• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535 SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

Diajukan Oleh : RICKY DHARMAWAN

100801075

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKURAN RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

Diajukan Oleh : RICKY DHARMAWAN

100801075

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Rancang Bangun Alat Pengukur Resistivitas Tanah dengan menggunakan Metode Konfigurasi Wenner Schlumberger Berbasis Mikrokontroller ATMega 8535

Kategori : Skripsi

Nama : Ricky Dharmawan

NIM : 100801075

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di:

Medan, Januari 2017 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 1,

Drs. Takdir Tamba,M.Eng.Sc NIP.196006031986011002

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP.195510301980131003

(4)

PERNYATAAN

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKURAN RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2016

Ricky Dharmawan 100801075

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul RANCANG BANGUN ALAT PENGUKURAN RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535. Dan tidak lupa juga shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan dan motivator sepanjang masa.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Mester Sitepu,M.Eng,M.Phill dan Dr. Takdir Tamba, M.Eng.Sc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk dapat membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga kepada Dr. Marhaposan Situmorang dan Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku ketua Departemen dan sekretaris Departemen Fisika FMIPA-USU, Dr. Kerista Sebayang,M.S selaku dekan FMIPA USU beserta semua Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.

Tidak lupa ucapan terima kasih yang setinggi – tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang ku sayangi kepada ayahanda Zulkarnain Karim dan Ibunda Nurlena atas doa dan dukungannya, baik moril maupun materil serta adik – adik tersayang (Rezza Fikrih Utama dan Yuni Anggriani) yang selalu memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini, begitu juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan – rekan terbaik di kuliah (Fadly, Nasrul, Anthony, Jantiber, dan Wiharja), rekan – rekan Fisika 010, abang dan adik – adik seperjuangan di Jurusan Fisika atas bantuan, semangat, doa, dan dukungannya.

Medan, Agustus 2016 Penulis

(6)

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS

MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535

ABSTRAK

Pendeteksian resistivitas tanah telah berhasil dilakukan dengan menggunakan metode konfigurasi Wenner – Schlumberger. Pengukuran resistivitas tanah dilakukan dengan melakukan pengukuran pada permukaan tanah yang sebelum diberikan tambahan media oli dan pengukuran setelah diberikan tambahan media oli. Instrumen yang digunakan adalah resistivitymeter yang dilengkapi dengan empat buah elektroda yang memiliki kemampuan dalam pembacaan output respon tegangan akibat arus yang diinjeksikan ke dalam permukaan tanah melalui dua buah elektroda arus dan dua buah elektroda potensial yang secara terprogram oleh Mikrokontroller ATMega 8535. Sumber arus pada instrument tersebut berupa sumber tegangan DC sebesar 12 volt yang berasal dari sebuah aki motor. Pada percobaan dengan menggunakan oli dilakukan 5 kali pengamatan yaitu : pada saat 30 menit, 2 jam, 4 jam , 6 jam ,1 hari setelah oli dituangkan di lokasi pengujian.

Kata kunci : Resistivitas tanah, konfigurasi Wenner - Schlumberger, Mikrontroller ATMega 8535

(7)

DESIGN TOOLS MEASURING SOIL RESISTIVITY BY USING CONFIGURATION WENNER – SCHLUMBERGER

BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535

ABSTRACT

Detection of soil resistivity have been successfully performed using the configuration method Wenner – Schlumberger. Soil resistivity measurements carried out by performing measurements on the soil surface before being given additional oil media and media measurement after given additional oil. The instrument used was resistivitymeter equipped with four electrodes that have the ability in the reading of the output voltage response as a result of current injected into the ground through two current electrodes and two potential electrodes are programmed by the microcontroller ATMega 8535. The current source in the instrument in the form of a DC voltage source of 12 volts coming from a

motorcycle batteries.In experiments using oil carried 5 times observation, namely:

at the time of 30 minutes, 2 hours, 4 hours, 6 hours, 1 day after the oil is poured in the test location.

Keywords : Soil resistivity , configuration Wenner – Schlumberger , Microcontroller ATMEGA 8535

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar ix

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2 1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3 1.5 Manfaat Penelitian 3 1.6 Lokasi Penelitian 3 1.7 Metodologi Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Metode Geolistrik 6 2.1.1 Konfigurasi Dipole 7

2.1.2 Konfigurasi Wenner 7

2.1.3 Konfigurasi Schlumberger 8

2.1.4 Konfigurasi Wenner – Schlumberger 10

2.2 Transistor 11

2.3Mikrokontroller ATMega 8535 12 2.3.1 Konfigurasi PIN ATMega 8535 16

2.3.2 Peta Memori ATMega 8535 18

2.3.3 Program Memory 18

2.3.4 EEPROM Data Memory 18

2.3.5 Pemprograman ATMega 8535 dengan Bahasa C 19

2.4Resistivitas 20

2.5Konstanta Dielektrik dan Probes 21

2.6DC - AC Inverter 21

2.7Display 21 2.8Quart Crystal 22 2.9 Controller 22

Bab 3. Metodologi Penelitian 3.1 Tempat Penelitian 23

3.2 Peralatan dan Bahan Komponen 3.2.1 Peralatan 23

3.2.2 Bahan dan Komponen 23

(9)

3.3 Diagram Blok Cara Kerja Alat 24

3.4Diagram Alir Penelitian 25

3.5 Skematik rangkaian 26

3.5.1 Pengujian a. Rangkaian Mikrokontroller ATMega 8535 27

b. Pengukuran dengan menggunakan oli dan tanpa oli 28

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Data hasil penelitian 29

4.1.1 Data pengukuran tanpa oli 29

4.1.2 Data pengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah ditentukan(n=1) a. Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 34

b. Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 35

c. Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 36

d. Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 37

e. Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 38

4.1.3 Data pengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah ditentukan (n=2) a. Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 39

b. Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 40

c. Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 41

d. Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 42

e. Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 43

4.1.4 Data pengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah ditentukan (n=3) a. Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 44

b. Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 45

c. Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 46

d. Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 47

e, Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 48

4.2 Hasil dan Pembahasan 4.2.1 Pembahasan 51

a. Pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 52 b. Pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 52

c. Pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 53

d. Pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 54

e. Pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 54 Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Saran 55

Daftar Pustaka 57

Lampiran

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai resistivitas bantuan 20

Tabel 4.1.1Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli 29 Tabel 4.1.2 Data pengukuran dengan waktu yang telah ditentukan (n=1) 35 Tabel 4.1.3 Data pengukuran dengan waktu yang telah ditentukan (n=2) 39 Tabel 4.1.4 Data pengukuran dengan waktu yang telah ditentukan (n=3) 44

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Konfigurasi Wenner 9

Gambar 2.2 Konfigurasi Schlumberger 11

Gambar 2.3 Konfigurasi Wenner – Schlumberger 13 Gambar 2.4 Diagram Blok ATMEGA 8535 19

Gambar 2.5 Konfigurasi Pin ATMEGA 8535 19

Gambar 2.6 Peta Memori Program 21

Gambar 2.7 EEPROM Data Memory 21

Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem 29

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian 33

Gambar 4.1 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan 33

oli dengan n = 1 Gambar 4.2 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan 35

oli dengan n = 2 Gambar 4.3 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan 36

oli dengan n = 3 Gambar 4.4 Grafik pengukuran dengan menggunakan oli setelah 42

penuangan selama 30 menit,2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 1 hari dengan n = 1 Gambar 4.5 Grafik pengukuran dengan menggunakan oli setelah 47

penuangan selama 30 menit,2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 1 hari dengan n = 2 Gamabr 4.6 Grafik pengukuran dengan menggunakan oli setelah 52

penuangan selama 30 menit,2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 1 hari dengan n = 3

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang menggunakan medan potensial listrik bawah permukaan sebagai objek pengamatan utamanya. Kontras resistivity yang ada pada batuan akan mengubah potensial listrik bawah pada permukaan tersebut sehingga bisa kita dapatkan suatu bentuk anomali dari daerah yang akan kita amati.

