REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER
MAJALAH TEMPO
(Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28
Februari-6 Maret 2011)
SKRIPSI
Oleh :
Ismail Marzuki
NPM. 0743010151
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN
PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melindungi kita semua dan karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian yang berjudul “REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO” tepat pada waktunya.
Penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi karunia otak dan akal sehingga saya dapat menyelesaikannya
2. Prof.Dr.Ir. Teguh Soedarto Mp, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Jawa timur
3. Ibu Dra.Hj. Suparwati, MSi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
4. Bapak Juwito S.Sos, Msi selaku ketua Progdi jurusan ilmu komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur
5. Bapak Syaifuddin Zuhri M.Si selaku dosen pembimping dalam penyusunan penelitian ini, terima kasih sudah care sama saya selama ini 6. Doa Bunda saya setiap hari yang bikin saya bisa lulus
8. Teman-teman angkatan 07 yang sama berjuang setiap hari nunggu di depan ruang dosen sambil ngerumpi dan lari-lari cari dosen
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna pada saat penyusun penelitian ini. Oleh sebab itu bila terdapat kesalahan-kesalahan dan hal yang kurang berkenan, Penulis tidak menutup kemungkinan adanya kritik maupun saran dari semua pihak yang membaca penelitian ini. Penulis berharap semoga bermanfaat bagi para pembaca.
Surabaya, 5 Juni 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL . ... i
LEMBAR PENGESAHAN. ... ii
KATA PENGANTAR. ...iii
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAKSI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Manfaat Penelitian ... 12
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 12
1.4.2 Manfaat Praktis ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 13
2.1.1 Media Cetak ... 13
2.1.2 Majalah ... 14
2.1.3 Majalah Sebagai Media Massa... 15
2.1.4 Cover atau Sampul ... 18
2.1.5 Karikatur ... 19
2.1.6 Pendekatan Semiotik ... 22
2.1.8 Model Semiotik Charles Sanders Pierce ... 27
2.1.9 Skandal Politik ... 30
2.1.10 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 31
2.1.11 Beton, Kayu, Bambu sebagai Bahan Bangunan ... 33
2.1.12 Karakteristik Huruf ... 35
2.2 Respon Psikologi Warna ... 36
2.3 Kerangka Berpikir ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 40
3.2 Definisi Operasional Konsep ... 41
3.3 Kerangka Konseptual ... 43
3.3.1 Corpus ... 44
3.3.2 Unit Analisis ... 45
3.3.2.1 Ikon ... 45
3.3.2.2 Indeks ... 46
3.3.2.3 Simbol ... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5 Teknik Analisis Data ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 51
4.4.1 Gambaran Umum Majalah TEMPO ... 51
4.4.2 Cover Karikartur Skandal Politik PDIP Dalam Majalah TEMPO ... 52
4.3 Analisis Data ... 56
4.4 Ikon, Indeks, Dan Simbol Dalam Kerikatur “Skandal
Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan” pada
Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 ... 59
4.5 Interpretasi Makna Keseluruhan Cover Karikatur “Skandal
Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan” Pada
Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan... 74
5.2 Saran ... 75
ABSTRAKSI
ISMAIL MARZUKI, REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011)
Dalam penelitian ini peneliti menaruh perhatian terhadap adanya skandal politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam cover Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011. Majalah Tempo merupakan majalah yang memiliki karakter kuat dalam megkritik fenomena politik yang terjadi. Penelitian ini menunjukkan sebuah skandal yang dilakukan elit politik dalam memperkaya diri atau suatu golongan melalui tindak korupsi.
Skandal politik adalah skandal yang melibatkan para politisi atau pejabat pemerintahan (administrasi publik) yang dituduh melakukan penggunaan dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial pribadi, terlibat dalam berbagai perencanaan untuk melakukan sesuatu, tindakan ilegal, pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi atau melakukan praktik-praktik yang tidak etis. Beberapa teori digunakan dalam penelitian ini untuk dianalisis dengan menggunakan model semiotik Charles Sanders Pierce.
Penelitian ini menganalisa penggambaran skandal politik yang melibatkan para tersangka cek pelawat atas pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada 2004. Dari karikatur ini dapat ditemukan motif yang mendasari tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yaitu Max Moein dan Megawati seperti yang digambarkan dalam karikatur pada Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011.
In this study the researcher to pay attention to the political scandal Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP) in TEMPO magazine cover edition of 28 February to 6 March 2011. Tempo magazine is a magazine that has a strong character in the critique of political phenomena that occur. This study shows a scandal that made the political elite to enrich themselves or in a group through acts of corruption.
Political scandal is a scandal involving politicians or government officials (public administration) who are accused of using and distributing political office for personal financial gain, is involved in various planning to do something, illegal acts, violation of public norms, such as corruption or practice-unethical practices. Several theories are used in this study to be analyzed using a semiotic model of Charles Sanders Pierce.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebuah partai politik merupakan organisasi politik yang menjalani
ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah
kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. (Budiarjo,
1989: 159)
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik
dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan
mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri,
mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut
menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
perubahan politik di Indonesia telah menempatkan partai yang memiliki
peran dan pengaruh besar dalam pencalonan anggota DPR, hingga proses
pemilihan presiden. Partai menjadi satu-satunya pintu masuk menuju tampuk
2
Partai juga memainkan pengaruh penting dalam proses rekruitmen para
pejabat negara, yang prosesnya diajukan presiden dan memerlukan persetujuan
DPR. seperti pengangkatan Pangab, Kapolri serta Kepala Jagung (Kejaksaaan
Agung). Kewenangan Dewan dalam proses rekruitmen politik itu merupakan
sumber rent yang menggiurkan. Lihat saja kasus pemilihan Miranda Gultom
sebagai Deputi Senior Bank Indonesia, yang sampai saat ini belum
menunjukkan titik terang.
Pada sisi lain, demokrasi membutuhkan biaya yang lebih besar di
banding dengan sistem lain. Di Indonesia, peningkatan jumlah partai disertai
dengan persaingan politik yang sangat ketat dan bahkan keras, membawa
implikasi langsung terhadap besarnya beban biaya finansial bagi pengelolaan
partai. Aspek pembiayaan partai merupakan tantangan serius, tidak hanya bagi
sejumlah partai kecil yang gagal meraih kursi dalam pemilu legislatif, tetapi
juga para partai besar yang telah mapan, seperti Golkar, PDI-P, PPP.
