II-1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Bahan Baja Untuk Konstruksi
Penggunaan baja sebagai bahan struktur utama dimulai pada akhir abad kesembilan belas ketika metoda pengolahan baja yang murah dikembangkan dengan skala yang luas. Baja merupakan bahan yang mempunyai sifat struktur yang baik. Baja mempunyai kekuatan yang tinggi dan sama kuat pada kekuatan tarik maupun tekan dan oleh karena itu baja adalah elemen struktur yang memiliki batasan sempurna yang akan menahan beban jenis tarik aksial, tekan aksial dan lentur dengan fasilitas yang sama. Berat jenis baja tinggi, tetapi perbandingan antara kekuatan terhadap beratnya juga tinggi sehingga komponen baja tersebut tidak terlalu berat jika dihubungkan dengan kapasitas muat bebannya, selama bentuk-bentuk struktur yang digunakan menjamin bahwa bahan tersebut dipergunakan secara efisien. Baja struktural diproduksi oleh pabrik dengan berbagai mutu, ukuran dan bentuk. Beberapa jenis produk baja diantaranya sebagai berikut:
Profil H Profil IWF Profil siku Profil UNP Profil Lip Canal
II-2 2.1.1 Sumbu Utama
Sumbu utama adalah sumbu yang menghasilkan inersia maksimum atau
minimum. Sumbu yang menghasilkan inersia maksimum dinamakan sumbu kuat, dan yang menghasilkan inersia minimum disebut sumbu lemah. Sumbu simetri suatu penampang selalu merupakan sumbu utama, namun sumbu utama belum tentu sumbu simetri (Padosbajayo, 1994).
(a) Profil WF (b) Profil siku
Gambar 2.2 Sumbu Utama
Sumbu X-X dan Y-Y untuk profil WF gambar 2.1.1 adalah sumbu simetri, karena sumbu-sumbu tersebut merupakan sumbu utama. Sumbu X-X dan Y-Y untuk profil siku gambar 2.2 bukan sumbu simetri dan bukan sumbu utama. Sumbu-sumbu utama profil siku adalah Sumbu-sumbu A-A (Sumbu-sumbu kuat) dan Sumbu-sumbu B-B (Sumbu-sumbu lemah). Y Y X X Y Y X X A A B B
II-3 2. 2 Sifat Mekanis Material Baja
Untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja yang paling tepat adalah dengan uji tarik. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan pada benda uji baja tersebut. Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukan hasil uji kuat tarik material baja yang dilakukan pada suhu kamar serta dengan memberikan laju regangan yang normal.
Gambar 2.3 Kurva Hubungan Tegangan ( f ) dan Regangan ( Ԑ ) 2% ƒ ƒu ƒyu ƒymin tan-1 E Ԑsh=1,5% + 20% Ԑ
II-4 Gambar 2.4 Kurva Tegangan ( f ) dan Regangan ( Ԑ ) yang Diperbesar
Besarnya tegangan pada kurva tersebut di atas dapat ditentukan dengan membagi beban dengan luas penampang lintang semula benda uji kemudian besarnya regangan dihitung dari perpanjangan dibagi dengan panjang semula dapat dituliskan dengan rumus :
Tegangan : A N f ... (2.1) Regangan : o L L ... (2.2) Keterangan: ƒp : Batas proposional 2% Ԑy ƒ ƒyu regangan permanen Ԑ ƒy ƒe ƒp daerah elastis daerah plastis
II-5 ƒe : Batas elastis
ƒyu, ƒy : Tegangan leleh atas dan bawah
ƒu : Tegangan putus
Ԑsh : Regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan regangan) Ԑu : Regangan saat tercapainya tegangan putus
N : Beban tarik yang diberikan
A : Luas penampang baja
ΔL : Pertambahan panjang antara dua titik acuan
L0 : Panjang semula diantara dua titik acuan
Pada kurva diatas menunjukan titik-titik penting yang menjadi beberapa bagian daerah yaitu:
Daerah linier (0 - ƒp), daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian
kurva ini disebut Modulus Elastisitas/Modulus Young. E = tegangan (ƒ) berbanding lurus dengan regangan (Ԑ)
f
E ... (2.3)
Daerah elastis (0 - ƒe), yaitu jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali
ke bentuk semula.
Daerah plastis dibatasi oleh regangan 2% hingga 1,2% - 1,5%, pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar ƒy.
- Daerah penguatan regangan / strain hardening (Ԑsh - Ԑu). Untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil dari
II-6 kemiringan daerah plastis. Kemiringan daerah in disebut modulus penguatan regangan (Ԑst).
2. 3 Metode Perencanaan Struktur Baja
Metode perencanaan yang digunakan adalah metode ASD (Allowable Stress Design) atau metode elastis atau metode perencanaan tegangan kerja dan metode LRFD (Load and Resistance Factor Design) atau metode perencanaan kekuatan batas.
2.3.1 Metode ASD (Allowable Stress Design)/ Metode Elastis
Metode desain ini mempertahankan tegangan dalam selang elastis pada kurva tegangan-regangan elemen-elemen struktur dirancang sehingga tegangannya tidak melebihi tegangan titik leleh (σy) atau tegangan yang dihitung harus berada dalam batas elastik yaitu tegangan sebanding dengan regangan.
2.3.2 Metode LRFD (Load and Resistance Factor Design)
Pada metode perencanaan struktur ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Qi Rn i.
... . (2.4)
Bagian kiri persamaan menyatakan kekuatan nominal Rn yang dikalikan suatu faktor reduksi kekuatan ϕ untuk menghitung kekuatan tahanan rencana, sedangkan pada bagian kanan menyatakan beban yang harus dipikul oleh struktur tersebut.
II-7 2. 4 Tinjauan Desain Struktur Baja
Pada tinjauan desain struktur baja, struktur harus direncanakan dapat memikul beban yang lebih besar dari perencanaan pemakaian normal. Dalam desain elastis, tegangan leleh pada elemen struktur disamakan dengan terjadinya kegagalan atau keruntuhan struktur, walaupun baja secara aktual tidak mengalami kegagalan. Dalam tegangan leleh baja yang digunakan dalam analisis plastis tidak melebihi 450 Mpa. Berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, SNI 03-1729-2002 mengklarifikasikan mutu material baja sebagai berikut :
Jenis Baja
Tegangan Putus Minimum ƒu
Tegangan Leleh Minimum ƒy kg/cm2 MPa kg/cm2 MPa Bj 34 Bj 37 Bj 41 Bj 50 Bj 55 3400 3700 4100 5000 5500 340 370 410 500 550 2100 2400 2500 2900 4100 210 240 250 290 410
II-8 2. 5 Desain Elemen Struktur Baja Metoda LRFD (Load and Resistance
Factor Design)
2.5.1 Jenis – jenis perkakuan
Batang pengaku (bracing) merupakan salah satu komponen struktur yang berfungsi untuk mengantisipasi kekakuan struktur baja yang lemah.
Adapun jenis-jenis pengaku antara lain :
a. Pengaku Diagonal (Diagonal Bracing), terdiri dari :
- Pengaku silang (Cross Braces), dimana tiap batang pengaku diagonal didesain sebagai batang tarik
- Pengaku K (K Braces), dimana salah satu batang pengaku diagonal didesain sebagai batang tarik, sedangkan yang lain didesain sebagai batang tekan b. Pengaku Menerus (Continous Bracing)
c. Compression Flange Braces , dimana berfungsi untuk menghindari tekuk torsi-lateral dari sebuah balok.
2.5.2 Perbesaran Kolom
Struktur kolom pada umumnya lebih dominan menerima beban aksial tekan. Beban tersebut bekerja searah dengan arah memanjang kolom. Dalam perencanaan kolom, berdasarkan panjang kolomnya terdapat tiga kemungkinan kegagalan atau keruntuhan yang terjadi, yaitu :
II-9 a. Kolom pendek, merupakan jenis kolom yang kegagalannya berupa hancurnya material. Hancurnya material murni karena bebannya melebihi kapasitas tekan materialnya.
b. Kolom sedang, dimana kegagalannya ditentukan oleh hancurnya material dan tekuk (buckling)
c. Kolom panjang adalah kolom yang kegagalannya ditentukan oleh tekuk yang terjadi akibat ketidakstabilan kolom.
