• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERBANDINGAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT RUMAH SAKIT MILIK PEMERINTAH DAN RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERBANDINGAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT RUMAH SAKIT MILIK PEMERINTAH DAN RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

EVALUASI DAN PERBANDINGAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT RUMAH SAKIT MILIK PEMERINTAH DAN RUMAH SAKIT

SWASTA DI KOTA MAKASSAR

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Departemen Teknik Lingkungan

VONNY CHRISTINE PALALLO D121 13 315

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN GOWA

2017

(2)

ii

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan lindungannya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian dengan judul “Evaluasi dan Perbandingan Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta di Kota Makassar”,sebagai salah satu syarat yang diajukan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Ucapan terima kasih yang tak tergambarkan penulis ucapkan kepada Ayahanda Risa Palallo dan Ibunda Agustina Ma’guling serta adikku Vera dan Kevin untuk kasih sayang, perhatian, doa dan dukungannya.

Keberhasilan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan semua pihak terkait. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ing. Ir Wahyu H. Piarah, MS. ME, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M. T, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Dr. Ir. Hj. Sumarni Hamid Aly, M.T, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Dr. Eng. Irwan Ridwan Rahim, ST., MT, selaku Kepala Riset Sanitasi dan Persampahan Program Studi Teknik Lingkungan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

5. Bapak Dr. Eng. Ibrahim Djamaluddin, S.T., M.Eng. ,selaku dosen pembimbing I, dan Bapak Ir. Achmad Sumakin, S.T.,M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal hingga selesainya penulisan Tugas Akhir ini.

6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang telah membantu selama penulis menempuh perkuliahan.

(4)

iv

7. Obed Nego Patabang, Am.d,ATT-III, yang telah mendukung dan membantu saya mulai dari pengambilan sampel hingga selesainya penulisan Tugas Akhir ini.

8. Seluruh “Saranger’s” yaitu Eva, Widi, Mir’ah, Ica’, Ega, Dillah, Riska, Nute, Hanggi, Mahas, Indah, Nadia, Yesmi dan Lanti yang selama ini menjadi tempat berbagi susah dan senang selama masa kuliah.

9. Saudara-saudariku Portal 2014 yang telah memberikan banyak warna dalam hidup.

10. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Lingkungan angkatan 2013 terkusus kepada Rahayu Utami, S.T yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Dan kepada rekan, sahabat, saudara dan berbagai pihak tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih atas setiap bantuan dan doa yang diberikan. Semoga Tuhan berkenan membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.

Namun, penulis berharap tugas akhir ini memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna melengkapi segala kekurangan dan keterbatasan dalam pengusunan tugas akhir ini. Akhir kata semoga tugas akhir ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Gowa, September 2017

Penulis,

Vonny Christine Palallo D121 13 315

(5)

v

EVALUASI DAN PERBANDINGAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT RUMAH SAKIT MILIK PEMERINTAH DAN RUMAH SAKIT SWASTA

DI KOTA MAKASSAR

Ibrahim Djamaluddin¹, Akhmad Sumakin², Vonny Christine Palallo³

¹Dosen Pengajar Departemen Teknik Lingkungan, Universitas Hasanuddin

²Dosen Pengajar Departemen Teknik Lingkungan, Universitas Hasanuddin

³Mahasiswa Departemen Teknik Lingkungan, Universitas Hasanuddin

Abstrak:Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta yang menjadi tempat penelitian ini merupakan rumah sakit dengan klasifikasi tipe B, yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kerja kesehatan dan penelitian merupakan salah satu sumber penghasil limbah medis. Berdasarkan pengamatan, pengelolaan limbah medis pada Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y di Kota Makassar belum sepenuhnya sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga karateristik limbah Rumah Sakit Pemerintah X yaitu infeksius, benda tajam dan patologis. Sedangkan Rumah Sakit Swasta Y ada empat yaitu infeksius, benda tajam, patologis dan sitoksis. Jumlah limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X adalah 0,16 kg / pasien per hari. Sedangkan timbulan limbah Rumah Sakit Swasta Y adalah 0,13 kg / pasien per hari. Rumah Sakit Milik Pemerintah memusnahkan limbahnya dengan menggunakan insenerator sedangkan Rumah Sakit Swasta menyerahkan limbahnya kepada pihak ketiga. Hasil evaluasi kesesuaian pengelolaan limbah medis padat pada kedua rumah sakit ini menunjukkan bahwa, Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y telah melakukan minimisasi limbah sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004. Namun utuk pewadahan, pengangkutan, penampungan limbah dan pemusnahan limbah, belum sepenuhnya sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004.

Kata Kunci : Limbah medis, Rumah Sakit Milik Pemerintah, Rumah Sakit Swasta

Abstract:Government-owned hospitals and private hospitals where this research is a hospital with a classification type B, which organizes the activities of the health service as well as a place of education for the health workforce and research is one of the sources of medical waste generator.

Based on observations, medical waste management at a Government-owned Hospital X and Y private hospital in Makassar city not yet fully correspond to Kepmenkes RI number:

1204/MENKES/SK/X/2004. The results showed that there are three Government Hospitals waste characteristics X is infectious, sharps and pathological. Whereas private hospitals Y there are four that is infectious, sharps, pathological and sitoksis. The results obtained are the average of waste medic waste of Government-owned Hospitals waste X is 0.16 kg/patients /day and private hospital waste was 0.13 kg/patients/day. Government-owned hospitals destroyed the reports using insenerator while private hospitals submit reports to third parties. The results of the evaluation of the suitability of medical solid waste management at both hospitals shows that hospital-owned Private Hospital X and Y has done a minimization of waste in accordance with Kepmenkes RI number: 1204/MENKES/SK/X/2004. But the container that is used, transport, shelter and the destruction of sewage waste, not yet fully correspond to Kepmenkes RI number:

1204/MENKES/SK/X/2004.