Sementara keuangan partai umumnya mengandalkan dukungan dana
pemerintah melalui APBN. Subsidi pemerintah bagi pendanaan partai tidak
menguntungkan bagi perkembangan kepartaian, hanya menciptakan
ketergantungan partai terhadap negara.
Dalam sistem multi-partai yang semakin terkonsolidasi, partai politik
diharapkan semakin mandiri dalam pembiayaan, yaitu mengandalan keuangan
partai terutama dari iuran anggotanya. Namun, harapan itu sulit diwujudkan,
3
Pengurangan subsidi pemerintah dalam mendukung pendanaan partai
telah membawa implikasi yang semakin kompleks. Pengurangan subsidi
pemerintah telah mendorong partai mencari alternatif pendanaan secara legal
dan boleh jadi illegal. Cara legal ditempuh dengan menarik sumbangan dari
kader partai yang menjadi anggota dewan, alokasi tunjangan dewan hingga
usulan dana aspirasi.
Aspek lain, praktek penggalangan dana partai secara tidak langsung,
bahkan bisa jadi ilegal atau menabrak etika moral dapat terjadi dengan
menyalurkan dana instansi pemerintah (Departemen dan BUMN) untuk
kepentingan partai tertentu. Karena itu, keinginan partai yang bukan pemenang
pemilu selalu "merapat" dengan partai pemerintah agar mendapat jatah
menteri. Untuk itu, koalisi pun dibentuk. Partai semacam ini hampir dipastikan
tidak dapat melakukan kontrol yang efektif kepada pemegang kekuasaan.
Dengan kata lain, keadaan politik di bangsa ini rentan dengan skandal
politik yang mengikutinya pula. Berbagai partai politik memiliki cerita
masing-masing mulai dari skandal politik sampai dengan skandal asusila. Apapun
bentuk skandal itu, tetap saja memiliki citra yang negatif baik bagi oknum
maupun partai politik yang menaunginya. Keadaan ini tentunya sangat
menggangu iklim sebuah partai. Mental partai haruslah kuat untuk menghadapi
badai cacian dari berbagai pihak terutama masyarakat. Karena hal ini
4
setiap cerita skandal memiliki cara tersendiri dalam penanganannya. Salah satu
cara ialah melalui penegakan hukum dan media.
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari komuniator kepada khalayak atau masyarakat yang haus akan
informasi. Sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Media
massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media
massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media
massa cetak seperti majalah, surat kabar, dan buku justru mampu memberikan
pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena sarat akan analisa yang
mendalam dibanding media yang lainnya (cangara, 2005:128).
Komunikasi antara manusia dengan media yang paling dominan dalam
berkomunikasi adalah panca indera manusia seperti mata dan telinga.
Pesan-pesan yang diterima panca indera selanjutnya diperoses dalam pikiran manusia
untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap suatu hal sebelum
dinyatakan dalam tindakan. Media cetak sebagai salah satu media massa
memiliki fungsi utama yaitu memberikan memberikan informasi kepada
khalayak. Media cetak khususnya majalah berbentuk seperti baju, memiliki
kualitas yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Sehingga informasi yang terkandung di dalamnya dapat dibaca berulang kali.
Kehadiran media massa merupakan salah satu gejala yang menandai
kehidupan masyarakat modern dalam manyampaikan informasinya, media
5
dengan segmentasi, konsumen, orientasi internal diri media itu sendiri dan
banyak faktor-faktor kepentingan yang lain.
Media cetak dipakai untuk mentransmisikan warisan sosial dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Karena media cetak memiliki kemampuan
membawa pesan yang spesifik dengan penyajian yang mendalam. Majalah
memiliki bentuk seperti buku yang mempunyai kualitas permanen sehingga
bisa disimpan dalam waktu yang lama.
Majalah yang ada saat ini, seiring dengan perkembangan zaman telah
mengalami banyak kemajuan. Jika pada mulanya kehadiran majalah dalam
bentuk cetak sederhana, dicetak di atas kertas dengan kualitas apa adanya.
Maka saat ini hadir dalam bentuk dan sajian yang lebih bagus dan menaik
karena dicetak dengan kualitaas yang tinggi. Macam-macam majalah yang
beredar saat ini sangat beraneka ragam seperti majalah anak-anak, majalah
remaja, majalah dewasa, majalah olah raga, majalah keluarga, majalah politik,
majalah pria, majalah wanita, dan lain-lain. Semakin banyak jumlah majalah
yang beredar di masyarakat secara otomatis akan membuat pembaca menjadi
selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka.
Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya
meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar, dan iklan (Djuroto,
2002:32). Majalah mempunyai fungsi tidak hanya menyebarkan informasi
yang ada di sekitar lingkungan masyarakat tetapi juga memberikan hiburan,
6
Dalam buku Teori Komunikasi Visual (Kusmiati, 1999:36),
mengatakan bahwa visualisasi adalah cara untuk membuat sesuatu yang
abstrak menjadi jelas secara visual yang mampu menarik emosi pembaca,
dapat menolong seseorang untuk menganalisa, merencanakan dan memutuskan
suatu problema dengan mengimjinasikan pada kejadian yang sebenarnya.
Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk
menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan
dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan
sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan
merupakan “symbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).
Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari sebuah majalah, karena pada saat kita akan membeli atau
membaca sebuah majalah, yang diperhatikan pertama kali adalah sampul dan
ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya pada
ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu
menarik perhatian khalayak pembacanya. Pemilihan judul atau teks harus
singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti, dan secara langsung dapat
menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. Pada sebuah sampul,
ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa
mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan
untuk menarik perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut
7
Gagasan menampilkan gambar tokoh atau simbol yang realistis
diharapkan membentuk suasana yang emosional, karena dengan gambar dapat
menciptakan imajinasi pembacanya tentang peristiwa yang terjadi. Sebagai
saran komunikasi, gambar merupakan pesan non verbal yang dapat
menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Oleh karena
itu maka gambar memiliki kemampuan paling kuat untuk menjelaskan isi
pesan sekaligus memberikanpenekanan pada isi pesan. Gambar dalam
karikartur sangat berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada
kata-kata, paling cepat pemahamannya, dan mudah dimengerti mengenai
maksud pesan yang terkandung dengan menampilkan tokoh yang sudah
dikenal. Gambar juga mempunyai kekuatan fleksibelitas yang tinggi untuk
menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi
visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai
makna yang dapat digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa
simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula yang didalamnya terkandung
makna, maksud dan arti yang harus diungkap.
