• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu - KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DI SD NEGERI 2 SOKARAJA TENGAH - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu - KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DI SD NEGERI 2 SOKARAJA TENGAH - repository perpustakaan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter dapat

dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu baik dari kegiatan

rutin, kegiatan spontan, keteladanan maupun pengkondisian yang ada di

sekolah. Kegiatan pengembangan diri pada siswa akan memperoleh hasil

yang maksimal jika ada kerjasama dan peran dari berbagai pihak, yaitu

orangtua, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan yang terkait dan

masyarakat. Ada 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan

pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya disesuaikan

dengan karakteristik sekolah dan pengintegrasiannya di dalam proses

pembelajaran yang disesuaikan dengan materi ajar.

Salah satu nilai karakter yang akan dikembangkan pada penelitian

ini adalah rasa ingin tahu. Pengertian rasa ingin tahu dalam Kemendiknas

(2010: 11), rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya

untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Menurut Mustari (2011: 104),

kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan

perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan

(2)

kebutuhan hidupnya. Rasa ingin tahu lah yang membuat manusia terus

mengeksplor diri mereka. Terlebih lagi, rasa ingin tahu akan muncul

sangat kuat ketika manusia merasa heran dan kagum pada suatu keadaan

dan ingin mempelajarinya dengan semaksimal mungkin sesuai

kemampuan dari masing-masing manusia itu sendiri.

Rasa ingin tahu pada manusia membuat otak baik otak kanan

maupun otak kiri bekerja secara sinergis. Yang satu adalah kemampuan

untuk memahami dan mengantisipasi informasi, sedang yang lain adalah

menguatkannya dan mengencangkan memori jangka panjang untuk

informasi baru yang mengejutkan. Sebagai bagian dari investigasi,

manusia mencari informasi, menanggapi, mensintesis dan mengevaluasi

informasi yang diperoleh menjadi pengetahuan baru yang tersimpan dalam

memori otaknya. Manusia juga dapat belajar bila rasa ingin tahu terhadap

materi yang akan dipelajari ada bahkan jika kuat akan menjadi motivasi

utama untuk menjadi ahli dalam suatu bidang pengetahuan. Hal-hal yang

dapat dicatat dalam rasa ingin tahu manusia adalah rasa ingin tahu

manusia tentang rasa ingin tahu itu sendiri (dibalik rasa ingin tahu),

digabungkan dengan kemampuan untuk berpikir abstrak, membawa pada

peniruan (mimesis), fantasi dan imajinasi yang akhirnya membawa pada

cara manusia berpikir (menalar), yaitu abstrak, sadar diri atau secara sadar.

Rasa ingin tahu manusia selain didasarkan pada naluri (instinck)

atau idle curiosity, juga didasarkan pada akal budi yang terus berkembang.

(3)

menerus memberikan tanggapan terhadap semua rangsangan di dalam

kehidupannya. Tanggapan dilakukan oleh panca indera tersebut menjadi

suatu pengalaman yang akan membentuk suatu pengetahuan. Pengetahuan

adalah kumpulan fakta-fakta yang akan terus berkembang dan bertambah

yang selanjutnya diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

Menurut Mustari (2011: 109) pertambahan pengetahuan sendiri pada

dasarnya didorong oleh:

1) Hasrat untuk memuaskan diri, yang bersifat non praktis atau teoritis

guna memenuhi kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya.

Dorongan ini melahirkan Ilmu Pengetahuan Murni (Pure Science).

2) Dorongan praktis yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk

meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Dorongan kedua ini

menimbulkan Ilmu Pengetahuan Terapan (Applied Science).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rasa ingin

tahu adalah keinginan yang ada pada diri anak untuk melakukan dan

mempelajari sesuatu sesuai dengan hasrat kekaguman dan ketertarikannya

sehingga dapat menjadi pengetahuan yang tersimpan di dalam memori

otaknya. Setiap anak begitu unik dan berbeda satu sama lain, jadi untuk

mengembangkan rasa ingin tahu pada anak lebih baik tidak dengan cara

otoritas dan memaksakan pada anak untuk selalu bertanya pada saat

pembelajaran berlangsung. Guru dapat menciptakan kegiatan positif di

dalam kelas sehingga anak akan merasa bebas melakukan dan melayani

(4)

dimilikinya. Selain penciptaan kelas yang positif dan kondusif, guru harus

bisa berperan menjadi fasilitator yang baik bagi siswa-siswanya untuk

dapat menggali rasa ingin tahu yang ada pada diri masing-masing siswa.

Untuk mengetahui keberhasilan program pendidikan karakter perlu

dipahami indikator-indikator dari nilai-nilai karakter yang dipilih. Menurut

Hasan, dkk. dalam Fitri (2012: 39), ada dua jenis indikator, yaitu indikator

untuk sekolah dan kelas serta indikator untuk mata pelajaran. Indikator

sekolah dan kelas adalah kegiatan sekolah yang diprogramkan dan

kegiatan sekolah sehari-hari. Indikator untuk mata pelajaran

menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan

mata pelajaran tertentu. Menurut Sulystiowati (2012: 74), indikator rasa

ingin tahu di kelas dan di sekolah, yaitu:

1) Indikator Rasa Ingin Tahu di Kelas

a) Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau

media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.

b) Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam

pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.

2) Indikator rasa Ingin Tahu di Sekolah

a) Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.

b) Eksplorasi lingkungan secara terprogram.

c) Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau

(5)

2. Bahasa Indonesia a. Pengertian Bahasa

Bahasa yang dalam Bahasa Inggris “language” berasal dari

bahasa Latin “langue” yang berarti lidah. Menurut Iskandarwassid dan

Sunendar (2009: 226), bahasa adalah alat komunikasi antar anggota

masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan

(komunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar untuk

meningkatkan kemampuan intelektual, kesusastraan sebagai salah satu

sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Bahasa menurut Muslich

dan Oka (2010: 27) adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara

lisan maupun tertulis. Secara universal pengertian bahasa dalam

Indihadi, dkk. (2006: 3) ialah suatu pelahiran yang bentuk dasarnya

ujaran. Ujaran manusia itu menjadi bahasa, tatkala dua orang manusia

atau lebih bersepakat bahwa seperangkat bunyi itu memilki makna yang

disetujui bersama.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang

bunyi berupa ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang

digunakan sebagai alat komunikasi manusia untuk berinteraksi,

mengungkapkan hal-hal yang ada baik yang berwujud maupun kasat

(6)

b. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia dalam Muslich dan Oka (2010: 40) pada

mulanya berasal dari bahasa Melayu-Riau yang diangkat oleh para

pemuda pada kongres pemuda tanggal 28 Oktober 1928 di Solo,

menjadi bahasa Indonesia. Setelah peristiwa sumpah pemuda, nama

“bahasa Indonesia” dipakai karena semangat dan jiwa bahasa Melayu

yang masih bersifat kedaerahan/jiwa Melayu sudah berubah menjadi

bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan

sebagai salah satu alat untuk mempersatukan bangsa yang

bersuku-suku, untuk mengusir penjajah Belanda dan meraih kemerdekaan pada

saat itu. Seiring berkembangnya zaman, bahasa Melayu ini digunakan

dalam berbagai kehidupan secara luas, maka tidak ada yang memprotes

ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia.

Menurut Singgih dalam Rahayu (2007: 8) mengatakan bahwa

bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah menyatu benar

dengan bahasa suku-suku bangsa yang ada di kepulauan nusantara

sehingga tidak lagi terasa sebagai bahasa daerah. Menurut Rahayu

(2007: 8), bahasa Indonesia tak lain adalah bahasa Melayu yang telah

menyatu dengan bahasa daerah dan bahasa asing yang berkembang di

Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa

bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa

persatuan yang dibuat, dimufakati dan diakui serta digunakan oleh

(7)

c. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia

dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta

menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia

Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia

merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang

menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan

sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi

ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon

situasi lokal, regional, nasional, dan global.

Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini

diharapkan:

1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan

kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan

penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual

bangsa sendiri;

2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan

kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai

kegiatan berbahasa dan sumber belajar;

3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar

kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan

(8)

4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam

pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;

5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan

dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber

belajar yang tersedia;

6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan

dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan

tetap memperhatikan kepentingan nasional.

d. Tujuan Bahasa Indonesia di SD/MI

Mata pelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang

berlaku, baik secara lisan maupun tulis;

2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa persatuan dan bahasa negara;

3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat

dan kreatif untuk berbagai tujuan;

4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;

5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas

wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan

(9)

6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah

budaya dan intelektual manusia Indonesia.

e. Ruang Lingkup Bahasa Indonesia di SD/MI

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup

komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang

meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Mendengarkan

Berdaya tahan dalam konsentrasi mendengarkan selama

tiga puluh menit dan mampu menyerap gagasan pokok, perasaan

dan cerita, berita dan lain-lain, yang didengar mampu memberikan

respon secara tepat.

2) Berbicara

Mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan

sambutan, berdialog, menyamppaikan pesan, bertukar pengalaman,

menjelaskan, mendeskripsikan dan bermain peran.

3) Membaca yaitu membaca lancar beragam dan mampu menjelaskan

isi cerita/bacaan.

4) Menulis yaitu menulis karangan naratif dan non naratif dengan

rapih dan jelas dengan menggunakan kosakata, kalimat, ejaan yang

benar sehingga dapat dipahami pembaca.

5) Kebahasaan yaitu memahami/menggunakan kalimat lengkap, tak

lengkap, dalam berbagai konteks, imbuhan, penggunaan kosakata,

(10)

6) Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengapresiasikan dan berkreasi sastra melalui kegiatan

mendengarkan, menonton, membaca dan melisankan hasil sastra

berupa dongeng, puisi, drama pendek serta menulis cerita dan puisi.

3. Membaca

a. Pengertian Membaca

Membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari

menyimak, berbicara, dan menulis. Sewaktu membaca, pembaca yang

baik akan memahami bahan yang dibacanya. Selain itu, dia bisa

mengkomunikasikan hasil membacanya secara lisan atau tertulis.

Definisi membaca menurut Hodgson dalam Tarigan (1979: 7) adalah

suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui

media kata-kata/bahasa tulis.

Menurut Anderson dalam Tarigan (1979: 7), dari segi linguistik,

membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan

sandi (a recording and decoding process). Aspek pembacaan sandi

(decoding) yang dimaksud yaitu menghubungkan kata-kata tulis

(written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning)

yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang

bermakna. Kegiatan membaca merujuk pada pendapat Anderson dapat

(11)

menginterpretasikan ujaran yang berada pada bentuk tulisan sesuai

dengan pemahaman pembaca itu sendiri.

Keterampilan membaca adalah salah satu keterampilan reseptif

(menerima komunikasi) di samping keterampilan mendengarkan.

Sebagai salah satu keterampilan reseptif, maka membaca termasuk ke

dalam komponen pemahaman. Hal ini senada dengan pendapat

Finochiaro and Bonomo dalam Tarigan (1979: 9) bahwa reading is

bringing meaning to and getting meaning from printed or written

material, membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna

yang terkandung di dalam bahan tertulis.

Berdasarkan uraian tentang pengertian membaca, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kegiatan membaca adalah suatu proses yang bersifat

fisik dan psikologis. Proses yang berupa fisik berupa proses mekanis

yaitu kegiatan mengamati tulisan secara visual yang kemudian berlanjut

dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam

mengolah informasi. Proses psikologis itu dimulai ketika indera visual

mengirimkan hasil pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran

melalui sistem syaraf yang kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan

diberi makna.

Rasa ingin tahu dalam membaca dan kemampuan membaca itu

sendiri saling berkaitan erat satu sama lain. Kemampuan membaca akan

tinggi jika kita sering membaca, sedangkan membaca diawali oleh

(12)

para siswanya dengan berbagai macam rangsangan bacaan yang

menarik, sehingga tumbuh rasa ingin tahu yang menimbulkan

ketertarikan untuk membaca. Timbulnya rasa ingin tahu dalam

membaca suatu bacaan diharapkan muncul kebiasaan membaca tinggi,

yang pada akhirnya meningkat pula kecepatan dan pemahamannya

terhadap bacaan. Kesimpulannya bahwa semakin tinggi rasa ingin tahu

siswa, menumbuhkan ketertarikan siswa untuk membaca jenis buku

tertentu, yang menyebabkan semakin tinggi pula kecepatan dan

pemahaman seseorang.

b. Tujuan Membaca

Tujuan membaca mempunyai kedudukan yang sangat penting

dalam membaca karena akan berpengaruh pada proses membaca dan

pemahaman membaca. Tujuan utama membaca secara umum adalah

untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi dan makna

bacaan. Menurut Anderson dalam Tarigan (1979: 9-11), tujuan penting

membaca antara lain:

1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta

(reading for details or facts).

2) Membaca untuk memperoleh ide utama (reading for main ideas)

3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita

(reading for sequence or organization).

4) Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for

(13)

5) Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan (reading

to classify).

6) Membaca menilai atau emngevaluasi (reading to evaluate)

7) Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan

(reading to compare or contrast).

c. Aspek-Aspek Membaca

Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang

melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Menurut

Broughton dalam Tarigan (1979: 12-13), secara garis besar, terdapat

dua aspek penting dalam membaca, yaitu:

1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanicall skills) yang dapat

dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order),

mencakup: pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur

linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan

lain-lain), pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi

(kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau to bark at print).

2) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang

dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order),

mencakup: memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal,

retorikal), memahami signifikansi atau makna (a.l. maksud dan

tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan dan reaksi

pembaca), evaluasi atau penilaian (isi, bentuk) dan kecepatan

(14)

Tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis

(mechanical skills) dapat dicapai melalui aktivitas membaca nyaring

atau membaca bersuara (reading aloud), sedangkan keterampilan

pemahaman (comprehension skills) yang paling tepat adalah dengan

membaca dalam hati (silent reading). Membaca dalam hati dapat dibagi

menjad dua, yaitu membaca ekstensif (meliputi: membaca survei,

sekilas dan dangkal) dan membaca intensif (meliputi: membaca telaah

isi dan telaah bahasa). Membaca telaah isi dapat dibagi menjadi

membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis dan membaca

ide. Membaca telaah bahasa dapat dibagi menjadi membaca bahasa

asing dan membaca sastra.

d. Keterampilan Membaca Pemahaman

Menurut Broughton dalam Tarigan (1979: 11), keterampilan

membaca mencakup ke dalam tiga komponen, yaitu pertama,

pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca. Kedua, korelasi

aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang

formal dan yang ketiga, hubungan lebih lanjut dari kedua komponen

tersebut dengan makna atau meaning. Komponen keterampilan

membaca yang terakhir mencakup keseluruhan dari keterampilan

membaca yang lebih menekankan pada aspek intelektual. Aspek

intelektual ini terlihat pada kemampuan atau abilitas untuk

(15)

unsur-unsur bahasa yang formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan

makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.

Membaca pemahaman menurut Resmini (2006: 45) adalah

istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi

keterampilan-keterampilan yang perlu dipahami dan menerapkan informasi yang ada

dalam bahan-bahan tertulis. Membaca pemahaman terdiri dari

subketerampilan atau tugas terpisah dapat diidentifikasi, baik digunakan

secara sendiri maupun gabungan yang mengarah kepada pemahaman

bahan-bahan tertulis. Berikut komponen utama membaca pemahaman

menurut Resmini (2006: 46), yaitu: 1) Mengingat kembali makna kata;

2) Menggambarkan inferensi makna kata dari konteks; 3) Menemukan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dijawab secara eksplisit atau

dengan parafrase; 4) Merangkai gagasan dalam konteks; 5)

Menggambarkan inferensi dari konteks; 6) Mengenali tujuan, sikap,

nada dan mood penulis; 7) Mengikuti struktur bacaan.

Secara keseluruhan komponen keterampilan membaca

pemahaman adalah memaknai isi bacaan yang telah dibaca. Setiap

siswa dapat memaknai isi bacaan jika mereka sudah memahami betul

isi bacaannya. Menurut Pandawa, dkk. (2009: 15) ada beberapa faktor

yang berpengaruh terhadap proses pemahaman dalam membaca. Faktor

faktor tersebut adalah: 1) faktor kognitif (pengetahuan, pengalaman,

dan tingkat kecerdasan/kemampuan berpikir seseorang), 2) faktor

(16)

(pilihan kata, struktur, isi bacaan, dan penggunaan bahasanya), dan 4)

faktor penguasaan bahasa (penguasaan perbendaharaan kata, struktur,

dan unsur-unsur kewacanaan). Jadi, ketika kita dapat meningkatkan

pemahaman siswa terhadap isi bacaan dengan memperhatikan

faktor-faktor yang telah disebutkan, maka keterampilan membaca pada siswa

pun dapat meningkat.

Berdasarkan uraian dari pendapat Broughton dan Pandawa,

dkk., guru haruslah menyadari serta memahami bahwa keterampilan

membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan rumit,

untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk dapat membantu serta

membimbing siswa-siswanya menguasai keterampilan membaca.

Menurut Tarigan (1979: 16), usaha yang dapat dilakukan guru untuk

dapat meningkatkan dan mengembangkan keterampilan membaca pada

siswa, yaitu antara lain:

1) Memperluas pengalaman para pelajar sehingga mereka akan

memahami keadaan dan seluk beluk kebudayaan;

2) Mengajarkan bunyi-bunyi (bahasa) dan makna-makna kata-kata

baru;

3) Mengajarkan hubungan bunyi bahasa dan lambang atau simbol;

4) Membantu para pelajar memahami struktur-struktur (termasuk

struktur kalimat yang biasanya tidak begitu mudah bagi pelajar

(17)

5) Mengajarkan keterampilan keterampilan pemahaman

(comprehension skills) kepada para pelajar;

6) Membantu para pelajar untuk meningkatkan kecepatan dalam

membaca.

Sedangkan menurut Frost dan Rowland (1969: 395),

mengembangkan kebiasaan membaca pada anak dapat dilakukan

dengan cara menyediakan bahan bacaan yang disukai dan sesuai dengan

tingkat perkembangan anak. Frost and rowland menyatakan bahwa:

This goal is to help them developan awareness of the joys of reading so reading will occupy a relatively high place on their free choice of activities. To help achieve this goal, we make appropriate reading materials available for children. This involves books which 1) deal with topics in which they are interested; 2) have a reading difficulty level which is in line with that of the children who are to use them 3) contain a quality of writing with an inherent appeal for children.

Menurut Blakely dalam Forst and Rowland (1969: 395-396)

mengatakan bahwa:

In addition to a wide variety of wisely selected reading materials, the teacher also plans many kinds of activities which will increase the probability that children will develop a desire to read. One of the most important of these is a regularly scheduled time for free reading.

Berdasarkan pendapat Blakely tersebut, kebiasaan membaca dapat

ditingkatkan, selain dengan menyediakan bahan bacaan yang menarik

bagi siswa, juga dengan menciptakan berbagai kegiatan agar siswa

membaca dan menyediakan waktu yang rutin untuk siswa membaca

(18)

4. Materi Pokok Menyimpulkan Isi Cerita

a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia Kelas V

Tabel 2.1 SK dan KD Bahasa Indonesia Kelas V SD/ MI Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Membaca

7. Memahami teks dengan membaca sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak

7.3 Menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat

b. Materi Menyimpulkan Isi Cerita Anak ke dalam Beberapa Kalimat

Menurut Santosa, dkk. (2008: 8.4), cerita anak adalah istilah

umum untuk menyebut sastra anak yang berbentuk prosa. Cerita anak

adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, penderitaan

orang lain atau kejadian yang khusus disajikan untuk anak-anak.

Membaca cerita pada anak sangat banyak manfaatnya. Selain terhibur,

anak-anak dapat memperoleh pengalaman hidup dari penulis cerita

yang dibacanya. Selain itu, kisah yang dijalani oleh tokoh dalam cerita

yang dibacanya akan menimbulkan perasaan tertentu, seperti senang,

sedih, atau jengkel. Dengan begitu, anak-anak akan belajar dan

memetik pelajaran yang baik dari cerita tersebut. Banyak kisah-kisah

yang diceritakan yang mempunyai pesan moral yang berbeda-beda dan

sesuai apa yang terjadi di kehidupan anak-anak, sehingga dari kegiatan

membaca cerita tersebut anak-anak bisa menjadi orang yang arif dalam

menyikapi keadaan. Pesan moral kadang-kadang di tulis dengan jelas

(19)

Menyimpulkan adalah mengambil inti atau pokok-pokok yang

diuraikan dalam karangan. Menyimpulkan isi cerita anak berarti

mencari dan menemukan gagasan pokok tiap-tiap paragraf yang ditulis

dalam beberapa kalimat sehingga terlihat korelasi antar kalimat dan

menggambarkan keseluruhan intisari dari cerita anak tersebut. Adapun

kegiatan menyimpulkan isi cerita bertujuan untuk mengenalkan isi

cerita dengan memerhatikan unsur ceritanya terlebih dahulu.

Unsur-unsur dalam cerita anak, yaitu:

1) Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Tema disebut juga

topik cerita. Tema ada bermacam-macam, misalnya, kepahlawanan,

kejujuran, persahabatan dan lain-lain.

2) Alur merupakan salah satu unsur pembangun sebuah cerita dari

dalam (unsur intrinsik). Alur merupakan urut-urutan cerita yang

memiliki hubungan sebab akibat. Alur dapat dibedakan menjadi tiga:

a) Alur maju, yaitu jika peristiwa atau kejadian dalam cerita tersebut

diceritakan secara urut dari awal hingga akhir; b) Alur mundur

(flashback), yaitu jika peristiwa atau kejadian dalam cerita

diceritakan dari akhir, kemudian kembali ke awal; c) Alur

campuran, yaitu gabungan dari alur maju dan alur mundur.

3) Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada

pembaca atau pendengar. Pesan biasanya berisi sebuah nasihat atau

perbuatan perbuatan bijak. Amanat atau pesan moral dapat

(20)

cerita dengan cermat. Jika perlu, dengarkan atau bacalah secara

berulang-ulang; b) Mencari dan mencatat kalimat yang mengandung

saran atau nasihat dalam cerita tersebut. Saran atau nasihat ada yang

disampaikan oleh tokoh cerita ada pula yang disampaikan penulis

(pencerita).

4) Latar adalah tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita.

Ada 3 jenis latar, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar keadaan.

5) Perwatakan adalah cara pengarang menggambarkan dan

mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Ada beberapa

karakter perwatakan tokoh, yakni: a) Protagonis adalah tokoh yang

memegang peranan utama pada cerita. Biasanya, tokoh protagonis

menjadi tokoh idaman dalam cerita; b) Antagonis adalah tokoh yang

berperan sebagai pesaing atau penentang tokoh utama pada cerita,

atau dengan kata lain, ia adalah seseorang yang bermusuhan dengan

tokoh protagonis. c) Figuran (peran pembantu) adalah tokoh yang

kehadirannya mendampingi tokoh utama. Teknik menemukan

perwatakan dalam cerita anak adalah: membaca cerita anak secara

seksama, menemukan tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita rakyat

dan menentukan karakter tokoh dengan melihat perilaku dan sifat

pelaku dalam cerita.

Cerita terdiri dari paragraf-paragraf yang memiliki hubungan

dan kesatuan sehingga dapat dipahami dan menghasilkan makna serta

(21)

pasti memiliki pikiran utama atau gagasan utama. Menentukan pikiran

utama atau gagasan utama merupakan langkah awal untuk membuat

kesimpulan suatu cerita. Gagasan utama adalah gagasan yang menjadi

dasar pengembangan suatu teks bacaan yang berfungsi sebagai pokok,

patokan atau dasar acuan suatu paragraf.

Gagasan utama biasanya berupa kalimat yang memiliki sifat

umum. Gagasan utama dapat ditemukan di awal paragraf, akhir

paragraf atau di awal dan di akhir paragraf. Paragraf-paragraf tersebut

adalah: a) Paragraf Deduktif, yaitu gagasan utamanya terletak di awal

paragraf; b) Paragraf Induktif, yaitu gagasan utamanya terletak di akhir

paragraf; c) Paragraf Deduktif-Induktif, yaitu gagasan utamanya

terletak di awal dan di akhir paragraf. Selain gagasan utama, dalam

paragraf terdapat gagasan penjelas. Gagasan penjelas merupakan

ide-ide tambahan yang berfungsi sebagai penjelas. Gagasan penjelas

terdapat pada kalimat-kalimat penjelas.

Dari beberapa uraian tentang membuat kesimpulan dari cerita

anak dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menyimpulkan suatu cerita

diperlukan membaca dengan cermat dari awal sampai bagian akhir

cerita. Teknik-teknik yang biasanya dipakai ketika akan menyimpulkan

suatu cerita, yaitu: a) Bacalah cerita anak berulang-ulang dengan

seksama; b) Ambil inti atau pokok-pokok masalah yang sering muncul

(22)

5. Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan

berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model

pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori

psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang

mendukung. Model mengajar menurut Joyce dan Weil dalam Sagala

(2010: 176) adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang

menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain

unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku

pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar

melalui program komputer. Merujuk pada pendapat Joyce dan Weil

tersebut model mengajar dapat dipahami sebagai kerangka konseptual

yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk

mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Model mengajar juga

berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan pengajaran bagi para

guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran sehingga guru dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih terencana.

Menurut Rusman (2012: 144-145), model pembelajaran adalah

suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk

(23)

bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

lain. Dari pengertian tentang model pembelajaran menurut para ahli,

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah rencana aktivitas

belajar dan pola umum perilaku pembelajaran yang disusun dan

direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model

pembelajaran sendiri memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh

Rusman (2012: 145), yaitu sebagai berikut:

1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu;

2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;

3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar

di kelas;

4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (a) urutan

langkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) adanya prinsip-prinsip reaksi; (c)

sistem sosial; dan (d) sistem pendukung;

5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran;

6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan

pedoman model pembelajaran yang telah dipilihnya.

b. Model Pembelajaran kooperatif

Roger, dkk. dalam Huda (2011: 29) menyatakan pembelajaran

kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang

diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada

perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok

(24)

jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan

pembelajaran anggota-anggota yang lain. Definisi pembelajaran

kooperatif menurut Artz dan Newman dalam Huda (2011: 32), yaitu

kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim

untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas atau

mencapai satu tujuan bersama.

Menurut Slavin (2008: 4), pembelajaran kooperatif merujuk

pada berbagai macam metode pengajaran yaitu siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya

dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa

diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan

berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat

itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cara

belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang

diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan

tempat duduk yang individual, cara belajar individual dan dorongan

yang individual. Apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam

kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan

bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep

yang telah dipikirkan.

Pembelajaran kooperatif dipandang sebagai sarana ampuh untuk

memotivasi pembelajaran dan memberikan pengaruh positif terhadap

(25)

tepat akan turut mendorong pencapaian yang lebih besar, yaitu

meningkatkan sikap-sikap postif dan harga diri yang lebih dalam,

mengembangkan skill-skill kolaboratif yang lebih baik dan mendorong

motivasi sosial yang lebih besar kepada orang lain yang membutuhkan.

Menurut Lie (2008: 29) model pembelajaran kooperatif tidak hanya

sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran

kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang

dilakukan asal-asalan. Unsur-unsur model pembelajaran gotong royong

yang diterapkan pula dalam pembelajaran kooperatif, yaitu saling

ketergantungan positif, tanggungjawab perseorangan, tatap muka,

komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.

Perencanaan dalam pembelajaran kooperatif haruslah

dirumuskan dengan baik dan sistematis agar unsur-unsur pembelajaran

gotong royong yang telah dijelaskan dapat berjalan dengan efektif dan

efisien. Menurut Borich (2011: 365) ada komponen-komponen penting

yang harus dipahami ketika merencanakan suatu kegiatan dalam

pembelajaran kooperatif. Komponen kegiatan dalam pembelajaran

kooperatif harus benar-benar diperhatikan agar sesuai dengan tujuan

belajar yang akan dicapai dan lebih mengefisienkan waktu sehingga

tidak banyak yang terbuang percuma. Keempat komponen tersebut,

antara lain seperti yang dikemukakan oleh Borich (2011: 365) di bawah

ini:

(26)

with your students; 2) The types of interactions your students will have with one another; 3) The tasks and materials you will select; 4) The role expectations and responsibilities you will assign.

Keberhasilan belajar siswa akan tercapai apabila terjadi interaksi multi

arah antara guru dengan siswa atau siswa yang satu dengan siswa yang

lain, sudah dapat berjalan dengan baik. Pemilihan bahan dan sumber

belajar yang sesuai dengan materi ajar dan tingkat pemahaman siswa

serta hal-hal yang menjadi aturan untuk melaksanakan pembelajaran

kooperatif yang jika dirumuskan dengan jelas dan mudah dipahami

maka tujuan belajar pun akan dapat dicapai dengan optimal. Intinya,

pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar

akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

c. Model Pembelajaran kooperatif tipe CIRC

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang digunakan

sebagai sarana untuk memperkenalkan teknik terbaru mengenai

pengajaran praktis pelajaran membaca dan menulis yaitu CIRC.

Menurut Slavin (2008: 201), model pembelajaran CIRC dibentuk dari

tim-tim yang nantinya dikoordinasikan dengan pengajaran kelompok

membaca, sehingga siswa-siswa dalam tim mereka dapat memahami

suatu bacaan, kosakata, pembacaan pesan dan ejaan. Pengajaran dalam

CIRC benar-benar menekankan pada integrasi mekanika bahasa dengan

pelajaran menulis dan pelajaran menulis terintegrasi pula dengan

pengajaran pelajaran memahami bacaan. Ada keterpaduan antara

(27)

belajar menggunakan model CIRC, yaitu siswa memahami bacaan

dengan memadukan kegiatan-kegiatan proses menulis dalam program

membaca ataupun sebaliknya penggunaan kemampuan memahami

bacaan yang baru dipelajari dalam pengajaran pelajaran menulis.

CIRC terdiri dari 3 unsur penting, yakni kegiatan-kegiatan dasar

terkait, pengajaran langsung pelajaran memahami bacaan dan seni

berbahasa dan menulis terpadu. Kegiatan-kegiatan belajar para siswa

dalam CIRC bekerja dalam tim-tim heterogen, yaitu tidak dibedakan

atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi,

dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau

lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Menurut

Slavin (2008: 205-209) unsur-unsur utama CIRC adalah sebagai

berikut:

1) Kelompok membaca

Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri

dari dua atau tiga orang berdasarkan tingkat kemampuan membaca

ataupun diberikan pengajaran kepada seluruh kelas.

2) Tim

Gabungan pasangan (atau trio) dalam kelompok membaca

sehingga terbentuklah tim dengan anggota kelompok yang

heteregon, yaitu dari kelompok membaca tingkat tinggi, sedang dan

(28)

3) Kegiatan yang berhubungan dengan cerita.

Siswa menggunakan bahan bacaan untuk didiskusikan di

dalam kelompok membaca yang diarahkan untuk mengerjakan tugas

tertentu yang telah disiapkan oleh Guru. Ketika siswa berada dalam

kelompoknya masing-masing, guru menentukan tujuan dari

membaca, memperkenalkan kosa kata, mendiskusikan bahan bacaan

setelah siswa selesai membacanya dan lain-lain.

Setelah cerita diperkenalkan, para siswa melakukan

serangkaian kegiatan bersama teman-temannya dalam satu

kelompok. Tahap-tahap kegiatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC,

yaitu:

a) Membaca berpasangan yaitu para siswa membaca ceritanya

dalam hati dan kemudian secara bergantian membaca cerita

tersebut dengan keras bersama pasangannya;

b) Menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita yaitu

siswa mencoba mengidentifikasikan karakter, latar belakang dan

masalah dalam cerita serta solusinya;

c) Mengucapkan kata-kata dengan keras yaitu siswa diberikan kosa

kata baru ataupun sulit yang ada dalam cerita sehingga siswa

harus belajar membaca kosa kata tersebut dengan baik dan

benar;

d) Makna kata yaitu siswa ditugaskan untuk melihat kosa kata yang

(29)

tersebut di dalam kamus, sehingga siswa akan paham terhadap

isi bacaan;

e) Menceritakan kembali isi cerita yaitu siswa merangkum

poin-poin utama dari cerita dalam masing-masing kelompoknya;

f) Ejaan yaitu siswa saling menguji daftar ejaan kata-kata satu

sama lain tiap minggunya dan saling membantu untuk

menguasai daftar kata tersebut;

g) Pemeriksaan oleh pasangan yaitu jika para siswa telah

menyelesaikan tugas-tugas pada tahap sebelumnya, pasangan

mereka memberikan formulir tugas siswa yang mengindikasikan

bahwa mereka telah menyelesaikan dan/atau memenuhi kriteria

terhadap tugas tersebut;

h) Tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran yang merupakan

jenis tes pemahaman terhadap cerita, siswa menuliskan

kalimat-kalimat bermakna untuk tiap kosa kata dan diminta untuk

membacakan daftra kata-kata dengan keras kepada guru. Pada

tes ini sifatnya individual dan hasilnya akan dijadikan unsur

utama dari skor tim mingguan siswa.

4) Pengajaran langsung dalam memahami bacaan, yaitu siswa

ditugaskan untuk memahami bacaan, seperti mengidentifikasi

gagasan utama, memahami hubungan sederhana dan membuat

(30)

5) Seni berbahasa dan menulis terintegrasi, yaitu kegiatan yang lebih

ditekankan pada proses menulis sehingga kemampuan mekanika

bahasa diperkenalkan sebagai tambahan khusus terhadap pelajaran

menulis ketimbang sebagai topik yang terpisah, misalnya mengenai

kata-kata sifat dalam paragraf deskriptif, tanda baca menulis dialog

untuk cerita naratif, dan lain-lain.

Secara umum dalam Suprijono (2012: 130), tahap-tahap

kegiatan dalam proses pembelajaran yang menggunakan CIRC, yaitu:

1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara

heterogen;

2) Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran;

3) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok

dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada

lembar kertas;

4) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok;

5) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama;

6) Penutup.

Menurut Slavin dalam Rahim (2008: 35), tujuan utama

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam menggunakan

tim/kelompoknya, yaitu:

1) Membantu siswa mempelajari kemampuan membaca pemahaman

yang diaplikasikan secara luas untuk siswa sekolah dasar pada

(31)

mempertanyakan, menjelaskan, memprediksi, meringkas,

merangkum ataupun menyimpulkan suatu bacaan. Hasil penelitian

tentang pembelajaran struktur cerita mengidentifikasikan bahwa

kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa

yang rendah.

2) Meningkatkan kesempatan siswa untuk membaca dengan keras dan

menerima umpan balik dari kegiatan membaca mereka dengan

membuat para siswa membaca untuk teman satu timnya dan dengan

melatih mereka mengenai bagaimana saling merespon kegiatan

membaca.

3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merencanakan,

merevisi dan menyunting karangan atau tugas-tugas menulis yang

berkaitan dengan kemampuan membaca pemahaman siswa yang

berkolaborasi erat dengan teman satu tim mereka.

B. Penelitian yang relevan

Penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh Durukan (2011: 1) dalam Academic Journal

berjudul “Effects of cooperative integrated reading and composition (CIRC)

technique on reading-writing skills”, dalam kesimpulannnya menyatakan bahwa nilai rata-rata pre test pada kelas eksperimen yang dikenai model

pembelajaran CIRC mencapai 13,42 dan post test mencapai 23,29, sedangkan

pada kelas kontrol nilai rata-rata pre test sebesar 13,52 dan post test 19,95.

(32)

statistik antara membaca dan kemampuan menulis dari kelompok

eksperimental dan kontrol dalam hal akademis prestasi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Astuti (Mahasiswa

UNS-FKIP Jurusan Ilmu Pendidikan) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

pada siswa kelas V SD Negeri Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

Tahun Ajaran 2009/2010 bahwa melalui model pembelajaran CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Compisition) telah dapat meningkatkan

kemampuan membaca pemahaman siswa. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh nilai rata-rata hasil evaluasi membaca pemahaman siswa sebelum

tindakan yaitu 54,00 dan ketuntasan klasikal 53,33%. Pada siklus I nilai

rata-rata yaitu 64,27 dan ketuntasan klasikal 66,67%. Pada siklus II nilai rata-rata-rata-rata

yaitu 77,76 dan ketuntasan klasikal 80%, sedangkan pada siklus III nilai

rata-rata yang diperoleh 83,2 dan ketuntasan klasikal 90%. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia melalui model

pembelajaran tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas V

(33)

C. Kerangka berpikir

Melihat permasalahan yang ada pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia di kelas VA SD Negeri 2 Sokaraja Tengah, siswa kurang berhasil

dalam menguasai keterampilan proses maupun hasil belajar dalam kegiatan

membaca pemahaman dengan materi menyimpulkan isi cerita ke dalam

beberapa kalimat. Siswa masih merasa kesulitan mencari ide pokok setiap

paragraf dan kurang bersungguh-sungguh dalam membaca suatu bacaan,

sehinga perlu diupayakan model pembelajaran yang inovatif yang dapat

meningkatkan konsentrasi dan pemahaman dalam keterampilan membaca. Kondisi

(34)

Kelas yang gemuk yaitu memiliki siswa sebanyak 40 siswa membuat guru

juga merasa kesulitan untuk mengkondisikan siswa ke dalam situasi yang

kondusif untuk belajar. Penerapan model pembelajaran CIRC diharapkan

dapat mengatasi permasalahan tersebut, karena model ini memberikan

keterampilan membaca dan menulis secara komprehensif serta melibatkan

kerjasama antar anggota sehingga mereka bisa lebih menggali pengetahuan

dan pengalaman mereka, bertukar pendapat menggali pemahaman terhadap

isi bacaan yang telah dibaca dalam kegiatan kelompok.

Model pembelajaran CIRC juga diharapkan dapat memudahkan guru

dalam mengatur dan mengkondisikan siswa ke dalam kelompok sehingga

lebih memudahkan guru pula dalam mengawasi dan memperhatikan

siswa-siswanya. Berdasarkan paparan masalah yang ada di SD Negeri 2 Sokaraja

Tengah, jadi dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran

kooperatif tipe CIRC diduga mampu meningkatkan rasa ingin tahu dan

kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri 2 Sokaraja

Tengah.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan analisis teoritik dapat dirunmuskan hipotesis tindakan

sebagai berikut :

1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan

rasa ingin tahu siswa.

2. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Guru pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma Empat (D–IV) atau Sarjana (S1) program pendidikan khusus atau

Dengan dapat dibuatnya model simulasi untuk optimasi waktu memasak buah kelapa sawit di stasiun perebusan pada pengolahan CPO, maka pengguna dapat melakukan simulasi dengan

Surface plot persentase Respon Yield sebagai Fungsi dari jumlah nitrogen (N) dan jumlah sumber karbon, gula (C) berdasarkan hasil dari experiment central

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh kebiasaan sarapan terhadap tingkat pengetahuan, status gizi dan kemampuan daya ingat anak Sekolah Dasar Lamper

Selain terdapat pada objek penelitian, penelitian tersebut bertujuan untuk pembuatan aplikasi dan apakah dengan menggunakan software (dibuat dengan Microsoft Access 2000

sedangkan pola akses yang dihasilkan proses data mining menggunakan data sesungguhnya dari webserver Universitas Respati Yogyakara adalah seperti yang ditunjukkan pada

Perlakuan penambahan emulsifier (ovalett) dengan konsentrasi yang terlalu tinggi yaitu 33g menyebabkan penurunan nilai overrun, dan melting rate tetapi meningkatkan nilai

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbandingan kombinasi gelatin dan CMC yang paling baik dalam pembuatan es krim, untuk mengetahui pengaruh kombinasi fat replacer