• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan atau kehadiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan atau kehadiran"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.

Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang difungsikan sebagai kantor. Perencanaan struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :

1. Struktur Bangunan Gedung

Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

2. Pembebanan pada bangunan gedung

Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara dan beban khusus.

3. Struktur atas bangunan gedung

Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.

4. Struktur bawah bangunan gedung

Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

(2)

2.2. Landasan Dalam Perencanaan

Perencanaan struktur gedung bertingkat harus berpedoman pada syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku di negara tempat proyek tersebut dilaksanakan dalam kasus ini proyek dilaksanakan di Indonesia maka harus berpedoman pada Standar Nasional Indonesia mengenai perencanaan gedung dan buku pedoman lain yang dirasa sesuai.

Adapun syarat-syarat dan ketentuan tersebut terdapat pada buku pedoman, antara lain : 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI03-2847-

2002.

2. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729- 2002.

3. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012.

4. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).

2.3. Mutu Bahan

Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah beton fc’ = 30 MPa untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu baja fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan sengkang serta menggunakan kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 240 Mpa.

2.4. Konsep Perencanaan Struktur

Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis struktur yang digunakan.

2.4.1. Desain terhadap Beban Lateral

Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan horisontal struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat memikul beban lateral.

Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks.

Tinjauan ini dilakukan untuk mendesain elemen – elemen struktur agar elemen – elemen tersebut kuat menahan gaya gempa.

(3)

2.4.2. Analisis Struktur terhadap Gempa

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah sedangkan Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah muka tanah yang dapat terdiri dari struktur basement, atau struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :

a. Persyaratan dasar.

Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap , yang mampu memberikan kekuatan , kekuatan dan kapasitas di spasi energi yang cukup.

b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.

Komponen struktur individu termasuk yang bukan merupakan bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan yang cukup untuk menahan geser ,gaya aksial dan momen yang ditentukan sesuai dengan tata cara ini.

c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.

Lintasan - lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan.

d. Sambungan ke tumpuan

Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja paralel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok, girder langsung keelemen tumpuannya atau ke plat yang di desain bekerja sebagai diafragma.

e. Desain pondasi

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya, gerak tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipas energi struktur dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria pondasi.

(4)

Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan berdasarkan konfigurasi horizontal dan vertikal bangunan gedung.

Gambar 2.1. Faktor Redaman Fondasi

Sumber: Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012

2.4.2.1. Gempa Rencana, Faktor Keutamaan Dan Kategori Risiko Struktur Bangunan

1. Gempa Rencana

Gempa Rencana adalah gempa yang peluang atau resiko terjadinya dalam periode umur rencana bangunan 50 tahun adalah 2% (Rn = 2%) atau gempa yang periode ulangnya adalah 2500 tahun (Tr = 2500 tahun).

2. Faktor keutamaan dan kategori resiko struktur bangunan Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 1 pengaruh gempa rencanan

(5)

terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.1. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan , maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV.

Tabel 2.1. Kategori Risiko Bangunan Gedung Dan Non Gedung Untuk Beban Gempa

Jenis pemanfaatan Kategori risiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

- Fasilitas pertanian, perkebunan ,peternakan dan perikanan - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah took dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ rumah susun - Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industry - Fasilitas manufaktur - pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- bioskop

- gedung pertemuan - stadion

- fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat

(6)

darurat

- fasilitas penitipan anak - penjara

- bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak dibatasi untuk:

- pusat pembangkit listrik biasa - fasilitas penanganan air

- fasilitas penanganan limbah - pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

- bangunan-bangunan monumental - gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

- tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainya

- fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainya untuk tanggap darurat

- pusat pembangkit energy dan fasilitas publik lainya yang

IV

(7)

dibutuhkan pada saat keadaan darurat

- struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau srtruktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori risiko IV.

Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012

Tabel 2.2. Faktor Keutamaan Gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012

3. Kombinasi beban terfaktor dan beban layanan a. Lingkup penerapan

Struktur bangunan gedung dan non gedung harus dirancang menggunakan kombinasi pembebanan.

b. Kombinasi beban untuk metoda ultimit

Stuktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinasi-kombinsi sebagai berikut:

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)

3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)

(8)

5. 1,2D + 1,0E + L 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E

PENGECUALIAN faktor beban untuk L pada kombinasi 3, 4, dan 5 boleh diambil dengan sama dengan 0,5 kecuali untuk ruangan garasi,ruangan pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya lebih besar daripada 500 kg/m2.

Bila beban air F bekerja pada struktur, maka keberadaanya harus diperhitungkan dengan nilai faktor beban yang sama dengan faktor beban untuk beban mati D pada kombinasi 1 hingga 5 dan 7. Bila beban tanah H bekerja pada struktur, maka keberadaanya harus diperhitungkan sebagai berikut:

1. Bila adanya beban H memperkuat pengaruh variabel beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = 1,6;

2. Bila adanya beban H memberi perlawanan terhadap pengaruh variabel beban utama,maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = v 0,9 (jika bebannya bersifat permanen) atau dengan faktor beban = 0 (untuk kondisi lainnya).