Pada penelitian ini peneliti memilih majalah TEMPO sebagai objek
yang akan diteliti, karena majalah tersebut merupakan media massa (cetak)
yang sering menampilkan beberapa karikartur sebagai sampul yang sifatnya
kritis dalam memberikan informasi yang selalu terbaru (update) untuk
khalayak di segala bidang (sosial, politik, dan ekonomi). Sehingga menjadikan
8
Majalah TEMPO yang merupakan salah satu saluran komunikasi sosial,
politik, dan ekonomi di Indonesia. Arus komunikasi tejadi bukan lagi di
dominasi oleh kekuasaan, tetapi lebih banyak dilakukan oleh praktisi
komunikasi.
Tempo merupakan majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam
menyajikan karikartur maupun sketsa. Majalah yang terkenal dengan
pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam dalam
bidang sosial, ekonomi, dan politik dalam setiap penerbitannya. Akibat
kekritisannya tersebut majalah TEMPO juga pernah di bredel pada tahun 1982
dan 1994 namun hal itu tidak membuat TEMPO terus tenggelam. Dengan
semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan pers, TEMPO berhasil bangkit
menjadi pemimpin untuk industri penerbitan majalah di Indonesia serta
diterbitkan dalam skala nasional atau beredar di seluruh wilayah Indonesia
(www.tempointeraktif.com).
Alasan penulis dalam mengambil objek penelitian Representasi Skandal
Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal
Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO
Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) karena terdapat skandal politik yang dapat
menyeret Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Berawal dari tersangka
perkara cek pelawat dari PDI Perjuangan membelanjakan uang tersebut untuk
kampanye Megawati. Merasa tersudut, kubu Banteng menyiapkan strategi
untuk melindungi ketua umumnya. Dianggap menerima sepuluh lembar cek
9
tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, September tahun lalu. Ratusan
cek ditebar ke anggota Dewan dari empat fraksi-PDI Perjuangan, Partai
Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, serta TNI/Polri-seusai pemilihan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang dimenangi Miranda Swaray
Goeltom.
Menurut keterangan pada persidangan terdahulu, cek dibagikan
pengusaha Nunun Nurbaetie lewat anak buahnya, Ahmad Hakim Safari alias
Arie Malangjudo. Sebelum sampai ke tangan Max Moein, uang diterima
Dudhie Makmun Murod, bendahara Fraksi PDI Perjuangan ketika itu. Lewat
orang suruhannya, Dudhie menyerahkan lagi cek dalam amplop putih itu ke
Max Moein. Karena mendapatkan cek melalui orang suruhan Dudhie, Max
Moein merasa tidak pernah menerima suap. Max Moein berdalih juga bahwa
cek tersebut digunakan untuk mendanai kampanye Megawati
Soekarnoputri-Hasyim Muzadi yang disokong partainya dalam pemilihan presiden 2004.
Namun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menganggap bahwa
tersangka telah melempar bola panas ke partai. Terkait dengan pengakuan
tersangka dalam membelanjakan uang haram itu untuk kepentingan partai.
Apalagi tersangka meminta Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dipanggil
sebagai saksi meringankan. Padahal menurut Sekretaris Jendral Tjahyo
Kumolo dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang
dimenangi Miranda Swaray Goeltom, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri
10
mengajukan nama Miranda ke Bu Mega. Dari tiga calon, yang terbaik Miranda.
Partai menganggap pemanggilan tersebut bersifat politis. Itu sebabnya tim
merekomendasikan Megawati tidak memenuhi pemanggilan.
Tidak sedikit pemberitaan mengenai skandal politik PDI Perjuangan
yang diberitakan dengan unik, salah satunya melalui karikartur. Dan setiap
visual ataupun gambar (karikartur) memiliki pengertian yang berbeda-beda,
sehingga akan muncul makna di balik pemberitaan tersebut. Oleh karena itu
desainer-desainer dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau
memberikan sebuah informasi salah satunya melalui karikartur tersebut.
Penelitian ini mengungkap makna yang terkandung pada cover
karikartur skandal politik yang menggambarkan Max Moein yang merupakan
mantan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai tersangka
korupsi yang digunakan sebagai peluru ketapel yang diarahkan pada Ketua
Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri
dengan tumpukan kayu, samen, dan bambu sebagai perlindungannya. Sehingga
peneliti tertarik memilih cover TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011 karena
meperlihatkan terjadinya skandal politik yang menyerang Ketua Umum PDIP.
Barangkat dari sinilah penelitian ini berawal. Melihat PDIP yang
sedang mengalami skandal dengan pemberitaannya melalui Majalah TEMPO
yang sekaligus menggambarkan karikarturnya pada cover edisi 28 Februari-6
Maret 2011. Sehingga peneliti tertarik untuk mengupas lebih dalam megenai
11
menggunakan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda dan yang
berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda
lainnya, pengiriman dan penerimaan warna sebagai acuan untuk meneliti cover
karena warna memiliki makna yang bermacam-macam. Dengan pendekatan
semiotik Pierce, berdasarkan tanda verbal dan tanda visual maka bisa dicermati
pesan dalam proses penggambaran melalui petanda dan penandaan yang
terbagi menjadi ikon, indeks, dan simbol. Maka pendekatan semiotik Pierce
digunakan membedah Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah
TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret
2011), sehingga didapat maksud yang menyeluruh dari tampilan cover tersebut
akan memunculkan atau menghasilkan sebuah makna baru.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya adalah: Bagaimanakah Representasi Skandal Politik Dalam
Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28
Februari-6 Maret 2011).
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana Representasi
12
Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah
TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
landasan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai Representasi
Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik
Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada
Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dan
masukan untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik,
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media Cetak
Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua,
yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak
maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak
digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di
masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers,radio,
televisi, film dan lainnya tidak terlepas kaitannya dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi
jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang
melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat (Sugiharti,
2000:3).
Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis
yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran
dengan sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman
14
2.1.2 Majalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan
berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang
patut diketahui oleh konsumen pembaca, artikel, sastra dan sebagainya
yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah
tengah bulanan, majalah mingguan, dan sebagainya.
Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya berupa ilustrasi foto,
gambar atau lukisan tetapi dapat pula beerisi daftar isi atau artikel utama
serta kertas yang digunakan lebih mewah daripada surat kabar harian.
Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu
diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan ciri dari komunikasi
massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berta bacaannya ditujukan
untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang populer
sehinga mudah dipahami oleh masyarakat.
Menurut Juneadhie (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
1. Majalah Umum
Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum,
15 2. Majalah Khusus
Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai
bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, poltik, dan ekonomi.
2.1.3 Majalah Sebagai Media Massa
Media massa seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya,
media massa adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa
meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya
(River, 2003:29).
Lain halnya dengan Wiryanto dalam buku Teori Komunikasi
Massa, menjelaskan bahwa media massa adalah sebagian atau sejumlah
besar dari peralatan mekanik itu dikenal dengan alat-alat komunikasi
massa atau lebih populer dengan nama media massa, yang meliputi semua
(alat-alat) saluran, ketika narasumber (komunikator) mampu mencapai
sejumlah penerima (komunikan, audience) yang luas serta secara
serempak dengan kecepatan yang relatif tinggi (Wiryanto, 2002:2).
Media massa datang menyampaikan pesan yang beraneka ragam
dan aktual tentang lingkungan, baik yang disekitar kita atau yang jauh dari
kita. Dengan demikian media telah hadir sebagai alat untuk menyalurkan
berbagai pesan bagi manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini
16
1. Media yang menyalurkan ucapan (The Spoken Words) termasuk juga
yang berbentuk bunyi dan hanya dapat ditangkap oleh
telinga,dinamakan juga The Audial Media (media dengar). Media yang
termasuk dalam kategori ini antara lain adalah gendang, telepon, dan
radio.
2. Media yang menyalurkan tulisan (The Printed Writing) dan hanya dapat
ditangkat oleh mata, disebut juga The Visual Media (media pandang).
Media yang termasuk dalam katergori ini antara lain adalah selebaran,
pamflet, poster, brosur, spanduk, surat kabar, majalah, dan buku.
3. Media yang menyalurkan gambar hidup dan dapat ditangkap oleh mata
dan telinga sekaligus, disebut The Audio Visual Media (media dengar
pandang). Media yang termasuk katergori ini antara lain adalah film
(termasuk video) dan televisi (Anwar Arifin, 2002:94).
Selain seperti yang dijelaskan di atas, media juga mengubah
kontrol sosial. Paul Lazarfeld dan Robert k. Merton juga melihat media
dapat menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bukukan. Mereka
mengatakan “kelompok-kelompok kuat kiat mengandalkan teknik
mnipulasi memlalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya,
termasuk agar mereka bisa mengontrol secara lebih halus” (river,
2003:39).
Dalam penelitian ini, media yang digunakan merupakan salah satu
17
sebagai media yang dipakai, diantaranya adalah majalah mempunyai
beberapa kekuatan, yaitu :
1. Beberapa majalah mampu menjangkau khalayak yang sangat luas,
seperti majalah TEMPO yang memasarkan di beberapa kota besar di
Indonesia.
2. Kemampuan untuk menjangkau khalayak khusus (selektivitas), di
dalam masyarakat ada beberapa jenis tingkatan masyarakat yang
tercipta karena addanya perbdaan, baik sosial, poitik, latar belakang
budaya, pendidikan, dan lainnya.
3. Majalah terkenal karena umurnya yang lama (long life), berbeda dengan
media lainnya, majalah sering digunakan untuk acuan dan dapat
disimpan di rumah selama berminggu-minggu.
4. Majalah mempunyai mutu reproduksi yang tinggi, berdasarkan kualitas
kualitatif majalah sebagai media dapat memberikan hal-hal yang
berhubungan dengan seni, keindahan, mutu, keistimewaan, dan daya
tarik kemewahan yang mampu menarik minat pembacanya. Ciri-ciri ini
disebabkan karena tingkat mutu reproduksi yang tinggi dan isi editorial
sekitar yang dihubungkan dengan kartu yang dibuat.
5. Majalah merupakan sumber yang sangat baik untuk memberikan suatu
informasi dengan rinci dan menyamaikan informasi ini dengan penuh
tanggung jawab (sence of authority). Karena isi editorial majalah
18
kehidupan bermasyarakat dari berbagai segi bidang, sehingga
kartunyang disampaikan menyajikan rasa tanggung jawab yang sama.
6. Kemampuan kreatif majalah untuk membuat pembaca terpengaruh
dengan berita yang disajikan, sehingga mendorong pembaca untuk
memikirkan peristiwa apa saja yang ada di sekitarnya, kemampuan ini
berhubungan dengan kemampuan pembaca untuk memilih sendiri
majalah apa yang akan dibaca dan mengendalikan sifat majalah
dibanding dengan media yang lebih mengganggu seperti radio dan
televisi (Shimp, 2003:517-518).
Demikian dengan Staton (1986:195) mengemukakan bahwa
majalah mempunyai segmen atau golongan-golongan pembaca tertentu,
misalnya majalah khusus pria wanita juga remaja atau otomotif, dan
lain-lain yang kini semakin banyak macamnya. Setiap majalah umumnya
mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar,
namun mempunyai pasar yang lebih mengelompok.
2.1.4 Cover atau Sampul
Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari sebuah majalah, karena pada saat kita akan membeli atau
membaca dari sebuah majalah. Karena pada saat kita akan membeli atau
membaca majalah, yang diperhatikan pertama kali ialah sampul dan
19
ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar
mampu menarik perhatian khalayak untuk membacanya.
Permilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah
dimengerti dan secara langsung dapat mengainformasikan isi yang
terkandung di dalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai
gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam
bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik
perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut mampu
menunjang pesan yang ingin disampaikan.
2.1.5 Karikatur
Secara etimologis, karikatur berasal dari bahasa Italia, caricare
artinya melebih-lebihkan. Kata caricare itu sendiri dipengaruhi kata
carattere, juga bahasa Italia yang berkarakter dan kata cara bahasa
Spanyol yang berarti wajah. Menurut Lukman (1989) dalam Sumadiria
(2005:8), perkatan karikatur mulai digunakan untuk peryama kalinya oleh
Mossni, orang Perancis, dalam sebuah karyanya yang berjudul Divers
Figure. Sedangkan orang yang pertama kali mengenalkan caricature
adalah Lorenzo Bernini yang merupakan pemahat patung pada zaman
renaissance. Dengan demikian,secara estimologis karikatur adalah gambar
wajah dan karakteristik seseorang yang diekspresikan secara
20
Karikatur adalah defomasi berlebihan atas wajah seseorang,
biasanya orang terkenal, dengan “mempercantiknaya” dengan
penggambaran ciri khas lahiriyahnya untuk tujuan mengejek (Sudarta,
1987, dalam Sobur, 2006:138).
Senada dengan Sudarta, Pramon berpendapat bahwa sebetulnya
karikatur adla bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah
kaprah. Krikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya
berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang
membawa pesan kritik,yang muncul penerbitan surat kabar adalah political
cartoon atau aditorialcartoon, yakni versi lain dari editorial, tajuk rencana
dalam versi gambar humor. Inilah yang disebut dengan karikatur (Sudarta,
dalam Sobur, 2006:139).
Dalam Encyclopedia of The Art dijelaskan, karikatur merupakan
representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebi-lebihkan
sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai
sarana kritik sosial dan politik (Sumadiria, 2005:8).
Karikartur adalah produk suatu keahlian seseorang karikaturis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis psikologis,caar melobi,
referensi bacaan maupun bagaimana memilih topik isu yang tepat (Sobur,
2006:140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam
21
atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya karikatur
dijadiakan serana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik
sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan
menarik (Sobur, 2005:140).
Dalam perkembanganya, sesuai dinamika persoalan yang dihadapi
dan diliput pers, karikatur tidak hanya menunjuk kepada gambar wajah
seseorang yang dilebih-lebihkan. Karikatur juga mencakupsemua peristiwa
yang terjadi, diliput, dan menjadi sorotan pers. Ia bahkan termasuk karya
seni grafis, yaitu suatu cabang dan bentuk seni lukis. Dalm penyajiannya
dituntut pula akan selera indah sebagaimana hasil seni. Ini penting, karena
ide yang bagaimanapun kuatnya akan berkuarang nilainya apabil atidak
didukaung oleh kualitas gambar yang baik. Sebagaimana seni lukis, dalam
karikatur juga dituntut selera komposisi untuk membuat gambar yang enak
dipandang (Sumadiria, 2005:9).
Menggambarkan karikatur termasuk proses kreatif seorang ahli
grafis sekaligus seorang jurnalis. Sebagai ahli grafis, ia harus dapat
menyajikan gambar yang memenuhi kaidah komposisi gradsi dan
aksentuasi secara tajam dan serasi. Sebagai jurnalis, ia pandai memilih
topik yang sedang aktual, menyangkut kepentingan mesyarakat umum, dan
mengemasnya dalam paduan gambar serta kata-kata yanga singkat, lugas
22
Secara teknis jurnalistik, karikatur diartikan sebagai opini redaksi
media dalam bentuk gambar yang sarat dengan muatan kritik sosial dengan
memasukan unsur kelucuan, anekdot atau atau humor agar siapapun yang
melihatnya bisa tersenyum, temasuk tokoh atau objek yang dikarikaturkan
itu sendiri (Sumadiria, 2005:9).
Sebuah karikatur dikatakan efektif apabila karikatur itu telah
menjalankan fungsinya, yakni karikartur harus membuat senyum untuk
semua. Senyum untuk yang dikritik agar tidak marah, senyum untuk
masyarakat yang merasa terwakili aspirasinya, dan senyum untuk sang
karikaturis karena tidak terjadi apa-apa (Sumadiria, 2005:9).
2.1.6 Pendekatan Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani
semeon yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco,1979:16, dalam Sobur,
2006:95).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes,semiologip
ada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
23
dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (ti communicate).
Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi
juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Kurniawan, 2001, dalam
Sobur 2006:15).
Pada dasarnya istilah semiotika atau semiologi itu mengandung arti
yang sama. Yang membedakan kedua istilah itu hanyalah para
penggunanya. Mereka yang tergabung dalam kubu Charles Sanders Pierce
akan senantiasa menggunakan kata semiotika. Sedangkan mereka yang
bergabung dalam kubu Saussure, maka akan dengan setia menggunakan
istilah semiologi, termasuk Roland Barthes. Baik semiotika maupun
semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena
sama-sama digunakan untuk mengacu pada ilmu tentang tanda. Hanya saja ada
kecenderungan, istilah semiotika lebih popular daripada istilah semiologi,
sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya (Tommy
Christomy, 2001 : 7). Satu-satunya perbedaan antara keduanya, menurut
Hawkes adalah bahwa istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa
sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa
inggris (Sobur, 2003 : 12).
Dalam ilmu komunikasi, pendekatan semiotik diaplikasikan untuk
menjelaskan penggunaan tanda-tanda dalam pesan yang dikomunikasikan.
Sehingga penelitian dengan menggunakan pendekatan semiotik
24
2.1.7 Representasi
Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu
lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol
(Piliang,Yasraf Amir, 2006:24).
Representasi menunjjukan baik dalam proses maupun produk dari
pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan
konsep-konsep ideologi yang digunakan dalam bentuk-bentuk kongkrit.
Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial
pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video,
film, fotografi, ddan sebagainya. Secara ringkas representasi adalah
produksi makna melalui bahasa.
Menurut Struat Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep
yang sangat luas, kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi”.
Sedangkan dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika
manusia-manusia yang ada di suatu tempat membagi pengalaman yang sama,
membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa”
yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Menurut Struat Hall, ada dua proses representasi. Pertama,
representasi mental yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita
masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk
25
diterjemahkan dalam “bahasa” yang lazim, supaya kita dapat
menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dan
simbol-simbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan
mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan
sistem “peta konseptual” kita. Dalam proses kedua kita mengkonklusikan
seperangkat rantai korespondensi antra “peta konseptual” dengan bahasa
dan simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang
sesuatu. Korelasi antara “sesuatu”, “peta konseptual”, dan
“bahasa/simbol”, adalah jantung dari produksi makna melalui bahasa.
Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah
yang kita namakan representasi.
Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam
memaknai sesuatu, memproduksi, dan mengubah makna. Bahasa mampu
melakukan semua ini karena bahasa beroperasi sebagai sistem
representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tulis, lesan atau
gambar. Kita mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide kita tentang
sesuatu.
Untuk menjelaskan bagaimana makna representasi lewat bahasa
bekerja kita bisa memakai tiga teori representasi yang dipakai sebagai
usaha untuk menjawab pertanyaan dari mana suatu makna berasal atau
26
imej dari sesuatu. Teori yang pertama adalah pendekatan efektif. Disini
bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang
sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Teori kedua adalah
pendekatan internasional dengan menggunakan bahasa untuk
mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap
sesuatu. Sedangkan yang ketiga adalah pendekatan konstruksi, dalam
pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi lewat bahasa yang
kita pakai. Proses yang meghubungkan ketiga elemen ini secara
bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.
Konsep representasi kita berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru
dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada.
Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu dikostruksikan,
diproduksi lewat proses representasi. Makna adalah hasil dari praktek
penandaan. Praktek yng membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.
Representasi berasumsi bahwa praktik pemaknaan berbentuk
menjelaskan atau praktik lain di dunia secara sosial kepada dan oleh
individu. Mengharuskan adanya eksplorasi pembentukan makna tekstual,
serta menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada
beragam konteks. Representasi memiliki materialitas tertentu, yang
melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program
televisi. Representasi diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami
27
Dalam penelitian ini, representasi menunjukkan pada pemaknaan
tanda-tanda dan simbol-simbol yang terdapat pada cover Majalah TEMPO.
2.1.8 Model Semiotik Charles Sanders Pierce
Model dasar semiotik dikembangkan oleh Charles Sanders Pierce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pada
perkembangannya sangat mempengaruhi model-model berikutnya. Pierce
menekankan pada hubungan antara tanda, obyek dan peserta komunikasi.
Hubungan antara ketiga unsur tersebut adalah untuk mencapai suatu
makna,terutama antara tanda dan objeknya. Karena itu hubungan antara
ketiganya tersebut disebut hubungan makna. Bila Pierce menekankan pada
fungsi logika tanda, maka Sausure yang dianggap sebagai pendiri
linguistik medern, lebih menekankan pada hubungan dari masing-masing
tanda, dan menurut Saussure tanda merupakan obyek fisik yang penuh
dengan berbagai makna. Saussure tidak terlalu memperhatikan realita dari
makna seperti yang dikemukakan Pierce (Bintoro, 2002:12).
Pierce terkenal dengan teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika,
Pierce sebagaimana dipaparkan Lechte (2007:227), seringkali
mengulang-ilang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi
seseorang.
Pierce menjelaskan istilah tanda (sign) yang merupakan
representasi dari sesuatu di luar itu sendiri, yang disebut objek kemudian
28
Model semiotik Charles S. Pierce dapat digambarkan dalam
bentuk segitiga seperti berikut :
Gambar 1. Model Semiotika Pierce (Sumber : John Fiske, 1990:42)
Garis-garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam
hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda menunjukan
pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu objek yang dipahami oleh
seseorang. Interpretant merupakan konsep mental yang diproduksi oleh
tanda dan pengalaman pengguna tanda terhadap sebuah objek (Sobur,
2001:114).
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuan menjadi tiga
kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut
digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut : Tanda
29
Gambar 2. Model Kategori Tanda (Sumber : John Fiske, 1990:47)
Pierce berpendapat bahwa model tersebut merupakan hal penting
dan sangat fundamental dari hakikat tanda. Pierce mengungkapkan sebagai
berikut : icon (ikon) adalah tanda yang hubungan antara tanda dan acuanya
bersifat bersamaan bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan).
Misalnya adalah potret dan peta. Potret merupakan ikonik dari orang yang
berada di dalam potret tersebut, sedangkan peta merupakan ikonik dari
pulau yang ada dalam peta tersebut. Index (indeks) adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan acuannya yang
bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengacu
langsung pada kenyataannya. Misalnya adalah asap sebagai tanda adanya
api. Symbol (simbol) adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah
antara tanda dan acuan (berdasarka hubungan konvesi atau perjanjian).
Misalnya orang yang menggelengkan kepalanya merupakan simbol yang
menandakan ketidaksetujuan yang terbentuk secara konvensional (Sobur,
2003:41).
Icon
30
2.1.9 Skandal Politik
Skandal adalah perbuatan yang memalukan, tindakan yang
mengarah pada perbuatan buruk (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Skandal kerap melekat pada sosok perseorangan yang dikaitkan dengan
moralitas. Skandal ialah insiden yang dipublikasikan yang melibatkan
dugaan pelanggaran, aib atau pencabulan moral. Skandal dapat terjadi agar
memperoleh keuntungan secara tidak wajar. Skandal sering dilibatkan
dengan ikut sertanya para politisi atau penjabat dalam melakukan berbagai
keuntungan secara tidak wajar untuk melakukan sesuatu di luar
kesepakatan organisasi sehingga melanggar norma-norma umum
oraganisasi tersebut (www.m.antikorupsi.org).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik merupakan hal-hal
yang berkenaan dengan tata negara atau urusan yang mencakup siasat dan
cara bertindak dalam pemerintahan negara atau terhadap negara lain.
Skandal politik adalah skandal yang melibatkan para politisi atau pejabat
pemerintahan (administrasi publik) yang dituduh melakukan penggunaan
dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial pribadi, terlibat
dalam berbagai perencanaan untuk melakukan sesuatu, tindakan ilegal,
pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi atau melakukan
31
2.1.10 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah
partai yang secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik
masa orde lama. PDI Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai
Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai
Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fungsi 5 (lima) partai politik.
Kelima partai politik tersebut yaitu :
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)
2. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
3. Partai Katolik
4. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
5. Murba
Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan
Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di
Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri
oleh para duta besar negara sahabat, kongres ini disebut dengan “Kongres
Rakyat”(http://cangkang.vivanews.com/aff/news/read/121729megawati_a
nulir_rekomendasi_pilkada_tabanan). Karena selama kegiatan Kongres
berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di
lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres,
jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti
32
Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih
kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara
aklamasi. Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus
untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi
partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam
AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui
oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi
dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun
1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada
tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul
Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran
Senayan Jakarta.
Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret
sampai dengan 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah.
Menjelang Kongres I PDI Perjuangan, sudah muncul calon-calon kandidat
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, nama yang muncul antara lain
Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPP PDI
Perjuangan, kemudian muncul pula nama Eros Jarot yang sempat
menggalang DPC-DPC untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan
umum Cabang-Cabang, dari 243 DPC, hanya 2 DPC yang mengusulkan
nama lain yaitu DPC Kota Jayapura dalam pemandangan umumnya
33
Hartono dan Eros Jarot, kemudian DPC Kota Banjarmasin mengusulkan
Eros Jarot sebagai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan.
Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati
Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode
2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC
mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan
(http://www.pdiperjuangan.or.id/).
Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, Pada tahun 2001
Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke-5
menggantikan KH Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang
Istimewa MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden
RI ke – 5 membawa perubahan pada sikap politik PDI Perjuangan dan cap
sebagai partai penguasa melekat di PDI Perjuangan. Meski sebagai partai
penguasa, PDI Perjuangan ternyata tidak mampu meraih kemenangan di
dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan
hanya mampu memperoleh suara diurutan kedua dengan 109 kursi di DPR.
