• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL. Oleh. GEVI ADINDA PUTRI / M.Kn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL. Oleh. GEVI ADINDA PUTRI / M.Kn"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MENGAKIBATKAN KERUGIAN NEGARA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 77 PK/PID.SUS/2015)

JURNAL

Oleh

GEVI ADINDA PUTRI 177011127 / M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS ATAS PERJANJIAN KERJASAMA YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN NEGARA (STUDI PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 77 PK/PID.SUS/2015)

GEVI ADINDA PUTRI

ABSTRACT

Lately, the management of a corporation has gotten public criticism for its unprofessionalism, inefficiency, and no transparency so that it is usually not survived. The problem is what makes their performance inefficient and not optimal. The research problems are how about the position and the role of Directors in managing a corporation, how about their liability for a cooperative agreement which causes the State’s loss, and how about the Panel of Judges’

consideration in handing down the Supreme Court’s Ruling No.

77PK/Pid.Sus/2015 stipulated in Law No. 40/2007 on Corporation concerning Directors’ Liability for a Cooperative Agreement which causes the State’s loss.

The research used juridical normative and descriptive analytic method. The data were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. They were gathered by conducting library research and understanding the Supreme Court’s Ruling No. 77PK/Pid.Sus/2015 and analyzed systematically qualitatively while conclusion was drawn deductively.

Keywords: Liability, Directors, State’s Loss

I. PENDAHULUAN

Perseroan terbatas sebagai suatu badan hukum yang mandiri adalah suatu badan (entity) yang keberadaannya terjadi karena hukum atau undang-undang.1 Suatu badan hukum (legal entity) lahir karena diciptakan undang-undang, karena badan ini diperlukan oleh masyarakat dan pemerintah. Badan hukum dianggap sama dengan manusia yaitu sebagai manusia buatan/tiruan atau artificial person.

Namun secara hukum dapat berfungsi sebagai manusia biasa (natural person atau naturlijke person), dia bisa menggugat atau digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai harta kekayaan seperti layaknya manusia biasa.2

1 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Megapoint, Jakarta, 1996,hlm.

56.

2 Ibid

(3)

Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan perseroan terbatas adalah direksi.3 Undang-Undang Perseroan Terbatas mendefinisikan Direksi dalam Pasal 1 angka 5 yakni direksi sebagai “organ perseoan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”. Disebut cukup penting karena direksilah yang mengendalikan perusahaan dalam kegiatan sehari-hari. Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan, tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi.4

Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.5 Ketentuan selanjutnya diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa:

“Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”.

Pada prinsipnya, Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan persero sesuai maksud dan tujuan perseroan.6 Direksi berwenang menjalankan pengurusan tersebut sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasarnya.7

Direksi dalam menjalankan tugasnya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip tanggung jawab direksi dalam menjalankan perseroan yakni duty of skill and care (prinsip kehati-hatian dalam tindakan direksi), duty of loyalty (itikad baik dari direksi semata-mata demi tujuan perseroan) dan no secret profit rule doctrine of corporate opportunity (tidak menggunakan kesempatan pribadi

3 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hml. 43.

4 Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang, Dan Tangung jawab, Ghalia, Jakarta, 2008, hlm. 40.

5 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), Visimedia, Jakarta, 2009, hlm. 119.

6 Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(4)

atas kesempatan milik atau peruntukan bagi perseroan) serta memiliki tugas-tugas dan kewajiban yang berdasarkan undang-undang (statutory duty).8

Salah satu contoh kasus tentang permasalahan tanggung jawab direksi perseroan terbatas yang menimbulkan kerugian negara adalah kasus yang menjerat Direksi adalah kasus Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), kasus ini dimulai dari penandatanganan perjanjian kerjasama dengan PT Indosat. Kerjasama ditujukan untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan akibat perjanjian tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp.1,358 triliun. Kerugian ini didasarkan pada perhitungan kerjasama pada periode 2006 sampai 2012. Kasus berawal saat pemerintah melelang frekuensi 3G pada tahun 2007, lelang dimenangkan oleh Indosat, Telkomsel, dan XL. Namun PT IM2 yang tidak mengikuti tender, memakai jaringan tersebut untuk layanan data atau internet.

Penggunaan jaringan itu melalui kerjasama yang dibuat antara PT IM2 dan Indosat. Dirut IM2 Indar Atmanto dan bekas Dirut Indosat Johnny Swandi Sjam diketahui tidak menikmati dana yang dikorupsi, namun pihak yang menikmati adalah korporasinya yaitu Indosat dan IM2.

Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI memperberat hukuman Indar yang semula 4 tahun (di Pengadilan Tipikor) menjadi 8 tahun penjara. Majelis banding mengganggap Indar terbukti melakukan korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) dan (3) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam Putusan No.33/Pid/TPK/2013/PT.DKI tanggal 12 Desember 2013, Indar juga dipidana Rp.200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Majelis banding juga menganulir pidana uang pengganti yang sebelumnya dikenakan pada Korporasi PT IM2, sebab tidak menyatakan subjek hukum dalam dakwaan. Jaksa dan Terdakwa kemudian mengajukan kasasi.

Pada 10 Juli 2014 Majelis Kasasi Tingkat Mahkamah Agung memutuskan Permintaan Kasasi dari Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Indar Atmanto, dan menyatakan Terdakwa Indar Atmanto terbukti bersalah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi dilakukan secara bersama-sama”

sebagai mana dakwaan primer, menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan

8 Robert J.P, Lebih Jauh tentang Kepailitan, Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Jakarta, 1998, hlm. 5.

(5)

Pidana Penjara selama 8 Tahun dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.

300.000.000,- dan bila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 (enam) bulan dan menghukum PT. IM2 membayar uang pengganti sebesar Rp. 1.358.343.346.674 dengan ketentuan apabila PT. IM2 tidak membayar uang pengganti tersebut paling lambang 1 (satu) bulan sesudah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda PT.IM2 disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut.

Masalah Indar Atmanto dan PT.IM2 tidak selesai sampai putusan kasasi di atas, karena pada saat proses persidangan kasus korupsi, Indar Atmanto mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap BPKP, dengan objek gugatan Objek adalah surat Deputi Kepala Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) bidang Investigasi No. SR-1024/D6/01/2012 Tanggal 9 November 2012 perihal laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan jaringan Frekuensi Radio 2,1 GHz oleh PT. Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2) beserta lampiran yang berupa laporan hasil penghitungan kerugian negara tanggal 31 Oktober 2012 yang dibuat oleh tim BPKP.

Pengadilan PTUN, PTTUN dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung menyatakan tidak sah surat Deputi Kepala BPKP bidang Investigasi No. SR- 1024/D6/01/2012 Tanggal 9 November 2012 perihal laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan jaringan Frekuensi Radio 2,1 GHz oleh PT. Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2) beserta lampiran yang berupa laporan hasil penghitungan kerugian negara tanggal 31 Oktober 2012 yang dibuat oleh tim BPKP kemudian memerintahkan tergugat 1 untuk mencabut surat Deputi Kepala BPKP bidang Investigasi No. SR-1024/D6/01/2012 Tanggal 9 November 2012 perihal laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan jaringan Frekuensi Radio 2,1 GHz oleh PT. Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2) beserta lampiran yang berupa laporan hasil penghitungan kerugian negara tanggal 31 Oktober 2012 yang dibuat oleh tim BPKP.

(6)

Hasil Audit BPKP adalah salah satu alat bukti penting yang digunakan oleh Penuntut Umum dan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk membuktikan perbuatan Terdakwa yang dianggap merugikan negara, dan hasil audit tersebut berdasarkan putusan PTUN dinyatakan tidak sah.

Terkait dengan perkara Indar ini, ada dua putusan kasasi yang saling bertentangan, yaitu antara lain:

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 787 K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan Indar dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun, disertai denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2,

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 28 Januari 2014 sebelumnya juga telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,358 triliun.

Dengan putusan Tata Usaha Negara telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, alat bukti yang digunakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam semua tingkatan sebagai dasar perhitungan unsur kerugian negara, tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan tidak dapat digunakan.

Indar Atmanto kemudian mengajukan Peninjauan Kembali berdasarkan dua putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan tersebut. Akan tetapi Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali Indar Atmanto dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 77 PK/PID.SUS/2015. Indar tetap dihukum 8 tahun penjara dan IM2 harus mengembalikan kerugian negara Rp 1,3 Triliun Rupiah.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dilakukan penelitian permasalahan ini dengan judul “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Atas Perjanjian Kerjasama Yang Mengakibatkan Kerugian Negara (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 77 PK/PID.SUS/2015)”

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

(7)

1. Bagaimana kedudukan dan peran direksi dalam pengelolaan Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana pertanggungjawaban direksi atas perjanjian kerjasama yang mengakibatkan kerugian negara?

3. Bagaimana majelis hakim menerapkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 77 PK/PID.SUS/2015 terkait pertanggung jawaban direksi atas perjanjian kerjasama yang mengakibatkan kerugian negara?

II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai Perseroan Terbatas dan bahan hukum lainnya dibidang Perseroan Terbatas.

Dari segi sifatnya, penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.9

II. HASIL PENELITIAN

Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. (Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007).

Hubungan antara Perseroan dengan Direksi lebih nampak pada hubungan perwakilan, yaitu Direksi mewakili perseroan dan dengan iktikad baik dan bertanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (Pasal 92 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007). Pembatasan wewenang mewakili

9 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rienika Cipta, Jakarta, 2008, Hlm. 27.

(8)

perseroan bagi Direksi diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007).

Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT. Tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan direksi dalam suatu PT, yang jelas direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan. Direksi menurut UUPT merupakan satu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur (tunggal). Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu anggota direktur disebut direksi, maka salah satu anggota direksi tersebut diangkat sebagai direktur utama (presiden direktur).10

Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain diperlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang bukan tugasnya. Disinilah sifat pertanggung jawaban renteng dan pertanggung jawaban pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk kepentingan perseroan.11

Direksi dalam undang-undang dan anggaran dasar dan kadang kala melalui RUPS telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya, walaupun demikian hal tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk kepentingan perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknya direksi kemudian melakukan pembatasan diri, atau membuat suatu perjanjian yang akan ataupun dapat mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan dan

10 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Persekutuan Perdata Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 53.

11 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm.97-98.

(9)

kepentingan perseroan. Dalam hal ini tidaklah berarti direksi tidak boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu kesepakatan pendahuluan (seperti misalnya memorandum of understanding, letter of intend) dan sebagaimana sebelum suatu perjanjian yang mengikat dibuat dan ditandatangani.

Pada saat perjanjian yang mengikat tersebut dibuat dan ditandatangani, direksi sudah harus memiliki suatu pandangan, sikap dan kepastian bahwa tindakan yang dilakukan tersebut hanya memberikan manfaat bagi kepentingan perseroan semata-mata. 12

Selanjutnya direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, artinya secara fiduciary harus melaksanakan standar kehati-hatian (standart of care). Pengertian fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan direktur dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan). Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tanggung jawab anggota direksi atas kerugian perseroan yang timbul dari kelalaian menjalankan tugas pengurusan perseroan, yang dapat di klasifikasi sebagai berikut:13

1. Anggota Direksi Bertanggung Jawab Penuh Secara Pribadi.

2. Anggota Direksi Bertanggung Jawab secara Tanggung Renteng atas Kerugian Perseroan

Kerugian perseroan terbatas baik secara langsung ataupun tidak langsung akan menimbulkan akibat hukum bagi pengurusnya terutama bagi direksi perseroan. Ada banyak persoalan tentang akibat hukum yang timbul dari putusan mengenai kerugian perseroan terbatas salah satunya adalah mengenai sejauh mana pertanggungjawaban terhadap adanya kerugian perseroan terbatas, dalam hal ini badan hukum itu tidak akan memikul tanggung jawab, karena sebagai organ perseroan dalam hal ini direksilah yang akan bertanggung jawab secara pribadi.

Bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direksi dalam mengurus perseroan adalah:14

1. mempergunakan uang dan kekayaan perseroan untuk kepentingan pribadi (korupsi).

12 Ibid.

13 Pasal 97 ayat (3), ayat (4), ayat (5) UUPT.

14 Lorensia Perangin-angin, Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas, Medan: Fakultas Hukum Sumatera Utara, 2013, hlm. 6.

(10)

2. mempergunakan informasi perseroan untuk kepentingan pribadi. Perbuatan ini dikategorikan melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang dipercaya (breach of fiduciary duty).

3. melakukan transaksi dengan perseroan. Dalam hal yang demikian, anggota direksi telah melanggar kewajiban yang melarangnya masuk dalam kontrak atau transaksi yang dilarang yang wajib diurus sendiri. Perbuatan ini dikategorikan sebagai tindakan pihak berkepentingan (party at interest).

4. larangan bersaing dengan perseroan. Hal ini dikategorikan sebagai duty conflict dan dikualifikasikan sebagai breach of his fiduciary duty and good faith duty.

Direksi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari mengalami dilema dalam mengambil keputusan. Di satu sisi, direksi dituntut untuk mencari keuntungan/laba terhadap perusahaan yang dijalankannya.15 Sedangkan disisi lain, keputusan bisnis yang diambil dalam menjalankan perusahaan ketika salah dalam mengambil keputusan tersebut, bisa merugikan keuangan negara dan termasuk perbuatan melawan hukum dapat diancam dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Akan tetapi direksi mempunyai prinsip Business Judgement Rule (untuk selanjutnya disebut BJR), prinsip ini mendalilkan bahwa seorang direktur tidak dapat diminta pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakannya yang dilakukan dalam kedudukannya sebagai direktur, bila direktur tersebut meyakini, bahwa tindakan yang dilakukannya secara jujur, beritikad baik demi kepentingan perseroan.16

Kriminalisasi keputusan bisnis dapat dilakukan, atau dengan kata lain bahwa keputusan Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika dalam proses pengambilan keputusan tidak sesuai dengan prinsip BJR dan terlihat secara nyata bahwa perseroan yang dipimpin oleh Direksi memiliki budaya melawan hukum, seperti pengemplangan pajak, melakukan persaingan usaha tidak sehat (monopoly, monopsony, oligopoly, oligopsony), tidak memperhatikan lingkungan hidup atau merusak lingkungan hidup (tidak menjaga lingkungan), merugikan

15 Prasetio, Penerapan Business Judgement Rule dalam Restrukturisasi Transaksi Komersial PT. (persero) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Yogyakarta, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum UGM, 2013).

16 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Permata Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 97.

(11)

konsumen, mengabaikan perizinan-perizinan, melakukan penyuapan-penyuapan demi memenangkan tender-tender bisnis, mengabaikan hak-hak karyawan, dan melakukan pembiaran terhadap ketidakpatuhan bawahan dalam menjalankan operasional bisnis PT secara baik. Jika salah satu atau beberapa dari perbuatan melawan hukum diatas secara terus menerus dilakukan sehingga menjadi budaya perusahaan, maka Direksi dan atau korporasi PT dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.17

Namun jika keputusan bisnis yang diambil Direksi PT sesuai dengan prinsip business judgment rule maka sifat melawan hukum dalam keputusan bisnis tersebut menjadi hapus sehingga business judgment rule juga menjadi alasan pembenar dalam sebuah keputusan bisnis yang diambil dan dilaksanakan oleh Direksi PT. Hal ini tentu menjadi pelindung bagi tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum dalam menetapkan keputusan bisnis sebagai sebuah perbuatan jahat atau kriminal.18

Alasan pembenar yang muncul dari keputusan bisnis ini menimbulkan alasan pemaaf bagi pelakunya (dalam hal ini Direksi yang mengambil keputusan bisnis). Dengan kata lain, dengan terhapusnya sifat melawan hukum dari keputusan bisnis tersebut, maka Direksi juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, meski bisa saja keputusan bisnis tersebut menimbulkan kerugian baik bagi PT BUMN maupun PT non BUMN.19

Dalam kasus Indar Atmanto, tuduhan terjadinya tindakan korupsi pada perjanjian kerjasama tersebut tidak berdasarkan hukum dan kenyataan yang ada.

Tuduhan tersebut semata-mata didasarkan atas laporan Denny AK, lalu kemudian Kejaksaan Agung (untuk selanjutnya disebut Kejagung) membingkai laporan tersebut dengan tafsir hukum yang keliru dengan mendalilkan telah terjadi korupsi yang merugikan negara 1,3 triliun. Angka kerugian tersebut muncul dari hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh Kejagung untuk menghitungnya. Tugas dan wewenang BPKP bergerak pada tataran lembaga Pemerintah, bukan lembaga swasta atau perusahaan swasta.

17 Parameshwara, Disertasi: Kriminalisasi Terhadap Direksi Dalam Pengurusan Perseroan Terbatas, (Medan: Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), 2017, hlm. 534-543.

18 Ibid 19 Ibid

(12)

Kejagung secara sadar telah menggunakan, memanfaatkan dan menggiring BPKP untuk bekerja diluar wilayah yurisdiksinya sebagaimana diatur oleh undang- undang.

Kemudian berlanjut dengan jaksa menyusun dakwaan berdasarkan Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berlaku umum, padahal obyek hukum yang ditangani adalah pada ranah telekomunikasi yang mana memiliki Undang-Undang Telekomunikasi tersendiri. Dalam ilmu hukum ada doktrin bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis). Ironisnya, dalam kasus IM2-Indosat, jaksa menggunakan pasal korupsi dari UU Tipikor. Jaksa dan hakim telah melakukan kesewenang-wenangan dalam memilih pijakan hukum dalam menangani kasus telekomunikasi. Pemaksaan kasus ini bukan hanya mengancam IM2-Indosat, namun juga para pelaku industri telekomunikasi lainnya. Sebab semua kerja sama Internet service provider (ISP) punya pola yang sama dengan IM2-Indosat yang dilindungi UU Telekomunikasi. Tuduhan dan tuntutan JPU bahwa Indar Atmanto telah melanggar ketentuan dalam UU Pemberantasan Korupsi sebenarnya tuduhan tersebut didasarkan pada anggapan JPU bahwa IM2 tidak membayar kewajiban berupa up front fee dan BHP Spektrum Frekuensi Radio sehingga menyebabkan kerugian negara. Inilah yang tidak dipahami oleh jaksa. Jaksa dan hakim tidak memahami telekomunikasi padahal menangani masalah telekomunikasi, jaksa juga tidak memperhatikan pernyataan Menkominfo sebagai pembina atau pengawas sektor telekomunikasi yang menyatakan tidak ada pelanggaran aturan pada pola kerja sama IM2-Indosat.

Sesungguhnya jauh sebelum kasus ini bergulir ke Pengadilan, Menkoimfo telah dua kali bersurat ke Kejagung menjelaskan bahwa tidak ada pelanggaran dan telah sesuai dengan regulasi telekomunikasi. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Masyarakat Telematika (Mastel), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), dan 15 organisasi yang bergerak dalam bidang tehnologi informasi (TIK), telah bersurat menjelaskan dan memberi tanggapan kepada Kejagung perihal kasus IM2-Indosat yang pada intinya tidak ada pelanggaran dalam PKS IM2-Indosat.

(13)

Jaksa dan hakim tidak paham frekuensi adalah besaran teknis dari suatu jaringan radio, sehingga dipahami salah sebagai "benda" yang terpisah dari jaringan telekomunikasi. Akibatnya, kalimat "menggunakan jaringan seluler 3G pita frekuensi 2.1GHz" yang merupakan satu-kesatuan dipilah menjadi

"menggunakan jaringan seluler 3G" dan "menggunakan frekuensi 2.1GHz". Jaksa juga tidak paham bahwa izin usaha yang dimiliki IM2 adalah izin usaha untuk 4 jenis usaha yang berbeda (untuk fungsi telekomunikasi yang berbeda), sehingga penyediaan akses internet (ISP) disejajarkan dengan penyelenggaraan jaringan tertutup, padahal fungsi keduanya berbeda.

Tambahan lagi bahwa perjanjian kerjasama IM2-Indosat merupakan bisnis yang lazim digunakan dan bukan sesuatu yang dilarang bahkan diperbolehkan oleh UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Bahkan berdasarkan Pasal 12 PP No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam hal ini salah satunya Indosat wajib memenuhi setiap permohonan dan calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi seperti IM2.

Undang-undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, dan Undang- undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan Administrative Penal Law, dan berlaku asas “Lex Specialist Systimatische” sehingga menurut pasal 14 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor: 20 tahun 2001 tidak dapat didakwakan dan atau dituntut atas pelanggaran aturan tersebut.

Tidak semua perbuatan pidana yang mengakibatkan timbulnya kerugian Negara apa lagi jika Undang-undangnya sendiri tidak mengatur bahwa dapat diajukan sebagai perkara korupsi, maka sebagai konskuensinya tidak dapat diajukan sebagai perkara korupsi.

Hubungan Indar Atmanto terhadap negara dan kewajiban yang harus dilaksanakan hanya sebatas pembayaran pajak dan PNBP. Oleh karena itu Indar Atmanto tidak mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagaimana Direktur BUMN. Penerimaan Negara Bukan Pajak, diatur didalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 yang berdasarkan pasal 19, 20 dan pasal 21

(14)

telah diatur tentang proses penagihan dan sanksi baik berupa sanksi administrasi maupun pidana ganti rugi perdata. Undang-undang telekomunikasi berserta seluruh peraturan pelaksanaannya termasuk kategori Undang-undang administrasi penal (sekalipun Jaksa Penuntut Umum, dengan sengaja tidak dijunctokan dengan dakwaan korupsi). Dengan merujuk pasal 143 KUHAP, maka susunan dakwaan serupa itu sepatutnya dinyatakan batal demi hukum karena tidak mencantumkan pasal-pasal dari Undang-undang secara tepat dan benar.

Pelanggaran terhadap perundang-undangan administrasi yang bersanksi (Administrative penal law) tidak selalu dapat diabsorsi atau diartikan sebagai

”korupsi” karena berdasarkan asas: administrative penal law atau perundang- undangan administrative yang bersanksi pidana sudah barang tentu menjadi wilayah atau area tindak pidana pada perundang-undangan administrative. Oleh karena itu, sangat tidak tepat jika dipersepsikan sebagai tindak pidana korupsi, karena berdasarkan “asas systematiche specialiteit” atau kekhususan yang sistematis.

Hal mana sangat penting agar penerapan asas legalitas menjadi jelas dan menghindari adanya pelanggaran terhadap asas concursus. Lagi pula tidak semua perbuatan pidana yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara apa lagi jika Undang-undangnya sendiri tidak mengatur bahwa dapat diajukan sebagai perkara korupsi, konsekuensinya tidak dapat diajukan sebagai perkara korupsi.

Direksi mempunyai kekuasaan yang besar dalam mengambil keputusan berdasarkan business judgment rule. Direksi tidak dapat diganggu gugat perdata atau dituntut pidana, bila ia mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan bahwa keputusan tersebut adalah sebaik-baiknya untuk kepentingan perseroan, telah sesuai dengan undang-undang, anggaran dasar perseroan, atau mekanisme pengambilan keputusan, serta berdasarkan itikad baik dan tanpa ada pertentangan kepentingan (conflict of interest) dengan dirinya pribadi.20

Bismar Nasution mengatakan:

Untuk melindungi para Diektur yang beritikad baik tersebut maka muncul teori business judgment rule yang merupakan salah satu teori yang sangat popular

20 Erman Rajagukguk “Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara” Makalah disampaikan pada peran BUMN dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional, (Jakarta, 12-13 April 2007), hlm. 7.

(15)

untuk menjamin keadilan bagi para Direktur yang mempunyai itikad baik.

Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan;

khususnya bagi para Direktur sebuah perseroan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis.21

Indar Atmanto telah memenuhi syarat memperoleh perlindungan business judgement rule dikarenakan beberapa hal, yakni diantaranya:

1. Indar Atmanto mengambil keputusan berdasarkan pada itikad baik, yaitu tidak ada benturan kepentingan secara financial dengan kepentingan perseroan terhadap keputusan diambil tersebut.

2. Kebijakan tersebut dipadang tepat karena didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam usaha sejenis.

3. PT.IM2 hanya penyelenggara jasa, yang berkewajiban membayar Up Front Fee dan PBH adalah PT.Indosat sebagai pemenang lelang penyelenggara jaringan, dan PT. Indosat telah melaksanakan kewajiban tersebut

Berdasarkan analisis diatas, Indar Atmanto berhak memperoleh perlindungan business judgement rule dan tidak mempunyai tanggung jawab hukum apapun seperti yang didakwakan kepadanya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kedudukan direksi dalam perseroan adalah sebagai organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar. Direktur berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud, sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

2. Pertanggung jawaban direksi atas perjanjian kerjasama yang mengakibatkan kerugian negara tidak selamanya dapat dipidana meski ada peristiwa pidana

21 Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hlm. 7-8.

(16)

yang lahir dari keputusan direksi atau korporasi jika sebuah keputusan bisnis yang diambil sudah sesuai dengan prinsip Business Judgement Rule.

Kerugian dalam bisnis merupakan risiko yang lumrah dalam dunia bisnis.

Namun kerugian dapat dianalisis apakah muncul karena adanya niat jahat (mens rea) atau tidak, jika kerugian muncul karena adanya persekongkolan, keinginan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain (orang lain dalam arti juga memiliki kepentingan dengan pelaku), beritikad buruk, tidak ada upaya untuk mencegah berlanjutnya kerugian atau upaya menghentikan kerugian yang lebih besar, maka kerugian muncul karena kualifikasi perbuatan tercela atau dengan kata lain mengandung sifat melawan hukum.

3. Telah terjadi kekeliruan majelis hakim dalam menerapkan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Hakim menjatuhkan vonis kepada Indar Atmanto dan PT. IM2 atas dasar bahwa PT.IM2 tidak pernah membayar Up Front Fee dan PBH setiap tahun selama perjanjian berjalan. Karena PT. IM2 hanyalah penyelenggara Jasa, yang berkewajiban membayar Up Front Fee dan PBH adalah PT. Indosat sebagai pemenang lelang penyelenggara jaringan, dan PT. Indosat telah melaksanakan kewajiban tersebut. Perbuatan Indar Atmanto sebagai direksi dapat dikatakan memiliki kedudukan hukum yang cukup kuat tidak memiliki unsur niat jahat (faith) untuk melakukan tindak pidana korupsi karena perbuatan tersebut pada saat dilakukan bukan merupakan suatu hal yang disebut sebuah perbuatan melawan hukum. Kebijakan Indar Atmanto telah dipandang tepat karena kebijakan yang didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam usaha sejenis.

B. Saran

1. Kedudukan direksi dalam pengurusan perseroan terbatas hendaklah lebih dipertegas dan dipertajam lagi batasan-batasannya di dalam UUPT dan peraturan-peraturan lainnya yang terkait, agar tidak ada campur tangan lagi dari pihak lain dalam hal direksi menjalankan tugasnya.

2. Setiap anggota direksi hendaknya bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan kewajiban dan wewenangnya yang telah diatur dalam Undang- Undang dan juga anggaran dasar perusahaan. Hal ini bertujuan untuk

(17)

menghindari penyelewengan jabatan yang bisa merugikan perusahaan yang berdampak pada pertanggung jawaban direksi dalam hal terjadi kerugian.

3. Dalam penerapan UUPT di tingkat pengadilan, hendaknya para hakim harus mencermati UUPT, anggaran dasar perusahaan, dan peraturan- peraturan lainnya yang terkait guna mengambil keputusan dalam setiap kasus yang ada, sehingga pada akhirnya majelis hakim bisa memutuskan apakah seorang direksi dapat dimintai pertanggung jawabannya atau tidak apabila sebuah perusahaan mengakibatkan kerugian pada negara.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Ashshofa, Burhan, 2008, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rienika Cipta.

Nadapdap, Binoto, 2013, Hukum Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007, Jakarta: Permata Aksara.

Sembiring, Sentosa, 2006, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Bandung: Nuansa Aulia.

Wicaksono, Frans Satrio, 2009, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), Jakarta: Visimedia

Widiyono, Tri, 2008, Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang, Dan Tangung jawab, Jakarta: Ghalia.

Widjaja, Gunawan, 2003, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Persekutuan Perdata Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer, Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Widjaya, I.G. Rai, 1996, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta:

Megapoint.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 1999 Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

B. Makalah atau Jurnal

Bismar Nasution, 2001, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana.

Erman Rajagukguk “Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara”

Makalah disampaikan pada peran BUMN dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional, Jakarta, 12-13 April 2007 Lorensia Perangin-angin, 2013, Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan

Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas, Medan: Fakultas Hukum Sumatera Utara.

Parameshwara, 2017, Kriminalisasi Terhadap Direksi Dalam Pengurusan Perseroan Terbatas, Medan, Disertasi, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(18)

Prasetio, 2013, Penerapan Business Judgement Rule dalam Restrukturisasi Transaksi Komersial PT. (persero) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Yogyakarta, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum UGM.

Robert J.P, 1998, Lebih Jauh tentang Kepailitan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Referensi

Dokumen terkait

Endang Ambarwati, Sp.RM sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program

Judul laporan akhir ini adalah “ Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada KPP Pratama Palembang

perlindungan konsumen; (c) Melakukan penga- wasan t erhadap pencant uman klausula baku; (d) Melaporkan kepada penyidik umum j ika t er- j adi pelanggaran Undang-Undang

Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan dan dukungan suami dengan pemanfaaatan bpjs pada ibu post partum di wilayah kerja

tertahan oleh lapisan gel polimer hidrokoloid, sehingga menyebabkan.. sediaan dapat mengapung dan tertahan di lambung. Lapisan gel polimer memegang peranan penting dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis (merek, fitur produk, harga, dan pengaruh sosial) yang mempengaruhi Mahasiswa dalam pengambilan keputusan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya free cash flow yang tinggi perusahaan akan mengurangi keputusan untuk mengambil hutang, dikarenakan aliran kas

namun neonatus belum dapat melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. • Saraf simpatis belum berkembang