Keywords: medical waste, the Government owned Hospital, private hospital

(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Batasan Masalah 5

F. Sistematika Penelitian 5

BAB II. DAFTAR PUSTAKA

A. Rumah Sakit 7

1. Pengertian Rumah Sakit 7

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit 7

3. Klasifikasi Rumah Sakit 8

B. Kategori dan Sumber Limbah Rumah Sakit 9

1. Limbah Medis Padat 10

2. Lombah Non Medis 13

C. Timbulan Limbah Rumah Sakit 14

D. Pengelolaan Limbah Medis Padat 14

1. Minimisasi Limbah 15

2. Pemilahan Limbah 18

3. Pengumpulan Limbah Medis 19

4. Pengangkutan Limbah Medis 19

5. Penampungan Limbah Medis 20

6. Pemusnahan Limbah Medis 21

7. Penyerahan Limbah Kepada Pihak Ketiga 21

(7)

vii

E. Teknologi Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit 22

1. Insenerasi 22

2. Autoclaving 23

3. Desinfeksi dengan Bahan Kimia 23

4. Sanitary Landfill 24

F. Peraturan Pengelolaan Limbah Medis Padat 24

1. Persyaratan Pengelolaan Limbah Medis Padat 24 2. Tata Laksana Pengelolaan Limbah Medis Padat 28

G. Dampak Negatif Limbah Medis 35

1. Resiko Terhadap Kesehatan Masyarakat 35

2. Resiko Terhadap Lingkungan 37

H. Keterkaitan Penelitian 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian 39

B. Kerangka Penelitian 39

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 42

1. Lokasi Penelitian 42

2. Waktu Penelitian 42

D. Variabel Penelitian 42

E. Pengumpulan Data 43

1. Pengumpulan Data Primer 43

2. Pengumpulan Data Sekunder 44

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data 45

1. Statistik Deskriptif 45

2. Statistik Induktif 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 47

1. Gambaran Umum Rumah Sakit Milik Pemerintah X 47

2. Gambaran Umum Rumah Sakit Swasta Y 50

B. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Milik

Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y 5

(8)

viii

C. Sumber dan Karateristik Limbah Medis Padat Rumah Sakit Milik

Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y 53

1. Sumber dan Jenis Limbah Medis padat Rumah Sakit Milik

Pemerintah X 53

2. Sumber dan Jenis Limbah Medis padat Rumah Sakit Milik Swasta

Y 59

D. Analisis Timbulan Limbah Medis 67

E. Analisis Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan

Rumah Sakit Swasta Y 74

1. Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Milik Pemerintah X 74 2. Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Milik Swasta Y 80 F. Administrasi Pengelolaan Limbah Oleh Pihak Ketiga 86 G. Evaluasi dan Perbandingan Kesesuaian Persyaratan dan Tata laksana

Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Milik Pemerintah dan

Rumah Sakit Swasta 86

1. Persyaratan Pengelolaan Limbah Medis Padat 86 2. Tata Laksana Pengelolaan Limbah Medis Padat 89 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 94

B. Saran 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Metode Sterilisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali 26 Tabel 2 Jenis pelabelan padawadah limbah medis padat 27 Tabel 3 Daftar sarana dan prasarana pengelolaan limbah Rumah Sakit Milik

Pemerintah X dan Rumah Sakit Swsta Y 52

Tabel 4 Sumber dan jenis limbah yang dihasilkan Rumah Sakit Milik

Pemerintah X 54

Tabel 5 Karateristik dan jumlah limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X 15 Tabel 6 Sumber dan jenis limbah yang dihasilkan Rumah Sakit Swasta Y 60 Tabel 7 Karateristik dan jumlah limbah Rumah Sakit Swasta Y 62 Tabel 8 Berat timbulan limbah medis Sakit Milik Pemerintah X 68 Tabel 9 Berat timbulan limbah medis Sakit Swasta Y 69 Tabel 10 Berat timbulan Rumah Sakit Milik Pemerintah X berdasarkan

jumlah pasien 71

Tabel 10 Berat timbulan Rumah Sakit Swasta Y berdasarkan jumlah

pasien 71

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Alir Metodologi Penelitian 41

Gambar 2 Presentase karateristik limbah medis Rumah Sakit Milik

Pemerintah X 57

Gambar 3 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X yang

tergolong limbah infeksius 57

Gambar 4 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X yang

tergolong limbah benda tajam 58 2

Gambar 5 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X yang

tergolong limbah patologis 59

Gambar 6 Presentase karateristik limbah medis Rumah Sakit Swasta Y 63 Gambar 7 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Swasta Y yang tergolong

limbah infeksius 63

Gambar 8 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Swasta Y yang tergolong

limbah benda tajam 64

Gambar 9 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Swasta Y yang tergolong limbah

patologis 65

Gambar 10 Grafik jenis limbah Rumah Sakit Swasta Y yang tergolong

limbah sitoksis 65

Gambar 11 Grafik berat timbulan limbah medis yang dihasilkan per hari 70 Gambar 12 Grafik rata-rata timbulan limbah medis yang dihasilkan per

pasien per hari Rumah Sakit Milik Pemerintah X 72 Gambar 13 Grafik rata-rata timbulan limbah medis yang dihasilkan per

pasien per hari Rumah Sakit Swasta Y 73

Gambar 14 Skema pengelolaan limbah medis Rumah Sakit Pemerintah X

berdasarkan hasil observasi 75

Gambar 15 Wadah penampungan limbah Rumah Sakit Milik Pemerintah X 76 Gambar 16 Pengangkutan limbah medis Rumah Sakit Milik Pemerintah X

