11 BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Perkembangan Kota
Menurut Dyayadi (2008), Kota merupakan permukiman permanen dengan beragam fasilitas dan penduduk heterogen yang saling terintegrasi sehingga membentuk sistem sosial.
Kota adalah pemukiman dengan karakteristik kehidupan perkotaan, dan merupakan pusat dari permukiman serta kegiatan penduduk dengan batas administrasi yang terdapat dalam undang- undang (Peraturan Menteri dalam Negri No. 2 Tahun 1987).
Perkembangan kota dijelaskan sebagai perubahan dalam masyarakat kota secara keseluruhan, hal tersebut dapat dilihat melalui aspek sosial-ekonomi, aspek sosial-budaya, serta perubahan pada aspek fisik (Hendarto, 1997). Menurut Sujarto (dalam Riasdianti, 2012) terdapat faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi pola perkembangan serta pertumbuhan kota, yaitu:
1 Manusia, faktor ini dilihat berdasarkan hal-hal yang mempengaruhi berkembangnya penduduk kota secara alami maupun non alami.
2 Kegiatan Manusia, berhubungan dengan kegiatan bekerja, perekonomian, maupun fungsional
3 Pola Pergerakan, merupakan dampak yang ditimbulkan dari adanya perkembangan penduduk dan berkembangnya kegiatan manusia sehingga tercipta pola pergerakan antar pusat kegiatan
2.2 Permukiman, Perumahan, dan Rumah
Menurut Firdianti (2010), perkembangan permukiman di Indonesia khususnya di perkotaan dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk serta berkembangnya kegiatan masyarakat.
“Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan” (UU No. 1 Tahun 2011).
Sedangkan perumahan merupakan kumpulan rumah-rumah yang didalamnya terdapat sarana, prasarana, dan utilitas umum guna menunjang perumahan yang layak untuk dihuni.
Rumah adalah bangunan yang dibutuhkan manusia untuk menetap dan melangsungkan hidup serta wadah untuk terjadinya proses perkenalan individu dengan norma maupun adat
commit to user
digilib.uns.ac.id
12 yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat. Menurut Undang- Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah merupakan bangunan untuk tempat menetap yang layak, sarana dalam membina keluarga, cerminan dan aset bagi pemiliknya. Setiap rumah memiliki fungsi yang berbeda-beda yaitu:
a) Rumah komersial merupakan rumah yang dibangun untuk mendapatkan untung b) Rumah swadaya merupakan rumah yang dibangun berdasarkan upaya
masyarakat.
c) Rumah umum merupakan rumah yang bangun untuk masyarakat dengan penghasilan rendah (MBR).
d) Rumah khusus dibangun bertujuan agar dapat memenuhi suatu kebutuhan yang bersifat khusus
e) Rumah Negara merupakan rumah milik negara yang memiliki fungsi sebagai tempat tinggal para pejabat atau pegawai negeri.
2.3 Kebutuhan Rumah (Housing Need)
Kebutuhan rumah seringkali diartikan sebagai kuantitas rumah yang dibutuhkan.
Menurut Prasong Eiam-anant (dalam Arifin, 2005), dalam menganalisis kebutuhan perumahan dapat dipecah kedalam faktor fisik, faktor komponen ekonomi, dan faktor sosial. Menurut Hole (dalam Rachmawaty, 2009), dalam memenuhi kebutuhan akan rumah lebih baik bila dibangun dengan mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.
Menurut Ramhan (2010), Kebutuhan rumah merupakan kuantitas rumah yang kurang ditambah dengan kebutuhan rumah yang bersifat tambahan. Kuantitas rumah yang kurang atau kekurangan rumah merupakan rumah yang dibangun untuk penduduk yang belum memiliki rumah, sedangkan yang bersifat tambahan merupakan rumah untuk memenuhi kebutuhan perumahan akibat pertambahan penduduk atau rumah tangga baru.
Kebutuhan perumahan adalah indikator defisit yang ada: kuantitas rumah tangga dengan akses terbatas ke akomodasi yang memenuhi standar normatif tertentu (Sarah Heath, 2014).
