• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PENGUJIAN MODEL HST BGN

V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II

Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 menetapkan adanya standar harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara yang besarnya ditetapkan secara berkala untuk Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota setempat. Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m2 konstruksi fisik maksimum untuk

pembangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur, arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedung negara. Standar tersebut merupakan salah satu bentuk

estimasi biaya konseptual khusus untuk bangunan gedung negara. Untuk mengetahui total biaya konstruksi, harga satuan per m2 tersebut dikalikan dengan luas bangunan.

Akan tetapi, tidak semua klasifikasi biaya yang diinginkan oleh KepMen Kimpraswil tersebut diakomodasi oleh pemerintah kabupaten/kota. Tabel V.1 berikut contoh format standar harga satuan tertinggi kota Jakarta Selatan pada tahun anggaran 2003 :

Tabel V.1. Contoh Format Standar Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Kabupaten/kota : Jakarta Selatan

Provinsi : DKI Jakarta Bulan/Triwulan : April / I (satu) Tahun Anggaran : 2003

Tidak Sederhana Sederhana Tidak Sederhana Tipe C Tipe B Tipe A 2.677.000 1.355.000 1.897.000 1.370.000 1.644.000 1.644.000

(Sumber: PU Dirjen Cipta Karya,2005)

1.912.000

Contoh Format Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung

Sederhana

Gedung Bertingkat Gedung Tdk Bertingkat Rumah Negara

Gedung Per-M2 (dalam rupiah)

Tabel V.1 di atas merupakan format standar yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya untuk penetapan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara, tetapi beberapa Pemda kabupaten/kota tidak mengikuti format dan klasifikasi standar tersebut. Sebagai contoh, pemerintah daerah kota

(2)

Bandung hanya menetapkan harga satuan tertinggi untuk bangunan dengan tipe kelas B (Tabel V.2), padahal klasifikasi yang demikian sudah tidak dikenal dalam peraturan yang berlaku sekarang. Klasifikasi dengan tipe kelas bangunan B demikian hanya dikenal dalam Keputusan Dirjen Cipta Karya No.295 tahun 1997 yang sudah tidak berlaku lagi setelah terbitnya Kepmen Kimpraswil tersebut.

Tabel V.2. Harga Satuan Tertinggi Bangunan Kota Bandung (Kep.Wako No.027/Kep 842-Huk/2006)

Sebagai perbandingan kedua peraturan tersebut, Tabel V.3 memperlihatkan sistem perhitungan kedua peraturan tersebut. Pada tabel di bawah terlihat bahwa gedung tipe B merupakan bagian dari gedung tidak sederhana. Di samping itu, gedung tidak sederhana tersebut bernilai 140% dari gedung sederhana.

Tabel V.3. Konversi Sistem Perhitungan Peraturan Lama ke Peraturan Baru

Sederhana Sederhana 1,912,000 1,355,000 100% 100% C B A C B A 2,103,200 2,797,256 3,133,768 1,490,500 1,982,365 2,220,845 100% 133% 149% 100% 133% 149% Kepmen 332/2002 Kep. Dirjen 295/1997 2,677,000 1,897,000 140% 140%

Tidak Sederhana Tidak Sederhana

Gedung Bertingkat Gedung Tidak Bertingkat

Untuk pemerintah daerah kota Sukabumi, kota Cirebon dan kota Bogor, mereka tidak menetapkan harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara sejak tahun 2004. Tetapi dalam mengestimasi pembangunan gedung negara, pemerintah daerah masing-masing lokasi tersebut berpedoman kepada Standar Biaya (SB) tertinggi yang dikeluarkan oleh walikota masing-masing lokasi dan Analisa Harga Satuan (AHS) tentang bahan dan upah yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat.

Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II sebelumnya tentang proses perhitungan Harga Satuan Tertinggi, pemerintah daerah masing-masing lokasi yang disurvey ternyata menggunakan formula yang disusun oleh Pemerintah daerah kota Jakarta tersebut. Tetapi harga bahan material dan harga upah disesuaikan dengan masing-masing lokasi.

Gedung Bertingkat Gedung Tdk Bertingkat

1.918.000 1.642.000 (Sumber: Kep.Walikota Bandung,2006)

Tipe B

(3)

Berikut Harga Satuan Tertinggi masing-masing lokasi ( perhitungan dapat dilihat pada Lampiran) berdasarkan data Analisa Harga Satuan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat untuk tahun anggaran 2007 triwulan 1 :

Tabel V.4. Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Negara per m2 No. 1 Kota Sukabumi Rp 1,969,150 2 Kota Bogor Rp 1,996,943 3 Kota Bandung Rp 2,003,623 4 Kota Cirebon Rp 1,929,599 HST BGN Tahun Anggaran 2007

V.2. Uji Validasi Model HST BGN Dengan Data Inflasi

Uji validasi model HST BGN dilakukan dengan cara membandingkan hasil estimasi biaya bangunan gedung pada suatu lokasi dengan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemerintah Daerah setempat. Sebagai alat validasi, diambil data biaya bangunan yang telah selesai dibangun, dimana memiliki karakteristik gedung standar pada masing-masing lokasi. Sebelumnya nilai konstruksi bangunan tersebut dikonversi ke tahun sekarang dengan menggunakan indeks khusus untuk bangunan gedung. Di Indonesia belum ada pihak yang menerbitkan nilai indeks tersebut. Biasanya, untuk menyesuaikan biaya bangunan terhadap waktu digunakan angka inflasi.

Angka inflasi adalah persentase kenaikan tingkat harga selama periode tertentu (Dornbusch et al,1997). Angka inflasi sebenarnya berasal dari Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK tidak mewakili indeks biaya bangunan, karena memiliki definisi yang berbeda. IHK menunjukkan perubahan harga paket barang dan jasa yang rata-rata dikonsumsi oleh rumah tangga selama 1 bulan, seperti bahan makanan, sandang, perumahan, kesehatan, rekreasi, olahraga, transportasi dan komunikasi. Angka inflasi yang digunakan merupakan angka inflasi tahunan kalender (year to year). Hal ini dengan asumsi bahwa tidak ada pekerjaan

tambah-kurang (change order) pada setiap data kontrak yang ada sehingga nilai kontrak

tersebut tetap dilaksanakan pada tahun yang bersangkutan tanpa perubahan biaya yang berarti. Konsekuensi lain dari asumsi ini adalah tidak adanya eskalasi harga dari kontrak tersebut. Di Indonesia, untuk proyek-proyek pemerintah eskalasi

(4)

hanya dimungkinkan kepada proyek-proyek yang dibiayai dari dana bantuan luar negeri yang dikerjakan secara multi year (Latief,2003). Untuk mengkonversi

biaya proyek ke tahun yang diinginkan bisa menggunakan formula berikut :

[ ]

( ) ( )

1

n Sekarang tahundibangun

Biaya

=

Biaya

x

+

i

dengan : i = tingkat inflasi tahunan (%)

n = selisih tahun bangunan dibangun dengan sekarang

Formula diatas hanya berlaku untuk inflasi yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Untuk nilai inflasi yang kurang stabil dan memiliki perbedaan nilai antar tahun relatif besar (seperti di Indonesia), nilai inflasi dapat didekati dengan nilai rata-rata range waktu inflasi yang ditinjau (FAA,2002). Dengan demikian, persamaan

di atas menjadi : ( ) ( ) 1 1 / n n Sekarang tahundibangun Biaya =Biaya x +⎛ i n ⎝ ⎠ ⎣

dengan : i = tingkat inflasi tahunan (%)

n = selisih tahun bangunan dibangun dengan sekarang

Tabel berikut memperlihatkan laju inflasi tahunan dari beberapa kota di propinsi Jawa Barat yang dijadikan sebagai sampel penelitian, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat :

Tabel V.5. Data Inflasi Beberapa Kota di Jawa Barat

Tahun Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bogor Kota Sukabumi

1990 9.67% 10.17% - -1991 9.29% 10.34% - -1992 4.51% 4.46% 5.29% 6.61% 1993 9.76% 11.42% 12.27% 12.27% 1994 9.33% 11.31% 7.75% 7.75% 1995 6.36% 8.89% 6.10% 9.94% 1996 6.54% 5.67% 2.51% 7.43% 1997 9.95% 10.75% 7.61% 11.37% 1998 72.59% 62.23% 72.03% 66.45% 1999 4.29% 4.75% 0.72% 1.02% 2000 8.52% 6.52% 6.74% 6.74% 2001 12.93% 11.91% 12.05% 10.57% 2002 11.97% 10.29% 10.68% 8.71% 2003 5.69% 3.35% 5.07% 9.52% 2004 7.56% 3.27% 5.04% 7.30% 2005 19.56% 16.82% 16.79% 19.71% 2006 5.33% 6.31% 6.10% 12.22% 2007 5.65% 5.72% 5.68% 5.66%

(5)

Model bangunan yang dipakai adalah bangunan gedung negara yang berfungsi sebagai gedung kesehatan, gedung perkantoran dan gedung sekolah di masing-masing lokasi. Biaya total bangunan yang digunakan adalah biaya total bangunan pada tahun gedung negara tersebut dibangun. Biaya tersebut kemudian dinormalisasi ke tahun sekarang (tahun 2007) dengan menggunakan formula yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengujiannya dilakukan dengan cara mengestimasi biaya total bangunan dengan model Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah dan dengan model HST BGN yang dikembangkan. Hasil estimasi yang paling mendekati adalah yang paling baik. Berikut hasil estimasi biaya bangunan beserta nilai normalisasinya pada masing-masing lokasi.

Tabel V.6 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Sukabumi

Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 1,969,150 HST = 1,450,415 HST = 1,429,379 2000 162 81,989,000 165,210,709 319,002,368 234,967,188 231,559,426 Perbedaan 153,791,659 69,756,479 66,348,718 % 93.09 42.22 40.16 2000 187.5 101,764,297 205,058,626 369,215,704 271,952,764 268,008,595 Perbedaan 164,157,078 66,894,138 62,949,970 % 80.05 32.62 30.70 2001 84 51,064,950 93,061,097 165,408,635 121,834,838 120,067,851 Perbedaan 72,347,538 28,773,741 27,006,754 % 77.74 30.92 29.02 2002 776.4 475,497,526 796,991,181 1,528,848,387 1,126,102,003 1,109,769,992 Perbedaan 731,857,205 329,110,822 312,778,811 % 91.83 41.29 39.24 2004 134 98,501,519 140,361,462 263,866,156 194,355,575 191,536,810 Perbedaan 123,504,695 53,994,113 51,175,348 % 87.99 38.47 36.46 2005 393.2 405,218,000 480,909,627 774,269,945 570,303,075 562,031,892 Perbedaan 293,360,319 89,393,449 81,122,265 % 61.00 18.59 16.87 Estimasi Biaya Proyek No. Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir Regrouping SDN Baros Paket B Biaya Sebenarnya Normalisasi Biaya Luas Bangunan Tahun Kantor Kelurahan Cipanengah SDN Cipanengah 1 6 5 4 3 2 Puskesmas Pembantu Sindang Palay Puskesmas Pembantu Cikundul

(6)

Tabel V.7 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Bogor

Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 1,996,943 HST = 1,497,033 HST = 1,462,918 1 2001 243 151,576,064 243,577,025 485,257,214 363,778,964 355,489,163 Perbedaan 241,680,189 120,201,939 111,912,138 % 99.22 49.35 45.95 2 2001 270 173,368,383 278,596,460 539,174,682 404,198,848 394,987,959 Perbedaan 260,578,223 125,602,389 116,391,499 % 93.53 45.08 41.78 2001 250.42 157,539,130 253,159,446 500,074,533 374,886,947 366,344,017 Perbedaan 246,915,087 121,727,501 113,184,571 % 97.53 48.08 44.71 4 2001 192.96 122,772,519 197,290,813 385,330,173 288,867,444 282,284,728 Perbedaan 188,039,360 91,576,630 84,993,915 % 95.31 46.42 43.08 5 2002 180 151,178,000 219,428,397 359,449,788 269,465,899 263,325,306 Perbedaan 140,021,391 50,037,502 43,896,908 % 63.81 22.80 20.01 2004 266.52 223,933,036 294,196,924 532,225,320 398,989,174 389,897,003 Perbedaan 238,028,396 104,792,251 95,700,079 % 80.91 35.62 32.53 Estimasi Biaya Biaya Sebenarnya Normalisasi

Biaya Tahun Luas Bangunan 3 6 No. Proyek

Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP 18 3 RKB + KM/WC SMUN Gunung 3 RKB + WC SMP 18 Bogor 1 UGB SMKN Gunung Putri Laboratorium SMP 18 Bogor 3 RKB SMP 18 Bogor

Tabel V.8 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Cirebon

Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 1,929,599 HST = 1,525,624 HST = 1,474,686 1 SMKN II Cirebon 2005 195 197,100,000 221,524,242.23 376,271,846.08 297,496,763.74 287,563,796.93 Perbedaan 154,747,603.85 75,972,521.51 66,039,554.70 % 69.86 34.30 29.81 2005 346 318,883,000 358,398,350.77 667,641,326.89 527,866,052.59 510,241,403.79 Perbedaan 309,242,976.12 169,467,701.82 151,843,053.02 % 86.28 47.28 42.37 2005 108 116,744,432 131,211,171.04 208,396,714.75 164,767,438.38 159,266,102.92 Perbedaan 77,185,543.71 33,556,267.34 28,054,931.88 % 58.83 25.57 21.38 2 RKB SDN Mekarwangi I Kantor Dinas Kimpraswil 2 3

No. Proyek Tahun Luas

Bangunan Biaya

Sebenarnya Normalisasi Biaya

(7)

Tabel V.9 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Bandung

Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 2,003,623 HST = 1,554,415 HST = 1,491,946 2002 524.165 515,192,589 783,927,085 1,050,229,102 814,770,006 782,025,999 Perbedaan 266,302,018 30,842,921 -1,901,085 % 33.97 3.93 -0.24 2002 383.11 372,622,365 566,989,454 767,608,046 595,511,980 571,579,523 Perbedaan 200,618,592 28,522,526 4,590,069 % 35.38 5.03 0.81 3 SDN Pejagalan 2003 974 822,696,711 1,183,839,451 1,951,528,900 1,514,000,335 1,453,155,634 Perbedaan 767,689,449 330,160,884 269,316,184 % 64.85 27.89 22.75 Estimasi Biaya Tahun Luas Bangunan Biaya

Sebenarnya Normalisasi Biaya No. Proyek 2 1

Gedung Mess Penatar PPPG IPA Gedung Perpustakaan

PPPG IPA

Dari Tabel V.5 sampai Tabel V.9 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah cenderung overestimate hingga mencapai angka 90 %.

Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan

Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 4 % hingga 50 %, dan dengan

Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 2 % hingga 46 %. Pengujian

model dengan angka inflasi umum tidak mewakili biaya bangunan gedung negara, sebab angka inflasi sebenarnya berasal dari Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK menunjukkan perubahan harga paket barang dan jasa yang rata-rata dikonsumsi oleh rumah tangga selama 1 bulan, seperti bahan makanan, sandang, perumahan, kesehatan, rekreasi, olahraga, transportasi dan komunikasi.

V.3. Uji Model Dengan Data Komponen Harga Tahun yang bersangkutan

Uji validasi model HST BGN yang dilakukan dengan menggunakan angka inflasi kurang cocok untuk dipakai, karena tidak mewakili komponen bangunan gedung negara. Untuk itu maka model HST BGN yang dikembangkankan akan diuji dengan menggunakan data komponen harga-harga di tahun yang bersangkutan. Data mengenai komponen harga di tahun yang bersangkutan diperoleh dari data-data kontrak yang dikumpulkan sesuai lokasi tempat dibangunnya bangunan gedung negara. Berikut hasil estimasi biaya yang menggunakan model pemerintah

(8)

dan model yang dikembangkan pada berbagai lokasi berdasarkan data harga komponen di tahun yang bersangkutan.

Tabel V.10 Hasil Validasi di Kota Sukabumi

Model Pemerintah Model 95% Model 90%

2000 162 Pemda 737,685 81,989,000 119,504,948 95,872,417 94,651,957 Model 95% 591,805 Perbedaan 37,515,948 13,883,417 12,662,957 Model 90% 584,271 % 45.76 16.93 15.44 2000 187.5 Pemda 737,685 101,764,297 138,315,912 110,963,445 109,550,876 Model 95% 591,805 Perbedaan 36,551,615 9,199,148 7,786,579 Model 90% 584,271 % 35.92 9.04 7.65 2001 84 Pemda 890,138 51,064,950 74,771,552 57,364,928 56,636,182 Model 95% 682,916 Perbedaan 23,706,603 6,299,978 5,571,232 Model 90% 674,240 % 46.42 12.34 10.91 2002 776.4 Pemda 1,004,999 475,497,526 780,281,089 619,620,438 611,506,494 Model 95% 798,069 Perbedaan 304,783,563 144,122,912 136,008,968 Model 90% 787,618 % 64.10 30.31 28.60 2004 134 Pemda 1,181,514 98,501,519 158,322,915 125,262,271 123,637,990 Model 95% 934,793 Perbedaan 59,821,397 26,760,752 25,136,471 Model 90% 922,672 % 60.73 27.17 25.52 2005 393.2 Pemda 1,394,613 405,218,000 548,361,797 444,477,980 436,778,261 Model 95% 1,130,412 Perbedaan 143,143,797 39,259,980 31,560,261 Model 90% 1,110,830 % 35.33 9.69 7.79

Nilai HST Nilai Kontrak Estimasi Biaya

No. Proyek Tahun Luas

Bangunan Puskesmas Pembantu Cikundul Puskesmas Pembantu Sindang Palay SDN Cipanengah Kantor Kelurahan Cipanengah Regrouping SDN Baros Paket B Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir 2 1 6 5 4 3

Dari Tabel V.10 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Sukabumi cenderung

overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan

model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan

sebesar 9 % hingga 30 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan

(9)

Tabel V.11 Hasil Validasi di Kota Bogor

Model Pemerintah Model 95% Model 90%

1 3 RKB SMP 18 Bogor 2001 243 Pemda 850,546 151,576,064 206,682,658.73 165,015,376.60 161,215,387.49 Model 95% 679,076 Perbedaan 55,106,594.50 13,439,312.37 9,639,323.26 Model 90% 663,438 % 36.36 8.87 4.66 2 2001 270 Pemda 850,546 173,368,383 229,647,398.59 183,350,418.44 179,128,208.33 Model 95% 679,076 Perbedaan 56,279,015.82 9,982,035.67 5,759,825.55 Model 90% 663,438 % 32.46 5.76 3.32 3 2001 250.42 Pemda 850,546 157,539,130 212,993,709.47 170,054,117.73 166,138,096.03 Model 95% 679,076 Perbedaan 55,454,579.93 12,514,988.19 8,598,966.49 Model 90% 663,438 % 35.20 7.94 5.46 4 2001 192.96 Pemda 850,546 122,772,519 164,121,340.86 131,034,432.38 128,016,959.55 Model 95% 679,076 Perbedaan 41,348,821.65 8,261,913.17 5,244,440.34 Model 90% 663,438 % 33.68 6.73 4.27 5 2002 180 Pemda 1,319,066 151,178,000 237,431,951.05 180,294,298.62 175,981,579.84 Model 95% 1,001,635 Perbedaan 86,253,951.05 29,116,298.62 24,803,579.84 Model 90% 977,675 % 57.05 19.26 16.41 6 2004 266.52 Pemda 1,356,819 223,933,036 361,619,496.18 269,309,187.54 262,522,493.24 Model 95% 1,010,465 Perbedaan 137,686,460.18 45,376,151.54 38,589,457.24 Model 90% 985,001 % 61.49 20.26 17.23 Estimasi Biaya

No. Proyek Tahun Luas

Bangunan

Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP 18

3 RKB + KM/WC SMUN Gunung Sindur

Nilai HST Nilai Kontrak

1 UGB SMKN Gunung Putri Laboratorium SMP 18 Bogor 3 RKB + WC SMP 18 Bogor

Dari Tabel V.11 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Bogor cenderung

overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan

model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan

sebesar 6 % hingga 21 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan

sebesar 4 % hingga 18 %.

Tabel V.12 Hasil Validasi di Kota Bandung

Model Pemerintah Model 95% Model 90%

2002 524.165 Pemda 1,301,103 515,192,588.55 681,992,527.48 550,935,102.87 528,363,055.70 Model 95% 1,051,072 Perbedaan 166,799,938.93 35,742,514.32 13,170,467.15 Model 90% 1,008,009 % 32.38 6.94 2.56 2002 383.11 Pemda 1,301,103 372,622,365.27 498,465,477.86 402,676,155.91 386,178,341.31 Model 95% 1,051,072 Perbedaan 125,843,112.59 30,053,790.64 13,555,976.04 Model 90% 1,008,009 % 33.77 8.07 3.64 3 SDN Pejagalan 2003 974 Pemda 1,388,641 822,696,711.00 1,352,536,098.91 1,031,482,382.28 989,113,554.25 Model 95% 1,059,017 Perbedaan 529,839,387.91 208,785,671.28 166,416,843.25 Model 90% 1,015,517 % 64.40 25.38 20.23

Gedung Mess Penatar PPPG IPA 2

1 Gedung Perpustakaan PPPG IPA

Nilai HST Nilai Kontrak Estimasi Biaya

No. Proyek Tahun Luas

(10)

Dari Tabel V.12 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Bandung cenderung

overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan

model HST BGN yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki

perbedaan sebesar 7 % hingga 26 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki

perbedaan sebesar 3 % hingga 21 %.

Tabel V.13 Hasil Validasi di Kota Cirebon

Model Pemerintah Model 95% Model 90%

Pemda 1,479,593 197,100,000 288,520,631 222,601,386 215,909,833 Model 95% 1,141,546 Perbedaan 91,420,631 25,501,386 18,809,833 Model 90% 1,107,230 % 46.38 12.94 9.54 Pemda 1,479,593 318,883,000 511,939,171 394,974,766 383,101,550 Model 95% 1,141,546 Perbedaan 193,056,171 76,091,766 64,218,550 Model 90% 1,107,230 % 60.54 23.86 20.14 Pemda 1,479,593 116,744,432 159,796,042 123,286,921 119,580,831 Model 95% 1,141,546 Perbedaan 43,051,610 6,542,489 2,836,399 Model 90% 1,107,230 % 36.88 5.60 2.43 195 2005 108 2005 346 2005 2 RKB SDN Mekarwangi I Kantor Dinas Kimpraswil SMKN II Cirebon 3 2 1

Nilai Kontrak Estimasi Biaya

No. Proyek Tahun Luas

Bangunan Nilai HST

Dari Tabel V.13 hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Cirebon cenderung overestimate hingga

mencapai + 60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 6 %

hingga 25 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 3 %

hingga 21 %.

Secara umum, hasil validasi masing-masing lokasi survei berdasarkan harga komponen pada tahun yang bersangkutan menunjukkan bahwa estimasi dengan menggunakan model HST BGN yang dikembangkan cenderung memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan model Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Model yang dikembangkan memiliki perbedaan hingga + 30% dari nilai proyek, sedangkan model Pemerintah memiliki perbedaan hingga + 60% dari nilai proyek.

Selain itu hasil validasi berdasarkan harga komponen pada tahun bersangkutan memiliki perbedaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil validasi berdasarkan inflasi tahunan. Hasil validasi berdasarkan harga komponen pada

(11)

tahun yang bersangkutan memiliki perbedaan hingga + 30% dari nilai proyek, sedangkan hasil validasi berdasarkan nilai inflasi tahunan memiliki perbedaan hingga + 50% dari nilai proyek. Hal ini disebabkan karena angka inflasi tahunan memang bukan ditujukan untuk bangunan gedung negara.

V.4. Pembahasan Terkait Tingkat Akurasi Harga Satuan Tertinggi

Harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah merupakan nilai maksimum dari estimasi biaya, baik pada tahap konseptual ataupun penganggaran. Nilai tersebut merupakan batas tertinggi dalam mengestimasi suatu biaya dalam pembangunan bangunan gedung negara. Pada uji validasi, nilai kontrak bangunan yang diperoleh dijadikan sebagai alat untuk mengetahui seberapa akurat model HST BGN yang akan dikembangkan. Akurasi yang dimaksud disini adalah seberapa dekat nilai taksiran berdasarkan model yang dikembangkan dengan nilai kontrak proyek yang ada dalam dokumen kontrak pada masing-masing lokasi survey. Berdasarkan hasil uji validasi yang menggunakan harga komponen di tahun yang bersangkutan, terdapat perbedaan sebesar ∆ antara model pemerintah dan model yang dikembangkan terhadap nilai kontrak proyek pada masing-masing wilayah survey. Perbedaan antara model yang dikembangkan dengan nilai kontrak proyek disebut ∆1, sedangkan perbedaan antara model pemerintah dengan nilai kontrak proyek disebut ∆2. Karena terdapat sejumlah n data proyek, maka nilai ∆1 dan ∆2 dirata-ratakan. Nilai ∆1 rata-rata dan ∆2 rata-rata merupakan nilai taksiran tunggal, atau sering disebut dengan point

estimate. Menaksir suatu populasi dengan menggunakan nilai tunggal (point

estimate) akan mempunyai tingkat kesalahan yang tinggi dan juga tidak

memberikan informasi mengenai derajat ketepatan (akurasi) dari taksiran-taksirannya. Untuk alasan ini, selang pada nilai suatu parameter sering digunakan untuk melengkapi taksiran titik (point estimate) dari parameter yang sama.

Selang-selang yang demikian dinamakan selang keyakinan (confidence interval),

dan metode taksirannya dikenal dengan penaksiran selang (interval estimation).

Tabel V.14 berikut memuat nilai ∆1 dan ∆2 serta selang-selang penaksirannya berdasarkan lokasi Sukabumi :

(12)

Tabel V.14. Interval Estimate di Kota Sukabumi

No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%)

1 Puskesmas Pembantu Sindang Palay 16.933 45.757 2 Puskesmas Pembantu Cikundul 9.040 35.918 3 Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir 12.337 46.424 4 Regrouping SDN Baros Paket B 30.310 64.098 5 Kantor Kelurahan Cipanengah 27.168 60.731

6 SDN Cipanengah 9.689 35.325 17.579 48.042 9.133 12.127 27.164 60.769 7.995 35.315 19.170 25.454 Interval Estimate Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95%

Dari Tabel V.14 di atas, diketahui bahwa dengan menggunakan tingkat keyakinan yang sama (dalam hal ini 95%), model yang dikembangkan mempunyai interval estimate yang lebih kecil dibandingkan dengan model Pemerintah. Dengan tingkat

keyakinan yang sama, bila interval estimate-nya semakin sempit, berarti tingkat

ketelitian (keakuratan) taksiran semakin tinggi.

Tabel-tabel berikut memuat nilai ∆1 dan ∆2 serta selang-selang penaksirannya berdasarkan lokasi survey lainnya :

Tabel V.15. Interval Estimate di Kota Bogor

No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%)

1 3 RKB SMP 18 Bogor 8.866 36.356

2 3 RKB + WC SMP 18 Bogor 5.758 32.462 3 Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP 18 Bogor 7.944 35.201 4 Laboratorium SMP 18 Bogor 6.729 33.679 5 1 UGB SMKN Gunung Putri 19.260 57.055 6 3 RKB + KM/WC SMUN Gunung Sindur 20.263 61.486

11.470 42.706 6.516 12.974 18.309 56.322 4.632 29.091 13.677 27.231 Interval Estimate Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95%

Tabel V.16. Interval Estimate di Kota Cirebon

No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%)

1 SMKN II Cirebon 12.938 46.383

2 Kantor Dinas Kimpraswil 23.862 60.541

3 2 RKB SDN Mekarwangi I 5.604 36.877 14.135 47.934 9.188 11.908 36.958 77.515 -8.688 18.352 45.646 59.164 Batas Bawah 95% Interval Estimate Mean Standar Dev. Batas Atas 95%

(13)

Tabel V.17. Interval Estimate di Kota Bandung

No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%)

1 SMKN II Cirebon 6.938 32.376

2 Kantor Dinas Kimpraswil 8.065 33.772 3 2 RKB SDN Mekarwangi I 25.378 64.403 13.460 43.517 10.336 18.101 39.138 88.482 -12.217 -1.448 51.354 89.931 Batas Bawah 95% Interval Estimate Mean Standar Dev. Batas Atas 95%

Dari Tabel V.14 sampai Tabel V.17, diketahui bahwa model yang dikembangkan mempunyai interval estimate yang lebih kecil dibandingkan dengan model

pemerintah, dengan tingkat keyakinan yang sama yaitu 95%. Bila interval estimate semakin sempit, berarti tingkat ketelitian (akurasi) taksiran semakin baik

terhadap populasi yang ditinjau.

Makna dari harga satuan tertinggi ini bahwa dalam mengestimasi biaya, baik pada tahap konseptual ataupun penganggaran tidak boleh melebihi dari harga satuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota, karena nilai harga ini merupakan nilai maksimum dalam estimasi biaya penganggaran. Harga satuan tertinggi ini bisa menjadi sebagai acuan dalam beberapa hal. Hal pertama sebagai acuan dalam mengestimasi biaya yang tidak boleh melebihi nilai maksimum ini. Dan hal yang kedua sebagai acuan agar nilai maksimum ini tidak digunakan sebagai Mark Up proyek, karena nilainya yang tinggi. Selain itu harga satuan

tertinggi (HST) ini dijadikan sebagai standar kualitas bangunan gedung yang dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Jika diperhatikan lebih lanjut, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara harga satuan tertinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan nilai-nilai kontrak pada masing-masing lokasi survei. Perbedaan ini terletak pada tingkat akurasi yang diperoleh. Hal ini wajar saja terjadi, karena harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah tersebut merupakan batas maksimum dalam mengestimasi biaya bangunan gedung. Tentunya terdapat waste (pemborosan)

dari segi biaya pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara bila terus memakai harga satuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah tersebut.

(14)

Diharapkan dengan model Harga Satuan yang dikembangkan dapat mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara.

Model HST BGN dalam penelitian ini dikembangkan dari 48 data bangunan gedung negara dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Bangunan gedung sederhana 1 lantai milik pemerintah. b. Luas bangunan gedung sampai 500 m2.

c. Menggunakan bekisting dari kayu untuk pekerjaan beton. d. Pembuatan pasta beton masih dilakukan secara manual. e. Atap bangunan menggunakan genteng.

f. Kusen pintu, jendela dan daun pintu serta rangka atap umumnya menggunakan kayu.

Model HST BGN ini akan efektif bila digunakan untuk bangunan yang sesuai dengan karakteristik diatas. Model ini tidak akurat bila digunakan untuk bangunan gedung sederhana yang lebih dari 1 lantai, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus, dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kuantitas komponen dominan masing-masing bangunan. Selain itu model HST BGN ini mempunyai kekurangan dalam mengestimasi biaya dengan luas bangunan gedung negara yang lebih dari 500 m2 dan penggunaan pasta beton yang menggunakan beton Ready Mix.

V.5. Pembahasan HST BGN Terkait Indeks Lokasi

Indeks lokasi dapat dikatakan sebagai suatu ukuran statistik yang menunjukkan perubahan-perubahan atau perkembangan-perkembangan suatu kegiatan/ peristiwa/ bahan yang sama jenisnya yang berhubungan satu sama lain dalam dua lokasi yang berbeda. Dengan kata lain, indeks lokasi merupakan suatu ukuran yang dipakai untuk melakukan perbandingan dua keadaan yang sama jenisnya dalam dua lokasi yang berbeda. Indeks lokasi dibutuhkan untuk mengukur secara kuantitatif adanya perubahan dari keadaan dalam dua lokasi yang berlainan. Dengan memakai indeks lokasi, kita dapat mengetahui perubahan (kenaikan atau penurunan) biaya hidup, produksi, ekspor, harga, jumlah uang beredar, tingkat

(15)

pengangguran, dan upah pada waktu tertentu dibandingkan dengan waktu sebelumnya.

Berdasarkan penelitian tentang Indeks Lokasi untuk estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung (Abduh, 2006), untuk menghitung indeks lokasi tersebut harus diketahui biaya bangunan representatif diwakili oleh harga material dan upah dominan. Tentunya harus diketahui harga material dan upah dominan tersebut untuk suatu lokasi tertentu serta harga material dan upah dominan dari suatu lokasi yang kita jadikan basis (Base Location). Nilai pada model HST BGN

yang dikembangkan bisa dijadikan sebagai biaya bangunan representatif pada masing-masing lokasi survey.

Perhitungan indeks lokasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 100 × = o n L B B I

Dimana : I L = Indeks lokasi tertentu

Bn = Biaya konstruksi bangunan representatif pada lokasi tertentu

Bo = Biaya konstruksi bangunan representatif pada lokasi basis (Base

Location)

Indeks lokasi basis yaitu kota Bandung ditetapkan 100, sehingga indeks lokasi kota Sukabumi dapat dihitung dengan cara berikut (hasil perhitungan lain dapat dilihat pada Tabel V.18):

HST BGN Kota Sukabumi

Indeks Bangunan pada Kota Sukabumi

100

HST BGN Kota Bandung

=

×

Tabel V.18. Indeks Lokasi Tahun 2007 Berdasarkan Nilai HST BGN Klasifikasi Lokasi Nilai HST Tahun 2007 Indeks Lokasi

Kota Bandung Rp 1,554,415.13 100.0 Kota Sukabumi Rp 1,450,414.74 93.3 Kota Bogor Rp 1,497,032.77 96.3 Kota Cirebon Rp 1,525,624.43 98.1 Kota Bandung Rp 1,491,946.24 100.0 Kota Sukabumi Rp 1,429,379.18 95.8 Kota Bogor Rp 1,462,918.37 98.1 Kota Cirebon Rp 1,474,686.14 98.8

NB : Kota Bandung ditetapkan sebagai kota Basis (Base Location) Selang Kepercayaan 90 % Selang Kepercayaan 95 %

(16)

Dengan adanya nilai indeks lokasi ini, kita bisa mengestimasi biaya konstruksi di suatu lokasi yang akan dikerjakan berdasarkan biaya konstruksi di lokasi basis yang telah selesai dikerjakan. Dalam penggunaan indeks lokasi untuk mengestimasi, maka nilai indeks tersebut harus mengikuti rumus perhitungan dengan penyesuaian terhadap lokasi proyek (Location Adjustment Conceptual Estimate), sebagai berikut :

2 1 = n o I H H I

Dimana : Hn = Harga konstruksi di lokasi yang akan dikerjakan. Ho = Harga konstruksi di lokasi yang telah selesai dikerjakan.

I2 = Indeks lokasi yang akan dikerjakan.

I1 = Indeks lokasi yang telah selesai dikerjakan.

V.6. Pembahasan HST Terkait Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan angka indeks yang menunjukkan perbandingan harga bahan bangunan/konstruksi antar lokasi yang berbeda pada periode yang sama. IKK dihitung menurut kelompok jenis bangunan yang mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI). Penghitungan IKK menggunakan 3 (tiga) kelompok jenis bangunan.

Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/kota adalah angka yang menunjukkan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi (TKK) suatu kabupaten/kota (kecuali Provinsi DKI Jakarta) atau provinsi terhadap TKK rata-rata nasional untuk periode waktu tertentu. Tingkat kemahalan harga bangunan Kabupaten/Kota merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/ konstruksi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota. Nilai TKK diperoleh melalui pendekatan terhadap sejumlah jenis bahan bangunan yang menjadi paket komoditas, yaitu dengan cara mengalikan harga masing-masing jenis bangunan, termasuk sewa alat berat, dengan kuantitas/volumenya.

Pengertian paket komoditas IKK di sini adalah suatu paket yang terdiri dari sejumlah bahan bangunan/konstruksi yang dominan digunakan untuk membangun

(17)

satu unit bangunan/konstruksi. Paket komoditas yang digunakan dalam penghitungan IKK ini terdiri dari 60 jenis barang dan 4 sewa alat berat yang terdapat dalam daftar HPB-K. Pengelompokan jenis bangunan mengacu pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang terdiri dari 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu :

a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal;

b. Bangunan pek. umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan; c. Bangunan lainnya.

Berikut nilai Indeks Kemahalan Konstruksi pada 4 wilayah survey berdasarkan data yang ada di Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat :

Tabel V.19. IKK Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 - 2007

Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten/Kota 2006 2007 1 Kota Sukabumi 130,12 150,02 2 Kota Bandung 129,99 148,54 3 Kota Bogor 132,10 150,24 4 Kota Cirebon 130,92 148,12

(Sumber: BPS Jawa Barat,2008)

Indeks kemahalan konstuksi merupakan angka perbandingan antara tingkat kemahalan harga bangunan suatu kabupaten/kota terhadap tingkat kemahalan harga bangunan rata-rata nasional. Harga bahan bangunan yang dikumpulkan meliputi barang-barang hasil pertambangan/penggalian dan barang-barang hasil industri. Angka ini tidak bisa dijadikan sebagai alat untuk estimasi biaya bangunan gedung negara, karena pada perhitungannya mengacu pada 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu :

a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, yang terdiri dari :

1. Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi: rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan perumahan dinas.

2. Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi: konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah, terminal/stasiun dan bangunan monumental.

(18)

1. Bangunan jalan, jembatan, dan landasan, meliputi: pembangunan jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan, dan rambu lalu lintas.

2. Bangunan jalan dan jembatan kereta, meliputi: pembangunan jalan dan jembatan kereta.

3. Bangunan dermaga, meliputi: pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan dermaga/pelabuhan, sarana pelabuhan, dan penahan gelombang.

c. Bangunan Lainnya.

Selain itu angka IKK ini juga tidak memperhitungkan upah dan produktifitas tenaga kerja pada masing-masing lokasi, sehingga kurang cocok dipakai dalam mengestimasi biaya penganggaran bangunan gedung.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diharapkan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah rancangan desain dan aplikasi Sistem Informasi Tracking Client yang dapat mendokumentasikan perjalanan

Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi polemik dengan kemunculan kurikulum berbasis KKNI ini. Sebagai sebuah produk yang diujicobakan, perlu diadakan berbagai penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Aktifitas fisik kebanyakan duduk merupakan faktor risiko kejadian hemoroid dengan besar resiko 0,37%, (2) Kurang aktifitas

Hasil uji mutu hedonik Nata de banana skin pada tabel 4.3 dapat dilihat penilaian terhadap aroma yang diberikan oleh panelis yaitu 2,3-4,7 (berbau menyengat hingga

c. Fasilitas belajar sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa. Fasilitas belajar sekolah yang memadai

Asmika, P.Si, SKM, M.Kes (3)KELAIANAN KONGENITAL REPRODUKSI (Diskusi Kelainan endokrin I) Tutor: Lilik Indahwati, SST (9)KELAIANAN KONGENITAL REPRODUKSI (Kuliah

Permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia sangatlah komplek khususnya pada kepuasan kerja yang dirasa kurang bagi para guru sekarang ini, ketidak hadiran guru

Secara umum manfaat penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan ilmu pangan terutama dalam bidang mikrobiologi pangan, dan secara khusus penelitian ini dilaksanakan