2.1.11 Beton, Kayu, Bambu sebagai Bahan Bangunan
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum
digunakan untuk banguna gedung, jembatan, jalan dan lain-lain. Beton
berupakan satu kesatuan yang homogen. Beton ini didapat dengan cara
34
yang lain dan air, dengan semen portlan atau semen hidrolik yang lain,
kadang-kadang dengan bahan tambahan (additif) yang bersifat kimiawi
ataupun fisikal pada perbandingan tertentu, sampai menjadi satu kesatuan
yang homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan.
Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air.
Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan,
dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat halus atau pasir),
dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen).
Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat atau pengikat dalam proses
pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat terikat dengan kuat sehingga
terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama.
(http://www.ilmusipil.com/pengertian-beton-adalah).
Komponen bangunan masih sangat tergantung dari kayu, terutama
dari bentuk kayu gergajian spesifikasi khusus, baik berfungsi sebagai
komponen struktural (memerlukan perhitungan beban) maupun non
struktura (tidak memerlukan perhitungan beban) (http://www.dephut.go.id
/INFORMASI/PROPINSI/SUMSEL/bang_perumahan.html).
Pada umumnya, bagian-bagian bangunan yang dapat dibuat dari
bambu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan bahan bangunan yang
lain untuk kegunaan yang sama. Bambu terdapat hampir di seluruh
Indonesia. Bambu adalah bahan ramuan yang penting sebagai pengganti
kayu biasa bagi penduduk desa. Penduduk desa menanamnya di halaman
35
2.1.11 Karakteristik Huruf
Berikut ini beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikasi yang
dilakukan oleh James Craig, antara lain sebagai berikut :
1. Roman
Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip
pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang
kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik,
anggun, lemah gemulai dan feminin.
2. Egyptian
jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi
seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang
ditimbulakan adalah kokh, kuat, kekar, dan stabil.
3. Sans Serif
Ciri San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini tidak memiliki
sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau
hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern,
36 4. ScriptHuruf Script
Huruf ini menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas
atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang
ditimbulkannya adalah sifat pribadi dan akrab.
5. Miscellaneous
Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah
ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang
dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.
2.2 Respon Psikologi Warna
Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal.
Warna juga boleh dianggap sebagai sutu fenomena psikologi. Menurut
Tjiptono (2005:150), mengungkapkan sejumlah wawasan penting
mengenai respon psikologi dari masing-masing warna diantaranya sebagai
berikut:
1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi dan bahaya.
2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,
kebersihan dan keteraturan.
3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan dan pembaharuan.
37
5. Ungu : Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekerasan
dan keangkuhan.
6. Orange : Energi, keseimbangan dan kehangatan.
7. Coklat : Tanah/Bumi, comfort, reability dan daya tahan.
8. Abu-abu : Intelek, kesederhanaan, dan kesedihan
9. Putih : Kesucian, kebersihan, ketepatan dan ketidakbersalahan.
10. Hitam : Power, sexsualitas, kecanggihan, kematian, misteri,
ketakutan, kesedihan dan keanggunan.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam memaknai suatu peristiwa atau objek, setiap individu
mempunyai latar belakang pengalaman (field of experience) dan
pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda. Dalam menciptakan
pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk
tampilan sampul (cover) karikartur, maka peneliti juga tidak lepas dari dua
hal tersebut di atas. Dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam
objek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam
penelitian ini peneliti melakukan representasi terhadap tanda dan lambang
dalam bentuk gambar dan tulisan pada cover karikartur pada Majalah
TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 dalam hubungannya dengan
konflik organisasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang diketuai
38
Pierce, sehingga dapat diperoleh hasil dengan interpretasi data mengenai
kaitanya dengan kelangsungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian
Charles S. Pierce karena makna dalam cover karikatur “Skandal Politik”
Majalah TEMPO edisi 28 Februari-6 Maret 2011 (gambar kartun maupun
tulisan) tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diproduksi dengan
menggunakan tanda. Dari data-data berupa gambar dan tulisan, kemudian
data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode semiotik Pierce yang
membagi antara tanda dan acuannya tersebut dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu ikon, indeks, dan simbol hingga menghasilkan suatu interpretasi
dengan merepresentasi skandal politik Partai Demokrasi Indonesia
39
Sistematika tersebut digambarkan seperti berikut ini:
KARIKATUR
•Banteng di padang rumput Perjuangan Pada Cover
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi
Metode semiotika yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
kualitatif-interpretatif yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada
tanda “tanda dan teks” sebagai obyek, serta bagaimana menafsirkan dan
memahami kode (decoding) di balik tanda dan teks tersebut. Sesuai dengan
pandangan “paradigma” kritis, analisis semiotik bersifat kualitatif. Jenis
penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya
interprestasi-interprestasi alternatif (Sobur, 2002:147). Dalam hal ini maka cover karikatur
Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011 yang menjadi obyek
penelitian ini akan diinterpretasikan untuk mengetahui makna yang
disampaikan oleh karikaturis mengenai skandal yang terjadi pada PDIP.
Interpretasi yang didapat akan diperkuat oleh data-data yang berguna untuk
memperkuat tafsiran tersebut.
Menurut Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa metode penelitian
kualitatif mempunyai prosedur penelitian yang dihasilkan data deskriptif
berupa kata-kata lisan, tulisan serta gambar dan bukan angka-angka dari
orang-orang dan prilaku yang diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar
diri dengan pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi
(Ruslan, 2004:213).
Beberapa pernyataan di atas merupakan alasan peneliti untuk
menggunakan metode kualitatif. Sedangkan penggunaan semiotika sebagai
metode pembacaan di dalam berbagai cabang keilmuan menurut Cristomy
dimungkinkan oleh karena ada kecenderungan dewasa ini untuk memandang
berbagai wacana sosial, seni, dan desain sebagai fenomena bahasa dan dapat
pula dipandang sebagai “tanda”. Hal ini dimungkinkan karena luasnya
pengertian tanda itu sendiri (Sobur, 2004:134).
3.2 Definisi Operasional Konsep
Skandal adalah perbuatan yang memalukan, tindakan yang
mengarah pada perbuatan buruk (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Skandal kerap melekat pada sosok perseorangan yang dikaitkan dengan
moralitas. Skandal ialah insiden yang dipublikasikan yang melibatkan
dugaan pelanggaran, aib atau pencabulan moral. Skandal dapat terjadi agar
memperoleh keuntungan secara tidak wajar. Skandal sering dilibatkan
dengan ikut sertanya para politisi atau penjabat dalam melakukan berbagai
keuntungan secara tidak wajar untuk melakukan sesuatu di luar
kesepakatan organisasi sehingga melanggar norma-norma umum
oraganisasi tersebut (www.m.antikorupsi.org).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik merupakan hal-hal
cara bertindak dalam pemerintahan negara atau terhadap negara lain.
Skandal politik berkaitan dengan skandal yang melibatkan para politisi
atau pejabat pemerintahan (administrasi publik) yang dituduh melakukan
penggunaan dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial
pribadi, terlibat dalam berbagai perencanaan untuk melakukan sesuatu,
tindakan ilegal, pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi atau
melakukan praktik-praktik yang tidak etis.
Korupsi merupakan salah satu bentuk dari skandal politik. Di awal
tahun 2011, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis penanganan kasus
korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum sepanjang semester II tahun
2010. Tren korupsi yang terjadi mulai 1 Juli hingga 31 Desember 2010 ini
ditemukan 272 kasus korupsi yang terjadi baik di level pusat maupun di
daerah. Aktor yang ditetapkan pada semester ini sebanyak 716 orang.
Sedangkan potensi kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus korupsi
sebesar Rp1,54 triliun.
Untuk kasus yang ditangani tiga aparat penegak hukum, hanya
KPK yang mengalami penurunan jumlah kasus yang ditangani. Pada
semester I 2010 jumlah kasus yang ditangani KPK sebanyak 14,
sedangkan di semester II KPK hanya menangani sembilan kasus.
Sementara Kepolisian mengalami peningkatan, dari 25 kasus di semester I,
menjadi 37 di semester II. Begitupun Kejaksaan, dari 137 kasus di
.com/berita/baca/lt4d6532578544e/icw-jumlah-penanganan-perkara-kpk-menurun).
3.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah bagaimana hubungan konsep-konsep atau
veriabel dengan penelitian, dalam hal ini maka konsep-konsep adalah
Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik
Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada
Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).
Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi
Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011).
Dalam penelitian ini merupakan pemberian makna terhadap gambar berupa
karikatur tentang skandal politik yang yang menyeret PDIP khususnya
Megawati Soekarnoputeri yang menjabat ketua umum partai tersebut.
Karikatur dibuat semenarik mungkin untuk membuat rasa penasaran
khalayak meningkat, hal tersebut memiliki tujuan untuk melakukan tindakan
timbal balik atas informasi yang digambarkan tersebut. Representasi Skandal
Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal
Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO
Edisi 28 Februari-6 Maret 2011) menimbulkan makna atau pengertian yang
berbeda-beda pada setiap indvidu, tergantung dari sudut pandang mana
menggunakan studi semiotika Charles S. Pierce dengan mengkategorikan
ikon, indeks, dan simbol.
3.3.1 Corpus
Corpus adalah kata lain dari sampel dan khusus digunakan untuk
analisis semiotik dan analisis wacana. Corpus haruslah cukup luas untuk
memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dan memeilihara
sebuah sistem dari kemiripan serta pembedaan yang lengkap. Corpus
juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi
maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2001:70).
Corpus dalam Penelitian ini adalah tanda-tanda dalam Representasi
Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi Semiotik
Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret 2011), yang
terdapat pada halaman cover majalah.
Berdasar pengamatan, peneliti tidak menemukan lagi karikartur
pada edisi berikutnya yang mengangkat tema di atas. Mengingat cover
karikatur tersebut hanya diterbitkan satu kali saja. Sehingga peneliti
hanya bisa mengambil gambar karikatur tersebut untuk dijadikan sumber
3.3.2 Unit Analisis
Unit analisis dari penelitian ini adalah tanda-tanda berupa gambar
dan tulisan pada Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah
TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6
Maret 2011).
Unit analisis diidentifikasikan berdasarkan ikon, indeks, dan
simbol yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
pendekatan semiotik Pierce. Tanda-tanda tersebut berupa gambar yang
ada dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO
(Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret
2011). Dengan menginterpretasikan segala bentuk penandaan baik
berupa gambar maupun tulisan, peneliti membentuk pemaknaan tentang
karikatur tersebut.
3.3.2.1 Ikon
Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya
bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon
dalam Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi
Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret
2011) adalah Max Moein dan Megawati.
3.3.2.2 Indeks
Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat,
atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam
Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi
Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret
2011) adalah tulisan “Tersangka cek pelawat menyeret Megawati ke
pusaran Skandal. Betulkah PDIP menerima duit itu?”, tulisan “AWAS
MEGA!”.
3.3.2.3 Simbol
Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dan petanda yang bersifat arbiter atau semena, hubungan
berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat). Simbol dalam
Representasi Skandal Politik Dalam Cover majalah TEMPO (Studi
Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari-6 Maret
2011) adalah banteng di padang rumput, baju berwarna merah, gasture,
pohon kelapa, ketapel, tangan manusia, background langit dan rangkaian
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini berasal dari data primer dan data
sekunder yang diperoleh dari :
1. Data Primer
Data primer pada penelitian ini adalah karikatur pada cover Majalah
TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011 yang menampilkan skandal
politik yang terjadi pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
kemudian dianalisis menggunakan teori Charles S. Pierce. Data primer
penelitian ini digunakan untuk mengetahui makna-makna yang
terkandung dalam cover karikatur tersebut.
2. Data Sekunder
Data sekunder berasal dari bahan-bahan referensi seperti buku literatur,
buku catatan, internet, dan skripsi senior yang berhubungan dengan objek
kajian yang sedang diteliti.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa gambar dan kata-kata. Hal ini
disebabkan adanya penerapan metode kulitatif, menjadi kunci jawaban
Penelitian yang akan digunakan peneliti merupakan penelitian
menggunakan meode semiotika. Dengan studi semiotika peneliti dapat
memakai gambar dan pesan yang terdapat pada cover karikatur Majalah
TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011. Serta membentuk berbagai
pemaknaan terhadap karikatur ini, kemudian akan diinterpretasikan dengan
cara mengidentifikasikan tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk
penggambaran karikatur tersebut.
Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam cover
karikatur Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret 2011, peneliti
mengamati sign atau sistem tanda yang tampak kemudian memaknai dan
menginterpretasikan dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang
terdiri dari :
1. Obyek
Obyek adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian
ini adalah cover karikatur “Skandal Politik” Dalam Majalah TEMPO edisi
26 Februari-8 Maret 2011.
2. Sign
Sign adalah setiap bentuk makna yang bisa ditimbulkan oleh cover
karikatur “Skandal Politik” Majalah TEMPO edisi 26 Februari-8 Maret