BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter dapat
dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu baik dari kegiatan
rutin, kegiatan spontan, keteladanan maupun pengkondisian yang ada di
sekolah. Kegiatan pengembangan diri pada siswa akan memperoleh hasil
yang maksimal jika ada kerjasama dan peran dari berbagai pihak, yaitu
orangtua, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan yang terkait dan
masyarakat. Ada 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan
pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya disesuaikan
dengan karakteristik sekolah dan pengintegrasiannya di dalam proses
pembelajaran yang disesuaikan dengan materi ajar.
Salah satu nilai karakter yang akan dikembangkan pada penelitian
ini adalah rasa ingin tahu. Pengertian rasa ingin tahu dalam Kemendiknas
(2010: 11), rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Menurut Mustari (2011: 104),
kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan
perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan
kebutuhan hidupnya. Rasa ingin tahu lah yang membuat manusia terus
mengeksplor diri mereka. Terlebih lagi, rasa ingin tahu akan muncul
sangat kuat ketika manusia merasa heran dan kagum pada suatu keadaan
dan ingin mempelajarinya dengan semaksimal mungkin sesuai
kemampuan dari masing-masing manusia itu sendiri.
Rasa ingin tahu pada manusia membuat otak baik otak kanan
maupun otak kiri bekerja secara sinergis. Yang satu adalah kemampuan
untuk memahami dan mengantisipasi informasi, sedang yang lain adalah
menguatkannya dan mengencangkan memori jangka panjang untuk
informasi baru yang mengejutkan. Sebagai bagian dari investigasi,
manusia mencari informasi, menanggapi, mensintesis dan mengevaluasi
informasi yang diperoleh menjadi pengetahuan baru yang tersimpan dalam
memori otaknya. Manusia juga dapat belajar bila rasa ingin tahu terhadap
materi yang akan dipelajari ada bahkan jika kuat akan menjadi motivasi
utama untuk menjadi ahli dalam suatu bidang pengetahuan. Hal-hal yang
dapat dicatat dalam rasa ingin tahu manusia adalah rasa ingin tahu
manusia tentang rasa ingin tahu itu sendiri (dibalik rasa ingin tahu),
digabungkan dengan kemampuan untuk berpikir abstrak, membawa pada
peniruan (mimesis), fantasi dan imajinasi yang akhirnya membawa pada
cara manusia berpikir (menalar), yaitu abstrak, sadar diri atau secara sadar.
Rasa ingin tahu manusia selain didasarkan pada naluri (instinck)
atau idle curiosity, juga didasarkan pada akal budi yang terus berkembang.
menerus memberikan tanggapan terhadap semua rangsangan di dalam
kehidupannya. Tanggapan dilakukan oleh panca indera tersebut menjadi
suatu pengalaman yang akan membentuk suatu pengetahuan. Pengetahuan
adalah kumpulan fakta-fakta yang akan terus berkembang dan bertambah
yang selanjutnya diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Menurut Mustari (2011: 109) pertambahan pengetahuan sendiri pada
dasarnya didorong oleh:
1) Hasrat untuk memuaskan diri, yang bersifat non praktis atau teoritis
guna memenuhi kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya.
Dorongan ini melahirkan Ilmu Pengetahuan Murni (Pure Science).
2) Dorongan praktis yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk
meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Dorongan kedua ini
menimbulkan Ilmu Pengetahuan Terapan (Applied Science).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rasa ingin
tahu adalah keinginan yang ada pada diri anak untuk melakukan dan
mempelajari sesuatu sesuai dengan hasrat kekaguman dan ketertarikannya
sehingga dapat menjadi pengetahuan yang tersimpan di dalam memori
otaknya. Setiap anak begitu unik dan berbeda satu sama lain, jadi untuk
mengembangkan rasa ingin tahu pada anak lebih baik tidak dengan cara
otoritas dan memaksakan pada anak untuk selalu bertanya pada saat
pembelajaran berlangsung. Guru dapat menciptakan kegiatan positif di
dalam kelas sehingga anak akan merasa bebas melakukan dan melayani
dimilikinya. Selain penciptaan kelas yang positif dan kondusif, guru harus
bisa berperan menjadi fasilitator yang baik bagi siswa-siswanya untuk
dapat menggali rasa ingin tahu yang ada pada diri masing-masing siswa.
Untuk mengetahui keberhasilan program pendidikan karakter perlu
dipahami indikator-indikator dari nilai-nilai karakter yang dipilih. Menurut
Hasan, dkk. dalam Fitri (2012: 39), ada dua jenis indikator, yaitu indikator
untuk sekolah dan kelas serta indikator untuk mata pelajaran. Indikator
sekolah dan kelas adalah kegiatan sekolah yang diprogramkan dan
kegiatan sekolah sehari-hari. Indikator untuk mata pelajaran
menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan
mata pelajaran tertentu. Menurut Sulystiowati (2012: 74), indikator rasa
ingin tahu di kelas dan di sekolah, yaitu:
1) Indikator Rasa Ingin Tahu di Kelas
a) Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau
media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.
b) Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam
pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
2) Indikator rasa Ingin Tahu di Sekolah
a) Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
b) Eksplorasi lingkungan secara terprogram.
c) Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau
2. Bahasa Indonesia a. Pengertian Bahasa
Bahasa yang dalam Bahasa Inggris “language” berasal dari
bahasa Latin “langue” yang berarti lidah. Menurut Iskandarwassid dan
Sunendar (2009: 226), bahasa adalah alat komunikasi antar anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan
(komunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, kesusastraan sebagai salah satu
sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Bahasa menurut Muslich
dan Oka (2010: 27) adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara
lisan maupun tertulis. Secara universal pengertian bahasa dalam
Indihadi, dkk. (2006: 3) ialah suatu pelahiran yang bentuk dasarnya
ujaran. Ujaran manusia itu menjadi bahasa, tatkala dua orang manusia
atau lebih bersepakat bahwa seperangkat bunyi itu memilki makna yang
disetujui bersama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang
bunyi berupa ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang
digunakan sebagai alat komunikasi manusia untuk berinteraksi,
mengungkapkan hal-hal yang ada baik yang berwujud maupun kasat
b. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dalam Muslich dan Oka (2010: 40) pada
mulanya berasal dari bahasa Melayu-Riau yang diangkat oleh para
pemuda pada kongres pemuda tanggal 28 Oktober 1928 di Solo,
menjadi bahasa Indonesia. Setelah peristiwa sumpah pemuda, nama
“bahasa Indonesia” dipakai karena semangat dan jiwa bahasa Melayu
yang masih bersifat kedaerahan/jiwa Melayu sudah berubah menjadi
bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan
sebagai salah satu alat untuk mempersatukan bangsa yang
bersuku-suku, untuk mengusir penjajah Belanda dan meraih kemerdekaan pada
saat itu. Seiring berkembangnya zaman, bahasa Melayu ini digunakan
dalam berbagai kehidupan secara luas, maka tidak ada yang memprotes
ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia.
Menurut Singgih dalam Rahayu (2007: 8) mengatakan bahwa
bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah menyatu benar
dengan bahasa suku-suku bangsa yang ada di kepulauan nusantara
sehingga tidak lagi terasa sebagai bahasa daerah. Menurut Rahayu
(2007: 8), bahasa Indonesia tak lain adalah bahasa Melayu yang telah
menyatu dengan bahasa daerah dan bahasa asing yang berkembang di
Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa
bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa
persatuan yang dibuat, dimufakati dan diakui serta digunakan oleh
c. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia
merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan
sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi
ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon
situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini
diharapkan:
1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan
penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual
bangsa sendiri;
2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan
kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai
kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar
kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan
4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam
pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;
5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan
dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber
belajar yang tersedia;
6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan
dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan
tetap memperhatikan kepentingan nasional.
d. Tujuan Bahasa Indonesia di SD/MI
Mata pelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis;
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara;
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat
dan kreatif untuk berbagai tujuan;
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
e. Ruang Lingkup Bahasa Indonesia di SD/MI
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup
komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1) Mendengarkan
Berdaya tahan dalam konsentrasi mendengarkan selama
tiga puluh menit dan mampu menyerap gagasan pokok, perasaan
dan cerita, berita dan lain-lain, yang didengar mampu memberikan
respon secara tepat.
2) Berbicara
Mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan
sambutan, berdialog, menyamppaikan pesan, bertukar pengalaman,
menjelaskan, mendeskripsikan dan bermain peran.
3) Membaca yaitu membaca lancar beragam dan mampu menjelaskan
isi cerita/bacaan.
4) Menulis yaitu menulis karangan naratif dan non naratif dengan
rapih dan jelas dengan menggunakan kosakata, kalimat, ejaan yang
benar sehingga dapat dipahami pembaca.
5) Kebahasaan yaitu memahami/menggunakan kalimat lengkap, tak
lengkap, dalam berbagai konteks, imbuhan, penggunaan kosakata,
6) Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia
Mengapresiasikan dan berkreasi sastra melalui kegiatan
mendengarkan, menonton, membaca dan melisankan hasil sastra
berupa dongeng, puisi, drama pendek serta menulis cerita dan puisi.
3. Membaca
a. Pengertian Membaca
Membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari
menyimak, berbicara, dan menulis. Sewaktu membaca, pembaca yang
baik akan memahami bahan yang dibacanya. Selain itu, dia bisa
mengkomunikasikan hasil membacanya secara lisan atau tertulis.