Menurut Vogt Santer Insight, kebutuhan perumahan mengacu pada unit yang dibutuhkan dalam area pasar untuk mengakomodasi pertumbuhan rumah tangga, tunawisma, dan rumah tangga dibawah standar. Kebutuhan perumahan diformulasikan sebagai berikut:
Kebutuhan Rumah: Tunawisma + perumahan dibawah standar + beban sewa rumah – (siswa berpenghasilan rendah) commit to user
digilib.uns.ac.id
13 Tunawisma mewakili populasi yang memiliki kebutuhan perumahan yang pasti. Mereka umumnya tidak diperhitungkan dalam perhitungan permintaan standar, karena bersifat sementara dan musiman, membuat mereka lebih sulit untuk diprediksi atau untuk merencanakan pengembangan perumahan baru. Perumahan dibawah standar menyesuaikan definisi dibawah standar yang digunakan dalam suatu negara. Sedangkan beban sewa rumah membebani lebih dari 30% dari pendapatan kotor rumah tangga. Kemudian siswa membuat jumlah yang signifikan dari populasi penyewa berpenghasilan terendah dan harus dihilangkan dari jumlah populasi saat menghitung kebutuhan perumahan, karena masih dibiayai oleh keluarga maupun instansi pendidikan.
Permasalah kebutuhan rumah di Indonesia cukup banyak salah satunya adalah data kebutuhan rumah masih simpang siur karena belum ada kesepakatan bersama mengenai perumusan dan konsep perhitungan kebutuhan rumah, sehingga beberapa instansi mengeluarkan data yang berbeda-beda. Pelaksanaan program penyediaan rumah bagi masyarakat seringkali tidak berdasarkan data permintaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan rumah, sehingga masih ditemukan rumah terbangun untuk masyarakat terlantar begitu saja tanpa dihuni (Yulinda, 2012). Peningkatan kebutuhan rumah yang terus bertambah dikarenakan rumah baru yang tersedia tidak menyesuaikan permintaan pasar perumahan (Yulinda, 2012). Oleh karena itu pembangunan rumah juga perlu mengacu pada permintaan masyarakat terhadap rumah agar usaha pengurangan backlog dapat efektif.
2.3.1 Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)
Definisi sebuah rumah dapat disebut tidak layak huni cukup banyak, terdapat perbedaan indikator penilaian pada setiap instansi. Berikut merupakan Indikator penilian RTLH menurut Badan Pusat Statistik (BPS):
1 Luas lantai < 8 m2 per orang
2 Jenis lantai berasal dari tanah/bambu/kayu
3 Jenis dinding berbahan bambu/kayo/ tembok yang tidak diplester 4 Atap bangunan terbuat dari bambu/genteng tanah dengan harga murah 5 Bangunan rumah tidak memiliki MCK pribadi
6 Belum menggunakan listrik untuk penerangan
7 Air yang digunakan untuk minum berasal dari sumur/sungai/air hujan
commit to user
digilib.uns.ac.id
14 2.3.2 Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, masyarakat berpenghasilan rendah merupakan masyarkat dengan daya beli terbatas. Oleh karena itu perlu adanya dukungan dari pemerintah untuk bisa mendapatkan tempat tinggal.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk memudahkan akses MBR dalam memiliki rumah yaitu melalui program kerja salah satunya adalah FLPP. Berdasarkan kemampuan dalam memiliki rumah, MBR terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1 MBR yang tidak mampu membangun ataupun melakukan perbaikan pada rumah atau tanahnya sendiri
2 MBR yang memiliki kemampuan membeli sebuah rumah akan tetapi kemampuan dalam membayar angsuran KPR rendah
3 MBR yang kondisi ekonominya tidak mencukupi dalam membeli sebuahb rumah.
2.4 Permintaan Perumahan (Housing Demand)
Permintaan perumahan adalah konsep yang didorong oleh pasar dan berkaitan dengan jenis dan jumlah rumah yang dipilih berdasarkan preferensi serta kemampuan masyarakat dalam membayar (Sarah Heath, 2014).
Menurut Pon Vajiranivesa (2008), permintaan perumahan merupakan kuantitas rumah tangga yang sedang mencari rumah/tempat tingal. Kebutuhan perumahan diartikan sama dengan permintaan perumahan pada sektor umum, sedangkan disektor swasta permintaan perumahan lebih berfokus pada keterjangkauan. Berdasarkan UN Habitat, kebutuhan rumah dilihat berdasarkan kuantitas masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal, sedangkan permintaan perumahan didasarkan atas kesangupan dalam membayar.
The Department for Communities and Local Government (DCLG) menjelaskan bahwa tidak ada definisi yang ditetapkan mengenai kebutuhan rumah dan tidak ada penetapan perhitungan yang berhubungan dengan hal tersebut. kebutuhan mengacu pada kekurangan dari standar normatif tertentu dari akomodasi yang memadai, sedangkan permintaan mengacu pada kualitas serta kuantitas rumah terpilih karena preferensi masyarakat serta kesanggupan ekonomi untuk membayar rumah tersebut. Istilah 'kebutuhan perumahan' terkadang digunakan untuk menggabungkan dua konsep kebutuhan dan permintaan ketika mengacu pada pasar perumahan secara keseluruhan sebagai lawan dari perumahan sosial - di mana 'kebutuhan' adalah pertimbangan utama.
commit to user
digilib.uns.ac.id
15 Laporan IPPR 2011 membahas pengaruh pada permintaan perumahan secara rinci. Ini mengidentifikasi faktor-faktor kunci, selain pertumbuhan populasi dan rumah tangga satu orang, yaitu:
Peningkatan harapan hidup, mengurangi pasokan properti yang tersedia untuk rumah tangga baru
Permintaan tersembunyi (hidden demand), dalam bentuk orang dewasa yang kembali untuk tinggal bersama orang tua mereka atau berbagi rumah; dan
Imigrasi, menyebabkan peningkatan populasi.
Sesuai dengan Konsep Backlog di Indonesia menurut Kementrian PUPR bahwa konsep perhitungan satu keluarga menghuni satu rumah. Salah satu faktor kunci dalam housing demand yang telah disebutkan diatas yaitu hidden demand termasuk dalam kriteria backlog kepenghunian rumah, sehinnga pada penelitian ini mengacu pada teori permintaan perumahan.
2.5 Backlog Perumahan
Kebutuhan akan rumah yang tidak terpenuhi disebut dengan backlog perumahan atau angka kekurangan rumah. Menurut Direktorat Jendral Anggaran Kementrian Keuangan (2015), backlog perumahan merupakan kesenjangan yang terjadi saat jumlah rumah yang terbangun
tidak sesuai dengan jumlah rumah yang masyarakat butuhkan.
Backlog perumahan dapat diukur melalui perspektif yang berbeda yaitu perspektif kepemilikan berdasarkan konsep Badan Pusat Statistik (BPS) dan perspektif kepenghunian berdasarkan konsep Kementrian PUPR. Berdasrkan sudut pandang BPS, rumah tangga yang tidak menempati rumah milik sendiri dianggap dalam backlog perumahan. Sedangkan berdasarkan sudut pandang PUPR selama sudah menempati tempat tinggal yang layak, tidak termasuk ke dalam backlog perumahan. Pada penelitian ini berfokus pada backlog berdasarkan perspektif menghuni Kementrian PUPR atau disebut dengan backlog kepenghunian rumah.
2.5.1 Backlog Kepenghunian Rumah
Backlog kepenghunian rumah dihitung berdasarkan konsep ideal 1 rumah dihuni 1 keluarga. Konsep menghuni pada backlog kepenghunian rumah ini menunjukan bahwa tidak diwajibkan pada setiap keluarga untuk memiliki rumah, tetapi difasilitasi oleh pemerintah agar keluarga, terutama masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat menghuni rumah yang layak dan kepastian bermukimnya terjamin (Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan, 2015).
Dengan rumus perhitungan angka backlog kepenghunian rumah sebagai berikut, commit to user
digilib.uns.ac.id
16 Backlog = ∑Keluarga – ∑Rumah
2.6 Permintaan Perumahan
Menurut Firdaos (dalam Widiastuti, 2013) terdapat faktor-faktor yang berpengaruh dalam permintaan perumaha, yaitu:
1 Lokasi Rumah
Lokasi rumah yang memiliki tingkat aksesibilitas tinggi memiliki permintaan yang juga tinggi
2 Pertambahan Penduduk
Semakin bertambahnya penduduk secara alami melalui kelahiran ataupun non-alami yaitu migrasi penduduk mengakibatkan permintaan rumah semakin bertambah
3 Pendapatan
Kondisi ekonomi sangat mempengaruhi tingkat kesanggupan individu. Oleh karena itu individu dengan pendapatan rendah memiliki keinginan yang juga rendah dalam membeli rumah, begitupun sebaliknya.
4 Kemudahan Pinjaman
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah serta lembaga keuangan berpengaruh dalam permintaan perumahan. Kemudahan syarat untuk mendapat pinjaman membuat permintaan perumahan meningkat.
5 Fasilitas Umum
Fasilitas umum berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam masyarkat.
Diantaranya seperti sarana kesehatan, srana perdagangan, prasarana jalan, dan sebagainya.
6 Harga Rumah
Harga barang yang semakin tingi berpengaruh terhadap turunnya permintaan atas barang tersebut. Oleh sebab itu bila harga rumah meningkat maka permintaan akan menurun.
7 Peraturan Perundangan
Kebijakan perundangan mengenai hak-hak atas lahan dapat berpengaruh dalam permintaan perumahan.
commit to user
digilib.uns.ac.id
17 Menurut Mckenzie dan Betts (dalam Fitrianingsih, 2011) terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh dalam permintaan perumahan, yaitu:
1 Faktor populasi penduduk
2 Faktor pendapatan dan besar kredit perumahan 3 Faktor preferensi serta gaya hidup
Berdasarkan Eckert (dalam budi, 2010) terdapat faktor yang sangat berpengaruh dalam permintaan pasar perumahan:
1 Ekonomi, faktor ini dapat dilihat berdasarkan besar pendapatan, harga sewa rumah, tingkat suku bunga, serta kebijakan pinjaman yang berlaku
2 Sosial, faktor sosial yang mempengaruhi permintaan perumahan adalah tinkat kepadatan penduduk kawasan, tingkat pendidikan, kejahatan, distribusi umur, serta ukuran suatu keluarga
3 Pemerintahan, faktor ini dilihat melalui tingkat pelayanan pemerintah serta besar pajak.
4 Lingkungan, faktor ini dilihat melalui fisik dasar wilayah serta kemudahan fasilitas
commit to user
digilib.uns.ac.id
18 2.7 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1 Bagan Taksonomi Teori Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2019
PERKEMBANGAN KOTA
FAKTOR MANUSIA FAKTOR KEGIATAN MANUSIA FAKTOR POLA PERGERAKAN
BACKLOG PERUMAHAN
BACKLOG KEPENGHUNIAN
RUMAH BACKLOG
KEPEMILIKAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BACKLOG KEPENGHUNIAN
RUMAH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN
tidak terpenuhi
Sutarjo, dalam Risdianti (2012)
Firdianti, 2010
mengacu pada
Pertumbuhan Penduduk Pertambahan Rumah Tangga KEBUTUHAN PERUMAHAN
Pengadaan Perumahan
Pengadaan Perumahan
Permasalahan Backlog
Permintaan Perumahan
commit to user
digilib.uns.ac.id
19 2.8 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini didapatkan melalui
Tabel 2.1 Sintesis Teori
Awang Firdaous (1997)
Mckenzie dan
Betts (2006) Eckert (1990) Variabel Terpilih
Pertambahan
Penduduk Populasi penduduk
Sosial, faktor sosial yang mempengaruhi permintaan
perumahan adalah tingkat kepadatan penduduk kawasan, tingkat pendidikan, kejahatan, distribusi umur, serta ukuran
suatu keluarga
Pertumbuhan Penduduk
Lokasi Rumah Lingkungan, faktor ini dilihat melalui fisik dasar wilayah serta
kemudahan fasilitas
Lokasi Perumahan
Fasilitas Umum Fasilitas Lingkungan
Pendapatan Pendapatan Ekonomi, faktor ini dapat dilihat berdasarkan besar pendapatan, harga sewa rumah,
tingkat suku bunga, serta kebijakan pinjaman yang
berlaku
Pendapatan
Harga Rumah Harga Rumah
Kemudahan Pinjaman kredit perumahan.
Kebijakan Perumahan
Peraturan Perundangan
Preferensi dan gaya hidup.
Pemerintahan, faktor ini dilihat melalui tingkat pelayanan pemerintah serta besar pajak.
Sumber: Peneliti, 2019
commit to user
digilib.uns.ac.id