• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Grand Theory Utility ( teori dasar atas nilai guna)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Grand Theory Utility ( teori dasar atas nilai guna)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1. Grand Theory Utility ( teori dasar atas nilai guna)

Teori nilai guna (utilitas) yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang atau jass. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai guna semakin rendah pula. Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian:

a. Nilai guna marginal yaitu pertambahan/pengurangan kepuasan akibat adanya pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu. b. Total nilai guna yaitu keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari

mengkonsumsi sejumlah barang-barang jasa tertentu. (Ramaa Lessandro. 2008)

Jika konsumen membeli barang karena mengharap memperoleh nilai gunanya, tentu saja secara rasional konsumen berharap memperoleh nilai guna optimal. Secara rasional nilai guna akan meningkat jika jumlah komoditas yang dikonsumsi meningkat. Ada dua cara mengukur nilai guna dari suatu komoditas yaitu secara kardinal (dengan menggunakan pendekatan nilai absolut) dan secara ordinal (dengan menggunakan pendekatan nilai relatif, order atau rangking). Dalam pendekatan kardinal bahwa nilai guna yang diperoleh konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif dan dapat diukur secara pasti. Untuk setiap unit yang

(2)

2. Teori X dan Y McGregor

McGregor mengemukakan dua pandangan mengenai manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif). Individu yang bertipe X memiliki locus

of control eksternal dimana mereka pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan,

berusaha menghindarinya dan menghindari tanggung jawab, sehingga mereka harus dipaksa atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. Individu yang bertipe Y memiliki locus of control internal dimana mereka menyukai pekerjaan, mampu mengendalikan diri untuk mencapai tujuan, bertanggungjawab, dan mampu membuat keputusan inovatif (Robin dan Judge, 2007).

Auditor yang termasuk dalam tipe X jika mendapat tekanan ketaatan dan tugas audit yang kompleks dapat membuat judgment yang tidak tepat. Auditor tidak dapat melaksanakan tanggungjawabnya sebagai auditor, lebih suka menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja, sehingga ketika mendapat tekanan ketaatan maupun menghadapi tugas yang kompleks maka mereka akan cenderung mencari jalan yang aman dan bahkan berperilaku disfungsional dalam membuat judgment. Sedangkan auditor yang termasuk dalam tipe Y dapat bertanggungjawab atas tugasnya dan tetap bersikap profesional dalam menjalankan tugas sebagai auditor. Auditor tidak akan terpengaruh meskipun ia mendapat tekanan ketaatan dan menghadapi tugas audit yang kompleks, sehingga dapat membuat judgment yang lebih baik dan tepat.

(3)

3. Auditing

Menurut Internasional Standard on Auditing (2015:81) mengemukakan bahwa auditing adalah proses menghimpun bukti agar auditor dapat menyimpulkan apakah laporan keuangan yang diauditnya, bebas dari (atau justru mengandung) salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun manipulasi, sehingga ia dapat merumuskan opini auditnya.

Menurut Arens et. Al (2015 : 2) mengemukakan bahwa auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kinerja yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Dari definisi mengenai auditing diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti

tentang informasi, yang dapat diukur, mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen, untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian antar informasi yang dimaksudkan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Tekanan Ketaatan

Menurut Jamilah et all. (2007) Tekanan ketaatan merupakan kondisi dimana seorang auditor dihadapkan pada permasalahkan penerapan standar profesi auditor. Klien atau pimpinan dapat saja menekan auditor untuk

(4)

melanggar standar profesi profesional auditor. Hal ini tentunya akan menimbulkan tekanan pada diri seorang auditor pada saat melakukan audit untuk menuruti atau tidak menuruti perintah dari klien maupun pimpinannya. Oleh sebab itu, seorang auditor seringkali dihadapkan pada permasalahan penerapan standar profesi auditor dalam judgment yang diambilnya.