Definisi membaca menurut Hodgson dalam Tarigan (1979: 7) adalah
suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/bahasa tulis.
Menurut Anderson dalam Tarigan (1979: 7), dari segi linguistik,
membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan
sandi (a recording and decoding process). Aspek pembacaan sandi
(decoding) yang dimaksud yaitu menghubungkan kata-kata tulis
(written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning)
yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang
bermakna. Kegiatan membaca merujuk pada pendapat Anderson dapat
menginterpretasikan ujaran yang berada pada bentuk tulisan sesuai
dengan pemahaman pembaca itu sendiri.
Keterampilan membaca adalah salah satu keterampilan reseptif
(menerima komunikasi) di samping keterampilan mendengarkan.
Sebagai salah satu keterampilan reseptif, maka membaca termasuk ke
dalam komponen pemahaman. Hal ini senada dengan pendapat
Finochiaro and Bonomo dalam Tarigan (1979: 9) bahwa reading is
bringing meaning to and getting meaning from printed or written
material, membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna
yang terkandung di dalam bahan tertulis.
Berdasarkan uraian tentang pengertian membaca, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kegiatan membaca adalah suatu proses yang bersifat
fisik dan psikologis. Proses yang berupa fisik berupa proses mekanis
yaitu kegiatan mengamati tulisan secara visual yang kemudian berlanjut
dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam
mengolah informasi. Proses psikologis itu dimulai ketika indera visual
mengirimkan hasil pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran
melalui sistem syaraf yang kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan
diberi makna.
Rasa ingin tahu dalam membaca dan kemampuan membaca itu
sendiri saling berkaitan erat satu sama lain. Kemampuan membaca akan
tinggi jika kita sering membaca, sedangkan membaca diawali oleh
para siswanya dengan berbagai macam rangsangan bacaan yang
menarik, sehingga tumbuh rasa ingin tahu yang menimbulkan
ketertarikan untuk membaca. Timbulnya rasa ingin tahu dalam
membaca suatu bacaan diharapkan muncul kebiasaan membaca tinggi,
yang pada akhirnya meningkat pula kecepatan dan pemahamannya
terhadap bacaan. Kesimpulannya bahwa semakin tinggi rasa ingin tahu
siswa, menumbuhkan ketertarikan siswa untuk membaca jenis buku
tertentu, yang menyebabkan semakin tinggi pula kecepatan dan
pemahaman seseorang.
b. Tujuan Membaca
Tujuan membaca mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam membaca karena akan berpengaruh pada proses membaca dan
pemahaman membaca. Tujuan utama membaca secara umum adalah
untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi dan makna
bacaan. Menurut Anderson dalam Tarigan (1979: 9-11), tujuan penting
membaca antara lain:
1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta
(reading for details or facts).
2) Membaca untuk memperoleh ide utama (reading for main ideas)
3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita
(reading for sequence or organization).
4) Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for
5) Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan (reading
to classify).
6) Membaca menilai atau emngevaluasi (reading to evaluate)
7) Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan
(reading to compare or contrast).
c. Aspek-Aspek Membaca
Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang
melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Menurut
Broughton dalam Tarigan (1979: 12-13), secara garis besar, terdapat
dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanicall skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order),
mencakup: pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur
linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan
lain-lain), pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi
(kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau to bark at print).
2) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang
dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order),
mencakup: memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal,
retorikal), memahami signifikansi atau makna (a.l. maksud dan
tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan dan reaksi
pembaca), evaluasi atau penilaian (isi, bentuk) dan kecepatan
Tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis
(mechanical skills) dapat dicapai melalui aktivitas membaca nyaring
atau membaca bersuara (reading aloud), sedangkan keterampilan
pemahaman (comprehension skills) yang paling tepat adalah dengan
membaca dalam hati (silent reading). Membaca dalam hati dapat dibagi
menjad dua, yaitu membaca ekstensif (meliputi: membaca survei,
sekilas dan dangkal) dan membaca intensif (meliputi: membaca telaah
isi dan telaah bahasa). Membaca telaah isi dapat dibagi menjadi
membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis dan membaca
ide. Membaca telaah bahasa dapat dibagi menjadi membaca bahasa
asing dan membaca sastra.
d. Keterampilan Membaca Pemahaman
Menurut Broughton dalam Tarigan (1979: 11), keterampilan
membaca mencakup ke dalam tiga komponen, yaitu pertama,
pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca. Kedua, korelasi
aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang
formal dan yang ketiga, hubungan lebih lanjut dari kedua komponen
tersebut dengan makna atau meaning. Komponen keterampilan
membaca yang terakhir mencakup keseluruhan dari keterampilan
membaca yang lebih menekankan pada aspek intelektual. Aspek
intelektual ini terlihat pada kemampuan atau abilitas untuk
unsur-unsur bahasa yang formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan
makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.
