• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aprina Nugrahesthy Sulistya Hapsari Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Aprina Nugrahesthy Sulistya Hapsari Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

POTRET PENGELOLAAN DANA DESA YEWENA DAN DOROMENA Keterina Indey

[email protected]

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

Aprina Nugrahesthy Sulistya Hapsari [email protected]

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memotret pengelolaan dana desa di Desa Yewena dan Desa Doromena, Kabupaten Jayapura, serta mengidentifikasi potensi fraud dalam pengelolaan dana desanya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian

deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Data yang dikumpul dianalisis mengunakan acuan kerangka kerja fraud triangle dan pengkategorian fraud menurut ACFE. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam pengelolaan dana desa dikedua desa tersebut terindikasi potensi fraud yang dapat terjadi yaitu korupsi pada tahap perencanaan dan pelaksanaan, serta kecurangan laporan keuangan pada tahap penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban dengan motif tedapat kesempatan yang dikarenakan lemahnya pengawasan dari pihak-pihak terkait.

Kata Kunci: fraud, pengelolaan dana desa

(2)

2 ABSTRACT

This study aims to describe the management of village funds in Yewena Village and Doromena Village of Jayapura Regency and identify potential fraud in managing of village funds. Type of this study is a qualitative-descriptive study with technique of interview and documentation that are used to collect data. The collected data is analyzed using a fraud triangle reference framework and fraud categorization according to ACFE. Results of this study indicate that the management of village funds in both villages, potential of frauds can occur in the form of corruption at the planning and implementation stages, as well as potential fraudulent financial statement at the stages of administration, reporting and accountability with a motivation of opportunity to make fraud due to weak supervision from the related parties.

Keywords: fraud, management of village funds PENDAHULUAN

Kasus fraud semakin banyak terjadi di Indonesia. Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 terjadi peningkatan kasus penyalahgunaan dana desa, pada tahun 2015 terdapat 17 kasus, 2016 meningkat menjadi 41 kasus dan pada tahun 2017 meningkat lagi menjadi 96 kasus (Beritasatu 2018). Beberapa contoh kasus penyalahgunaan dana desa dilakukan oleh Kepala Desa Dassok, Kabupaten Pamekasan terkait penyimpangan anggaran dalam proyek insfrastruktur senilai 100 juta menggunakan dana desa (Beritasatu 2018); Penangkapan Kepala Desa Labuhan Tangga Kecamatan Bangko, Kab. Rohil terkait korupsi penyalahgunaan APBD tahun 2015 (Tanjung 2017); serta

(3)

Kepala Desa Jeruklegi Wetan, Kabupaten Cilacap juga melakukan korupsi anggaran dana desa (ADD) yang dialokasikan untuk membiayai operasional desa (Ridlo 2018). Pengelolaan dana desa di Papua juga dinilai rawan terjadi penyelewengan, sebagai contoh adalah di Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Pegunungan Bintang yang diduga terdapat penyalahgunaan dana desa (Kogoya, 2017); Kepala Inspektorat Kabupaten Biak Numfor, Mahasunu, mengatakan adanya penyalahgunaan dana desa di Kampung Karyendi dan Anggraid, Distrik Biak Kota dan sedang dalam proses pemeriksaan oleh tim audit internal Kabupaten Biak Nunfor (Wulandari 2018); sedangkan di Kabupaten Jayapura Alokasi Dana Desa dinilai masih belum dirasakan oleh masyarakat desa. Dari hasil pemeriksaan tim pemeriksa, Alokasi Dana Kampung dan Alokasi Dana Desa pada tahun sebelumnya banyak ditemui kejanggalan terkait penggunaan dana, dan dinilai Dana Kampung dan Dana Desa hanya dibagi-bagikan saja (Inspektorat Kabupaten Jayapura, 2017).

Menurut data ACFE (2016) Dilihat dari sisi jumlah fraud yang paling banyak ditemukan di Indonesia dan jumlah fraud yang paling merugikan di Indonesia, korupsi merupakan yang paling tertinggi dengan jumlah yang sangat besar yaitu sekitar 100juta sampai dengan 500juta per kasus jika dibandingkan dengan penyalahgunaan aset dan kecurangan laporan keuangan.

Tabel 1

Data Fraud yang Paling Merugikan di Indonesia

No Jenis Fraud Jumlah Kasus Presentase

1 Kurupsi (Corrupsion) 178 77%

2 Penyalagunaan Aktiva Kekayaan Orgaisasi (Asset Misappropriation)

41 9%

(4)

4 3 Kecurangan Laporan Keuangan (financial

Statement Fraud)

10 4%

Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (2016)

Dalam pengelolaan dana desa, kepala desa memiliki hak atau kewenangan penuh untuk mengelola dana desa, dengan demikian dalam pelaksanaannya kemungkinan akan terjadi penyelewengan terhadap pengelolaan dana desa.

Menurut Rahum (2015) terjadinya kecurangan dalam pengelolaan dana desa disebabkan karena kurangnya pengawasan. Selain itu Wibisono dan Purnomo (2017) mengatakan adanya penyalahgunaan/penyimpangan (fraud) atas pengelolaan dana desa, terjadi karena lemahnya pencegahan dan pengawasan yang dilakukan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Seputro, Wahyuningsih dan Sunrowiyati (2017) mengatakan potensi fraud dapat terjadi dari sisi regulasi, tata kelola, pengawasan, dan sumber daya manusia. Hal ini serupa dengan yang dilakukan oleh Makhmudah (2016) bahwa tindakan korupsi dapat terjadi dari sisi regulasi dan kelembagaan, pelaksanaan tata pemerintahaan desa, pengawasan dan sumber daya manusia sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap celah-celah terjadinya hal tersebut. Menurut Yulianah (2015), kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan dana desa menyebabkan aparat desa dapat melakukan tindakan penyelewengan terhadap ADD dengan cara menggunakan ADD untuk keperluan lain dan keperluan pribadi dengan mengatas namakan desa, memasukkan kegiatan baru diluar dari program yang sudah direncanakan, memanipulasi laporan ADD, menggunakan ADD untuk menutupi setoran PBB, dan pengalokasian dana desa yang tidak sesuai dengan kegiatan kemasyarakatan.

(5)

Di sisi lain dana desa yang dialokasikan secara nasional untuk daerah tertinggal dan sangat tertinggal mengalami peningkatan dari 36,7 triliun menjadi 37,3 triliun (Buku Saku Dana Desa, 2017), dengan jumlah dana yang sangat besar ini pemerintah mengharapkan agar dana desa dapat dikelola dengan baik sesuai dengan asas-asas dalam pengelolaan dana desa, namun dalam pelaksanaannya lemahnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh desa dan kurangnya pemahaman terhadap pengelolaan dana desa menyebabkan dana tersebut tidak dikelola dengan baik, hal ini menjadi permasalahan penting yang perlu dikaji lebih dalam, sehingga potensi fraud yang mungkin akan terjadi dapat diidentifikasi agar tidak semakin menimbulkan kerugian bagi negara.

Mengacu pada fenomena dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini bertujuan untuk memotret pengelolaan dana desa di Desa Yewena dan Desa Doromena, Kabupaten Jayapura, dan mengidentifikasi potensi fraud dalam pengelolaan dana desanya. Alasan pemilihan objek penelitian ini adalah karena dari wawancara awal yang telah dilakukan dengan penduduk setempat kedua desa ini memiliki potensi terjadinya fraud dalam pengelolaan dana desa.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi literatur terkait akuntansi keperilakuan di bidang audit. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi bagi aparat desa setempat khususnya terkait dengan potensi fraud dalam pengelolaan keuangan desa.

(6)

6 TELAAH PUSTAKA

Pengelolaan Dana Desa

Dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggara Pendapatan dan Belanja Negara, 2016).

Badan Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan menyatakan bahwa siklus pengelolaan dana desa disesuaikan dengan siklus pengelolaan keuangan yaitu dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

Gambar 1

Siklus Pengelolaan Dana Desa

Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan (2015)

(7)

Pengelolaan dana desa dimulai dari proses perencanaan dan penganggaran.

Dalam tahap ini pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa yang meliputi rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJM Desa) dan rencana kerja pemerintah desa (RKP Desa) yang didalamnya meliputi prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa, melalui kerja sama dengan pihak ketiga, dan sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah kota/kabupaten maupun provinsi yang nantinya disepakati bersama untuk menjadi dasar dalam proses penganggaran desa (APB Desa).

Lebih lanjut sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa 2014) perencanaan dimulai dari sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa tahun berkenaan dan disampaikan kepada kepala desa, kemudian kepala desa menyampaikan hasil tersebut kepada badan permusyawaratan desa untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan. Rancangan APBDesa yang telah disepakati bersama akan disapaikan oleh kepela desa kepada bupati/walikota melalui camat paling lama tiga hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/walikota kemudian akan menetapkan hasil evaluasi rancangan APBDesa, dan jika bupati/walikota tidak memberikan hasil dalam batas waktu yang ditentukan maka peraturan desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Pembatalan terhadap rancangan peraturan desa dapat terjadi jika bupati/walikota menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan desa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan sehingga kepala desa perlu melakukan penyempurnaan terhadap hasil evaluasi tersebut dan

(8)

8

apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindak lanjuti oleh kepala desa maka bupati/walikota akan membatalkan peraturan desa dan diberlakukannya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam pelaksanaannya semua penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui rekening desa dan harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di daerahnya maka pengaturan tentang penerimaan dan pengeluaran kas ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa. bendahara desa dapat menyimpan uang dalam kas desa dengan jumlah tertentu yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa, pengaturan jumlah uang yang ditetapkan harus sesuai dan di atur dalam peraturan bupati/walikota. Semua pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa, tidak dapat dilakukan sebelum rancangan APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa, dan untuk penggunaan biaya tak terduga terlebih dahulu harus dibuat rincian anggaran biaya yang telah disahkan oleh kepala desa. Dalam melaksanakan kegiatan pelaksana kegiatan yang mengajukan pendanaan harus menyertakan dengan dokumen rencana anggaran biaya. Berdasarkan rencana anggaran biaya tersebut pelaksana kegiatan mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP) disertakan pernyataan tanggungjawab belanja dan lampiran bukti transaksi, semua lampiran dan bukti transaksi yang disertakan harus diverifikasi oleh sekretaris desa dan jika lengkap maka akan disahkan oleh kepala desa dan selanjutnya bendahara akan melakukan pembayaran. Dalam penatausahaan bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan

(9)

pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan dalam buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank secara tertib dan bendahara desa juga harus membuat laporan pertanggungjawaban yang akan disampaikan setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Setelah bendahara desa mempertanggungjawabkan dana yang sudah direalisasikan makan selanjutnya kepala desa akan menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada bupati/walikota melalui camat dan laporan tersebut harus diinformasikan kepada masyarakat melalui media yang mudah diakses oleh masyarakat desa.

Setiap tahap dalam pengelolaan dana desa memiliki aturan-aturan yang berlaku, aturan-aturan tersebut harus dimengerti dan dipahami oleh seluruh aparatur desa dan di laksanakan sesuai dengan batasan waktu yang ditentukan.

Pengelolaan dana desa dapat dilaksanakan dengan baik tentunya dibantu oleh sumber daya manusia yang kompeten yang memahami dan memperhatikan praktik-praktik pemerintahan yang baik dan asas-asas dalam pengelolaan keuangan desa. seperti yang tertuang juga dalam Permendagri Nomor 133 tahun 2014 (2014) yaitu transparan, akuntabel, partisipatif, serta disiplin anggaran.

Konsep Fraud

Kecurangan atau fraud adalah tindakan penipuan yang disengaja, umumnya dalam bentuk suatu kebohongan, penjiplakan dan pencurian (Sayyid 2014). Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2011) fraud adalah kecurangan atau penipuan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara material maupun non material. Australia Standard (2008) menjelaskan bahwa fraud adalah kegiatan atau

(10)

10

tindakan yang tidak jujur yang dapat menyebabkan kerugian finansial baik secara aktual maupun potensial pada seseorang maupun entitas. Kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk pecurian uang atau property yang dimiliki oleh suatu organisasi, praktik fraud yang dilakukan meliputi tindakan pemalsuan, penyembunyian, perusakan atau penggunaan dokumen palsu untuk digunakan dalam kegiatan bisnis entitas atau sebagai informasi palsu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi. Nurfarida (2014) mengatakan unsur- unsur fraud antara lain adanya janji palsu, adanya kesengajaan, dilanggarnya kepercayaan, adanya pihak yang dirugikan, dan mengakibatkan kerusakan. Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fraud adalah tindakan yang disengaja, dilakukan oleh individu atau kelompok dengan motif pemalsuan dokumen, pencurian kas, dan aset yang dapat merugikan suatu organisasi.

Sadikin dan Adisasmito (2016) mengatakan potensi fraud dapat terjadi karena adanya tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Arens, Randal, dan Mark (2014) mengatakan bahwa terdapat tiga kondisi yang akan menyebabkan terjadinya kecurangan, yaitu insentif/tekanan, rasionalisasi, dan kesempatan. ketiga kondisi tersebut disebut dengan fraud triangle. Teori tentang fraud triangle pertama kali dikemukakan oleh Creassey (1953) yang menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan kecurangan bisa terjadi yaitu Pressure (Tekanan), Opportunity (Peluang), dan Rationalization (Rasionalisasi).

(11)

Kesempatan

Tekanan Rasionalisasi

Gambar 2 Fraud Triangle Sumber : Arens et al. (2014)

ACFE (2016) menyatakan bahwa kecurangan dapat dibagi kedalam tiga jenis yaitu korupsi (corruption), penyimpangan atas aset/penyalagunaan aktiva/kekayaan organisasi (asset missapropriation), dan kecurangan laporan keuangan (fraudulent of financial statemet). Korupsi (corruption) adalah jenis fraud sulit dideteksi karena

menyangkut kerja sama dengan pihak lain dan didalamnya terdapat benturan kepentingan, penyuapan, pemberian secara ilegal dan pemerasan. Sementara itu, penyimpangan atas aset/penyalagunaan aktiva/kekayaan organisasi (asset missapropriation) adalah penyalagunaan atau pencurian aset organisasi. Kecurangan

laporan keuangan (fraudulent of financial statement) adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah atau swasta dengan merekayasa laporan keuangan dari kondisi yang sebenarnya untuk memperoleh keuntungan.

METODA PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Objek penelitian di Desa Yewena dan Doromena, Kabupaten Jayapura. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara sebagai teknik pengumpulan data dengan jenis data primer, serta

Fraud Triangle

(12)

12

didukung dengan dokumentasi. Narasumber dalam penelitian ini adalah aparat desa, tokoh masyarakat/tokoh adat dan masyarakat umum di kedua desa tersebut.

Teknik Analisis Data

Metoda analisis yang digunakan yakni analisis kualitatif deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang telah terkumpul. Dalam tahap ini peneliti akan mengorganisisasikan data yang sudah diperoleh melalui wawacara mendalam dengan narasumber, data tersebut dibuat dalam bentuk pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian menulis ulang hasil wawancara dari bentuk pertanyaan dan rekaman kedalam bentuk tulisan. Data yang telah diperoleh akan dibaca berulang-ulang agar peneliti mengerti benar tentang hasil yang telah didapatkan; tahap kedua yaitu menganalisis data. data yang diperoleh dari berbagai sumber akan dianalisis dengan melakukan penggabungan data yang diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi serta membandingkan data yang satu dengan sumber data yang lain, meringkas, memberi kode, memberi tema, menelaah , menata dan membagi menjadi satu kesatuan yang dapat dikelola untuk menjawab pertanyaan penelitian; tahap ketiga, penyajian data. Setelah melakukan pemeriksaan dan menganalisis data, kemudian data-data tersebut dikelompokkan dan dibuat dalam bentuk tabel-tabel yang akan mempermudah peneliti dalam menarik kesimpulan; keempat menarik kesimpulan. Pada tahap ini semua data dan informasi yang sudah dianalisis dan dideskripsikan akan digunakan untuk menarik kesimpulan yang kemudian menghasilkan informasi yang relevan.

(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Objek Penelitian

Desa Yewena dan Doromena adalah desa yang terletak di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Desa Yewena dan Doromena sebelum adanya pembentukan desa, kedua desa ini pernah digabung menjadi satu desa dengan nama Desa Doromena, tetapi pada tahun 2007 Desa Doromena dimekarkan menjadi dua desa karena jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa di Desa Doromena sudah memenuhi syarat pembentukan desa baru. Untuk urusan pemerintahan di masing-masing desa secara umum dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dari masing-masing desa tersebut, namun dalam pembentukan struktur adat dan agama kedua desa ini bersepakat untuk memilih satu tokoh adat dan agama yang dapat mengatur setiap permasalahan di kedua desa tersebut, sehingga jika ada permasalahan yang terjadi di bidang adat dan agama maka akan diputuskan secara bersama-sama melalui dewan adat dan agama yang telah disepakati bersama.

Dalam mengatur sistem pemerintahan, Desa Yewena dipimpin oleh satu kepala desa dan dibantu oleh satu sekretaris, empat kaur, dua kepala rukun warga (RW) dan enam kepala rukun rumah tangga (RT). Batas wilayah Desa Yewena adalah sebagai berikut: sebelah timur adalah Desa Yongsu Spari, sebelah barat adalah Desa Doromena, sebelah utara berhadapan dengan lautan pasifik dan sebelah selatan membelakangi Gunung Siklop dengan jarak tempuh dari Distrik Depapre 19 km. Berdasarkan data kependudukan Desa Yewena memiliki jumlah penduduk 470 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 239 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 231 jiwa.

(14)

14

Gambar 3. Peta Desa Yewena

Desa Doromena dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh satu sekretaris, empat kaur, dua kepala RW dan empat kepala RT. Sebelah timur Desa Doromena adalah Desa Yewena, sebelah barat berbatasan dengan Desa Wambena, sebelah utara berhadapan langsung dengan samudra pasifik dan selatan membelakangi Gunung Siklop. Jarak yang harus ditempuh dari Distrik Depapre ke Doromena adalah 17 km menggunakan jalan darat. Total penduduk Desa Doromena sebanyak 492 jiwa dengan jumlah perempuan sebanyak 232 jiwa dan laki-laki sebanyak 260 jiwa. Mayoritas mata pencaharian di kedua desa tersebut adalah petani, nelayan dan peternak.

(15)

Gambar 4. Peta Desa Yewena

Pengelolaan Dana Desa

Pengelolaan dana desa di Desa Yewena dan Doromena secara umum tahapannya memiliki kesamaan, dimulai dari siklus perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Pemerintah pusat menempatkan desa sebagai tolak ukur pembangunan desa sehingga desa diberikan kewenangan penuh untuk bisa mengelola dana yang diberikan agar tercapai tujuan dari desa yaitu meningkatkan pelayanan publik, mengurangi kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pengelolaan dana desa dan dalam mengelolanya kepala desa dibantu oleh tim pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD) dalam hal ini yaitu sekretaris desa selaku koordinator PTPKD, kaur pembangunan (kepala seksi) bertindak sebagai pelaksana kegiatan, d

(16)

16

an kaur keuangan (bendahara) bertindak sebagai pengurus keuangan desa untuk mengatur dan mengelola dana desa. Seluruh pelaksaan kegiatan yang didanai oleh dana desa harus diatur dan dilaksanakan oleh PTPKD. Adapun yang membedakan tahapan pengelolaan dana desa di kedua desa tersebut adalah pada tahap penatausahaan, di Desa Yewena kepala desa mengangkat dan melantik operator komputer untuk membantu bendahara desa dalam melakukan tugasnya, sedangkan di Desa Doromena tidak terdapat operator komputer yang membantu bendahara dalam melakukan tugasnya.

Identifikasi Potensi Fraud Dana Desa pada Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan adalah tahapan pemerintah desa mulai menyusun anggaran desa yang dilakukan secara terarah berdarsarkan program, skala prioritas, dan agenda kegiatan kerja dari desa untuk mendapatkan hasil/ outcame yang jelas dari setiap kegiatan dengan berfokus pada pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat. Mekanisme pengelolaan dana desa di Desa Yewena dan Doromena dimulai dengan menyusun perencanaan pembangunan desa, pemerintah desa perlu menyusun rencana pembangunan desa yang akan disesuaikan dengan rencana pembangunan kabupaten/kota, rencana pembangunan desa ini tertuang dalam rencana kerja pemerintah desa (RKPDesa), RKPDesa ini sebagai dasar untuk menentukan arah pembangunan desa dalam satu tahun kedepan. RKPDesa disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) yang merupakan pedoman untuk menyusun anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa). Proses perencanaan dan penganggaran dikedua desa ini sama yaitu dimulai dengan mengadakan pra musrenbang ditingkat RT/RW, didalam pra

(17)

musrenbang masyarakat, ketua RT/RW, dan perwakilan adat dilibatkan untuk mengusulkan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan dimasing-masing RT/RW.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan di kedua desa tersebut, bapak YO selaku ketua RT 05 Desa Yewena.

“biasanya pada saat mulai perencanaan kita adakan musyawarah dulu, yang pertama pra musrenbang ditingkat RT/RW, setelah kita putuskan program yang mau diusulkan, kemudian masuk di musrenbang di musrenbang itu,kita masukan rencana-rencana untuk program kerja, sumber dana dan anggarannya berapa untuk setiap program”

Selanjutnya, bapak RD selaku ketua RT 02 Desa Doromena mengatakan:

“Untuk proses perencanaannya itu biasanya dimulai dengan pra musrenbang, hasil/keputusan dari masyarakat kami masukkan ke musrenbang, nanti di musrenbang itu dilihat lagi mana yang perlu diputuskan untuk dikerjakan di wilayah tersebut. Masyarakat dan aparat dilibatkan di musrenbang setelah itu baru dituangkan dan dimasukan dalam hasil musrenbang”

Pendapat serupa juga dikatakan oleh bapak JM selaku tokoh adat di kedua desa tersebut:

“pada tahap perencanaan itu awalkan diakan pra musrenbang dulu, kemudian masuk dalam musrenbang, ya, dalam perencanaan kita sebagai tokoh adat dan masyarakat juga dilibatkan”

Selanjutnya hasil tersebut akan dibawah ke musrenbang untuk diusulkan dan diputuskan bersama dalam musrenbang, disini yang dilibatkan hanya perwakilan masyarakat dari RT/RW yaitu ketua RT/RW, pemerintah desa, tokoh adat bersama perwakilan distrik dan pembahasannya lebih strategis yaitu membahas dan memutuskan kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing RT/RW, arah kebijakan pembangunan desa kedepan, dan rencana kerja yang diprioritaskan pada 4 bidang yakni penyelenggaraan pemerintah desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat, yang didasarkan pada RPJMDesa.

Pembahasan yang sudah dilakukan akan menghasilkan RKPDesa, Selanjutnya program yang diputuskan bersama akan dikerjakan dalam satu tahun anggaran disesuai dengan pos-pos dana yang sudah dianggarkan. Program yang tidak

(18)

18

dikerjakan dalam satu tahun anggaran akan dimasukan dalam program kerja ditahun berikutnya. Setelah program kerja ditetapkan, pemerintah desa akan mengusulkan program tersebut ke tingkat musyawarah distrik (MUSDIK) untuk dikoreksi dan diperiksa kembali apakah program-program tersebut sudah sesuai dengan peraturan desa, selanjutnya, hasil dan program kerja tersebut akan dibawah ketingkat musrawarah kabupaten (MUSKAB) untuk ditetapkan dan disahkan, jika bupati tidak setuju dengan hasil keputusan tersebut maka akan diturunkan surat ke desa untuk direvisi kembali.

Dalam proses perencanaan, jika dilihat tahapan-tahapannya sudah diikuti sesuai dengan peraturan pemerintah, namun terdapat beberapa potensi yang dapat mengarah kepada kecurangan yaitu terdapat perumusan program yang tidak sesuai dengan sumber dananya, hal ini sesuai dengan observasi langsung dilapangan terhadap RPJMdes dan RKPDes di kedua desa tersebut, di Desa Yewena ditemukan bahwa dalam bidang penyelenggaraan pemerintah desa untuk jenis kegiatan pembayaran penghasilan tetap dan tunjangan serta kegiatan operasional kantor didanai dengan dana desa, sedangkan Desa Doromena ditemukan bahwa jenis kegiatan operasional perkantoran belanja barang dan jasa didanai oleh dana desa.

Selain itu, terkait dengan program yang ditolak oleh Bupati pada saat Musyawarah Kabupaten berikut dengan surat revisinya tidak disampaikan kepada masyarakat atau Bamuskam (Badan Musyawarah Kampung), sehingga masyarakat dan Bamuskam tidak tahu arah penggunaan dana desa dan untuk program apa saja dana tersebut digunakan dalam satu tahun anggaran. Hal tersebut sesuai dengan informasi dari beberapa narasumber yang ada.

(19)

“Proses perencanaan didesa ini bapak bisa katakan bisa berjalan baik dan tidak, miringnya aparat dan bamuskam tidak kerja sama, kadang kita RT/RW tanya ke bamuskam karena program tidak sesuai dan bamuskam sendiri tidak tahu” ( WO, ketua RT 03 Desa Yewena)

“untuk pengelolaan dana desanya kurang jelas. Dimusrembang sudah diputuskan memang dan sudah kita kasih masuk, tapi yang dikerjakan paling satu dua, Kadang masyarakat juga tidak tahu program apa yang sudah terjawab, itu aparat sendiri yang atur”(DJ, ketua RT Desa Doromena)

Identifikasi Potensi Fraud Dana Desa pada Tahap Pelaksanaan

Setelah tahap perencanaan selesai selanjutnya masuk dalam tahap pelaksanaan, setiap kegiatan yang dilaksanakan disesuai dengan APBDesa dalam satu tahun anggaran. Tahap ini dimulai dengan pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di Desa Yewena dan Doromena untuk menyusun rancangan anggaran biaya (RAB) berdasarkan APBDesa. Setelah RAB disusun, TPK akan mengajukan ke sekretaris desa untuk dikoreksi selanjutnya kepala desa akan mengesahkan dokumen tersebut dan dikirim ke bendahara desa untuk dicairkan.

