PENGARUH LAMA PERENDAMAN INDUK DI DALAM AROMATASE INHIBITOR
TERHADAP PROPORSI KELAMIN ANAK IKAN GAPI Poecilia reticulata Peters
INKA DEVANNA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
ABSTRAK
INKA DEVANNA. Pengaruh Lama Perendaman Induk Di Dalam Aromatase Inhibitor Terhadap Proporsi Kelamin Anak Ikan Gapi Poecilia reticulata Peters. Dibimbing oleh Agus Oman Sudrajatdan Muhammad Zairin Junior.
Ikan gapi merupakan salah satu komoditas jenis ikan hias air tawar yang popular dan banyak diminati oleh masyarakat terutama ikan gapi jantan. Hal ini menyebabkan produksi gapi jantan atau populasi monosex lebih menguntungkan. Pada penelitian ini, aromatase inhibitor digunakan dalam metode sex reversal untuk memproduksi keturunan jantan melalui perendaman induk bunting ikan gapi. Induk bunting ikan gapi direndam dalam 50 ppm larutan aromatase inhibitor dalam waktu berbeda yaitu 0, 8, 16 dan 24 jam. Penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman 24 jam menghasilkan persentase jantan terbesar yaitu 78,63%. Aromatase inhibitor tidak mempengaruhi tingkat keberlangsungan hidup. Peningkatan waktu perendaman dalam aromatase inhibitor dapat meningkatkan maskulinisasi keturunan ikan gapi.
Kata kunci : sex reversal, ikan gapi, aromatase inhibitor
---
ABSTRACT
INKA DEVANNA. Effect of Dipping Period of Gravid Female in Aromatase
Inhibitor on Sex Proportion of Offspring’s Guppy Poecilia reticulata Peters. Supervised by Agus Oman Sudrajat and Muhammad Zairin Junior.
Guppy is one of the freshwater ornamental fish commodities which is popular and much demanded by the public, especially males guppy. This has caused generating males guppy or monosex population is more profitable. In this research, aromatase inhibitor was used in sex reversal method to produce male offsprings by immersion (dipping) of the gravid females guppy. The females Guppy was dipped in 50 ppm of aromatase inhibitor solution in different period i.e. 0, 8, 16 and 24 hours. Results showed that the treatment of 24 hours dipping period indicated the highest percentage of males offspring was 78.63%. Aromatase inhibitors do not affect the level of sustainability. Increasing of dipping period in aromatase inhibitor could increase masculinization guppy’s offspring.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENGARUH LAMA PERENDAMAN INDUK DI DALAM
AROMATASE INHIBITOR TERHADAP PROPORSI KELAMIN
ANAK IKAN GAPI Poecilia reticulata Peters
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
INKA DEVANNA C14053804
PENGARUH LAMA PERENDAMAN INDUK DI DALAM AROMATASE INHIBITOR
TERHADAP PROPORSI KELAMIN ANAK IKAN GAPI Poecilia reticulata Peters
INKA DEVANNA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Pengaruh Lama Perendaman Induk Di Dalam Aromatase Inhibitor Terhadap Proporsi Kelamin Anak Ikan Gapi Poecilia reticulata Peters
Nama : Inka Devanna Nomor Pokok : C14053804
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Agus Oman Sudrajat Prof. Dr. M. Zairin Jr. NIP 196408131991031001 NIP 195902181986011001
Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Indra Jaya NIP 196104101986011002
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 30 Mei 1987 oleh pasangan Kemal Heryandri dan Marhayurini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui adalah SD Tadika Puri Jakarta (lulus tahun 1999), SMP Labschool Jakarta (lulus tahun 2002) dan SMAN 21 Jakarta (lulus tahun 2005). Pada tahun 2005, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Institut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya melalui Jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai staf kewirausahawan periode 2006/2007. Selain itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Dasar-Dasar Genetika Ikan periode 2008/2009. Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis pernah menjalani praktek kerja lapang di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Perikanan Budidaya Air Tawar Subang, Jawa Barat.
Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Lama Perendaman Induk Di Dalam Aromatase Inhibitor Terhadap Proporsi Kelamin Anak Ikan Gapi Poecilia reticulata Peters”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah-Nya, rezeki dan kesehatan serta umur yang panjang kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Agus Oman Sudrajat selaku pembimbing I serta Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama melakukan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini.
2. Para dosen dan seluruh staf pengajar di Departemen Budidaya Perairan yang telah memberikan pembekalan ilmu.
3. Ibu dan Ayah serta adik-adik yang selalu memberikan dukungan dan do’anya. 4. Para staff Departemen Budidaya Perairan yang sudah memberikan fasilitas, dukungan, dan kerjasamanya.