Membaca pemahaman menurut Resmini (2006: 45) adalah
istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi
keterampilan-keterampilan yang perlu dipahami dan menerapkan informasi yang ada
dalam bahan-bahan tertulis. Membaca pemahaman terdiri dari
subketerampilan atau tugas terpisah dapat diidentifikasi, baik digunakan
secara sendiri maupun gabungan yang mengarah kepada pemahaman
bahan-bahan tertulis. Berikut komponen utama membaca pemahaman
menurut Resmini (2006: 46), yaitu: 1) Mengingat kembali makna kata;
2) Menggambarkan inferensi makna kata dari konteks; 3) Menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dijawab secara eksplisit atau
dengan parafrase; 4) Merangkai gagasan dalam konteks; 5)
Menggambarkan inferensi dari konteks; 6) Mengenali tujuan, sikap,
nada dan mood penulis; 7) Mengikuti struktur bacaan.
Secara keseluruhan komponen keterampilan membaca
pemahaman adalah memaknai isi bacaan yang telah dibaca. Setiap
siswa dapat memaknai isi bacaan jika mereka sudah memahami betul
isi bacaannya. Menurut Pandawa, dkk. (2009: 15) ada beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap proses pemahaman dalam membaca. Faktor
faktor tersebut adalah: 1) faktor kognitif (pengetahuan, pengalaman,
dan tingkat kecerdasan/kemampuan berpikir seseorang), 2) faktor
(pilihan kata, struktur, isi bacaan, dan penggunaan bahasanya), dan 4)
faktor penguasaan bahasa (penguasaan perbendaharaan kata, struktur,
dan unsur-unsur kewacanaan). Jadi, ketika kita dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap isi bacaan dengan memperhatikan
faktor-faktor yang telah disebutkan, maka keterampilan membaca pada siswa
pun dapat meningkat.
Berdasarkan uraian dari pendapat Broughton dan Pandawa,
dkk., guru haruslah menyadari serta memahami bahwa keterampilan
membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan rumit,
untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk dapat membantu serta
membimbing siswa-siswanya menguasai keterampilan membaca.
Menurut Tarigan (1979: 16), usaha yang dapat dilakukan guru untuk
dapat meningkatkan dan mengembangkan keterampilan membaca pada
siswa, yaitu antara lain:
1) Memperluas pengalaman para pelajar sehingga mereka akan
memahami keadaan dan seluk beluk kebudayaan;
2) Mengajarkan bunyi-bunyi (bahasa) dan makna-makna kata-kata
baru;
3) Mengajarkan hubungan bunyi bahasa dan lambang atau simbol;
4) Membantu para pelajar memahami struktur-struktur (termasuk
struktur kalimat yang biasanya tidak begitu mudah bagi pelajar
5) Mengajarkan keterampilan keterampilan pemahaman
(comprehension skills) kepada para pelajar;
6) Membantu para pelajar untuk meningkatkan kecepatan dalam
membaca.
Sedangkan menurut Frost dan Rowland (1969: 395),
mengembangkan kebiasaan membaca pada anak dapat dilakukan
dengan cara menyediakan bahan bacaan yang disukai dan sesuai dengan
tingkat perkembangan anak. Frost and rowland menyatakan bahwa:
This goal is to help them developan awareness of the joys of reading so reading will occupy a relatively high place on their free choice of activities. To help achieve this goal, we make appropriate reading materials available for children. This involves books which 1) deal with topics in which they are interested; 2) have a reading difficulty level which is in line with that of the children who are to use them 3) contain a quality of writing with an inherent appeal for children.
Menurut Blakely dalam Forst and Rowland (1969: 395-396)
mengatakan bahwa:
In addition to a wide variety of wisely selected reading materials, the teacher also plans many kinds of activities which will increase the probability that children will develop a desire to read. One of the most important of these is a regularly scheduled time for free reading.
Berdasarkan pendapat Blakely tersebut, kebiasaan membaca dapat
ditingkatkan, selain dengan menyediakan bahan bacaan yang menarik
bagi siswa, juga dengan menciptakan berbagai kegiatan agar siswa
membaca dan menyediakan waktu yang rutin untuk siswa membaca
4. Materi Pokok Menyimpulkan Isi Cerita
a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia Kelas V
Tabel 2.1 SK dan KD Bahasa Indonesia Kelas V SD/ MI Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Membaca
7. Memahami teks dengan membaca sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak
7.3 Menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat
b. Materi Menyimpulkan Isi Cerita Anak ke dalam Beberapa Kalimat
Menurut Santosa, dkk. (2008: 8.4), cerita anak adalah istilah
umum untuk menyebut sastra anak yang berbentuk prosa. Cerita anak
adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, penderitaan
orang lain atau kejadian yang khusus disajikan untuk anak-anak.
Membaca cerita pada anak sangat banyak manfaatnya. Selain terhibur,
anak-anak dapat memperoleh pengalaman hidup dari penulis cerita
yang dibacanya. Selain itu, kisah yang dijalani oleh tokoh dalam cerita
yang dibacanya akan menimbulkan perasaan tertentu, seperti senang,
sedih, atau jengkel. Dengan begitu, anak-anak akan belajar dan
memetik pelajaran yang baik dari cerita tersebut. Banyak kisah-kisah
yang diceritakan yang mempunyai pesan moral yang berbeda-beda dan
sesuai apa yang terjadi di kehidupan anak-anak, sehingga dari kegiatan
membaca cerita tersebut anak-anak bisa menjadi orang yang arif dalam
menyikapi keadaan. Pesan moral kadang-kadang di tulis dengan jelas
Menyimpulkan adalah mengambil inti atau pokok-pokok yang
diuraikan dalam karangan. Menyimpulkan isi cerita anak berarti
mencari dan menemukan gagasan pokok tiap-tiap paragraf yang ditulis
dalam beberapa kalimat sehingga terlihat korelasi antar kalimat dan
menggambarkan keseluruhan intisari dari cerita anak tersebut. Adapun
kegiatan menyimpulkan isi cerita bertujuan untuk mengenalkan isi
cerita dengan memerhatikan unsur ceritanya terlebih dahulu.
Unsur-unsur dalam cerita anak, yaitu:
1) Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Tema disebut juga
topik cerita. Tema ada bermacam-macam, misalnya, kepahlawanan,
kejujuran, persahabatan dan lain-lain.
2) Alur merupakan salah satu unsur pembangun sebuah cerita dari
dalam (unsur intrinsik). Alur merupakan urut-urutan cerita yang
memiliki hubungan sebab akibat. Alur dapat dibedakan menjadi tiga:
a) Alur maju, yaitu jika peristiwa atau kejadian dalam cerita tersebut
diceritakan secara urut dari awal hingga akhir; b) Alur mundur
(flashback), yaitu jika peristiwa atau kejadian dalam cerita
diceritakan dari akhir, kemudian kembali ke awal; c) Alur
campuran, yaitu gabungan dari alur maju dan alur mundur.
3) Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca atau pendengar. Pesan biasanya berisi sebuah nasihat atau
perbuatan perbuatan bijak. Amanat atau pesan moral dapat
cerita dengan cermat. Jika perlu, dengarkan atau bacalah secara
berulang-ulang; b) Mencari dan mencatat kalimat yang mengandung
saran atau nasihat dalam cerita tersebut. Saran atau nasihat ada yang
disampaikan oleh tokoh cerita ada pula yang disampaikan penulis
(pencerita).
4) Latar adalah tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita.
Ada 3 jenis latar, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar keadaan.
5) Perwatakan adalah cara pengarang menggambarkan dan
mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Ada beberapa
karakter perwatakan tokoh, yakni: a) Protagonis adalah tokoh yang
memegang peranan utama pada cerita. Biasanya, tokoh protagonis
menjadi tokoh idaman dalam cerita; b) Antagonis adalah tokoh yang
berperan sebagai pesaing atau penentang tokoh utama pada cerita,
atau dengan kata lain, ia adalah seseorang yang bermusuhan dengan
tokoh protagonis. c) Figuran (peran pembantu) adalah tokoh yang
kehadirannya mendampingi tokoh utama. Teknik menemukan
perwatakan dalam cerita anak adalah: membaca cerita anak secara
seksama, menemukan tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita rakyat
dan menentukan karakter tokoh dengan melihat perilaku dan sifat
pelaku dalam cerita.
Cerita terdiri dari paragraf-paragraf yang memiliki hubungan
dan kesatuan sehingga dapat dipahami dan menghasilkan makna serta
pasti memiliki pikiran utama atau gagasan utama. Menentukan pikiran
utama atau gagasan utama merupakan langkah awal untuk membuat
kesimpulan suatu cerita. Gagasan utama adalah gagasan yang menjadi
dasar pengembangan suatu teks bacaan yang berfungsi sebagai pokok,
patokan atau dasar acuan suatu paragraf.
Gagasan utama biasanya berupa kalimat yang memiliki sifat
umum. Gagasan utama dapat ditemukan di awal paragraf, akhir
paragraf atau di awal dan di akhir paragraf. Paragraf-paragraf tersebut
adalah: a) Paragraf Deduktif, yaitu gagasan utamanya terletak di awal
paragraf; b) Paragraf Induktif, yaitu gagasan utamanya terletak di akhir
paragraf; c) Paragraf Deduktif-Induktif, yaitu gagasan utamanya
terletak di awal dan di akhir paragraf. Selain gagasan utama, dalam
paragraf terdapat gagasan penjelas. Gagasan penjelas merupakan
ide-ide tambahan yang berfungsi sebagai penjelas. Gagasan penjelas
terdapat pada kalimat-kalimat penjelas.
Dari beberapa uraian tentang membuat kesimpulan dari cerita
anak dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menyimpulkan suatu cerita
diperlukan membaca dengan cermat dari awal sampai bagian akhir
cerita. Teknik-teknik yang biasanya dipakai ketika akan menyimpulkan
suatu cerita, yaitu: a) Bacalah cerita anak berulang-ulang dengan
seksama; b) Ambil inti atau pokok-pokok masalah yang sering muncul
5. Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan
berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori
psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang
mendukung. Model mengajar menurut Joyce dan Weil dalam Sagala
(2010: 176) adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang
menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain
unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku
pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar
melalui program komputer. Merujuk pada pendapat Joyce dan Weil
tersebut model mengajar dapat dipahami sebagai kerangka konseptual
yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk
mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Model mengajar juga
berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan pengajaran bagi para
guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran sehingga guru dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih terencana.
Menurut Rusman (2012: 144-145), model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain. Dari pengertian tentang model pembelajaran menurut para ahli,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah rencana aktivitas
belajar dan pola umum perilaku pembelajaran yang disusun dan
direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran sendiri memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh
Rusman (2012: 145), yaitu sebagai berikut:
1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu;
2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;
3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar
di kelas;
4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (a) urutan
langkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) adanya prinsip-prinsip reaksi; (c)
sistem sosial; dan (d) sistem pendukung;
5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran;
6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan
pedoman model pembelajaran yang telah dipilihnya.
b. Model Pembelajaran kooperatif
Roger, dkk. dalam Huda (2011: 29) menyatakan pembelajaran
kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang
diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada
perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok
jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota-anggota yang lain. Definisi pembelajaran
kooperatif menurut Artz dan Newman dalam Huda (2011: 32), yaitu
kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim
untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas atau
mencapai satu tujuan bersama.
Menurut Slavin (2008: 4), pembelajaran kooperatif merujuk
pada berbagai macam metode pengajaran yaitu siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya
dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan
berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat
itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cara
belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang
diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan
tempat duduk yang individual, cara belajar individual dan dorongan
yang individual. Apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam
kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan
bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep
yang telah dipikirkan.
Pembelajaran kooperatif dipandang sebagai sarana ampuh untuk
memotivasi pembelajaran dan memberikan pengaruh positif terhadap
tepat akan turut mendorong pencapaian yang lebih besar, yaitu
meningkatkan sikap-sikap postif dan harga diri yang lebih dalam,
mengembangkan skill-skill kolaboratif yang lebih baik dan mendorong
motivasi sosial yang lebih besar kepada orang lain yang membutuhkan.
Menurut Lie (2008: 29) model pembelajaran kooperatif tidak hanya
sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran
kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Unsur-unsur model pembelajaran gotong royong
yang diterapkan pula dalam pembelajaran kooperatif, yaitu saling
ketergantungan positif, tanggungjawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.
Perencanaan dalam pembelajaran kooperatif haruslah
dirumuskan dengan baik dan sistematis agar unsur-unsur pembelajaran
gotong royong yang telah dijelaskan dapat berjalan dengan efektif dan
efisien. Menurut Borich (2011: 365) ada komponen-komponen penting
yang harus dipahami ketika merencanakan suatu kegiatan dalam
pembelajaran kooperatif. Komponen kegiatan dalam pembelajaran
kooperatif harus benar-benar diperhatikan agar sesuai dengan tujuan
belajar yang akan dicapai dan lebih mengefisienkan waktu sehingga
tidak banyak yang terbuang percuma. Keempat komponen tersebut,
antara lain seperti yang dikemukakan oleh Borich (2011: 365) di bawah
ini:
with your students; 2) The types of interactions your students will have with one another; 3) The tasks and materials you will select; 4) The role expectations and responsibilities you will assign.
Keberhasilan belajar siswa akan tercapai apabila terjadi interaksi multi
arah antara guru dengan siswa atau siswa yang satu dengan siswa yang
lain, sudah dapat berjalan dengan baik. Pemilihan bahan dan sumber
belajar yang sesuai dengan materi ajar dan tingkat pemahaman siswa
serta hal-hal yang menjadi aturan untuk melaksanakan pembelajaran
kooperatif yang jika dirumuskan dengan jelas dan mudah dipahami
maka tujuan belajar pun akan dapat dicapai dengan optimal. Intinya,
pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar
akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
c. Model Pembelajaran kooperatif tipe CIRC
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang digunakan
sebagai sarana untuk memperkenalkan teknik terbaru mengenai
pengajaran praktis pelajaran membaca dan menulis yaitu CIRC.
Menurut Slavin (2008: 201), model pembelajaran CIRC dibentuk dari
tim-tim yang nantinya dikoordinasikan dengan pengajaran kelompok
membaca, sehingga siswa-siswa dalam tim mereka dapat memahami
suatu bacaan, kosakata, pembacaan pesan dan ejaan. Pengajaran dalam
CIRC benar-benar menekankan pada integrasi mekanika bahasa dengan
pelajaran menulis dan pelajaran menulis terintegrasi pula dengan
pengajaran pelajaran memahami bacaan. Ada keterpaduan antara
belajar menggunakan model CIRC, yaitu siswa memahami bacaan
dengan memadukan kegiatan-kegiatan proses menulis dalam program
membaca ataupun sebaliknya penggunaan kemampuan memahami
bacaan yang baru dipelajari dalam pengajaran pelajaran menulis.
CIRC terdiri dari 3 unsur penting, yakni kegiatan-kegiatan dasar
terkait, pengajaran langsung pelajaran memahami bacaan dan seni
berbahasa dan menulis terpadu. Kegiatan-kegiatan belajar para siswa
dalam CIRC bekerja dalam tim-tim heterogen, yaitu tidak dibedakan
atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi,
dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau
lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Menurut
Slavin (2008: 205-209) unsur-unsur utama CIRC adalah sebagai
berikut:
1) Kelompok membaca
Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri
dari dua atau tiga orang berdasarkan tingkat kemampuan membaca
ataupun diberikan pengajaran kepada seluruh kelas.
2) Tim
Gabungan pasangan (atau trio) dalam kelompok membaca
sehingga terbentuklah tim dengan anggota kelompok yang
heteregon, yaitu dari kelompok membaca tingkat tinggi, sedang dan
3) Kegiatan yang berhubungan dengan cerita.
Siswa menggunakan bahan bacaan untuk didiskusikan di
dalam kelompok membaca yang diarahkan untuk mengerjakan tugas
tertentu yang telah disiapkan oleh Guru. Ketika siswa berada dalam
kelompoknya masing-masing, guru menentukan tujuan dari
membaca, memperkenalkan kosa kata, mendiskusikan bahan bacaan
setelah siswa selesai membacanya dan lain-lain.
Setelah cerita diperkenalkan, para siswa melakukan
serangkaian kegiatan bersama teman-temannya dalam satu
kelompok. Tahap-tahap kegiatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC,
yaitu:
a) Membaca berpasangan yaitu para siswa membaca ceritanya
dalam hati dan kemudian secara bergantian membaca cerita
tersebut dengan keras bersama pasangannya;
b) Menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita yaitu
siswa mencoba mengidentifikasikan karakter, latar belakang dan
masalah dalam cerita serta solusinya;
c) Mengucapkan kata-kata dengan keras yaitu siswa diberikan kosa
kata baru ataupun sulit yang ada dalam cerita sehingga siswa
harus belajar membaca kosa kata tersebut dengan baik dan
benar;
d) Makna kata yaitu siswa ditugaskan untuk melihat kosa kata yang
tersebut di dalam kamus, sehingga siswa akan paham terhadap
isi bacaan;
e) Menceritakan kembali isi cerita yaitu siswa merangkum
poin-poin utama dari cerita dalam masing-masing kelompoknya;
f) Ejaan yaitu siswa saling menguji daftar ejaan kata-kata satu
sama lain tiap minggunya dan saling membantu untuk
menguasai daftar kata tersebut;
g) Pemeriksaan oleh pasangan yaitu jika para siswa telah
menyelesaikan tugas-tugas pada tahap sebelumnya, pasangan
mereka memberikan formulir tugas siswa yang mengindikasikan
bahwa mereka telah menyelesaikan dan/atau memenuhi kriteria
terhadap tugas tersebut;
h) Tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran yang merupakan
jenis tes pemahaman terhadap cerita, siswa menuliskan
kalimat-kalimat bermakna untuk tiap kosa kata dan diminta untuk
membacakan daftra kata-kata dengan keras kepada guru. Pada
tes ini sifatnya individual dan hasilnya akan dijadikan unsur
utama dari skor tim mingguan siswa.
4) Pengajaran langsung dalam memahami bacaan, yaitu siswa
ditugaskan untuk memahami bacaan, seperti mengidentifikasi
gagasan utama, memahami hubungan sederhana dan membuat
5) Seni berbahasa dan menulis terintegrasi, yaitu kegiatan yang lebih
ditekankan pada proses menulis sehingga kemampuan mekanika
bahasa diperkenalkan sebagai tambahan khusus terhadap pelajaran
menulis ketimbang sebagai topik yang terpisah, misalnya mengenai
kata-kata sifat dalam paragraf deskriptif, tanda baca menulis dialog
untuk cerita naratif, dan lain-lain.
Secara umum dalam Suprijono (2012: 130), tahap-tahap
kegiatan dalam proses pembelajaran yang menggunakan CIRC, yaitu:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara
heterogen;
2) Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran;
3) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok
dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada
lembar kertas;
4) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok;
5) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama;
6) Penutup.
Menurut Slavin dalam Rahim (2008: 35), tujuan utama
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam menggunakan
tim/kelompoknya, yaitu:
1) Membantu siswa mempelajari kemampuan membaca pemahaman
yang diaplikasikan secara luas untuk siswa sekolah dasar pada
mempertanyakan, menjelaskan, memprediksi, meringkas,
merangkum ataupun menyimpulkan suatu bacaan. Hasil penelitian
tentang pembelajaran struktur cerita mengidentifikasikan bahwa
kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa
yang rendah.
2) Meningkatkan kesempatan siswa untuk membaca dengan keras dan
menerima umpan balik dari kegiatan membaca mereka dengan
membuat para siswa membaca untuk teman satu timnya dan dengan
melatih mereka mengenai bagaimana saling merespon kegiatan
membaca.
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merencanakan,
merevisi dan menyunting karangan atau tugas-tugas menulis yang
berkaitan dengan kemampuan membaca pemahaman siswa yang
berkolaborasi erat dengan teman satu tim mereka.
B. Penelitian yang relevan
Penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Durukan (2011: 1) dalam Academic Journal
berjudul “Effects of cooperative integrated reading and composition (CIRC)
technique on reading-writing skills”, dalam kesimpulannnya menyatakan bahwa nilai rata-rata pre test pada kelas eksperimen yang dikenai model
pembelajaran CIRC mencapai 13,42 dan post test mencapai 23,29, sedangkan
pada kelas kontrol nilai rata-rata pre test sebesar 13,52 dan post test 19,95.
statistik antara membaca dan kemampuan menulis dari kelompok
eksperimental dan kontrol dalam hal akademis prestasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Astuti (Mahasiswa
UNS-FKIP Jurusan Ilmu Pendidikan) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
pada siswa kelas V SD Negeri Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali
Tahun Ajaran 2009/2010 bahwa melalui model pembelajaran CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Compisition) telah dapat meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman siswa. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh nilai rata-rata hasil evaluasi membaca pemahaman siswa sebelum
tindakan yaitu 54,00 dan ketuntasan klasikal 53,33%. Pada siklus I nilai
rata-rata yaitu 64,27 dan ketuntasan klasikal 66,67%. Pada siklus II nilai rata-rata-rata-rata
yaitu 77,76 dan ketuntasan klasikal 80%, sedangkan pada siklus III nilai
rata-rata yang diperoleh 83,2 dan ketuntasan klasikal 90%. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia melalui model
pembelajaran tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas V
C. Kerangka berpikir
Melihat permasalahan yang ada pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas VA SD Negeri 2 Sokaraja Tengah, siswa kurang berhasil
dalam menguasai keterampilan proses maupun hasil belajar dalam kegiatan
membaca pemahaman dengan materi menyimpulkan isi cerita ke dalam
beberapa kalimat. Siswa masih merasa kesulitan mencari ide pokok setiap
paragraf dan kurang bersungguh-sungguh dalam membaca suatu bacaan,
sehinga perlu diupayakan model pembelajaran yang inovatif yang dapat
meningkatkan konsentrasi dan pemahaman dalam keterampilan membaca. Kondisi
Kelas yang gemuk yaitu memiliki siswa sebanyak 40 siswa membuat guru
juga merasa kesulitan untuk mengkondisikan siswa ke dalam situasi yang
kondusif untuk belajar. Penerapan model pembelajaran CIRC diharapkan
dapat mengatasi permasalahan tersebut, karena model ini memberikan
keterampilan membaca dan menulis secara komprehensif serta melibatkan
kerjasama antar anggota sehingga mereka bisa lebih menggali pengetahuan
dan pengalaman mereka, bertukar pendapat menggali pemahaman terhadap
isi bacaan yang telah dibaca dalam kegiatan kelompok.
Model pembelajaran CIRC juga diharapkan dapat memudahkan guru
dalam mengatur dan mengkondisikan siswa ke dalam kelompok sehingga
lebih memudahkan guru pula dalam mengawasi dan memperhatikan
siswa-siswanya. Berdasarkan paparan masalah yang ada di SD Negeri 2 Sokaraja
Tengah, jadi dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran
kooperatif tipe CIRC diduga mampu meningkatkan rasa ingin tahu dan
kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri 2 Sokaraja
Tengah.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan analisis teoritik dapat dirunmuskan hipotesis tindakan
sebagai berikut :
1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan
rasa ingin tahu siswa.
2. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan