|41 Se m e s t a 2 0 2 1
STRATEGIPENGEMBANGANDESAWISATABUGBUGKECAMATANKARANGASEMKABUPATEN KARANGASEMPROVINSIBALI
(Bugbug Tourism Village Development Strategy, Karangasem District, Karangasem Regency, Bali Province) Ni Luh Listriani, I Wayan Wiwin, I Gusti Ketut Indra Pranata Darma
Program Studi Industri Perjalanan, Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Bali 80236
*[email protected] ABSTRACT
Bugbug Village has tourism potential in the form of natural potential, cultural potential, and artificial potential that can attract tourists to visit. However, in the development process Bugbug Village faced many problems both internally and externally. So, this research is aimed to determine a strategy for developing Bugbug Village as a tourist village. This research is qualitative research using the tourism development theory and planning theory. Data collected through observation, interview, questionnaire, documentation and literature study. Then the data were analyzed using a qualitative descriptive approach, IFAS matrix and EFAS matrix and the SWOT analysis. Based on the results of the analysis of the internal external matrix (IE), it shows that the development strategy of Bugbug Village on cell V is maintained with total value of IFE is 2,857 and total value of EFE is 2,601. Grand strategy involves of maintaining and preserving natural resources, fostering human resources, market penetration and product development. The SWOT analysis got four alternative strategies is the SO strategy that is optimizing the tourism potential of Bugbug Village, maintaining service quality, and increasing employment in the tourism sector, ST strategy that is determining tourism product icon, WO strategy that is additional supporting facilities and addition of tourism information center and WT strategy that is increasing human resources and increasing internet.
Keywords : development strategy, tourism village
ABSTRAK
Desa Bugbug memiliki potensi wisata berupa potensi alam, potensi budaya, dan potensi buatan yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Namun, pada proses pengembangannya Desa Bugbug banyak menghadapi permasalahan baik secara internal maupun eksternal. Tujuan penelitian adalah menentukan strategi pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan teori pengembangan pariwisata dan teori perencanaan. Data yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan studi kepustakaan.
Kemudian data dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif, matriks IFAS dan matriks EFAS serta analisis SWOT.
Berdasarkan hasil analisis matriks internal eksternal (IE) menunjukkan bahwa pengembangan Desa Bugbug berada pada sel V yaitu memelihara dan mempertahankan dengan total nilai IFE 2,857 dan total nilai EFE 2,601 Strategi umum meliputi menjaga dan melestarikan sumber daya alam, membina sumber daya manusia, penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Pada analisis SWOT menghasilkan empat strategi alternatif yaitu strategi SO meliputi pengoptimalan potensi wisata Desa Bugbug, pemertahanan kualitas pelayanan, dan menambah lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, strategi ST meliputi penentuan ikon produk pariwisata, strategi WO meliputi penambahan fasilitas pendukung dan penambahan pusat informasi dan strategi WT meliputi peningkatan sumber daya manusia dan penambahan akses internet.
Kata Kunci : Desa Wisata, Strategi Pengembangan.
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat menyumbang perekonomian dalam bentuk devisa bagi sejumlah negara, terlebih bagi negara Indonesia. Bali yang merupakan salah satu daerah yang dijadikan barometer pertumbuhan pariwisata di Indonesia. Dengan adanya kegiatan pariwisata di suatu daya tarik wisata dalam pemerintah daerah di suatu negara akan mendapat pemasukan dan pendapatan (Wiwin, 2017). Pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata budaya. Menurut Sunaryo dalam (Wilopo & Hakim, 2017) menyebutkan bahwa pariwisata budaya adalah jenis obyek daya tarik wisata (ODTW) yang berbasis pada hasil karya cipta manusia baik yang berupa peninggalan budaya maupun nilai budaya yang masih hidup sampai sekarang. Pariwisata budaya ini perlu dikembangkan dengan tujuan untuk melestarikan kebudayaan itu sendiri agar tidak hilang seiring dengan perkembangan jaman. Namun pada kenyataannya berbagai kegiatan pembangunan pariwisata seringkali berdampak pada degradasi lingkungan dan budaya sehingga upaya untuk mengembangkan pariwisata alternatif sangat penting dilakukan. Pariwisata alternatif adalah suatu bentuk produk pariwisata yang mempertimbangkan bahkan menuntut lebih menjaga lingkungan dan tidak merusak budaya (Middleton, 1998). Salah satu bentuk pariwisata alternatif adalah desa wisata yang terkenal akan kebudayaannya, panorama alamnya yang indah serta didukung dengan keramah-tamahan masyarakatnya. Desa wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keaslian baik dari segi sosial budaya, adat-istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, struktur tata ruang desa yang disajikan dalam
42 | S E M E S T A 2 0 2 1
suatu suatu bentuk integrasi komponen pariwisata antara lain seperti atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung (Zakaria &Suprihardjo, 2014).
Salah satu desa wisata yang mulai berkembang di Bali tepatnya di Kabupaten Karangasem adalah Desa Bugbug dan telah ditetapkan sebagai desa wisata tahun 2014. Desa Bugbug memiliki potensi wisata berupa potensi alam, budaya, dan buatan yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Namun, pada kenyataannya Desa Bugbug banyak menghadapi permasalahan dalam proses pengembangannya sebagai desa wisata. Banyak potensi wisata baik potensi alam, budaya, dan buatan yang belum berkembang secara optimal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya masalah-masalah internal maupun eksternal yang dihadapi Desa Bugbug sebagai desa wisata. Dalam potensi alam dan buatan terdapat masalah seperti kurangnya kebersihan lingkungan desa dan daya tarik wisata, rendahnya kesadaran masyarakat dalam ikut serta mengembangkan desa wisatanya, dan kurangnya fasilitas pendukung seperti toilet dan tempat parkir. Dalam potensi budaya, pengembangannya belum optimal karena terdapat masalah seperti kelemahan dalam pengemasan produk paket wisata seperti tradisi tatebahan yang belum dikemas sebagai paket wisata dan kurangnya kualitas sumber daya manusia, Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu : 1) Apakah potensi wisata yang dimiliki Desa Bugbug sebagai desa wisata di Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Bali?, 2) Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi Desa Bugbug sebagai desa wisata di Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Bali?, dan 3) Bagaimanakah strategi pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Bali?.
Penelitian sebelumnya terdiri dari 4 jurnal dan 1 skripsi yaitu pertama “Evaluasi dan Strategi Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Badung, Bali” (Hari Nalayani, 2016). Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Hari Nalayani adalah pada bagian pembahasan. Dalam penelitian sebelumnya dibahas secara luas tentang potensi wisata yang dimiliki oleh 11 desa wisata yang ada di Kabupaten Badung, kemudian mengevaluasi dan menyusun strategi pengembangan masing-masing desa wisata tersebut, sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus meneliti strategi pengembangan satu desa wisata yang ada di Kabupaten Karangasem yaitu Desa Wisata Bugbug. Kedua, penelitian sebelumnya dengan judul “Strategi Pengembangan Desa Sayan Ubud, Kabupaten Gianyar Bali Sebagai Desa Wisata Alam Bija” (Thalia & Nugroho, 2019).
Adapun yang membedakan penelitian Thalia dan Nugroho dengan penelitian ini adalah terletak pada pembahasan dan lokus penelitiannya. Pada penelitian sebelumnya dilakukan di Desa Sayan Gianyar dan hanya menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui strategi pengembagannya sedangkan dalam penelitian ini akan dilakukan di Desa Wisata Bugbug Karangasem dan menggunakan matriks IFAS dan matriks EFAS untuk menyusun strategi pengembangan Desa Bugbug. Ketiga, penelitian dengan judul “Strategi Pengembangan Potensi Desa Mangesta Sebagai Desa Wisata Berbasis Ekowisata” (Astuti, 2016).
Adapun yang membedakan penelitian Astuti dengan penelitian ini adalah terletak pada lokus atau lokasi penelitiannya.
Penelitian sebelumnya dilakukan di Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan, sedangkan penelitian ini dilakukan di Desa Wisata Bugbug, Kabupaten Karangasem. Penelitian ke-empat dengan judul “Strategi Pengembagan Desa Wisata Timpag Berbasis Masyarakat di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan Bali” (Marwangi & Anom, 2019). Adapun perbedaan penelitian Marwangi dan Anom dengan penelitian ini adalah terletak pada pada lokus penelitian. Pada penelitian sebelumnya dilakukan di Desa Timpag Kabupaten Tabanan sedangkan dalam penelitian ini dilakukan di Desa Bugbug Kabupaten Karangasem.
Penelitian sebelumnya yang terakhir adalah 1 skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Potensi Wisata Desa Wisata Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung” Pratama (2017). Adapun yang membedakan penelitian Pratama dengan penelitian ini adalah terletak pada lokus penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan di Desa Wisata Munggu, sedangkan dalam penelitian ini berlokasi di Desa Wisata Bugbug.
Tujuan penelitian adalah mengetahui potensi wisata Desa Bugbug, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman Desa Bugbug sebagai desa wisata, dan menentukan strategi untuk pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata. Penelitian ini juga sangat penting dilakukan karena akan menjadi pedoman bagi masyarakat dan desa lain yang belum mengembangkan desa wisatanya. Selain itu, penelitian ini akan memberikan kontribusi positif untuk seluruh stakeholder pariwisata khususnya yang ada di Desa Bugbug dalam pengembangan desa wisatanya.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Desa Wisata Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
Penelitian termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan non partisipan. Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan data kuantitatif dengan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik penentuan informan dengan purposive sampling, teknik penentuan responden untuk mengisi penilaian kuesioner terkait faktor internal Desa Bugbug dengan teknik accidental sampling yang ditujukan kepada wisatawan dan responden yang mengisi penilaian kuesioner terkait faktor eksternal Desa Bugbug dengan teknik purposive sampling yang ditujukan kepada stakeholder Desa Bugbug. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, studi kepustakaan dan kuesioner dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data deskriptif kualitatif, analisis matriks IFAS, matriks
|43 Se m e s t a 2 0 2 1
EFAS, matriks IE, dan matriks SWOT. Metode yang digunakan dalam penyajian hasil penelitian pada penelitian ini adalah deskriptif secara formal (dalam bentuk tabel) dan informal (dalam bentuk naratif).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Potensi Desa Bugbug sebagai Desa Wisata Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Bali
Yoeti dalam (Prameswara & Suryawan, 2019) menyatakan bahwa potensi wisata adalah objek wisata yang berasal dari daya tarik yang dikembangkan dari sebuah potensi, sehingga wisatawan mau berkunjung ke tempat tersebut untuk tujuan berwisata. Dalam penelitian ini, Desa Bugbug memiliki 3 potensi wisata yang dapat dikembangkan yaitu potensi alam, budaya, dan buatan. Potensi alam yang dimiliki Desa Bugbug adalah sebagai berikut :
a. Pantai Virgin dengan pasir putihnya memiliki pemandangan yang sangat indah dan alami. Keindahan itu nampak karena pantai ini dikelilingi oleh dua tebing yang terbentang dan terasa sebuah pulau yang bebas dari aktivitas keramaian.
b. Pantai Candidasa, merupakan salah satu pantai yang memiliki keindahan alam yang menarik untuk dikunjungi wisatawan setelah Pantai Virgin. Di sekitar Pantai Candidasa banyak terdapat hotel, villa, restoran, dan SPA untuk menunjang akomodasi bagi wisatawan yang berkunjung. Selain itu wisatawan dapat menikmati keindahan sunrise dan sunset.
c. Bukit Gumang, merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, dengan pemandangan perbukitan dan keindahan Gunung Agung yang nampak jelas dari atas bukit menjadikan Bukit Gumang semakin terlihat indah. Selain perbukitan, terdapat pura yang disucikan oleh masyarakat Desa Bugbug yang bernama Pura Gumang.
d. Pengalapan merupakan area persawahan yang sangat luas di Desa Bugbug. Tempat ini memiliki potensi alam yang menarik bagi wisatawan karena memiliki pemandangan persawahan yang hijau, udara yang sejuk dan dikelilingi oleh perbukitan.
Budaya mengekspresikan diri dalam banyak hal seperti kerja, pakaian, arsitektur, kerajinan tangan, sejarah, bahasa, agama, pendidikan, tradisi, kegiatan pengisi waktu luang, seni, musik, dan sebagainya (Maiti & Bidinger, 2016). Adapun potensi budaya yang dimiliki Desa Bugbug meliputi :
a. Tradisi Tatebahan, merupakan salah satu tradisi tua yang sudah dilakukan secara turun temurun. Tradisi ini dilakukan oleh semua masyarakat adat Desa Bugbug yang berlokasi di Pura Bale Agung. Tradisi tatebahan tergolong unik dan dapat menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara karena media yang digunakan adalah pelepah pisang, dan masyarakat akan saling pukul sampai pelepah pisang tersebut hancur. Adapun makna yang terkandung dalam tradisi tersebut adalah sebagai ucapan rasa syukur atas hasil panen sawah dan kebun yang dimiliki oleh masyarakat Desa Bugbug.
b. Usaba Gumang, memiliki potensi budaya yang sangat unik dan sakral. Dalam pelaksanaannya yang sakral dan memiliki makna untuk menjalin hubungan spiritual yang harmonis antara Desa Bugbug dengan 4 desa lainnya yaitu Desa Ngis, Desa Jasri, Desa Bebandem, dan Desa Datah. Selain itu, Usaba Gumang dilakukan di puncak Pura Bukit Gumang yang memiliki keindahan alam seperti lautan, dan pegunungan sehingga bagi wisatawan yang ingin naik ke atas bukit akan menikmati perjalanan sambil melihat keindahan alam disekitarnya.
c. Kesenian Desa Bugbug seperti seni tradisional (gamelan) yang ada di Desa Bugbug yang banyak diminati oleh wisatawan dan dipentaskan untuk mengiringi tarian sakral. Selain seni musik terdapat seni tari yang merupakan bagian dari kesenian yang merupakan atraksi jenis tarian-tarian yang terdapat di Desa Bugbug berupa tarian sakral, hiburan yang digunakan upacara keagamaan seperti Tari Sanghyang.
Adapun potensi buatan yang dimiliki Desa Bugbug meliputi :
a. Taman Harmoni Bali Bukit Asah, merupakan salah satu tempat camping yang selalu diminati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Hal tersebut didukung oleh pemandangan alam laut di sekitar tempat camping yang indah dan wisatawan juga dapat melakukan aktivitas sepertibersantai sambil menikmati keindahan sunrise dan sunset.
b. Kolam Bunga Teratai (Lotus Lagoon Candidasa) yang berada di daya tarik wisata Candidasa. Kolam Bunga Teratai memiliki keunikan yaitu terdapat ribuan teratai dengan berbagai warna yang memenuhi kolam saat bunga teratai mekar.
Selain itu, wisatawan dapat melakukan aktivitas memancing, lari sore di sekitar area kolam dan bersantai di pinggir kolam.
c. Taman Cinta Candidasa, selain bersantai sambil menikmati keindahan sunrise dan sunset, wisatawan yang berkunjung juga dapat berfoto di spot foto Taman Cinta Candidasa. Keunikan dari spot foto ini adalah bentuknya seperti jantung dan berada di daya tarik wisata Pantai Candidasa, sehingga spot foto Taman Cinta terlihat lebih menarik karena dikelilingi oleh lautan biru dan pemandangan alam yang indah dari Pantai Candidasa.
2. Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman yang Dihadapi Desa Bugbug Sebagai Desa Wisata Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
44 | S E M E S T A 2 0 2 1
Pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata diawali dengan analisis terhadap lingkungan internal yaitu dengan menggunakan matriks IFAS (Internal Factors Analysis Summary) dan analisis terhadap lingkungan eksternal menggunakan matrik EFAS (Eksternal Factors Analysis Summary)a. Analisis Lingkungan Internal Desa Bugbug
Analisis internal dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) Desa Bugbug sebagai desa wisata. Dalam upaya mengidentifikasikan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan, terlebih dahulu ditetapkan beberapa variabel dan indikator lingkungan internal Desa Bugbug. Arjana (2015) menyatakan tentang unsur-unsur yang menentukan keberhasilan sebagai daerah tujuan wisata, maka beberapa variabel yang dipergunakan dalam analisis lingkungan internal adalah daya tarik wisata (attraction), aksesibilitas (accessibility), fasilitas/kenyamanan (amenities), dan jasa pendukung yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta (ancillary service).
Hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada responden, indikator- indikator yang ada dimasukkan ke dalam kategori kekuatan dan kelemahan sesuai dengan hasil rata-rata yang didapat. Jika indikator lebih dari rata-rata 2,5 akan dimasukkan ke dalam kategori kekuatan, sedangkan jika kurang dari 2,5 maka akan dimasukkan ke dalam kategori (Rangkuti, 2000).
Berdasarkan hasil analisis kuesioner yang didapat dari penilaian 40 responden yaitu wisatawan lokal mancanegara terhadap lingkungan internal Desa Bugbug yang terdiri dari 12 indikator mendapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1 Bobot, Rating dan Nilai Lingkungan Internal (Internal Factor Analysis Summary)
No Faktor Strategi Internal Bobot Rating Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kekuatan (Strengths)
Keberadaan Taman Harmoni Bali Bukit Asah sebagai potensi buatan (wisata camping).
Keindahan potensi alam yang dimiliki Desa Bugbug seperti pantai, perbukitan dan persawahan.
Keunikan budaya dan tradisi Desa Bugbug.
Pemberdayaan masyarakat setempat.
Kualitas pelayanan.
Ketersediaan akomodasi seperti hotel, restoran, dan toko cinderamata.
Posisi Desa Bugbug yang strategis menuju bandara dan akomodasi.
Kualitas jalan menuju daya tarik wisata.
0,106
0,103
0,092 0,092 0,091 0,090 0,089 0,088
4
3
3 3 3 3 3 3
0,424
0,309
0,276 0,276 0,273 0,270 0,267 0,264
1.
2.
3.
4
Kelemahan (Weakness)
Fasilitas pendukung seperti tempat parkir, toilet, dan money changer.
Fasilitas kesehatan (klinik, puskesmas, apotek).
Pusat informasi (Tourism Information Centre).
Angkutan umum pariwisata menuju daya tarik wisata.
0,066 0,066 0,062 0,055
2 2 2 2
0,132 0,132 0,124 0,110
1 2,857
Pada Tabel 1 dijelaskan mengenai faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Desa Bugbug sebagai desa wisata, masing-masing indikator pada aspek tersebut memiliki bobot antara 0,055 sebagai bobot terendah dan 0,106 sebagai bobot tertinggi. Adapun indikator yang masuk ke dalam kategori kekuatan adalah sebagai berikut :
1. Pada aspek daya tarik wisata, semua indikator masuk ke dalam kekuatan yaitu keberadaan Taman Harmoni Bali Bukit Asah sebagai potensi buatan (wisata camping) mendapat penilaian paling tinggi dengan bobot 0,106 dan rating 4, keindahan potensi alam yang dimiliki Desa Bugbug seperti pantai, perbukitan, dan persawahan dengan bobot 0,103 dan rating yang diperoleh adalah 3, dan indikator keunikan budaya dan tradisi Desa Bugbug sebagai desa wisata dengan bobot 0,092 dan rating yang diperoleh adalah 3.
2. Pada aspek aksesibilitas, indikator yang masuk ke dalam kategori kekuatan adalah posisi Desa Bugbug yang strategis seperti menuju bandara dan akomodasi mendapat bobot 0,089 dan rating 3, sedangkan indikator kualitas jalan mendapat bobot 0,088 dan rating 3.
3. Pada aspek fasilitas pendukung, indikator yang termasuk dalam kategori kekuatan adalah ketersediaan akomodasi memiliki bobot 0,090 dan rating 3.
4. Pada aspek ancillary service, terdapat kekuatan pada indikator kualitas pelayanan dengan bobot 0,091 dan rating 3, dan indikator pemberdayaan masyarakat setempat dengan bobot 0,092 dan rating 3.
Adapun indikator yang masuk ke dalam kelemahan adalah sebagai berikut :
|45 Se m e s t a 2 0 2 1
1. Aksebilitas sangat penting dalam pengembangan destinasi wisata karena menjamin keterjangkauan, serta efektifitas dan efisiensi bagi kunjungan wisatawan (Hermawan, 2017). Pada aspek aksesibilitas, indikator ketersediaan angkutan pariwisata menuju daya tarik wisata memiliki tingkat kelemahan paling rendah dengan bobot 0,055 dan rating 2.
2. Pada aspek fasilitas pendukung, indikator yang termasuk ke dalam kelemahan adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti toilet, tempat parkir, money changer dan indikator ketersediaan fasilitas kesehatan mendapat bobot dan rating yang sama yaitu bobot 0,066 dan rating 2.
3. Pada aspek ancillary service, indikator ketersediaan pusat informasi pariwisata (Tourism Information Centre) mendapat bobot 0,062 dan rating 2 sehingga termasuk ke dalam kategori kelemahan.
b. Analisis Lingkungan Eksternal Desa Bugbug
Analisis lingkungan eksternal merupakan semua kegiatan yang memiliki potensi sebagai peluang maupun ancaman dari pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata. Adapun beberapa variabel yang ada pada lingkungan eksternal yaitu ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik dan pemerintah, kemajuan teknologi, dan daya saing. Untuk mengkategorikan unsur-unsur tersebut diperlukan penghitungan kuesioner yang dilakukan oleh 30 responden yaitu stakeholder pariwisata Desa Bugbug yang terdiri dari kepala desa dan staf desa, kelian adat, ketua pokdarwis, ketua BP2DAB dan anggota, pelaku pariwisata, serta masyarakat lokal. Adapun hasil penilaian dari responden terhadap lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Bobot, Rating dan Nilai Lingkungan Eksternal (Eksternal Factor Analysis Summary)
No Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Peluang
Adanya lapangan pekerjaan di bidang pariwisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Kecenderungan berkembangnya desa wisata.
Keunikan tradisi dan budaya Desa Bugbug.
Peran masyarakat dalam melestarikan budaya yang dimiliki Desa Bugbug sebagai desa wisata.
Keamanan Desa Bugbug.
Peran media sosial untuk mempromosikan Desa Bugbug sebagai desa wisata.
Kerjasama stakeholder pariwisata Desa Bugbug dengan pemerintah dan pihak swasta (hotel, travel agent, dll).
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata di Desa Bugbug.
Ketersediaan listrik di Desa Bugbug.
0,072
0,070 0,068 0,067
0,066 0,066
0,065
0,064
0,063
3
3 3 3
3 3
3
3
3
0,216
0,21 0,204 0,201
0,198 0,198
0,195
0,192
0,189
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ancaman
Ketersediaan internet di Desa Bugbug.
Kondisi lingkungan Desa Bugbug.
Pengaruh ekonomi global.
Pengaruh ekonomi nasional.
Kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dan daya tarik wisata.
Kemampuan berbahasa asing masyarakat Desa Bugbug.
Adanya daya tarik wisata sejenis seperti pantai, agrowisata, perbukitan dan lain-lain.
Pengaruh global warming terhadap lingkungan Desa Bugbug.
Adanya desa wisata sejenis yang sedang berkembang.
0,052 0,051 0,050 0,048 0,045
0,044 0,039
0,035 0,035
2 2 2 2 2
2 2
2 2
0,104 0,102 0,1 0,096
0,09
0,088 0,078
0,07 0,07 Pada Tabel 2 dijelaskan mengenai peluang dan ancaman yang dimiliki oleh Desa Bugbug sebagai desa wisata dilihat dari beberapa faktor lingkungan umum. Masing-masing indikator pada aspek tersebut memiliki bobot antara 0,035 sebagai bobot terendah dan 0,072 sebagai bobot paling tinggi. Peluang yang ada dalam lingkungan eksternal sebagai faktor pendukung dalam strategi pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata, digolongkan sebagai berikut :
a. Pada aspek ekonomi menunjukkan bahwa indikator adanya lapangan pekerjaan di bidang pariwisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Bugbug menjadi peluang terbesar yaitu dengan bobot 0,072 dan rating 3.
b. Pada aspek sosial budaya, menghasilkan tiga indikator yang termasuk ke dalam peluang yaitu kecenderungan berkembangnya desa wisata dikunjungi oleh wisatawan mendapat bobot 0,070 dan rating 3. Indikator kedua yaitu keunikan budaya dan tradisi Desa Bugbug untuk dijadikan paket wisata memperoleh bobot 0,068 dan rating 3, dan
46 | S E M E S T A 2 0 2 1
indikator ketiga adalah peran masyarakat dalam melestarikan tradisi dan budaya yang dimiliki Desa Bugbug dengan bobot 0,067 dan rating 3.c. Pada aspek politik dan pemerintah, penilaian dari responden menghasilkan tiga indikator sebagai peluang. Indikator yang pertama adalah keamanan Desa Bugbug dengan bobot 0,066 dan rating 3, indikator kedua adalah kerjasama antara stakeholder pariwisata Desa Bugbug (pemerintah desa, pengelola, masyarakat) dengan pemerintah dan pihak swasta (hotel, travel agent, dll) memiliki bobot 0,065 dan rating 3, indikator terakhir adalah kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata di Desa Bugbug memiliki bobot 0,064 dan rating 3.
d. Hasil penilaian terhadap indikator pada aspek kemajuan teknologi dan informasi menghasilkan dua indikator yang termasuk ke dalam peluang. Indikator pertama adalah peran media sosial untuk mempromosikan Desa Bugbug sebagai desa wisata yang mendapatkan bobot 0,066 dan rating 3, indikator kedua adalah ketersediaan listrik di Desa Bugbug terutama di rumah masing-masing warga dan daya tarik wisata sudah baik dengan bobot 0,063 dan memperoleh rating 3.
Adapun indikator yang masuk ke dalam ancaman adalah sebagai berikut :
a. Pada aspek ekonomi terdapat dua indikator yang tergolong ancaman yaitu pengaruh ekonomi secara global terhadap pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata memiliki bobot 0,050 dan rating 2, pengaruh ekonomi secara nasional terhadap pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata dengan bobot 0,048 dan rating 2. Hal ini terjadi diakibatkan oleh adanya pandemi covid-19 yang membuat kunjungan wisatawan ke Desa Bugbug menurun, sehingga berpengaruh buruk bagi perekonomian desa. Adanya pandemi telah membuat terpuruk segala sektor, salah satunya industri pariwisata. Hal ini juga mengakibatkan pelaku UMKM indutri pariwisata dan pekerja informal menjadi pihak yang paling rentan (Anggarini, 2021).
b. Pada aspek lingkungan, terdapat tiga indikator yang termasuk kedalam ancaman yaitu pengaruh global warming terhadap lingkungan Desa Bugbug dengan bobot 0,035 dan rating 2, kondisi lingkungan Desa Bugbug yang memiliki bobot 0,051 dan rating 2 dan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dan daya tarik wisata di Desa Bugbug masih rendah yaitu berdasarkan penilaian responden mendapat bobot 0,045 dan rating 2.
c. Pada aspek kemajuan teknologi dan informasi, indikator yang tergolong ancaman dengan bobot 0,052 dan rating 2 adalah ketersediaan internet di Desa Bugbug yang masih kurang.
Pada aspek daya saing, berdasarkan penilaian dari responden menghasilkan 3 indikator yang masuk ke dalam ancaman.
Indikator yang pertama yaitu kemampuan berbahasa asing masyarakat Desa Bugbug yang masih kurang baik dengan bobot 0,044 dan rating 2, adanya daya tarik wisata sejenis dengan bobot 0,039 dan rating 2, dan indikator ketiga yaitu adanya desa wisata sejenis yang juga sedang berkembang mendapat bobot terendah yaitu 0,035 dan rating 2.
3. Strategi Pengembangan Desa Bugbug Sebagai Desa Wisata Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
Berdasarkan hasil analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal Desa Bugbug sebagai desa wisata, terdapat dua bentuk strategi yang bisa dilakukan yaitu strategi umum dan strategi alternatif.
a. Strategi Umum Pengembangan Desa Bugbug Sebagai Desa Wisata Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis lingkungan internal dan eksternal Desa Bugbug sebagai desa wisata, maka diperoleh total nilai dari faktor lingkungan internal adalah 2,857 dan total nilai dari faktor lingkungan eksternal adalah 2,601. Selanjutnya jumlah nilai yang diperoleh dimasukkan ke dalam Matriks Internal Eksternal (IE).
Tabel 3 Matriks IE Desa Bugbug Sebagai Desa Wisata
Total nilaiEFE (2,601)
Totalnilai IFE(2,857)
Kuat (3,00 – 4,00) Sedang (2,00-2,99) Lemah (1,00 – 1,99)
Tinggi (3,00–4,00) I II III
Sedang (2,00 – 2,99) IV V VI
Rendah (1,00–1,99) VII VIII IX
Sumber: (David, 2002)
Berdasarkan total hasil yang diperoleh faktor lingkungan internal (IFE) adalah 2,857 dan faktor lingkungan eksternal (EFE) adalah 2,601. Dapat diketahui bahwa pertemuan antara lingkungan internal dan lingkungan eksternal Desa Bugbug berada pada sel V yaitu menjaga (memelihara) dan mempertahankan. Strategi yang dapat diterapkan pada sel V adalah strategi pemeliharaan (pemeliharaan sumber daya alam dan membina sumber daya manusia), strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar mempunyai implikasi yang penting untuk berinteraksi antara perusahaan dan konsumen melalui bauran pemasarannya, sebagai kunci untuk mendapatkan dan mengidentifikasikan tujuan perusahaan, kepuasan dan kebutuhan pelanggan dengan baik yang dibandingkan dengan pesaing perusahaan (Harini & Yulianeu, 2018).
|47 Se m e s t a 2 0 2 1
Kegiatan promosi yang efektif merupakan hal yang sangat esensial dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. Bauran promosi merupakan salah satu alat pemasaran, dapat digunakan untuk menginformasikan, membujuk dan mengingatkan calon wisatawan (Betari Avinda et al., 2016). Dalam pengembangan Desa Wisata Bugbug, strategi penetrasi pasar berperan dalam mempromosikan produk maupun jasa yang dimiliki untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan memberikan pelayanan semaksimal mungkin bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Bugbug.
b. Strategi Alternatif Pengembangan Desa Bugbug Sebagai Desa Wisata Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Provinsi Bali Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
Berdasarkan kekuatan dan kelemahan pada faktor internal, peluang dan ancaman pada faktor eksternal Desa Bugbug maka melalui matriks SWOT akan ditemukan beberapa strategi pengembangan seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Analisis SWOT Pengembangan Desa Bugbug Sebagai Desa Wisata EFAS
EFAS
Strengths/Kekuatan (S)
1. Keberadaan Taman Harmoni Bali Bukit Asah sebagai potensi buatan.
2. Keindahan potensi alam Desa Bugbug.
3. Keunikan budaya dan tradisi Desa Bugbug.
4. Pemberdayaan masyarakat.
5. Kualitas pelayanan.
6. Ketersediaan akomodasi.
7. Posisi Desa Bugbug yang strategis.
8. Kualitas jalan menuju daya tarik wisata.
Weaknesses/Kelemahan (W) 1. Kurangnya fasilitas pendukung
seperti tempat parkir, toilet, dan money changer.
2. Kurangnya fasilitas kesehatan klinik, puskesmas, apotek).
3. Kurangnya pusat informasi (Tourism Information Centre).
4. Kurangnya angkutan umum
pariwisata menuju daya tarik wisata.
Opportunities/Peluang (O) 1. Adanya lapangan pekerjaan.
2. Berkembangnya desa wisata.
3. Keunikan tradisi dan budaya untuk dijadikan paket wisata.
4. Peran masyarakat dalam melestarikan budaya.
5. Keamanan Desa Bugbug.
6. Peran media sosial.
7. Kerjasama stakeholder dengan pemerintah dan pihak swasta.
8. Kebijakan pemerintah.
9. Ketersediaan listrik.
Strategi (SO)
1. Pengoptimalan potensi wisata Desa Bugbug.
2. Pemertahanan kualitas pelayanan.
3. Menambah lapangan pekerjaan di sektor pariwisata.
Strategi (WO)
1. Penambahan fasilitas pendukung.
2. Penambahan pusat informasi (Tourism Information Centre).
Threats/Ancaman (T) 1. Kurangnya akses internet.
2. Kondisi lingkungan.
3. Pengaruh ekonomi global.
4. Pengaruh ekonomi nasional.
5. Tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan.
6. Kemampuan berbahasa asing 7. Adanya daya tarik wisata
sejenis.
8. Pengaruh global warming.
9. Adanya desa wisata sejenis.
Strategi (ST)
1. Penentuan ikon produkpariwisata.
2. Pemberian penyuluhan tentang pentingnya pariwisata dan dampak positifnya.
Strategi (WT)
1. Peningkatan sumber daya manusia.
2. Penambahan akses internet.
Berdasarkan analisis SWOT yang disajikan dalam Tabel 4 dapat dilihat (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) yang dapat dilakukan sebagai strategi alternatif dalam pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata. Beberapa strategi alternatif yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
48 | S E M E S T A 2 0 2 1
1. Strategi Strength Opportunities (SO) adalah strategi yang memanfaatkan kekuatan internal untuk memperolehkeuntungan dari peluang yang ada. Adapun strategi SO untuk pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata yaitu pengoptimalan potensi wisata Desa Bugbug, peningkatan kualitas pelayanan, dan menambah lapangan pekerjaan.
2. Strategi Strength Threats (ST) adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari atau mengatasi ancaman dari luar. Adapun strategi ST Desa Bugbug sebagai desa wisata yaitu penentuan ikon produk pariwisata, dan pemberian penyuluhan pentingnya pariwisata dan dampak positifnya.
3. Strategi Weakness Opportunities (WO) adalah strategi yang memanfaatkan peluang yang ada untuk mengurangi dan memperbaiki kelemahan yang dimiliki secara internal. Adapun strategi WO untuk pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata adalah penambahan fasilitas pendukung, dan penambahan pusat informasi pariwisata (Tourism Information Centre).
4. Strategi Weaknesses Threats (WT) adalah strategi yang dibuat untuk meminimalkan kelemahan sekaligus menghindari ancaman dari luar. Adapun strategi WT untuk pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata adalah Peningkatan sumber daya manusia dan penambahan akses internet.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Wisata Bugbug dapat disimpulkan bahwa potensi yang dimiliki Desa Bugbug sebagai desa wisata terdiri dari potensi alam, budaya dan buatan. Kondisi lingkungan internal yang termasuk kekuatan adalah keberadaan Taman Harmoni Bali Bukit Asah sebagai potensi buatan (wisata camping), potensi alam yang dimiliki Desa Bugbug, keunikan budaya dan tradisi yang dimiliki Desa Bugbug, pemberdayaan masyarakat setempat, kualitas pelayanan, ketersediaan akomodasi (seperti hotel, restoran, dan toko cinderamata), posisi Desa Bugbug yang strategis menuju bandara dan akomodasi, dan kualitas jalan menuju daya tarik wisata. Adapun kondisi lingkungan internal yang termasuk ke dalam kelemahan adalah kurangnya fasilitas pendukung seperti tempat parkir, toilet, dan money changer, kurangnya fasilitas kesehatan (klinik, puskesmas, apotek dll) kurangnya pusat informasi (Tourism Information Centre) dan ketersediaan angkutan umum pariwisata menuju daya tarik wisata yang masih kurang.
Kondisi lingkungan eksternal yang termasuk ke dalam peluang adalah adanya lapangan pekerjaan di bidang pariwisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, kecenderungan berkembangnya desa wisata, keunikan tradisi dan budaya Desa Bugbug untuk dijadikan paket wisata, peran masyarakat dalam melestarikan budaya yang dimiliki Desa Bugbug sebagai desa wisata, keamanan Desa Bugbug, peran media sosial untuk mempromosikan Desa Bugbug sebagai desa wisata, kerjasama stakeholder pariwisata Desa Bugbug dengan pemerintah dan pihak swasta, kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata di Desa Bugbug, dan ketersediaan listrik di Desa Bugbug. Adapun kondisi lingkungan yang termasuk ke dalam ancaman adalah ketersediaan internet di Desa Bugbug yang masih kurang baik, kondisi lingkungan Desa Bugbug yang masih kurang baik, pengaruh ekonomi global, pengaruh ekonomi nasional yang tidak stabil, tingkat kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam menjaga lingkungan dan daya tarik wisata, kemampuan berbahasa asing masyarakat Desa Bugbug yang masih kurang, adanya daya tarik wisata sejenis seperti pantai, perbukitan dan lain-lain, pengaruh global warming terhadap lingkungan Desa Bugbug, dan adanya desa wisata sejenis yang sedang berkembang.
Strategi pengembangan Desa Bugbug sebagai desa wisata terdiri dari strategi umum dan strategi alternatif. Berdasarkan hasil analisis matriks internal eksternal (IE) posisi Desa Bugbug sebagai desa wisata berada pada sel V yaitu menjaga dan memelihara dengan total nilai IFE 2,857 dan total nilai EFE 2,601. Hasil matriks IE menghasilkan strategi umum meliputi menjaga dan melestarikan sumber daya alam, membina sumber daya manusia, penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Pada strategi alternatif, berdasarkan analisis SWOT dapat dirumuskan strategi yaitu pengoptimalan potensi wisata Desa Bugbug, peningkatan kualitas pelayanan, dan menambah lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, penentuan ikon produk pariwisata, dan pemberian penyuluhan pentingnya pariwisata dan dampak positifnya, penambahan fasilitas pendukung dan penambahan pusat informasi, peningkatan sumber daya manusia dan penambahan akses internet.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarini D.T. (2021).Upaya Pemulihan Industri Pariwisata Dalam Situasi Pandemi Covid 19. Jurnal Pariwisata.
Vol.VIII:No.I. Jakarta: Universitas BSI Jakarta.
Astuti, N. N. S.. (2016). Strategi Pengembangan Potensi Desa Mangesta Sebagai Desa Wisata Berbasis Ekowisata. Jurnal Sosial Dan Humaniora. Vol.VI:No.I. Denpasar : Politeknik Negeri Bali.
Arjana. (2015). Geografi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Betari A. C., Sudiarta, I. N., & Oka K. N. M. (2016). Strategi Promosi Banyuwangi Sebagai Destinasi Wisata (Studi Kasus Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata). Jurnal IPTA, 4(1), 55. https://doi.org/10.24843/ipta.2016.v04.i01.p10 David, Fred. R. 2002. Manajemen Strategis. Edisi Ketujuh. Alih bahasa Drs.Alexander Sindoro. Jakarta: PT INDEKS.
|49 Se m e s t a 2 0 2 1
Hari Nalayani, N. N. A. (2016). Evaluasi Dan Strategi Pengembangan Desa Wisata Di Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), 2(1993), 189–198. https://doi.org/10.24843/jumpa.2016.v02.i02.p12
Harini, C., & Yulianeu, Y. (2018). Strategi penetrasi pasar UMKM Kota Semarang menghadapi era pasar global MEA. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 21(2), 361–381. https://doi.org/10.24914/jeb.v21i2.1967
Hermawan, H. (2017). Pengembangan Destinasi Wisata pada Tingkat Tapak Lahan dengan Pendekatan Analisis SWOT. 64–
74. https://doi.org/10.31219/osf.io/e783t
Maiti, & Bidinger. (2016). Potensi Wisata Budaya Di Kampung Bandar Sebagai Ikon Wisata Kota Pekanbaru. JOM Fisip, 3(2), 1–11.
Marwangi, G. A. P., & Anom, I. P. (2019). Strategi Pengembangan Desa Wisata Timpag Berbasis Masyarakat di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan Bali. Jurnal Destinasi Pariwisata, 7(1), 66.
https://doi.org/10.24843/jdepar.2019.v07.i01.p10
Middleton, T.C. Victor. 1998. Sustainable Tourism: A Marketing Perspective. A division of reed educational and professional publishing. Oxford University.
Prameswara, B., & Suryawan, I. B. (2019). Strategi Pengembangan Potensi Wisata Bahari Pulau Tunda, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Jurnal Destinasi Pariwisata, 7(1), 180.
https://doi.org/10.24843/jdepar.2019.v07.i01.p27
Pratama, I Gede. 2017. Strategi Pengembangan Potensi Wisata Desa Wisata Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Skripsi. Program Studi Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata. Denpasar : Universitas Udayana.
Rangkuti, Freddy. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : Gramedia.
Thalia, A., & Nugroho, S. (2019). Strategi Pengembangan Desa Sayan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Sebagai Desa Wisata Berbasis Wisata Alam Bija. Jurnal Destinasi Pariwisata, 7(2), 364. https://doi.org/10.24843/jdepar.2019.v07.i02.p22 Wilopo, Khusnul Khotimah danLucman Hakim. 2017.Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata Budaya (Studi Kasus
pada Kawasan Situs Trowulan sebagai Pariwisata Budaya Unggulan di Kabupaten Mojokerto) . Jurnal Administrasi Bisnis. Vol:XLI: No:I. Malang : Universitas Brawijaya.
Wiwin, I Wayan. 2017. Wisata Minat Khusus Sebagai Alternatif Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Bangli. Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya. Vol II: No II. Denpasar : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.
Zakaria, F., & Suprihardjo, D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Teknik Pomits, 3(2), C245–C249. https://doi.org/2337-3520