Pengaruh yang paling menentukan dari beban-beban angina dan sismik harus ditinjau, namun kedua beban tersebut tidak perlu ditinjau secara simultan. Lihat 7.4 untuk difinisi khusus mengenai pengaruh beban gempa E.

4. Kombinasi beban untuk metoda tegangan ijin

Beban-beban dibawah ini harus ditinjau dengan kombinasi- kombinasi berikut untuk perencanaan struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen pondasi berdasarkan metoda tegangan ijin:

1. D

(9)

2. D + L

3. D + (Lr atau R)

4. D + 0,75L + 0,75(Lr atau R) 5. D + (0,6W atau 0,7E)

6. D + 0,75 (0,6W atau 0,7E) + 0,75L + 0,75 (Lr atau R) 7. 0,6D + 0,6W

8. 0,6D + 0,7E

Bila beban air F bekerja pada struktur, maka keberadaanya harus diperhitungkan dengan nilai faktor beban yang sama dengan faktor beban untuk beban yang mati D pada kombinasi 1 hingga 6 dan 8.

Bila beban tanah H bekerja pada struktur, maka keberadaanya harus diperhitungkan sebagai berikut:

1. Bila adanya beban H memperkuat pengaruh variabel beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = 1;

2. Bila adanya beban H memberi perlawanan terhadap pengaruh variabel beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = 0,6 (jika bebannya bersifat permanen) atau dengan faktor beban = 0 (untuk kondisi lainya).

Pengaruh yang paling menentukan dari beban-beban angin dan seismik harus ditinjau, namun kedua beban tersebut tidak perlu ditinjau secara simultan.

2.5. Perencanaan Struktur Bangunan 2.5.1. Pembebanan

Pemisahan antara beban statis dan dinamis merupakan hal yang mendasar dalam tahap analisa pembebanan untuk perencanaan bangunan tinggi. Konsep pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelompokan hubunganya dengan kombinasi pembebanan (load combination) untuk analisa tahap selanjutnya.

2.5.1.1. Beban Statis

(10)

Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban- beban yang secara perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.

1. Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang bersifat tetap. Beban mati pada strutukr bangunan ditentukan oleh berat jenis bahan bangunan.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat material konstruksi dan beban mati akibat komponen gedung.

Tabel 2.3. Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan

Bahan Bangunan Berat

Baja Batu Alam

Batu Belah,batu bulat,batu gunung (berat tumpuk) Batu Pecah

7850 kg/m3 2600 kg/m3 1500 kg/m3 700 kg/m3 Bahan Bangunan

Besi tuang Beton

Beton bertulang Kayu kelas 1

Kerikil, koral (kerng udara sampai lembap,tanpa diayak) Pasangan bata merah

7250 kg/m3 2200 kg/m3 2400 kg/m3 1000 kg/m3 1650 kg/m3 1700 kg/m3

(11)

Pasangan batu belah,batu bulat,batu gunung Pasangan batu cetak

Pasangan batu karang

Pasir (kering udara sampai lembap) Pasir (jenuh air)

Pasir kerikil,koral (kering udara sampai lembap)

Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) Tanah, lempung dan lanau (basah)

Tanah hitam

2200 kg/m3 2200 kg/m3 1450 kg/m3 1600 kg/m3 1800 kg/m3 1850 kg/m3 1700 kg/m3 2000 kg/m3 11400 kg/m3 Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Tabel 2.4. Berat – Berat Komponen Gedung

Komponen Gedung Berat

Adukan ,per cm tebal :

 Dari semen

 Dari kapur ,semen merah atau tras

Aspal ,termasuk bahan – bahan mineral tambahan ,per cm tebal Dinding pasangan Bata merah :

 Satu batu

 Setengah batu Dinding pasangan batako : Berlubang :

 Tebal dinding 20 cm (HB20)

 Tebal dinding 10 cm (HB10) Tanpa lubang :

 Tebal dinding 15 cm

 Tebal dinding 20 cm

Langit-langit dan dindin (termasuk rusuk-rusuknya,tanpa penggantung langit-langit atau paku),terdiri dari :

 Semen asbes,dengan tebal maksimum 4 mm Komponen Gedung

21 kg/m2 17 kg/m2

14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2

200 kg/m2 120 kg/m2

300 kg/m2 200 kg/m2

11 kg/m2

 Kaca,dengan tebal 3-4 mm 10 kg/m2

(12)

 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit- langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban maksimum 200 kg/m2

 Penggantung langit-langit (dari kayu),dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum

 Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap

 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap

 Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng

 Penutup lantai dari ubin semen Portland,eraso dan beton,tanpa aduan per cm tebal

 Semen asbes glombang (tebal 5 mm )

40 kg/m2

7 kg/m2 50 kg/m2

40 kg/m2

10 kg/m2

24 kg/m2 11 kg/m2 Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

2. Beban Hidup

Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel.

Didalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Barang-barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan sendiri.

Tabel 2.5. Beban Hidup Atap Pada Lantai Gedung

No Material Berat Keterangan

1. Atap / bagiannya dapat dicapai

orang, termasuk kanopi 100 kg/m2 atap dak 2.

Atap / bagiannya tidak dapat

dicapai orang (diambil min.) :

- beban hujan (40-0,8) kg/m2

α = sudut atap, min.

20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α> 50o

(13)

- beban terpusat 100 kg

3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Tabel 2.6. Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No. Material Berat Keterangan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2

2.

- Lantai & tangga rumah tinggal sederhana

- Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3.

- Sekolah, ruang kuliah

250 kg/m2 - Kantor

- Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit

4. Ruang olahraga 400 kg/m2

5. Ruang dansa 500 kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari

ruang pertemuan 400 kg/m2

masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap

7. Panggung penonton 500 kg/m2

tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri

8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3

9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7 10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7

(14)

11.

- Pabrik, bengkel, gudang

400 kg/m2 minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku

- Ruang alat dan mesin

12.

Gedung parkir bertingkat :

- Lantai bawah 800 kg/m2

- Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 minimum

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Untuk Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perencanaanportal adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7. Koefisien Reduksi

Pengunaan Gedung

Koefisien reduksi beban hidup

Untuk perencanaan balok induk dan portal

Untuk peninjauan gempa

a. Perumahan : rumah tinggal, asrama, dan hotel b. Gedung pendidikan : sekolah dan ruang kuliah c. Tempat pertemuan umum, tempat ibadah,

bioskop Restoran, ruang dansa, ruang pergelaran d. Gedung Perkantoran : Kantor dan Bank

e. Gedung Perdagangan dan Ruang Penyimpanan Toko, toserba, pasar, gudang, ruang arsip,

perpustakaan = 0,80

f. Tempat Kendaraan : Garasi dan Gedung Parkir = 0,90 g. Bangunan Industri : Pabrik dan Bengkel = 1,

0,75 0,90

0,90 0,60

0,80 0,90 1,00

030 0,50

0,50 0,30

0,80 0,50 0,90 Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

(15)

Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya digunakan sistem tangki atap atau roof tank. Pada sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan.

Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakan untuk mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompaakan berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang perlu disediakan dalam suatu bangunan. Kebutuhan air dapat dihitung berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat tidur, tempat duduk, dan lain-lain). Kebutuhan air per hari dapat dilihat pada tabel 2.8.

Tabel 2.8. Kebutuhan Air Per Hari No Penggunaan

Gedung

Pemakaian

Air Satuan

1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari

5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6 SLTP 50 Liter/siswa/hari

7 SMU/SMK dan

Lebih tinggi 80 Liter/siswa/hari

8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan

pegawai/hari

(16)

9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari 10 Toserba, Toko

Pengecer 5 Liter/m²

11 Restoran 15 Liter/Kursi

12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari 13 Hotel Melati/

Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari 14 Gd. Pertunjukan,

bioskop 10 Liter/Kursi

15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi

16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi

17 Peribadatan 5 Liter/orang

(belum dengan air wudhu) Sumber: ¹ hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000

² Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992

3. Beban Angin

Beban angin (wind load) adalah bila struktur merintangi aliran angin, energi kinetik angin dikonversikan ke dalam energi potensial tekanan, yang menyebabkan terjadinya suatu pembebanan angin. Efek angin pada struktur bergantung pada kerapatan dan kecepatan udara, sudut datang angin, bentuk dan kekakuan struktur dan kekesaran permukaannya. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (angin tekan) dan tekanan negatif (angin hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Untuk atap pelana biasa harus memenuhi koefisien dalam tabel berikut :

(17)

Tabel 2.9. Koefisien Angin Untuk Atap Pelana

Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung. 1987

2.5.1.2. Beban Dinamis

Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady- state) serta mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.

1. Beban Gempa

Beban Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan maksimum total dari sistem isolasi.

(18)

Pada saat bangunan bergetar akibat adanya gempa, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecendurungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan, gaya yang timbul ini disebut Inersia. Besar gaya-gaya tersebut bergantung pada banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor lain adalah bagaimana massa tersebut terdistribusi, kekakuan stuktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri. Gaya geser horisontal akibat gempa sepanjang tinggi gedung pada perencanaan. Dengan mempertimbangkan tinggi gedung kurang dari 40 m, maka perhitungan struktur menggunakan metode analisis statis.

Meskipun konsep di atas pada awalnya telah membentuk dasar-dasar untuk desain terhadap gempa bumi, model di atas hanya merupakan penyederhanaan. Apabila fleksibilitas aktual yang di miliki struktur diperhitungkan maka diperlukan model yang rumit untuk memprediksikan gaya-gaya eksak yang timbul di dalam struktur sebagai akibat dari percepatan.Suatu aspek penting yang utama dalam meninjau perilaku struktur fleksibel yang mengalami percepatan tanah adalah periode alami getar.

a. Wilayah Gempa Dan Spectrum Respons 1) Parameter percepatan terpetakan

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik pada pasal 14 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan decimal terhadap percepatan gravitasi. Bila S1 ≤ 0,04 g dan Ss ≤ 0,15 g, maka struktur bangunan boleh dimasukan ke dalam kategori desain seismik A, dan cukup memenuhi persyaratan.

(19)

2) Kelas situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklarifikasi sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF. Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bisa ditentukan jelas situs-nya, maka kelas situs SE dapat digunakan kecuali jika pemerintah/dinas yang berwenang memiliki data geoteknik yang dapat menentukan kelas situs SF.

b. Koefisien-Koefisien Situs Dan Parameter-Parameter Respons Spectral Percepatan Gempa Maksimum Yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER)

Untuk penentuan respons spectral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismic pada perioda0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepaan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). parameter spectrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = FaSs SM1 =FVS1

Keterangan :

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER

terpetakan untuk perioda pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER

terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

(20)

Tabel 2.10. Koefisien Situs, Fa

Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012

Catatan :

(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier (b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analysis respons situs-spesifik.

Tabel 2.11. Koefisien Situs Fv

Kelas situs

Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan pada perioda pendek T = 0,2 detik S1

S1 ≤0,1 S1 =0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012

Catatan :

(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier (b) SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik

dan analisis respons situs-spesifik.

c. Parameter Percepatan Spectral Desain

(21)

Parameter percepatan spectral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1 , harus di tentukan melalui perumusan berikut ini:

SDS = 2\3

Jika digunakan prosedur desain yang di sederhanakan sesuai pasal 8, maka nilai SDS harus ditentukan sesuai 8.8.1 dan nilai SD1 tidak perlu di tentukan.

d. Spectrum Respons Desain

Bila spectrum respons desain di perlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spectrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar 1 dan mengikuti ketentuan di bawah ini:

1) Untuk periode yang lebih kecil dari T0 , spectrum respons percepatan desain, Sa , harus diambil dari persamaan :

2) Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Sa , sama dengan SDS. 3) Untuk perioda lebih besar dari TS, spectrum respons

percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan :

Keterangan :

SDS = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda pendek

SD1 = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda 1 detik;

(22)

T = perioda getar fundamental struktur.

T0 = 0,2 SD1/SDS

TS = SD1/SDS

Gambar 2.2. PGA, Gempa Maksimum (MCEG), Kelas Situs SB

Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03- 1726-2012

Gambar 2.3. CRS, Koefisien Risiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 0,2 Detik Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-

1726-2012

(23)

Gambar 2.4. CR1, Koefisien Risiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 1 Detik (Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-

1726-2012

Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

Gambar 2.5. Spektrum Respons

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726-2012.

(24)

Tabel 2.12. Koefisien Untuk Batas Atas Pada Perioda Yang Dihitung

S

D1

Koefisien Cu

> 0.4 1.4

0.3 1.4

0.2 1.5

0.15 1.6

< 0.1 1.7

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726-2012.

e. Jenis Tanah

1) Klasifikasi Situs

Penjelasan mengenai prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria desain seismik berupa faktor-faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria desain seismic suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan table 3 dan 5.3, berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas.

Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah dilapangan dan di laboratorium, yang di lakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari 3 parameter tanah yang tercatum dalam tabel 3. Dalam hal ini, kelas situs dengan kondisi yang lebih buruk harus diberlakukan. Apabila tidak ada data tanah yang spesifik pada situs sampai kedalaman 30

(25)

m, maka sifat-sifat tanah harus diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat/ijin keahlian yang menyiapkan laporan penyelidikan tanah berdasarkan kondisi gotekniknya. Penetapan kelas situs SA dan kelas situ SB tidak diperkenankan jika terdapat lebih dari 3 m lapisan tanah antara dasar telapak atau rakit fondasi dan permukaan batuan dasar.

2) Analisis Respon Situs Untuk Tanah Kelas Situs SF Analisis respons situs menurut 6.10.1 harus dilakukan untuk tanah kelas situs SF, jika tidak, pengecualian terhadap 5.3.1 terpenuhi.

3) Definisi Kelas Situs

Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai dengan definisi dari tabel 2.13. dan pasal-pasal berikut.

Tabel 2.13. Klasifikasi Tanah

Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2012.

(26)

4) Tanah Khusus, Kelas Situs SF

Jika salah satu dari kondisi berikut ini terpenuhi, maka situs tersebut harus diklasifikasikan sebagai kelas situs SF serta selanjutnya investigasi geoteknik spesifik harus dilakukan.

1. Tanah yang rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat gempa seperti mudah likuifaksi, tanah lempung sangat sensitif, dan tanah tersementasi lemah;

Pengecualian untuk struktur bangunan dengan perioda getar fundamental ≤ 0,5 detik, analisis respons spesifik-situs tidak diperlukan dalam menentukan percepatan spectral untuk tanah yang berpotensi likuifaksi. Sebagai gantinya, klasifikasi situs dapat ditentukan sesuai dengan 5,3 dan menggunakan nilai Fa dan FV yang ditentukan dari tabel 4 dan 5.

2. Lempung kadar organik tinggi dan/atau gambut, dengan ketebalan H > 3m;

3. Lempung dengan plastisitas yang sangat tinggi dengan ketebalan, H >7,5m, dengan indeks plastisitas, PI >75);

4. Lempung lunak/ setengah teguh, dengan ketebalan H

> 35 m dengan Su <50kPa.

5) Tanah Lunak, Kelas Situs SE

Bila suatu situs tidak termasuk kelas situs SF dan di dalamnya terdapat ketebalan total lapisan lempung lunak lebih dari 3m, dan lempung lunak tersebut memiliki kuat geser niralir Su <25 kPa, kadar air W ≥ 40 persen dan indeks plastisitas, PI >20, maka situs tersebut harus di klarifikasikan sebagai kelas situs SE.

6) Kelas situs SC, SD dan SE

Penetapan kelas situs SC, SD dan SE harus dilakukan dengan menggunakan sedikitnya hasil

(27)

pengukuran dua dari tiga parameter vs, N, dan su , yang dihitung sesuai 5.4:

1. Vs lapisan 30 m paling atas (metode Vs);

2. N lapisan 30 m paling atas (metode N);

3. Nch untuk lapisan tanah non-kohesif (PI >20) 30 m paling atas Su untuk lapisan tanah kohesif (PI >20) 30 m paling atas (metoda Su). Bila Nch

dan Su menghasilkan kriteria yang berbeda, kelas situs harus diberlakukan sesuai dengan kategori tanah yang lebih lunak.

7) Kecepatan gelombang geser untuk kelas situs SB Kecepatan gelombang geser untuk batuan, kelas situs SB, yang dalam ketentuan ini dinyatakan juga sebagai rujukan batuan dasar, harus di tentukan dari pengukuran lapangan atau diestimasi oleh seorang ahli geoteknik atau ahli seismologi yang berkompeten dalam bidangnya, untuk batuan dengan kondisi rekahan (fracturing) dan pelapukan sedang. Pengukuran kecepatan gelombang geser di lapangan harus dilakukan untuk batuan yang lebih lunak dengan tingkat rekahan (fracturing) atau pelapukan yang lebih lanjut, jika tidak dilakukan pengukuran, maka situs tersebut diklasifikasikan sebagai kelas situs SC.

8) Kecepatan gelombang geser untuk kelas situs SA Penetapan situs batuan keras, kelas situs SA, harus didukung dengan pengukuran kecepatan gelombang geser yang dilakukan di lapangan atau pada profil batuan yang bertipe sama pada formasi yang sama dengan derajat pelapukan dan retakan yang setara atau lebih.

Bila kondisi batuan keras diketahui menerus sampai kedalaman 30 m, maka pengukuran kecepatan gelombang geser permukaan boleh diekstrapolasi untuk mendapatkan Vs.

(28)

9) Definisi untuk parameter kelas situs

Beberapa definisi dalam pasal ini berlaku untuk profil tanah kedalaman 30 m paling atas dari suatu situs.

Profil tanah yang mengandung beberapa lapisan tanah dan/atau batuan yang nyata berbeda. Harus dibagi menjadi lapisan-lapisan yang diberi nomer ke-1 sampai ke –n dari atas ke bawah, sehingga ada total –n lapisan tanah yang berbeda pada lapisan 30 m paling atas tersebut. Bila sebagian dari lapisan n adalah kohesif dan yang lainya non-kohesif, maka k adalah jumlah lapisan kohesif dan m adalah jumlah lapisan non-kohesif.

Symbol i mengacu kepada lapisan antara 1 dan n.

10) Kecepatan rata-rata gelombang geser, vs

Nilai vs harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

Keterangan:

di = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 meter;

vsi = kecepatan gelombang geser lapisan i dinyatakan dalam meter per detik (m/detik)

11) Tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata, N, dan tahanan penetrasi standart rata-rata untuk lapisan tanah non-kohesif, Nch

(29)

Nilai N dan Nch harus di tentukan sesuai dengan perumusan berikut:

Di mana Ni dan di dalam persamaan dua berlaku untuk tahan non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan.

Dimana Ni dan di dalam persamaan 3 berlaku untuk lapisan tanah non-kohesif saja, Ni adalah tahanan penetrasi standart 60 persen energi (N60) yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih 305 pukulan/m. jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, maka nilai Ni tidak boleh diambil lebih dari 305 pukulan/m.

12) Kuat geser niralir rata-rata, Su

Nilai Su harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

Dimana

Keterangan:

dc = ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesif di dalam lapisan 30 meter paling atas

(30)

PI = indeks plastisitas, berdasarkan tatacara yang berlaku

W = kadar air dalam persen, sesuai tatacara yang berlaku

Sui = kuat geser niralir (kPa), dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa seperti yang ditentukan dan sesuai dengan tata cara yang berlaku.

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.

2.5.2. Perencanaan Beban

Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu di tinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap di anggap beban bekerja secara terus- menerus pada struktur selama umur rencana. Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup. Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisis struktur.

Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai kombinasi pembebanan.

Pada “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”

SNI 03-2847-2002 disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U) yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunangedung yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :

(31)

1. Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan :

U = 1,4 D

Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)

2. Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil sebagai :

U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R) atau

U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R) dimana:

D = Beban Mati L = Beban Hidup

R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa

Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban tersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan 0,9 merupakan faktor reduksi beban.

Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan sementara.

Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik.

2.5.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)

Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang

(32)

digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai SNI 03-2847-2002.

2.6. Perilaku Material dan Elemen Struktur 2.6.1. Beton

Kuat tekan beton biasanya di dapat dari pengujian tekan benda uji berbentuk silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.6.

menunjukkan bentuk parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) - regangan (e) untuk benda uji beton berbentuk silinder. Modulus Young atau modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil sebesar4730 f 'c MPa, dimana f’c merupakan kuat tekan beton dalam Mpa.. Nilai regangan beton pada tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai tulangan melintang yang terpasang.

Gambar 2.6. Diagram Tegangan (fc) – Regangan (e) Beton Tertekan Sumber: Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002

2.6.2. Baja

Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja yang didapatdari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.7. Untuk keperluan desain biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah diidealisasikan dengan bentuk garis bilinear seperti pada Gambar 2.8. Nilai modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es) besarnya dapat diambil sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan material beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail. Selain itu baja mempunyai sifat

(33)

elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat jelas batas antara sifat elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh bahan.

Gambar 2.7. Kurva Hubungan Tegangan (f) vs Regangan (ε) Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD halaman 19

Gambar 2.8. Bagian Kurva Tegangan - Regangan Yang Diperbesar Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD halaman 19

2.6.3. Perilaku Struktur Baja

Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur bangunan tahan gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai rasio yang tinggi antara kekuatan terhadap beratnya. Struktur baja juga masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban setelah terjadi gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada struktur baja adalah :

(34)

a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang besar antaralebar dan tebalnya.

b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan batangatau akibat gaya tekan yang besar.

c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak kompak

d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban vertikal yang besar.

2.6.4. Perilaku Struktur Pasangan Batu bata

Pasangan batu bata merupakan bahan konstruksi yang sering digunakan sebagai struktur bangunan gedung sampai pada awal abad 20. Saat ini pasangan batu bata hanya digunakan sebagai dinding penyekat, sedangkan struktur utamanya digantikan oleh material lain, seperti baton bertulang dan baja. Karena mudah pemeliharaannya, harganya yang ekonomis, serta mudah pelaksanaannya, konstruksi pasangan batu bata masih banyak digunakan untuk konstruksi bangunan perumahan di daerah rawan gempa.

Beberapa faktor yang membuat konstruksi pasangan dinding bata kurang baik digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa adalah :

a. Materialnya getas dan mudah retak, sehingga mempunyai kekuatan yang rendah untukmemikul beban gempa yang sifatnya bolak-balik / siklik.

b. Karena cukup berat, maka beban gempa yang merupakan gaya inersia juga akan besar.

c. Karena kaku, struktur pasangan batu bata mempunyai waktu getar yang pendek,sehingga gaya gempa yang bekerja akan menjadi besar.

d. Kekuatannya bervariasi tergantung dari kualitas konstruksi.

2.7. Rencana Struktur

2.7.1. Struktur Atas (Super Struktur) 2.7.1.1. Perencanaan Struktur Atap

Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat sambung las dan baut mutu BJ 37.

(35)

Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan beban angin. Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap, sedangkan beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja.

Beban angin ditinjau dari kanan-kiri, yakni tegak lurus terhadap bidang atap. Analisis pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program SAP2000.

1. Gording

Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua tumpuan.

a. Mendimensi gording

Gambar 2.9. Gording

Sumber : Dokomentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

Pembebanan:

Beban mati (D)

D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa) Beban hidup (L) = p

Tekanan angin (w)

b. Momen yang terjadi akibat pembebanan Akibat muatan mati

Akibat muatan hidup sin α 2

8

My 1 q l

cos α 2

4

Mx 1 p l

(36)

Akibat muatan angin hidup

Gambar 2.10. Angin

Sumber : Dokomentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

- angin tekan

- angin hisap

c. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2002) Mu ≤  . Mn

Keterangan :

Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor.

 : Faktor Reduksi kekuatan.

Mn : Kekuatan Momen Nominal.

d. Kontrol lendutan (f) yang terjadi

Keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan Mx : momen terhadap sumbu x-x

My : momen terhadap sumbu y-y σx : tegangan arah sumbu x-x

0,02α 0,04

8

Mx 1wl 

0,04

8

My  1wl2

f f

f l

f

l p l

f q

l p l

f q

1500 ijin

y x

48.E.Ix y.

384.E.Ix y.

y 5.

48.E.Iy x.

384.E.Iy x.

x 5.

2 2

3 4

3 4

(37)

σy : tegangan arah sumbu y-y fx : lendutan arah sumbu x-x fy : lendutan arah sumbu y-y q : beban merata

l : bentang gording

E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm2) I : momen Inersia profil

wx : momen tahanan arah sumbu x-x wy : momen tahanan arah sumbu y-y

2. Batang kuda-kuda

Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan sebagai berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan maupun akibat gaya yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- Angka kelangsingan konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150.

- Angka kelangsingan konstruksi sekunder tidak lebih dari 200.

- Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min dimana : Lk : panjang tekuk (m)

i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m) 2.7.1.2. Perencanaan Pelat Lantai

Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada balok dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja diatasnya.

Gambar 2.11. Desain Tipe Pelat

Sumber: Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, Gideon Kusuma, halaman 27

(38)

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutkan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja (Pasal 11.5.1 SNI 03-2847-2002).

Berdasarkan Pasal 15.3.6, perhitungan rata-rata rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat (α) diperhitungkan dengan rumus:

Sehingga harus dicari terlebih dahulu momen inersia balok (Ib) dan momen inersia pelat (Ip).

Gambar 2.12. Bagian Pelat Yang Diperhitungkan Untuk Balok T Sumber: Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002

halaman 138

Sesuai Pasal 15.2.4 SNI 03-2847-2002 bahwa suatu balok meliputi juga bagian dari pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau di bawah pelat, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.9. Merujuk pada Pasal 10.10.2 SNI 03-2847-2002 bahwa lebar efektif sayap (Be) dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal pelat, maka:

Mencari titik berat balok T terhadap tepi atas:

Momen inersia balok T (Ib):

(39)

Momen inersia pelat (Ip):

Pasal 15.3.6:

Di mana:

α = rata-rata perbandingan kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan pada tiap sisi dari balok Ecb = modulus elastisitas balok beton

Ecp = modulus elastisitas pelat beton Ib = momen inersia balok

Ip = momen inersia pelat 1. Rasio bentang pelat

Rasio > 2 (desain pelat 1 arah)

Rasio = 1 2 (desain pelat 2 arah) 2. Menentukan tebal pelat

a. Desain 1 arah (one way slab) 1) 2 tumpuan sederhana

Ln

2) Tumpuan jepit dengan satu ujung menerus

3) Tumpuan jepit 2 ujung menerus

(40)

4) Tumpuan kantilever

Ln = bentang bersih (tepi balok – tepi balok) L = bentang bersih (as balok – as balok) b. Desain 2 arah (two way slab)

Berdasarkan ketentuan Pasal 11.5.3.3.c SNI 03-2847-2002 hal 66 bahwa untuk:

1) yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan pasal11.5(3(2)).

2) lebih besar dari 0,2, tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus memenuhi:

dan tidak boleh kurang dari 120 mm

3) lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

3. Menentukan pembebanan pelat Wu = 1,2 DL + 1,6 LL

LL = beban hidup diambil sesuai fungsi pelat DL = beban mati

4. Menghitung Momen Mu = 0,001 .Wu .Lx2. x Mu = Momen pada pelat

Wu = Beban terbagi rata yang bekerja pada pelat Lx = Bentang pelat arah x

x = Koefisien momen

(41)

5. Menentukan momen nominal (Mn) dan momen batas (Mu)

6. Persentase rasio tulangan

→ Tulangan seimbang (balance)

Perlu diperhatikan pelat tipis tulangan banyak defleksi atau lentur besar-besar maka tebal pelat diambil maksimal.

7. Menentukan rasio tulangan

(runtuh tekan/geser/mendadak) 8. Menentukan luas tulangan (As)

Untuk pelat satu arah maka selanjutnya dicari tulangan susut:

Assst = 0,002.b.h (fy = 300 MPa) Assst = 0,0018.b.h (fy = 400 MPa) 9. Menentukan jarak tulangan sengkang (s)

(42)

sperlu = π / 4 * Ø2 * b / As

smax = 2 h smax = 250 mm 2.7.1.3. Perencanaan Tangga

Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat miring sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan rumus :

2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm keterangan :

optrede = langkah tegak antrede = langkah datar sudut tangga (α) = arc tan (x/y) jumlah anterde = A

jumlah optred = O = A + 1

Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program SAP2000 sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok sekunder.

2.7.1.4. Perencanaan Balok

Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814- 2002.

1. Perhitungan Balok

Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya, adalah sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap.

Beban pelat dalam pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk segitiga atau trapesium.

(43)

Gambar 2.13. Beban Pelat dengan Sistem Amplop Sumber : dokumentasi pribadi

a. Syarat kelangsingan balok

(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130 b. Penulangan pada balok

Gambar 2.14. Penulangan Pada Balok

Sumber : buku desain beton bertulang, jilid 1, Jack C. McCormac

As : tulangan tarik (As =  . b . d) As’ : tulangan tekan

d : tinggi efektif penampang d’ : jarak sengkang

dimana :

2 h b 1

terpanjang 16

hmin 1

l

2 s p c

d' φ

φ

(44)

c : selimut beton

(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca/tanah).

(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan kondisi tanah  c = 40 mm, untuk tulangan <16, sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan >16).

s : diameter tulangan sengkang

p : diameter tulangan pokok c. Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok

d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama) d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama dimana:

b = lebar balok (mm) h = tinggi balok (mm)

d = tinggi efektif balok (mm) p = tebal selimut beton (mm) Ø = diameter tulangan (mm) - Rasio penulangan

(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.) 2. Syarat pembatasan penulangan

Syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax Perhitungan ρ max dan ρ min :

3. Perhitungan momen :

= * fy * (d – d’) = Mn -

penulangan rasio

tabel b.d

Mu

2

fy min  1,4

x fy c f

 

600 600 fy

' . 1 0,85.

b

b 75 , 0

max

(45)

4. Perhitungan ρ1 (rasio pembesian) :

As1 = ρ * b * d

Perhitungan tulangan utama : As = As1 + As2

Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan dimana ρ’ tidak boleh melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-2002).As’max = ρ’ .b .d

5. Mencari tulangan tumpuan

Mencari jumlah tulangan yang dipasang

6. Mencari tulangan lapangan - Mencari jumlah tulangan

Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan perbandingan luas tulangan tekan (As’) dan luas tulangan tarik (As)

- Jumlah tulangan yang dipasang

0,5.As )

(As' tekan tulangan jumlah

As' 0,5

δ As

A".

"

sebesar φ

dengan tulangan

n"

"

dipasang .

4 . 1

As

2

A".

"

sebesar φ

dengan tulangan

n"

"

dipasang .

4 . 1

As

2

(46)

Gambar 2.15. Pemasangan Tulangan Pokok Balok Sumber : buku desain beton bertulang, jilid 1, Jack C. McCormac

7. Perhitungan tulangan geser (sengkang)

Gambar 2.16. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser Sumber : Dokomentasi Pribadi Program AutoCAD 2007

- Gaya geser

- Tegangan geser

- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton (fc’)

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu <vc, maka perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

KN .

u 2 .

Vu 1 q l

MPa d N/mm

. b

l .

u  Vu 22v

MPa c'

6 . .1 0,6

c f

v

(47)

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih besar dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu >vc, maka tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan tulangan geser.

- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.

- Pendimensian balok.

jikavs<vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu diperbesar jika vs > vsmaks dimensi balok rencana perlu diperbesar - Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.

Keterangan :

Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser beton (Vc) dan sisanya dipikul oleh tulangan geser (sengkang).

- Penentuan tulangan geser pada balok

Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y” dari tumpuan.

Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”

Rv = (Vu – Vc) .y KN Tulangan geser:

mm2

y .

Av Rv 

φ f

MPa c'

3 . .2 0,6

smaksf

v

MPa c

u

svv

v

KN d

. b . c

Vcv

Vc . 2L y) 1 2L (1 . Vu Vu Vc 2L

1 y 2L

1

Vu (KN)

y

Vc (KN) Rx

Gambar

Gambar 2.1. Faktor Redaman Fondasi
Tabel 2.1. Kategori Risiko Bangunan Gedung Dan Non Gedung Untuk Beban Gempa
Tabel 2.2. Faktor Keutamaan Gempa
Tabel 2.3. Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasalnya dalam literature, warna yang dihasilkan setelah reaksi berlangsung adalah jingga muda, hal ini berbeda dengan hasil yang didapat pada percobaan kali ini yaitu

Penerimaan pasien yang akan berkunjung ke poliklinik, unit rawat jalan, unit gawat darurat ataupun yang akan dirawat adalah bagian dari sistem prosedur pelayanan rumah sakit..

4 jenis investasi akan disediakan, semuanya dalam bentuk dana BLM (bantuan langsung mandiri) kepada kelompok masyarakat yaitu: (i) untuk prasarana desa, khususnya

Urgensi penemuan model pembinaan dan pembimbingan berbasis kompetensi bagi narapidana pelaku cybercrime karena secara individual narapidana tersebut mempunyai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas subkronis Ekstrak Curcuma Bebas Minyak Atsiri (ECBA) yang diberikan secara per oral pada pemakaian jangka panjang dengan

Dalam sesi ini terapis memberi penjelasan bahwa perilaku yang akan ditingkatkan pada kasus subjek adalah kemampuan bersikap asertif, yang mana subjek dilatih untuk mengungkapan apa

Penelitian ini memberikan informasi mengenai penerapan teknik SWRL dan reasoning data untuk pembuatan keputusan dalam pengembangan aplikasi DSS menggunakan pemodelan

perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan