Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN POLYETHYLENE (PE) DAUR
ULANG
Skripsi
Oleh : Maryam Jamilah
041203016 / Teknologi Hasil Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Kualitas Papan Komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dan Polyethylene (PE) Daur Ulang
Nama : Maryam Jamilah Lubis
NIM : 041203016
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Departemen : Kehutanan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si Arif Nuryawan, S.Hut. M.Si NIP. 132 259 571 NIP.132 303 839
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar. M.S NIP.132 287 852
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Maryam Jamilah Lubis, The Quality of Wood Polimer Composite (WPC) made of Waste Oil Palm Stem and Recycle Polyethylene (PE), Under Direction of Iwan Risnasari and Arif Nuryawan.
ABSTRACT
The main objective of this research was to find out the substitution of solid wood and it may solve environmental problem. This research concerned using waste of oil palm stem particle form and recycle plastic polyetyhlene (PE) as raw materials. In this research, Maleic Anhydride (MAH) 5 % based PE weight was added to increase compatibility and so did the Dicumyl Peroxide (DCP) 15 % based MAH weight was added to initiate at reaction of maleolation. The methods of this research followed JIS A 5908 (2003) with ratio of plastic : particle were 50:50, 60:40 and 70:30, respectively, pressed at 30 kgf/cm2 in 1650C for 15 minutes. Evaluation on physical and mechanical properties based on JIS A 5908 (2003), and the result of physical properties as follow : 1). Density met the standard, the value 0,77 – 0,99 gr/cm2 2). The value of moisture content were below on target and the standard because of the hidrofobicity of PE, the range 0,56 – 3,05 %. 3). Thickness swelling of the board for 24 hours fulfill the standard, the value were 0,44 – 2,77 %. Unfortunatelly the water absorption were 2,82 – 16,20 %. Mechanical properties consist of modulus elasticity (MOE), modulus rupture (MOR) and screw holding strength didn’t met the criteria of JIS A 5908 (2003), except MOR with plastic : particle 60:40 with particle made of inner stem.
Key words : Composite board, waste oil palm stem, recycle plastic polyethylene (PE), physical and mechanical properties.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Maryam Jamilah Lubis, Kualitas Papan Komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dan Polyethylene (PE) Daur Ulang di Bawah Bimbingan Iwan Risnasari dan Arif Nuryawan.
ABSTRAK
Tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai substitusi (pengganti) kayu yang semakin berkurang ketersediaannya dan untuk mengatasi limbah pada lingkungan. Penelitian ini menitikberatkan pada pemanfaatan limbah batang kelapa sawit dan plastik polyethylene (PE) daur ulang sebagai bahan baku dan penambahan bahan aditif berupa Maleic Anhydride (MAH) 5 % dari berat PE yang berfungsi untuk meningkatkan kompatibilitas dan juga Dicumyl Peroxide (DCP) 15 % dari berat MAH yang digunakan sebagai inisiator pada reaksi maleolasi. Metode penelitian ini dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) dengan perbandingan plastik : partikel 50:50, 60:40 dan 70:30 dan dikempa dengan tekanan 30 kgf/cm2 pada suhu 1650C selama 15 menit. Pengujian sifat fisis dan mekanis berdasarkan pada standar JIS A 5908 (2003), dan hasil sifat fisis menunjukan bahwa : 1) kerapatan telah memenuhi standar dengan nilai 0,77 – 0,99 gr/cm2 2). Nilai kadar air masih dibawah standar karena PE yang mempunyai sifat hidrofobik, dengan nilai 0,56 – 3,05 %. 3) pengembangan tebal papan pada 24 jam telah memenuhi standar dengan nilai 0,44 – 2,77 %. Namun, daya serap air dengan nilai 2,82 – 16,20 %. Sifat mekanis modulus elastisitas (MOE), modulus patah (MOR) dan kuat pegang sekrup tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh JIS A 5908 (2003), kecuali MOR dengan perbandingan plastik : partikel 60:40 dengan partikel yang berasal dari batang bagian dalam.
Kata kunci : Papan komposit, limbah batang kelapa sawit, plastik polyethylene (PE) daur ulang, sifat fisis dan mekanis.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 September 1986 di kota Medan dari keluarga Drs. Abd Kholid Lubis dan Yusrifa S.Pdi. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri I Natal pada tahun 1998, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri I Natal dan pada tahun 2004 menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum di SMU Negeri I Natal.
Pada tahun yang sama penulis dinyatakan lulus pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).
Selama masa pendidikan perkuliahan penulis mengikuti kepengurusan BKM Baytul Asyjaar sebagai anggota seksi pada tahun 2005 dan sebagai koordinator dana dan usaha pada tahun 2006. Pada tahun 2005 - 2006 menjadi asisten praktikum Dendrologi dan di tahun 2006 – 2007 menjadi asisten praktikum Ekologi Hutan di bawah bimbingan Bapak Onrizal, S.Hut. M.Si.
Penulis juga mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) sebagai anggota pada tahun 2004 – 2009 dan pada tahun 2008 tergabung dalam Inkubator Sains (INKUBS) USU dan sebagai sekretaris Forest Product Technology Community (FORTECH).
Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) pada dua tempat yaitu Kecamatan Natal dan Sopotinjak, Mandailing Natal. Penulis juga mengikuti
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit II KPH Madiun Jawa Timur. Pada akhir studi penulis melaksanakan penelitian di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan judul Kualitas Papan Komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dan Polyethylene (PE) Daur Ulang dibawah bimbingan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut. M.Si dan Bapak Arif Nuryawan S.Hut. M.Si.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk skripsi ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Iwan Risnasari S.Hut, M.Si dan Bapak Arif Nuryawan S.Hut. M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kualitas Papan Komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dan Polyethylene (PE) Daur Ulang dengan Penambahan Maleic Anhydride (MAH) dan Dicumyl Peroxide (DCP)”.
Kemudian penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan baik spirituil dan materil.
Penulis menyadari banyaknya terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat tersaji dengan lebih baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Maret 2009 Penulis
Maryam Jamilah Lubis
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Penyebaran Kelapa Sawit ... 4
Potensi Kelapa Sawit ... 6
Kandungan Batang Kelapa Sawit... 8
Limbah Kelapa sawit ... 10
Plastik ... 12
Limbah Plastik ... 15
Papan Komposit ... 18
Maleic Anhydride (MAH) dan Dicumyl Peroxide (DCP) ... 21
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 23
Alat dan Bahan ... 23
Prosedur Penelitian ... 24
Persiapan Bahan Baku ... 24
Poses Pembuatan Papan Komposit ... 25
Pengadonan ... 25
Pembuatan Lembaran... 26
Pengempaan... 26
Pengkondisian... 27
Pengujian ... 28
Pengujian Kadar Zat Ekstraktif ... 28
Pengujian Sifat Fisis Papan Komposit ... 29
Pengujian Sifat Mekanis Papan Komposit ... 30
Analisis Data ... 32
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Zat Ekstraktif ... 36
Pengujian Sifat Fisis ... 37
Kerapatan ... 37
Kadar Air ... 39
Daya Serap Air ... 41
Pengembangan Tebal ... 44
Pengujian Sifat Mekanis ... 47
Keteguhan Lentur ... 48
Keteguhan Patah ... 50
Kuat Pegang Sekrup ... 51
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54
Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN ... 58
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Wilayah Potensi Komoditi Kelapa Sawit ... 7
2. Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit ... 9
3. Perbedaan Sifat Plastik Termoplastic dan Termosetting ... 14
4. Jenis Limbah dan Penggunaannya ... 16
5. Perbedaan HDPE dan LDPE ... 17
6. Komposisi Kebutuhan Bahan Baku ... 25
7. Sifat Fisis dan Mekanis Sesuai Standar JIS A 5908-2003 ... 29
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Monomer Polyethylene (PE) ... 18
2. Pola Pembagian Batang Sawit ... 24
3. Bahan Baku Siap Blending ... 25
4. Alat Pencetak Lembaran Papan ... 26
5. a. Mesin Ekstruder ... 26
b. Mesin kempa Panas ... 26
6. Pengkondisian Papan Komposit ... 27
7. Pola Pemotongan Contoh Uji Papan Komposit ... 27
8. Cara Pengujian Modulus Patah dan Modulus Elastisitas ... 31
9. Diagram Proses Pembuatan Papan Komposit ... 35
10. Papan Komposit Yang Dihasilkan ... 37
11. Histogram Kerapatan Papan Partikel ... 37
12. Histogram Kadar Air Papan Partikel... 40
13. Histogram Daya Serap Air dengan Perendaman 2 Jam ... 42
14. Histogram Daya Serap Air dengan Perendaman 24 Jam ... 43
15. Histogram Pengembangan Tebal dengan perendaman 2 Jam ... 45
16. Histogram Pengembangan Tebal dengan Perendaman 24 Jam ... 46
17. Histogram Keteguhan Lentur (MOE) ... 48
18. Histogram Keteguhan Patah (MOR) ... 50
19. Histogram Kuat Pegang Sekrup ... 52
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis Keragaman Kerapatan Papan Komposit ... 58
2. Analisis Keragaman Kadar Air Papan Komposit ... 59
3. Analisis Keragaman Daya Serap Air Selama 2 Jam ... 60
4. Analisis Keragaman Daya Serap Air Selama 24 Jam ... 61
5. Analisis Keragaman Pengembangan Tebal Selama 2 Jam... 62
6. Analisis Keragaman Pengembangan Tebal Selama 2 Jam... 63
7. Analisis Keragaman Papan Partikel pada Keteguhan Lentur (MOE) ... 64
8. Analisis Keragaman Papan partikel pada Keteguhan Patah (MOR) ... 64
9. Analisis Keragaman Papan Partikel pada Kuat Pegang Sekrup ... 65
10.Data Ranking Pengujian Papan Komposit ... 66
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai konstruksi, bangunan atau furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk sementara ketersediaan kayu sebagai bahan baku terus menurun.
Menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa produksi kayu bulat 5 tahun terakhir dalam kurun waktu 2001 – 2005 berkisar antara 11 – 21 juta m3/tahun kecuali tahun 2005 produksi kayu bulat tersebut mencapai 24 juta m3. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan kayu pada tiap tahunnya terus meningkat.
Mengingat ketersediaan kayu solid yang mulai menipis, maka salah satu upaya yang dapat dikembangkan adalah pembuatan papan komposit. Menurut Setyawati (2003), pembuatan komposit dengan menggunakan plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Keunggulan produk ini antara lain biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya dan memiliki sifat-sifat yang lebih baik.
Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri atas selulosa (40- 50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%) dan sejumlah kecil bahan inorganik dan ekstraktif (Dumanauw, 1990). Karenanya kayu mempunyai sifat
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
yang hidrofilik, kaku serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tertentu menyebabkan kayu kurang cocok bila digabungkan dengan material non organik seperti plastik tanpa adanya penambahan compatibilizer atau bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan kekompakan antara matriks dengan bahan pengisi.
Tujuan penambahan compatibilizer ini adalah untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanis papan komposit tersebut (Iswanto, 2002). Bahan aditif yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Dicumyl Peroxida (DCP) dan Maleic Anhydride (MAH).
Secara bersamaan, potensi kelapa sawit pada saat ini terus meningkat, dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Indonesia.
Tingginya limbah yang dihasilkan pada saat ini hanya terbatas pada pemanfaatan buah, sabut, tandan dan pelepah sawit tersebut. Sedangkan pada bagian batang umumnya dibakar atau dibiarkan menumpuk menjadi limbah yang dapat menimbulkan berbagai dampak dan gangguan lingkungan (Bakar, 2003).
Sementara tingginya limbah plastik pada tiap tahunnya terus meningkat dan akan menimbulkan masalah dalam penanganan lingkungan (Martaningtyas, 2006).
Dengan melihat kondisi tersebut maka untuk menggabungkan kedua jenis limbah yaitu plastik dan limbah batang kelapa sawit sangat memungkinkan.
Beberapa hal di atas melatarbelakangi dilakukannya penelitian dengan judul
“Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dan Polyethylene (PE) Daur Ulang Dengan Penambahan Maleic Anhydride (MAH) dan Dicumyl Peroxide (DCP)”.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kualitas papan komposit dari limbah batang kelapa sawit dan polyethylene (PE) daur ulang.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian diharapkan menjadi suatu langkah dalam pemanfaatan batang sawit dan limbah plastik daur ulang yang terdapat di lingkungan
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan alternatif penggunaan bahan baku pengganti kayu yang semakin berkurang ketersediaannya.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah pengaruh faktor letak batang bagian dalam dan luar batang kelapa sawit, perbandingan plastik dengan serbuk sawit, penambahan aditif serta interaksi ketiganya yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis papan komposit.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebaran Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda yang dibawa dari Amsterdam pada tahun 1848 lalu ditanam di kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas areal mencapai 5.123 Ha. Pada tahun 1919, Indonesia mampu mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit (Rhephi, 2007).
Dewasa ini, kawasan hutan banyak dikonversikan menjadi perkebunan kelapa sawit yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan dapat berproduksi dalam waktu yang singkat. Lonjakan pembangunan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab lain terjadinya deforestasi. Sejak tahun 1967 telah ditanam kelapa sawit seluas 105.808 ha dan hingga tahun 2000 tercatat 3.174.726 ha areal perkebunan kelapa sawit dengan laju pertambahan areal 8.5% per tahun sejak 1998-1999 areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
mulai mengalami penurunan. Namun, permintaan kelapa sawit dunia diramalkan meningkat 40.5 juta ton, sebelum tahun 2020. seorang analis industri memperkirakan bahwa jika produksi dunia meningkat 20 juta ton sebelum tahun 2020, maka 300.000 ha perkebunan kelapa sawit baru akan perlu dibangun setiap tahunnya sepanjang 20 tahun mendatang (Santoso, 2005).
Menurut Edhy (2004) bahwa kelapa sawit yang berkembang biak dengan biji, habitat aslinya adalah daerah semak belukar, tumbuh di daerah tropika (15°
LU - 15° LS) pada ketinggian 0 - 500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur dan tempat terbuka, dengan kelembaban tinggi yaitu 80-90%. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi sekitar 2:000-2:500 mm setahun dengan daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mempunyai dua jenis spesies yaitu Arecaceae atau famili palma yang banyak digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon kelapa sawit Afrika, Elaeis guineensis, berasal dari Afrika Barat di antara Angola dan Gambia sedangkan Elaeis oleifera berasal dari Negara Amerika Latin. Tanaman kelapa sawit tersebut berbentuk pohon dengan tingginya mencapai 24 meter, mempunyai akar serabut mengarah ke bawah dan samping. Adapun taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecales
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Genus : Elaeis Jacq
Spesies : Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan sedangkan buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah dan minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri atas tiga lapisan yaitu eksokarp merupakan bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, mesokarp merupakan serabut buah dan endoskarp yang merupakan cangkang pelindung inti. Kelapa sawit diklasifikasikan kepada tiga jenis bentuk buah berdasarkan ketebalan tempurung, yaitu dura dengan tempurung yang tebal, tenera mempunyai tempurung yang tipis, dan pisifera tanpa tempurung. Buah tenera menghasilkan minyak lebih banyak dibandingkan dengan buah dura karena perbedaan ketebalan tempurung (Rhephi, 2007).
Potensi Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditi penting sebagai andalan untuk ekspor maupun komoditi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Indonesia. Saat ini demam membuka perkebunan sawit tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan dunia akan produk minyak sawit mentah (CPO = Crude Palm Oil) yang bisa menjadi bahan baku banyak barang kebutuhan manusia sehari-hari, mulai dari sabun, minyak goreng, sampai produk-produk kosmetika. Kebutuhan minyak sawit dunia tahun 2003-2007 diperkirakan mencapai 21,4 persen dari total konsumsi minyak nabati dunia sebesar 118.06 juta ton, atau sekitar 25,26 juta ton. Tingginya permintaan dunia akan minyak sawit
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
setiap tahunnya meningkat rata-rata 6,5 persen (Lapan, 2004). Wilayah potensi pengembangan komoditi kelapa sawit di Sumatera Utara dapat disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa sawit
No Nama Daerah Luas lahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kab. Asahan Kab. Deli Serdang Kab Labuhan Batu Kab. Langkat
Kab. Mandailing Natal Kab. Pakpak Barat Kab. Serdang Bedagai
Kab. Simalungun Kab. Tapanuli Selatan Kab. Toba Samosir
Lahan yang sudah digunakan (Ha): 38,746.20 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 9,626.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 85,527.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 24,438.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 10,400.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 1,260.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 50,057.20 Status Lahan: Lahan yang digunakan ini adalah lahan berdasarkan tanaman yang belum menghasilkan dan tanaman yang menghasilkan Lahan yang sudah digunakan (Ha): 24,902.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 57,744.00 Lahan yang sudah digunakan (Ha): 1,279.10 Sumber: Lapan (2004)
Tryfino (2006) mengemukakan pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah, bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit ini juga diolah menjadi bahan baku lainnya seperti margarin dan juga kosmetik.
Dengan tingginya laju pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit yang
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
ditandai dengan booming kelapa sawit sejak tahun 1995, maka di sisi lain dampak negatifnya juga terlihat semakin tingginya potensi limbah sawit yang belum termanfaatkan menjadi komoditas yang mempunyai nilai ekonomis. Beberapa daerah telah berupaya untuk mengolah dan meningkatkan nilai komoditas limbah seperti pelepah dan tandan kosong. Demikian pula produk sampingan pada proses pengolahan TBS menjadi CPO seperti sabut (fiber), cangkang, limbah cair dan limbah padat (sludge) belum dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan komersial (Edhy, 2004).
Kandungan Batang Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit terdiri dari dua komponen utama, yaitu jaringan ikatan pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Hasil analisa kimia menunjukkan bahwa kadar pati kelapa sawit termasuk tinggi (Bakar, 2003). Zat pati ini dapat menghambat proses perekatan pada pembuatan papan partikel. Salah satu cara untuk mengurangi zat pati ini adalah dengan perendaman partikel sebelum partikel tersebut diproses lebih lanjut. Menurut Hadi (1991) dalam Afandy (2007) perlakuan perendaman dingin dan perendaman panas terhadap partikel menyebabkan penurunan kadar zat ekstraktif partikelnya, sehingga kontaminan yang ada pada dinding sel dapat dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahannya, daya alir dan penetrasi perekat pada partikel, sehingga mutu perekatan papan partikel yang dihasilkan lebih baik.
Kelapa sawit merupakan bahan yang memiliki sejumlah kekurangan.
Kelemahan tersebut menurut Bakar (2003) antara lain terletak pada stabilitas dimensi, kekuatan, keawetan dan sifat permesinan. Dalam bentuk alami, kayu
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
gergajian kelapa sawit dimensinya tidak stabil dengan variasi susut 9.2%-14%.
Dari segi kekuatan, kayu kelapa sawit tergolong sangat lemah dimana papan tepinya termasuk kedalam kelas kuat IV-V. Dari segi keawetan, tergolong sangat tidak awet (kelas V). Dengan demikian perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas dengan penambahan bahan plastik.
Menurut Prayitno (1995) dalam Santoso (2005), terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu sawit seperti variasi kadar air (KA) relatif besar seperti halnya variasi KA kayu daun lebar (hardwood) yang mempunyai berat jenis (BJ) rendah, kualitas pengolahan kayu setelah pengolahan relatif lebih rendah. Bakar (2003) mengemukakan bahwa KA tertinggi berkisar antara 345 – 500%, variasi ini cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empulur ke tepi. Beberapa sifat penting dari setiap bagian batang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit
Sifat-sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air, % 156 257 365
Kekuatan Lentur, Kg/cm2 29996 11421 6980
Keteguhan Lentur, Kg/cm2 295 129 67
Susut Volume 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
Sumber : Bakar (2003)
Bakar (2003) menyatakan bahwa BJ pada bagian tepi batang berkisar antara 0,11 – 0,15 dan sifat kembang-susut merupakan ukuran stabilitas dimensi.
Perubahan dimensi kayu terjadi ketika molekul air diikat atau dilepaskan pada kondisi kadar air berada di bawah kadar air titik jenuh serat. Adanya perubahan kadar air dari kondisi basah hingga kering sangat mempengaruhi sifat kembang susut kayu kelapa sawit, yaitu berkisar antara 9,2% - 74,2% meningkat dari bagian
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
bawah batang ke atas dan dari kulit ke empulur. Nilai susut volume terkecil terdapat pada bagian tepi batang, yaitu berkisar antra 18%-66,2%.
Limbah Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia setelah malaysia dan pada tahun 2005 diperkirakan luas areal kelapa sawit di Indonesia sekitar 3.880.000 ha. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia diprediksi pada tahun 1995 – 2005 luas arealnya akan bertambah dari 2,7 juta ha sampai 4,5 juta ha. Apabila setiap 10% dari tanaman sawit ini harus diremajakan, maka akan dihasilkan batang kelapa sawit 11,7 juta pohon/tahun setara dengan 5,85 juta ton kayu pertahun Kayu kelapa sawit ini masih banyak dibuang secara percuma dan belum dimanfaatkan ( Prayitno dan Darnoko, 1994 dalam Refdi, 2001) sehingga akan menimbulkan masalah dalam penanganan lingkungan.
Menurut Husin (2004) limbah kelapa sawit adalah sisa tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa. Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit.
A. Limbah perkebunan kelapa sawit
Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit Jenis limbah ini antara lain kayu, pelepah dan gulma. Dalam setahun setiap satu hektar perkebunan kelapa sawit rata-rata menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
B Limbah industri kelapa sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas.
1) Limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan tempurung kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya, dengan komponen terbesarnya adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu dengan komposisi 15%, selulosa 40% hemiselulosa 24% dan lignin dengan komposisi 21%.
2) Limbah cair ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi.
Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Lumpur (sludge) disebut juga sebagai lumpur primer yang berasal dari proses klarifikasi yang merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut dengan lumpur sekunder dengan pH berkisar 3-5.
3) Limbah gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit. Dengan banyaknya jumlah limbah kelapa sawit maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai kebutuhan sehingga mempunyai nilai ekonomis, yaitu :
Sebagai pupuk kompos dan pupuk kalium
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Sebagai bahan serat yang digunakan untuk beberapa hal diantaranya sebagai pengisi jok dan matras
Tempurung buah sawit untuk arang aktif
Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas
Batang kelapa sawit dapat digunakan untuk pakan ternak
Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan partikel
Lebih lanjut Husin (2004) menjelaskan batang kelapa sawit yang sudah tua dan tidak produktif lagi dapat dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai yang tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan baku pengganti atau substitusi untuk industri kayu dan serat, seperti industri pulp, furniture dan papan partikel karena tingkat kesediaannya yang berlimpah sepanjang tahun. Sifat-sifat yang dimiliki kayu kelapa sawit tidak berbeda jauh dengan kayu-kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga sehingga berpeluang untuk di manfaatkan secara luas.
Plastik
Sumule dan Untung (1994) menjelaskan plastik merupakan suatu produk kimia yang telah dikenal dan digunakan secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat, baik yang bermukim di pedesaan apalagi yang tinggal di kota-kota besar. Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer.
Disamping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut berupa zat-zat dengan berat molekul yang
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
rendah, yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat dan lain sebagainya.
Bahan pembuat plastik berasal dari minyak dan gas sebagai sumber alami.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, maka menyerupai tumpukan jerami yang disebut dengan amorp, dan jika teratur hampir sejajar maka disebut dengan kristalin yang bersifat lebih keras dan tegar (Nurminah, 2002).
Ditinjau dari sudut kimia plastik dapat diklasifikasikan atas plastik yang bersifat termosetting dan plastik yang bersifat thermoplastic. Plastik yang bersifat thermosetting adalah bahan plastik yang tidak dapat dibentuk kembali oleh panas setelah dibuat menjadi suatu produk akhir seperti PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksti dan lain-lain.
Plastik jenis thermosetting tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya, juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari pada volume plastik jenis thermoplastic. Thermoplastic adalah bahan plastik yang dapat dibentuk kembali oleh panas dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain. Adapun jenis plastik yang banyak digunakan seperti polyolefins yang mencakup keluarga polyethylene (PE, HDPE, LDPE, LLDPE) dan polypropylene (PP), polyvinyl chloride (PVC), polystyrene (PS) dan polyethylene terephthalate (PET) (Moavenzadeh dan Taylor, 1995 dalam Yusuf, 2000).
Perbedaan sifat-sifat plastik termoplastic dan termosetting menurut Azizah (2004) dapat di lihat pada Tabel 3.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Tabel 3. Perbedaan Sifat Plastik Termoplastic dan Plastik Termosetting Plastik Thermoplastic Plastik Termosetting
Mudah diregangkan Keras
Fleksibel Tidak fleksibel
Melunak jika dipanaskan Mengeras jika dipanaskan Titik leleh rendah Tidak meleleh jika dipanaskan Dapat dibentuk ulang Tidak dapat dibentuk ulang
Untuk mengetahui penggunaan plastik secara tepat, maka perlu diketahui bahan baku yang digunakan :
a. Polyethylene (PE) adalah polimer yang termasuk golongan polyolefins yang dibuat dengan polimerisasi gas etilena (CH2=CH2), etilena dapat dibuat dengan memberi gas hidrogen pada hasil fraksi minyak bumi, gas alam atau asetilen. PE mempunyai berat molekul rata-rata 50.000 – 300.000 dan tahan terhadap air, bahan kimia, tetapi pada suhu diatas 600C dapat bereaksi dengan beberapa hidrokarbon organik dan tidak dipengaruhi oleh asam dan basa kuat kecuali asam nitrat pada suhu tinggi. PE pada umumnya diklasifikasikan atas tiga golongan, yaitu low density polyethylene (LDPE) dengan kerapatan 0,910 g/cm3 paling banyak digunakan sebagai kantung dan harganya yang murah, dan high density polyetylene (HDPE) dengan kerapatan 0,941 g/cm3 – 0,956 g/cm3 bersifat lebih kaku serta lebih tahan terhadap suhu tinggi mencapai 1200C dan medium density polyethylene (MDPE) dengan kerapatan 0,926 g/cm3- 0.940 g/cm3
b.. Polypropylene (PP), bahan ini bersifat lebih kaku, memiliki kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik daripada polyethylene dan juga permeabilitas uap air rendah. Titik leleh polypropylene cukup tinggi yaitu 1670C dan
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
sukar untuk direkatkan dengan panas dibandingkan dengan polyethylene.
Bahan ini banyak digunakan untuk karung plastik.
c. Polystyrene (PS), bahan ini dibuat dari minyak bumi dengan jalan polimerisasi styren. PS banyak digunakan sebagai pembungkus karena jernih dan mengkilap dengan titik leleh yang tidak tinggi yaitu 560C sehingga tidak dapat digunakan untuk produk yang memerlukan pemanasan tinggi, disamping itu PS sukar direkatkan dengan panas. PS banyak digunakan untuk pengemasan buah-buahan, sayuran, daging, susu, yoghurt dan lain sebagainya.
d. Polyvinyl chloride (PVC), bahan ini bersifat keras dan kaku, mudah terpengaruh oleh panas dan sinar ultra violet. PVC mempunyai sifat yang baik sebagai penghalang terhadap lemak, alkohol, pelarut lemak dan PVC juga tahan terhadap asam dan basa kuat kecuali sulfat dan nitrat (Birley et al, 1988 dalam Yusuf, 2000).
Limbah Plastik
Martaningtyas (2006) menjelaskan kebutuhan plastik masyarakat Indonesia di tahun 2002 sekitar 1,9 juta ton kemudian meningkat menjadi 2,1 juta ton di tahun 2003, sementara kebutuhan plastik pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 2,3 juta ton. Ini berarti sudah berpuluh-puluh ton plastik yang telah diproduksi dan digunakan masyarakat. Plastik telah menjadi kebutuhan hidup yang terus meningkat jumlahnya. Plastik yang digunakan saat ini merupakan polimer sintetik, terbuat dari bahan kimia yang tidak dapat terdegradasi mikroorganisme di lingkungan sehingga akan mengakibatkan menumpuknya
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
limbah plastik. Plastik yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) dan tempat pembuangan sementara (TPS) di seluruh daerah Indonesia menyebabkan rusaknya lingkungan. Plastik sangat berpotensi menjadi material yang mengancam kelangsungan makhluk hidup di bumi ini.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Iptek Kompas (2002) dikarenakan plastik memiliki sifat unggul seperti ringan tetapi kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Namun, plastik yang beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi yang sulit untuk terurai di alam. Akibatnya semakin banyak yang menggunakan plastik, maka akan menimbulkan masalah dalam penanganan limbah tesebut sehingga akan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan seperti penurunan kualitas air dan tanah menjadi tidak subur. Adapun limbah plastik tersebut dapat disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Jenis Limbah dan Penggunaannya.
No Jenis Limbah
Karakteristik Penggunaan 1
2 3
4
5
Limbah Plastik Limbah kayu
Limbah Kelapa sawit Limbah Tebu (bagase)
Limbah Sekam Padi
Berbentuk lembaran, serpihan atau batangan
Berupa potongan, sebetan maupun serbuk
Terdiri atas batang, pelepah, tandan dan cangkang.
Merupakan bahan organik, berkadar serat tinggi, ringan dan mudah dibentuk menjadi partikel.
Terdiri atas unsur organik berupa serat (70-80%) dan unsur silika (15–30 %).
Sebagai papan komposit dan limbah daur ulang
.
Sebagai papan komposit kayu plastik, papan partikel dan panel kayu
Sebagai panel semen dan papan partikel.
Sebagai panel partikel, panel semen dan bata ringan.
Terdiri atas unsur organik berupa serat (70-80%) dan unsur silika (15–30%).
Sumber : Lasino (2005)
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Pada umumnya kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensinya yang rendah sehingga kebanyakan dipakai sebagai interior.
Dalam rangka mengatasi kelemahan tersebut dilakukan beberapa pengembangan penelitian dengan menggunakan perekat termoplastik seperti Polyprophylene (PP), Polyethylene (PE) dan Polysthyrene (PS) yang merupakan resin termoplastik yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai pembungkus maupun komoditi lain (Iswanto, 2002). Salah satu limbah plastik yang banyak digunakan sebagai kantong adalah jenis plastik polyethylene. Polyethylene (PE) yang digunakan dalam penelitian ini adalah daur ulang yang dijadikan perekat dalam pembuatan papan komposit. Adapun perbedaan plastik LDPE dan HDPE disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan Plastik LDPE dan HDPE
Deskripsi LDPE HDPE
Densitas pada suhu 200C (g/cm2) Suhu melunak (0C)
Titik melebur (0C) Kristanilitas (%) Indeks fluiditas Panas jenis pada 200C Modulus elastisitas
Tahanan volumetrik (ohm/cm2) Konstanta dielektrik (60-108 cycles) Permeabilitas gas
Nitrogen Oksigen Gas Karbon Uap air
0,92 - 0,925 104 108 – 120
64 – 70 0,2 – 20 0,55 2000 1017
2.3
- 20 59 280 800
0,93-0,96 123-127 125-135 65-93 0,07-0,9 0,45-0,55 8000 – 12000
1018 2.3 -
3 11 43 180 Sumber : Dahniah (2003)
Sebagai perekat, jenis plastik thermoplastic yang pernah diaplikasikan pada papan komposit diantaranya jenis polyprophylene dan polyethylene. Selain itu telah dicoba juga penggunaan jenis thermoplastic poiyprophylene (PP), polyethylene (PE), dan polystyrene (PS) sebagai bahan baku papan komposit
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
dimana dihasilkan papan komposit dengan sifat-sifat fisis dan mekanisnya yang meningkat. Khususnya pada papan komposit berbahan baku PE, dihasilkan papan komposit dengan sifat yang secara umum lebih baik dari papan komposit berbahan baku PP dan PS (Massijaya, et al, 2000 dalam Dahniah, 2003).
Polyethylene mempunyai monomer yang sangat pendek dan sederhana, adapun monomernya terdapat pada Gambar 1.
H H
CH2 = CH2 C C
H H Gambar 1. Monomer Polyethylene
Massijaya, et al, 2000 dalam Dahniah, 2003 menjelaskan bahwa sifat-sifat umum PE, antara lain :
a. Penampakannya bervariasi dan transparan, berminyak sampai keruh tergantung dari cara pembuatannya.
b. Mudah dibentuk, lemas dan gampang ditarik c. Daya rentang tinggi tanpa sobek
d. Mudah dikelim panas sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain dan meleleh pada suhu 1200C
e. Tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia lainnya f. Dapat digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan -500C
g. Mudah lengket satu sama lain, sehingga menyulitkan dalam proses laminasi h. Dapat dicetak setelah mengoksidasikan permukaannya dengan proses
elektronik
i. Memiliki sifat kedap air dan uap air terutama HDPE, MDPE dan LDPE.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Papan Komposit
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama. Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer di dalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto 1999 dalam Setyawati 2003).
Hakim (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya, komposit dapat didefinisikan sebagai campuran makroskopik dari serat dan matriks. Serat merupakan material yang umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi memberikan kekuatan tarik. Sedangkan matriks berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan dan kerusakan akibat benturan. Manfaat utama dari penggunaan komposit adalah mendapatkan kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yang ringan. Dengan memilih kombinasi material serat dan matriks yang tepat, kita dapat membuat suatu material komposit dengan sifat yang sama dengan kebutuhan sifat untuk suatu struktur tertentu dan tujuan tertentu.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1990) papan partikel merupakan gabungan antara partikel kayu dengan penambahan matriks sebagai perekatnya dan dikempa secara hot press. Sedangkan menurut Tsoumis (1991) papan
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
partikel adalah suatu produk panel yang dibuat dengan menggabungkan antara perekat dengan partikel kayu ataupun bahan lain yang berlignoselulosa dengan memberikan tekanan. Dumanauw (1990) menyatakan papan partikel adalah papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu, tahan api dan merupakan bahan isolasi serta bahan akustik yang benar. Namun pada umumnya kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensi yang rendah sehingga kebanyakan produk papan partikel ini hanya dipakai untuk interior.
Pembuatan papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dengan plastik daur ulang Recycle Plastics (RP) mempunyai kualitas yang lebih unggul dibandingkan dengan pembuatan papan komposit dari fiber atau serat. Dengan sifat-sifat unggul papan komposit temuan, potensi bahan baku melimpah dan murah, proses produksinya sederhana, papan komposit ini mempunyai stabilitas yang tinggi, memiliki kekuatan mekanis yang lebih baik, tahan terhadap korosi, dan berpeluang untuk diproduksi secara komersial (Hakim, 2007).
Menurut Yusuf (2000), suhu kempa optimum sangat penting mengingat proses pengempaan panas dalam produksi papan komposit merupakan salah satu kunci kualitas papan komposit yang dihasilkan. Pengempaan papan komposit pada suhu diatas suhu optimum akan menyebabkan papan komposit yang dihasilkan over matured sehingga bersifat getas dan menyebabkan ikatan antar partikel menjadi tidak normal, demikian sebaliknya. Pengempaan pada suhu dibawah suhu optimum menyebabkan perekat tidak matang serta kemungkinan partikel plastik yang digunakan belum meleleh. Pengempaan pada suhu optimum diharapkan menghasilkan kualitas rekatan yang baik antara partikel plastik dan
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
partikel kayu. Pada umumnya semakin besar tekanan kempa semakin padat lembaran papan yang dihasilkan.
Maleic Anhydride (MAH) dan Dicumyl Peroxide (DCP)
Maleic Anhydride (MAH) adalah senyawa vinil tidak jenuh yang merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif,minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. MAH mempunyai sifat kimia yang khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karboksil di dalamnya dan katan ini berperan dalam reaksi addisi. MAH mempunyai berat molekul 98,06, larut dalam air, meleleh pada temperatur 57,600C dan mendidih pada suhu 2020C (Arifin, 1996 dalam Adriana, 2001).
Dalam penelitian ini, MAH diharapkan sebagai senyawa penghubung antara kelapa sawit dengan polyethylene (PE)
Adanya penambahan bahan aditif pada papan komposit ini adalah sebagai compatibilizer (bahan untuk meningkatkan kekompakan (Febrianto et al, 1999 dalam Iswanto, 2002). Dari Scanning Electron Micrograph (SEM) memperlihatkan patahan-patahan tarikan pada komposit yang dibuat dari tepung kayu dan plastik tanpa compatibilizer, tepung kayu cenderung menggumpal seperti bundelan dan penyebarannya tidak merata keseluruh perekat. Umumnya berbentuk lubang dan jarak disekitar serat dan serat seperti tertarik-tarik. Ini mengindikasikan adhesi yang rendah, kesesuaian (compatibility) yang rendah, miskin kontak dan transfer tegangan antara fase yang lebih rendah, sehingga
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
untuk mengatasi hal ini diberikan suatu compatibilizer untuk material polimer.
(MAH) dapat diberikan pada polimer seperti PP dan PE untuk membentuk modifikasi polimer MAH dengan adanya peroksida.
Gaylord dan Metha (1982) dalam Iswanto (2002) mengemukakan beberapa jenis inisiator yaitu Dicumyl Peroxide (DCP), Tert-Butyl Peroxy Benzoat, Benzoyl Peroxide (BP) dan Dimethyl Formanide (DMF), kemudian ada beberapa macam katalis yaitu Malaeic Anhydryde (MAH), Glycidylmethacrylate (GMA), serta Hydroxyethylmethacrylate (HEMA). Menurut Bremner (1993) dalam Dahniah (2003), bahwa peroksida organik memiliki peranan penting sebagai inisiator dari mekanisme degradasi radikal bebas dalam PE untuk memodifikasi struktur dan sifat polimer. Salah satu dari sekian banyak peroksida yaitu Dicumyl Peroxide (DCP). DCP sangat aktif dalam mengintroduksi cabang rantai panjang linier PE Pada konsentrasi rendah mampu dengan baik mengubah distribusi berat molekul sedangkan pada konsentrasi yang tinggi menyebabkan terjadinya ikatan silang polyethylene.
Menurut Febrianto (1999) dalam Iswanto (2002) bahwa peran DCP disini adalah sebagai inisiator pada reaksi maleolasi antara rantai PE dengan MAH. DCP sebagai inisiator memiliki karakteristik seperti dapat bereaksi pada suhu yang tinggi (1800), memiliki sensitivitas oksigen yang rendah dibandingkan dengan peroxide group carboxyl serta sensitif terhadap asam. Han (1990) dalam Iswanto (2002) mengemukakan bahwa inisiator diperlukan dalam pembuatan papan partikel, karena tanpa adanya inisiator maka kinerja dari compatibilizer dalam hal ini MAH hanya bisa terjadi reaksi esterifikasi dengan gugus OH sedangkan reaksi
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
maleolasi tidak terjadi. Febrianto (1999) dalam Iswanto (2002) menyatakan bahwa kekuatan regang dan keteguhan patah dari komposit meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi radikal inisiator pada DCP secara optimal. Pada penelitian Iswanto (2002) tersebut diperoleh hasil maksimum pada konsentrasi DCP 15 %, namun apabila penambahan konsentrasi DCP di atas 15 % maka akan menyebabkan terjadinya penurunan sifat mekanis.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Oktober 2008.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw untuk memotong batang sawit, mesin serut untuk penyerutan batang sawit menjadi partikel, bak sebagai tempat perendaman partikel, terpal untuk tempat penjemuran partikel sawit, plastik sebagai tempat pengumpulan partikel sawit, ayakan 40-60 mesh untuk mengayak partikel, timbangan untuk menimbang, waterbath untuk pemanasan air, gelas piala untuk tempat perendaman air panas, oven untuk pengeringan bahan baku, extruder sebagai tempat pencampuran bahan baku, plat besi dan bingkai besi ukuran 25 cm x 25 cm x 0,5 cm, aluminium foil untuk alas
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
plat kempa, alat pengempa panas, stick sebagai penyangga pada saat pengkondisian, mesin bandsaw untuk pemotongan contoh uji, califer dan micrometer untuk pengukuran dimensi alat Universal Testing Machine merk Instron untuk pengujian sifat mekanis dan alat dokumentasi.
Bahan-bahan yang digunakan adalah partikel sawit (Elaeis guineensis Jacq), polyethylene (PE), Maleic Anhydride (MAH) dan Dicumyl Peroxide (DCP).
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Batang kelapa sawit yang telah dibersihkan dari kotoran kemudian dilakukan pembuangan kulit. Masing-masing potongan kayu langsung dipisahkan antara bagian dalam dan potongan bagian luar (Gambar 2). Potongan kayu diserut dengan mesin serut sehingga diperoleh partikel. Kemudian partikel tersebut direndam selama 24 jam dengan tiga kali ulangan untuk menghilangkan kandungan patinya. Setelah itu partikel yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan oven sampai kadar air sekitar 5-10% lalu diayak dengan ayakan ukuran 40-60 mesh.
Gambar 2. Pola Pembagian Batang Sawit
Perekat yang digunakan adalah jenis plastik polyethylene (PE) dalam bentuk potongan-potongan kecil (pellet). Bahan aditif yang digunakan adalah
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Maleic Anhydride (MAH) sebanyak 5% dari berat polyethylene dan Dicumyl Peroxide (DCP) sebanyak 15 % dari berat Maleic Anhydride (MAH) yang digunakan. Kebutuhan partikel, polyethylene, DCP, dan MAH yang digunakan untuk pembuatan sebuah papan komposit tergantung pada perlakuan yang dilakukan dan kerapatan sasaran yang dipakai yaitu sebesar 0,8 g/cm3. Komposisi kebutuhan bahan baku disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Kebutuhan Bahan Baku Papan Komposit Perlakuan
Letak
Batang Aditif Kadar Partikel (%)
Kadar Plastik (%)
Dalam Tanpa aditif 50 50
40 60
30 70
Penambahan aditif 50 50
40 60
30 70
Luar Tanpa aditif 50 50
40 60
30 70
Penambahan aditif 50 50
40 60
30 70
Proses Pembuatan Papan Komposit Pengadonan (Blending)
Bahan baku ditimbang sesuai dengan komposisinya (Gambar 3) lalu plastik dan partikel dicampurkan dan diaduk agar pada saat pengadonan partikel dengan plastik dapat bercampur merata. Kemudian extruder (Gambar 5 a) dipanaskan pada suhu 1600C dan bahan baku yang telah dicampurkan dengan serbuk batang sawit, DCP dan MAH dimasukkan kedalam extruder dan diputar selama beberapa menit. Pengadukan dilakukan secara terus-menerus sehingga campuran antara plastik daur ulang, serbuk sawit, DCP dan MAH menjadi homogen. Selanjutnya dari campuran tersebut dibentuk menjadi pellet.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Gambar 3. Bahan Baku Siap Blending Pembuatan Lembaran
Pellet campuran plastik dan partikel yang telah di blending dimasukkan ke dalam alat pencetak lembaran berukuran 25 cm x 25 cm x 0,5 cm (Gambar 4) yang telah dilapisi dengan plat aluminium dan kertas teflon atau aluminium foil lalu disusun supaya adonan menjadi padat.
Gambar 4. Alat Pencetak Lembaran Papan Pengempaan
Setelah pellet tersusun secara padat pada alat pencetak, maka dilakukan pengempaan panas dengan suhu 165° C dan tekanan sebesar 30 kg/cm2 selama 15 menit. Alat kempa yang digunakan tersaji pada Gambar 5 b
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
(a). (b)
Gambar 5 (a) Mesin ekstruder sebagai tempat pencampuran bahan baku (blending), (b) Mesin kempa panas
Pengkondisian
Selanjutnya cetakan lembaran dikeluarkan dari alat kempa. Lembaran yang masih dalam keadaan sangat panas dan sangat lunak dibiarkan selama 10 menit agar terjadi pengerasan perekat sebelum dikeluarkan dari cetakan.
Kemudian dilakukan pengkondisian selama satu minggu (Gambar 6) untuk mencapai distribusi kadar air yang seragam dan melepaskan tegangan sisa dalam papan akibat pengempaan lalu dibuat pola pemotongan sebelum dilakukan pengujian. Papan yang dihasilkan disimpan dalam plastik pengkondisian sebelum dilakukan pengujian agar kondisinya tetap stabil.
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Gambar 6. Pengkondisian Papan Komposit
Setelah pengkondisian dilakukan selama satu minggu, maka selanjutnya dibuat pola pemotongan (Gambar 7) lalu dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis papan komposit.
Gambar 7. Pola Pemotongan Contoh Uji Papan Komposit Keterangan :
A : Contoh uji untuk Kadar Air dan Kerapatan B : Contoh uji untuk MOR dan MOE
C : Contoh uji untuk Daya Serap Air dan Pengembangan Tebal D : Contoh uji untuk Internal Bond
E : Contoh uji untuk Kuat Pegang Sekrup
Pengujian
Pengujian Kadar Zat Ekstraktif Partikel Batang Kelapa Sawit a. Pengujian pada Perendaman Air Dingin selama 24 jam
Pengujian kadar zat ekstraktif pada perendaman Air Dingin selama 24 jam dilakukan berdasarkan metode TAPPI 207 om-88 dalam Batubara (2005).
Sebanyak 2 g contoh uji kering tanur (BKT1) dimasukkan ke dalam gelas piala dan direndam dalam air dingin sebanyak 200 ml selama 24 jam. Setelah itu
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
disaring dan dikeringkan. Contoh uji yang telah direndam dioven kembali pada suhu (103 ± 2) °C selama 24 jam dan selanjutnya ditimbang (BKT2). Kadar Zat Ekstraktif (KZE) dapat dihitung dengan rumus :
KZE (%) = 100%
1 2
1 x
BKT BKT BKT −
b. Pengujian pada Perendaman Air Panas selama 2 jam
Pengujian kadar zat eksraktif pada perendaman Air Panas selama 2 jam dilakukan berdasarkan metode TAPPI 207 om-88 dalam Batubara (2005).
Sebanyak 2 g contoh uji kering tanur (BKT1) dimasukkan ke dalam gelas piala dan direndam dalam air panas sebanyak 100 ml dengan temperatur 100° C selama 2 jam kemudian dimasukkan ke dalam waterbath yang airnya telah mencapai titik didih. Setelah itu disaring dan dikeringkan. Contoh uji yang telah direndam dioven kembali pada suhu (103 ± 2) °C selama 24 jam dan selanjutnya ditimbang (BKT2). Kadar Zat Ekstraktif (KZE) dapat dihitung dengan rumus :
KZE (%) = 100%
1 2
1 x
BKT BKT BKT −
Pengujian Sifat Fisis Papan Komposit a. Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume kering udara. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 0,5 cm ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji. Nilai kerapatan papan komposit dihitung dengan rumus :
Kerapatan (g/cm3) =
) (
) (
cm3
Volume gram Berat
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
b. Kadar Air (KA)
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 0,5 cm yang digunakan adalah bekas contoh uji kerapatan. Kadar air papan partikel dihitung berdasarkan berat awal (BA) dan berat kering tanur (BKT) selama 24 jam pada suhu 103 ± 2 °C.
Nilai kadar air papan komposit dihitung berdasarkan rumus : Kadar Air (%) = x100%
BKT BKT BA−
c. Daya Serap Air
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 0,5 cm ditimbang berat awalnya (B1).
Kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (B2). Nilai daya serap air papan komposit dihitung berdasarkan rumus :
Daya Serap Air (%) = 100%
1 1
2 x
B B B −
d. Pengembangan Tebal
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 0,5 cm sama dengan contoh uji daya serap air. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum (T1) yang diukur pada keempat sudut dan dirata-ratakan dalam kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman (T2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Nilai pengembangan tebal papan komposit dihitung berdasarkan rumus :
Pengembangan Tebal (%) = 100%
1 1
2 x
T T T −
Pengujian Sifat Mekanis Papan Komposit a. Keteguhan Lentur (Modulus of Elasticity)
Maryam Jamilah : Kualitas Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polyethylene (PE) Daur Ulang, 2009.
USU Repository © 2009
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus :
MOE = 3
3
. . . 4
. d b Y
L P
∆
∆ Dimana :
MOE : Modulus lentur (kg/cm2)
∆P : Beban sebelum batas proporsi (kg) L : Jarak sangga (cm)
∆Y : Lenturan pada beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm) d : Tebal contoh uji (cm) b. Keteguhan Patah (Modulus of Rupture)
Pengujian keteguhan patah (MOR) dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Nilai MOR dihitung dengan rumus dimana :
MOR = 2
. . 2
. . 3
d b
L
P MOR : Modulus patah (kg/cm2)
P : Beban Maksimum (kg) L : Jarak sangga (cm) b : Lebar contoh uji (cm) d : Tebal contoh uji (cm)
Contoh uji yang digunakan berukuran 20 cm x 5 cm x 0,5 cm pada kondisi kering udara dengan pola pembebanan disajikan pada Gambar 8 :