• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatannya. Menekankan pendapatan yang dimaksud adalah dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pendapatannya. Menekankan pendapatan yang dimaksud adalah dengan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangannya, perusahaan selalu berusaha untuk menekankan pendapatannya. Menekankan pendapatan yang dimaksud adalah dengan meningkatkan laba setinggi-tingginya dan mengurangi kewajiban serendah-rendahnya, sesuai dengan prinsip ekonomi. Perusahaan berusaha untuk mencari celah-celah dimana perusahaan tersebut bisa mengurangi bebannya, termasuk beban pembayaran pajak.

Dalam perihal mengurangi kewajiban pajak, para manajer perusahaan bertugas untuk berusaha mengurangi kewajiban pajak dengan cara legal ataupun ilegal agar sesuai dengan keinginan para investor. Pajak penghasilan yang disetorkan perusahaan kepada negara merupakan proses transfer kekayaan dari pihak perusahaan (khususnya pemilik) kepada negara, sehingga dapat dikatakan pembayaran pajak penghasilan ini merupakan biaya bagi perusahaan dan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan diduga akan cenderung lebih suka manajemen perusahaan melakukan tindakan pajak agresif (Chen et al., 2008: 11). Di sisi lain, pemerintah menganggap pajak adalah pemasukan terbanyak untuk pembangunan negara. Pajak bagi pemerintah adalah dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang terjadi bagi pembangunan negara juga sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial juga

(2)

ekonomi. Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan tingkat kepatuhan pembayaran pajak dari wajib pajak pribadi maupun badan.

Usaha wajib pajak untuk mengurangi beban pajak juga dilakukan dalam banyak cara. Wajib pajak di Indonesia mulai memanfaatkan jasa konsultan pajak untuk memudahkan pengurusan dan penghitungan pajak. Menurut Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), sebagian Wajib Pajak menganggap keberadaan kosultan pajak efektif untuk membantu mereka memenuhi kewajiban dalam hal pajak. Hingga akhir tahun 2015, jumlah konsultan pajak yang terdaftar di Ikatan Konsultan Pajak Indonesia kota Semarang mencapai 150 konsultan. Tujuan dari Wajib Pajak untuk memakai jasa konsultan pajak adalah untuk meminimalisasi adanya kekeliruan pada perhitungan pajak yang harus di bayarkan oleh Wajib Pajak. Direktur Intelijen dan Penyidikan DJP, Yuli Kristiyono menyatakan bahwa dari beberapa kasus penegakan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak ditemukan adanya keterlibatan konsultan pajak, baik yang memiliki izin maupun tidak memiliki izin resmi. Pemakaian jasa konsultan pajak adalah salah satu tindakan wajib pajak melakukan agresivitas pajak (Diakses tanggal: 23 Desember 2015. Economy.okezone.com).

Tindak pajak agresif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu cara penghindaran kewajiban pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Tindakan yang dimaksud adalah tindakan atau usaha yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi kewajiban pajak yang di tanggungkan kepada perusahaan secara signifikan. Tindakan pajak agresif menurut Frank et al. (2008: 2) adalah suatu

(3)

tindakan yang ditujukan untuk menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak baik menggunakan cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion.

Agresifnya pajak yang terlihat dipicu dari pernyataan Fuad Rahmany Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, “Penerimaan pajak seharusnya bisa mencapai kisaran Rp 2.000 triliun apabila seluruh Wajib Pajak memiliki kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan. Sementara penerimaan pajak saat ini sekitar Rp1.148 triliun. Masih ada sekitar 40 juta Wajib Pajak Orang Pribadi dan lima juta Wajib Pajak Badan yang belum membayar pajak kepada negara (Diakses tanggal: 2 Februari 2016. ANTARAnews).

Juga pada tahun 2015, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro, pemerintah mencoba mencapai penerimaan pajak sebesar Rp1.049 triliun atau 84,3 persen dari target yang ditetapkan APBN 2015. Penerimaan pajak pada Desember dari Paja Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekira Rp97,9 triliun. Kemudian dari ekstensifikasi Rp16,7 triliun, dari imbauan sebesar Rp51,3 triliun, pemeriksaan dan penagihan Rp1,7 triliun dan dari revaluasi aset Rp10 triliun. Dengan demikian, dengan 84,3 persen yang masih masuk ke negara. Maka shortfall Rp195,7 triliun, atau yang belum tertagih dari wajib pajak (Diakses tanggal: 23 Desember 2015. Economy.okezone.com).

Dari fenomena ini bisa dilihat masih banyak wajib pajak yang berusaha untuk tidak membayar pajak atau yang masih belum sadar akan kewajibannya membayar pajak. Masih ada juga hasil dari usaha sektor pajak dalam pemeriksaan dan penagihan yang berarti ada wajib pajak yang berusaha untuk mengurangi

(4)

kewajiban pajaknya. Tahun ke tahun, pajak yang diterima dari wajib pajak badan maupun pribadi semakin menurun. Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dapat juga mempengaruhi perusahaan untuk melakukan strategi tertentu dalam mengurangi kewajibannya membayar pajak. Usaha untuk mengurangi kewajiban beban pajak disebut tax planning oleh Khurana dan Moser (2009: 2) yang dapat meminimalkan pajak terutang dan kemudian akan mencapai laba bagi perusahaan secara maksimal. Pajak agresif bisa dilakukan secara legal ataupun ilegal. Tetapi dengan kedua cara tersebut, inti dari pajak agresif adalah untuk mengurangi beban pajak perusahaan tersebut.

Perusahaan dapat mewujudkan beban pajak yang lebih ringan dari seharusnya dengan melakukan tinjauan dan pengelolaan perusahaan tersebut dengan baik. Dalam mengelola perusahaan dengan baik, perusahaan tersebut dapat melakukan pengaturan dan pengendalian perusahaan yang sesuai dengan sistem yang terdapat pada Good Corporate Governance (GCG). Menurut Dharmapala (2007) dalam Annisa dan Kurniasih (2012: 2), GCG adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder.

Penerapan yang baik untuk perusahaan, sesuai dengan GCG bisa dilihat pada Pedoman Good Corporate Governance yang terbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance pada tahun 2006. Pedoman ini berisi dorongan kesadaran individu pelaku bisnis dalam menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, juga menghindari cara menciptakan keuntungan sesaat. Prinsip yang terdapat pada GCG adalah

(5)

kewajaran, akuntabilitas, transparansi, kemandirian, dan responsibility. Hal ini adalah hal yang paling baik bagi perusahaan untuk dipercaya oleh publik. Karena penerapan prinsip GCG dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, bagi perusahaan yang menjalankan perusahaannya dengan baik, sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh KNKG, akan diberikan penghargaan pada Annual Report Award oleh tujuh instansi yang bekerja sama. Perusahaan tersebut adalah Bapepam dan LK, Kementrian BUMN, Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, dan PT. Bursa Efek Indonesia.

Penelitian Lanis dan Richardson (2012: 1) menyatakan bahwa cara legal ataupun ilegal dalam pengurangan beban pajak dalam perusahaan dapat dianggap sebagai aktivitas yang tidak bertanggung jawab secara sosial. Perusahaan yang mempunyai peringkat rendah dalam CSR, cenderung perusahaan yang tidak bertanggung jawab secara sosial. Perusahaan yang punya rasa rendah secara sosial tersebut akan diberi anggapan sebagai perusahaan yang melakukan strategi pajak yang sangat agresif dibandingkan dengan perusahaan lain yang telah melakukan kegiatan sosial. Karena itu, munculah tujuan untuk menganalisis apakah Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap tingkat agresivitas pajak.

CSR diatur dengan ketat dalam regulasi melalui Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang berisi mengenai perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

(6)

Perusahaan dalam memegang tanggung jawabnya kepada pemilik perusahaan juga perlu memperhatikan aspek lain dalam perusahaannya, yaitu tanggung jawab kepada sosialnya. Menggeliatnya industri pada sektor pertambangan ditunjukkan dengan laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mencatat naiknya investasi dari sekitar US$ 1.8 miliar pada 2010 menjadi US$ 4.3 miliar pada 2012. Dikutip dari laporan Market Publishers 2012, pertumbuhan rata rata produksi pertambangan Indonesia yang secara mayoritas terdiri dari batubara, timah, tembaga, emas dan ammonia tercatat mencapai 12,27% pada paruh waktu 2007-2011. Diprediksi pertumbuhan yang mengarah positif ini akan meningkat 8,27% untuk periode 2012 – 2016.

Produksi pertambangan di Indonesia memang sangat menggiurkan. Produksi pertambangan tembaga di Indonesia didominasi oleh dua perusahaan besar yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Kedua perusahaan tersebut memproduksi sekitar 50% dari seluruh produksi tembaga di Indonesia, dan 85% hasil produksi tembaga Indonesia diekspor. Pada sektor aluminium juga terjadi peningkatan investasi yang signifikan. Pada April 2011, PT Antam memulai pembangunan pabrik aluminium (Cherrical Grade Alumina) di Tayan, Kalimantan Barat, bekerjasaman dengan perusahaan kimia asal Jepang Showa Denko. Dengan investasi sebesar US$ 450 juta direncanakan akan diproduksi 300.000 ton dimulai pada tahun 2014 dengan produksi tahunan sebanyak 300.000 ton. Investasi yang besar juga terjadi pada sektor aluminium. PT Merukh Iron & Steel yang dimilki oleh Merukh Enterprises akan melakukan

(7)

investasi produksi besi dan baja di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan pembangunan 2 pabrik baja dan besi senilai 20 miliar Euro.

Sektor timah yang masih didominasi oleh PT Timah Tbk, juga melakukan investasi sebesar Rp 1,2 miliar pada tahun 2011. Menurut Indonesia Finance Today, produksi timah yang dihasilkan pada tahun 2012 mencapai 29.600 ton, naik sebesar 6.600 ton dibandingkan dengan tahun 2010. Investasi juga dilakukan oleh PT Bumi Resources Minerals Tbk untuk perluasan pertambangan emas, intan, tembaga besi, timbal dan seng. Untuk perluasan tersebut disediakan dana sebesar US$ 581 juta antara tahun 2011 dan 2013.

Dengan jumlah investasi yang sangat besar di berbagai sektor pertambangan tersebut itulah mengapa pertambagan tergolong dalam industri padat modal. Dominasi PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara pada sektor tambang sangat disayangkan oleh LSM Jerman bernama Watch 9 (Diakses tanggal: 2 Februari 2016. ANTARAnews) Indonesia dikarenakan perusahaan tersebut belum menaikkan kemakmuran masyarakat lokal. Papua adalah provinsi yang memiliki status otonomi khusus maka terdapat peraturan yang menyatakan bahwa 80% dari penghasilan nasional yang diterima oleh Freeport seharusnya kembali ke Papua.

Selain itu, kasus lain yang pernah terjadi di Indonesia adalah pertambangan emas yang dilakukan oleh Newmont Minahasa Raya pada periode 1996 – 2004 lalu yang mengakibatkan lingkungan tercemar limbah dan ekosistem Teluk Bayur rusak serta penyakit kulit masyarakat merajalela. Selain

(8)

permasalahan di atas terdapat kasus lain yang masih berlanjut dan sampai sekarang belum menemukan titik temu penyelesaian yakni semburan lumpur panas pada proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kerugian yang ditimbulkan akibat semburan lumpur tersebut diantaranya kerugian ekonomi, industri dan infrastruktur. Kerugian ekonomi masyarakat antara lain hilangnya asel (lahan pertanian dan rumah) yang terendam lumpur dan hilangnya potensi pendapatan akibat kehilangan pekerjaan. Kerugian industri adalah hilangnya aset pabrik yang terendam lumpur dan hilangnya potensi pendapatan pabrik. Kerugian infrastruktur meliputi rusaknya jalan tol, jalan raya, jaringan listrik Jawa – Bali, rel kereta apai, jaringan telepon, PDAM, jaringan irigasi, serta sarana publik lainnya, mulai dari sekolah hingga kantor desa (Diakses tanggal: 2 Februari 2016. ANTARAnews).

Dari fenomena inilah sektor pertambangan menjadi sorotan bagi publik untuk melihat apa saja hal-hal yang dilakukan sektor ini untuk menanggulangi lingkungan yang di ubahnya juga kegiatan sosial yang ada di sekitar sektor ini yang sebenarnya juga ikut terlibat juga dengan adanya sektor ini.

Penelitian ini akan menguji kembali pengaruh Good Corporate Governance (diproksikan Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit) dan Corporate Social Responsibility terhadap tindakan pajak agresif di perusahaan go public Indonesia. Fokus pada bagaimana perusahaan pertambangan go public menjalankan kegiatan sosial di masyarakat dan tetap menjalankan perusahaan tersebut sesuai good corporate governance dan melihat kegiatan dari sisi pajak agresif yang di lakukan perusahaan-perusahaan go public.

(9)

Penelitian mengenai tindakan pajak agresif masih sedikit dan masih menemukan banyak perbedaan pada variabel independen penelitiannya. Seperti pada penelitian Richardson and Lanis (2011) juga Yoehana (2013) yang menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR pada suatu perusahaan maka semakin rendah pula tindakan pajak yang dilakukan perusahaan tersebut. Pada penelitian Chen et al. (2008) yang menemukan bahwa perusahaan keluarga cenderung lebih rendah tindakan pajak agresifnya daripada perusahaan biasa. Juga hasil penelitian Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi (2014) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif perusahaan. Sedangkan ukuran dewan direksi, ukuran komite audit dan corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan tindakan pajak agresif dengan mereplikasi hasil penelitian Yoehana (2013) dan hasil penelitian Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi (2014), tetapi dengan mengubah objek penelitian ke perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “ Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Resposibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ”

(10)

1.2 Perumusan Masalah

Latar belakang dari penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan pajak agresif bisa dilakukan perusahaan tergantung dari bagaimana perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya dengan aspek-aspek yang ada di sekitarnya. Penelitian ini dimaksud untuk melihat hal-hal yang bisa saja memengaruhi tindakan pajak agresif oleh perusahaan sektor pertambangan di Indonesia yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia. Masalah dari penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah Good Corporate Governance (diproksikan dewan komisaris) berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif?

2. Apakah Good Corporate Governance (diproksikan dewan direksi) berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif?

3. Apakah Good Corporate Governance (diproksikan komite audit) berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif?

4. Apakah Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif?

5. Apakah Good Corporate Governance (diproksikan dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit) dan Corporate Social Responsibility berpengaruh secara simultan terhadap tindakan pajak agresif?

(11)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk dapat mengetahui pengaruh Good Corporate Governance (diproksikan dewan komisaris) terhadap tindakan pajak agresif.

2. Untuk dapat mengetahui pengaruh Good Corporate Governance (diproksikan dewan direksi) terhadap tindakan pajak agresif.

3. Untuk dapat mengetahui pengaruh Good Corporate Governance (diproksikan komite audit) terhadap tindakan pajak agresif.

4. Untuk dapat mengetahui pengaruh CSR terhadap tindakan pajak agresif.

5. Untuk dapat mengetahui pengaruh GCG (diproksikan pada dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit) dan CSR terhadap tindakan pajak agresif.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi peneliti, penelitian ini diharapkan akan dapat berperan sebagai bahan literature penelitian yang terkait pemahaman prinsip dasar Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibilty.

(12)

tambah lagi pada sektor yang dipilih ataupun menambah wawasan juga perbandingan.

3. Bagi investor, diharapkan melalui penelitian ini agar lebih memahami perusahaan yang akan di investasikan menurut cara perusahaan tersebut mengendalikan perusahaannya dan bagaimana perusahaan tersebut mengaplikasikan dana yang diterimanya.

Referensi

Dokumen terkait

Durasi yang dianjurkan adalah 30-60 menit setiap kali berolahraga.Sebaiknya penderita DM melakukan latihan fisik tidak lebih dari 60 menit, karena dapat menimbulkan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh

(b) jika terjadi kesalahan hasil pengalian antara volume dengan harga satuan pekerjaan maka dilakukan pembetulan, dengan ketentuan volume pekerjaan sesuai

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

This study aims to determine what factors lead to urolithiasis in male cat patients in Veterinary Teaching Hospital of Veterinary Medicine Faculty,

Tujuan mempelajari sistem purifikasi reaktor RDE tipe HTR-10 adalah untuk mempelajari aliran limbah yang ditimbulkan dari sistem purifikasi helium ini seperti timbulnya

Tujuan penelitian tentang studi deskriptif perubahan pola pikir orang tua menyekolahkan anak ke MI Muhammadiyah mengetahui pemahaman orang tua mengenai

Adapun sub masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan model pembelajaran talking stick pada mata pelajaran ekonomi, bagaimana penerapan model