• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PELINDUNGAN KELUARGA PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PMI) PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017

TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum

Oleh : AHMAD ERIZAL

160200064

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERBURUHAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

i ABSTRAK

PELINDUNGAN KELUARGA PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PMI) PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017

TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA Ahmad Erizal*)

Dr. Agusmidah, SH.,M.Hum**) Suria Ningsih, SH.,M.Hum***)

Indonesia sebagai negara hukum memiliki kewajiban memberikan pelindungan hukum bagi setiap Warga Negaranya, termasuk diantaranya yaitu pelindungan terhadap keluarga PMI. Konvensi ILO 1990 yang diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui UU No 6 Tahun 2012 Tentang pengesahan International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families 1990 dan UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI merupakan dasar hukum pelindungan keluarga PMI. Diaturnya pelindungan terhadap keluarga PMI dalam UU No 18 Tahun 2017 merupakan paradigma baru dalam sistem pelindungan PMI. Terbitnya Undang-Undang No 18 Tahun 2017 memberikan harapan yang lebih baik kepada PMI dan keluarganya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pelindungan keluarga PMI, bagaimana standar pelindungan Keluarga Pekerja Migran yang dicanangkan Konvensi ILO 1990, serta bagaimana peran pemerintah terhadap pelindungan keluarga PMI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Hukum Normatif yang menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan, dan bersifat analitis deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap pengaturan tentang pelindungan keluarga PMI yang diatur dalam UU No 18 Tahun 2017. Berdasarkan hasil penelitian secara yuridis, bentuk pelindungan keluarga PMI meliputi pelindungan dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial.

Namun UU PPMI belum mengakomodir secara maksimal pelindungan terhadap keluarga PMI. Secara keseluruhan subjek pelindungan yang diatur hanya terbatas pada CPMI/PMI. Adapun mengenai standar pelindungan keluarga PMI dalam Konvensi ILO 1990 meliputi, pelindungan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Untuk melindungi keluarga PMI pemerintah sudah melaksanakan program antara lain, program Desa Migran Produktif (Desmigratif), Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM), Program Bina Keluarga TKI (BK-TKI), serta mendukung program dari masyarakat seperti Desa Buruh Migran (Desbumi) oleh Migran Care.

Kata Kunci : Pelindungan, Keluarga, Pekerja Migran Indonesia

__________________________

*)Ahmad Erizal, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)Dr. Agusmidah, SH.,M.Hum, Dosen Departemen HAN FH USU, Pembimbing I

***)Suria Ningsih, SH.,M.Hum, Dosen Departemen HAN FH USU, Pembimbing II

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dengan kemampuan yang ada, penulis bisa menyelesaikan tugas menyusun skripsi ini. Sudah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa bahwa dalam menyelesaikan studi untuk mencapai gelar sarjana harus menyelesaikan skripsi terlebih dahulu. Dalam hal ini penulis memilih judul “Pelindungan Keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI) Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia”. Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Unversitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

iii

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Agusmidah, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Ibu Suria Ningsih, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis hingga skripsi ini selesai.

8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademi penulis.

10. Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Ayahanda Erlan dan Ibunda Masnida serta saudara penulis yaitu Abangda Juli Andri, Adinda Maslan Hadi, Adinda Erliansyah, dan Adinda Ahmad Rafiqi Sa`adi (Dedek), yang selalu memberikan semangat dan motivasi. Terkhusus untuk Ayahanda dan Ibunda yang selalu sabar dalam menafkahi, mendidik, dan membimbing anaknya untuk menjadi orang yang berhasil. Tak lupa juga Nenek tercinta (Sinur) serta keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi hingga saat ini, terima kasih atas do`a yang tiada henti.

11. Seluruh teman-teman stambuk 2016 Group F dan teman-teman Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam perkuliahan selama ini.

12. Seluruh teman-teman di Ikatan Hukum Administrasi Negara (IMAHARA) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terkhusus teman-teman di

(7)

iv

program kekhususan Hukum Perburuhan, yaitu Muhammad Daud Dalimunthe dan Awil Riafi Zalukhu.

13. Seluruh teman-teman BPH Himpunan Mahasiswa Pantai Barat Mandailing (HMPBM) Medan.

14. Teman-teman “Sa Asam sa Garam”, yaitu Ahmad Rezky dan Zainal Bahar.

15. Seluruh teman-teman Kost Bibi, yaitu Rido Akbar Tanjung, Muhammad Fazli Sitorus, Pran Nando Syuhada, Irwansyah, Harri, Irfan dan Reyhan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis seraya meminta maaf sekaligus sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan dan kemanfaatannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, 16 Juni 2020 Penulis,

Ahmad Erizal

(8)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 12

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : BENTUK PELINDUNGAN KELUARGA PMI BERDASARKAN UU NOMOR 18 TAHUN 2017 ... 19

A. Sejarah Penempatan PMI ... 19

B. Dasar Hukum Pelindungan Keluarga PMI ... 25

1. Pengertian dan Sumber-Sumber Hukum ... 25

2. Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ... 30

3. Asas Peraturan Perundang-undangan ... 33

(9)

vi

4. Peraturan Perundang-undangan Yang Menjadi Dasar

Hukum Pelindungan Keluarga PMI... 37

C. Bentuk Pelindungan Keluarga PMI ... 44

1. Pelindungan Hukum ... 45

2. Pelindungan Ekonomi ... 48

3. Pelindungan Sosial ... 55

BAB III : STANDAR PELINDUNGAN KELUARGA PMI YANG DICANANGKAN OLEH ILO ... 57

A. Latar Belakang Lahirnya Konvensi ILO 1990 ... 57

B. Materi Pokok Dalam Konvensi ILO 1990 ... 60

C. Standar Pelindungan Keluarga Pekerja Migran Berdasarkan Konvensi ILO 1990 ... 81

BAB IV : PERAN PEMERINTAH TERHADAP PELINDUNGAN KELUARGA PMI ... 87

A. Kewenangan Pemerintah dalam Pelindungan Keluarga PMI ... 87

1. Kewenangan Pemerintah Pusat ... 88

2. Kewenangan Pemerintah Provinsi ... 89

3. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota ... 90

4. Kewenangan Pemerintah Desa ... 91

B. Program Pemerintah Terhadap Pelindungan Keluarga PMI ... 94

1. Desa Migran Produktif (DESMIGRATIF) ... 94

2. Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM) ... 98

(10)

vii

3. Program Bina Keluarga TKI ... 100

4. Desa Buruh Migran (Desbumi) ... 105

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan... 110

B. Saran... 111 DAFTAR PUSTAKA

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Jumlah Penempatan PMI ... 3 Tabel 2 Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Terhadap Pelindungan Keluarga PMI... 93

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram Penempatan PMI ... 3

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dengan adanya pekerjaan maka manusia dapat hidup layak untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan keluarganya.1 Konstitusi menjamin hak atas pekerjaan di dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa

“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi hak atas pekerjaan dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Namun, keterbatasan lowongan pekerjaan yang ada di Indonesia menyebabkan banyaknya warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia atau yang sekarang disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI).2

Penempatan PMI di luar negeri telah terjadi sejak zaman Hindia Belanda sekitar tahun 1887, dimana banyak PMI yang dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak. Di samping itu, banyak pula PMI yang secara tradisional berangkat ke luar negeri terutama ke Malaysia untuk bekerja.3 Penempatan PMI yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah Indonesia baru terjadi pada tahun 1970, yang dilaksanakan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1970 tentang pengerahan tenaga kerja dan

1Suria Ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, USU Press, Medan, 2011, hal 11

2Erna Ratna ningsih, Paradigma Baru Perlindungan PMI, https://business-law.binus.

ac.id/2017/12/31/paradigma-baru-perlindungan-pekerja-migran-indonesia, Diakses pada 29 Okober 2019

3Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan, USU Press, Medan, 2010, hal 81

(14)

2

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1/MEN/1986 tentang Antar Kerja Antar Negara (AKAN).4

Program penempatan PMI ke luar negeri merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah penggangguran. Program penempatan PMI juga memberikan manfaat yang besar yaitu mempererat hubungan antar negara (negara pengirim dan negara penerima), mendorong terjadinya pengalaman kerja dan ahli teknologi, dan meningkatkan pembayaran di dalam neraca pembayaran negara (devisa).5 Manfaat lainnya yaitu meningkatkan kesejahteraan keluarganya melalui gaji yang diterima atau remitansi.6

Remitansi yang lebih tinggi dan peluang kerja di negara tujuan yang masih terbuka menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya migrasi tenaga kerja.7 Berdasarkan data dari BNP2TKI Jumlah total PMI terhitung dari tahun 2016-2019 mencapai 1.037.995 orang.8 Jumlah yang sangat besar dan jumlah tersebut selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berikut data tentang Penempatan PMI pada 2016 sampai dengan 2019:

4Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan Ketiga, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal 34-35

5Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal 43

6Andrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 236

7Wafirotin,K. Z., Dampak Migrasi Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga TKI Di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ekonomi, Vol. 8 No. 1, 2016, hal 15-33, https: //doi.org/ 10.24269/equilibrium.v8il.36, Diakses pada 2 Desember 2019

8http://www.bnp2tki.go.id/statistik-detail/data-penempatan-dan-perlindungan-tki-periode- januari-tahun-2020, Diakses pada 2 Desember 2019

(15)

3

Gambar 1. Diagram Penempatan PMI

(Sumber : BNP2TKI)

Tabel 1. Data Jumlah Penempatan PMI

(Periode data ditarik pada tanggal 07 Januari 2020, Sumber BNP2TKI)

Dibalik tingginya remitansi yang diperoleh pekerja migran. penempatan PMI ke luar negeri juga mempunyai efek negatif. Hal ini diketahui dengan adanya kasus-kasus yang menimpa PMI baik sebelum, selama bekerja, maupun saat pulang ke daerah asal. Permasalahan PMI cukup kompleks, salah satunya yaitu menyangkut masalah hubungan keluarga.9

Keluarga merupakan sendi dasar dalam membentuk susunan masyarakat dan memiliki peran yang penting terhadap perkembangan dan kesejahteraan

9Kurniawan Ikbar Sena, Harmoni Keluarga Pekerja Migran Di Desa Plaosan Kecamatan Wates, Fakulas Syari`ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2018, hal 2

234.451 262.899 283.640 276.553

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000

2016 2017 2018 2019

NO TAHUN TOTAL

1 2016 234.451

2 2017 262.899

3 2018 283.640

4 2019 276.553

JUMLAH TOTAL 1.037.995

(16)

4

masyarakat.10 Sudah menjadi fitrah manusia sebagai makhluk sosial untuk saling membantu dan saling membutuhkan dalam menjalani roda kehidupan. Khususnya dalam pembentukan keluarga sebagai sarana untuk memenuhi keinginan baik sosial maupun biologis dengan tanpa menghilangkan kebutuhan.11

Pembentukan keluarga mempunyai tujuan pokok yaitu tercapainya ketentraman, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan berumah tangga.

Untuk mencapai kebahagiaan dan ketentraman maka kesejahteraan keluarga harus terpenuhi baik materi maupun non materi oleh anggota keluarga sebagai pelaku utama dalam keluarga.12 Selaras dengan tujuan tersebut Undang-Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yaitu Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, menyebutkan bahwa pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.13

Sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga. Masalah mulai timbul ketika keluarga mengalami keadaan ekonomi yang rendah sehingga mendorong anggota keluarga terutama suami dan/atau istri sebagai penanggung jawab atau aktor untuk bekerja sebagai pekerja migran untuk memenuhi

10Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008, hal 105

11Ali Yusuf, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Amzah, Jakarta, 2010, hal 23

12Faried Ma`ruf Noor, Menuju Keluarga Sejahterah dan Bahagia, Alma`arif, Bandung, hal 50

13Lihat Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

(17)

5

kebutuhan keluarga.14 persoalan dalam hubungan keluarga terjadi karena bekerja sebagai pekerja migran dapat mempengaruhi struktur dalam keluarga sehingga menyebabkan disfungsi dalam keluarga yang berakibat terjadinya perceraian.15

Penelitian Sulton Miladiyanto (2016) di kota Malang, masalah utama yang menyebabkan tingginya perceraian pekerja migran adalah tidak konsistensinya komunikasi antara pekerja migran dengan pasangannya.16 Pengaturan keuangan yang kurang efektif juga kerap kali menjadi masalah dalam keluarga PMI.

Remitansi yang dihasilkan oleh pekerja migran yang kemudian dikirimkan kepada keluarga dipercaya mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan keadaan empiris yang ada di lapangan. Seharusnya fenomena penduduk desa yang berangkat menjadi pekerja migran dapat terputus pada generasi kedua. Namun nyatanya siklus keberangkatan menjadi PMI terus berlanjut hingga beberapa generasi.17

Selain terjadi permasalahan terhadap pasangan pekerja migran, anak dari pekerja migran juga terkena dampak dari permasalahan tersebut seperti dalam hasil penelitian Nurhidayati, dkk. (2014) menunjukan bahwa sebanyak 40% anak PMI memiliki perkembangan Psikososial yang kurang baik, seperti prestasi anak mengalami penurunan atau perkembangan yang tidak jauh meningkat, tidak

14Taifuk Mandailing, Good Married Raih Asah Gapai Bahagia, IDEA Press, Yogyakarta, 2012, hal 126

15Kurniawan Ikbar Sena, Op.Cit., hal 3

16Sulthon Miladiyanto, Pengaruh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Terhadap Tingginnya Perceraian di Kabupaten Malang, Jurnal Moral Kemasyarakatan, Vol 1, No. 1, 2016, hal 51-66, https://www.neliti.com/publications/255599/pengaruh-profesi-tenaga-kerja-indonesia-tki-

terhadap-tingginya-perceraian-di-kab, Diakses pada 2 November 2019

17Bayu Adi Laksono, Dkk., Tinjauan Literasi Finansial dan Digital pada Tingkat Ketahanan Keluarga Pekerja Migran Indonesia, Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 18, No. 1, 2019, hal 123-134, https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/jpks/article/view/1695, Diakses pada 2 November 2019

(18)

6

memiliki banyak teman dan/atau teman akrab dan lainnya.18 Sementara itu laporan UNICEF pada 2007 menunjukan bahwa anak usia remaja yang ditinggal orang tuannya bekerja di luar negeri lebih beresiko untuk melakukan penyimpangan sosial dan terlibat dalam tindakan kejahatan, seperti membolos sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, alkohol dan sebagainya.19 Banyak penelitian yang menunjukan efek negatif yang ditimbulkan akibat kurangnya peran orang tua yang menjadi PMI, sehingga ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat sekitar.

Sebagai warga negara, mereka membutuhkan jaminan dan pelindungan dari pihak yang berwenang secara vertikal yang terlibat di dalamnya, mulai dari pemerintah pusat (kementerian ketenagakerjaan, badan), Kedutaan Besar RI, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa), dan stake holder (pihak swasta). Oleh karena itu, negara perlu melakukan penanganan secara terpadu terhadap kasus-kasus yang menimpa PMI tersebut.

Pasca reformasi Kebijakan Pemerintah dalam memberdayakan dan melindungi tenaga kerja yang hendak bekerja di luar negeri dilaksanakan melalui Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UUPPTKI), yaitu UU No. 39 Tahun 2004. Dua hal yang ditekankan dalam tersebut yaitu masalah penempatan TKI di luar negeri dan pelindunganya.

Pengertian penempatan TKI disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 2004 yaitu kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat,

18Nurhidayati, dkk., Perkembangan Psikososial Anak pada Keluarga Buruh Migran Internasional di Wilayah Kabupaten Kendal, Jurnal Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 2, No. 2, 2014, hal 88-92, .http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=179317, Diakses pada 2 November 2019

19UNICEF, The Impact of International Migration: Children left behind in selected countries of Latin America and the Caribbean. New york, 2007 http://www.childmigration.

net/files/TheImpact_of_International_Migration_LAC.pdf, Diakses pada 2 November 2019

(19)

7

dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan. Pengertian tersebut menunjukan kegiatan yang paripurna mencakup kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Sedangkan pelindungan PMI adalah segala upaya untuk memenuhi kepentingan calon PMI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.20

Secara keseluruhan Perlindungan yang dilakukan berdasarkan UU No. 39 Tahun 2004 hanya terbatas pada CPMI/PMI, padahal dengan bekerjanya suami dan/atau istri selaku aktor utama dalam keluarga ke luar negeri sangat berdampak kepada kondisi anggota keluarganya.21 Bedasarkan pertimbangan tersebut dilakukan perubahan mendasar terhadap UU No. 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yakni dibentuk Undang-Undang baru yang menitikberatkan pengaturan pada pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UUPPMI) yang disahkan pada tanggal 22 November 2017 menjadi dasar penggunaan istilah Pekerja Migran Indonesia yang sebelumnya istilah yang digunakan yaitu Tenaga Kerja Indonesia, dan juga merupakan dasar pelindungan terhadap keluarga PMI.

20Lihat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

21Nurhidayati, dkk., Opcit.

(20)

8

Ketika membahas tentang pelindungan bagi pekerja termasuk PMI, ada tiga pelindungan hukum yang dimaksud sesuai dengan tujuannya, yaitu pelindungan menyangkut aspek ekonomi, pelindungan menyangkut aspek sosial kemasyarakatan dimana PMI merupakan bagian dari masyarakat, dan pelindungan menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja atau pelindungan teknis.22

Adapun pelindungan keluarga PMI dalam UU No. 18 Tahun 2017 diatur dalam Pasal 1 ayat (5), (7), dan (8), Pasal 3 huruf b, Pasal 6, Pasal 24 ayat (1), Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34 huruf d, dan Pasal 35 huruf b dan c, meliputi pelindungan dalam aspek hukum, ekonomi dan sosial. Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelindungan yang diberikan kepada keluarga PMI yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2017. Pada Pasal 29 ayat (1) dijelaskan bahwa “Dalam upaya pelindungan PMI, Pemerintah Pusat menyelenggarakan Jaminan Sosial bagi PMI dan Keluarganya”. Kemudian pada ayat (3) dinyatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan sosial PMI akan diatur dalam Peraturan Menteri”.

Atas perintah tersebut lahirlah Permenaker No. 7 Tahun 2017 yang kemudian diubah dengan Permenaker No. 18 Tahun 2018 Tentang Jaminan Sosial PMI.

Melihat isi dari Permenaker tersebut secara keseluruhan hanya mengatur tentang jaminan sosial bagi CPMI/PMI. Permenaker ini tidak mengakomodir tentang jaminan sosial bagi keluarga PMI sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 18 Tahun 2017.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, pelindungan PMI dan Keluarganya harus dilakukan dalam suatu sistem yang terpadu yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Lebih menekankan dan

22Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Kajian Teori , Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 98

(21)

9

memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam penempatan dan perlindungan PMI. Peran Pemerintah Daerah dalam memberikan perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya dilakukan mulai dari Desa, kabupaten/Kota, dan Provinsi, hingga Pusat, sejak sebelum bekerja, setelah bekerja, dan setelah bekerja.23

Masuknya klausul pelindungan PMI dan anggota keluarganya merupakan bentuk implementasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Atas Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluargannya 1990 yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No. 6 Tahun 2012 Tentang pengesahan International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families 1990.24 Adapun dalam Konevensi ini, yang dimaksud dengan istilah “anggota keluarga” yaitu mengacu pada orang- orang yang kawin dengan pekerja migran atau mempunyai hubungan dengannya, yang menurut hukum yang berlaku berakibat sama dengan perkawinan, dan juga anak-anak mereka yang di bawah umur dan orang-orang lain yang menjadi tanggungan mereka yang dianggap sebagai anggota keluarga menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau menurut perjanjian bilateral atau multilateral antara negara-negara yang bersangkutan.25

Maka atas dasar tersebut, peneliti tertarik hendak mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul “PELINDUNGAN KELUARGA PEKERJA MIGRAN

23Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

24Naek Siregar dan Ahmad Syofyan, Perlindungan Hak Pekerja Migran Dalam Hukum Internasional Dan Implementasinya Di Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2014, hal 147-170.

https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/monograf/article/view/634/566, Diakses pada 20 November 2019

25Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang pengesahan International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families 1990

(22)

10

INDONESIA (PMI) PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana bentuk pelindungan Keluarga PMI berdasarkan UU No. 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia?

2. Bagaimana standar pelindungan Keluarga Pekerja Migran yang dicanangkan oleh ILO?

3. Bagaimana Peran Pemerintah terhadap pelindungan Keluarga PMI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelindungan yang diberikan kepada Keluarga PMI.

2. Untuk mengetahui standar pelindungan Keluarga Pekerja Migran berdasarkan Konvensi ILO.

3. Untuk mengetahui program yang telah dilakukan pemerintah dalam memberikan pelindungan kepada Keluarga PMI.

Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah:

(23)

11 1. Secara teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dengan pelindungan PMI menurut UU No. 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

2. Secara praktis

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pembuat kebijakan, praktisi hukum, masyarakat luas yang bersentuhan langsung berkaitan dengan pelindungan PMI berdasarkan UU terkait.

D. Keaslian Penulisan

Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Administrasi Negara, penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul yang diangkat oleh penulis yaitu tentang

“Pelindungan Keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI) Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tetang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia”. Oleh karena itu tulisan ini merupakan buah karya asli penulis yang disusun berdasarkan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah.

Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa skripsi yang penulis susun ini merupakan karya asli penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang lain. Penulis berani bertanggung jawab apabila ditemukan adanya kesamaan skripsi penulis dengan skripsi sebelumnya yang terdapat di perpustakaan Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU.

(24)

12 E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pekerja Migran Indonesia

Pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif lama. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe, yaitu pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi. Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rular to urban migration). Maka pekerja migran internal sekalipun diidentikkan dengan orang desa yang bekerja di kota. Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain.26

Pekerja Migran Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.27

Calon Pekerja Migran Indonesia adalah setiap tenaga kerja Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.28

26Imam Santoso, Perspektif Imigrasi Dalam Migrasi Manusia, Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2014, hal 2

27Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, Opcit., Pasal 1 angka 2

28Ibid, Pasal 1 angka 1

(25)

13

Keluarga Pekerja Migran Indonesia adalah suami, istri, anak, atau orang tua termasuk hubungan karena putusan dan/atau penetapan pengadilan, baik yang berada di Indonesia maupun yang tinggal bersama Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.29

2. Konvensi Internasional Pelindungan Keluarga PMI

Konvensi berasal dari kata Convention, merupakan suatu aturan yang didasarkan pada kebiasaan. Pengertian konvensi dalam kebiasaan ini timbul dan dipelihara dengan baik dalam praktik ketatanegaraan suatu negara. Dalam pelaksanaannya, suatu konvensi tidak diatur dalam sebuah konstitusional.

Dengan kata lain, konvensi merupakan suatu aturan yang diterima secara hukum oleh suatu negara dan dilakukan secara berulang-ulang meskipun tidak tertulis. Konvensi dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum. Kekosongan yang dimaksud disini adalah mengatur atau memberikan arahan terkait penyelenggaraan negara dimana prosedur, kekuasaan atau suatu kewajiban belum ada dalam undang-undang tertulis.30

Pengertian Konvensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan.31

International Convention On the Protection oh the Rightsof All Migrant Workers and Members of Their Families atau Konvensi ILO 1990 merupakan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh

29Ibid, Pasal 1 angka 3

30https://guruppkn.com/pengertian-konvensi, Diakses pada 14 Juni 2020

31 https://kbbi.web.id, Diakses pada 14 Juni 2020

(26)

14

Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang telah disahkan melalui Resolusi Majelis Umum PBB 45/158 pada 18 Desember 1990, di New York, Amerika Serikat, dan berlaku menjadi hukum Internasional pada sejak 1 Juli 2003. Selanjutnya Indonesia sebagai anggota PBB telah menandatangani konvensi ini pada 22 September 2004 dan meratifikasinya melalui UU No. 6 Tahun 2004 tentang Pengesahan Konvensi ILO 1990.32

3. Desa Migran Produktif (DESMIGRATIF)

Desa Migran Produktif adalah desa migran yang telah ditetapkan sebagai penerima program pemberdayaan komunitas pekerja migran indonesia. Selanjutnya yang dimaksud dengan Desa Migran adalah desa dengan sebagian besar anggota masyarakat bekerja sebagai pekerja migran indonesia.33

Terdapat 4 (empat) pilar utama program Desmigratif, yaitu: Pertama, pusat layanan migrasi dimana orang atau warga desa yang hendak berangkat ke luar negeri mendapatkan pelayanan di balai desa melalui peran dari pemerintah desa. Informasi yang didapatkan antara lain informasi pasar kerja, bimbingan kerja, informasi mengenai bekerja ke luar negeri dan lain-lain termasuk pengurusan dokumen awal.

Kedua, kegiatan yang terkait dengan usaha produktif. Ini kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu pasangan dari PMI yang bekerja di luar negeri agar mereka ini memiliki keterampilan dan kemauan untuk

32Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Konvensi Internasional Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, 2013, hal 180

33Lihat Pasal 1 angka 4 dan 5 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan Komunitas Pekerja Migran di Desa Migran Produktif

(27)

15

membangun usaha-usaha produktif. Kegiatan ini mencakup pelatihan untuk usaha produktif, pendampingan untuk usaha produktif, bantuan sarana produktif hingga pemasarannya.

Ketiga, community parenting yaitu kegiatan untuk menangani anak- anak PMI atau anak-anak buruh migran yang diasuh bersama bersama-sama oleh masyarakat dalam suatu pusat belajar-mengajar. Dalam konteks ini orang tua dan pasangan yang tinggal di rumah diberikan pelatihan tentang bagaimana membesarkan atau merawat anak secara baik agar mereka ini bisa terus bersekolah mengembangkan kreatifitasnya sesuai dengan masa kanak- kanak mereka.

Keempat, koperasi usaha untuk penguatan usaha produktif untuk jangka panjang Koperasi usaha produktif ini tentunya juga bisa menjadi inisiatif bersama dari masyarakat yang akan didukung oleh pemerintah.34

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

Sedangkan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode sistematis dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan menganalisanya.35

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode penelitian Hukum Normatif. Metode penelitian normatif ditujukan pada peraturan-

34Ibid., Pasal 7

35 Junaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif, Depok : Prenada Media, 2018, hal 125

(28)

16

peraturan tertulis dan erat hubungannya dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan yang mengacu pada norma-norma hukum, dimana data tersebut bersifat sekunder.36

Sifat penelitian ini adalah anilitis deskriptif, yaitu menggambarkan semua fakta serta menganalisa permasalahan yang ada sehubungan dengan Pelindungan Keluarga Pekerja Migran Indonesia yang dihubungkan dengan peraturan terkait yang berlaku.37

2. Sumber Data

Metode hukum normatif menitik beratkan pada data sekunder yang diperoleh melalui bahan kepustakaan yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok meliputi:

 Bahan Hukum Primer, yang meliputi bahan peraturan perundang- undangan terkait hukum perlindungan pekerja migran indonesia dan keluargannya.

 Bahan Hukum Sekunder, yang meliputi buku-buku tentang masalah keluarga pekerja migran indonesia.

 Bahan Hukum Tersier, yang meliputi bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dalam hal ini kamus hukum dan ensiklopedia.38

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah Studi Pustaka (library research) yaitu, data-data dan

36 Ibid., hal 129

37 Ibid., hal 132

38 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Normatif Dalam Justifikasi Teori

Hukum, Jakarta : Media Group, 2019, hal 152

(29)

17

keterangan yang dikumpulkan dari bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan undang-undang yang berhubungan dengan rumusan masalah skripsi ini.39

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalam skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar, dimana didalamnya dibahas mengenai gambaran umum tentang latar belakang masalah yang diteliti, adanya rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II : BENTUK PELINDUNGAN KELUARGA PEKERJA MIGRAN INDOENSIA BERDASARKAN UU NO. 18 TAHUN 2017

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang bentuk perlindungan Keluarga PMI khususnya yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Penulis memulai dengan membahas tentang sejarah penempatan PMI, kemudian dasar hukum pelindungan PMI dan terakhir bentuk pelindungan Keluarga PMI.

39 Ibid., hal 157

(30)

18

BAB III : STANDAR PELINDUNGAN KELUARGA PEKERJA MIGRAN YANG DICANANGKAN OLEH ILO

Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang bagaimana standar yang ditetapkan oleh ILO tentang pelindungan keluarga Pekerja Migran. Dimulai dari latar belakang lahirnya konvensi ILO 1990 Tentang Pelindungan Pekerja Migran dan Keluargannya, Substansi Konvensi ILO 1990, dan standar pelindungan keluarga Pekerja Migran dalam Konvensi ILO 1990.

BAB IV : PERAN PEMERINTAH TERHADAP PELINDUNGAN KELUARGA PEKERJA MIGRAN INDOENSIA

Dalam bab ini, dibahas tentang bagaimana peran pemerintah terhadap pelindungan PMI. Pembahasan dimulai dari kewenangan pemerintah dalam pelindungan Keluarga PMI dan program pemerintah terhadap pelindungan Keluarga PMI.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisikan kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi dan saran yang merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil dilaksanakan.

(31)

19 BAB II

BENTUK PELINDUNGAN KELUARGA PMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017

A. Sejarah Penempatan PMI

Penempatan PMI telah terjadi mulai pada tahun 1890-an, jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada awalnya pengiriman PMI dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan cara mengirim buruh kontrak ke Suriname, Amerika Selatan, yang saat itu merupakan wilayah Koloni Belanda. PMI dikirim karena Suriname kekurangan tenaga kerja untuk mengurus perkebunan karena budak asal Afrika yang bekerja di perkebunan Suriname dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai bentuk pelaksanaan dari politik penghapusan perbudakan. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis.40

Gelombang pertama pengiriman PMI oleh Pemerintah Hindia Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890, dengan jumlah 94 orang yang berasal dari Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak. Adapun dasar pemerintah Belanda memilih PMI asal Jawa adalah karena rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa. Mulai saat itu Pemerintah Hindia Belanda secara reguler mengirimkan PMI ke Suriname. Pengirim PMI ke Suriname oleh Pemerintah Hindia Belanda baru

40http://www.bnp2tki.go.id/profil-sejarah, Diakses pada 7 Januari 2020

(32)

20

berakhir pada tahun 1939 dengan jumlah total PMI yang sudah dikirim terhitung dari tahun 1890 sampai 1938 mencapai 32.986 orang.41

pengiriman PMI ini berlanjut setelah indonesia merdeka. Namun pada era ini tujuan pengiriman PMI menyebar, mulai beralih ke arab saudi dan Malaysia.

Arab Saudi menjadi tujuan pengiriman PMI karena adanya hubungan religius yang erat antara Indonesia dan Arab Saudi yaitu melalui jalur Ibadah Haji. Pada saat orang Indonesia melaksanakan Ibadah Haji mereka berinteraksi dengan warga lokal Arab Saudi, bahkan ada yang kemudian menikah, menetap dan membuka usaha disana. Lambat laun ada yang mengajak saudaranya ke Arab Saudi untuk bekerja. Selanjutnya Malaysia menjadi negara tujuan lain karena memang secara geografis dekat dengan Indonesia. Apalagi sejak dulu memang sudah ada perlintasan di batas antar kedua negara. Sampai 1980-an pengiriman PMI dilakukan berdasarkan hubungan kekerabatan, perorangan dan tradisional.42

Pasca kemerdekaan sampai tahun 1946, urusan ketenagakerjaan menjadi bagian dari Kementerian Sosial. Pada tahun 1947 tepatnya tanggal 3 Juli 1947 berdasarkan Maklumat Presiden No. 7 Tahun 1947 tentang susunan kabinet, ditetapkanlah Kementerian Perburuhan. Ini menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam Era Kemerdekaan Indonesia.43

Walaupun sudah dibentuk Kementerian Tenaga Kerja yang melaksanakan urusan ketenagakerjaan, namun dapat dikatakan pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan Pekerja Migran Indonesia ke luar

41Ibid.

42Ibid.

43Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan - Tinjauan Politik Hukum, Op.Cit., hal 142

(33)

21

negeri belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal.44

Dalam periode Orde Baru (masa transisi 1966-1969), Kementerian Perburuhan berubah nama menjadi Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). Pada pembentukan Kabinet Pembangunan II (1973-1978), Depnaker diperluas menjadi Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, sehingga ruang lingkup tugas dan fungsinya tidak hanya mencakup permasalahan ketenagakerjaan tetapi juga mencakup permasalahan ketransmigrasian dan pengkoperasian. Kemudian Dalam Kabinet Pembangunan III (1978-1983), unsur koperasi dipisahkan dari Departemen Tenaga kerja, Transmigrasi dan Koperasi, sehingga menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Selanjutnya dalam masa bakti Kabinet Pembangunan IV (1983-1988), dibentuk Departemen Transmigrasi, sehingga unsur transmigrasi dipisah dari Depnakertrans dan Depnaker menjadi kementerian tersendiri.45

Penempatan PMI yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah Indonesia baru terjadi pada tahun 1970, yang dilaksanakan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan dikeluarkannya Permenaker No. 4 Tahun 1970 tentang pengerahan tenaga kerja dan Permenaker No. 1/MEN/1986 tentang Antar Kerja Antar Negara AKAN.46 Sejak itu pula penempatan PMI ke luar negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa PMI atau pelaksana penempatan PMI swasta).

Di daerah pada tingkat provinsi/Kanwil, kegiatan penempatan PMI dilaksanakan oleh "Balai AKAN.", Pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan dan

44Loc.Cit.

45https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Pemerintahan_Indonesia#Daftar_Kabinet_

Indonesia, Diakses pada 21 Maret 2020

46Sendjun H. Manulang., Cetakan Ketiga, Op.Cit, hal 34-35

(34)

22

fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta. Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa TKI diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN). Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan pelindungan PMI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui Keppres No. 29 Tahun 1999 yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri sesuai lingkup tugas masing-masing.47

Pada tahun 2001 Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan diganti Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) sekaligus membubarkan Direktorat PTKLN, Direktorat Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan Penempatan untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri. Sejak kehadiran Direktorat Jenderal PPTKLN, pelayanan penempatan TKI di tingkat provinsi/kanwil dijalankan oleh BP2TKI (Balai Pelayanan dan Penempatan TKI).48

Selanjutnya pada tahun 2004 lahir Undang-undang No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 81 Tahun

47Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan Keempat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal 20-21

48Ibid.

(35)

23

2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi Pemerintah Pusat terkait pelayanan PMI.49

Dengan kehadiran BNP2TKI, maka segala urusan kegiatan penempatan dan pelindungan PMI berada dalam otoritas BNP2TKI yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, namun tanggung jawab tugasnya kepada Presiden. Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI.50

Dari uraian diatas maka saat ini tugas mengenai penempatan dan pelindungan PMI di lakukan oleh BNP2TKI, dan untuk kelancaran pelayanan di daerah maka dibentuklah kantor pelayanan dengan nama Balai Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI).

Sebagaimana maksud dan tujuannya maka BP3TKI bukan berbentuk sebagai badan namun dinamakan Balai yang keputusan masih mengikuti keputusan dari BNP2TKI. Sebagai contoh jika ada permintaan dari perusahaan luar negeri maka harus melalui BNP2TKI dulu lalu di teruskan ke BP3TKI.51

Peraturan terbaru terkait penempatan PMI di luar negeri diatur dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UUPPMI) sebagai pengganti dari UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) untuk menjamin pelidungan terhadap CPMI/PMI dan Keluarganya sebagai bentuk komitmen kuat

49https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Nasional_Penempatan_dan_Perlindungan_Tenaga _Kerja_Indonesia#Penempatan_TKI_dengan_Kebijakan_Pemerintah, Diakses pada 21 Maret 2020

50Lihat Ketentuan Peralihan Pasal 48 dan 49 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia

51Abdur Rasyid, Fungsi Dan Tugas Balai Pelayanan, Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Di Kota Makassar. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2013, hal 69

(36)

24

pemerintah untuk meningkatkan kualitas perlindungan kepada pekerja migran Indonesia.

Sepanjang sejarah pengiriman PMI sampai dengan saat ini ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;

b. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 11 Tahun 1959 tentang Antar Kerja Antar Daerah (AKAN);

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/MEN/1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja;

d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1986 tentang Antar Kerja Antar Negara (AKAN);

e. Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1990 jo Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2000 tentang Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia;

f. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2002 tentang Pengesahan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 88 mengenai Lembaga Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja (The Organization of the Employment Service);

g. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-104 A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri;

(37)

25

h. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 39 Tahun 2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja;

i. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;

j. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Inodnesia.

B. Dasar Hukum Pelindungan Keluarga Pekerja Migran Indonesia

Berbicara mengenai dasar hukum pelindungan keluarga Pekerja migran Indonesia (PMI), berarti membahas mengenai sumber-sumber hukum di Indonesia yang mengatur tentang pelindungan keluarga PMI. Sumber hukum dibedakan menjadi dua, yaitu sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formil.

1. Pengertian dan Sumber-Sumber Hukum

Sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan aturan hukum. Sumber hukum ada dua macam, yaitu sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formil. Sumber hukum pelindungan keluarga PMI mendasarkan pada sumber hukum Indonesia di bidang ketenagakerjaan, khususnya yang memuat aturan tentang pelidungan keluarga PMI.

Sumber hukum materiil atau yang biasa disebut sumber isi hukum (karena sumber yang menentukan isi hukum) ialah kesadaran hukum masyarakat, yaitu kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat mengenai sesuatu yang seyogyanya

(38)

26

atau seharusnya.52 Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.53 Macam hukum materiil tergantung dari tinjauan atau sudut pandang para ahlinya, misalnya sebagai berikut:54

a. Tinjauan ahli ekonomi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah kebutuhan ekonomi dalam masyarakat dan kemungkinan perkembangan ekonomi;

b. Tinjauan ahli sosiologis, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah peristiwa yang terjadi dalam masyarakat/atau kebutuhan untuk mempertahankan hidup;

c. Tinjauan ahli agama, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah kitab suci agama masing-masing;

d. Tinjauan ahli sejarah, yang menyebabkan timbulnya hukum adalahsejarah yang pernah terjadi;

e. Tinjauan ahli filsafat, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah upaya untuk mencari keadilan, misalnya melalui falsafah bangsa;

f. Tinjauan ahli hukum, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah aturan hukum yang berlaku.

Sumber hukum dalam arti formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan hukum. Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari

52Ikhwan Fahrojih, Hukum Perburuhan-Konsepsi, Sejarah, dan Jaminan Konstitusi onal,Setara Press, Malang, 2016, hal 28

53Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1998, hal 63

54Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cetakan Keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal 25-26

(39)

27

mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.55 Adapun sumber-sumber hukum formil, yaitu:56

a. Peraturan perundang-undangan b. Hukum kebiasaan

c. Yurisprudensi d. Traktat/perjanjian e. Doktrin.

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan hukum tertulis yang dibuat secara sengaja oleh badan yang berwenang yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.57

Hukum kebiasaan, yaitu perbuatan manusia yang dilaksanakan berulang- ulang, diterima oleh masyarakat dengan baik. Apabila terdapat subjek hukum yang melanggar ketentuan itu, maka dianggap sudah melakukan pelanggaran perasaan hukum. Hukum kebiasaan sering kali bersumber dari norma atau kaidah sosial. Kaidah sosial yang ada dalam masyarakat dibedakan ke dalam norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Berlakunya kaidah/norma sosial di dalam masyarakat terjadi apabila telah menjadi suatu kewajiban yang harus ditaati. Dalam hal disebut telah menjadi norma positif.58

55Sudikno Mertokusumo, Loc.cit.

56Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, Grafindo Persada, Jakarta, hal 13

57Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

58Asri Wijayanti , Op.Cit. hal 27

(40)

28

Kaidah merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku atau perikelakuan yang diharapkan. Disatu pihak kaidah-kaidah tersebut ada yang mengatur pribadi manusia, yaitu yang terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan dan kesusilaan. Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani yang bersih. Dilain pihak ada kehidupan yang mengatur kehidupan antar manusia atau antar pribadi, yang terdiri dari kaidah kesopanan dan kaidah hukum.59

Kaidah kesopanan bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan, sedangkan kaidah hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan antar manusia. Senada dengan penjelasan L. Pospisil menyatkan bahwa hukum merupakan suatu tindakan yang berfungsi sebagai sarana pengenadalian sosial.60

Sumber hukum yang ketiga yaitu Yurispudensi. Ada dua macam sifat yurisprudensi yaitu: yang bersifat tetap, dalam arti keputusan hukum itu dituruti atau dijadikan dasar dalam perkara yang sama. Selain itu ada yang bersifat tidak tetap apabila hanya dijadikan sebagai pedoman untuk perkara yang sama.

Pengertian yurisprudensi adalah rentetan putusan hakim mengenai hal-hal tertentu yang dianggap baik untuk diikuti oleh hakim-hakim yang lain jika hakim menghadapi perkara yang sama. Dalam hal ini hakim adalah sumber hukum dalam arti putusannya bebas, dapat dijadikan dasar bagi pemutusan hukum.61

59Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Cetakan Kelima, Pusaka Bangsa Press, Medan, 2016, hal 205-206

60Ibid, hal 208

61Asri Wijayanti, Op.Cit., hal 28

(41)

29

Unsur-unsur yang harus dipenuhi putusan hakim untuk menjadi Yurisprudensi:

a. Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas pengaturannya dalam peraturan perundangundangan;

b. Putusan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap;

c. Telah berulang kali dijadikan dasar untuk memutus perkara yang sama;

d. Putusan tsb memenuhi rasa keadilan masyarakat;

e. Dibenarkan Mahkamah Agung – melalui pemberian annotatie.

Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Bila mana traktat itu diadakan oleh dua negara saja maka dinamakan perjanjian bilateral. Dan bila mana perjanjian itu diadakan oleh lebih dari dua negara maka dinamakan perjanjian multilateral. Kemudian perjanjian multilateral diberikan kesempatan kepada negaranegara lain yang tadinya tidak ikut mengadakannya untuk juga menjadi pihak maka dinamakan perjanjian kolektif atau terbuka.

Adapun karakteristik Traktat yaitu :

a. Traktat adalah perjanjian yang dibuat antara negara, 2 negara atau lebih.

b. Merupakan perjanjian internasional yang dituangkan dalam bentuk tertentu.

c. Perjanjian terjadi karena adanya kata sepakat dari kedua belah pihak (negara) yang mengakibatkan pihak-pihak tersebut terikat pada isi Jurnal Supremasi ISSN 1412-517X 207 perjanjian yang dibuat.

d. Trakat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara-negara yang bersangkutan.

(42)

30

e. Dapat dijadikan hukum formal jika memenuhi syarat formal tertentu, misalnya dengan proses ratifikasi.

f. Asas Perjanjian ―Pacta Sun Servanda‖ yaitu perjanjian harus dihormati dan ditaati.

Doktrin adalah pendapat dari ahli-ahli hukum yang ternama, yang mempunyai pengaruh dalam pengambilan putusan pengadilan. Dalam pertimbangan hukum putusan mengadilan, seringkali hakim menjadikan pendapat ahli-ahli yang terkenal sebagai alas an putusannya. Yaitu dengan mengutip pendapat-pendapat para ahli hukum tersebut. Dengan demikian putusan pengadilan terasa lebih berwibawa. Doktrin sebagai sumber hukum mempunyai pengaruh yang besar dalam hubungan Internasional. Bahkan dalam hukum Internasional doktrin (pendapat para sarjana hukum) merupakan sumber hukum yang sangat penting.

2. Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Dalam tataran Hukum Indonesia, ketentuan tentang peraturan perundang- undangan diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU No. 15 Tahun 2019, yang dimaksud dengan pengundangan adalah “Penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik

(43)

31

Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

Adapun jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan yang yang diatur dalam UU tersebut, yaitu terdiri atas:62

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pergertian mengenai peraturan perundang-undangan tersebut kemudian dijelaskan dalam Pasal dalam Pasal 1 angka 3-8 UU UU No. 15 Tahun 2019, yaitu sebagai berikut:

-

Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

-

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

-

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

62Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019, Op.Cit., Pasal 7 ayat (1)

(44)

32

-

Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

-

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

-

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

Selain dari jenis peraturan di atas terdapat juga jenis peraturan perundang- undangan lain yang juga diakui dalam tatanan hukum Indonesia, yaitu peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.63

Dalam prinsip hukum peraturan perundang-undangan, terdapat fictie hukum, yaitu apabila peraturan itu sudah diundangkan dalam Lembaran Negara dan Penjelasannya sudah dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara, maka setiap

63Ibid, Pasal 7 ayat (1) Pasal 8 ayat (1)

(45)

33

orang dianggap sudah mengetahuinnya dan isi peraturan itu sudah berlaku dan mengikat umum.64

3. Asas-Asas Peraturan Perundang-undangan

Secara etimologi kata, asas dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat);

2. Dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi);

3. Hukum dasar.65

Menurut Syamsul Arifin, dkk. asas adalah sesuatu yang dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.66 Dari definisi tersebut jika dikaitkan dengan perundang-undangan maka yang dimaksud dengan asas peraturan perundang-undangan yaitu alas, dasar, tumpuan atau sandaran dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.

Pada umumnya terdapat berbagai asas-asas hukum umum atau prinsip hukum (general printciples of law) yang harus diperhatikan dan diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu:67

1. Asas lex superiot derogate legi inferiori, yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya daripada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

64Asri Wijayanti , Loc.Cit.

65https://kbbi.web.id, Diakses pada 20 Maret 2020

66Syamsul Arifin, Pengantar Falsafah Hukum, Cetakan Kelima, Cita Pustaka Media, Bandung, 2018, hal 110

67Hasyimzoem Yusnani, M Iwan satriawan, Ade Arif Firmansyah, dan Siti Khoiriyah, Hukum Pemerintahan Daerah, Jakarta, Rajawali Pers, 2017, hal 21

(46)

34

2. Asas lex specialis derogate legi generali, yaitu peraturan perundangan- undangan khusus didahulukan berlakunya daripada peraturan perundang- undangan yang umum.

3. Asas lex posterior derogate legi priori, peraturan perundang-undangan yang baru didahulukan berlakunya daripada yang terdahulu.

4. Asas lex neminem cogit ade impossobilia, yaitu peraturan perundang- undangan yang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan atau disering disebut sebagai asas kepatutan.

5. Asas lex perfecta, yaitu peraturan perundang-undangan tidak saja melarang suatu tindakan tetapi juga menyatakan tindakan terlarang itu batal.

6. Asas non retroactive, yaitu peraturan perundang-undangan tidak dimaksukan untuk berlaku surut karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan.

Gambar

Tabel 1. Data Jumlah Penempatan PMI
Tabel 2. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap  Pelidungan Keluarga PMI

Referensi

Dokumen terkait

7 Dewi Robi’ah, Implementasi Undang-Undang No 39 tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Studi Pada TKI di Malaysia), Universitas

Berkaitan dengan hal ini Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri tidak mengatur secara jelas

Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 69 ayat (4) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, perlu diatur

Menyatakan Pasal 28 beserta Penjelasan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara

Menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf f beserta Penjelasan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri, di mana di dalamnya memandatkan pembentukan Badan khusus yang mengatur perlindungan

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan

39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri, di mana di dalamnya memandatkan pembentukan Badan khusus yang mengatur perlindungan dan pengiriman TKI ke