Menurut Anwar (2005:3) ada dua macam tekanan ketaatan diantaranya yaitu :

1. Keinginan klien ingin untuk menyimpang dari standar professional auditor.

2. Perintah dari atasan.

Dalam hal ini tekanan ketaatan diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior dari auditor senior atau atasan dan entitas yang diperiksa untuk melakukan tindakan yang menyimpang daristandar etika dan profesionalisme.

Dugaan bahwa terdapat tekanan ketaatan yang dialami oleh auditor junior ini diperkuat dengan temuan DeZoort & Lord dalam Ajeng (2011:42) yang melihat akibat dari pengaruh tekanan atasan pada konsekuensi yang makan biaya, seperti halnya tuntutan hukum, hilangnya profesionalisme, dan hilangnya kepercayaan publik dan kredibilitas sosial. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa adanya pengaruh dari tekanan atasan pada

judgment yang diambil oleh auditor junior.

Masalah yang paling banyak dihadapi auditor didalam organisasinya adalah masalah “up or Out” (Mc Nair dalam Ajeng, 2011:41). Kultur

(5)

organisasi memberi tekanan pada perilaku yang sesuai dengan “program” yang telah ditentukan, penyimpangan perilaku dari standar tersebut akan berdampak negatif bagi seorang auditor sehingga kehilangan pekerjaannya. Kesesuaian dengan standar organisasi ini akan menjadi masalah pada saat auditor junior dihadapkan dengan pertimbangan dimensi profesionalisme seperti misalnya mengacu pada kepercayaan publik, obyektivitas, dan integritas.

Sarwono dalam Ramdayana (2009:19) mengemukakan bahwa sikap kepatuhan (compliance) akan menghasilkan perubahan tingkah laku

(behaviour change) yang bersifat sementara dan individu yang berada di

dalamnya akan cenderung kembali ke perilaku atau pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai berkurang dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya.

Ashton (1990)telah mencoba untuk melihat pengaruh tekanan dari atasan pada kinerja auditor dalam hal budget waktu, tenggat waktu, akuntabilitas, dan justifikasi. Teori ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya. Hal tersebut disebabkan karena adanya kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk dari legitimate power. Paradigma ketaatan pada kekuasaan ini dikembangkan oleh Milgram dalam Ajeng (2011:43), dalam teorinya mengungkapkan bahwa bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berprilaku

(6)

autonomis menjadi perilaku agen. Oleh karena itu, auditor akan tertekan dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat berakibat auditor tidak lagi berperilaku independen.

A. Kepatuhan (Ketaatan) Terhadap Standar Akuntansi Keuangan Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (2011:410) kepatuhan (ketaatan) terhadap Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia:“Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia”.

Istilah Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia yang digunakan dalam standar pelaporan pertama dimaksudkan meliputi tidak hanya prinsip dan praktik akuntansi, tetapi juga metode penerapannya. Standar pelaporan pertama tidak mengharuskan auditor untuk menyatakan tentang fakta

(statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk

menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut.

Tuntutan akan kepatuhan terhadap ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan tahunan perusahaan go public di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, dan selanjutnya diatur dalam peraturan Badan Pemeriksa Pasar Modal tentang Kewajiban penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Peraturan tersebut secara hukum mengisyaratkan adanya kepatuhan setiap perilaku individu maupun organisasi (perusahaan publik) yang terlibat di pasar modal Indonesia untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan secara

(7)

tepat waktu kepada Badan Pemeriksa Pasar Modal. Hal ini sesuai dengan teori kepatuhan (compliance theory).

B. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan (Ketaatan)

Menurut Feuer Stein, et all dalam Niven (2002:198) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu, biasanya orang cenderung malas melakukan pada tempat yang jauh.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program yang dijalankan.

(8)

d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi.

e. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.

f. Dukungan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam

(9)

satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan.

5. Tekanan Anggaran Waktu

Menurut Tri (2008) Tekanan waktu (time pressure) adalah ciri lingkungan yang biasa dihadapi auditor. Dengan adanya tekanan waktu dari klien penyelesaian audit yang dilakukan seorang auditordapat membuat auditor mempunyai masa sibuk yang menuntut agar dapat bekerja dengan cepat sesuai waktu yang telah diberikan.

Tekanan anggaran waktu adalah kendala waktu yang mungkin timbul dari keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk melaksanakan tugas (DeZoort & Lord, 1997). Menurut Ahituv & Igbaria (1998) adanya tekanan anggaran waktu dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Auditor seringkali bekerja dalam keterbatasan waktu yang ditetapkan oleh klien, sehingga dapat mempengaruhi kinerjanya dalam melakukan proses audit judgment yang diambil oleh auditor cenderung kurang tepat dan menghasilkan audit yang kurang berkualitas.

Liyanarachchi & McNamara (2007:61-68) memberikan pendapat serupa bahwa tekanan anggaran waktu dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang auditor, yang dapat memberikan implikasi yang serius bagi kualitas audit, etika, dan kesejahteraan auditor.

Seorang auditor dalam mengerjakan tugas-tugasnya harus professional dan kompetitif agar dapat memberikan kepuasan kepada klien (Andin dan Adi, 2007).Dengan adanya keterbatasan waktu yang ditetapkan

(10)

oleh klienpada saat mengaudit suatu laporan keuangan, dapat berakibat kualitas audit menjadi lebih rendah.

6. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku (Asih, 2006). Pengalaman dapat memberikan peluang yang lebih baik bagi seorang aditor untuk melakukan pekerjaannya. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, 2004). Pengalaman pada umumnya dikaitkan dengan masa kerja. Masa kerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, sehingga mampu menumbuhkan keterampilan yang muncul dalam tindakan yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan (Ulfa, 2011). Lamanya pengalaman kerja seseorang pada perusahaan tertentu dapat menunjang peningkatan kariernya. Di bidang audit, pengalaman auditor merupakan faktor penting yang dibutuhkan pada setiap auditor dalam menyelesaikan tugasnya. Semakin banyak pengalaman seorang auditor maka akan semakintinggi tingkat pemahamannya dalam menghasilkan kinerja yang baik, termasuk dalam melakukan pemeriksaan audit.

Akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesional dibanding dengan akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman (Butts dalam Herliansyah dan Meifida, 2006). Seorang auditor yang berpengalaman akan semakin

(11)

memahami setiap informasi yang relevansehubungan dengan judgment yang akan diambilnya(Nugraha, 2015).

7. Keahlian

Keahlian merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam membuat judgment yang diambilnya untuk mendapatkan hasil yang akurat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) yang menguji pengaruh keahlian audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap pendapat audit, hal ini membuktikan bahwa keahlian audit sangat berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. Auditor yang ahli akan mampu membuat judgment yang lebih tepat dibandingkan yang tidak ahli, sehingga tingkat kesalahan yang dibuatnya ledih cenderung sedikit.

Menurut Abdolmohammadi dan Wright (1987)keahlian audit dapat dikelompokan menjadi dua golongan yaitu; keahlian teknis dan keahlian non-teknis. Keahlian teknis adalah kemampuan mendasar dari seorang auditor yang berupa pengetahuan prosedual dan kemampuan klerikallainnya dalam lingkup akuntansi dan auditing secara umum. Sedangkan keahlian non-teknis merupakan kemampuan dari dalam diri seorang auditor yang banyak dipengaruhi oleh faktor personal dan pengalaman. Keahlian merupakan unsur penting yang harus dimiliki seorang auditor untuk menyelesaikan tugasnya sebagai tenaga professional. Keahlian auditor dalam melakukan tugas auditnya menunjukkan tingkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki auditor itu sendiri.

(12)

Menurut Trotter dalam Mayangsari (2003), keahlian adalah mengerjakan pekerjaan secara mudah, cepat, intuisi, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Sedangkan pengertian lain tentang keahlian dikemukakan oleh Praptomo (2002) dalamAsih (2006) bahwa auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit yang mencangkup antara lain: merencanakan program kerja pemeriksaan, menyusun program kerja pemeriksaan, melaksanakan program kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita pemeriksaan, dan laporan pemeriksaan. Keahlian merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor independen untuk bekerja sebagai tenaga professional.

Keahlian merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor independen untuk bekerja sebagai tenaga profesional. Sifat-sifat profesional adalah:

a. Kondisi-kondisi kesempurnaan teknik yang dimiliki seorang melalui latihan dan belajar selama bertahun-tahun yang berguna untuk mengembangkan teknik tersebut.

b. Keinginan untuk mencapai profesional sejati harus mempunyai sifat yang jelas dan pengalaman yang luas.

c. Jasa yang diberikan klien harus diperoleh dengan cara-cara yang profesional yang diperoleh dengan belajar, latihan, pengalaman dan penyempurnaan keahlian auditing.

(13)

8. Audit Judgment

Menurut Ardiyos (2006: 522) Kebijakan (judgment) merupakan opini seorang akuntan yang berhubungan dengan sekumpulan fakta-fakta atau bukti-bukti. Akuntan juga harus menentukan implikasi yang dirasakan, misalnya tingkat pengujian pemeriksaan yang dibutuhkan dalam suatu situasi tertentu tergantung pada penilaian pemeriksa.

Menurut Jamilah dkk (2007)auditjudgment adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lain. Proses audit atas laporan keuangan dilakukan oleh auditor melalui empat tahap utama yaitu: perencanaan, pemahaman, pengujian struktur, pengendalian intern serta penerbitan laporan audit.

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kantor akuntan publik sangat dipengaruhi oleh kualitas suatu informasi yang dihasilkan oleh auditor. Seorang auditor yang profesional dapat dilihat dari besar tingkat professionalnya untuk memberikan suatu pertimbangan (judgment) yang dihasilkan dan memberikan suatu informasi yang dapat dipercaya oleh publik sehingga tidak hilangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kantor akuntan publik.

Judgment sering dibutuhkan oleh auditor dalam melaksanakan audit

atas laporan keuangan suatu entitas (Zulaikha, 2006). Audit judgment dibutuhkan setiap saat melakukan proses audit laporan keuangan.

(14)

Hogart(1992) dalam Zulaikha (2006) mengartikan audit judgment sebagai proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Judgment merupakan suatu proses yang terjadi secara terus menerus dalam perolehan informasi termasuk (umpan balik dari tindakan sebelumnya) pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, dan penerimaan informasi lebih lanjut. Cara pandang auditor dalam menanggapi informasi tersebut berhubungan dengan tanggung jawab dan resiko audit yang akan dihadapi oleh auditor sehubungan dengan judgment yang dibuatnya (Djaddang &Pramono, 2002:48-52).

Contoh penggunaan audit dalam pengambilan keputusan berkait dengan penetapan materialitas, penilaian sistem pengendalian internal, penetapan tingkat resiko, penetapan strategi audit yang digunakan, penentuan prosedur audit, evaluasi bukti yang diperoleh, penilaian going concern perusahaan, dan sampai pada opini yang akan diberikan oleh auditor (Victorio, 2015).

9. Penelitian Terdahulu

1. Jamilah, dkk. (2007)meneliti mengenai pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Sampel penelitian ini adalah auditor senior dan junior pada KAP di Jawa Timur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya variabel tekanan ketaatan yang berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, sedangkan variabel gender dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment.

(15)

2. Wijayatri (2010) menelitimengenai pengaruh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, dan keahlian audit terhadap audit judgment. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) Surabaya. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tekanan ketaatandankeahlian audit berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment.

3. Fitrianingsih (2011) meneliti tentang pengaruh gender, tekanan ketaatan, kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Sampel penelitian ini adalah auditor di Kantor Akuntan Publik (KAP) Surakarta dan Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender dan tekanan ketaatan tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Sedangkan kompleksitas tugas berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment.

4. Praditaningrum (2012) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap audit judgment. Ada beberapa faktor yang tercantum dalam penelitian ini antara lain gender, pengalaman audit, keahlian audit, tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengalaman audit, dan keahlian audit berpengaruh positif terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor sedangkan tekanan ketaatan berpengaruh negative terhadap audit

judgment.

5. Tielman (2012) meneliti tentang pengaruh tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, kompleksitas tugas, pengetahuan, dan pengalaman

(16)

auditor terhadap audit judgment. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan ketaatan dan tekanan anggaran waktu berpengaruh negatif terhadap audit judgment. Sedangkan pengalaman auditor berpengaruh terhadap audit judgment. 6. Yustriante (2012)melakukan penelitian tentang pengaruh tekanan ketaatan,

kompleksitas tugas, gender, pengalaman terhadap audit judgment. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah para auditor pemerintah yang ada di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgment. Sedangkan gender dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap audit judgment. 7. Pritta Amina Putri (2013) melakukan penelitian pada KAP yang berada di

Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukan bahwa Lingkungan etika dan Pengalaman menunjukan pengaruh positif terhadap audit judgment, sedangkan variabel tekanan ketaatan yang besar akan memiliki probabilitas untuk memiliki audit judgment yang rendah.

8. Adhiatmaka Dwi Putra (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh pentingnya klien bagi KAP, tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, kompleksitas tugas, pengalaman auditor dan independensi terhadap audit

judgment. Pada KAP yang berada diwilayah Kota Semarang. Hasil

penelitian menunjukan bahwa pentingnya klien bagi kap, tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, pengalaman tidak berpengaruh terhadap audit

(17)

judgment, sedangkan kompleksitas tugas, independensi berpengaruh terhadap audit judgment.

Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu

No Penelitian(Tahun) Variable HasilPenelitian

1 Jamiladkk (2007)

Variable Independen: Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas.

Variable Dependen: Audit Judgment.

Tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment.

2 Wijayatri (2010)

Variable Independen: Tekanan Ketatan, Kompleksitas Tugas, dan Keahlian Audit.

Variable Dependen: Audit Judgment.

Tekanan ketatan, kompleksitas

tugas, dan keahlian audit

berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment.

3 Fitrianingsih (2011)

Variabel independen: gender,

tekanan ketaatan,

kompleksitas tugas.

Variabel dependen: Audit Judgment.

Gender dan tekanan ketaatan tidak berpengaruh terhadap audit judgment. kompleksitas tugas berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment.

4 Praditaningrum (2012)

Variable Independen: gender, pengalaman audit, keahlian audit, tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas.

Variable Independen: Audit Judgment.

gender, pengalaman audit, dan keahlian audit berpengaruh positif terhadap audit judgment sedangkan tekanan ketaatan berpengaruh negative terhadap audit judgment. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor.

(18)

5 Tielman (2012)

Variable Independen: tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, kompleksitas tugas, pengetahuan, dan pengalaman auditor.

Variable Dependen: Audit Judgment.

tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, dan Kompleksitas Tugas berpengaruh negatif terhadap audit judgment. Sedangkan pengetahuan dan pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap audit judgment.

6 Yustriante (2012)

Variabel independen: tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, gender, pengalaman

Variabel dependen: Audit Judgment.

Tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgment. Sedangkan gender dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap audit judgment.

7 PrittaAminaPutri (2013)

Variabel independen:

Pengaruh Lingkungan Etika, Pengalaman auditor, dan Tekanan Ketaatan.

Variabel dependen: Audit Judgment.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Lingkungan etika dan Pengalaman menunjukan pengaruh positif terhadap audit judgment sedangkan variabel tekanan ketaatan yang besar akan memilik iprobabilitas untuk memiliki audit judgment yang rendah.

8 AdhiatmakaDwi Putra (2015)

Variable independen:

pentingnya klien bagi kap, tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, kompleksitas tugas, pengalaman auditor dan independensi

Variable dependen: Audit Judgment

Pentingnya Klien bagi KAP,Tekanan Ketaatan, Tekanan Anggaran Waktu, Pengalaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Audit judgment,

sedang Kompleksitas Tugas,

Independensi berpengaruh secara signifikan terhadap Audit judgment.

Sumber: diolah oleh penulis B. Kerangka Pemikiran

Dalam pengambilan audit judgment oleh auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap keputusan yang diambil oleh auditor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu tekanan ketaatan, tekanan anggaran waktu, pengalaman, dan keahlian auditor. Untuk mempermudah dalam memahaminya dapat dilihat pada skema berikut:

(19)

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

1. Pengaruh tekanan ketaatan Audit Terhadap Audit Judgement

Praditaningrum (2012) menyatakan bahwa tekanan ketaatan mengarah pada tekanan yang berasal dari atasan atau dari auditor senior ke auditor junior dan tekanan yang berasal dari entitas yang diperiksa untuk melaksanakan penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan.

Hasil penelitian Jamilahet. al (2007), dan Ariyantini et. al (2014) menyatakan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh terhadap audit judgment. Namun, hasil penelitian Fitrianingsih (2011) menyatakan tekanan ketaatan tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:

H1: Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap Audit Judgment 2. Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Audit Judgment

Tekanan ketaatan

Tekanan angaran waktu

Audit Judgment Pengalaman Auditor

(20)

Seorang auditor sering kali dipermasalahkan pada keterbatasan angaran waktu yang diberikan oleh klien. Tekanan anggaran waktu audit terjadi pada saat satuan kerja audit mengalokasikan sejumlah waktu audit yang sedikit yang digunakan oleh auditor untuk menyelesaikan prosedur audit tertentu (Margheim et al., 2005). Terkadang waktu yang dianggarkan untuk seorang auditor untuk menyelesaikan tugasnya sangat sedikit, tidak sebanding dengan tugas yang harus ditanganinya (Tielman, 2012).Hal tersebut dapat memicu auditor untuk memberikan judgment yang cenderung kurang tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Darusman (2013) menyatakan bahwa tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Sedangkan hasil penelitian Tielman (2012) menyatakan bahwa tekanan anggaran waktu berpengaruh terhadap audit judgment. Dengan demikian hipotesis yang di ajukan adalah:

H2: Tekanan Anggaran Waktu berpengaruh terhadap audit judgment 3. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Audit Judgment

Septyarini (2015) menyatakan bahwa banyak pengalaman dapat mempengaruhi kemampuan auditor dalam memprediksi dan mendeteksi kecurangan yang terjadi dalam pelaporan keuangan suatu perusahaan yang diauditnya. Hasil penelitian Putri (2013), dan Raiyani (2014) menyatakan bahwa pengalaman berpengaruh signifikan antara terhadap audit judgment. Namun hasil penelitian Yustriante (2012) menyatakan bahwa pengalaman tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Maka dari itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

(21)

H3 : Pengalaman Auditor berpengaruh terhadap audit judgment 4. Pengaruh Keahlian Auditor Terhadap Auditor Judgment

Mayangsari (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa auditor yang mempunyai pemahaman dan keahlian yang lebih baik atas laporan keuangan, akan lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, semakin ahli seorang auditor maka akan semakin teliti dalam menyelesaikan tugasnya. Wijayatri (2010) juga membuktikan bahwa keahlian audit berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Oleh karena itu, hipotesis yang dapat diajukan adalah:

Gambar

Tabel 2.1  PenelitianTerdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor, keahlian, pengalaman, dan situasi audit berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompleksitas tugas, pengalaman auditor dan self efficacy secara Bersama sama (simultan) berpengaruh positif terhadap audit judgment

Menurut penelitian Praditaningrum (2012) bahwa pengalaman kerja auditor juga sangat memengaruhi saat auditor membuat judgment karena saat memahami setiap informasi

Berdasarkan hasil Uji t dapat disimpulkan bahwa Rasio likuiditas (rasio lancar) dan rasio profitabilitas ( profit margin ) berpengaruh signifikan dalam memprediksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap judgment yang diambil oleh auditor, sedangkan keahlian audit

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan dan kualitas produk memiliki pengaruh yang positif dan significant terhadap kepuasan konsumen,

Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa integritas berpengaruh positif terhadap kualitas audit, karena jika auditor memiliki integritas artinya auditor dapat dipercaya

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kualitas auditor yang diproksikan menggunakan ukuran KAP berpengaruh positif terhadap manajemen laba,