• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Tinjauan Pustaka. sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Tinjauan Pustaka. sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Pajak Secara Umum

2.1.1 Definisi Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pajak juga dapat diartikan sebagai sumber dana dari sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti masalah sosial, peningkatan kesejahteraan, kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara pemerintah dengan warga negaranya. Banyaknya definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaan hanya terletak pada sudut pandang dan persepsi yang digunakan oleh para pakar pada saat merumuskan pengertian pajak. Untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut:

Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2):

“Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dipaksakan yang terutang) oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”

Dalam definisi diatas memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu mengatur. Apabila

(2)

memperhatikan coraknya dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi, dan berbagai segi lainnya. Hal ini juga akan mewarnai titik berat yang diletakannya, sebagai contoh: segi penghasilan dan segi daya beli, namun kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi.

Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1), memberikan pengertian pajak sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

Menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M, dan Brock Horace R. Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Pengertian pajak menurut Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2.1.2 Unsur-Unsur Pajak

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara 2. Bersifat memaksa

(3)

3. Berdasarkan Undang-Undang

4. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat dituntut

5. Digunakan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran-pengeluaran negara yang bermanfaat bagi masyarakat

2.1.3 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) sebagai salah satu sumber penerimaan negara, pajak memiliki dua fungsi yaitu:

1. Fungsi Budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara

2. Fungsi Regulerend, yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.1.4 Pengelompokan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5), pajak di kelompokan kedalam tiga tinjauan yaitu:

1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung

Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

(4)

a. Pajak Subjektif

Pajak yang berpangkal atau berdasar pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

b. Pajak Objektif

Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

b. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.1.5 Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:4) tata cara pemungutan pajak terdiri dari:

1. Stelsel Pajak

a. Stelsel Nyata (Real Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

(5)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan, kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyatan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus menambah, sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2. Sistem Pemungutan

a. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:

- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

(6)

- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berarti memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:

- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.

- Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

- Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang yang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

3. Asas Pemungutan a. Asas Domisili

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

(7)

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.

2.1.6 Syarat-syarat Pemungutan Pajak

Syarat-syarat pemungutan pajak dalam buku Mardiasmo (2012:2) yaitu:

1. Syarat Keadilan

Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat kemampuan wajib pajak dalam membayar pajak.

2. Syarat Yuridis

Pemungutan pajak yang diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum yang adil bagi negara maupun Warga Negara Indonesia.

3. Syarat Ekonomis

Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan perekonomian dan tidak mengganggu kehidupan ekonomi dari wajib pajak.

4. Syarat Finansial

Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya pemungutan pajak tidak terlalu besar.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

(8)

2.1.7 Tarif Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:9) ada 4 (empat) macam tarif pajak, yaitu:

1. Tarif Sebanding Proporsional

Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenakan pajak.

2. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

3. Tarif Progresif

Presentase yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar.

2.1.8 Wajib Pajak

2.1.8.1 Pengertian Wajib Pajak

Dalam Undang-Undan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

dijelaskan bahwa:

“Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

2.1.8.2 Hak Wajib Pajak

Dalam Diana Sari (2013:170), hak-hak wajib pajak yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan adalah sebagai berikut:

(9)

1. Hak untuk Mendapatkan Pembinaan dan Pengarahan dari Fiskus

Ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Dan merupakan prioritas dari seluruh hak wajib pajak yang ada.

2. Hak untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalaan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian pajak atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.

3. Hak untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT

Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan SPT Taunan dengan mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.

4. Hak untuk Menunda atau Mengangsur Pembayaran Pajak

Wajib Pajak dapat mengajukan permoonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis disertai alasan-alasannya.

5. Hak untuk Memperole Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak

Dalam hal pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayarkan atau dipotong atau dipungut lebih besar dari seharusnya terutang.

