• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERFERENSI BAHASA PERTAMA DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX MTs PIDUA MERANJAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERFERENSI BAHASA PERTAMA DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX MTs PIDUA MERANJAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

INTERFERENSI BAHASA PERTAMA DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX MTs PIDUA MERANJAT

Yeyen Yusniar

Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNISKI Kayuagung Abstrak: ujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan interferensi bahasa pertama dalam karangan deskripsi siswa kelas IX MTs Pidua Meranjat. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs PIDUA Meranjat yang berjumlah 23 orang, terdiri dari 11 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Subjek dalam penelitian ini kurang dari 100 orang, maka diambil semua hasil dari karangan siswa, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan tes. Analisis data yang dialakukan yaitu dengan cara membaca dan mengoreksi hasil karangan siswa. Kemudian karangan siswa dianalisis interferensi bahasa pertama yang digunakan di dalam karangan tersebut. Hasil analisis data membuktikan bahwa terdapat interferensi bahasa pertama dalam karangan deskripsi siswa kelas IX MTs PIDUA Meranjat.

Kata kunci: Interferensi, karangan deskripsi

Pendahuluan

Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh setiap orang untuk menyampaikan ide atau gagasan yang ada dalam pikiran seseorang, sehingga pembaca atau pendengar dapat mengerti maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Seseorang yang baru dapat mengungkapkan sebuah bahasa (bahasa ibu) maka ada kecenderungan untuk menjadikan bahasa tersebut sebagai bahasa sehari-hari akan lebih besar.

Sebelum mahir berbicara, seorang anak terlebih dahulu mengalami proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat

panjang sejak sebelum mengenal bahasa sampai fasih berbahasa. Pemerolehan bahasa (language acqusition) adalah proses penguasaan bahasa secara alamiah. Yang dimaksud adalah proses penguasaan bahasa secara langsung melalui interaksi atau komunikasi dengan masyarakat pemakai bahasa. Dengan cara ini pemeroleh bahasa menerima masukan dari masyarakat bahasa sasaran dan berusaha melakukan komunukasi dengan masyarakat bahasa itu. Dapat juga dikatakan bahwa pemeroleh bahasa merupakan proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara alamiah karena pemeroleh berusaha

(2)

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sasaran dalam masyarakat bahasa sesungguhnya.

Setelah memperoleh bahasa pertama, seorang anak yang berada dalam situasi atau lingkungan formal akan memperoleh bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya diperoleh anak pada saat berada di sekolah. Bahasa kedua akan dikuasai secara fasih apabila bahasa pertama (BI) yang diperoleh sebelumnya dapat dikuasai dengan baik dan sangat erat hubunganya dengan bahasa kedua tersebut. Hal ini memerlukan proses dan kesempatan yang banyak. Kefasihan seseorang untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatannya banyak, maka kefasaihannya bertambah baik. Jika kesempatannya berkurang atau sedikit maka kefasihan itu pun akan berkurang (Chaer, 1994:66). Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadap anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Bangsa Indonesia memiliki banyak suku, budaya, dan bahasa dengan ragam dialek yang berbeda-beda. Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita

menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 1994:63).

Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh pada tahap berikutnya. Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia. Orang tua dan lingkungan mempunyai andil yang besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipelajari di lembaga formal.

Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat signifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figur seseorang pengganti orang tua. Oleh karena itu, seoarang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anak mempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2 yaitu bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh seoarang guru membutuhkan waktu yang cukup lama.

Peranan guru dan orang tua dalam berbahasa dan ditunjang oleh faktor ligkungan sangat memberikan dampak

(3)

yang sangat besar dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Para pakar pembelajaran bahasa kedua meyakini bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasan bahasa kedua pemelajar. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam makalah ini adalah apakah terdapat interferensi bahasa pertama dalam karangan deskripsi siswa kelasa IX MTs Pidua Meranjat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan interferensi bahasa pertama dalam karangan deskripsi siswa kelas IX MTs Pidua Meranjat.

1. Interferensi

Kontak bahasa yang terjadi pada diri dwibahasawan menimbulkan saling pengaruh antara B1 dan B2. Pengaruh B1 terhadap B2 atau sebaliknya pengaruh B2 terhadap B1 dapat terjadi pada setiap sistem atau unsur bahasa karena pembicara memakai sistem atau unsur B1 dalam menggunakan B2 atau sebaliknya. Sistem bahasa yang digunakan dapat berupa sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penggunaan bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut dengan transfer atau pemindahan sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis.

Berdasarkan sifatnya transfer dibagi menjadi dua bagian. Pertama,

transfer yang bersifat membantu karena kesamaan dan kesejajaran disebut transfer positif. Pada transfer positif wujud kesalahan belum mengganggu komunikasi. Transfer positif adalah kesalahan akibat sistem bahasa pertama mirip dengan sistem bahasa yang dipelajari. Kedua, transfer yang bersifat mengacaukan karena perbedaan sistem bahasa disebut transfer negatif. Transfer negatif adalah kesalahan akibat sistem bahasa pertama berbeda sekali dengan sistem bahasa yang dipelajari. Transfer negatif tersebut lebih dikenal dengan istilah interferensi dalam pemerolehan bahasa kedua (Pateda, 1989:75). Dulay (dikutip Tarigan, 1990:15) mengatakan bahwa interferensi mengacu kepada dua fenomena linguistik yang berbeda, yakni interferensi psikologis dan interferensi sosiolinguistik. Interferensi psikologis yaitu interferensi yang mengacu kepada pengaruh kebiasaan sebagai hasil mempelajari sesuatu terhadap sesuatu yang sedang dipelajari; sedangkan interferensi sosiolinguistik yaitu interferensi yang mengacu kepada interaksi bahasa.

Interferensi adalah adanya tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-norma L1 sebagai akibat dari perkenalannya dengan L2 atau

(4)

sebaliknya, yaitu menyimpang dari L2 sebagai akibat dari kuatnya daya tarik pola-pola yang terdapat pada pola L1 (Baradja, 1981:7). Weinreich (1953) mendefenisikan interferensi sebagai “penyimpangan norma bahasa yang terjadi di dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa”. Selanjutnya Haugen (1953) mengatakan bahwa “difusi linguistik atau peminjaman adalah usaha sang pembicara menggunakan pola bahasa yang telah dipelajarinya dan menggunakan bahasa lainnya. Bahasa sang pembicaralah yang dipengaruhi, bukan bahasa yang dipelajarinya”.

Jadi, interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal, leksikal maupun semantik.

Menurut Pateda (1989:75) ada dua jenis interferensi sebagai berikut.

a. Interferensi retroaktif adalah pengaruh pada proses belajar sebagai akibat materi yang telah dipelajari.

b. Interferensi proaktif adalah pengaruh sebagai akibat efek penyimpangan

bahan yang telah dipelajari lebih dulu.

2. Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran bahasa mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya (B1). Digunakan istilah pembelajaran bahasa karena diyakini bahwa bahasa kedua dapat dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sengaja, dan sadar. Bahasa kedua merupakan sesuatu yang dapat diperoleh, baik secara formal dalam pendidikan formal maupun dalam informal dalam lingkungan kehidupan.

Ellis (Chaer, 2009:243) mengemukakan bahwa ada dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Tipe kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantu belajar yang sudah dipersiapkan. Seharusnya hasil yang diperoleh secara formal dalam kelas jauh lebih baik daripada hasil dari naturalistik. Namun, pada kenyataannya kita bisa saksikan hingga sekarang hasil pembelajaran

(5)

bahasa kedua sangat tidak mengembirakan.

3. Menulis

Menulis adalah alat untuk melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 2008:22). Kemampuan menulis merupakan hal yang kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis menyusun bahan-bahan yang tersedia menjadi suatu keseluruhan yang utuh.

Menulis adalah suatu bentuk komunikasi. Menulis merupakan suatu bentuk komunikasi tersendiri yang ditujukan untuk ketidaktahuan pembaca. Kemampuan menulis adalah kekuatan atau kesanggupan untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan kemauan, sehingga dapat dimengerti oleh pembaca. Kemampuan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Kemampuan menulis ini mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan memahami apa yang akan dikomunikasikan, kemampuan

menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata serta lainnya (Wardarita, 2010:14).

Hasil kegiatan menulis adalah suatu tulisan atau karya tulis. Tulisan terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah paparan, uraian, penyampaian gagasan melalui susunan kata dan kalimat. Isi adalah gagasan, pendapat, keinginan, usul, saran yang kita kemukakan lewat tulisan tadi (Kuncoro, 2009:25).

Metodologi Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah pendekaatan yang penting dalam.... memahami fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti (Syamsudin dan Vimianti, 2010:76). Dengan pendekatan kualitatif penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan dan menginterpretasikan fenomena-fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs PIDUA Meranjat yang berjumlah 23 orang, terdiri dari 11 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Subjek dalam penelitian ini kurang dari 100 orang, maka diambil semua hasil dari karangan siswa, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi.

(6)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan tes. Tes yang diberikan kepada siswa berupa tes subjektif dalam bentuk unjuk kerja yaitu siswa diminta menulis sebuah karangan deskripsi. Dalam melaksanakan tes tersebut, siswa membuat karangan berdasarkan gambar yang diberikan oleh peneliti. Analisis data yang dialakukan yaitu dengan cara membaca dan mengoreksi hasil karangan siswa. Kemudian karangan siswa dianalisis interferensi bahasa pertama yang digunakan di dalam karangan tersebut.

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas IX MTs PIDUA Meranjat yang berjumlah 23 orang. Bahasa pertama siswa memiliki dampak terhadap pemerolehan bahasanya keduanya. Hal ini terlihat dari karangan yang ditulisnya. Siswa ditugaskan mengamati gambar yang diberikan oleh guru kemudian mengungkapkan gambar tersebut ke dalam sebuah tulisan atau karangan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melihat pengaruh pemerolehan bahasa pertama (PB1) terhadap pemerolehan bahasa kedua (PB2) siswa tersebut adalah sebagai berikut.

1. Guru memberikan gambar kepada siswa

2. Guru dan siswa melakukan tanya jawab tentang gambar tersebut untuk merangsang kemampuan berpikir siswa.

3. Siswa diminta untuk menceritakan gambar tersebut ke dalam bentuk tulisan atau karangan.

4. Mengoreksi tulisan atau karangan siswa untuk melihat apakah ada interferensi atau pengaruh bahasa pertama (bahasa Meranjat) terhadap B2 (bahasa Indonesia) siswa.

5. Menyimpulkan hasil analisis data. Berikut ini adalah salah satu karangan yang ditulis oleh siswa MTs Pidua yang bernama Ahmad Ichsan.

GUNUNG MERAPI MELETUS Di kota Yogyakarta, tepatnya di Magelang terdapat gunung merapi. Pemandangan disana sangat indah dan hambaran sawah yang sangat luas. Keadaan gunung merapi tersebut sedang aktip, walaupun begitu penduduk masih melakukan aktipitas seperti biasa.

Dikesunyian malam penduduk mulai beristirahat dan keadaan wilayah tersebut mulai sepi. Pada saat penduduk termasuk aku dan keluargaku sedang ternyenyak tidur, tiba-tiba terdengar suara letusan gunung dan getaran tanah pun kami rasakan. Karena kejadian itu, ayah menjagakan aku dan keluargaku untuk

(7)

mengajak kami mencari tempat yang aman.

Kami dan semua penduduk berlarian untuk menyelamatkan diri masing-masing tanpa menghiraukan harta benda yang tertinggal di dalam rumah kami masing-masing. Pekikkan orang-orang yang meminta tolong pun sering terdengar. Dengan perasaan cemas mereka melarikan diri kesana kemari.

Akibat letusan gunung merapi, semua rumah yang dulu berdiri kokoh

kini hancur berantakan. Pemandangan yang dulu indah kini tercemar oleh abu vulkanik, tumbuhan yang dulu subur kini menjadi gersang. Para korban pun mulai mengungsi ketempat yang aman. Di pengungsian tersebut kami mulai membangun tenda untuk berlindung. Kami pun harus tidur berdesakan ditenda dan makanan yang ada juga tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi kami. Kini desa kami hancur seperti pecahan kaca

yang berhamburan.

Hasil analisis pengaruh bahasa pertama pada karangan siswa:

No Kesalahan Perbaikan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Keadaan gunung merapi tersebut sedang aktip

walaupun begitu penduduk masih melakukan aktipitas seperti biasa. aku dan keluargaku sedang ternyenyak tidur

ayah menjagakan aku dan keluargaku untuk mengajak kami mencari tempat yang aman.

Pekikkan orang-orang yang meminta tolong pun sering terdengar.

Disaat kami sedang tertidur pules, tiba-tiba kami mendengar suara letusan yang sangat kuat.

Semua penduduk bertahan hidup di pengungsian dengan pasilitas

Keadaan gunung merapi tersebut sedang aktif

walaupun begitu penduduk masih melakukan aktivitas seperti biasa. aku dan keluargaku sedang terlelap tidur

ayah membangunkan aku dan keluargaku untuk mengajak kami mencari tempat yang aman.

Teriakan orang-orang yang meminta tolong pun sering terdengar.

Pada saat kami sedang tertidur pulas, tiba-tiba kami mendengar suara letusan yang sangat kuat.

Semua penduduk bertahan hidup di pengungsian dengan fasilitas seadanya.

(8)

8.

9.

10.

seadaanya.

Untung saja tidak ada warga yang mati akibat gunung meletus.

Ketika malam itu juga orang-orang kampung tekanjat dan mulai berlarian kesana kemari.

Saking kerasnya letusan itu membuat semua orang menjadi takut.

Untung saja tidak ada warga yang tewas akibat gunung meletus.

Pada malam itu juga orang-orang kampung terkejut dan mulai berlarian ke sana kemari.

Karena kerasnya letusan itu membuat semua orang menjadi ketakutan.

Dari tulisan siswa kelas IX MTs PIDUA Meranjat ditemukan sepuluh kata dalam kalimat mengalami kesalahan atau interferensi dari bahasa pertama yang dimiliki siswa yaitu bahasa Meranjat terhadap bahasa keduanya yaitu bahasa Indonesia. Sebagai contoh yang terdapat pada kalimat pertama siswa menuliskan kata ‘aktip’ yang seharusnya ditulis aktif, begitu juga dengan kata aktifitas ditulis dengan kata aktipitas, hal ini terjadi karena kata aktif dan aktifitas dalam bahasa Meranjat sering ditulis dan diucapkan dengan kata aktip dan aktipitas. Pada kalimat ketiga kata yang seharusnya ditulis terlelap ditulis dengan kata ternyenyak. Pada kalimat keempat kata menjagakan untuk menyebutkan kata membangunkan, tetapi ditulis menjagakan, hal ini merupakan dampak dari bahasa pertama. Kata pekikkan yang terdapat pada kalimat kelima juga merupakan pengaruh dari bahasa pertama, yang seharus dalam bahasa

Indonesia ditulis dengan kata teriakan. Begitu juga dengan kalimat-kalimat selanjutnya terdapat kesalahan pada penulisan karena adanya pengaruh bahasa pertama.

Selain kesalahan akibat bahasa pertama siswa, sebernarnya terdapat kesalahan kesalahan lain dalam karangan siswa, seperti penulisan kata di yang berfungsi sebagai kata depan, dalam penulisannya digabung dengan kata selanjutnya misalnya ‘di sini’ ditulis ‘disini’, ‘di tenda’ ditulis ‘ditenda'. Kesalahan penambahan dan pengurangan huruf, misalnya pada kata rumah ditulis ruma. Selain itu, terdapat kesalahan pada ejaan, tanda baca dan penggunaan huruf kapital. Namun, kesalahan-kesalahan tersebut tidak dituliskan karena kesalahan tersebut bukan akibat pengaruh bahasa pertama siswa.

Dalam pembelajaran bahasa kedua, bahasa pertama dapat mengganggu penggunaan bahasa kedua

(9)

pembelajaran. Pembelajaran akan cenderung menstransfer unsur bahasa pertamanya ketika melaksanakan bahasa kedua. Akibatnya, terjadilah apa yang dikaji dalam sosiolinguistik disebut interferensi, campur kode, dan kekhilafan (Chaer, 2009:261).

Jika dilihat dari segi kepentingan bahasa Indonesia, pengaruh yang berasal dari bahasa pertama atau dari bahasa daerah ada yang menguntungkan, tetapi ada juga yang mengacaukan. Interferensi yang mengacaukan inilah yang akan menimbulkan bentuk-bentuk dan menjadi saingan terhadap bentuk yang sudah lama dan mapan dalam bahasa Indonesia. Pengaruh dari bahasa daerah akibat interferensi ini merupakan akibat sampingan dari konsekuensi keterbukaan bahasa Indonesia (Aslinda, 2007:66).

Jadi, bahasa pertama atau bahasa daerah dapat memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif. Pengaruh positif, jika kosakata tersebut dapat memperkaya dan mengembangkan bahasa, sedangkan pengaruh negatif, terjadi jika kosakata tersebut mengandung pengertian yang kurang tepat pada masyarakat pemakai bahasa.

Simpulan

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di

dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya yang diperoleh secara alamiah, sedangkan bahasa kedua biasanya diperoleh dalam situasi formal, seperti lingkungan sekolah. Para pakar pembelajaran bahasa kedua meyakini bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasan bahasa kedua pembelajar.

Salah satu cara melihat terdapat interferensi tersebut dapat dilihat secara jelas dalam tulisan atau karangan yang dibuat oleh siswa. Bahasa yang pertama yang diperoleh dari lingkungan baik lingkungan formal maupu lingkungan masyarakat dapat terbawa dalam pemerolehan atau pembelajaran bahasa kedua siswa dalam lingkungan formal, yaitu sekolah sehingga dalam pemerolehan bahasa kedua tersebut terjadi kesalahan.

Daftar Pustaka

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Darjowidjojo, Soejono. 2000. Echa Kisah

Pemerolehan Bahasa Anak

(10)

Kuncoro, Mudrajat. 2009. Mahir Menulis Kiat Jitu Menulis Artikel Opini,

Kolom, dan Resensi Buku.

Jakarta: Erlangga.

Pateda, Mansoer. 1989. Aanalisis Kesalahan. Flores: Nusa Indah.

Syamsuddin. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Rosda.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis

Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa. Wardarita, Ratu. 2010. Kemampuan

Menulis Karya Ilmiah Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan

Penalaran Verbal.Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Analisisi data yang digunakan adalah hasil wawancara dengan enam narasumber yang bearasal dari tiga lembaga yang berbeda, yaitu sebagai berikut: 1 Ulama Majelis Ulama Indonesia

Kedua, Upaya yang dilakukan Peradilan-Peradilan Agama yang ada di DIY guna mempersiapkan kewenangannya yang baru yaitu menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini

Berdasarkan hasil analisis menggunakan program software FISAT II gabungan pada bulan Februari, Maret, April dengan jumlah sampel 1712 ekor diperoleh nilai panjang

Dari uraian tersebut, disimpulkan tidak terdapat hubungan tingkat pengetahuan santri mengenai gejala klinis skabies dengan usia, jenis kelamin, tingkat

masing energi primer di Sumatera sebagai berikut : peranan minyak (HSD dan MFO) yang pada tahun 2012 masih tinggi, yaitu sekitar 8,0 TWh, akan sangat berkurang menjadi sekitar

 agar jumlah, macam dan spesifikasi peralatan kerja yang dipersiapkan sesuai dengan volume kerja dari a sampai dengan z..  agar pada saat proses pengerjaan peralatan kerja

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan, apakah dengan proses komunikasi partisipatif yang terjadi saat ini dalam kegiatan BRDP, dapat mendorong masyarakat untuk

508 Hamka, Tasawuf Modern, 107.. salah, lalu diadakan apa yang mereka namai pembersihan otak. “Sekali-kali tidaklah ada pergantian pada ciptaan Allah”, artinya ialah bahwa