Angka Melek Huruf (AMH) dalam perhitungan indeks pendidikan dan penggunaan indikator pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita menggantikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dalam perhitungan indeks standar hidup. Selain merupakan kesepakatan global, metode baru ini diharapkan dapat memotret perkembangan pembangunan manusia dengan lebih tepat. Peningkatan IPM di Kutai Timur mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi yang berimplikasi pada peningkatan kualitas masyarakat baik dari segi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi.

Tabel 2.3

Perkembangan Indikator Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015

Indikator 2011 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Angka harapan hidup (tahun) 72,16 72,23 72,3 72,37 -

2. Harapan Lama Sekolah (tahun) 11,3 11,59 12,12 12,42 12,421) 3. Rata-rata lama sekolah (tahun) 8,12 8,39 8,56 8,6 8,601) 4. Pengeluaran per kapita per tahun

yang disesuaikan (rupiah)

8.801.000 9.049.000 9.297.000 9.484.000 -

IPM 67,73 68,71 69,79 70,39 70,82*

Peringkat Provinsi 6 6 6 6

Peringkat Nasional - - - - -

Sumber: BPS Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015

1) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kutai Timur Tahun 2016 Keterangan: *) Angka sangat sementara Bappeda Kab. Kutai Timur Tahun 2016

IPM Kabupaten Kutai Timur tahun 2014-2015 berdasarkan angka perhitungan metode baru dari BPS Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan terjadinya peningkatan. Pada Tahun 2014 sebesar 70,39 menjadi sebesar 70,82 tahun 2015 berdasarkan

(18)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-7 kinerja perekonomian Kabupaten Kutai Timur yang positif. Apabila dilihat perkembangan komposisi IPM meliputi AHH, pengeluaran per kapita mengalami peningkatan. Sedangkan harapan lama sekolah tetap.

Kenaikan IPM ini diantaranya disebabkan oleh adanya berbagai program pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana lainnya.Keberhasilan program juga tergantung pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana tersebut.

d) Tingkat Pengangguran Terbuka

Salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu daerah dalam hal penanganan pengangguran bila diamati dari sisi ketenagakerjaan adalah dengan melihat tinggi rendahnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pengangguran terbuka adalah mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik (penganggur sukarela) maupun secara terpaksa mereka yang mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan.

Perkembangan kinerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yakni persentase

jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja menunjukkan kinerja yang cukup baik pada tahun 2011 hingga tahun 2015, terjadi penurunan persentase pengangguran terbuka. Secara berurutan sebesar 4,95 persen, 3,90 persen, 3,11 persen, 1,28 persen, dan 1,04 persen.

Tabel 2.4

Tingkat Pengangguran, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015

Indikator Satuan

Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Tingkat partisipasi angkatan kerja

% 70,45 80,20 65,64 70,85 87,61

Tingkat pengangguran terbuka

% 4,95 3,90 3,11 1,28 1,04

Angka pengangguran Jiwa 7.045 5.096 4.729 3.015 2.571

(19)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-8 Timur, menunjukkan meskipun kinerja perekonomian global yang masih belum stabil yang tentunya akan berdampak bagi pembangunan di Kabupaten Kutai Timur terutama dari angkatan kerja sektor pertambangan, namun tidak berdampak signifikan terhadap Kabupaten Kutai Timur. Namun demikian, bukan berarti Kabupaten Kutai Timur aman dari dampak perekonomian global terutama sektor pertambangan batubara. Sehingga Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tetaplah harus mewaspadai dan mengantisipasi dampak-dampak yang mungkin akan terjadi berkaitan dengan sektor tenaga kerja.

e) PDRB Per Kapita

Perkembangan PDRB per kapita yakni nilai PDRB yang dibagi jumlah penduduk dalam suatu wilayah per periode tertentu menunjukkan kinerja yang positif. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu wilayah.

Tabel 2.5

PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011–2015

Tahun Dengan Migas (Rp) Tanpa Migas (Rp) Tanpa Migas dan Batubara (Rp)

2011 258.086.085,00 256.455.723,00 56.471.941,00

2012 275.399.289,00 273.992.568,00 57.759.372,00

2013 a) 274.408.469,00 273.100.145,00 57.797.716,00 2014 b) 272.303.416,00 271.099.328,00 58.561.323,00 2015 c) 270.859.395,00 269.784.238,00 59.829.091,00

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

Keterangan: a) Angka sementara BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

b) Angka sangat sementara BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016 c) Angka Estimasi Bappeda Kabupaten Kutai Timur Tahun 2016

PDRB Per Kapita Kabupaten Kutai Timur selama periode 2011- 2015 yang dihitung berdasarkan tahun dasar 2010 cenderung meningkat meskipun pada tahun 2015 mengalami penurunan menurut angka estimasi. Data PDRB perkapita yang dipisahkan antara PDRB dengan migas dan PDRB tanpa migas dan batubara. PDRB Perkapita Dengan Migas dalam tahun 2015 diestimasikan menurun sebesar Rp1.444.021 dari Rp 272.303.416 pada tahun 2014 menjadi Rp 270.859.395 pada

(20)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-9 Rp271.099.328 menjadi Rp 269.784.238. Disisi lain, PDRB Tanpa Migas dan Batubara meningkat sebesar Rp 1.267.768 dari Rp 58.561.323 pada tahun 2014 menjadi Rp59.829.091 pada tahun 2015.

2.2 Rencana Target Ekonomi Makro Tahun 2017

2.2.1 Tantangan Perekonomian Daerah Tahun 2017

Pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melambat tidak berarti Kabupaten Kutai Timur turut melambat. Kabupaten Kutai Timur harus berupaya untuk mencegah pertumbuhan ekonomi yang melambat seperti yang telah terjadi di tahun 2013. Penentuan upaya harus didasarkan pada tantangan perekonomian yang dihadapi. Berikut adalah identifikasi tantangan perekonomian Kabupaten Kutai Timur tahun 2016 dan 2017:

a. Ketergantungan ekspor SDA (batubara)

Pertambangan dan penggalian masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian Kabupaten Kutai Timur dan bahkan dari tahun ke tahun meningkat persentase kontribusi terhadap PDRB. Pada dasarnya Kabupaten Kutai Timur berpotensi mengembangkan sektor pertanian menjadi sektor unggulan yang diharapkan secara perlahan tapi pasti menggeser kontribusi batubara. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian (agribisnis) dapat diupayakan secara berkesinambungan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif agar menjadi tumpuan setelah sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Kutai Timur. Hasil pertanian pangan diprioritaskan untuk penguatan ketahanan pangan sedangkan hasil pertanian non pangan (perkebunan) tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan lokal namun juga untuk kebutuhan nasional dan internasional. Hasil pertanian pada tahun 2014-2015 menunjukkan perkembangan yang cukup stabil dalam mendukung ketersediaan pangan khususnya padi sebagai pangan utama. Pada tahun 2015 produksi padi meningkat menjadi 43.592 ton dibanding tahun 2014 sebesar 43.592, sementara luas lahan tanam padi mengalami penyusutan dari 12.414 ha tahun 2014 menjadi 11.877 ha pada tahun 2015.

(21)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-10 komoditi unggulan pada tahun 2014-2015 berdasarkan jumlah produksinya. Luas lahan kelapa sawit dari tahun 2014-2015 bertambah seluas 2.380,26 Ha, sementara berdasarkan data sementara hingga oktober 2015 terjadi penurunan drastis dari 5,2 juta ton tahun 2014 menjadi 2,9 juta ton tahun 2015. Luas lahan kakao tahun 2015 menurun menjadi 4.453,65 ha dari 4,472,65,65 ha di tahun 2014. Demikian juga data hingga oktober 2015 menunjukkan penurunan produksi dari 2.522,53 ton tahun 2014 menjadi 683,18 ton pada tahun 2015. Sementara itu, luas lahan aren mengalami peningkatan dari 270,80 ha tahun 2014 menjadi 282,80 ha pada tahun 2015. Sedangkan produksi juga menurun dari 2.489,68 ton tahun 2014 menjadi 632,93 ton tahun 2015. Oleh karena itu, karena masih belum stabilnya produksi dari subsektor pangan dan perkebunan mengharuskan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menetapkan strategi dan kebijakan yang kuat terkait dengan pengembangan sektor agribisnis dan agroindustri guna mencapai visi pembangunan tahun 2016-2021.

Sementara itu terkait dengan moratorium terhadap pengembangan lahan sawit dan pertambangan di Kalimantan Timur umumnya maupun Kabupaten Kutai Timur khususnya menjadikan ancaman terhadap “pundi” bagi pendapatan dari transfer maupun bagi PAD di masa yang akan datang. Moratorium izin pertambangan, perkebunan, dan kehutanan, telah dikeluarkan Gubernur Kaltim Awang Faroek pada 25 Januari 2013, melalui Surat Edaran Nomor 180/1375-HK/2013.

Meski moratorium tersebut sebenarnya telah dikeluarkan sejak Januari 2013, tetapi baru sekarang gencar dilakukan sosialisasi agar semua pihak terkait memahami maksud pemerintah dalam upaya menjaga keseimbangan lingkungan. Provinsi Kalimantan Timur maupun Kabupaten Kutai Timur merupakan daerah yang rentan dalam menerima dampak negatif perubahan iklim, terutama dari tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan akibat dari ekstensifikasi berbagai aktivitas penambangan dan perkebunan.

Meski banyak pihak yang setuju moratorium tersebut dengan dalih menjaga kelestarian lingkungan, namum demikian terdapat beberapa pihak yang mengkhawatirkan moratorium tersebut bisa menghambat iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi ini dibuktikan sejak kebijakan moratorium

(22)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-11 Kaltim pada Januari 2013 lalu, telah berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Kaltim. Buktinya adalah pertumbuhan ekonomi di Kaltim paling rendah dari provinsi lain di Kalimantan akibat kebijakan moratorium.

Namun demikian moratorium tersebut dimaksudkan untuk menekan kemungkinan terjadinya degradasi hutan dan lahan menjadi semakin tidak terkendali, apalagi kerusakan hutan di Kaltim sudah mengkhawatirkan. Kebijakan ini lanjut dia, merupakan langkah nyata Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk berpartisipasi dalam program nasional, yakni untuk mengurangi emisi gas karbon hingga 26 persen pada tahun 2020. Gerakan ini diperkuat dengan kampanye menuju "Kaltim Green" dengan aksi nyata menanam lima pohon setiap orang atau lebih dikenal dengan gerakan “one man five trees” (omfit).

b. Penerapan MEA

Implementasi pasar bebas ASEAN atau lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menimbulkan berbagai implikasi di berbagai bidang. Secara tidak langsung, MEA memang dapat meningkatkan atau bahkan melemahkan kinerja perekonomian Indonesia maupun Provinsi Kalimantan Timur bahkan hingga Kabupaten Kutai Timur.

MEA tidak hanya menghapuskan tarif perdagangan dan aliran investasi secara bebas, tetapi juga mendiskusikan perjanjian terkait energi dan pertambangan. Secara khusus, aspek energi disebutkan sebagai bagian dari daftar yang harus dikerjakan oleh MEA untuk mempromosikan pembangunan prasarana yang melibatkan pemenuhan kerjasama energi dan tambang. Kerjasama energi ini, termasuk batubara dan tambang, diatur dalam Cetak Biru MEA yang secara eksplisit menempatkan ketahanan energi dan penguatan perdagangan dan investasi di bidang energi sebagai tujuan bersama.

Dengan dilaksanakannya MEA pada akhir tahun 2015, pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN akan memacu kegiatan industri. Stimulus ini akan mempengaruhi konsumsi energi di kawasan ASEAN. Lebih lanjut, konsumsi energi ASEAN diramalkan akan terus menanjak karena pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang signifikan. Rata-rata pertumbuhan permintaan energi, termasuk batubara, dari 4 negara ASEAN

(23)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-12 akan terjadi di tiap negara dengan persentase antara 5,5 persen hingga 3,9 persen.

Pada kasus Indonesia, prospek batubara masih cerah dan diprediksi ini akan berlanjut hingga 2035. Produksi batubara Indonesia mewakili 85 persen produksi di ASEAN, menjadikannya eksportir batubara terbesar di dunia. Volume sumber daya batubara Indonesia mencapai 120,53 milyar ton dan cadangannya senilai 31,36 milyar ton, hanya setara dengan 6 persen dari total cadangan batubara di dunia.

Permintaan yang tinggi terhadap batubara adalah akibat dari jumlah instalasi pembangkit listrik tenaga uap yang makin banyak di berbagai penjuru negara-negara ASEAN. Ketersediaan sumberdaya yang berlimpah dan harga yang kompetitif menempatkan batubara sebagai pilihan energi yang menonjol. Menurut perkiraan, penggunaan batubara akan naik secara konsisten and mencapai 58 persen pada 2035 (Virgianita, 2015).

Harus diakui, meski tren kebutuhan akan energi yang berasal dari batubara semakin meningkat pada waktu-waktu yang akan datang, namun gejolak perekonomian dunia khususnya dikawasan Eropa menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap komoditas batubara. Imbas dari situasi tersebut adalah harga komoditas batubara mengalami kemerosotan yang cukup tajam. Situasi ini membawa dampak buruk terhadap industri pertambangan batubara di Provinsi Kalimantan Timur umumnya dan Kabupaten Kutai Timur khususnya terutama yang berkaitan dengan meningkatnya angka pengangguran sebagai akibat dari PHK.

Pada akhirnya peluang dan tantangan MEA ini harus direspon oleh Kabupaten Kutai Timur sesuai dengan kapabilitas dan daya dukung Kabupaten Kutai Timur. Respon tersebut dapat difokuskan pada peningkatan daya saing produk lokal berasal dari sumber daya alam terbarukan berbasis agribisnis yang didukung kreativitas sumber daya manusia yang lebih berkualitas.

c. Belum meratanya infrastruktur pengungkit daya saing ekonomi

Dalam konteks ekonomi, infrastruktur merupakan katalisator diantara proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir. Infrastruktur yang memadai menggambarkan kemampuan produktivitas masyarakat dan tingkat kesejahteraannya. Kabupaten Kutai

(24)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-13 berbagai sektor secara merata. Fasilitas tersebut berupa infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan terutama bagi akses wilayah yang sulit terjangkau diantaranya adalah akses jalan, akses air bersih, akses internet, dan pemenuhan kebutuhan listrik. Kabupaten Kutai Timur harus melakukan optimalisasi upaya dalam menjamin percepatan pembangunan infrastruktur agar dapat memacu sektor ekonomi produktif.

d. Belum meratanya tingkat kesejahteraan masyarakat

Kabupaten Kutai Timur harus mampu meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat melalui program dan kegiatan pembangunannya. Kesejahteraan masyarakat dapat dinilai melalui indikator-indikator yang terukur dari berbagai aspek pembangunan. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia. negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000

mendeklarasikan kesepakatan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium

Development Goals/MDG’s) yang tertuang dalam delapan butir tujuan guna

tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan simplifikasi dari MDGs digunakan sebagai ukuran. yang secara tepat dapat menunjukan potret umum tentang status pembangunan manusia di Kabupaten Kutai Timur. Sementara itu. capaian tingkat kesehatan khususnya dalam rangka pencapaian MDGs tahun 2015 sekaligus akhir pelaksanaan RPJMD tahun 2011-2015 masih memerlukan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan. terutama pemerataan akses kesehatan. Sektor kesehatan menjadi sangat penting karena sektor ini menentukan kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang mencerminkan kesejahteraan pada akhirnya dapat dikaitkan dengan pembangunan manusia (sekaligus mendongkrak IPM) yang pada gilirannya dapat meningkatkan pembangunan ekonomi di Kabupaten Kutai Timur. Kualitas SDM yang memadai merupakan salah satu kekuatan Kabupaten Kutai Timur dalam melaksanakan pembangunannya. Namun perlu diingat bahwa prestasi IPM tersebut tidak menjamin suksesnya pembangunan. Hal terpenting adalah kinerja dari masing-masing komponen IPM (kesehatan, pendidikan, dan ekonomi) haruslah seimbang satu sama lain.

(25)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-14 adalah masalah kesehatan. Masalah kesehatan meliputi kematian bayi, malnutrisi, penyakit degeneratif merupakan salah satu halangan daya saing masyarakat Indonesia. Kabupaten Kutai Timur mengarahkan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kabupaten Kutai Timur mengupayakan peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima, merata di setiap wilayah, berkeadilan di setiap strata sosial ekonomi masyarakat, yang dilakukan dengan pendekatan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif sebagai pondasi pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Kabupaten Kutai Timur dituntut tidak hanya mampu menyediakan pelayanan

kesehatan berkualitas namun juga harus mampu mengelola data kesehatan secara memadai. Pengelolaan data yang meliputi pengumpulan, pengorganisasian, pemrosesan, penyimpanan, dan penyajian serta pendistribusiannya merupakan hal penting. Hal tersebut mengingat kualitas perencanaan program, kegiatan, dan penyusunan kebijakan bidang kesehatan sangat tergantung dari kualitas informasi yang tersedia.

Peningkatan aksesibilitas kesehatan ditujukan untuk: (a) mewujudkan pelayanan kesehatan yang murah dan memadai, terutama bagi masyarakat miskin guna untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas masyarakat; (b) meningkatkan jumlah, jaringan, dan kualitas pusat kesehatan masyarakat; (c) pemerataan tenaga medis/kesehatan; (d) mewujudkan lingkungan pemukiman yang sehat dan sanitasi yang layak; dan (e) terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan air bersih.

e. Belum berkembangnya daya saing berbasis agribisnis

Tahun 2017 Kabupaten Kutai Timur harus melaksanakan program pembangunan yang dapat meningkatkan daya saing perekonomian berbasis agribisnis dengan memanfaatkan keunggulan sumberdayanya. Program pembangunan tersebut diharapkan mampu mentransformasi sumberdaya menuju ekonomi dengan produktivitas dan nilai tambah tinggi didukung infrastruktur memadai dan perluasan inovasi teknologi.

(26)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-15 pedesaan. Daerah pedesaan dan sektor pertanian memiliki keterkaitan yang erat untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berdampak pada peningkatan kesejahteraan dengan adanya penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan secara signifikan disamping memperkuat daya saing Kabupaten Kutai Timur.

Komoditas agribisnis termasuk komoditas yang dapat diperbaharui. Berarti komoditas ini dapat dikembangkan secara berkelanjutan berbasis ekonomi kreatif. Agar pengembangan tersebut dapat berjalan dengan baik dan berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat maka diperlukan sinergitas antara pemangku kepentingan, diantaranya adalah UMKM. Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai mediator melalui kebijakan, perencanaan, dan penganggaran untuk percepatan terciptanya komoditas agribisnis unggulan. Dalam rangka membangun struktur

perekonomian yang kokoh dengan basis competitive advantage di bidang agribisnis

diperlukan revitalisasi sektor pertanian. Revitalisasi sektor pertanian meliputi pembangungan infrastruktur pertanian, pengembangan sekolah kejuruan pertanian sebagai penyedia SDM pertanian, modernisasi sistem pertanian termasuk membangun

market structure yang efisien untuk agro products.

Idealnya setiap kecamatan/desa harus memiliki komoditas unggulan agribisnis. Komoditas agribisnis unggulan harus mampu memicu sektor-sektor lainnya ikut berkembang sebagai multipier effect. Adapun sektor-sektor lain yang segera dapat berkembang seiring dengan komoditas agribisnis adalah hotel, restoran dan perdagangan, pariwisata, perbankan dan investasi, serta usaha transportasi dan komunikasi. Apabila kondisi tersebut terwujud maka agribisnis dan agrondustri berfungsi sebagai transformasi ekonomi andalan dan berkelanjutan Kabupaten Kutai Timur dan berdayasaing. Selanjutnya, Kabupaten Timur dapat membentuk kawasan agropolitan. Kawasan agropolitan merupakan kawasan pertanian yang berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di wilayah sekitarnya.

(27)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-16 Kabupaten Kutai Timur sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan Timur masih bertumpu pada sektor pertambangan dan penggalian terutama subsektor pertambangan nonmigas (batubara). Kabupaten Kutai Timur memiliki banyak sumberdaya alam yang dapat dikembangkan guna menopang pertumbuhan ekonomi, yakni pertanian, perkebunan, dan perikanan untuk mengurangi ketergantungan pada batubara meskipun secara perlahan. Peningkatan sektor selain pertambangan dan penggalian harus dibarengi dengan perbaikan infrastruktur penunjang sehingga sektor-sektor tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur.

Tabel 2.6

Nilai Sektor dalam PDRB ADHB

Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012-2016 (dalam juta rupiah)

Sektor Ekonomi Tahun

2012 2013 2014 2015* 2016** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,581,927.70 5,734,689.00 7,492,825.30 8,745,195.28 9,951,083.72 1. Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

3,457,576.90 3,591,382.10 5,240,936.90 6,080,098.84 7,053,624.69 2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 1,403,821.80 1,296,129.30 1,303,049.50 1,305,866.72 1,349,086.60 3. Perikanan 720,528.90 847,177.60 948,839.00 1,359,229.72 1,548,372.43 B. Pertambangan dan Penggalian 78,374,603.30 83,774,390.40 79,332,261.10 82,720,155.75 85,241,055.44 1. Pertambangan

Minyak, Gas dan Panas Bumi

534,260.30 565,319.20 562,859.40 642,457.81 632,239.57 2. Pertambangan

Batubara dan Lignit 72,837,742.70 77,905,014.50 72,929,620.10 74,440,389.87 75,982,455.91 3. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 5,002,600.25 5,304,056.79 5,839,781.60 7,637,308.08 8,626,359.96 C. Industri Pengolahan 1,972,437.60 2,097,450.90 2,520,049.10 2,831,459.82 3,181,352.57 D. Pengadaan Listrik dan Gas 0 0 0 0 0 E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah & Daur Ulang 1,972,437.60 2,097,450.90 2,520,049.10 2,831,459.82 3,181,352.57

F. Konstruksi 4,158.20 4,153.20 4,384.40 4,705.98 4,843.19

G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda 8,841.00 9,961.20 10,922.60 11,976.79 11,808.10

H. Transportasi dan

(28)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah II-17 Sektor Ekonomi 2012 2013 2014 2015* 2016** (1) (2) (3) (4) (5) (6) I. Penyediaan

Akomodasi & Mamin 1,380,453.60 1,425,108.20 1,576,068.00 1,627,050.29 1,781,097.64 1. Penyediaan

Akomodasi 736,397.40 864,987.20 1,035,422.50 1,216,228.10 1,466,698.65

2. Penyediaan Mamin 163,421.50 175,372.40 190,511.70 204,689.21 231,187.06 J. Informasi dan

Komunikasi 27,341.90 30,969.10 35,308.50 39,992.56 46,545.60

K. Jasa Keuangan dan

Asuransi 136,079.60 144,403.30 155,203.20 164,696.65 184,641.46

L. Real Estate 178,145.00 194,524.10 220,635.10 240,920.85 266,012.76

M,N Jasa Perusahaan 126,576.00 132,197.30 136,625.40 142,693.00 149,909.07 O. Admin

Pemerintahan, Pertahanan dan Jam. Sosial Wajib

255,942.90 271,300.30 280,460.20 297,288.72 313,454.58 Sumber: Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2016

Perkembangan distribusi menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa sektor petanian dalam arti luas semakin meningkat kontribusinya dari tahun 2011 sebesar 5,62 persen menjadi 8,52 persen (angka asumsi) pada tahun 2015. Sementara sektor pertambangan dan penggalian yang selama ini mendominasi mengalami penurunan kontribusi yakni dari tahun 2011 sebesar 86,25 persen menjadi 80,56 persen pada tahun 2015. Sementara itu, asumsi perkembangan ekonomi pada tahun 2016 masih mengalami pertumbuhan yang cukup baik dibanding tahun sebelumnya, terutama sektor pertanian dalam arti luas. Perkembangan ini, tentu sejalan dengan visi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tahun 2016-2021 menuju Kutai Timur Mandiri melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri.

Perkembangan capaian dan target beberapa indikator kinerja utama kabupaten Kutai Timur tahun 2012-2017 (Tabel 2.7) menggambarkan kondisi Kabupaten Kutai Timur secara umum ditinjau dari aspek ekonomi, kemiskinan, pembangunan manusia, pengangguran terbuka, dan PDRB per kapita.

(29)

Bab II Kerangka Ekonomi Makro Daerah

II-18 Perkembangan Capaian dan Target Beberapa Indikator Kinerja Utama

Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012-2017

No Indikator Kinerja Capaian Target*

2012 2013 2014 2015 2016 2017 1 Pertumbuhan Ekonomi (%) 11,54 4,10 3,55 3,71 NA NA 2 Persentase Angka Kemiskinan (%) 6,12 9,06 8,86 8,67 NA NA 3 Indikator Pembangunan Manusia 68,71 69,79 70,39 70,82 NA NA 4 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 3,90 3,11 1,28 1,04 NA NA 5 PDRB Perkapita (juta rupiah) 275,40 274,41 272,30 270,86 NA NA

Sumber: - LKPJ Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012, 2013, 2014 dan 2015 Keterangan : * Target RPJMD Kabupaten Kutai Timur Tahun 2016-2021

Prospek ekonomi di atas dapat terjadi bila Kabupaten Kutai Timur mampu menciptakan atmosfir yang kondusif. Atmosfir lingkungan tersebut meliputi: perangkat hukum yang memberi kepastian, keamanan dan kenyamanan, dan pelayanan yang memadai. Penciptaan atmosfir tersebut tidak saja menjadi tanggungjawab pemerintah daerah tetapi juga membutuhkan partisipasi semua masyarakat.

(30)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-1

BAB III

ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH

Penyusunan RAPBD tahun 2017 Kabupaten Kutai Timur harus mendasarkan pada asumsi-asumsi dasar lingkup nasional, provinsi, maupun Kabupaten Kutai Timur sendiri. Asumsi-asumsi dasar tersebut meliputi: (1) asumsi dasar APBN, (2) Laju Inflasi, (3) perkembangan PDRB dan struktur ekonomi, dan (4) lain-lain asumsi.

3.1. Asumsi dasar yang digunakan dalam APBN

Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penetapan APBN tahun 2017 akan memiliki dampak atau pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi APBD di daerah. Besarnya pengaruh langsung dari kebijakan APBN akan lebih dirasakan oleh daerah-daerah yang struktur APBD-nya didominasi oleh dana perimbangan termasuk diantaranya Kabupaten Kutai Timur.

Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam APBN Tahun 2017 merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan terkait dengan penyusunan KUA Kabupaten Kutai Timur Tahun 2017. Asumsi dasar APBN Tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3. 1

Asumsi-Asumsi Makro Ekonomi Dalam Penyusunan RAPBN Tahun 2017

Uraian Asumsi

Pertumbuhan ekonomi 5,5 - 5,9 persen Tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,5 – 6,5 persen

Nilai tukar rupiah Rp13.700 – Rp14.200 per dolar AS

Laju inflasi 3 - 5 persen

Harga ICP minyak US$ 35 - US$ 45 per barel Lifting minyak 740.000 - 750.000 barel per hari

Lifting gas 1,050 – 1,150 juta barel setara minyak per hari Sumber: Kementerian Keuangan 2016 (liputan6.com diakses 6 Juni 2016)

(31)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-2 Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2017 diperkirakan 3,5 persen (IMF, April 2016), sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 5,1 persen (Bank Dunia, 2016). Sementara itu Bank Indonesia memprediksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,6 persen. Berdasarkan pertumbuhan ekonomi tersebut maka, APBN tahun 2017 menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai 5,5 – 5,9 persen (RKP, 2017).

Terdapat faktor internal dan eksternal yang memengaruhi suku bunga SPN 3 bulan melalui mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Faktor eksternal meliputi aliran modal masuk melalui penanaman modal asing dan suku bunga Bank Sentral AS. Sedangkan faktor internal yang memengaruhi suku bunga SPN 3 bulan adalah BI Rate dan inflasi. Besaran SPN 3 bulan tahun 2016 masih belum aman hingga tahun 2017. Hal ini dikarenakan belum selesainya gejolak yang terjadi di AS dan Eropa serta pengaruh tren inflasi yang masih tinggi (Aviliani, 2016). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka asumsi Tingkat suku bunga SPN 3 bulan yang digunakan dalam APBN tahun 2017 diperkirakan sebesar 5,5 – 6,5 persen.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.011/2014 tentang sasaran inflasi tahun 2016, tahun 2017, dan tahun 2018 menetapkan bahwa tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK tahun 2017 adalah sebesar 4,0% (empat persen). Pemerintah harus tetap fokus menjaga stabilitas harga, yang selama ini menjadi kunci pengendali inflasi. Stabiitas harga dapat terjaga melalui alokasi APBN yang diupayakan mendorong investasi dan daya beli masyarakat. Agar sasaran inflasi tahun 2017 tersebut di atas tercapai maka APBN tahun 2017 mengasumsikan laju inflasi pada kisaran 3-5 persen.

Pada tahun 2017, tingkat inflasi diprediksi akan tetap terkendali pada kisaran 4,0 persen seiring dengan masih berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, sehingga dengan mempertimbangkan hal tersebut dan juga mempertimbangkan kondisi pasar keuangan Tiongkok dan perkembangan harga minyak dunia, maka APBN tahun 2017 mengasumsikan nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp 13.700 – Rp 14.200 per USD.

(32)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-3 Harga minyak mentah dunia diproyeksikan berada di kisaran US$ 35-45 per barel (jurnalasia.com, diakses 7 Juni 2016). Harga tersebut diakibatkan oleh adanya lonjakan permintaan namun tidak disertai pasokan cadangan minyak yang mencukupi. Pemerintah Indonesia mengadopsi proyeksi kisaran harga minyak mentah dunia sebagai asumsi APBN tahun 2017.

Proyeksi lifting minyak di Indonesia tahun 2017 adalah sebesar 740.000–760.000 barel per hari (jurnalasia.com diakses 7 Juni 2016). Pemerintah Indonesia menetapkan asumsi lifting minyak dalam APBN tahun 2017 sebesar 740.000-750.000 barel per hari. Sedangkan lifting gas adalah sebesar 1,05 juta – 1,15 juta barel (setara minyak) per hari. Hal ini disebabkan adanya penurunan produksi secara alamiah di lapangan minyak dan gas Indonesia. Tingkat eksplorasi juga dipengaruhi atau terkendala harga yang rendah di pasaran.

3.2. Laju inflasi

IHK merupakan salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (Inflasi/Inflasi) di tingkat konsumen, khususnya di daerah perkotaan. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Di Indonesia, tingkat Inflasi diukur dari persentase perubahan IHK dan diumumkan ke publik setiap awal bulan (hari kerja pertama) oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Secara keseluruhan tahun 2016, inflasi Kaltim diperkirakan tetap terkendali dan sesuai dengan target inflasi nasional. Terkendalinya tingkat inflasi Kaltim didukung oleh perkembangan harga kelompok volatile foods yang diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun sebelumnya. Meredanya tekanan inflasi Kaltim diperkirakan juga terjadi pada kelompok core inflation dan kelompok administered prices. Risiko tekanan inflasi diperkirakan bersumber dari sisi permintaan seiring dengan meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat pada momen perayaan hari besar keagamaan dan tahun baru. Lebih lanjut, risiko juga berasal dari perkembangan harga energi internasional yang berdampak pada penyesuaian harga energi domestik.

(33)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-4 Tekanan inflasi pada kelompok volatile food diperkirakan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas infrastruktur konektivitas sehingga proses distribusi barang tidak mengalami gangguan. Saat ini, arus barang dari luar Kalimantan yang masuk ke wilayah Kaltim melewati Balikpapan (Pelabuhan Kariangau) dan Samarinda (Pelabuhan Palaran). Pemerintah daerah dan otoritas pelabuhan juga terus melakukan kerjasama untuk memperlancar proses distribusi barang di Kaltim, diantaranya adalah prioritas sandar bagi kapal yang mengangkut bahan makanan, perluasan lapangan penumpukan peti kemas di TPK Palaran dan peningkatan kualitas jalan yang dilewati oleh truk-truk pengangkut barang dari pelabuhan menuju kawasan pergudangan. Selain itu, pemerintah daerah bekerjasama dengan Bank Indonesia melakukan pengembangan kluster-kluster ketahanan pangan di wilayah Kaltim, khususnya untuk komoditas-komoditas yang seringkali menjadi penyebab utama inflasi di Kaltim.

Gambar 3.1

Inflasi Bulanan Kalimantan Timur dan Nasional Bulan Mei 2015 – Mei 2016

(34)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-5 Pada bulan Mei tahun 2016 Kalimantan Timur mengalami Inflasi sebesar 0,09 persen. Sedangkan pada periode yang sama dua tahun sebelumnya, yaitu pada Mei 2015 Kalimantan Timur mengalami Inflasi 0,41 persen dan pada Mei 2014 mengalami Inflasi sebesar 0,23 persen. Inflasi tahun kalender sampai dengan bulan Mei 2016 tercatat sebesar 0,41 persen, pada Mei 2015 tercatat sebesar 1,14 persen dan pada Mei 2014 sebesar 1,81 persen. Inflasi year on year Kalimantan Timur bulan Mei 2016 sebesar 4,25 persen. Sementara Inflasi year on year periode dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2015 sebesar 6,95 persen dan tahun 2014 sebesar 8,36 persen.

Berdasarkan grafik Inflasi bulanan Kalimantan Timur dan Nasional Bulan Mei 2015 sampai Mei 2016 menunjukkan bahwa pergerakan inflasi antara Nasional, Kalimantan Timur, Kota Samarinda, dan kota Balikpapan secara umum berpola sama. Hal ini berarti ketika terjadi kenaikan inflasi di tingkat nasional maka inflasi di Kalimantan Timur, Kota Samarinda, dan kota Balikpapan juga mengalami kenaikan. Hanya saja tingkat kenaikan dan penurunan yang berbeda.

Apabila inflasi ditinjau menurut kota, maka inflasi Kota Samarinda pada bulan Mei 2016 sebesar 0,05 persen, sedangkan pada periode yang sama dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2015 dan tahun 2014 masing-masing sebesar 0,13 persen dan 0,15 persen. Kota Balikpapan bulan Mei 2016 juga mengalami Inflasi yaitu 0,13 persen, sedangkan tahun 2015 tercatat mengalami Inflasi sebesar 0,75 persen dan tahun 2014 mengalami Inflasi sebesar 0,32 persen. Inflasi year on year Kota Samarinda bulan Mei 2016 sebesar 4,43 persen, pada periode yang sama dua tahun sebelumnya masing-masing tercatat sebesar 5,88 persen dan 8,76 persen. Kemudian Inflasi year on year Kota Balikpapan bulan Mei 2016 tercatat sebesar 4,02 persen, dan dua tahun sebelumnya Inflasi year on year masing- masing sebesar 7,39 persen dan 7,66 persen. Secara umum pola pergerakan inflasi yang sama juga terjadi antara Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Timur (Simreda Kabupaten Kutai Timur Tahun 2013).

(35)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-6

3.3. Perkembangan PDRB dan Struktur Ekonomi

Perkembangan PDRB dan struktur ekonomi digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBD Kabupaten Kutai Timur karena kedua asumsi tersebut penting untuk melihat beberapa hal, antara lain: (1) Kemampuan mengelola sumber daya alam serta faktor produksinya. (2) Pergeseran struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Dan (3) Pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

3.3.1 Perkembangan PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator makro yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada suatu periode tertentu. PDRB bermanfaat sebagai dasar perhitungan laju pertumbuhan ekonomi, melihat struktur ekonomi suatu wilayah, dan sebagai proksi pendapatan per kapita. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah/wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya sehingga besarnya PDRB sangat bergantung pada potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi di daerah/wilayah tersebut.

Perkembangan perekonomian Kabupaten Kutai Timur tidak terlepas dari kontribusi sektor–sektor ekonomi yang mendukungnya. Sektor pertambangan dan penggalian terutama subsektor pertambangan nonmigas (batubara) masih merupakan pendukung utama perekonomian Kabupaten Kutai Timur. Dominasi subsektor ini ditandai dengan masih tingginya peranan pertambangan batubara tahun 2011-2015 antara dengan rata-rata sebesar 83,76 persen dari total PDRB Kabupaten Kutai Timur dengan migas dan batubara.

Nilai PDRB Kabupaten Kutai Timur atas dasar harga berlaku dengan migas pada tahun 2011-2015 terus mengalami peningkatan dari Rp88.497.036,10 juta di tahun 2011 menjadi Rp102.686.280,97 juta (angka sangat sementara) pada tahun 2015. PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas dan batu bara pada periode tersebut secara berturut-turut yaitu sebesar Rp 88.497.036,10 juta, Rp 92.109.092,10 juta, Rp98.407.227,50 juta, Rp 97.024.451,90 juta dan Rp 102.686.280,97 juta.

(36)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-7 Sedangkan PDRB Kabupaten Kutai Timur atas dasar harga berlaku tanpa migas, pada periode 2011-2015 berturut-turut sebesar Rp87.954.141,10 juta, Rp91.574.831,80 juta, Rp97.841.908,30 juta, Rp96.461.592,50 juta dan Rp102.043.823,16 juta (angka sementara). Sementara itu, PDRB Kabupaten Kutai Timur atas dasar harga berlaku tanpa migas dan batu bara, pada periode 2011-2015 berturut-turut sebesar Rp16.594.642,40 juta, Rp18.737.089,10 juta, Rp19.936.893,80 juta, Rp23.531.972,40 juta dan Rp 27.603.433,29 juta.

Sementara itu perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 2010 pada tahun 2011 hingga tahun 2015 juga menunjukkan peningkatan. PDRB atas dasar harga konstan 2010 dengan migas pada tahun 2011 sebesar Rp 69.528.391,30 juta menjadi Rp86.702.092,38 (angka estimasi) pada tahun 2015. Pada periode yang sama, PDRB atas dasar harga konstan 2010 tanpa migas pada tahun 2011 sebesar Rp69.089.171,90 juta menjadi sebesar Rp 86.357.934,61 juta (angka estimasi) tahun 2015. Demikian pula, PDRB atas dasar harga konstan 2010 tanpa migas dan batubara pada tahun 2011 sebesar Rp 15.213.541,00 juta menjadi sebesar Rp 19.151.292,08 juta (angka estimasi) pada tahun 2015.

Secara lebih lengkap, gambaran kondisi perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan atas dasar harga konstan 2010 Kabupaten Kutai Timur dalam periode 5 (lima) tahun terakhir (2011-2015) dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah.

(37)

Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-8 Tabel 3. 2

Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Timur Tahun 2011-2015

Tahun

Dengan Migas (Juta Rp) Tanpa Migas (Juta Rp) Tanpa Migas & Batubara(Juta Rp) Laju Pertumbuhan (%)

Harga Berlaku Harga Konstan

2010 Harga Berlaku Harga Konstan 2010 Harga Berlaku Harga Konstan 2010 Dengan Migas Tanpa Migas Tanpa Migas & Batubara (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 2011 88.497.036,10 69.528.391,30 87.954.141,10 69.089.171,90 16.594.642,40 15.213.541,00 17,58 17,82 6,79 2012 92.109.092,10 77.552.439,70 91.574.831,80 77.156.307,10 18.737.089,10 16.265.039,20 11,54 11,68 6,91 2013 98.407.227,50 80.730.971,60 97.841.908,30 80.346.062,60 19.936.893,80 17.004.088,00 4,10 4,13 4,54 2014 97.024.451,90 83.597.148,80 96.461.592,50 83.227.493,80 23.531.972,40 17.978.326,30 3,55 3,59 5,73 2015* 102.686.280,97 86.702.092,38 102.043.823,16 86.357.934,61 27.603.433,29 19.151.292,08 3,71 3,76 6,52 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

(38)

Bab III Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-9 Laju Pertumbuhan ekonomi dengan migas dalam periode tahun 2011 hingga

tahun 2015 cenderung mengalami penurunan dari 17,58 persen tahun 2011 menjadi

3,71 persen pada tahun 2015, tanpa migas dari tahun 2011 sebesar 17,82 persen menjadi 3,76 persen pada tahun 2015, serta tanpa migas dan batubara dari tahun 2011 sebesar 6,79 persen menjadi 6,52 persen pada tahun 2015.

Pembentukan PDRB tanpa migas dan batubara relatif sangat kecil. Hal ini menunjukan potensi batubara, masih merupakan sektor tambang yang diunggulkan di Kabupaten Kutai Timur dan sebaliknya sektor migas dan sektor lainnya belum memberikan kontribusi yang besar dalam PDRB Kabupaten Kutai Timur. Kondisi ini harus menjadi perhatian lebih dan sekaligus tantangan ke depan agar dapatnya sektor migas dan sektor lainnya yang berpotensi dapat dikelola secara lebih maksimal dalam meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB.

Gambar 3.1

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011–2015

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

Keterangan: *) Angka sangat sementara Bappeda Kab. Kutai Timur Tahun 2016 20.000.000,00 40.000.000,00 60.000.000,00 80.000.000,00 100.000.000,00 120.000.000,00 2011 2012 2013 2014 2015*

(39)

Bab III Asumsi-Asumsi Dasar Dalam Penyusunan RAPBD III-10 Gambar 3.2 dan 3.3 menunjukkan dominannya peranan sektor migas dan pertambangan (batubara) terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kutai Timur. Kondisi seperti ini kurang menguntungkan bagi PDRB Kabupaten Kutai Timur karena situasi ini cukup lemah secara struktural, dalam artian terdapat ketergantungan yang tinggi dari PDRB terhadap hasil tambang tidak terbaharukan yaitu batubara hingga rata-rata 83,76 persen. Situasi PDRB seperti ini memerlukan kebijakan maupun langkah strategis dalam upaya melepaskan secara bertahap dari ketergantungan terhadap subsektor pertambangan khususnya dari batubara.

Gambar 3.2

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2011–2015

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

Keterangan: *) Angka sangat sementara Bappeda Kabupaten Kutai Timur Tahun 2016

3.3.2 Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi suatu wilayah bertujuan untuk melihat peranan masing-masing sektor ekonomi dan sejauhmana terjadi pergeseran peranan antara sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB. Dengan demikian, diperoleh informasi sektor-sektor dominan dan sektor potensial yang dapat dikembangkan di wilayah tersebut.

10.000.000,00 20.000.000,00 30.000.000,00 40.000.000,00 50.000.000,00 60.000.000,00 70.000.000,00 80.000.000,00 90.000.000,00 100.000.000,00 2011 2012 2013 2014 2015*

Referensi

Dokumen terkait

KUA merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangkaian tahapan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang terdiri dari RKPD, Kebijakan Umum

Penyusunan Rencana Kerja (Renja) merupakan dokumen perencanaan untuk periode satu (1) tahun yang memuat rancangan Kebijakan, Program dan Sasaran serta Kegiatan

Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2019, apabila Peraturan tersebut belum ditetapkan maka penganggaran Dana Tambahan DBH- Minyak dan

Empat nomor halaman teletext pilihan Anda dapat diberi kode warna dan dapat dipilih dengan mudah dengan menekan tombol warna yang sesuai pada remote kontrol. 1 Tekan

Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUPA) Tahun 2020, berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Dengan demikian, Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2021 memuat tentang target pencapaian kinerja dari

Kebijakan Umum APBD adalah dokumen yang memuat kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah; kebijakan

Dokumen RKPD menjadi dasar dalam penyusunan rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2021 yang memuat program-program yang akan dilaksanakan