Setelah RAB disahkan, bendahara desa langsung menyerahkan dana yang diterima dari pemerintah kabupaten jayapura ke desa melalui tiga tahap, dana disalurkan jika LPJ dan dokumen pendukung lainnya yang dilaporkan dari desa lengkap dan tepat waktu, namun sering terdapat kendala dalam pencairan dana sehingga program kerja yang diprioritaskan dalam satu tahun anggaran tidak dilaksanakan dan dialihkan ke kegiatan lain diluar dari program yang sudah ditetapkan, dana yang diterima pelaksana kegiatan secara tunai untuk dipakai dalam melakukan transaksi pembelian/pembayaran kepada pemasok dan tenaga kerja. Namun kenyataannya meskipun sudah diatur sedemikian rupa masih saja terdapat kelemahan dalam proses penyusunan RAB dan proses pembelian/pembayaran barang dan jasa, seperti yang diungkapkan oleh informan dari kedua desa tersebut:

(20)

20

“terkadang bapak torang mau buat laporan seperti yang bapak kepala desa mau, tapi bapak tra tau dana yang sudah terpakai berapa terus untuk laporannya torang sesuaikan dengan RAB, misalnya dana tahap pertama 100 juta nanti pada saat torang hitung yang terealisasi hanya 90 juta jadinya torang yang bingung sendiri, kemudian dulu biasanya dana datang langsung dikasih ke masing-masing kaur, kalau sekarang dalam 2 tahun ini bapak kepala desa yang simpan/pegang dana dan belanja sendiri” ( EA, sektretaris Desa Yewena)

”pencatatan biasanya di sekretariat tapi sering langsung kepala desa yang tangani, seperti RAB kepala desa yang buat bapa hanya mengetahui saja untuk melaporkan ke bupati” (HY, sektretaris Desa Doromena)

Selain RAB, dari anggaran pendapatan desa yang sudah ditetapkan di Desa Yewena dan Doromena terdapat anggaran yang sudah digunakan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk belanja desa tapi tidak dimasukan dalam APBDes.

“Yang tidak dimasukan dalam APBdes itu kalau misalnya tidak terencana, biaya-biaya yang kami keluarkan itu ada yang sesuai dengan yang dianggarkan ada yang tidak sesuai, sebagai bendahara yang ibu lihat selama ini terjadi itu anggaran yang kami tetapkan kadang kami tidak esuaikan dengan APBDes karena kami sesuaikan dengan kondisi yang ada Contohnya seperti beasiswa yang kami masukan itu 10 anak tapi semua datang dengan keluhan jadi yang tadinya 10 orang kami tambah jadi 20 orang, dan misalnya yang tadinya dikasih 2 juta kami turunkan jadi 1 juta. Untuk LPJnya itu 10 anak tersebut yang didaftarkan, dan ini biasanya anaknya kepala desa yang data dan masukan. Selain itu kadang ibu juga dikasih uang dari bapa kepala desa untuk uang makan dirumah” (SO, bendahara Desa Yewena)

“Ada seperti dana untuk pekerjaan itu besar tapi pada saat realisasi dana yang keluar kecil, jadi yang dihabiskan itu dibawah dari total dana yang ada, sisahnya itu mungkin dipakai begitu. Kalau sisah dana itu tidak diisampaikan ke pengurus yang lainnya dengan alasan dana tersebut sudah habis terpakai” (WO, kaur kesejahteraan masyarakat Desa Yewena)

Hal serupa juga ditemukan di Desa Doromena, sesuai dengan informasi yang didapat dari DA selaku bendahara desa dan HY selaku sekretaris desa:

“Seperti tahun 2018 itu dana terlambat dicairkan akhirnya dana itu kita terima di bulan Desember, jadi dana tersebut dipakai untuk belanja barang seperti kado natal dan bingkisan untuk janda/duda, untuk dana lainnya nanti simpan tahun 2019 baru mulai dengan pekerjaan tapi untuk bukti/nota itu dari distrik sampaikan nanti minta ditoko yang kalian belanja untuk tahunnya diganti 2018. (DA, bendahara Desa Doromena)

“Itu ada, hanya saja kita tidak bisa ungkapkan karena sering menghormati bapak sebagai pimpinan, yang penting dapat dipertanggungjawabkan ke pemerintah, bendahara juga sering diatur oleh bapak kepala desa jadinya bendahara juga ikut saja, sering juga bendahara salah

(21)

gunakan dana, banyak pos-pos yang hilang dan kami juga tidak tahu hal itu” (HY, sekretaris Desa Doromena)

Temuan lain diperoleh hasil bahwa terdapat kurangnya pengawasan langsung dari pemerintah kabupaten atau yang mewakili dari distrik pada setiap pembangunan dikedua desa tersebut, selain itu tokoh adat/masyarakat dan bamuskam tidak dilibatkan untuk mengawasi setiap pembangunan di kedua desa tersebut. Hal ini disampaikan oleh beberapa narasumber yang ada.

―Untuk pengawasan itu ada pendamping distrik, kadang mereka juga ikut apa yang kepala desa kerjakan jadi aparat yang lainnya ikut saja, mau benar atau salah torang ikut (MO, kaur pembangunan Desa Yewena)

“Untuk pengawasan ada itu biasanya dari masyarakat dan pendamping distrik,pendamping juga harus tegas ke kepala desa kalau ada salah, tapi kadang mereka juga ikut apa yang kepala desa kerjakan” ( YY, kaur pembangunan Desa Doromena)

Hal ini didukung dengan informasi yang diperoleh dari bapak PD selaku tokoh adat dan masyarakat dikedua desa tersebut:

“Dimusrembang kami dilibatkan tapi pada saat pelaksanaan sampai dengan pertnggungjawaban tidak, itu hanya kepala desa dan kaur saja saja yang lakukan. Ada aparat desa juga yang tidak tahu tentang dananya seperti apa, dalam pembagian tugas fungsi pun pemerintah salah-salah ada yang ambil aparat lain punya pekerjaan dan kerjakan ada juga yang kerja semua pekerjaan sendiri. Contohnya seperti sekretaris/bendahara desa punya tugas kepala desa yang kerjakan. (PD, tokoh adat Desa Yewena dan Doromena)

Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan beberapa narasumber didapati bahwa potensi fraud dapat dilihat dari pengambilalihan pekerjaan yang dilakukan oleh oknum tertentu saja dan tidak sesuai dengan tugas fungsinya, terdapat penyaluran dana ke program yang tidak dimasukan dalam APBDes dan kurangnya pengawasan dari pihak terkait yang dapat membuka peluang/kesempatan untuk melakukan fraud dan itu akan menjadi kebiasaan karena menganggap bahwa yang dilakukannya adalah benar dan etis.

(22)

21

Identifikasi Potensi Fraud Dana Desa pada Tahap Penatausahaan

Setelah tahap pelaksanaan, dilanjutkan dengan tahap penatausahaan, dalam tahap ini bendahara Desa Yewena dan Doromena akan melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran ke dalam buku kas umum, buku kas pembantu pajak dan buku bank. Semua penerimaan dan pengeluaran yang bersifat tunai bendahara akan mencatatnya kedalam buku kas umum, untuk transaksi penerimaan melalui transfer dari pihak ketiga bendahara akan mendapat informasi dari bank berupa nota kredit dan dicatat kedalam buku bank selanjutnya untuk semua kewajiban perpajakan atas pemotongan/pungutan pajak bendahara akan mencatatnya kedalam buku kas pembantu pajak, semua transaksi ini harus didukung dengan bukti yang sah. Terkait dengan dana yang dikeluarkan dari kas desa dan diserahkan ke pelaksana kegiatan akan dibuatkan buku pembantu kegiatan oleh pelaksanan kegiatan. Penatausahaan di Desa Yewena dan Doromena baru menggunakan sistem keuangan desa (SISKEUDES) pada tahun 2018, sehingga untuk membantu bendahara dalam menginput laporan ke SISKEUDES kepala Desa Yewena mengangkat dan melantik operator komputer untuk membantu bendahara desa dalam melakukan tugasnya, sedangkan untuk Desa Doromena tidak terdapat operator komputer yang membantu bendahara untuk melakukan tugasnya. Dari hasil wawancara di Desa Yewena dan Doromena ditemukan untuk proses penatausahaan belum sesuai dengan aturan pemerintah, hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan dimasing-masing desa tersebut.

“Untuk penatausahaan didesa sini itu belum sesuai dengan aturan, ketika dana datang ibu sebagai bendahara kadang pegang uang kadang tidak pegang dan untuk pencatatannya juga demikian, jadi buku kas secara umum, buku bank, buku pembantu pajak ada di tangannya kepala kampung dan bapak sendiri yang catat. Ibu

(23)

selaku bendahara sendiri tidak perna buat laporan ibu cuma Tarik dan realisasi, setelah itu tanda tangan saja” (SO, bendahara Desa Yewena)

“Penatausahaan itu sebenarnya bendahara kampung yang harus lakukan tapi yang terjadi kepala desa yang tangani sendiri mulai dari pegang uang pembukuan sampai dengan pelaporan, dan selanjutnya untuk masukan kedalam aplikasi siskeudes itu bendahara harus bekerja sama dengan operator untuk melaporkan setiap kegitan dari dana yang digunakan, tapi ini semua kepala kampung yang kelola hal itu, operator ikut saja sedangkan bendahara hanya nama yang menangani semua mulai dari penatausahaan sampai dengan realisasi itu kepala desa” (SI, operator komputer Desa Yewena)

Sedangkan untuk Desa Doromena, menurut informasi yang didapat dari bapak TY selaku kepala desa mengatakan bahwa:

“Dalam penatausahaan didesa sini sering bapak yang lakukan, mulai dari pencatatan sampai dengan laporan diinput dalam SISKEUDES, kadang dana juga bapak yang pegang, bapak harus kerja supaya tugas fungsinya bisa brjalan dengan baik” (TY, kepala Desa Doromena)

“Disini itu untuk pencatatan sendiri bapak tidak lakukan, bukunya juga kepala desa yang pegang, bapak hanya dikasih dana yang untuk pengerjaan proyek itu dan bagi ke pos-pos, selanjutnya dana ditangan kepala desa” (DA, bendahara Desa Doromena)

Dari hasil observasi dan wawancara yang sudah dilakukan dengan beberapa narasumber di kedua desa tersebut didapati bahwa potensi fraud di Desa Yewena dapat terjadi dari sisi pengambilalihan pembukuan yang dilakukan oleh kepala desa, buku kas umum, buku kas pembantu pajak dan buku bank tidak berada di tangan bendahara, semua pengeluaran kas dari dana desa dilakukan oleh kepala desa, dalam menginput laporan ke SISKEUDES dilakukan oleh operator desa dan harus mengikuti arahan langsung dari kepala desa. Untuk Desa Doromena potensi fraud dapat terjadi dari segi yang sama juga, yang membedakan adalah dalam penerimaan dan pengeluaran kas dilakukan oleh bendahara tetapi yang melakukan pencatatan dan menginput laporan ke SISKEUDES dilakukan oleh kepala desa.

(24)

23

Identifikasi Potensi Fraud Dana Desa pada Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Tahapan akhir dari pengelolaan keuangan dana desa adalah tahap pelaporan dan pertanggungjawaban. Dalam tahap ini pelaksana kegiatan akan melaporkan semua hasil pekerjaan yang telah diselesaikan ke bendahara Desa Yewena dan Doromena selaku pejabat teknis pengelolaan keuangan desa dan selanjutnya bendahara akan membuat LPJ yang nantinya dipertanggungjawabkan kepada bupati, Bamuskam dan masyarakat. Proses pelaporan di Desa Yewena dan Doromena dimulai dengan pelaksana kegiatan mengumpulkan semua bukti-bukti pengeluaran belanja/jasa, semua bukti-bukti harus disesuaikan dengan apa yang dianggarkan dalam RAB sebagaimana yang tertuang dalam RKPDesa dan APBDesa, selanjutnya TPK harus mencatatnya kedalam buku pembantu kegiatan dan di lampirkan dengan bukti-bukti seperti nota pengeluaran, kuitansi pengeluaran dan bukti pendukung lainnya dengan lengkap dan sah, selanjutnya pelaksana kegiatan akan menyerahkan buku pembantu kegiatan ke sekretaris desa untuk diverifikasi.

Sektretaris desa akan memeriksa seluruh kelengkapan bukti dan dokumen pendukung lainnya, termasuk yang terkait dengan pemungutan pajaknya. Setelah dianggap lengkap akan diserahkan kepada bendahara desa untuk prembuatan LPJ (Laporan Pertanggungjawaban). Setelah LPJ dibuat selanjutnya akan diserahkan ke kepala desa untuk ditandatangani oleh kepala desa dilaporkan ke bupati melalui distrik, ke masyarakat melalui Bamuskam dan selanjutnya Bamuskam mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menyampaikan kinerja dan hasil akhir dari anggaran yang sudah direalisasikan. Meskipun sudah diatur sedemikian rupa masih

(25)

saja terdapat masalah dalam pengumpulan bukti, pertangungjawaban dari pelaksana kegiatan serta penyusunan LPJ.

" ada terjadi keterlambatan, itu sering kali terjadi ketika bukti-bukti belum lengkap. Kalau semua laporan belum lengkap belum bisa buat LPJnya, terus kadang kalau nota hilang bisa diakali juga. kalau bapak jarang dilibatkan, bapak bendahara desa juga, jadi semua proses penyusunan LPJ sampe dengan di masukan ke SISKEUDES bapak desa yang buat karena bapak yang tahu, ini juga dibantu sama pendamping kampung” (HY sekretaris Desa Doromena)

“Setelah semua pekerjaan selesai nota pembelanjaan itu nanti dilaporkan kedesa. kalau sekarang langsung dari pendamping distrik yang tangani jadi semua nota-nota belanja dengan kuitansi ditahan oleh bendahara dan dikasih ke kepala desa dan pendamping distrik, dia yang kerja LPJ sampai selesai. Biasanya itu ada kuitansi/nota baru yang mereka buat kalau misalnya dana tersebut terselip/lupa dan buktinya kurang tapi itu dibawah dari 5 juta (YO, kaur umum Desa Doromena)

Desa Yewena juga mengalami masalah yang sama dalam pengumpulan bukti dari pelaksana kegiatan, pertangungjawaban dari pelaksana kegiatan dan penyusunan LPJ.

“yang sering terjadi itu bukti-bukti yang dikumpulkan tidak lengkap, terus kadang bapak kepala desa yang belanja jadi semuanya kepala desa yang atur. Biasanya dana datang langsung dibagikan ke masing-masing kaur tapi 2 tahun belakangan ini dana kepala desa yang pegang, jadi dalam pelaporan itu kita kadang bingung, misal dana tahap pertama itu 100 juta sedangkan yang terpakai 90 juta kadang bapak juga bingung, jadi ya sudah ikut saja sesuai bapak kepala pu mau” (EA, sekretaris Desa Yewena)

“Kendalanya itu seperti bukti bukti yang didapat kadang tra lengkap, kemudian danakan kepala desa sendiri yang pegang dan belanja, seperti dana tahap 3 yang yang diturunkan ke desa itu bapak sendiri yang belanja dan kerja, ibu bendahara sendiri tidak terlibat, jadi untuk buktinya itu kepala desa yang atur kalau misal ada yang kurang. LPJ juga bapak desa yang buat” (SY, bendahara Desa Yewena)

Dari hasil observasi dilapangan terhadap LPJ dari kedua desa tersebut ditemukan bahwa di Desa Yewena, terdapat beberapa ketidaklengkapan bukti pendukung transaksi, seperti tidak terdapat tanda tangan dari penerima upah, tidak terdapat tanggal dan tanda terima nota, daftar nama penerimaan uang tunai bahan bangunan rumah di RAB dan dan LPJ berbeda, dan di LPJ untuk jumlah dana yang diberikan

(26)

25

tidak disertakan total dana dan nominal dana yang dibagi ke masig-masing penerima bantuan. Sedangkan Desa Doromena ditemukan dalam kuitansi pembayaran transportasi tidak terdapat nama penerima dan tanggal, untuk rincian harga per satuan barang juga ada yang ditulis ada yang tidak, selain itu terdapat nota belanja yang tidak dicantumkan tanggal, nama toko dan cap dengan jumlah dana diatas 1 juta. Selain pengumpulan bukti dan penyusunan LPJ, kelemahan lain muncul dari segi pelaporan dan pertanggungjawaban LPJ ke Bamuskam dan bupati, serta tidak terdapat transparansi kepada masyarakat.

“setelah LPJ dibuat harus diserahkan kepada Bamuskam sebagai perwakilan masyarakat tapi kenyataannya tidak, Bamuskam hanya disuruh tanda tangan saja, banyak kejanggalan juga yang bapak dorang lihat dalam LPJ tersebut. LPJ sendiri belum dipasang di papan pengumuman desa” (YO, bamuskam Desa Yewena)

“untuk LPJ itu terkadang ada dana yang sudah digunakan tidak bisa dipertanggungjawabkan, jadi itu biasanya dimasukan dalam makan minum atau upah kerja sehingga bisa dipertanggungjawabkan. LPJ belum dipasang dipapan pengumuman” (SY, bamuskam Desa Doromena)

Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan beberapa narasumber di kedua desa tersebut didapati bahwa potensi fraud yang dapat terjadi di Desa Yewena dan Doromena yang bisa dilihat dari kurangnya bukti pendukung transaksi, tidak terlibatnya bendahara maupun sekretaris desa, dalam penyusunan LPJ dan bendahara hanya diminta tanda tangan saja di LPJ yang sudah jadi, sekretaris desa dan operator komputer dalam memverifikasi dan mengimput LPJ harus mengikuti arahan dari kepala desa, tidak adanya pertanggungjawaban yang jelas dari TPK karena kepala desa yang memegang dana dan membelanjakannya sendiri, LPJ yang dibuat tidak diserahkan ke Bamuskam sebagai perwakilan

(27)

masyarakat, dan tidak ada informasi LPJ yang dipasang di papan pengumuman desa.

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan wawancara dan observasi lapangan yang dilakukan di Desa Yewena dan Doromena ditemukan bahwa dalam pengelolaan dana desa di kedua desa tersebut, potensi fraud yang mungkin bisa terjadi adalah dalam bentuk korupsi dan penyalahgunaan laporan keuangan. Tahap perencanaan dan pelaksanaan menunjukkan adanya ketidakterbukaan dalam pemanfaatan dana desa dan terdapat kewenangan tunggal dalam pengelolaan dana desa yang dapat berpotensi pada kecurangan. Pada tahap penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban potensi fraud yang mungkin terjadi di kedua desa tersebut adalah penyalagunaan laporan keuangan, hal ini dapat dilihat dari kurang lengkapnya bukti pendukung transasksi, selanjutnya buku kas umum, buku bank, buku kas pembantu pajak yang berada di kepala desa dan pencatatan pembukuan serta pembuatan LPJ yang dilakukan dimasing-masing desa belum sesuai dengan aturan pemerintah. Hal ini dapat memberi peluang dan kesempatan untuk oknum-oknum tertentu dikedua desa tersebut untuk melakukan penyalahgunaan dana desa dengan cara menambah atau mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan dan mencari celah untuk menutupi bukti-bukti yang belum lengkap sehingga LPJ yang dibuat dapat diterima dan dilaporkan ke bupati. Motif adanya potensi fraud ini adalah karena terdapat kesempatan dan hal ini dapat menjadi kebiasaan yang dilakukan terus menerus oleh

(28)

27

aparat yang melakukannya. Kesempatan tersebut muncul dikarenakan lemahnya pengawasan dari pihak-pihak terkait.

Keterbatasan Penelitian dan Saran

Keterbatasan dalam penelitian ini di Desa Yewena yaitu tidak bisa melihat langsung ke buku kas umum, buku kas pembantu pajak dan buku bank, untuk laporan keuangan tahap 2 dan tahap 3 terkesan ditutup-tutupi karena bukti-bukti tersebut tidak berada di kantor desa dan Bamuskam tetapi ada di tangan kepala desa. Sedangkan di Desa Doromena, peneliti tidak melihat langsung ke rancangan anggaran biaya (RAB) sehingga peneliti mendapat kendala dalam mencocokan biaya yang dianggarkan di RAB dengan yang sudah terealisasi di LPJ. Saran kedepan penelitian selanjutnya lebih fokus pada satu jenis tipe kecurangan, misalnya korupsi untuk dapat melihat secara lebih detail fenomena kecurangan tersebut dan melakukan penelitian terkait identifikasi kendala dalam pengelolaan dana desa yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya potensi fraud dalam pengelolaan dana desa.

DAFTAR PUSTAKA

ACFE. 2016. ―Survei ACFE Idonesia 2016.‖

Arens, Alvin A, J. Elder Randal, and S Beasley Mark. 2014. Auditing Dan Jasa Essurance (Terjemahan). 15th ed. Jakarta: Erlangga.

Australia, Standard. 2008. ―Fraud and Corruption Control.‖ As 8001-2008.

Beritasatu. 2018. ―Kades Jadi Aktor Utama Penyalahgunaan Dana Desa.‖

BPKP. 2015. ―Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa.‖ Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa.

―Buku Saku Dana Desa.‖ 2017. In Buku Saku Dana Desa, 35. Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

(29)

Creassey, Donald R. 1953. ―The Internal Auditor as Fraud Buster, Hillison, Willim.Et.Al.

1999.‖ Managerial Auditing, Jurnal, MCB University Press 14 (7): 351–62.

Jayapura, Inspektorat Kabupaten. 2017. ―Kurangnya Kesadaran Aparatur Kampung Di Kabupaten Jayapura.‖ Inspektorat Kabupaten Jayapura.

Kogoya, Lepianus. 2017. ―Dana Desa Di Kabupaten Rawan Penyelewengan.‖

Kpk, Laporan Tahunan. 2011. ―Pencegahan Tindak Kecurangan.‖

Makhmudah, Hayat Mar’atul. 2016. ―Pencegahan Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pemerintahan Desa : Kajian Politik Kebijakan Dan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam Desa.‖ Jurnal Uns 5: 361–75.

Nurfarida, Ika. 2014. ―Pengaruh Potensi Fraud Dalam Penerapan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Mutu Layanan Di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang.‖ Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia 03 (04): 183–91.

Pemerintah Republik Indonesia. 2014. ―Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.‖

http://www.keuangandesa.com/wp-content/uploads/2015/04/Permendagri-No- 113-Tahun-2014-Tentang-Pengelolaan-Keuangan-Desa.pdf.

———. 2016. ―Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggara Pendapatan Dan Belanja Negara.‖

Rahum, Abu. 2015. ―Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Fisik Desa Krayan Makmur Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser.‖ EJurnal Ilmu Pemerintahan 3 (4): 1623–36.

Ridlo, Muhamad. 2018. ―Kepala Desa Tega Gaji Ketua RT/RW Pakai Uang Palsu.‖

Sadikin, Hasan, and Wiku Adisasmito. 2016. ―Analisis Pengaruh Dimensi Fraud Triangle Dalam Kebijakan Pencegahan Fraud Terhadap Program Jaminan Kesehatan Nasional Di RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo.‖ Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia 1 (2): 28–

(30)

29 34.

Sayyid, Annisa. 2014. ―Pemeriksaan Fraud Dalam Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif.‖ Al Banjari 13 (2): 137–62.

Seputro, Hanif Yusuf, Sulistya Dewi Wahyuningsih, and Siti Sunrowiyati. 2017. ―Potensi Fraud Dan Strategi Anti Fraud Pengelolaan Keuangan Desa.‖ Jurnal Penelitian Teori Dan Terapan Akuntansi 2 (1): 79–93.

http://journal.stieken.ac.id/index.php/peta/article/view/284/317.

Tanjung, Chaidir Anwar. 2017. ―Kasus Korupsi Dana Desa, Kades Di Riau Dituntut 5 Tahun Penjara.‖

Wibisono, Nurharibnu, and Herry Purnomo. 2017. ―Mengungkap Fenomena Pengawas Publik Terhadap Dana Desa Di Kabupaten Madiun.‖ Akuntansi Dan Sistem Informasi 2 (1): 8–19.

Wulandari, Dewi. 2018. ―Terima Laporan Warga, Inspektorat Biak Audit Dana Desa Kampung Karyendi Dan Anggraidi.‖

Yulianah, Yuyun. 2015. ―Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Dikaji Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.‖ Jurnal Hukum Mimbar Justitia 1 (2): 608–27.

https://jurnal.unsur.ac.id/jmj/article/view/43/35.

Referensi

Dokumen terkait

Agar UMKM dapat berjalan dengan baik maka harus dilakukan Pemetaan potensi, dalam hal ini pemetaan yang dimaksud adalah pemetaan desa, mana desa yang bisa di danai dan mana yang

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pengembangan staf dalam bidang akdemik yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomika dan bisnis UKSW dalam bidang

Kertas kerja ini mengangkat judul “Pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap embelian kembali saham studi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa

Pendaftaran dapat dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran dan mengirimkan via email ke: [email protected] , contact person: Yashita. Hp: 0878

Berurutan dari mean kepemimpinan hamba, spiritualitas di tempat kerja, dan kepatuhan SMK3 adalah sangat tinggi, tinggi, dan sangat tinggi; median menghasilkan tinggi,

Penelitian skripsi berjudul Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Penanganan Pasca Panen Bunga Potong Krisan di Desa Kenteng dilaksanakan di Desa Kenteng, Kecamatan

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus, karena pada akhirnya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan pengerjaan Tugas Akhir ini dengan judul “Determinan Kualitas

vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kemurahan-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini guna