5. Teman-teman di Lab Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik.
6. Teman-teman BDP 42, kakak kelas, dan adik kelas yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata, penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Bogor, Juli 2010
viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN ………..………… 1
II. BAHAN DAN METODE ……... 3
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 6
IV. KESIMPULAN………... 12
DAFTAR PUSTAKA ………. 13
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik rataan persentase jantan ……….. 6
2. Grafik rataan tingkat kelangsungan hidup ... 7
3. Induk ikan gapi jantan (atas) dan betina (bawah)………... 7
4. Gonad jantan (kiri) dan betina (kanan) ……….. 8
5. Hasil pengamatan gonad secara mikroskopis 8 (a). Gonad jantan dengan pewarnaan asetokarmin ……….…... 8
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jumlah anak ikan gapi berkelamin jantan dan betina …………. 17
2. Data kelangsungan hidup selama masa pemeliharaan ... 18
3. Data kualitas air selama masa pemeliharaan ... 19
4. Waktu kelahiran anak ikan gapi setelah perendaman induk di dalam aromatase inhibitor ... 19
5. Tabel RAL persentase jantan ... 20
6. Tabel sidik data ragam persentase jantan ... 20
7. Tabel RAL data kelangsungan hidup ... 20
1
I. PENDAHULUAN
Ikan gapi merupakan salah satu komoditas jenis ikan hias air tawar yang populer dan banyak diminati oleh masyarakat terutama ikan gapi jantan. Ikan gapi jantan lebih disukai dibandingkan ikan gapi betina karena gapi jantan memiliki sirip ekor yang lebar dengan corak warna bervariasi dibandingkan dengan ikan gapi betina. Hal ini menyebabkan populasi monosex untuk menghasilkan gapi jantan lebih menguntungkan.
Pengendalian rasio kelamin dilakukan melalui mekanisme sex reversal pada saat diferensiasi kelamin. Diferensiasi kelamin terjadi pada saat periode kritis dimana otak embrio masih dalam keadaan bipotensial dalam pengarahan kelamin secara morfologi, tingkah laku maupun fungsi. Umumnya diferensiasi kelamin terjadi pada awal perkembangan embrio hingga beberapa hari atau minggu setelah menetas, tergantung spesies.
Pembalikan kelamin atau sex reversal dapat dilakukan dengan perlakuan hormon kelamin pada kebanyakan vertebrata non mamalia (Hunter dan Donaldson, 1983). Hormon kelamin diantaranya estrogen dan androgen merupakan pemberi efek utama pada diferensiasi kelamin dan perkembangan pada teleost. Pemberian hormon androgen yaitu 17α-metiltestosteron diketahui efektif dalam menghasilkan persentase jantan 100% pada ikan gapi (Anjastuti, 1995; Yunianti, 1995). Namun akhir-akhir ini peredaran metiltestosteron mulai dibatasi karena diduga residu hormon tersebut menjadi salah satu bahan pencemar lingkungan karena sulit untuk didegradasi, bahkan metiltestosteron diduga dapat menyebabkan kanker atau bersifat karsinogenik pada manusia. Oleh karena itu perlu adanya alternative pengganti hormon androgen yaitu aromatase inhibitor. Perlakuan aromatase inhibitor pada stadia perkembangan larva pada banyak teleost dapat mengesampingkan diferensiasi kelamin yang ditentukan secara genetik.
Aromatase berperan dalam mengkatalisa perubahan testosteron menjadi estrogen dalam diferensiasi kelamin. Sitokrom (cyp19) P450 gen aromatase ovarium merupakan gen yang hanya diketahui mengkodekan aromatase pada ikan sampai sekarang. Dua isoform cyp19a dan cyp19b (juga disebut cyp19A1 dan
2 cyp19A2), khususnya diekspresikan di gonad dan otak, terdapat pada ikan teleost. Isoform tipe otak gen aromatase telah diidentifikasi di ikan mas koki (Carassius auratus) (Tchoudakova dan Callard, 1998) dan ikan nila Mozambique (Oreochromis mossambicus) (Cruz dan Canario, 2000). Pada otak, aromatase telah ditenggarai menjadi enzim kunci meregulasi diferensiasi kelamin pada ikan.
Kegunaan aromatase inhibitor yang menghambat sintesis estrogen dengan cara diferensiasi seksual dan reproduksi pada ikan, menyebabkan pencegahan sebagian atau seluruhnya diferensiasi ovarium dan menghasilkan maskulinisasi pada sejumlah ikan (Piferrer et al. 1994 ; Kwon et al., 2000). Studi telah menunjukkan bahwa pencegahan aktivitas aromatase dapat mendorong pembalikan betina genetik menjadi jantan fenotip pada ikan (Kitano et al. 2000 ; Lee et al. 2000). Perlakuan aromatase inhibitor selama periode diferensiasi kelamin telah menyebabkan pengurangan estrogen pada berbagai derajat maskulinisasi pada ikan hermaprodit dan gonokoris melalui pakan, perendaman dan implantasi, seperti yang telah dilakukan pada Chinook salmon (Oncorhynchus tschawytscha) (Piferre et al. 1994), ikan nila (Oreochromis niloticus) (Kwon et al., 2000), Japanese flounder (Paralichthys olivaceus) (Kitano et al. 2000), bluegill sunfish (Lepomis macrochirus) (Gao et al., 2009).
Aromatase inhibitor mampu memaskulinisasi 54.29% ikan gapi jantan melalui perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 50 mg/l (Mazida, 2002), 68% ikan gapi jantan dengan perlakuan suhu 30°C selama 24 jam pada dosis 600 mg/l (Ramawardhani, 2005), 82.22% ikan nila merah (Nurlaela, 2002) dan 36.89% pada ikan betta (Wulansari, 2002). Pengaruh lama waktu perendaman 17α-metiltestosteron pada induk gapi terbukti efektif memaskulinisasi sebesar 100% selama 24-48 jam (Yunianti, 1995). Saat ini belum ada penelitian mengenai lama waktu perendaman aromatase inhibitor yang efektif pada induk gapi untuk menghasilkan keturunan jantan yang maksimal sehingga dilakukan perendaman aromatase inhibitor menggunakan perlakuan lama waktu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu perendaman aromatase inhibitor pada induk bunting terhadap maskulinisasi anak ikan gapi.
3
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 sampai Februari 2010 di Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Perlakuan yang diberikan berupa perendaman induk betina dalam larutan aromatase inhibitor (AI). Percobaan ini dilaksanakan dengan empat perlakuan (satu sebagai kontrol). Rancangan perlakuannya yaitu perlakuan dengan lamanya perendaman 0 jam (kontrol), perlakuan dengan lamanya perendaman 8 jam, perlakuan dengan lamanya perendaman 16 jam dan perlakuan dengan lamanya perendaman 24 jam. Masing perlakuan terdiri dari 3 ekor induk betina. Dosis AI yang digunakan adalah 50 mg/liter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gapi (Poecilia reticulata), aromatase inhibitor dan larutan asetokarmin. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium ukuran 100x20x45 cm, akuarium ukuran 15 x 15 x 20 cm, selang aerasi, kaca preparat dan mikroskop.
Induk gapi jantan dan betina yang telah diseleksi dicampur dalam wadah perkawinan dengan perbandingan 1:1 selama 4 hari. Perkawinan dilakukan secara massal pada akuarium yang berukuran 100x20x45 cm. Setelah proses perkawinan selesai, jantan dikeluarkan dari wadah perkawinan, sedangkan betina dipelihara terus sampai waktu perendaman. Pada hari ke-14 setelah perkawinan (stadia bintik mata pada embrio) dilakukan perendaman dalam larutan AI sebanyak 50 mg/liter di wadah akuarium yang berukuran 15 x 15 x 20 cm selama 0, 8, 16 dan 24 jam. Selama proses perendaman berlangsung di dalam wadah diberi aerasi.
Setelah proses perendaman selesai, induk dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan sampai melahirkan. Setelah betina lahir, induk ikan dipindahkan ke wadah yang lain sedangkan benih tetap dipelihara pada wadah tersebut sampai berumur 2 minggu. Setelah itu, anak ikan gapi dipindahkan ke akuarium ukuran 100x20x45 cm untuk dipelihara hingga besar.
Anak ikan gapi yang baru lahir diberi pakan cacing sutera hingga siap dilakukan seleksi jenis kelamin. Pergantian air dilakukan setiap seminggu sekali.
4 Larva yang telah berumur 1-3 bulan sudah bisa dibedakan (diidentifikasi) jantan dan betina baik secara morfologi maupun secara histologi. Secara morfologi ikan jantan dapat diketahui dengan adanya gonopodium yang merupakan modifikasi sirip anal sebagai tempat untuk menyalurkan sperma, sedangkan pada betina akan terlihat titik hitam pada bagian urogenitalnya. Selain itu perbedaanya dapat dilihat dari warna dan bentuk sirip ekor. Kemudian dilakukan seleksi dan perhitungan jumlah anak dan betina. Perbedaan secara histologi dilakukan dengan pembedahan terhadap beberapa ikan yang diambil secara acak sebagai contoh.
Pengamatan histologi yang digunakan adalah metode pewarnaan asetokarmin. Pewarnaan dilakukan dengan cara memberikan beberapa tetes larutan asetokarmin pada gonad ikan yang telah dicacah dan diletakkan di atas gelas objek. Setelah didiamkan beberapa menit, gonad ditutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop.
Parameter yang dianalisis selama penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan 1 kontrol dan masing-masing terdiri atas ulangan. Beberapa parameter yang dianalisis adalah persentase ikan jantan (IJ), persentase ikan betina (IB), persentase ikan hermaprodit (IH) dan tingkat kelangsungan hidup (SR). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel. Adapun rumus untuk uji statistiknya adalah sebagai berikut :
a. Persentase Ikan Jantan
Keterangan :
IJ = persentase ikan jantan J = jumlah ikan jantan n = jumlah ikan keseluruhan
5 b. Persentase Ikan Betina
Keterangan :
IB = persentase ikan jantan B = jumlah ikan jantan n = jumlah ikan keseluruhan
c. Tingkat Kelangsungan Hidup
Keterangan :
SR = tingkat kelangsungan hidup
Nt = jumlah ikan pada akhir pemeliharaan No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan
SR = Nt/No x 100% IB = B/n x 100%
6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada perlakuan 0 jam diperoleh rataan persentase jantan sebesar 37.20%. Pada perlakuan 8 jam diperoleh rataan persentase jantan sebesar 42.07%. Pada pelakuan 16 jam diperoleh rataan persentase jantan sebesar 59.20%. Pada perlakuan 24 jam diperoleh rataan persentase jantan sebesar 78.63%. Perlakuan 24 jam merupakan perlakuan dengan persentase jantan terbesar. Hasil pengamatan dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Gambar 1).
37.2 ± 11.36 42.07 ± 10.61 59.2 ± 4.02 78.63 ± 15.89 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 8 16 24
Lama Perendaman AI (jam)
P e rs e n ta s e J a n ta n ( % ) a b c d
Gambar 1. Grafik rataan persentase jantan
Keterangan : Huruf a, b, c, d merupakan huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Pada perlakuan 0 jam diperoleh rataan kelangsungan hidup sebesar 75.93%. Pada perlakuan 8 jam diperoleh rataan kelangsungan hidup sebesar 89.50%. Pada pelakuan 16 jam dieroleh rataan kelangsungan hidup sebesar 90.47%. Pada perlakuan 24 jam diperoleh rataan persentase jantan sebesar 96.57%. Perlakuan 24 jam merupakan perlakuan dengan kelangsungan hidup terbesar. Hasil ini memperlihatkan semakin lama waktu perendaman tingkat kelangsungan hidup semakin tinggi. Akan tetapi berdasarkan hasil statistik (Lampiran 8), perbedaan tersebut tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hasil pengamatan dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Gambar 2).
7 75.93 ± 25.05 89.5 ± 6.72 90.47 ± 7.62 96.57 ± 3.45 0 20 40 60 80 100 120 0 8 16 24
Lama Perendaman AI (jam)
D e ra ja t K e la n g s u n g a n H id u p ( % ) a a a a a
Gambar 2 Grafik rataan tingkat kelangsungan hidup
Keterangan : Huruf a, a, a, a merupakan huruf yang sama pada histogram menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata
Untuk membedakan ikan gapi jantan dan betina tidaklah sulit. Warna tubuh jantan jauh lebih indah daripada betina. Sirip-sirip pada jantan lebih panjang dan lebih lebar. Tubuh gapi jantan lebih ramping. Gapi jantan dilengkapi gonopodium (modifikasi sirip anal, meruncing) pada alat kelaminnya sebagai tempat saluran sperma. Tubuh gapi betina lebih besar dan perutnya gemuk. Terdapat bintik hitam pada lubang urogenitalnya atau pada sirip analnya membulat. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 3).
Gambar 3 . Induk ikan gapi jantan (atas) dan betina (bawah)
Anak ikan gapi yang telah berumur sekitar dua bulan diambil gonadnya untuk pengamatan histologi terhadap penampakan jaringan gonad. Hal ini
8 bertujuan untuk mengetahui dengan pasti kecocokan antara penampakan secara morfologi dengan penampakan histologi. Hasil pengamatan histologis terhadap gonad ikan gapi dapat dilihat di Gambar 4.
Gambar 4. Gonad jantan (kiri) dan betina (kanan)
(a). (b).
Gambar 5. Hasil pengamatan gonad secara mikroskopis : (a). Gonad jantan dengan pewarnaan asetokarmin, (b). Gonad betina dengan pewarnaan asetokarmin
Berdasarkan Gambar 5 hasil pengamatan gonad di bawah mikroskop, sel–sel gonad ikan gapi menunjukkan hasil yang sesuai dengan penampakan morfologi ikan gapi. Untuk gapi betina, sel-sel gonad besar dan dapat terlihat adanya inti sel. Sedangkan untuk ikan jantan sel-sel gonad hanya berupa sel-sel kecil seperti bintik-bintik yang merupakan sel bakal sperma.
9 Aromatase inhibitor merupakan senyawa steroid dan nonsteroid yang mencegah aktivitas aromatase. Aromatase inhibitor menghambat biosintesis estradiol-17ß dari testoteron yang menghasilkan berkurangnya produksi estrogen (Komatsu et al., 2006). Aromatase inhibitor nonsteroid telah digunakan untuk produksi estrogen dan atau maskulinisasi pada hewan non mamalia termasuk ikan teleost. Aromatase inhibitor telah terbukti mampu memaskulinisasi ikan seperti Chinook salmon Oncorhynchus tschawyrscha (Piferrer et al. 1994), nila Oreochromis niloticus (Kwon, 2000) dan Japanese flounder Paralichthys olivaceus (Kitano et al. 2000).
Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat diferensiasi kelamin dan reproduksi pada ikan. Secara umum aromatase inhibitor menghambat aromatase melalui dua cara yaitu dengan menghambat proses transkrip dari gen-gen aromatase sehingga mRNA tidak terbentuk dan sebagai konsekuensinya enzim aromatase tidak ada, atau melalui cara bersaing dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas aromatase tidak berjalan. Mekanisme penghambatan aromatase oleh aromatase inhibitor yang digunakan (imidazole) melalui cara bersaing dengan substrat alami enzim (testosteron) dan selanjutnya berinteraksi dengan sisi aktif enzim, mengikatnya dan tidak dapat kembali sehingga mengakibatkan ketidakaktifan dari enzim (Brodie, 1991).
Dari hasil perendaman diperoleh perlakuan 24 jam merupakan perlakuan dengan persentase jantan terbesar yaitu 78.63% dan terendah pada perlakuan 0 jam yaitu 37.2%. Hasil ini menunjukkan bahwa aromatase inhibitor berperan dalam proses maskulinisasi ikan gapi.
Besarnya persentase keberhasilan sex reversal dengan menggunakan aromatase inhibitor ditentukan oleh lama perendaman dan dosis. Semakin lama waktu perendaman dan semakin besar dosis maka semakin besar persentasi jantan. Akan tetapi, belum diketahui waktu dan dosis yang optimum dalam memaskulinisasi ikan gapi. Lama perlakuan berkorelasi dengan dosis yang digunakan. Biasanya bila digunakan dosis yang rendah maka diperlukan waktu perlakuan yang lama. Sebaliknya dosis yang tinggi digunakan untuk waktu perlakuan yang pendek. Seperti pada penelitian ini yang menggunakan dosis 50 ppm dengan lama perendaman 24 jam mampu menghasilkan monosex jantan
10 78.63%. Selain itu, lama perlakuan juga berkorelasi dengan stadia larva pada saat ikan diberi perlakuan serta cara pemberian hormon. Pemberian melalui perendaman embrio memerlukan waktu yang lebih pendek. Kemungkinan jika lama waktu diperpanjang persentase jantan dapat mencapai 100 %. Penelitian Yunianti (1995) perendaman induk gapi menggunakan 17α-metiltestosteron dapat memaskulinisasi sebesar 100% selama 24-48 jam. Akan tetapi, jika perlakuan terlalu lama dikhawatirkan embrio sudah terburu menetas menjadi larva.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi diferensiasi kelamin gonad pada ikan yaitu hormon seks, suhu dan pH. Pada pemberian hormon seks, faktor yang mempengaruhi keberhasilan sex reversal adalah waktu permulaan perlakuan, durasi perlakuan dan dosis dan tipe hormon yang digunakan (Nakamura et al., 1998).
Penelitian Mazida (2002), aromatase inhibitor mampu memaskulinisasi 54.29% larva ikan gapi melalui perlakuan perendaman induk dengan dosis 50 mg/l. selama 10 jam perendaman. Atas dasar inilah kemudian dosis 50 mg/l digunakan untuk penelitian selanjutnya dengan perendaman yang lebih lama. Jika dibandingkan dengan penelitian Mazida (2002), hasil penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik dengan dosis yang sama. Hal ini disebabkan lamanya perendaman pada perlakuan ini lebih lama. Efek aromatase inhibitor pada reproduksi ikan dapat bervariasi yaitu feedback effect (efek timbal balik) aromatase pada gonadotropin, perbedaan spesies dan tahap ikan percobaan (Bornestaf et al. 1997; Antonopoulou et al. 1999).
Pada penelitian ini didapatkan tingkat kelangsungan hidup selama pemeliharaan yang cukup tinggi dengan rataan di atas 75%. Aromatase inhibitor tidak mempengaruhi tingkat keberlangsungan hidup.
Larutan aromatase inhibitor yang masuk ke dalam tubuh induk diyakini diserap melalui insang yang kemudian masuk ke dalam sirkulasi tubuh. Aromatase inhibitor masuk ke dalam tubuh induk diduga melalui proses difusi, karena perbedaan konsentrasi antara media perendaman dengan tubuh induk. Seperti halnya hormon (Misnawati, 1997), aromatase inhibitor diduga masuk ke dalam plasma melalui membran sel secara difusi. Sebelum larutan aromatase inhibitor mencapai target (embrio), banyak hal yang harus dilalui terutama proses
11 metabolisme di dalam tubuh induk sehingga aromatase inhibitor yang mencapai ke embrio tidak cukup untuk memaskulinisasi tapi cukup untuk mencegah aromatisasi (Piferrer et al. 1994). Oleh karena itu, perlakuan aromatase inhibitor haruslah pada waktu yang tepat.
Pada ikan gapi, larva secara efektif dimaskulinisasi dalam ovarium ketika betina yang bunting direndam 24 jam dalam larutan methyltestosterone (MT), pada hari ke 8 – 12 sebelum proses kelahiran (Nakamura et al., 1998). Arfah (1997) menyatakan bahwa fase diferensiasi kelamin ikan Poecilidae terjadi pada fase embrio sampai larva 12 hari, sedangkan menurut Hunter dan Donaldson (1983), diferensiasi testis pada ikan gapi terjadi selama 8 hari sebelum dilahirkan.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perendaman aromatase inhibitor 50 ppm dapat menghasilkan jantan yang lebih banyak bila waktu perendaman minimal 24 jam.
12
IV. KESIMPULAN
Perendaman induk bunting ikan gapi selama 24 jam dengan larutan aromatase inhibitor 50 mg/l dapat memaskulinisasi keturunannya hingga 78.63%. Aromatase inhibitor tidak memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup.
Lama waktu perendaman induk bunting dengan larutan aromatase inhibitor minimal membutuhkan waktu 24 jam untuk dapat menghasilkan persentase jantan yang tinggi. Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan lama perendaman yang lebih lama dengan dosis yang sama atau lebih besar.
13 DAFTAR PUSTAKA
Anjastuti, S.A. 1995. Pengaruh Dosis Hormon 17α-Metiltestosteron 1, 2, 4 dan 8 mg/l Dengan Cara Perendaman Induk Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Antonopoulou, E., Swanson, P., Mayer, I. dan Borg B. 1999. Feedback control of gonadotropins in Atlantic salmon, Salmo salar, male parr. II. Aromatase inhibitor and androgen efects. General and Comparative Endocrinology. 114:142-150.
Arfah, H. 1997. Efektivitas Hormon 17α-Metiltestosteron dengan Metode Perendaman Induk terhadap Nisbah Kelamin dan Fertilitas Keturunan pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters). [Tesis]. Program Studi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 42 lembar.
Bornestaf, C., Antonopoulou, E., Mayer, I. dan Borg, B. 1997. Effects of aromatase inhibitors on reproduction in male three-spined sticklebacks, Gasterosteus aculeatus, exposed to long and short photoperiods. Fish Physiology and Biochemistry 16:419–423.
Brodie, A. 1991. Aromatase and its Inhibitors-An Overview. The Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 40:255-261.
Cruz, M. and Canario, A.V.M. 2000. cDNA cloning dan expression of brain and ovary aromatase in tilapia, Oreochromis mossambicus. In: Norberg B, Kjesbu OS, Taranger GL, Andersson E, Stefansson SO, editors. Proceedings
D’Cotta, H., A. Fostier, Y. Guiguen, M. Govoroun dan J.F. Baroiller. 2001. Aromatase plays a key role during normal and temperature-induced sex differentiation of Tilapia Orechromis niloticus. Molecular Reproduction and Development 59:265-276.
Gao, Z.X., H. P. Wang, G. Wallat, H. Yao, D. Rapp, P. O’Bryant, R. MacDonald dan W.M Wang. 2009. Effects of a nonsteroidal aromatase inhibitor on gonadal differentiation of bluegill sunfish Lepomis macrochirus. Aquaculture Research (In press).
Hunter, G.A. dan Donaldson, E.M. 1983. Hormonal sex control and its application to fish culture. In: W.S.Hoar, D.J. Randall and E.M. Donaldson (Editors), Fish Physiology. Academic Press, New York, Vol. 9, pp. 223-291.
14 Kitano, T.,Takamune, K., Nagahama, Y. dan Abe, S.I. 2000. Aromatase inhibitor
dan 17alpha-methyltestosterone cause sex-reversal from genetical females to phenotypic males and suppression of P450 aromatase gene expression in Japanese flounder Paralichthys olivaceus. Molecular Reproduction and Development 56:1-5.
Komatsu, T., S. Nakamura dan M. Nakamura. 2006. Masculinization of female
golden rabbitfish Siganus guttatus using an aromatase inhibitor treatment
during sex differentiation. Comparative Biochemistry and Physiology, Part
C 143:402–409.
Kwon, J.Y., V. Haghpanah, L.M.K. Hurtado, B.J. McAndrew dan D.J. Penman.
2000. Masculinization of genetic female nile tilapia Oreochromis niloticus
by dietary administration of an aromatase inhibitor during sexual differentiation. The Journal of Experimental Zoology 287:46-53.
Lee, Y.H., Lee, F.Y., Yueh, W.S., Tacon, P., Du, J.L., Chang, C.N., Jeng S.R., Tanaka, H. dan Chang, C.F. 2000. Profiles of gonadal development, sex steroids, aromatase activity, and gonadotropin II in the controlled sex change of protandrous black porgy Acanthopagrus schlegeli Bleeker. General and Comparative Endocrinology 119:111-120.
Mazida, A.N. 2002. Pengaruh Aromatase Inhibitor terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Misnawati, H. 1887. Pengaruh Tingkat pemberian Hormon 17α-Metiltestosteron Kepada Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio) Terhadap Nisbah Kelaminnya. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Nakamura, M., T. Kobayashi, X. T. Chang dan Y. Nagahama. 1998. Gonadal sex differentiation in teleost fish. The Journal of Experimental Zoology 281:362-372.
Nurlaela. 2002. Pengaruh Dosis Aromatase Inhibitor Pada perendaman Emnrio Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Nila Merah (Orechromis sp.). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Piferrer, F., Zanuy, S., Carillo, M., Solar, I.I., Devlin, R.H. dan Donaldson, E.M. 1994. Brief treatment with an aromatase inhibitor during sex differentiation cause chromosomally female salmon to develop as normal functional males. The Journal of Experimental Zoology 270:255–262.
15 Ramawardhani, S. 2005. Pengaruh Aromatase Inhibitor Dengan Metode
Perendaman Induk Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Pada Suhu 30°C. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Tchoudakova, A. dan Callard, G. 1998. Identification of multiple CYP19 genes encoding different cytochrome P450 aromatase isozymes in brain and ovary. Endocrinology 139:2179-2189.
Wulansari, R. S. 2002. Pengaruh Dosis Aromatase Inhibitor Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Betta (Betta sp.). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.
Yunianti, A. 1995. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk Di Dalam Larutan Hormon 17α-Metiltestosteron Terhadap Nisbah Kelamin Anak Ikan Gapi (Poecilia reticulata). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.
16 LAMPIRAN
17 Lampiran 1. Jumlah anak ikan gapi berkelamin jantan dan betina
Perlakuan Ulangan Jumlah Anak (ekor) Jumlah Jantan (ekor) Jumlah betina (ekor) Persentase Jantan (%) 0 jam 1 2 1 1 50 0 jam 2 24 8 16 33.3 0 jam 3 14 4 10 28.3 Rata 13.33 4.33 9 37.2 Sd 11.02 3.51 7.55 11.36 8 jam 1 13 6 7 46.15 8 jam 2 20 10 10 50 8 jam 3 10 3 7 30 Rata 14.33 6.33 8 42.05 Sd 5.13 3.51 1.73 10.61 16 jam 1 19 12 7 63.16 16 jam 2 54 32 12 59.26 16 jam 3 78 43 35 55.13 Rata 50.33 29 18 59.18 Sd 29.67 15.72 14.93 4.02 24 jam 1 28 26 2 92.9 24 jam 2 27 22 5 81.5 24 jam 3 13 8 5 61.5 Rata 22.67 18.67 4 78.63 Sd 8.39 9.45 1.73 15.9
18 Lampiran 2. Data kelangsungan hidup selama masa pemeliharaan
Perlakuan Ulangan Jumlah Anak (ekor) Jumlah Jantan (ekor) Jumlah betina (ekor) Persentase Jantan (%) 0 jam 1 2 1 1 50 0 jam 2 24 8 16 33.3 0 jam 3 14 4 10 28.3 Rata 13.33 4.33 9 37.2 Sd 11.02 3.51 7.55 11.36 8 jam 1 13 6 7 46.15 8 jam 2 20 10 10 50 8 jam 3 10 3 7 30 Rata 14.33 6.33 8 42.05 Sd 5.13 3.51 1.73 10.61 16 jam 1 19 12 7 63.16 16 jam 2 54 32 12 59.26 16 jam 3 78 43 35 55.13 Rata 50.33 29 18 59.18 Sd 29.67 15.72 14.93 4.02 24 jam 1 28 26 2 92.9 24 jam 2 27 22 5 81.5 24 jam 3 13 8 5 61.5 Rata 22.67 18.67 4 78.63 Sd 8.39 9.45 1.73 15.9
19 Lampiran 3. Data kualitas air selama masa pemeliharaan
Waktu Perlakuan Parameter Kualitas Air yang Diamati
Suhu (°C) pH 0 jam 29 7.85 Awal 8 jam 29 7.88 Perlakuan 16 jam 28.5 7.88 24 jam 28 7.87 0 jam 27.4 7.21 Tengah 8 jam 27.5 7.26 Perlakuan 16 jam 27.6 7.4 24 jam 27.6 7.44 0 jam 28 7.2 Akhir 8 jam 28 7.25 Perlakuan 16 jam 28 6.76 24 jam 28 7.01
Lampiran 4. Waktu kelahiran anak ikan gapi setelah perendaman induk di dalam aromatase inhibitor
Perlakuan Waktu kelahiran (hari) pada ulangan ke- Rataan
1 2 3 4
0 jam 5 4 25 8 10.5
8 jam 1 21 13 20 13.75
16 jam 4 24 25 3 14
20 Lampiran 5. Tabel RAL persentase jantan
Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah ∑xi^2 ∑(xij)^2 0 jam 50 33.3 28.3 111.6 4409.78 12454.56 8 jam 46.2 50 30 126.2 5534.44 15926.44 16 jam 63.2 59.3 55.1 177.6 10546.74 31541.76 24 jam 92.9 81.5 61.5 235.9 19054.91 55648.81 Jumlah 252.3 224.1 174.9 651.3 39545.87 115571.6 FK 35349.3075 JKT 4196.5625 JKP 3174.549167 JKK 767.22 JKE 254.7933333
Lampiran 6. Tabel sidik ragam persentase jantan
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 3 3174.54917 1058.183 24.91862 4.757062664 9.779538
Kelompok 2 767.22 383.61
eror 6 254.7933333 42.46556
total 11 4196.5625 381.5057
F0.05=Fhit>Ftabel, maka berbeda nyata
F0.01=Fhit>Ftabel, maka sangat berbeda nyata
Lampiran 7. Tabel RAL data kelangsungan hidup
Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah ∑xi^2 ∑(xij)^2 0 jam 50 100 77.78 227.78 18549.7284 51883.73 8 jam 86.67 90.91 90.91 268.49 24040.9451 72086.88 16 jam 100 90 97.5 287.5 27606.25 82656.25 24 jam 96.6 93.1 100 289.7 27999.17 83926.09 Jumlah 333.27 374.01 366.19 1073.47 98196.0935 290552.9 111068.9 139883.4801 134095.1 FK 96028.15341 JKT 2167.940092 JKP 822.829425 JKK 233.7188667 JKE 1111.3918
21 Lampiran 8. Tabel sidik ragam data kelangsungan hidup
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 3 822.829425 274.2765 1.480719 4.757062664 9.779538
Kelompok 2 233.718867 116.8594
eror 6 1111.3918 185.232
total 11 2167.940092 197.0855
F0.05=Fhit<Ftabel, maka tidak berbeda nyata F0.01=Fhit<Ftabel, maka sangat tidak berbeda nyata