dengan menggunakan troli 77

Gambar 17 Tempat penampungan sementara limbah Rumah Sakit Milik

Pemerintah X 78

(11)

xi

Gambar 18 Insenerator dan Abu sisa pembakaran limbah Rumah Sakit Milik

Pemerintah X 79

Gambar 19 Skema pengelolaan limbah medis Rumah Sakit Swasta Y

berdasarkan hasil observasi 81

Gambar 20 Wadah penampungan limbah Rumah Sakit Swasta Y 82 Gambar 21 Pengumpulan limbah medis Rumah Sakit Swasta Y 83 Gambar 22 Alat pengangkut limbah medis Rumah Sakit Swasta Y 83 Gambar 23 Tempat Penampungan Sementara Limbah Medis Rumah Sakit

swasta Y 84

Gambar 24 Pengemasan limbah medis Rumah Sakit Swasta Y oleh pihak

ketiga 85

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medis dan non medis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Dilain pihak, rumah sakit juga dapat dikatakan sebagai pendonor limbah karena buangannya berasal dari kegiatan medis maupun non-medis yang bersifat berbahaya dan beracun (Paramita, 2007).

Limbah medis juga dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif, bila tidak ditangani dengan baik akan berdampak bagi manusia, mahluk hidup, serta lingkungan di sekitar rumah sakit. Hasil kajian terhadap 100 Rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8% dan berupa infeksius sebesar 32,2%.

Diperkirakan secara nasional produksi sampah limbah padat rumah sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencer-mari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Paramita, 2007).

(13)

2 Berdasarkan hasil assessment tahun 2007, diketahui bahwa baru 49% dari 1.176 rumah sakit (526 rumah sakit pemerintah dan 650 rumah sakit milik swasta) di 31 provinsi, baru 648 rumah sakit yang memiliki insenerator dan 36% memiliki IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) dengan kondisi diantaranya tidak berfungsi. Untuk pengelolaan limbah padat, 80,7% sudah melakukan pemisahan antara limbah medis dan limbah non-medis, tetapi dalam masalah pewadahan sekitar 20,5% yang menggunakan pewadahan khusus dengan warna dan lambang berbeda (Wiku Adisasmito, 2009).

Sejauh ini pengelolaan limbah medis rumah sakit di Indonesia masih dibawah standar professional belum sepenuhnya benar dan aman sehingga berpotensi mencemari lingkungan sekitar rumah sakit. Bahkan banyak rumah sakit yang membuang dan mengolah limbah medis secara sembarangan (Suryandari, 2010).

Pada tahun 2009, kegiatan kajian di 6 rumah sakit (di Kota Medan, Bandung & Makasar) oleh Ditjen Penyehatan Lingkungan dan didukung WHO, hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa 65% rumah sakit telah melakukan pemilahan antara limbah medis dan limbah domestik (kantong plastik kuning dan hitam), tetapi masih sering terjadi salah tempat dan sebesar 65% rumah sakit memiliki insinerator dengan suhu pembakaran antara 530 – 800 ºC, akan tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu belum dilakukan dengan baik. Selain itu belum ada informasi akurat timbulan limbah medis karena 98% rumah sakit belum melakukan pencatatan (Ditjen PP & PL, 2011).

Salah satu Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta di Kota Makassar, yang menjadi tempat penelitian merupakan rumah sakit yang

(14)

3 termasuk dalam klasifikasi rumah sakit tipe B. Rumah sakit tipe B dipilih karena di Kota Makassar hanya ada satu rumah sakit dengan pridikat tipe A sehingga tidak dapat di bandingkan. Berdasarkan observasi awal Rumah Sakit Milik Pemerintah memusnahkan limbahnya dengan insenerator, sedangkan Rumah Sakit Swasta menyerahkan limbahnya kepada pihak ketiga. Letak kedua rumah sakit ini berdekatan dengan lingkungan pemukiman dan perkantoran sehingga perlu dilakukan monitoring pelaksanaan pengelolaan limbah medis sesuai dengan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 yang mengatur tentang minimisasi limbah dan pengelolaan limbah medis rumah sakit untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

Berdasarkan latarbelakang di atas, peneliti tertarik untuk mengambil konsentrasi mengenai “Evaluasi dan Perbandingan Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta di Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang tersebut adalah:

1. Bagaimana karateristik limbah medis padat yang di hasilkan oleh Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta ?

2. Berapa timbulan limbah medis padat yang di hasilkan oleh Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta?

3. Bagaimana proses pengelolaan limbah medis padat yang di hasilkan oleh Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta pada penerapan

(15)

4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004 menganai pengelolaan limbah rumah sakit ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan sumber dan karateristik limbah medis padat di Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y.

2. Mengetahui jumlah timbulan limbah medis padat di Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y.

3. Mendeskripsikan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y.

4. Membandingkan pengelolaan limbah medis padat yang di hasilkan oleh Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y pada penerapan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 menganai pengelolaan limbah rumah sakit

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Penelitian ini diharapkan memberi masukan dan informasi dalam hal pengelolaan, pengelolaan limbah medis padat Rumah Sakit Milik Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta.

2. Sebagai bahan kepustakaan yang dapat menambah wacana khususnya dalam hal pengelolaan limbah medis padat yang di hasilkan oleh Rumah Sakit.

(16)

5 E. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Rumah Sakit Milik Pemerintah X dan Rumah Sakit Swasta Y yang menjadi tempat penelitian merupakan rumah sakit dengan kualifikasi rumah sakit tipe B.

2. Penelitian ini membandingkan proses pengelolaan limbah medis padat rumah sakit dengan acuan standar Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004.