Dalam pengukuran resisitivitas nya itu sendiri akan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi Wenner – Sclumberger. Metode Wenner – Schlumberger adalah metode dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor pengali „‟n‟‟ adalah perbandingan jarak antara elektroda C1-P1 atau (C2-P2) dengan P1-P2. Instrumen yang digunakan adalah resistivitymeter yang dilengkapi dengan empat buah elektroda yang memiliki kemampuan dalam pembacaan output respon tegangan akibat arus yang diinjeksikan ke dalam permukaan tanah menggunakan dua buah elektroda arus dan dua buah elektroda potensial. Sakka (2011) mengatakan bahwa tujuan survey geolistrik tahanan jenis adalah mengetahui perbedaan tahanan jenis (resistivitas) bawah permukaan bumi dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi. Pemgukuran dengan konfigurasi Schlumberger menggunakan 4 elektroda, masing – masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial. Metode geolistrik sendiri dapat digunakan untuk mendeteksi lapisan batubara pada posisi miring, tegak dan sejajar bidang perlapisan di bawah permukaan.

Struktur bawah permukaan kemungkinan merupakan suatu sistem perlapisan dengan nilai resistivitas yang berbeda – beda. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas ini antara lain : homogenitas tiap tanah, kandungan mineral logam, kandungan aquifer (misalnya : air, minyak, dan gas), porositas, permeabilitas, suhu, dan umur geologi tanah. Adanya kenyataan ini menunjukkan

(13)

bahwa bila dilakukan pengukuran di permukaan, maka yang diukur bukan resistivitas yang sebenarnya, melainkan kombinasi nilai resistivitas berbagai macam tanah, baik karena variasi maupun vertikal. Nilai resistivitas di setiap titik akan memiliki besar yang berbeda, sehingga menyebabkan bidang equipotensial menjadi tidak beraturan.

Di dalam ilmu geofisika, ada beberapa metode untuk mengetahui keadaan geologi bawah tanah, diantaranya : metode resitivity, geomagnetic, dan seismic.

Adapun di dalam penelitian ini digunakan metode resistivitas yang dalam pengoperasiannya menggunakan konfigurasi Wenner – Schlumberger.

Oleh karena itu, penulis mencoba merancang dan membuat alat pengukuran resistivitas tanah dengan metode resisitivitas menggunakan konfigurasi Wenner, yang mana dengan adanya alat ini, kita dapat mengetahui nilai hambatan jenis, dengan diketahuinya sebuah nilai hambatan jenis, kita dapat mengetahui perlapisan tanah, menentukan jenis tanah, kandungan tanah, dan potensi tanah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini.

Diantaranya:

1. Bagaimana merancang alat ukur resistivitas tanah dengan menggunakan mikrokontroller ATMega 8535 yang telah diprogram secara integritasi.

2. Bagaimana merancang alat pengukuran resistivitas tanah yang dapat bekerja secara berkala.

3. Bagaimana menganalisis tegangan output dari elektroda metode konfigurasi Wenner – Schlumberger sebagai indikator dari resistivitas tanah.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian :

1. Mikrokontroller yang digunakan adalah jenis Atmega 8535.

(14)

2. Pengukuran menggunakan empat elektroda, dengan metode resistivitas dan konfigurasi Wenner – Schlumberger.

3. Arus yang digunakan adalah arus DC.

4. Subjek yang akan dideteksi adalah resistivitas tanah.

5. Menampilkan hasil resistivitas tanah pada LCD.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah:

1. Untuk memperkirakan jenis tanah sesuai dengan resistivitas.

2. Untuk mengetahui resistivitas dari tanah yang diuji.

3. Untuk mengetahui perubahan resistivitas ketika tanah dituangkan oleh oli.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah:

1. Mengetahui jenis tanah sesuai dengan resistivitas.

2. Mengetahui perubahan resistivitas tanah sebelum dan sesudah diberikan oli.

3. Mengetahui resistivitas tanah pada faktor geometri tertentu.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jalan Merpati Ujung No.24 Komplek Polri Tanjung Selamat.

1.7 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ini meliputi : 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pada bagian ini menjelaskan tempat berlangsungnya penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.

2. Peralatan, bahan dan komponen

Berisi daftar peralatan, bahan dan komponen yang digunakan selama penelitian berlangsung.

3. Diagram Blok

(15)

Pada bagian ini meliputi diagram blok cara kerja alat dan diagram alir program. Pada diagram blok cara kerja alat menjelaskan setiap bagian dari rangkaian yang digunakan pada alat sedangkan pada diagram alir program menjelaskan program pada alat.

4. Prosedur Penelitian

Pada Sub bab ini menjelaskan tahapan – tahapan proses penelitian, meliputi perancangan dan pengujian rangkaian sistem sensor terhadap sampel, metode perhitungan resistivitas tanah dengan menggunakan metode konfigurasi Wenner – Schlumberger.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah sebagai media berpori dapat dimodelkan sebagai rangkaian resistor R yang mewakili konduktivitas, nilai R dipengaruhi rasio antara air dan udara di dalam pori. Nilai R meningkat dengan semakin dominannya udara di dalam pori, karena udara merupakan penghantar listrik yang jelek. Dari paparan hal di atas, dikethaui bahwa untuk mengetahui kadar apa saja yang terkandung di dalamnya dapat digunakan berbagai macam teknik. Besarnya tahanan jenis tanah pada setiap daerah tidaklah sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan jenis yaitu : Keadaan struktur tanah antara lain ialah struktur geologinya, seperti tanah liat, tanah rawa, tanah berbatu, tanah berpasir, tanah gambut dan sebagainya. Unsur kimia yang terkandung dalam tanah, seperti garam, logam, dan mineral – mineral lainnya. Keadaan iklim, basah atau kering, temperature tanah dan jenis tanah.

Pengukuran tahanan jenis tanah yang ada pada saat ini umumnya dilakukan dengan metode empat titik (4-Point Measurement). Kesulitan yang biasa dijumpai dalam mengukur tahanan jenis tanah adalah bahwa dalam kenyataannya komposisi tanah tidaklah homogen pada seluruh volume tanah, dapat bervariasi secara vertikal maupun horizontal, sehingga pada lapisan tertentu mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan tahanan jenis yang berbeda.

Untuk mengetahui struktur bawah permukaan yang lebih dalam, maka jarak masing – masing elektroda arus dan elektroda potensial ditambah secara bertahap. Semakin besar spasi elektroda maka efek penembusan arus ke bawah makin dalam, sehingga batuan yang lebih dalam akan dapat diketahui sifat – sifat fisisnya. Pemakaian metode geolistrik adalah untuk mendeteksi informasi – informasi tersebut pada dasarnya menggunakan fenomena alam yang berhubungan dengan kondisi batuan didalam bumi. Pengukuran resistivitas tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti homogenitas tanah, kandungan air, porositas, permeabilitas, dan kandungan mineral. Metoda geolistrik resistivity

(17)

memanfaatkan sifat ketahanan batuan terhadap listrik, yang dipengaruhi oleh nilai – nilai seperti kandungan mineral logam dan non-logam, dan kandungan air.

2.1 Metode Geolistrik

Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang pada ke empat buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner – Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan sendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan tanah permukaan dengan biasa survei yang relatif murah. Metode ini merupakan salah satu metoda geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Prinsip pelaksanaan survey ketahanan jenis adalah dengan menginjeksikan arus listrik melalui elektroda arus dan mengukur responnnya (tegangan) pada elektroda potensial dalam suatu susunan (konfigurasi) tertentu.