(10)

Wajib Pajak yang tidak merasa puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana WP terdaftar. Jika WP tidak puas dengan keputusan keberatan, maka WP dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. 7. Hak Kerahasiaan Wajib Pajak

Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Di pihak lain yang melaksanakan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak.

8. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan

Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam an juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang.

9. Hak untuk Pembebasan Pajak

Dengan alasan-alasan tertentu, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.

10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebian Pembayaran Pajak

Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPn dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal pembayaran.

(11)

11.Hak untuk mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah

Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultanm dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

12.Hak untuk Mendapatkan Insentif Pajak

Di bidan PPn, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPn atau PPn Tidak Dipungut. Perusaaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat, mendapat fasilitas PPn Tidak dipunngut antara lain atas impor dan perolehan barang baku.

2.1.8.3 Kewajiban Wajib Pajak

Dalam Diana Sari (2013:173), kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaa yang dikenakan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2. Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

(12)

Kewajiban ini dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

4. Kewajiban Membuat Pembukuan atau Pencatatan

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan Indonesia diwajibkan membuat pembukuan. Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

5. Kewajiban Menaati pemeriksaan Pajak

Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

6. Kewajiban Melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajak

Wakib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara.

7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP.

(13)

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas, Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

c. Memberikan keterangan yang diperlukan.

2.2 Pajak Daerah

2.2.1 Definisi Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2008 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian pajak daerah adalah:

“Iuran Wajib Pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”

2.2.2 Ciri-ciri Pajak Daerah

1. Pajak Daerah dapat berasal dari Pajak Asli Daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

2. Pajak Daerah dipungut oleh daerah terbatas dalam wilayah administratif yang dikuasainya.

3. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga atau membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum.

(14)

2.2.3 Jenis-jenis Pajak Daerah

Menurut Marihot Siahaan (2013:38), pajak daerah dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari: - Pajak Kendaraan Bermotor

- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor - Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor - Pajak Air permukaan

- Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari: - Pajak Hotel

- Pajak Restoran - Pajak Reklame

- Pajak Penerangan Jalan

- Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan - Pajak Parkir

- Pajak Sarang Burung Walet

- Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan - Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Banguna

2.2.4 Tarif Pajak Daerah

Tarif pajak daerah berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut:

(15)

- Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen)

- Untuk kepemilik Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah 2% (dua persen) dan paling tinggi 10% (sepuluh persen).

- Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi 1% (satu persen).

- Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi 0,2% (nol koma dua persen).

2. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

- Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) - Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen)

3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)

4. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)

5. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

(16)

6. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen). 7. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen).

8. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pergelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klub malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan paling tinggi 10% (sepuluh persen).

9. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen). 10.Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima

persen).

11.Tarif Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen).

12.Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen). 13.Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen). 14.Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

15.Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

16.Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

2.2.5 Dasar Pengenaan Pajak Daerah

Menurut Marihot Pahala Siahaan (2010:90), dasar pengenaan pajak daerah adalah sebagai berikut:

(17)

1. Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan atas hasil perkalia dari dua unsur pokok nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relative tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dikenakan atas nilai jual kendaraan bermotor.

3. Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor dikenakan atas nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai. 4. Pajak Air Permukaan dikenakan atas nilai perolehan air.

5. Pajak rokok dikenakan atas cukai yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap rokok.

6. Pajak hotel dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh hotel.

7. Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang seharusnya diterima restoran.

8. Pajak hiburan dikenakan atas jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.

9. Pajak Reklame dikenakan ataas nilai sewa reklame.

10.Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik.

11.Pajak Parkir dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.

12.Pajak Air Tanah dikenakan atas nilai perolehan air tanah.

13.Pajak Sarang Burung Walet dikenakan atas nilai jual sarang burung walet. 14.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(18)

15.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan dikenakan atas nilai jual objek pajak.

2.3 Pajak Kendaraan Bermotor

2.3.1 Definisi Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, pengertian Pajak Kendaraan Bermotor adalah :

“ Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.”

Sedangkan yang dimaksud kendaraan bermotor menurut Undang-undang No. 28 2009 adalah sebagai berikut:

“Semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.”

Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2013 alat-alat berat dan alat-alat besar sebagaimana yang dimaksud di atas meliputi:

1. Forklift (crane) 2. Traktor 3. Loader. 4. Excavator. 5. Motor Grader. 6. Track loader/shovel/logloader. 7. Vibrator roller/compactor. 8. Backhoe loader. 9. Pipe layers.

(19)

11.Wheelloader. 12.Bulldozer. 13.Stoom walls.

14.Jenis alat-alat berat dan alat-alat besar lainnya di luar angka 1 sampai dengan 13.

Dikecualikan dari Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor, meliputi:

1. Kereta Api

2. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara.

3. Kendaraan bermotor yang tidak digunakan karena disegel, disita dan/atau dibekukan/diblokir oleh negara atau atas permintaan sendiri untuk dibekukan/diblokir.

4. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Lembaga-lembaga Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah dengan asas timbal balik.

5. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai pabrikan atau importer yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan.

2.3.2 Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 3 pasal 7, subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah:

“Subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi, badan, pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, TNI dan Polri yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor”

(20)

Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 4 pasal 8, wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah:

“Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi, badan, pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, TNI dan Polri yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor”

Sedangkan yang bertanggung jawab atas pembayar Pajak Kendaraan Bermotor adalah:

1. Orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya, ahli waris dan/atau pengampunya, engan ketentuan:

- Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak kepemilikannya.

- Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan bermotor.

- Ahli waris.

- Pengampu (Orang atau badan yang mempunyai tanggung jawab hukum untuk mewakili seseorang yang tidak mampu menangani urusannya).

2. Badan, diwakili oleh pengurus atau kuasanya.

3. Pemerintah, Pemerintah Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri, oleh pengguna barang atau kuasa pengguna barang.

2.3.3 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Provinsi Jawa barat Nomor 33 Tahun 2013 menyatakan bahwa :

1. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu :

(21)

- Bobot, yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

2. Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah NJKB.

3. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2, ditetapkan dalam Peraturan Gubernur tersendiri, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dalam Negeri.

4. Untuk kendaraan bermotor yang NJKB-nya belum tercantum dalam Peraturan Menteri dalam Negeri dan Peraturan Gubernur, ditetapkan dasar perhitungan pengenaan PKB dengan Keputusan Kepala Dinas.

5. Dasar perhitungan PKB sebagaimana dimaksud pada nomor 4, ditentukan oleh salah satu atau beberapa faktor sebagai berikut:

- Harga pasaran umum, ditetapkan 10% (sepuluh persen) dibawah harga kosong (off the road) atau 21,75% (duapuluh satu koma tujuh puluh lima persen) dibawah perkiraan harga isi (on the road).

- Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan horse power yang sama.

- Harga kendaraan bermotor dengan merek dan/atau tipe atau model sejenis yang hampir sama.

- Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan dan produsen kendaraan bermotor yang sama.

(22)

- Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen pemberitahuan import barang.

- NJKB dari provinsi lain.

- Harga kendaraan bermotor berdasarkan harga uang tercantum di faktur.

2.3.4 Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor

Berdasarkan pokok pajak kendaraan bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut:

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x ( NJKB x Bobot)

2.4 Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat, pembayaran pajak Kendaraan Bermotor bisa dilayani di SAMSAT outlet yang merupakan bagian dari Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat yang tersebar di beberapa daerah. Wilayah layanan samsat tersebar dalam bentuk:

- e-samsat Jabar

- Samsat Online Sentralise - Samsat Online 3 Provinsi

- Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Wengi (NITE) - Samsat Outlet

- Samsat Outlet Bank Jabar - Samsat Drive Thru - Samsat Keliling

(23)

2.5 Kesadaran Wajib Pajak

2.5.1 Pengertian Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya yang tulus dan ikhlas. Dikutip oleh Muslikhatul dalam Suyatmin (2004) Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya perihal pajak tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakan untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak.

Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepafa Wajib Pajak selaku pihak pemberi bagi negara. Dan tergantung pada kemauan Wajib Pajak sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu 2010:141).

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Mangkoesoebroto (1998:52) kesadaran wajib pajak sering dikaitkan dengan kerelaan dan kepatuhan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama pada hal sebagai berikut:

(24)

a. Pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan wajib pajak terutama mengenai hubungan antara biaya dan manfaat dari setiap aktivitas pemerintahan.

b. Tingkat pendidikan, hal ini perlu dalam pemahaman pajak dan pengisian formulir pajak yang terkadang terasa rumit bagi masyarakat.

c. Sistem yang berlaku terutama sistem pajak yang adil dan sistem administrasi yang mudah dan sederhana.

2.5.3 Indikator Kesadaran Wajib Pajak

Indikator yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak menurut Irianto (2005:36):

a. kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.

b. Kesadaran bahwa menunda pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.

c. Kesadaran bahwa wajib pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.

2.5.4 Dimensi Kesadaran Wajib Pajak

Dimensi kesadaran wajib pajak menurut Suryadi (2006) dibentuk oleh dimensi persepsi wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan perpajakan. Kesadaran wajib pajak akan meningkat bilamana dalam masyarakat melalui pendidikan formal maupun nonformal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak.

(25)

Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan ekonomi, akan dominan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. Dengan penyuluhan perpajakan yang dilakukan secara intensif dan berulang akan meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud kegotong royongan nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan.

2.6 Kualitas Pelayanan Pajak

2.6.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Pajak

Menurut Goest dan Davish (1994) yang dikutip oleh Tjiptjono (2009:51) kualitas adalah:

“kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Sedangkan menurut Tjiptono (2007:61) kualitas pelayanan adalah:

“manusia atau orang yang berupaya dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaian dalam mengimbangi harapan konsumen”.

Dengan kata lain, faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan ialah jasa yang diharapkan dan jasa yang diterima. Apabila jasa yang diterima terasa sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan baik. Jika jasa yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan ideal. Tetapi jika jasa yang diterima lebih rendah dari harapan pelanggan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

2.6.2 Model Kualitas Pelayanan

Model kualitas pelayanan yaitu suatu model yang menyoroti kebutuhan utama untuk menghantarkan kualitas jasa yang lebih tinggi.

(26)

Fandy Tjiptono (2009:147) mengidentifikasikan lima kesenjangan tersebut:

1. kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan jasa.

3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.

4. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.

2.6.3 Indikator Kualitas Pelayanan

Dalam mengevaluasi pelayanan yang bersifat tidak berwujud, konsumen pada umumnya menggunakan beberapa atribut alat ukur. Menurut Pasuraman et. Al yang dikutip oleh Tjiptono (2009:70) adalah:

1. Keandalan (Reliability)

Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

2. Daya tanggap (Responsiveness)

Keingina para staff dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

3. Jaminan (Assurance)

Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risilp atau keragu-raguan. 4. Empati (Empathy)

(27)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadin, dan memahami para kebutuhan pelanggan.

5. Bukti Langsung (Tangible)

Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2.7 Kepatuhan Wajib Pajak

2.7.1 Pengertian Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dalam Mohammad Zain & Suryoo Hermana (2010:2), Wajib Pajak adalah:

“Orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dam pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.”

Menurut Simanjuntak dan Mukhlis, (2012:84) kepatuhan wajib pajak adalah :

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekadar menyangkut sejauh mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku.”

Menurut Gunadi (2005:14) pengertian kepatuhan Wajib Pajak adalah:

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah wajib pajak yang mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi bai hukum maupun administrasi”

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela merupakan suatu sikap sadar pada kewajibannya.

Kepatuhan yang dikemukakan oleh Norman D Nowak merupakan “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin

(28)

a. Wajib pajak paham atau berusaha memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan wajib pajak.

b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Sedangkan menurut Arief Rachman, Rindah FS, dan Gita Arasy (2008), kepatuhan wajib pajak dapat dinilai dari :

1. Membayar pajak tepat pada waktunya 2. Membayar pajak tanpa ada pemaksaan 3. Patuh terhadap kepatuhan wajib pajak 4. Patuh terhadap sanksi perpajakan 5. Melaporkan informasi yang diperlukan

2.7.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Untuk dapat ditetapkan menjadi wajib pajak yang patuh harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, yaitu :

a. tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 28, dan dalam

(29)

hal tergadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terhutang paling banyak 5%.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d

diatas.

2.7.3 Faktor-faktor yang Mengakibatkan Ketidak Patuhan Wajib Pajak

Ketidak patuhan wajib pajak terhadap pemenuhan atas kewajibannya menurut Susanto, 2012 diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Prasangka negatif terhadap aparat perpajakan

2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasamam dengan instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi wajib pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal.

3. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan nefara dan segi-segi positif lainnya.

4. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontraprestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wuju

(30)

pembangunan sarana prasarana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.

5. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak.

2.8 Penelitian Terdahulu

Paparan diatas didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

Muslikatul

Ummah

(2015)

Pengaruh Kesadaran Wajib

Pajak, Sanksi Pajak,

Pengetahuan Perpajakan dan

Pelayanan Fiskus terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Kendaraan Bermotor di

Kabupaten Semarang

(X) Kesadaran Wajib Pajak,

Sanksi Pajak, Pengetahuan

Perpajakan dan Pelayanan

Fiskus

(Y) Kepatuhan Wajib Pajak

Kendaraan Bermotor di

Kabupaten Semarang

Terdapat pengaruh positif antara

Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi

Pajak, Pengetahuan Perpajakan

dan Pelayanan Fiskus terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Kendaraan Bermotor di Kabupaten Semarang Ketut Evi Susilawati, Ketut Budiartha (2013) Pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

(X) Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan, Akuntabilitas Pelayanan Publik

(Y) Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Terdapat Pengaruh positif antara kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor IG. A. M Agung Mas Andriani Pratiwi, Putu Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kondisi Perusahaan, Dan Persepsi

(X) Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kondisi Perusahaan, Dan Persepsi

Terdapat pengaruh positif antara Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kondisi Perusahaan, Dan

(31)

Erry Setiawan (2014)

Tentang Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Reklame Di Dinas Pendapatan Kota Denpasar

Tentang Sanksi Perpajakan (Y)

Kepatuhan Wajib Pajak Reklame Di Dinas Pendapatan Kota Denpasar

Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Reklame Di Dinas

Pendapatan Kota Denpasar

Aditia Iwan Rizki Nugraha (2015) Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

(X) Kualitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor

(Y) Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar PKB

Terdapat pengaruh positif antara kualitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor

2.9 Kerangka Pemikiran

Tujuan utama dari perpajakan adalah untuk mendukung tujuan fiskan dan non-fiskal dari pemerintah. Dalam aspek ini pajak terus menjadi sumber penting pendapatan untuk hampir dalam setiap pemerintahan baik di negara-negara maju ataupun berkembang. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa warga negaranya membayar pajak secara sukarela. Ada banyak faktor yang mempengaruhi sikap kepatuhan wajib pajak. (Benk, Serkan 2016)

Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem administrasi perpajakan di suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, pergerakan hukum perpajakan di suatu negara, pemeriksaan pajak dan tarif pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140). Upaya dalam mengoptimalkan penerimaan pajak membutuhkan suatu sistem administrasi yang efektif yang juga dapat digunakan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan baik di daerah maupun di pusat. Selain itu

(32)

penegakan hukum yang tegas pun harus selalu ditingkatkan. Menurut Carlos A. Silvani dalam Siti Kurnia Rahayu (2010) menyatakan bahwa administrasi perpajakan dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah-masalah wajib pajak yang tidak terdaftar, yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), penyelundupan pajak, dan penunggakan pajak.

Tinggi rendahnya wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran wajib pajak. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan melalui pendidikan membawa dampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk kewajiban perpajakannya (Suryadi, 2006 dalam Alifa, 2012).

Tinggi rendahnya kepatuhan pajak juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan. Semakin baik kualitas pelayanan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pajak. Konsumen akan cenderung meningkatkan kepatuhan pajak apabila pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak dalam melayani kebutuhannya selama mengurus pajak (IG. A. M Agung Mas Andriani Pratiwi, Putu Erry Setiawan, 2014)

2.9.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kesadaran Wajib Pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya yang tulus dan ikhlas. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka pemahaman pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Muliari dan Erry, 2009).

(33)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ketut Evi Susilawati, Ketut Budiartha (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

2.9.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:140) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya aparat pajak dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka usaa memberikan pelayanan bagi Wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat dan menyenangkan.

2.9.3 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan wajib pajak, dan tarif pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh IG. A. M Agung Mas Andriani Pratiwi, Putu Erry Setiawan (2014) menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh positif teradap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka diilustrasikan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

(34)

sebagai berikut

2.10 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini, sebagaimana penelitian-penelitian sebelumnya adalah penetapan hipotesin nol (H0) yang menyatakan bahwa koefisien determinasi

tidak berarti atau tidak signifikan. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) menyatakan

bahwa koefisien determinasi berarti atau signifikan.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. H0 : Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Kendaraan Bermotor

1. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 28

5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal

PMK No 192/PMK.03/2007

Kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi bai hukum maupun administrasi

Gunadhi (2005:14)

Kualitas Pelayanan Pajak

 Bukti Langsung  Keandalan  Daya Tanggap  Jaminan  Empati Fandy Tjiptono (2005:14)

Kesadaran Wajib Pajak

 Persepsi wajib pajak

 Karakteristik wajib pajak

 Penyuluhan perpajakan Kesadaran wajib pajak meningkat bila dalam masyarakat muncul persepsi positif terhadap perpajakan

(35)

H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

membayar kendaraan bermotor.

2. H0 : Kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

H2 : Kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

membayar pajak kendaraan bermotor.

3. H0 : Kesadaran Wajib Pajak, dan kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor. H3 : Kesadaran Wajib Pajak, dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Dengan keadaan eksisting bahwa balok dan kolom berukuran besar sehingga penggunaan ruang gerak sedikit terbatas, diharapkan dari kelemahan struktur bangunan beton

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan “Kotpi Plus” berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap panjang tongkol dan berat tongkol dengan kelobot

(2005) found that the application of humic acid and Zn before sowing affects the activation of the growth of the roots and the top of the plant, thereby increasing the

Rekapitulasi Hasil Pembobotan Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Dan KompetensiYang Mempengaruhi Kompetensi Widyaiswara Widyaiswara Calon Pembina SMKBI ……….. Urutan

Directions: For each quesiion in this pa(. i,ou will hear four staiements abcui a piclurc in your test book. lhat best describes whal you see in tne picture. Then

perempuan yang mengalami pelecehan seksual oleh narasumber dari pemerintah provinsi dan aggota DPRD (www.Remotivi.or.id, 2019 diakses pkl 18.00). Fenomena yang terjadi pada

Kualitas Argumen dan Isyarat Periferal memiliki pengaruh positif terhadap Kredibilitas Ulasan atas video ulasan yang diberikan oleh GadgetIn, sehingga ketika

Personal Well-being among 12 to 18 Year-old Adolescents and Spanish University Students, Evaluated through the Personal Well-Being Index (PWI).. International