3. Komponen yang diteliti meliputi timbulan (jumlah) dan karakteristik limbah medis padat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan tugas akhir ini, kami uraikan dalam sistematika penulisan yang dibagi dalam 5 (Lima) pokok bahasan berturutturut sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan uraian dan pola umum yang diuraikan secara singkat sebagai pendahuluan untuk memasuki bahasan selanjutnya meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian. Dasar- dasar yang digunakan dalam metode yang berkaitan pada enelitian ini dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian penulis.

(17)

6 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menyajikan langkah-langkah penelitian, mulai dari kerangka penelitian, hingga penjelasan untuk tiap tahapan penelitian yang berawal dari pengumpulan data, pengolahan dan analisa data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini meguraikan pelaksanaan kegiatan penelitian hingga hasil yang di peroleh di olah dan dianalisis berdasarkan metodologi yang telah ditentukan, sehingga pada bagian akhir dapat diuraikan hasil analisis yang akan menjadi landasan untuk mengambil keputusan

BAB V PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan hasil analisis dari pembahasan yang telah dilakukan bab sebelumnya. Terdapat juga saran yang direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan.

(18)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personal terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2004).

Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang rumah Rumah Sakit, rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

(19)

8 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi tipe A, tipe B, tipe C,dan tipe D.

a. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.

Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A meliputi:

Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Sub Spesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, Dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 400 buah Rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

b. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spelialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2

(20)

9 Pelayanan Medik subspesialis Dasar. Jumlah tempat tidur minimal 200 buah.

Rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten.

c. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Kemampuan dan fasilitas rumah sakit meliputi Pelayanan Medik Umun, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten atau kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

d. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Jumlah tempat tidur minimal 50 buah. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas. Kriteria, fasilitas, dan kemampuan Rumah Sakit Kelas D meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

B. Kategori dan Sumber Limbah di Rumah Sakit

Limbah layanan kesehatan adalah mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Limbah

(21)

10 rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan yang berasal dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radio aktif (Wulandari,2012).

Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 Tahun 2004 limbah rumah sakit terbagi 3 macam yaitu :

1. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radio aktif yang berbahaya bagi kesehatan

2. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator dan anastesi.

3. Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

Limbah rumah sakit merupakan campuran yang heterogen sifat-sifatnya.

Seluruh jenis limbah ini dapat mengandung limbah berpotensi infeksi.

Kadangkala, limbah residu insenerasi dapat dikategorikan sebagai limbah B3 bila insenerasi sebuah rumah sakit tidak sesuai dengan kriteria atau tidak dioperasikan dengan sesuai. Berdasarkan bahaya atau tidaknya limbah rumah sakit dapat digolongkan menjadi limbah medis padat dan non medis padat (Wulandari, 2012).

1. Limbah Medis Padat

Menurut U.S Environmental Protection Agency (2011) limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi, farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan yang menggunakan bahan-

(22)

11 bahan yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien.

Limbah medis padat terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

Menurut Wulandari (2012) pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya. Berikut karateristik dari limbah medis:

a. Limbah infeksius

Limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri, virus, parasit, atau jamur) yang tidak secararutin ada lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia . Menurut Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) atau limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruangan perawatan atau isolasi penyakit menular.

b. Limbah patologis

Menurut Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004, limbah patologis adalah Limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau

(23)

12 kontak dengan bahan yang sangat infeksius. Jaringan tubuh yang tampak nyata seperti anggota badan dan placenta yang tidak memerlukan pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator di bawah pengawasan petugas berwenang. Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah harus diperlakukan dengan hati-hati.

c. Limbah Sitotoksis

Limbah sitotoksi adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksi untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel (Prüss, Giroult, & Rushbrook, 2005).

d. Limbah Farmasi

Menurut Kepmenkes RI No.1204 Tahun 2004, limbah farmasi mencakup produksi farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan di buang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung darah atau cairan, dan ampul obat.

Limbah farmasi berasal dari, Obat-obatan yang kadaluwarsa,obat-obatan yang terbuang karena tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi,obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan (Sumisih, 2010).

(24)

13 e. Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinary, laboratorium, proses strerilisasi dan riset (Depkes RI, 2002).

f. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan media atau riset radionuclida. Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radio immunoassay, dan bakteriologis dapat berbentuk padat, cair atau gas (Sumisih, 2010).

g. Benda tajam

Merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka tusuk.

Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif. Seperti Jarum, jarum suntik, skalpel, pisau bedah, peralatan infus, gergaji bedah, dan pecahan kaca (Wulandari, 2011).

h. Kontainer bertekanan

Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan di rumah sakit. Seperti, tabung gas, kaleng aerosol yang mengandung residu, gas cartridge (Wulandari, 2011).

2. Limbah Non Medis

Menurut Kepmenkes RI No.1204 Tahun 2004, limbah non medis padat adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang

(25)

14 berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

C. Timbulan Limbah Rumah Sakit

Menurut WHO (1999), rata-rata produksi limbah rumah sakit di Negaranegara maju seperti Eropa dan Amerika mencapai 5-8 kg/TT perhari.

Menurut Ditjen PP & PL (2003), yang menyatakan bahwa rata-rata timbulan limbah medis dari RS 0,14 kg/TT perhari dan diperkirakan jumlah limbah medis dalam 1 tahun sebanyak 3.895 ton.

Menurut Askarian, Vakili, dan Kabir (2004), faktor yang mempengaruhi timbulan limbah rumah sakit antara lain tingkat hunian (BOR), jenis pelayanan kesehatan yang diberikan, status ekonomi, sosial dan budaya pasien dan lokasi geografis. Serupa dengan hasil penelitian Perdani (2011) yang menunjukkan bahwa komposisi limbah medis dipengaruhi oleh pelayanan yang ditawarkan suatu fasilitas kesehatan.