Metode geolistrik merupakan suatu metode geofisika yang dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan tanah. Salah satunya ialah untuk mengetahui resistivitas dan resistivitas semu yang terjadi dibawah permukaan tanah dengan memanfaatkan nilai tahanan jenis ataupun dengan nilai dari sensor konduktivitasnya.

Spontaneous potensial yaitu tegangan listirk alami yang pada umunya terdapat pada lapisan batuan yang disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral – mineral pada lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak homogenan lapisan lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar. Adapun macam – macam konfigurasi tersebut :

(18)

2.1.1 Konfigurasi Dipole

Konfigurasi Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu pasangan elektroda arus (AB) yang disebut “Current Dipole” dan pasangan elektroda potensial (MN) yang disebut “Potensial Dipole”. Pada konfigurasi Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetris. Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara “Current Dipole” dan “Potensial Dipole” diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan jarak elektroda tegangan tetap. Dan ini merupakan keunggulan dari konfigurasi Dipole dibandingkan konfigurasi Wenner – Schlumberger, karena tanpa memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang terdapat lebih dalam. Dalam hal ini diperlukan alat pengukur tegangan yang “high impedance” dan “high accuracy”.

2.1.2 Konfigurasi Wenner

Konfigurasi wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke- empat buah elektrodanya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB.

Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB. Konfigurasi Wenner lebih sederhana dalam peletakan elektroda arus (AB) dan potensial (MN) yang dipertahankan pada jarak yang sama.

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relative lebih kecil. Dapat juga digunakan dengan suplai daya yang lebih rendah daripada Konfigurasi Schlumberger. Tegangan pada elektroda MN yang relatif besar sangat cocok untuk pemakaian sistem elektronika mikrokontroller sebagai pengolah data untuk dikalibrasi sesuai dengan kebutuhan alat yang akan dibuat. Konfigurasi wenner mempunyai ciri jarak antar elektroda adalah sama, sehingga memberikan faktor geometri k = 2πa, yang diperoleh dari :

(19)

K = 2π (𝐴𝑀1𝑀𝐵1𝐴𝑁1 +𝑁𝐵1 )

Adapun persamaan resistivitas pada Metode Wenner adalah : ρ = 2πa𝑉

𝐼

Keterangan :

ρ = resistivitas (Ω.m)

a = jarak antar elektroda (m) V = beda potensial (volt) I = kuat arus (ampere)

b a b

A M N B

Gambar 2.1 Konfigurasi Wenner

2.1.3 Konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi ini diambil dari nama Conrad Schlumberger yang merintis metode geolistrik pada tahun 1920-an. Adapun keunggulan dari konfigurasi schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan didekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan, selain itu juga dalam pembacaan dalam elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukannya alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik „high

I

V

(20)

impedance‟ dengan akurasi yang tinggi yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit dibelakang, atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan DC yang sangat tinggi.

Keunggulan konfigurasi Schlumberger adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan yaitu membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Prinsip konfigurasi Schlumberger idealnya jarak P1P2 dibuat sekecil – kecilnya, sehingga jarak P1P2 secara teoritis tidak tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak C1C2 sudah relative besar maka jarak P1P2 hendaknya diubah. Perubahan jarak P1P2 hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak C1C2.

Beda potensial yang terdapat antara P1 dan P2 diakibatkan oleh injeksi arus pada C1 dan C2 adalah :

ΔV= 𝑉𝑀- 𝑉𝑁=

2𝜋 1

𝐶1𝑃11

𝐶2𝑃11

𝐶1𝑃21

𝐶2𝑃2 ρ = ΔV

𝐼 2𝜋 1

𝐶1𝑃11

𝐶2𝑃11

𝐶1𝑃21

𝐶2𝑃2 1 Besaran 2𝜋 1

𝐶1𝑃11

𝐶2𝑃11

𝐶1𝑃21

𝐶2𝑃2 1

Disebut faktor geometri konfigurasi elektroda (K) [10].

Parameter yang diukur yaitu : jarak antar stasiun dengan elektroda- elektroda (AB/2 dan MN/2), arus (I), dan beda potensial (ΔV). Parameter yang dihitung yaitu : tahanan jenis(R) dan factor Geometri (k). Factor geometri (k) dapat dicari dengan rumus:

(21)

Secara umum factor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah sebagai berikut :

k = π AB2−MN2

4MN

Dimana :

ρ : Resistivitas Semu

AB : Spasi Elektroda Arus (m)

MN :Spasi Elektroda Potensial (m), dengan syarat bahwa MN < 1/5 AB (menurut Schlumberger)

k : Faktor Geometri

b a b

A M N B

Gambar 2.2 Konfigurasi Schlumberger

2.1.4 Konfigurasi Wenner – Schlumberger

Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda C1-P1 (atau C2-P2) dengan spasi antara P1- P2 seperti pada Gambar 3. Jika jarak antar elektroda potensial (P1 dan P2) adalah a maka jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na + a. Proses penentuan resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus (Sakka, 2001). Disamping itu cakupan horizontal lebih baik, penetrasi maksimum dari konfigurasi ini 15% lebih baik dari konfigurasi Wenner. Dan untuk meningkatkan penyelidikan kedalaman maka jarak antara elektroda P1-P2 ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi untuk n yang sama sampai pada elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda P1-P2 ditingkatkan menjadi 3a.

I

V

(22)

Dimana faktor geometri konfigurasi Wenner – Schlumberger ditentukan sebagai berikut :

K = 2π(n+1)a

Sedangkan untuk mencari Resistivitas pada konfigurasi Wenner – Schlumberger ditentukan sebagai berikut :

ρ = K ∆𝑉

𝐼

Dimana K adalah faktor geometri yang tergantung oleh penempatan elektroda di permukaan dan ρ adalah resistivitas (tahanan jenis). Maka nilai resistivitas untuk metode Wenner – Schlumberger dapat dihitung dengan faktor geometri K.

na a na

A M N B

Gambar 2.3 Konfigurasi Wenner - Schlumberger

2.2 Transistor

Transistor merupakan komponen semikonduktor yang digunakan sebagai penguat, pemotong (Switching), stabilisasi tegangan , modulasi sinyal dan fungsi fungsi lainnya. Transistor diperlukan untuk menguatkan arus yang masuk pada rangkaian listrik, atau pada komponen listrik tertentu, agar arus yang masuk tepat pada rangkaian atau komponen tersebut, sehingga komponen dapat bekerja secara optimal.

Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, dimana berdasarkan arus inputnya atau tegangan inputnya, memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sirkuit sumber listriknya.

Dalam rangkaian analog transistor digunakan dalam amplifier atau penguat, contohnya seperti penguat sinyal radio, pengeras suara, dan sumber listrik stabil. Dalam rangkaian digital transistor digunakan sebagai saklar

I

V

(23)

berkecepatan tinggi, yang beberapa fungsinya adalah sebagai memori, logic gate, dan komponen – komponen lainnya.

Salah satu fungsi transistor adalah sebagai saklar yaitu bila berada pada dua daerah kerjanya yaitu daerah jenuh (saturasi) dan daerah mati (cut-off).

Transistor akan mengalami perubahan kondisi dari menyumbat ke jenuh dan sebaliknya. Transistor dalam keadaan menyumbat dapat dianalogikan sebagai saklar dalam keadaan terbuka, sedangkan dalam keadaan jenuh seperti saklar yang menutup.