Tekuk terjadi apabila suatu kolom menerima gaya aksial meskipun belum mencapai tegangan leleh atau kapasitas tekan material kolomnya belum terlampaui. Fenomena kegagalan kolom tersebut berkaitan dengan kekakuan dan kelangsingan kolom itu sendiri. Kekakuan banyak dipengaruhi oleh modulus elastisitas dan momen inersia penampang, sedangkan kelangsingan dipengaruhi oleh panjang efektif kolom. Sedangkan panjang efektif kolom dipengaruhi oleh nilai faktor panjang tekuk yang bergantung pada kondisi ujung struktur kolom tersebut. Struktur kolom dengan nilai kelangsingan yang tinggi, maka kegagalan yang mungkin terjadi adalah kegagalan tekuk.
Untuk menghindari kegagalan akibat tekuk pada kolom, maka luas tampang tekan dan bentuk dari tampang harus dipilih secara benar. Momen inersia menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam pemilihan tampang, maka nilai momen inersia dapat ditingkatkan dengan menyebarkan luas tampang dalam batas-batas praktis sejauh mungkin dari sumbunya.
II-10 2.5.3 Struktur Tanpa Bresing
Struktur tidak berbresing (unbraced frames) merupakan sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul oleh rangka terutama melalui mekanisme lentur.
2.5.4 Struktur Bresing Vertikal Konsentrik
Sistem bresing vertikal konsentris merupakan sistem bresing dimana sumbu utamanya bertemu atau saling memotong dalam satu titik. Sistem bresing vertikal konsentris ini bertujuan untuk menimbulkan gaya tarik untuk melawan gaya desak akibat beban yang terjadi sehingga akan terjadi tekuk. Gaya tarik yang ditimbulkan pada sistem bresing vertikal konsentris ini akan melawan gaya desak sehingga secara umum struktur akan mengalami tekuk akibat desakan gaya lateral tersebut. Sitem ini mempunyai 5 tipe bentu bresing, yaitu bentuk X, V, K, dan Z (Brockenbrough dan Martin, 1994)
2.5.5 Desain Komponen Balok
Balok merupakan pemikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinal sehingga terjadi kelenturan pada balok tersebut. Keadaan lentur tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
II-11 Gambar 2.5 Diagram gaya momen dan gaya lintang
Momen lentur rencana Mu harus memenuhi persyaratan berikut:
n
u M
M ... (2.11) Keterangan:
Mu : Momen lentur perlu Mn : Momen lentur nominal ϕ : faktor reduksi kekuatan (0,9)
Kelangsingan penampang untuk balok lentur dapat ditentukan dengan: a) Pelat sayap berpenampang kompak
p f y f f t b 170 2 ... (2.12)
b) Pelat badan perpenampang kompak
p
w
II-12 y w f t h 1680 ... (2.13)
Untuk balok yang berpenampang kompak maka kuat lentur nominal penampangnya adalah:
Mn = Mp ... (2.14) Dimana
Mp = ƒy x Z ... (2.15) Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang terkekang secara lateral, Lb yaitu:
a) Untuk bentang pandek dengan Lb < Lp, kuat lentur nominal:
Mn = Mp ...(2.16) b) Untuk bentang menengah dengan Lp < Lb < Lr kuat lentur nominal :
p p r b r r p r b n M L L L L M M M C M ) ( ) ( ) ( ...(2.17)
c) Untuk bentang panjang dengan Lr < Lb kuat nominal untuk profil I dan kanal ganda : p y w b y cr n I I M L E GJ El Lb Cb M M . 2 ...(2.18) Dimana: y y f E xr Lp1,76 ... (2.19)
II-13 l f X f X r Lr l y 2 2 1 1 1 ... (2.20) 2 1 EGJA W X x ... (2.21)
4 2 f y w t h x I I ... (2.22) y w x I I x GJ W X 2 2 4 ... (2.23) 3 , 2 3 3 . max 5 , 2 . max 5 , 12 C B A b M M M M C ... (2.24) Keterangan:MA : Momen pada ¼ bentang MB : Momen pada ½ bentang MC : Momen pada ¾ bentang
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat gaya geser yang terjadi pada titik momen lentur maksimum. Gaya geser yang terjadi VU harus memenuhi:
VU < ØVn Keterangan:
Vu = Gaya geser perlu
Vn = Gaya geser dominan pelat badan Ø = faktor reduksi (0,9)
Kuat geser nominal pelat badan ditentukan berdasarkan kondisi sebagai berikut: a) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal memenuhi
II-14 y n f E k tw h 10 . 1 ... (2.25) 2 5 5 h a kn ... (2.26)
Maka nilai kuat geser nominal:
Vn = 0,6fyxAw ... (2.27) b) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal memenuhi
c) y n y n f E k tw h f E k 37 . 1 10 . 1
Maka kuat geser nominal:
w y n w y n t h f E k xA f V 0,6 1.10 1 ... (2.28)
d) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal memenuhi
w y n t h f E k 37 , 1 ... (2.29)
Maka kuat geser nominal:
2 9 , 0 w n w n t h xE xk xA V ... (2.30)
jika pada balok bekerja gaya geser dan gaya normal, maka balok harus direncanakan untuk memikul gaya kombinasi gese dan lentur yaitu:
II-15 375 , 1 625 , 0 n u n u V V M M ... (2.31)
2.5.6 Desain Komponen Struktur yang Mengalami Gaya Kombinasi
Komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Untuk, 0,2: n u N N 0 , 1 9 8 ny b uy nx b ux n u M M M M N N ... (2.32) Untuk, 0,2: n u N N 0 , 1 2 ny b uy nx b ux n u M M M M N N ... (2.33) Keterangan:
Mux : Momen lentur terfaktor terhadap sumbu-x terbesar Muy : Momen lentur terfaktor terhadap sumbu-y terbesar Nu : Gaya aksial terfaktor
Nn : Kuat nominal penampang (gaya tarik atau gaya tekan) ϕ : faktor reduksi kekuatan (0,85)
II-16 2. 6 Tinjauan Desain Struktur Gedung Berlantai Banyak
Tinjauan struktur merupakan hal utama dalam mendesain bangunan gedung bertingkat hal ini dilakukan agar bangunan tidak terjadi kerusakan apalagi terjadi collapse. Tinjauan itu meliputi hal-hal yang mempengaruhi dalam desain struktur seperti kondisi pembebanan beserta analisa desain serta desain struktur bangunannya.
2.6.1 Pembebanan
Berdasarkan SNI 03-1727-1989 Pedoman Perencanaan Untuk Rumah dan Gedung, maka yang ditinjau adalah:
a) Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk beban-beban tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu sendiri.
b) Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang/mesin-mesin yang dapat berpindah-pindah merupakan bagian terpisah dari gedung sehingga mengakibatkan perubahan dalam pebebanan lantai dan atap tersebut.
II-17 Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan hisap/negatif.
d) Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa.
Analisa statik ekuivalen:
Wt
R cxI
V ... (2.34)
Keterangan:
V : Gaya geser dasar rencana total R : Faktor reduksi gempa
Wt : Berat total struktur
I : faktor kepentingan struktur C1 : faktor respon gempa
Untuk menentukan nilai faktor respon gempa C, harus diketahui nilai waktu getar alami struktur yang dalam perencanaan dapat ditentukan dengan rumus:
D H
T 0,05 ... (2.35)
Keterangan:
T : Waktu getar alami fundamental H : Tinggi gedung
II-18 Nilai waktu getar alami fundamental, T harus lebih kecil dari 20% dari nilai T1 yang diperoleh dari:
n i n i fixdi g Wixdi T 1 1 2 1 6,3 ... (2.36) Keterangan:Wi : berat lantai pada tingkat ke-i Fi : Beban gempa pada tingkat ke-i
di : simpangan horisontal sebesar 9,81 m/dt2
Beban lateral total yang disarankan untuk distribusi pada tiap lantai untuk arah – x atau arah – y, Fi dihitung menurut rumus:
V z W z W F n i i
1 1 1 1 1 ...(2.37) Keterangan:F : Gaya lateral di lantai ke-i W : Berat di lantai ke-i
T : Tinggi lantai tingkat ke dari atas tanah V : Gaya geser dasar rencana total
Kombinasi pembebanan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah : 1. 1,4 D 5. 0,9D + 1,0L + 1Ex + 0,3Ey 2. 1,2D + 1,6L+0,5A 6. 0,9D + 1,0L + 0,3Ex + 1Ey 3. 1,2D + 1,0L + 1Ex + 0,3Ey
II-19 2.6.2 Simpangan (Drift) Akibat Gaya Gempa
Simpangan (driff) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan lateral dari suatu sistem struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yang berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):
- Kestabilan struktur (structural stability)
- Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur
- Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.
2. 7 Perencanaan Sambungan
2.7.1. Sambungan baut
Suatu baut yang memikul beban terfaktor Ru, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Ru < ϕ. Rn ... (2.38) Keterangan:
Rn : Kuat nominal baut
ϕ : Faktor reduksi kekuatan (0,75) 2.7.1.1. Baut dalam keadaan geser
II-20 b A . .ƒ .r = .V = Vd ƒ n ƒ 1 bu ... (2.39) Keterangan:
r1 : 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r2 : 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser ϕf : 0,75 faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
b u
ƒ : tegangan tarik putus baut
Ab : Luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir 2.7.1.2. Baut memikul gaya tarik
Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut:
b A . 0,75.ƒ = .T = Td ƒ n ƒ bu ... (2.40) Keterangan:
ϕf : 0,75 faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
b u
ƒ : tegangan tarik putus baut
Ab : Luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
2.7.1.3. Baut dengan memikul kombinasi geser dan tarik
Baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu, dan gaya tarik terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi kedua persyaratan sebagai berikut :
m nAb . .ƒ .r V = ƒ b u 1 ƒ u uv ... (2.41) n T A Tn .ƒ . b u . = Td ƒ ƒ t ... (2.42) 2 uv 2 1 t ƒ -r .ƒ ƒ ƒ ... (2.43)
II-21 Keterangan:
ϕf : 0,75 faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
n : Jumlah baut
m : jumlah bidang geser untuk baut mutu tinggi: ƒ1 : 807 Mpa ƒ2 : 621 Mpa
r2 : 1,9 untuk baut dengan ulir pada bidang geser r2 : 1,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser untuk baut mutu normal:
ƒ1 : 410 Mpa ƒ2 : 310 Mpa r2 : 1,9
II-22 Gambar 2.6 Sambungan Kombinasi Geser dan Tarik
2.7.1.4. Baut dengan kuat tumpu
Kuat tumpu rencana bergantung pada yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar daripada 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih besar daripada 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut :
u p. b. ƒ n ƒ d .R 2,4. . .ƒ R d T ... (2.44) Kuat tumpu yang didapat dari perhitungan di atas berlaku untuk semua jenis lubang baut. Sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah kerja gaya berlaku persamaan berikut ini:
u p. b. ƒ n ƒ d .R 2,0. . .ƒ R d T ... (2.45)
II-23 Keterangan:
φ f : 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur db : Diameter baut nominal pada daerah tak berulir
tp : Tebal pelat
fu : Tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau pelat
Gambar 2.7 Tata letak baut
3db < S < 15tp atau 200 mm
1,5db < S1< (4tp + 100mm) atau 200mm
2.7.2. Sambungan Las
Dalam sambungan harus memenuhi persamaan sebagai berikut:
u R Rnw . ... (2.46) Dengan: ϕ : Faktor tahanan
Rnw : Tahanan nominal per satuan panjang las Ru : Beban terfaktor per satuan panjang las 1.7.2.1. Las tumpul
II-24 Kuat las tumpul penetrasi ditetapkan sebagai berikut:
a. Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial terhadap luas efektif, maka :
y e nw t f R 0,9. . . (bahan dasar) ... (2.47) yw e nw t f R 0,8. . . (bahan las) ...(2.48)
b. Bila sambungan dibebani gaya geser terhadap luas efektif, maka : ) . 6 , 0 .( . 9 , 0 .Rnw te fy (bahan dasar) ... (2.49) ) . 6 , 0 .( . 8 , 0 .Rnw te fuw (bahan las) ... (2.50) Dengan: ƒy : Kuat leleh ƒu : Kuat tarik putus 1.7.2.2. Las sudut
Kuat rencana per satuan panjang las sudut, ditentukan sebagai berikut : ) . 6 , 0 .( . 75 , 0 .Rnw te fuw (bahan las) ... (2.51) u e nw t f R 0,8. . . (bahan dasar) ... (2.52)
1.7.2.3. Las baji dan pasak
Kuat las baji dan pasak ditentukan sebagai berikut:
w uw nw f A R 0,75.(0,6. ) . (bahan las) ... (2.53) Dengan:
Aw : Luas geser efektif las ƒuw : Kuat tarik putus logam las