Menurut Cheng et al (2008), yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas limbah yang dihasilkan yaitu tipe rumah sakit, outpatients per hari, total jumlah tempat tidur, jumlah tempat tidur untuk penyakit menular.Faktor yang mempengaruhi kuantitas limbah di rumah sakit di berbagai negara yaitu gaya hidup yang berbeda, dan cara bagaimana limbah disegregasi dan dikategorikan di berbagai negara.

D. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif serta memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai suatu yang tidak digunakan lagi, tidak

(26)

15 disenangi, dan harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan baik.

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Dewy, 2014).

Pengelolaan limbah medis menurut WHO (2005) beberapa elemen penting dalam pengelolaan limbah rumah sakit yaitu minimisasi limbah, pelabelan dan pengemasan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, dan pembuangan limbah.

Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment).

1. Minimisasi Limbah

Menurut Bapedal (1992) minimisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi, dengan cara reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah berupa reuce, rerecycle, dan recovery. Sedangkan menurut Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 disebutkan bahwa minimisasi limbah merupakan salah satu upaya untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan. Jadi, minimisasi limbah medis yaitu upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduse), menggunakan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle).

Untuk memahami bagaimana cara meminisasi limbah ada beberapa hal yang dilakukan yaitu informasi mengenai jenis material yang dapat direduksi

(27)

16 ataupun dimanfaatkan kembali, volume produksi limbah yang dihasilkan, upaya minimisasi limbah yang telah dilakukan, analisis biaya untuk menentukan kemungkinan perubahan praktek yang dilakukan, prioritas upaya berdasarkan peraturan yang berlaku, biaya, volume, dan lainnya, serta identifikasi peluang minimisasi limbah baik reduksi limbah pada sumbernya, penggunaan kembali limbah, maupun daur ulang limbah (Lee, 1992).

a. Reduksi Pada Sumber

Reduksi atau menghilangkan limbah dari sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mengurangi atau mencegah terjadinya limbah yang keluar dari proses produksi.

Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan (Bishop,2001).

Konsep meminisasi limbah berupa reduksi limbah langsung dari sumbernya menggunakan pendekatan pencegahan dan teknik yang meliputi perubahan bahan baku (pengelolaan bahan dan modifikasi bahan), perubahan teknologi (modifikasi proses dan teknologi bersih), praktek operasi yang baik (housekeeping, segregasi limbah, preventive maintenance), dan perubahan produk yang tidak berbahaya (Bapedal, 1992).

b. Melakukan Housekeeping

Yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin seperti mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi, menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

(28)

17 c. Pemilahan (Segregasi) Limbah

Yakni memisahkan berbagai jenis limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadannya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurang biaya pengolahan limbah.

d. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Yaitu pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan. Tujuan dan preventive maintenance untuk melindungi asetdan meningkatkan keandalan sistem, mengurangi biaya penggantian, mengurangi cedera (IAPA, 2007). Tempat pewadahan/kontainer limbah infeksius harus segera dibersihkan dengan dengan larutan desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.

e. Pengelolaan bahan (material inventory)

Yaitu suatu upaya agar tersediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, namun tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.

Pengelolaan bahan sangat tepat untuk dilakukan di unit Farmasi dan Laboratorium rumah sakit seperti manajemen persediaan yang cermat dan menyeluruh sehingga dapat menurunkan kuantitas limbah yang dihasilkan.

Limbah bahan kimia atau sediaan farmasi obat-obatan yang tercecer atau yang terkontaminasi dalam jumlah kecil dapat disatukan dengan limbah infeksius.

Limbah bahan kimia dalam jumlah besar tidak boleh dikumpulkan dalam kantong plastik atau konteiner berwarna kuning (Pruss, Giroult, & Rushbrook, 2005).

(29)

18 2. Pemilahan Limbah

Cara yang paling tepat dalam pengelolaan limbah medis adalah dengan melakukan pemilahan limbah berdasarkan warna kantong atau kontainer plastik yang digunakan. Hal ini dapat meminimalkan volume limbah medis yang infeksius dan mengurangi biaya untuk pembuangan limbah tersebut (Hasan et al, 2008).

Pemilahan dan pengurangan jumlah limbah hendaknya mempertimbangkan hal sebagai berikut (Depkes,2006) :

1. Kelancaran penangan dan penampungan limbah

2. Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3.

3. Diusahakan untuk menggunakan bahan kimia non B3.

4. Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja, dan pembuangan limbah. Pelabelan merupakan sistem pengkodean warna dimana limbah harus disimpan pada kontainer pada saat pemilahan. Seperti kantong plastik kuning untuk limbah infeksius dan hitam untuk limbah non infeksius (WHO,2005).

Wilburn & Eijkemans (2004) menyebutkan limbah dapat dengan mudah dipisahkan pada sumbernya dengan menyediakan minimal tiga wadah terpisah harus disediakan di setiap ruang perawatan, poliknik, laboratorium, dan lain-lain.

Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non-medis. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya, wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah dibuka sehingga orang yang tidak

(30)

19 berkepentingan tidak dapat membukanya atau di tampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman (Ditjen P2MPL,2004).

3. Pengumpulan Limbah Medis

Pada tahap pengumpulan limbah, menurut Pruss, Giroult & Rushbrook (2005), menyebutkan bahwa kontainer harus diangkat jika sudah tiga perempat penuh. Kantong plastik yang terisi penuh mungkin perlu diikat dengan menggunakan label pengikat.Rumah sakit harus mempunyai program rutin untuk pengumpulan limbah Karena limbah jangan sampai menumpuk di satu titik pengumpulan. Pengumpulan limbah dilakukan oleh petugas kebersihan. Limbah harus dikumpulkan setiap hari dan diangkut ke tempat penampungan yang telah ditentukan. Persediaan kantong plastik dan kontainer harus tersedia di semua tempat yang menghasilkan limbah.

4. Pengangkutan Limbah Medis

Setelah proses pengumpulan limbah, maka tahap selanjutnya adalah pengangkutan limbah. Dalam proses pengangkutan limbah, disarankan menggunakan alat angkut yang terpisah antara limbah padat medis dan non medis dan tidak boleh digunakan untuk mengangkut materi lainnya (Depkes, 2006).

Pengangkutan limbah medis harus menggunakan alat angkut berupa kereta, gerobak, atau troli (Kepmenkes, 2004). Syarat-syarat tempat untuk mengangkut limbah adalah :

- Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus.

- Mudah dibersihkan dan dikeringkan - Tidak akan menjadi sarang serangga

(31)

20 Dalam proses pengangkutan limbah medis, disarankan menggunakan alat angkut yang terpisah antara limbah medis dengan limbah domestic dan tidak boleh digunakan untuk mengangkut materi lainnya. Pengangkutan limbah dari ruang atau unit yang ada di rumah sakit ke tempat penampungan sementara hendaknya melalui rute yang paling cepat yang harus direncanakan sebelum perjalanan dimulai atau sudah ditetapkan. Transportasi yang sesuai dapat mengurangi resiko yang dihadapi pekerja yang terpajan limbah (Pruss, Giroult, &

Rushbrook,2005).

Jika pengangkutan menggunakan lift, disarankan jangan menggunakan lift yang sama untuk lift pasien/pengunjung/makanan, terutama untuk pengangkutan limbah medis. Jika terjadi kebocoran atau cecran limbah medis segera untuk dilakukan pembersihan dengan menggunakan klorin 0,5% . Desinfeksi kontainer dengan menggunakan klorin 0,5% kemudian dibilas dengan air bersih (WHO,2005).

5. Penampungan Limbah Medis

Setelah pengumpulan dari sumber penghasil limbah kemudian di tempatkan pada tempat penampungan sementara. Menurut pruss, giroult, dan rushbrook (2005), tempat penampungan harus memiliki lantai yang kokoh dilengkapi dengan drainase yang baik dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi.

Selain itu, tidak boleh berada dekat dengan lokasi penyimpanan bahan makanan atau dapur. Harus ada pencahayaan yang baik serta kemudahan akses untuk kendaraan pengumpul limbah.

(32)

21 Lokasi untuk tempat penyimpanan limbah yang berbahaya dan bercun minimum berjarak 50 meter dari lokasi fasilitas umum dan daerah bebas banjir sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir (Bapedal, 1995).

Area penyimpanan harus diamankan untuk mencegah binatang, anak-anak, memasuki dan mengakses daerah tersebut. Selain itu, harus kedap air (sebaiknya beton), terlindung dari air hujan, harus aman, dipagari dengan penanda yang tepat (OXFAM, 2008). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim teropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

6. Pemusnahan Limbah Medis

Setelah limbah medis ditampung dalam TPS, proses selanjutnya yaitu pengolahan limbah medis yaitu pemusnahan dan pembuangan akhir. Menurut PP No. 18 tahun 1999 Nomor 85 Tahun 1999, pengolahan limbah medis yang termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah, dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun sebelum ditimbun dan/ atau memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali.

Pemusnahan dan pembuangan yang aman merupakan langkah kunci dalam pengurangan penyakit atau cedera melalui kontak dengan bahan yang berpotensi menimbulkan resiko kesehatan dan pencemaran lingkungan (Blenkharn, 2006).

7. Penyerahan Limbah Kepada Pihak Ketiga

Pihak ketiga pengelola limbah adalah sebuah perusahaan yang bertanggung jawab dalam proses pengolahan limbah yang dihasilkan oleh pihak

(33)

22 pertama yang telah sesuai perijinan yang diproleh termasuk berkenan dengan izin- izin mengenai pengumpulan maupun penimbunan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

E. Teknologi Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit

Sebagian besar limbah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan insenerator atau landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku, dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Penanganan untuk limbah yang berasal dari rumah sakit, sebelum dibuang ke landfill, limbah harus mendapat perlakuan yaitu:

1. Insenerasi

Insenerasi adalah proses pembakaran sampah dengan suhu tinggi yang dapat dikendalikan. Penggunaan insenerator dalam pengolahan limbah medis merupakan salah satu cara pengolahan yang lazim dilakukan di rumah sakit karena tidak membutuhkan lahan yang luas secara praktis dalam pengoperasiannya. Jika dioperasikan dengan benar, dapat memusnahkan patogen dari limbah dan mengurangi kuantitas limbah menjadi abu. Perlengkapan insenerasi harus diperhatikan dengan cermat berdasarkan sarana dan prasarana serta situasi di rumah sakit (Prüss, Giroult, & Rushbrook, 2005).

Pembersihan debu dilakukan setiap hari atau setiap 2-3 hari. Pengeluaran abu dilakukan dengan menggunakan sekop dan proses pembakaran dapat berjalan secara otomatis. Pengoperasian insenerator harus dilakukan oleh petugas yang sudah mendapatkan pelatihan dan harus selalu dipantau terhadap pembacaan parameter operasional dan kondisi insenerator (Prüss, Giroult, & Rushbrook, 2005)

(34)

23 2. Autoclaving

Autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang efisien.

Biasanya, autoclave dipakai di rumah sakit untuk sterilisasi alat yang dapat didaur ulang, dan unit ini hanya mampu member perlakuan pada limbah yang jumlahnya terbatas. Dengan demikian, autoclave umumnya digunakan hanya untuk limbah yang sangat infeksius, seperti kultur mikroba dan benda tajam. Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Karena itu diperlukan kantong autoclaving. Pada kantong ini terdapat indicator, seperti pita autoclave yang menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup (Prüss, Giroult, &

Rushbrook, 2005).

Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologis harus diuji minimal setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal. Rumah sakit dengan saranaprasarana terbatas harus memiliki satu autoclave. Kelebihan dari proses ini adalah lebih efisien, ramah lingkungan, dan biaya operasional yang relative rendah. Kelemahannya adalah hanya dapat mengolah limbah dalam jumlah terbatas dan jenis tertentuu (Prüss, Giroult, & Rushbrook, 2005).

3. Desinfeksi dengan Bahan Kimia

Desinfeksi kimia merupakan suatu proses yang efisien, tetapi sangat mahal jika harga desinfektannya lebih tinggi. Agar pelakasanaan berlangsung aman, diperlukan teknisi ahli yang dibekali dengan peralatan pelindung yang adekuat sehingga metode ini tidak direkomendasikan untuk semua limbah infeksius, namun sangat bermanfaat untuk limbah benda tajam yang dapat didaur ulang atau desinfeksi kotoran dari pasien kolera (Prüss, Giroult, & Rushbrook, 2005).

(35)

24 4. Sanitary Landfill

Sanitary landfill didesain dengan sedikitnya empat kelebihan dari metode pembuangan terbuka: isolasi limbah secara geologis dari lingkungan, persiapan teknis yang tepat sebelum lokasi siap menerima limbah, staf ada ditempat untuk mengontrol aktifitas operasional, dan pembuangan serta penutupan limbah setiap hari yang terkelola. Rekomendasi lain yang dapat digunakan untuk pembuangan limbah rumah sakit yaitu dengan menggali lubang kecil sedalam 2 meter dan tinggi isinya harus mencapai 1-1,5 meter. Setelah diisi limbah, lubang harus segera ditutup dengan lapisan tanah setebal 10-15 cm. Jika tidak mungkin ditutup dengan tanah, batu kapur dapat dihamburkan diatas limbah. Dengan metode ini akan mempermudah staf landfill untuk mengawasi pemulungan (Prüss, Giroult, &

Rushbrook, 2005).

F. Peraturan Pengelolaan Limbah Medis Padat

Peneliti mengkaji peraturan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit terkhusus pada limbah medis padat. Adapun kandungan dalam aturan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Persyaratan Pengelolaan Limbah Medis Padat a. Minimalisasi Limbah

1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.

2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.

(36)

25 4) peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pemilahan, Pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang

1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah.

2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.

4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.

5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.

6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.

Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel 1.

(37)

26 Tabel 1 Metode Sterilisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali

Metode Sterilisasi Suhu Waktu Kontak

 Sterilisasi dengan panas

- Sterilisasi kering dalam oven „Poupinel‟

- Sterilisasi basah dalam otoklave

 Sterilisasi dengan bahan kimia

- Ethylene oxide (gas)

- Glutaradehyde (cair)

160o C 170o C 121oC 50oC-60o C

-

120 MENIT 60 MENIT 30 MENIT 3-8 JAM 30 MENIT

Sumber : Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004

7) Pewadahan limbah medis padat harus memeunuhi persyaratan dengan penggunaan wadah dan label seperti pada tabel 2.

8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.

9) Limbah sitoktoksik dikumpulakn dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.

(38)

27 Tabel 2 Jenis pelabelan padawadah limbah medis padat

No Kategori Warna Kontainer/

Kantong Plastik Lambang Keterangan

1 Radioaktif Merah

Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif

2 Sangat Infeksius Kuning

Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi

dengan otoklaf

3

Limbah Infeksius, patologi dan

anatomi

Kuning

Kantong plastik kuat dan anti

bocor, atau container

4 Sitotoksis Ungu

Kontainer plastik kuat dan anti

Bocor 5 Limbah kimia dan

Farmasi Coklat - Kantong plastik

atau container Sumber : Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004

c. Pengumpulan, pengangkutan, dan penyimpanan limbah medis padat di lingkungan rumah sakit

1) Pengumpulan limbah medis padat dari stiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup .

2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam d. Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah sakit

1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.

2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaran khusus.

(39)

28 e. Pengolahan dan pemusnahan

1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestic sebelum aman bagi kesehatan.

2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklave atau dengan pembakaran menggunakan insinerator.

2. Tata Laksana Pengelolaan Limbah Rumah Medis Padat a. Minimisasi Limbah

1) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.

2) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

3) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.

4) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.

5) Memonitor alur pengguna bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan bahan berbahaya dan beracun.

6) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.

7) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.

8) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.

9) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.

(40)

29 b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

1) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

2) Tempat pewadahan limbah medis padat:

- Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.

- Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non-medis.

- Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.

- Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.

- Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung disinfektan apabila akan telah dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastic yang telah dipaki dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.

3) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik, syringes, botol gelas, dan container.

(41)

30 4) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi sperti pins, neddles, atau seeds.

5) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene oxide, maka tanki reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi harus dengan glutaradehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi.

6) Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran spongiform encephalopathies.

c. Tempat Penampungan Sementara

1) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkunagnya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

2) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lmbatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang

d. Transportasi

1) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam container yang kuat dan tertutup.

2) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.

(42)

31 3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri

yang terdiri : - Topi/helm - Masker

- Pelindung mata

- Pakaian panjang (coverall) - Apron untuk industry - Pelindung kaki/ sepatu boot

- Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

e. Pengelolaan, Pemusnahan dan Pembuangan Akhir Limbah Padat 1) Limbah Infeksius dan Benda Tajam

Limbah yang sangat infeksius seperti baiakan atau persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. kapsulasi juga cocok untuk benda tajam. Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.

2) Limbah Farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus rotary kiln,

(43)

32 kapsulisasi dalam drumlogam, dan inersisasi.Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu di atas 1.000o C sel.