2.3 Mikrokontroller ATMega 8535

Mikrokontroler adalah suatu mikroprosesor yang sudah dilengkapi dengan perangkat masukan/keluaran (I/O) dan peripheral lainnya yang terintegrasi di dalam sepotong kristal silicon kecil yang dirancang untuk keperluan pengendalian sebuah sistem. Mikrokontroller dalam rancangan ini adalah jenis AVR yaitu ATMEGA8535. Mikrokontroller berfungsi sebagai deteksi tegangan sensor sekaligus sebagai kalibrator untuk memperoleh nilai resistivitas tanah. Mikrokontroller diprogram dengan bahasa C dengan editor CV AVR Versi 2.0.4.9. Input mikrokontroller dari sensor diprogram pada port yaitu PA.0 yang merupakan masukan analog dari mikrokontroller sedangkan output mikrokontroller adalah sebuah display LCD. Dalam hal ini diprogram pada port C, yaitu PC O hingga PC 7 pada pin 22 hingga pin 29. Pin 9 merupakan pin reset sedangkan pin 12 dan 13 adalah masukan clock dari kristal.

Mikrokontroller sesuai dengan namanya adalah suatu alat atau komponen pengontrol atau pengendali yang berukuran mikro atau kecil. Bila dibandingkan dengan mikroprosesor, mikrokontroller jauh lebih unggul kerena terdapat berbagai alasan diantaranya :

1. Tersedianya Input/Outout

I/O dalam mikrokontroller sudah tersedia, sementara pada mikroprosesor dibutuhkan IC tambahan untuk menangani I/O tersebut, IC yang dimaksud adalah PPI 8255.

2. Memori Internal

Memori merupakan media untuk menyimpan program dan data sehingga

(24)

mutlak harus ada. Mikroprosesor belum memiliki memori internal sehingga memerlukan IC memori eksternal

Dengan kelebihan-kelebihan diatas mikroprosesor tetap digunakan sebagai dasar dalam mempelajari mikrokontroller. Inti kerja dari keduanya adalah sama, yakni sebagai pegendali suatu sistem.

Dengan menggunakan mikrokontroller maka:

1. Sistem elektronik akan menjadi lebih ringkas.

2. Rancang bangun sistem elektronik akan lebih cepat karena sebagian besar dari sistem adalah perangkat lunak yang mudah dimodifikasi.

3. Pencarian gangguan lebih muah ditelesuri karena sistemnya yang kompak.

Namun tidak sepenuhnya mikrokontroller bisa komponne IC TTl dan CMOS yang sering kali masih diperlukan untuk aplikasi kecepatan tinggi atau sekedar menambah jumlah saluran input dan output (I/O) dengan kata lain, mikrokontroller adalah versi mini atau mikro dari sebuah komputer karena mikrokontroller sudah mengandung beberapa bagian yang langsung dimanfaatkan, misalnya port paralel, port serial, komparator, konversi digital ke analog (DAC), konversi analog ke digital (ADC), dan sebagainya hanya menggunakan Sistem Minimum yang tidak rumit.

Mikrokontroller adalah otak dari suatu sistem elektronika seperti halnya mikroprosesor sebagai otak komputer. Namun mikrokontroller memiliki nilai tambah karena didalamnya sudah terdapat memori dan sistem input/output dalam suatu kemasan IC. Mikrokontroller AVR (Alf and Vegard’s RISC processor) standart memiliki arsitektur 8-bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit dan sebagian besar instriksi dieksekusi dalam satu siklus clock. Berbeda dengan instruksi MCS-51 yang membutuhkan 12 siklus clock karena memiliki arsitektur CISC (seperti komputer).

Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATTiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT89RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka dikatakan hampir sama. Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel, yaitu ATMega8535. Selain mudah didapatkan dan lebih murah ATMega 8535 juga

(25)

memiliki fasilitas yang lebih lengkap. Untuk tipe AVR ada 3 jenis yaitu ATTiny, AVR klasik, dan ATMega. Perbedaannya hanya pada fasilitas dan I/O yang tersedia serta fasilitas lainnya seperti ADC, EEPROM, dan lain sebagainya. Salah satu contohnya adalah ATMega8535. Memiliki teknologi RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz membuat ATMega 8535 lebih cepat bila dibandingkan dengan varian MCS51. Dengan fasilitas yang lengkap tersebut menjadikan ATMega 8535 sebagai mikrokontroller yang powerfull. Adapun diagram blok ATMega 8535 adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Diagram blok ATMega 8535 (Lingga,2006)

(26)

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ATMega 8535 memiliki bagian sebagai berikut :

1. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, Port D.

2. ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.

3. Tiga buah Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan.

4. CPU yang terdiri atas 32 buah register.

5. Watchdog timer dengan osilator internal.

6. SRAM sebesar 512 byte.

7. Memori Flash sebesar 8 kb dengan kemampuan Read While Write.

8. Unit interupsi internal dan eksternal.

9. Port antarmuka SPI.

10. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.

11. Antarmuka komparator analog.

12. Port USART untuk komunikasi serial

Kapabilitas detail dari ATMega 8535 adalah sebagai berikut:

1. Sistem mikroprosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz.

2. Kapasitas memori flash 8 Kb, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) sebesar 512 byte.

3. ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel.

4. Portal komunikasi serial (USART) dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps.

5. Enam pilihan mode sleep menghemat penggunaan daya listrik.

2.3.1 Konfigurasi PIN ATMega 8535

Mikrokontroller ATMega 8535 mempunyai pin sebanyak 40 buah, dimana 32 pin diantaranya untuk keperluan port I/O yang dapat menjadi pin input/output sesuai konfigurasi. Pada 32 tersebut terbagi atas 4 bagian (port), yang masing- masing terdiri dari 8 pin. Pin lainya digunakan untuk keperluan rangkaian osilator, supplay tegangan, reset, serta tegangan reverensi untuk ADC. Konfigurasi pin ATMega 8535 digambarkan sebagai berikut:

(27)

Gambar 2.5 Konfigurasi Pin ATMega 8535

Dari gambar diatas dapat dijelaskan secara fungsional konfigurasi pin ATMega 8535 adalah sebagai berikut :

 VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya.

 GND merupakan pin ground.

 Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC

 Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu Timer/Counter, komparator analog dan SPI.

 Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu TWI, komparator analog dan Timer Oscilator.

 Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu komparator analog, interupsi eksternal dan komunikasi serial.

 RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroler.

 XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal.

 AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.

 AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

(28)

2.3.2 Peta Memori ATMega 8535

ATMega memiliki dua jenis memori yaitu Data Memory dan Program Memory ditambah satu fitur tambahan yaitu EEPROM Memory untuk menyimpan data.

2.3.3 Program Memory

ATMega memiliki On-Chip In-System Reprogrammable Flash Memory untuk menyimpan program. Untuk alasan keamanan, program memory dibagi menjadi dua bagian, yaitu Boot Flash Section dan Application Flash Section. Boot Flash Section digunakan untuk menyampaikan program Boot Loader, yaitu program yang harus dijalankan pada saat AVR reset atau pertama kali diaktifkan.

Application Flash Section digunakan untuk menyampaikan program aplikasi yang dibuat user. AVR tidak dapat menjalankan program aplikasi ini sebelum menjalankan program Boot Loader. Berdasarkan memori Boot Flash Section dapat deprogram dari 128 word sampai 1024 word tergantung setting pada konfigurasi bit di register BOOTSZ. Jika Boot Loader diproteksi, maka program pada Application Flash Section juga sudah aman.

Gambar 2.6. Peta Memori Program

2.3.4 EEPROM Data Memory

ATMega 8535 memiliki EEPROM 8 bit sebesar 512 byte untuk menyimpan data. Lokasinya terpisah dengan sistem address register, data register dan control register yang dibuat khusus untuk EEPROM. Alamat EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF.

(29)

EEPROM

$000

$01FF

Gambar 2.7. EEPROM Data Memori

2.3.5 Pemograman ATMega 8535 dengan Bahasa C

Bahasa C adalah bahasa pemograman yang dapat dikatakan berada pada bahasa pemograman tingkat rendah (bahasa yang berorientasi pada mesin).

Pembuat bahasa C adalah Brian W. Kernighan dan Dennis M. Ritchie pada tahun 1972. C adalah bahasa pemigraman terstruktur, yang membagi program dalam bentuk blok. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam pembuatan dan pengembangan program. Program yang ditulis dengan menggunakan bahasa C mudah sekali dipindahkan dari satu jenis program ke bahasa program lain. Hal ini karena adanya standarisasi bahasa C yaitu berupa standar ANSI (American National Standart Institut) yang dijadikan acuan oleh para membuat kompiler.

Pengembangan sebuah sistem menggunakan mikrokontroller AVR buatan ATMEL menggunkan software AVR STUDIO dan CodeVision AVR. AVR STUDIO merupakan software yang digunakan untuk bahasa assembly yang mempunyai fungsi yang sangat lengkap, yaitu digunakan untuk menulis program, kompilasi, simulasi dan download program ke IC mikrokontroller AVR.

Sedangkan CodeVisionAVR merupakan software C-cross compiler, dimana program dapat ditulis dengan menggunakan bahasa C,CodeVision memiliki IDE (Integrated Development Environment) yang lengkap, dimana penulisan program, compile, link, pembuatan code mesin (assembler) dan dowwnload program ke chip AVR dapat dilakukan dengan CodeVision, selain itu ada fasilitas terminal, yaitu melakukan komunikasi serial dengan mikrokontroler yang sudah diprogram.

Proses download program ke IC mikrokontroller AVR dapat menggunakan System Programmable Flash on-Chip mengizinkan memori program untuk

(30)

diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.

Pengembangan sebuah sistem menggunakan mikrokontroller AVR buatan ATMEL menggunakan software AVR Studio dan Code Vision AVR. AVR Studio merupakan software yang digunakan untuk bahasa assembly yang mempunyai fungsi yang sangat lengkap, yaitu digunakan untuk menulis program, kompilasi, simulasi dan download program ke IC mikrokontroler AVR.

Sedangkan Code Vision AVR merupakan software C-cross Complier, dimana program dapat ditulis dalam bahasa C, CodeVision memiliki IDE (Integrated Development Environment) yang lengkap dimana penulis program, compile, link, pembuatan kode mesin (assembler) dan download program ke chip AVR dapat dilakukan dengan menggunakan Code Vision, selain itu ada fasilitas terminal, yaitu melakukan komunikasi serial dengan mikrokontroler yang sudah diprogram. Proses download program ke IC mikrokontroler AVR dapat menggunakan System Programmable Flash On. Chip mengizinkan memori program untuk diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.

2.4 Resistivitas

Resistivitas adalah resistansi yang terukur antara muka – muka yang berlawanan dari sebuah kubus yang memiliki rusuk – rusuk sepanjang 1 cm.

resistivitas jenis ini didapatkan secara tidak langsung, dalam arti nilai awal yang didapatkan adalah nilai resistansinya yang didapatkan sebagai akibat adanya sifat menahan arus sehingga menimbulkan beda potensial pada titik ukur. Pada kondisi sebenarnya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan tanah dengan ρ yang berbeda beda.

Potensial yang terukur adalah nilai medan potensial oleh medium berlapis.

Dengan demikian resistivitas yang terukur di permukaan bumi bukanlah nilai resistivitas yang sebenarnya melainkan resistivitas semu. Resistivitas semu yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan homogen. Resistivitas semu ini dirumuskan seperti pada persamaan 1:

(31)

dengan ρa merupakan resistivitas semu, K merupakan faktor geometri, ∆V merupakan beda potensial dan I merupakan kuat arus. Pada kenyataannya, bumi merupakan medium berlapis dengan masing-masing lapisan mempunyai nilai resistivitas yang berbeda.Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu yang dihitung dari pengukuran perbedaan potensi antar elektroda yang ditempatkan dibawah permukaan.

Suatu resistivitas itu sangat bergantung terhadap besar atau tidak kuat nya arus yang ditancapkan pada tanah yang hendak dilakukan pengujian. Semakin besar jarak spasi antara elektroda M dan elektroda N, maka nilai resistivitas yang terhitung akan semakin kecil dan begitu juga sebaliknya.

2.5 Konstanta Dielektrik dan Probes

Konstanta dielektrik adalah ukuran kepolaritasan material dalam medan listrik. Konstanta dielektrik menentukan kapasitas induktif efektif dari suatu material batuan dan merupakan respon static untuk medan – medan listrik baik AC maupun DC. Probes yang digunakan dalam perancangan tugas akhir ini

Material Resistivity (Ohm-Meter)

Air (Udara)

Pyrite (Pirit) 0.01-100

Quartz (Kwarsa) 500-800000

Calcite (Kalsit) 1×1012-1×1013

Rock Salt (Garam Batu) 30-1×1013

Granite (Granit) 200-10000

Andesite (Andesit) 1.7×102-45×104

Basalt (Basal) 200-100000

Limestoes (Gamping) 500-10000

Sandstone (Batu Pasir) 200-8000

Shales (Batu Tulis) 20-2000

Sand (Pasir) 1-1000

Clay (Lempung) 1-100

Ground Water (Air Tanah) 0.5-300

Sea Water (Air Asin) 0.2

Magnetite (Magnetit) 0.01-1000

Dry Gravel (kerikil kering) 600-10000

Alluvium (Aluvium) 10-800

Gravel (Kerikil) 100-60

(32)

adalah batang elektroda penghantar yang terbuat dari bahan metal / logam yang dapat menghantarkan listrik atau bersifat konduktif. Pemilihan bahan probes yang digunakan didasarkan pada daya hantar listrik atau konduktivitas .

2.6 DC – AC Inverter

DC-AC Inverter adalah peralatan elektronika yang digunakan untuk menghasilkan tegangan AC dari sumber daya DC seperti baterai, accumulator, inverter yang umum bekerja dalam dua tahap :

1) Mengubah masukan DC menjadi AC

2) Menaikkan level tegangan AC dengan menggunakan tranformator sebagai penaik tegangan AC

2.7 Display

Display adalah rangkaian yang berfungsi menampilkan hasil pengukuran, dalam hal ini adalah nilai resistivitas tanah display yang digunakan M1632. Data yang akan ditampilkan diberikan oleh mikrokontroller melalui bus data. Bus kontrol pada display yaitu pin RS berfungsi memilih register LCD, sedangkan pin RW digunakan untuk mengatur arah baca tulis data dan pin clock berfungsi sebagai pin sinkronisasi dengan clock.

2.8 Quart Crystal

Quart Crystal adalah komponen elektronika pembangkit sinyal clock yang diperlukan utnuk menjalankan mikrokontroller. Penggunaan clock pada sistem microprocessor mutlak diperlukan untuk sinkronisasi aktivitas seluruh komponen digital yang terlibat didalamnya, makin besar clock, makin cepat pula proses yang dilakukan sistem tersebut.

2.9 Controller

Controller digunakan untuk mendeteksi perbedaan potensial dari elektroda, data analog tersebut diubah menjadi digital kemudian dikalibrasi dengan program untuk mendapatkan nilai sebenarnya. Kemudian dikeluarkan berupa tampilan display LCD.

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jalan Merpati Ujung No.24 Komplek Polri Tanjung Selamat

3.2 Peralatan, Bahan dan Komponen

3.2.1 Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian dan perancangan ini melibatkan beberapa perlengkapan dan bahan-bahan antara lain sebagai berikut :

a. Alat ukur resistivitas tanah.

b. Komputer pribadi (PC) dan perlengkapannya.

c. Alat- alat ukur listrik.

d. Peralatan/perkakas (tool set).

e. Perangkat lunak pembantu dan lain-lain.

3.2.2 Bahan dan Komponen

Bahan dan komponen elektronika yang digunakan dalam penelitian dan pembuatan sistem sensor adalah sebagai berikut :

- 6 buah probe logam tembaga - Baterai motor 12 Volt

- Rangkaian kendali (Mikrokontroller dan periferal).

- Penjepit buaya - Kapasitor.

- Chasis rancangan .

- Kabel-kabel dan sebagainya.

- Display LCDM1632 - Controller

- Sensor elektroda logam

(34)

- Regulator 7805 - Dioda Kristal - Trimpod - Resistor

3.3 Diagram Blok Cara Kerja Alat

Diagram blok dalam penelitian merupakan rangkaian beberapa alat yang saling berhubungan dan terintegrasi untuk melakukan kerja yang sama. Berikut adalah diagram blok cara kerja alat dalam melakukan pengukuran resistivitas tanah :

Gambar 3.1. Diagram Blok Sistem

Keterangan :

1. Blok Tanah yang akan diuji : Mempersiapkan tanah yang akan diuji beserta lintasan pemetaan yang akan diukur resistivitas tanah nya.

2. Blok Alat ukur resistivitas tanah : Terjadinya interaksi dengan tanah yang diuji pada saat pengukuran sedang berlangsung. Terdiri dari elektroda arus yang terhubung dengan supply tegangan dan elektroda detektor beda potensial yang terjadi akibat adanya injeksi arus dalam tanah sebagai input/data resistivitas tanah yang terhubung dengan pengkondisi sinyal.

3. Blok Mikrokontroller ATMega 8535 : Sebagai sistem deteksi tegangan sensor sekaligus sebagai kalibrator untuk memperoleh nilai resistivitas tanah. Data hasil pengukuran dari sensor yang berbentuk sinyal analog, kemudian akan dikonversi menjadi sinyal digital oleh Analog to Digital Converter (ADC) yang berada pada mikrokontroller sehingga dapat diproses lebih lanjut oleh mikrokontroller.

4. Blok Display LCD : Data yang telah diproses akan ditampilkan dalam bentuk tegangan output sensor dan nilai resistivitas sebagai indikator resistivitas tanah.

Tanah yang

akan diuji A LCD

D 8535 Alat ukur

resistivitas tanah

(35)

3.4 Diagram Alir Penelitian

Berikut adalah diagram alir penelitian dan perangcangan yang menggambarkan tahap-tahap penelitian dari awal hingga selesai:

T

Y

Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian Start

Inisialisasi sistem dan nilai awal tegangan

Kalibrasi Sensor Data Tegangan

Hasil Kalibrasi Valid? Y

Output Hasil Kalibrasi Berupa Tegangan, Kuat Arus,

Resistivitas Pada LCD

Stop Sensor Baca Tegangan

(36)

Vcc

PC4 PC5 PA0 PC6 PC7

PC0 PC1 PC2 PA2

ATMEGA 8535 PA3

Grd Reset

LCD DISPLAY M 1632

AN 780 5

A

+12V Batere

+5V

Vref 10K

7

+5V

11 12 13 14

1/3/16 40

38

37 Rs

Sensor Konduktivitas M

Sensor Konduktifitas N Rs

+5V +5V

Xtal 4 MHZ

11

B

+5V

1

1819 20 21

14 15 16

4 5 6

Reset

12

13

2/15 100µF/25V

3.5 Skematik Rangkaian Seluruh Sistem Alat Pengukur Resistivitas Tanah

Gambar 3.3 Rangkaian alat pengukur resistivias tanah menggunakan elektroda konfigurasi Wenner – Schlumberger berbasis Mikrokontroller Atmega 8535

Gambar rangkaian diatas terdiri atas rangkaian catu daya (power supply).

Catu daya di rangkaian ini menggunakan baterai 12 Volt, dioda, dan kapasitor serta menggunakan IC Regulator AN 7805 untuk keluaran + 5 volt. Baterai 12 Volt ini berfungsi sebagai sumber tegangan untuk mikrokontroller dan sensor.

Sensor yang digunakan adalah sensor konduktivitas dengan menggunakan konfigurasi Wenner – Schlumberger, yang terdiri dari empat buah probe yang disusun sejajar dengan aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda A-M (atau N-B) dengan proses penentuan resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus. Jarak antar probe sebesar 0,5 m, panjang probe 30 cm dan lebar probe 2 mm.

Probe AB dihubungkan dengan sumber arus sebagai injeksi arus ke dalam tanah (probe A ke 5 volt sedangkan probe B ke ground), kemudian probe MN dihubungkan ke pengkondisi sinyal yang telah terhubung ke port data (port A)

(37)

pada mikrokontroller dan akan menghasilkan data sebagai deteksi tegangan dalam tanah berupa beda potensial (tegangan keluaran).

Rangkaian minimum standar mikrokontroller dihubungkan dengan rangkaian pengkondisi sinyal dan LCD.

- Rangkaian minimum standar mikrokontroller yang digunakan adalah rangkaian standar yang menggunakan baterai 12 volt yang terhubung pada pin 7 (Vcc) dan pin 11 (Ground).

- Rangkaian pengkondisi sinyal berfungsi untuk mengkondisikan sinyal keluaran dari sensor, baik dipertahankan ataupun dikuatkan agar dapat diproses oleh mikrokontroller. Terdiri dari IC regulator AN7805 sebagai IC yang digunakan untuk menstabilkan tegangan 5V.

- LCD yang digunakan adalah LCD M1632 karakter 16x2, hanya mampu menampilkan angka dan huruf sebanyak 2 baris dengan 16 karakter setiap barisnya. Dengan pin PC4, pin PC5, pin PC6, pin PC7, pin PC0, pin PC1, dan pin PC2 pada mikronkontroller.

3.5.1 Pengujian

A. Rangkaian Mikrokontroller ATmega 8535

Pengujian pada rangkaian mikrokontroller ATmega 8535 ini dapat dilakukan dengan menghubungkan rangkaian ini dengan rangkaian power supply sebagai sumber tegangan. Pin 7 dihubungkan dengan sumber tegangan 12 volt, sedangkan pin 11 dihubungkan dengan ground. Kemudian data tegangan yang masuk diukur pada pin PA2 untuk diproses untuk menghasilkan data resistivitas. Dari hasil pengujian didapatkan tegangan potensial pada pin PA2 dan PA3 sebesar 34,68.

Langkah selanjutnya adalah memberikan program sederhana pada mikrokontroller ATmega 8535, program yang diberikan adalah program untuk menampilkan karakter pada LCD.

(38)

B. Pengukuran dengan menggunakan oli dan tanpa menggunakan oli dengan konfigurasi Wenner – Schlumberger

Prosedur yang dilakukan dalam pengukuran resistivitas tanah menggunakan metode konfigurasi Wenner – Schlumberger adalah sebagai berikut :

1. Ditentukan lintasan pengukuran yang akan dilakukan.

2. Diukur panjang lintasan yang akan digunakan pada penelitian.

3. Dilakukan pengukuran resistivitas dengan tanpa menggunakan oli.

4. Ditentukan spasi jarak yang akan digunakan pada penelitian.

5. Dilakukan spasi jarak pada penelitian sesuai dengan metode konfigurasi Wenner – Schlumberger.

6. Disiapkan peralatan alat ukur resistivitas tanah.

7. Ditancapkan 4 buah elektroda yang digunakan pada lintasan pengukuran.

8. Dihubungkan penjepit buaya dengan masing masing elektroda, 2 untuk elektroda arus dan 2 untuk elektroda potensial.

9. Dinyalakan catu daya, lalu amati tegangan potensial dan resistivitas yang ditampilkan pada LCD.

10. Dilakukan pengamatan hingga variasi pengukuran terakhir.

11. Dilakukan selanjutnya pengukuran dengan menggunakan oli.

12. Ditentukan spasi jarak yang akan digunakan pada penelitian.

13. Dilakukan spasi jarak pada penelitian sesuai dengan metode konfigurasi Wenner – Schlumberger.

14. Ditancapkan 4 buah elektroda yang digunakan pada lintasan pengukuran.

15. Dihubungkan penjepit buaya dengan masing – masing elektroda, 2 untuk elektroda arus dan 2 untuk elektroda potensial.

16. Dituangkan oli pada titik pusat lintasan pengukuran.

17. Dilakukan pengukuran setelah 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 24 jam setelah penuangan oli.

18. Dinyalakan catu daya, lalu amati tegangan potensial dan resistivitas yang ditampilkan pada LCD.

19. Dilakukan pengamatan hingga variasi pengukuran terakhir.

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data hasil penelitian

Terdapat 2 model pengukuran yang berhasil dilakukan. Pada pengukuran model pertama dilakukan dengan tanpa menggunakan tambahan oli pada tanah yang akan dilakukan pengujian, sedangkan pada model pengukuran kedua dilakukan dengan penambahan oli pada tanah yang akan dilakukan pengujian.

Pada proses pengujian dan pengambilan data metode yang digunakan di lapangan adalah metode konfigurasi Wenner – Schlumberger dengan faktor spasi elektroda 0,5 meter.

Konfigurasi ini digunakan karena memiliki sistem aturan spasi yang konstan dan faktor n yaitu perbandingan jarak antara elektroda C1 – P1 (C2 – P2).Elektroda yang dipakai dalam pengujian ini adalah sebanyak 6 buah.

4.1.1 Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli

 n = 1

Tabel 4.1 Data Pengukuran Dengan Tanpa Menggunakan Oli

n AB MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)

1 1.5 0,5 2,43 0,22 3,14 34,68

1 2 0,5 2,68 0,2 3,14 42,076

1 2,5 0,5 2,89 0,19 3,14 47,76

1 3 0,5 2,99 0,22 3,14 42,675

1 3,5 0,5 3,26 0,21 3,14 48,745

1 4 0,5 3,47 0,20 3,14 54,48

1 4,5 0,5 3,78 0,23 3,14 51,61

1 5 0,5 3,98 0,21 3,14 59,51

(40)

1 5,5 0,5 4,24 0,20 3,14 66,658

1 6 0,5 4,55 0,25 3,14 57,148

1 6,5 0,5 4,71 0,23 3,14 64,30

1 7 0,5 4,89 0,21 3,14 73,12

1 7,5 0,5 5,15 0,25 3,14 64,68

1 8 0,5 5,32 0,24 3,14 69,60

1 8,5 0,5 5,54 0,22 3,14 79,07

1 9 0,5 5,78 0,25 3,14 72,59

1 9,5 0,5 5,93 0,24 3,14 77,58

1 10 0,5 6,22 0,21 3,14 93,00

1 10,5 0,5 6,47 0,26 3,14 78,14

1 11 0,5 6,66 0,25 3,14 83,65

1 11,5 0,5 6,83 0,23 3,14 93,244

Dari tabel 4.1 dapat di lihat bahwa semakin luas jarak AB dan MN maka semakin tinggi beda potensial dan resistivitasnya maka kuat arus yang dihasilkan semakin kecil. Dari tabel diatas didapatlah grafik sebagai berikut :

Gambar 4.1 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan oli dengan n=1

0 20 40 60 80 100

1.5 2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5 9,5 10,5 11,5

resistivitas (Ωm

jarak elektroda (m)

jarak elektroda (m) vs resistivitas (Ωm)

n=1

(41)

 n = 2

Tabel 4.2 Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli

n AB MN ΔV(mV) I(mA) k ρ(Ωm)

2 3 0,5 2,67 0,25 9,42 100,605

2 4 0,5 2,93 0,24 9,42 115,002

2 5 0,5 3,28 0,22 9,42 140,443

2 6 0,5 3,57 0,26 9,42 129,35

2 7 0,5 3,95 0,24 9,42 155,04

2 8 0,5 4,22 0,22 9,42 180,69

2 9 0,5 4,68 0,27 9,42 163,28

2 10 0,5 4,92 0,25 9,42 185,36

2 11 0,5 5,29 0,23 9,42 216,66

2 12 0,5 5,76 0,27 9,42 184,56

2 13 0,5 5,95 0,26 9,42 215,57

2 14 0,5 6,39 0,24 9,42 250,81

2 15 0,5 6,61 0,28 9,42 222,38

2 16 0,5 6,96 0,26 9,42 252,166

2 17 0,5 7,25 0,25 9,42 273,18

2 18 0,5 7,44 0,29 9,42 241,67

2 19 0,5 7,83 0,27 9,42 273,18

2 20 0,5 8,11 0,26 9,42 293,83

2 21 0,5 8,48 0,31 9,42 257,68

2 22 0,5 8,72 0,29 9,42 283,25

2 23 0,5 8,98 0,28 9,42 302,11

Dari tabel 4.1.1 dapat di lihat bahwa semakin luas jarak AB dan MN maka semakin tinggi beda potensial dan resistivitasnya maka kuat arus yang dihasilkan semakin kecil. Dari tabel diatas didapatlah grafik sebagai berikut :

(42)

Gambar 4.2 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan oli dengan n=2

 n = 3

Tabel 4.3 Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli

n AB MN ΔV(mV) I(mA) k ρ(Ωm)

3 4.5 0,5 3,01 0,26 18,84 218,11

3 6 0,5 3,45 0,23 18,84 282,6

3 7,5 0,5 3,88 0,21 18,84 348,09

3 9 0,5 4,23 0,27 18,84 295,16

3 10,5 0,5 4,67 0,26 18,84 338,39

3 12 0,5 4,98 0,24 18,84 390,93

3 13,5 0,5 4,33 0,28 18,84 291,35

3 15 0,5 4,69 0,27 18,84 327,26

3 16,5 0,5 4,97 0,26 18,84 360,13

3 18 0,5 5,35 0,29 18,84 347,57

3 19,5 0,5 5,86 0,27 18,84 408,89

3 21 0,5 6,36 0,25 18,84 479,29

0 50 100 150 200 250 300 350

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

resistivitas (Ωm)

Jarak elektroda

Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)

n=2

(43)

3 22,5 0,5 6,78 0,31 18,84 412,05

3 24 0,5 7,49 0,30 18,84 470,37

3 25,5 0,5 7,77 0,29 18,84 504,78

3 27 0,5 8,58 0,32 18,84 505,15

3 28,5 0,5 8,96 0,31 18,84 544,54

3 30 0,5 9,53 0,29 18,84 619,12

3 31,5 0,5 9,94 0,32 18,84 585,22

3 33 0,5 10,55 0,3 18,84 662,54

3 34,5 0,5 10,86 0,28 18,84 730,72

Dari tabel 4.1.2 dapat di lihat bahwa semakin luas jarak AB dan MN maka semakin tinggi beda potensial dan resistivitasnya maka kuat arus yang dihasilkan semakin kecil. Dari tabel diatas didapatlah grafik sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan oli dengan n = 3

0 100 200 300 400 500 600 700 800

4.5 6 7,5 9 10,5 12 13,5 15 16,5 18 19,5 21 22,5 24 25,5 27 28,5 30 31,5 33 34,5

resistivitas (Ωm)

Jarak elektroda

Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)

n=3

(44)

Tabel 4.1.2Datapengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah ditetapkan dengan (n = 1)

a) Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli

n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)

1 1.5 0,5 2,61 0,38 3,14 21,567

1 2 0,5 2,72 0,38 3,14 22,48

1 2,5 0,5 2,81 0,35 3,14 25,21

1 3 0,5 2,9 0,33 3,14 27,59

1 3,5 0,5 2,93 0,31 3,14 29,68

1 4 0,5 2,97 0,29 3,14 32,16

1 4,5 0,5 3,01 0,37 3,14 25,544

1 5 0,5 3,04 0,34 3,14 28,075

1 5,5 0,5 3,12 0,29 3,14 33,78

1 6 0,5 3,19 0,4 3,14 25,0415

1 6,5 0,5 3,28 0,36 3,14 28,61

1 7 0,5 3,34 0,3 3,14 34,96

1 7,5 0,5 3,47 0,44 3,14 24,76

1 8 0,5 3,62 0,38 3,14 29,913

1 8,5 0,5 3,81 0,35 3,14 34,181

1 9 0,5 3,98 0,45 3,14 27,771

1 9,5 0,5 4,51 0,40 3,14 35,40

1 10 0,5 4,69 0,32 3,14 46,021

1 10,5 0,5 5,22 0,5 3,14 32,782

1 11 0,5 5,48 0,45 3,14 38,238

1 11,5 0,5 5,63 0,30 3,14 58,93

(45)

b) Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli

n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)

1 1.5 0,5 3,63 0,28 3,14 40,71

1 2 0,5 4,2 0,232 3,14 56,85

1 2,5 0,5 6,21 0,21 3,14 92,85

1 3 0,5 7,51 0,3 3,14 78,604

1 3,5 0,5 7,98 0,244 3,14 102,69

1 4 0,5 8,23 0,226 3,14 114,35

1 4,5 0,5 9,34 0,377 3,14 78,21

1 5 0,5 9,88 0,32 3,14 96,94

1 5,5 0,5 11,17 0,31 3,14 113,142

1 6 0,5 12,62 0,39 3,14 101,85

1 6,5 0,5 14,09 0,351 3,14 126,05

1 7 0,5 15,55 0,31 3,14 157,5

1 7,5 0,5 16,67 0,38 3,14 137,75

1 8 0,5 17,99 0,36 3,14 176,91

1 8,5 0,5 19,12 0,32 3,14 188

1 9 0,5 21,51 0,39 3,14 173,18

1 9,5 0,5 22,48 0,36 3,14 196,08

1 10 0,5 23,11 0,32 3,14 226,77

1 10,5 0,5 23,8 0,44 3,14 169,85

1 11 0,5 24,17 0,39 3,14 194,6

1 11,5 0,5 24,83 0,35 3,14 222,76

(46)

c) Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli

n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)

1 1.5 0,5 3,85 0,24 3,14 50,37

1 2 0,5 4,88 0,22 3,14 69,65

1 2,5 0,5 5,76 0,2 3,14 90,43

1 3 0,5 6,6 0,29 3,14 71,46

1 3,5 0,5 7,3 0,23 3,14 99,66

1 4 0,5 8,43 0,2 3,14 132,35

1 4,5 0,5 9,86 0,32 3,14 96,75

1 5 0,5 11,84 0,3 3,14 123,93

1 5,5 0,5 13,57 0,25 3,14 170,439

1 6 0,5 12,11 0,35 3,14 108,644

1 6,5 0,5 14,58 0,32 3,14 143,067

1 7 0,5 15,39 0,3 3,14 161,082

1 7,5 0,5 15,8 0,42 3,14 118,124

1 8 0,5 15,93 0,4 3,14 125,05

1 8,5 0,5 16,26 0,38 3,14 134,36

1 9 0,5 16,49 0,45 3,14 115,06

1 9,5 0,5 17,03 0,42 3,14 127,32

1 10 0,5 17,6 0,39 3,14 141,703

1 10,5 0,5 18,03 0,46 3,14 123,07

1 11 0,5 18,55 0,43 3,14 135,46

1 11,5 0,5 19,07 0,4 3,14 149,7

(47)

d) Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli

n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)

1 1.5 0,5 4,08 0,23 3,14 55,700

1 2 0,5 4,32 0,2 3,14 67,824

1 2,5 0,5 4,88 0,2 3,14 76,616

1 3 0,5 5,15 0,25 3,14 64,684

1 3,5 0,5 5,38 0,2 3,14 84,466

1 4 0,5 5,67 0,19 3,14 93,70

1 4,5 0,5 5,99 0,28 3,14 67,174

1 5 0,5 6,17 0,25 3,14 77,495

1 5,5 0,5 6,41 0,22 3,14 91,488

1 6 0,5 6,80 0,28 3,14 76,257

1 6,5 0,5 7,23 0,26 3,14 87,316

1 7 0,5 7,56 0,23 3,14 103,21

1 7,5 0,5 7,97 0,3 3,14 83,42

1 8 0,5 8,24 0,28 3,14 92,41

1 8,5 0,5 8,55 0,25 3,14 107,388

1 9 0,5 8,67 0,32 3,14 85,074

1 9,5 0,5 9,23 0,3 3,14 96,61

1 10 0,5 9,69 0,29 3,14 104,92

1 10,5 0,5 10,11 0,35 3,14 90,70

1 11 0,5 10,58 0,32 3,14 103,82

1 11,5 0,5 11,123 0,3 3,14 116,42

(48)

e) Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli

n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)

1 1.5 0,5 3,71 0,26 3,14 44,806

1 2 0,5 3,92 0,26 3,14 47,341

1 2,5 0,5 4,27 0,24 3,14 55,865

1 3 0,5 4,59 0,32 3,14 45,04

1 3,5 0,5 4,98 0,3 3,14 52,124

1 4 0,5 5,14 0,28 3,14 57,64

1 4,5 0,5 5,63 0,35 3,14 50,51

1 5 0,5 5,88 0,32 3,14 57,6975

1 5,5 0,5 6,28 0,28 3,14 70,426

1 6 0,5 6,667 0,4 3,14 52,336

1 6,5 0,5 7,03 0,39 3,14 56,6

1 7 0,5 7,41 0,35 3,14 66,48

1 7,5 0,5 7,62 0,42 3,14 56,97

1 8 0,5 7,94 0,38 3,14 65,61

1 8,5 0,5 8,33 0,38 3,14 68,83

1 9 0,5 8,69 0,45 3,14 60,64

1 9,5 0,5 9,11 0,42 3,14 68,108

1 10 0,5 9,45 0,39 3,14 76,08

1 10,5 0,5 10 0,46 3,14 68,26

1 11 0,5 10,71 0,44 3,14 76,43

1 11,5 0,5 11,82 0,4 3,14 92,787

Gambar

Gambar 2.1 Konfigurasi Wenner
Gambar 2.3 Konfigurasi  Wenner - Schlumberger
Gambar 2.4 Diagram blok ATMega 8535 (Lingga,2006)
Gambar 2.5 Konfigurasi Pin ATMega 8535
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian terdahulu maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh variasi pengalaman kerja dan kompensasi finansial terhadap

Peserta Pandu Penuntun yang dimaksud adalah Pandu HW Penuntun yang memenuhi persyaratan dan terdaftar sebagai peserta Hizbul Wathan Scout Virtual Got Talens Kwarwil Jawa

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan Nilem, didapatkan bahwa ukuran ikan Nilem yang tertangkap di perairan Rawa Pening

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika

Penelitian yang dilakukan Winowatan, W.J tahun 2018 tentang Implementasi Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi Terhadap Kebutuhan Industri yang dilakukan di Hotel Fave

Penunman tiang pancang sedalam 20 em sehingga stmktur menjadi miring, maka untuk menglzindari kemsakan yang lebih fatal diperlukan langkah perbaikan

'I don't know exactly what, but Captain Pickering is something high up in Anglo-American military relations.' The Doctor grinned and tapped her gently on the nose.. And I bet

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.