3) Limbah Sitotoksis

Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil atau distributornya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai sel.

4) Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi

Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah.Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuanagan akhir untuk limbah industri yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa sel.

(44)

33 5) Limbah Bahan Kimiawi

a. Pembuangan Limbah Kimia Biasa

Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur ulang seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan melayang, suhu, dan pH.

b. Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil

Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolik, kapsulisasi, dan ditimbun (landfill).

c. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar

Tidak ada cara pembuanagn yang aman dan sekaligus murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti banyak bahan peralut dapat diinsinerasi. Namun bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.

Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menangani nya dengan aman, atau dikirim ke Negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk mengolahnya.

Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.Limbah kimia

(45)

34 berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah. Limbah kimia disinfeksikan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar. Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang sel.

6) Kontainer Bertekanan

Cara yang terbaik untuk menangani limbah container bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.

Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak sel.

7) Limbah Radioaktif

a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih.

b. Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnose, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang telatih khusus di bidang radiasi.

c. Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.

(46)

35 G. Dampak Negatif Limbah Medis

Limbah rumah sakit berupa buangan padat, cairan, dan gas yang banyak mengandung kuman patogen, zat kimia beracun, zat radioaktif, dan zat lain.

Buangan tesebut dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan ataupun ekosistem di dalam dan sekitar rumah sakit. Pembuangan limbah medis yang sembarangan seperti limbah benda tajam dan limbah infeksius dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan kontaminasi lingkungan oleh bahan kimia berbahaya dan beracun (Abdulla, Qdais, & Rabi, 2007). Limbah medis menghasilkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

1. Resiko Terhadap Kesehatan Masyarakat

Menurut Prüss, Giroult, dan Rushbrook (2005), pajanan limbah rumah sakit yang berbahaya dapat mengakibatkan tertular penyakit atau cedera.

a. Resiko Tertular Penyakit

Resiko tertular penyakit melalui kontak langsung dengan limbah medis dapat ditularkan kepada kelompok masyarakat rumah sakit yang rentan yaitu dokter, perawat, pasien rawat inap atau yang berobat jalan, pengunjung atau pengantar orang sakit, karyawan rumah sakit, serta masyarakat di sekitar rumah sakit. Selain itu, pemulung yang mengumpulkan limbah untuk didaurulang dari tempat pembuangan akhir limbah beresiko cedera dari benda tajam dan kontak langsung dengan bahan infeksius (Rahman, 1999).

Resiko tertular penyakit yang berasal dari limbah medis karena mengandung agen penyakit berupa limbah yang bersifat infeksius, bahan kimia toksik, dan radioaktif. Agen tersebut dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui

(47)

36 empat jalur yaitu kulit, selaput lendir, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan.

Pemaparan dapat terjadi melalui percikan cairan yang mengandung kuman yang masuk ke dalam selaput lendir (selaput lendir mata, hidung, dan mulut) (Reindharts & Gordon, 1995).

Menurut WHO (2003), kategori limbah yang paling sering menimbulkan dampak terhadap kesehatan yaitu limbah infeksius dan benda tajam karena limbah infeksius mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen melalui jalur luka dikulit, membran mukosa, saluran pernapasan, dan pencernaan, sedangkan limbah benda tajam merupakan kelompok limbah yang sangat berbahaya karena memiliki risiko ganda (cedera dan penularan penyakit). Akibat kontak langsung dengan benda tajam berupa jarum suntik dapat menyebabkan infeksi Hepatitis B dan C, serta HIV. Perawat dan tenaga kebersihan merupakan kelompok orang yang paling berisiko mengalami cedera. Angka cedera tahunan mencapai 10-20 orang per 1000 pekerja. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa orang yang mengalami satu kali tertusuk dengan jarum suntik yang telah terkontaminasi akan memiliki risiko terinfeksi Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV masing-masing 30%, 1,8%, dan 0,3% (WHO, 2004).

b. Resiko Kecelakaan

Petugas yang mengelola limbah medis akan berisiko mengalami kecelakaan kerja seperti tertusuk benda tajam saat mengangkut atau memindahkan limbah. Resiko tersebut terus ada setiap proses penanganan limbah yaitu selama limbah dibuang, dikumpulkan, dipindahkan untuk dimusnahkan. Berdasarkan penelitian Nsubuga, Fredrich, dan Jaakkola (2005), menunjukkan bahwa 57%

perawat dan bidan telah mengalami setidaknya paling sedikit satu kali tertusuk

Referensi

Dokumen terkait

Limbah rumah sakit berasal dari hasil operasi kegiatan rumah sakit, limbah yang dihasilkan berupa limbah medis dan non medis.Dimana limbah medis yang

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang definisi manajemen aset, aset life cycle, strategi aset planning, aspek pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan, pemanfaatan,

 Untuk mengetahui apakah system pengelolaan limbah padat medis dan non medis kegiatan rumah sakit telah berjalan dengan baik sehingga tidak terjadi penumpukan/ceceran limbah

Sebelum mengakses setiap informasi yang berkaitan dengan penelitian, petugas harus menandatangani formulir pernyataan persetujuan untuk melindungi keamanan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengelolaaan limbah padat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat meliputi proses pewadahan, pemilahan,

Masih diperlukan penelitian lebih jauh mengenai hal ini untuk kerbau Indonesia atau pencarian penciri genetik lain yang menunjukkan polimorfisme dan berhubungan erat dengan

Dalam penelitian ini dibatasi pada peningkatan kompetensi belajar dengan menggunakan metode pembelajaran SQ4R pada mata pelajaran menggambar busana dengan materi bagian-bagian

Telah dilakukan pengawasan oleh pihak Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit terkait pengelolaan limbah medis padat, mulai dari pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan