viii ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA PEMBELAJARAN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN PARTISIPASI
SISWA KELAS X-A SMA N 1 GODEAN Ninda Tanove
Universitas Sanata Dharma 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam meningkatkan prestasi belajar dan partisipasi siswa pada mata pelajaran ekonomi.
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XA, SMA N 1 Godean.Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-masing terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen observasi kegiatan guru, lembar observasi kegiatan siswa, lembar observasi kegiatan kelas, lembar observasi guru dalam proses pembelajaran, lembar observasi kelas, lembar observasi kegiatan belajar siswa dalam kelompok, lembar observasi partisipasi, dan instrumen refleksi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis komparatif.
Ditinjau dari aspek prestasi belajar siswa, hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-A. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut tampak dari nilai yang dicapai oleh siswa pada waktu pre test dan post test. Rata-rata peningkatan nilai kelas pada siklus I adalah 2,1 atau 36,8%. Pada saat pre test rata-rata skor siswa dalam kelas mencapai 3,6 sedangkan rata-rata skor siswa setelah post test naik menjadi 5,7. Peningkatan nilai siswa ini belum mencapai target yang ditentukan. Karena pada awal penelitian, telah ditetapkan target nilai 7(sesuai KKM). Pada siklus II, rata-rata peningkatan nilai kelas pada siklus I adalah 0,69 atau 7,73%. Pada saat pre test rata-rata skor siswa dalam kelas mencapai 8,24 sedangkan rata-rata skor siswa setelah post test naik menjadi 8,93. Peningkatan nilai siswa ini telah melampaui target yang ditentukan.
ix
x ABSTRACT
THE APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING METHOD OF TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TYPE IN ECONOMICS
SUBJECT TO INCREASE STUDENTS’S ACHIEVEMENT AND PARTICIPATION OF XA CLASS STUDENTS OF GODEAN 1 SENIOR
HIGH SCHOOL Ninda Tanove Sanata Dharma University
2013
The reasearch aims to know how the implementation of cooperative learning of TGT type in order to increase student’s achievement and participation on Economic lesson.
This research was conducted on first grade of Godean 1 Senior High School Yogyakarta. This research is a class action research which was conducted based on 2 cycles in which each cycle consists of four steps: planning, realization, observation, and reflection. The data was collected using the observation instrument teacher’s activity, student’s activity sheets observation, classroom’s activities sheet observation, theacher’s sheet observation in the learning process, classroom’s sheet observation, sheets observation in the group learning activities, sheet observation participation and reflection instruments. The data were analyzed by using descriptive and comparative analysis.
Based on student’s achievement, the results of studies suggest that the application of cooperative learning model TGT type able to improve student learning outcomes XA classes. Improved student learning outcomes is evident from scores achieved by students at pre-test and post test. The average increase in the value of the class in the first cycle was 2.1 or 36.8%. At the pre-test mean score of students in the class reached 3.6 while the average post-test scores of students after rising to 5.7. The increase in the value of the student has not achieved the target set. Since the beginning of the study, has been set a target value of 7 (according KKM). In the second cycle, the average increase in the value of the class in the first cycle was 0.69 or 7.73%. At the pre-test mean score of students in the class reaches 8.24 while the average post-test scores of students after rising to 8.93. The increase in the value of the student has exceeded the target set.
xi
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TEAMS GAMES TOURNAMENT(TGT)
PADA
PEMBELAJARAN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR DAN PARTISIPASI SISWA KELAS X-A
SMA N 1 GODEAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
NINDA TANOVE NIM : 081334062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Kupers emb a hk a n k a ry a ini unt uk :
Alla h SWT, y a ng t a k hent iny a memb erik a n a nugera h d a n s ela lu
menga s ihik u leb ih d a ri y a ng a k u t a hu.
Ba pa k Da rwis Sugeng d a n Ib u Sus a nt i, k ed ua ora ngt ua k u y a ng
t ela h mengorb a nk a n b a ny a k ha l unt uk k u, perha t ia n, k as ih s a y a ng,
s ert a d uk unga n y a ng sa nga t b era rt i unt uk k u.
Kris t a nt y o Wa hy u Nugroho, y a ng t ela h memb erik a n sema nga t ,
perha t ia n, d a n sela lu s a b a r mela lui ha ri- hari b ers a ma k u d a la m
s et ia p k ea d a a n, t erima k a sih.
Sa ha b a t - sa ha b a t k u d a n t ema n- t ema nk u, t erima k a sih a t as
k eb ers a maa n, pers a ud a ra a n, penga la ma n, d a n d uk unga n y a ng
k a lia n b erik a n.
v
M OT TO
D r ea m , B el i eve, a n d M a k e It H a p p en
(A gn esM o)
D o a l l t h e good s y ou ca n , A l l t h e b est y ou ca n , In a l l
t i m es y ou ca n , In a l l p l a ces y ou ca n , For a l l t h e
cr ea t u r es y ou ca n .
viii ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA PEMBELAJARAN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN PARTISIPASI
SISWA KELAS X-A SMA N 1 GODEAN Ninda Tanove
Universitas Sanata Dharma 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam meningkatkan prestasi belajar dan partisipasi siswa pada mata pelajaran ekonomi.
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XA, SMA N 1 Godean.Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-masing terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen observasi kegiatan guru, lembar observasi kegiatan siswa, lembar observasi kegiatan kelas, lembar observasi guru dalam proses pembelajaran, lembar observasi kelas, lembar observasi kegiatan belajar siswa dalam kelompok, lembar observasi partisipasi, dan instrumen refleksi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis komparatif.
Ditinjau dari aspek prestasi belajar siswa, hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-A. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut tampak dari nilai yang dicapai oleh siswa pada waktu pre test dan post test. Rata-rata peningkatan nilai kelas pada siklus I adalah 2,1 atau 36,8%. Pada saat pre test rata-rata skor siswa dalam kelas mencapai 3,6 sedangkan rata-rata skor siswa setelah post test naik menjadi 5,7. Peningkatan nilai siswa ini belum mencapai target yang ditentukan. Karena pada awal penelitian, telah ditetapkan target nilai 7(sesuai KKM). Pada siklus II, rata-rata peningkatan nilai kelas pada siklus I adalah 0,69 atau 7,73%. Pada saat pre test rata-rata skor siswa dalam kelas mencapai 8,24 sedangkan rata-rata skor siswa setelah post test naik menjadi 8,93. Peningkatan nilai siswa ini telah melampaui target yang ditentukan.
ix
x ABSTRACT
THE APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING METHOD OF TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TYPE IN ECONOMICS
SUBJECT TO INCREASE STUDENTS’S ACHIEVEMENT AND PARTICIPATION OF XA CLASS STUDENTS OF GODEAN 1 SENIOR
HIGH SCHOOL Ninda Tanove Sanata Dharma University
2013
The reasearch aims to know how the implementation of cooperative learning of TGT type in order to increase student’s achievement and participation on Economic lesson.
This research was conducted on first grade of Godean 1 Senior High School Yogyakarta. This research is a class action research which was conducted based on 2 cycles in which each cycle consists of four steps: planning, realization, observation, and reflection. The data was collected using the observation instrument teacher’s activity, student’s activity sheets observation, classroom’s activities sheet observation, theacher’s sheet observation in the learning process, classroom’s sheet observation, sheets observation in the group learning activities, sheet observation participation and reflection instruments. The data were analyzed by using descriptive and comparative analysis.
Based on student’s achievement, the results of studies suggest that the application of cooperative learning model TGT type able to improve student learning outcomes XA classes. Improved student learning outcomes is evident from scores achieved by students at pre-test and post test. The average increase in the value of the class in the first cycle was 2.1 or 36.8%. At the pre-test mean score of students in the class reached 3.6 while the average post-test scores of students after rising to 5.7. The increase in the value of the student has not achieved the target set. Since the beginning of the study, has been set a target value of 7 (according KKM). In the second cycle, the average increase in the value of the class in the first cycle was 0.69 or 7.73%. At the pre-test mean score of students in the class reaches 8.24 while the average post-test scores of students after rising to 8.93. The increase in the value of the student has exceeded the target set.
xi
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) Pada Pembelajaran Ekonomi Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar dan Partisipasi Siswa Kelas X-A SMA N 1 Godean.”
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Akuntansi.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Indra Darmawan, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd.,M.si.selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum,S.Pd.,M.Pd. selaku Dosen Pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan,
memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Tri Ismiyati, S.Pd. selaku guru mata pelajaran Ekonomi SMA N 1 Godean
yang berkenan menjadi mitra penulis dalam membantu penelitian tindakan
xiii
6. Bapak A. Joko Wicoyo, S.Pd., M.S yang telah memberikan bimbingan dalam
abstract skripsi ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi serta para
staf karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan
pengetahuan dalam proses perkuliahan dan pelayanan selama penulis belajar di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Mbak Theresia Aris Sudarsilah, selaku sekretaris Program Studi Pendidikan
Akuntansi yang telah memberikan bantuan pelayanan yang baik sehingga
proses penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
9. Seluruh keluarga besar SMA N 1 Godean, khususnya Kelas X-A yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini. Terima kasih banyak atas ijin dan bantuan yang diberikan.
10. Kedua orang tuaku, Bapak Darwis Sugeng dan Ibu Susanti yang tercinta, yang
tidak pernah lelah memberikan doa, kasih sayang, dukungan baik moril
maupun material, serta semangat kepada penulis.
11. Kristantyo Wahyu Nugroho, sahabat dalam hidupku, yang telah membantu,
mendukung, mendampingi, memberi semangat, memberi kritik-saran, serta doa
selama ini.
12. Ndembikwati (Mega, Mina, Yustina, Tatik, Titik, Devi, Rosa, Novi), terima
kasih untuk persahabatan selama ini, untuk dukungan, semangat dan doa.
13. Ndembikwan (Vembri, Stevanus, Ryan, Tyo, Himo, Landung), terima kasih
xiv
14. Teman-teman seperjuanganku Amy, Sisca, Nety, Novi, Tere, Aga, terima kasih
atas kerjasamanya selama ini dan segala bantuan dari teman-teman semua.
15. Teman-teman yang telah membantu dalam penelitian (Mega, Mina, Devi,
Titik, Amy, Sari, Tatik, Vembri, Tyo, Ryan), terima kasih untuk bantuan yang
diberikan, sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.
16. Seluruh mahasiswa angkatan 2008 Prodi Pendidikan Akuntansi yang juga telah
memberi kritik dan saran masukan, semangat,segala informasi yang diberikan,
serta perhatian yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
17. “AB 5317 GJ”, yang telah setia membawa kemanapun aku pergi.
18. “CQ40”, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
19. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Dengan kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan
dalam penulisan skripsi ini, serta Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum
sempurna karena masih banyak kekurangan yang ada di dalamnya.Oleh karena
itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak.Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
xvi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... x
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DARTAR LAMPIRAN ... xxiii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
xvii
E. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Tindakan Kelas ... 8
B. Pembelajaran Kooperatif ... 15
C. Prestasi Belajar ... 27
D. Partisipasi ... 30
E. Mata pelajaran Ekonomi ... 31
F. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 33
G. Kerangka Teoritik ... 35
H. Pertanyaan Penelitian ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
C. Subjek dan Obyek Penelitian ... 39
D. Prosedur Penelitian ... 40
E. Instrumen Penelitian ... 46
F. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 47
G. Teknik Pengumpulan Data ... 53
H. Teknik Analisis Data ... 54
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat ... 57
B. Visi dan Misi ... 58
xviii
D. Sarana & Prasarana ... 59
E. Struktur Organisasi ... 61
F. Kondisi Siswa ... 62
G. Prestasi ... 63
H. Personil Sekolah ... 64
BAB V HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Observasi ... 67
1. Observasi Pendahuluan ... 67
2. Siklus I ... 77
a. Perencanaan ... 77
b. Tindakan ... 81
c. Observasi ... 83
d. Refleksi ... 92
3. Siklus II ... 97
a. Perencanaan ... 98
b. Tindakan ... 101
c. Observasi ... 103
d. Refleksi ... 112
B. Analisis Komparatif Tingkat Prestasi Sebagai Dampak Penerapan Metode
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament ... 116
1. Siklus I ... 117
xix
C. Analisis Komparatif Partisipasi Belajar Sebagai Dampak Penerapan
Metode Kooperatif Tipe Teams Games Tournament ... 120
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 124
1. Prestasi ... 124
2. Partisipasi ... 125
B. Keterbatasan Penelitian ... 126
C. Saran ... 126
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Partisipasi Terhadap Penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
dalam Mata Pelajaran Ekonomi ... 52
Tabel 3.2 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa ... 55
Tabel 3.3 Peningkatan Partisipasi Siswa ... 56
Tabel 5.1 Kegiatan Guru Dalam Proses Pembelajaran ... 69
Tabel 5.2 Partisipasi Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 70
Tabel 5.3 Keadaan Kelas Selama Proses Pembelajaran ... 73
Tabel 5.4 Aktivitas Guru Pada Siklus I... 84
Tabel 5.5 Partisipasi Siswa Siklus I ... 87
Tabel 5.6 Instrumen Pengamatan Kelas ... 90
Tabel 5.7 Kesan Guru Mitra Terhadap Perangkat Pembelajaran dan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siklus I ... 92
Tabel 5.8 Refleksi Siswa Terhadap Perangkat dan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT Siklus I ... 95
Tabel 5.9 Aktivitas Guru Pada Siklus II ... 104
Tabel 5.10 Partisipasi Siswa Siklus II... 107
Tabel 5.11 Instrumen Pengamatan Kelas ... 110
Tabel 5.12 Kesan Guru Mitra Terhadap Perangkat Pembelajaran dan Metode
xxi
Tabel 5.13 Refleksi Siswa Terhadap Perangkat dan Metode Pembelajaran
Koperatif Tipe TGT Siklus II ... 115
Tabel 5.14 Perkembangan Belajar Siswa Pada Siklus I ... 117
Tabel 5.15 Perkembangan Belajar Siswa pada Siklus II ... 118
Tabel 5.16 Indikator Keberhasilan Tingkat Partisipasi Belajar Siswa dalam
xxii
DAFTAR GAMBAR
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Keterangan Ijin dari BAPEDA ... 131
Surat Ijin dari DINAS PERIZINAN ... 132
Lampiran 1a Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 134
Lampiran 1b Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 146
Lampiran 2a Lembar Kerja Siswa Dalam Kelompok Siklus I ... 158
Lampiran 2b Lembar Kerja SiswaDlam Kelimpok Siklus II ... 159
Lampiran 3a Soal games siklus I :Mix and Match ... 160
Lampiran 3b Soal games siklus II :Mix and Match ... 161
Lampiran 4a Soal turnamen siklus I : Cerdas Cermat... 163
Lampiran 4b Soal turnamen siklus II : Cerdas Cermat ... 164
Lampiran 5a Lembar Observasi Kegiatan Guru Pra Penelitian... 165
Lampiran 5b Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus I ... 167
Lampiran 5c Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus II ... 169
Lampiran 6a Lembar Observasi Kegiatan Siswa Pra Penelitian ... 171
Lampiran 6b Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I ... 173
Lampiran 6c Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus II ... 175
Lampiran 7a Lembar Observasi Kegiatan Kelas Pra Penelitian ... 177
Lampiran 7b Lembar Observasi Kegiatan Kelas Siklus I ... 179
Lampiran 7c Lembar Observasi Kegiatan Kelas Siklus II ... 180
Lampiran 8a Lembar Observasi Guru Dalam Proses Pemb. Siklus I ... 181
xxiv
Lampiran 9a Lembar Observasi Kelas Siklus I ... 185
Lampiran 9b Lembar Observasi Kelas Siklus II ... 187
Lampiran 10a Lembar Observasi Keg. Belajar Siswa Dlm Kel. Siklus I ... 189
Lampiran 10b Lembar Observasi Keg. Belajar Siswa Dlm Kel. Siklus II .... 190
Lampiran 11a Lembar Observasi Partisipasi Siswa Pra Pendahuluan ... 191
Lampiran 11b Lembar Observasi Partisipasi Siswa Siklus I ... 192
Lampiran 11c Lembar Observasi Partisipasi Siswa Siklus II ... 193
Lampiran 12a Lembar Skor Dalam Games Siklus I ... 194
Lampiran 12b Lembar Skor Dalam Games Siklus II ... 197
Lampiran 13a Lembar Skor Dalam Turnamen Siklus I ... 200
Lampiran 13b Lembar Skor Dalam Turnamen Siklus II ... 201
Lampiran 14a Lembar Refleksi Guru Siklus I ... 202
Lampiran 14b Lembar Refleksi Guru Siklus II ... 204
Lampiran 15a Lembar Refleksi Siswa Siklus I ... 206
Lampiran 15b Lembar Refleksi Siswa Siklus II ... 208
Lampiran 16a Soal Pre Test Siklus I ... .209
Lampiran 16b Kunci Jawaban Pre Test Siklus I ... .215
Lampiran 17a Soal Post Test Siklus I ... .219
Lampiran 17b Kunci Jawaban Post Test Siklus I ... .226
Lampiran 18a Soal Pre Test Siklus II ... .229
Lampiran 18b Kunci Jawaban Pre Test Siklus II ... .234
Lampiran 19a Soal Post Test Siklus II ... .237
xxv
Lampiran 20a Nama-nama Anggota Kelompok Siklus I ... .246
Lampiran 20b Nama-nama Anggota Kelompok Siklus II ... .249
Lampiran 21 Prosedur Games “Mix and Match” ... .252
Lampiran 22 Prosedur Turnamen... .254
Lampiran 23a Kunci Jawaban Games Siklus I ... .256
Lampiran 23b Kunci Jawaban Games Siklus II ... .257
Lampiran 24a Kunci Jawaban Turnamen Siklus I ... .258
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Pendidikan memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan sebagai suatu perwujudan budaya, selalu berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu. Perubahan dalam hal perbaikan pendidikan
perlu terus menerus dilakukan sebagai tindakan antisipasi terhadap
kepentingan dan tuntutan di masa depan. Pendidikan yang mampu
menjawab kebutuhan di masa depan adalah pendidikan yang mampu
membangun potensi dari peserta didik, sehingga peserta didik mampu
menjawab tantangan dalam kehidupannya. Konsep pendidikan semakin
penting ketika peserta didik mampu menerapkan ilmu yang mereka
peroleh di kehidupan nyata dalam bermasyarakat. Terutama saat peserta
peroleh dapat menjadi bekal dalam bekerja. Idealnya, agar pendidikan
mampu menganstisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan,
penyempurnaan pendidikan perlu terus menerus dilakukan, diselaraskan
dengan perkembangan zaman, perkembangan dunia kerja dan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dalam kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih bermasalah dan
memerlukan banyak sekali perbaikan. Salah satu masalah yang dihadapi
adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,
pendidik kurang mendorong peserta didik untuk menggunakan
kemampuan otaknya. Seringkali pendidik hanya menganggap peserta didik
sebagai gelas kosong yang terus-menerus diisi hingga gelas tersebut tidak
dapat menampung isinya lagi. Peserta didik diberi pembelajaran tanpa
memperhatikan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran dipusatkan hanya
pada guru, sehingga peserta didik hanya mempunyai sedikit kesempatan
untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik dipaksa
untuk mengingat, menghafal, dan menimbun segala informasi tanpa
dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya untuk dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari. Pendidikan kita belum terarah untuk
membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki
peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan kita belum sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri.
Kondisi seperti tersebut di atas sesuai dengan pengamatan peneliti di
pembelajaran dengan metode ceramah, siswa kurang memperhatikan.
Hanya ada beberapa siswa yang benar-benar menyimak penjelasan dari
guru. Saat guru menggunakan metode diskusi dan memberikan tugas
kelompok, hanya beberapa siswa saja yang terlibat aktif mengerjakan.
Sedangkan siswa yang lain asyik dengan aktivitas lain dan
menggantungkan jawaban dari teman yang mengerjakan. Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa metode ceramah, diskusi, maupun pemberian tugas
oleh guru belum sepenuhnya berhasil membangkitkan partisipasi dari
peserta didik dalam proses pembelajaran. Sehingga prestasi yang
diharapkan belum meningkat sesuai harapan.
Dari uraian di atas, permasalahannya adalah kurangnya pembelajaran
yang berorientasi pada peserta didik. Sehingga kreativitas peserta didik
kurang terasah dan cenderung pasif. Untuk menjawab permasalahan
tersebut, diperlukan model pembelajaran yang memandang peserta didik
sebagai organisme yang berkembang dan memiliki potensi. Model
pembelajaran yang dipilih hendaknya mampu memenuhi 3 aspek, yaitu
membentuk sikap positif pada peserta didik, mengembangkan kecerdasan
intelektual, dan mengembangkan ketrampilan peserta didik sesuai dengan
kebutuhan. Model pembelajaran yang memenuhi 3 aspek tersebut sangat
dibutuhkan dalam pembelajaran ekonomi. Ketika seorang pendidik
memberikan pelajaran ekonomi, pendidik tersebut juga memikirkan
mengembangkan sikap, kecerdasan, dan ketrampilan sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat diterapkan di
sekolah. Semua model pembelajaran tersebut tidak ada yang paling baik.
Karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasa baik, jika telah
diujicobakan untuk suatu mata pelajaran tertentu. Oleh karena itu, perlu
dilakukan seleksi pada masing-masing model pembelajaran untuk
digunakan dalam mengajarkan materi tertentu.
Salah satu model pembelajaran yang sering digunakan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament ( TGT ). TGT ini
dilakukan dengan membagi siswa dalam beberapa kelompok yang di
dalamnya terdapat variasi siswa dari segi kemampuan dan tanpa
membedakan status. TGT merupakan tipe pembelajaran yang dapat
menarik perhatian siswa. Melalui TGT, guru dapat menanamkan berbagai
sikap positif pada peserta didik. Misalnya, sikap saling menghargai oleh
sesama anggota kelompok, saling membantu, kejujuran, dan persaingan
yang sehat dalam turnamen. Selain itu, pembelajaran akan terasa
menyenangkan dan tidak menjemukan karena proses pembelajaran
dilakukan dengan permainan. Peserta didik akan merasa bahwa belajar
adalah hal yang sangat menyenangkan, sehingga akan membangkitkan
rasa keingintahuan peserta didik dan diharapkan dapat mendorong peserta
didik agar berpartisipasi aktif dalam pembelajaran serta ada peningkatan
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeyakinan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan prestasi belajar
dan partisipasi peserta didik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Pada Pembelajaran Ekonomi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Partisipasi Siswa“ yang akan dilakukan pada siswa kelas X-A SMA N 1 Godean.
B. Batasan Masalah
Ada berbagai model pembelajaran kooperatif yang dapat
mempengaruhi peningkatan prestasi belajar dan partisipasi siswa. Namun
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe Teams Games Tournament
(TGT) untuk meningkatkan prestasi belajar dan partisipasi siswa dalam
pembelajaran ekonomi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi?
2. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
ekonomi.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dalam meningkatkan partisipasi siswa pada mata pelajaran
ekonomi.
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Bagi Guru
Dengan adanya penelitian dengan menggunakan metode pembelajaran
kooperatif ini, diharapkan dapat memberikan masukan untuk para guru agar
guru tersebut kreatif dalam menerapkan metode-metode pembelajaran
sehingga kegiatan pembelajaran di dalam kelas berlangsung tidak monoton
dan tidak menimbulkan kebosanan.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian
selanjutnya berkaitan dengan terapan strategi pembelajaran dan aktivitas
3. Bagi Peneliti
Sebagai calon guru, peneliti dapat memanfaatkan dan menerapkan
metode pembelajaran kooperatif dalam proses belajar mengajar yang sesuai
dengan tuntutan pendidikan saat ini yaitu pembelajaran yang berpusat pada
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Tindakan Kelas
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas (PTK), pertama kali diperkenalkan oleh
ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun
1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh
ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot,
Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir
dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai
salah satu jenis penelitian masih sering menjadi perdebatan jika dikaitkan
dengan bobot keilmiahannya (Aqib, 2007:13).
Dalam bahasa Inggris, Penelitian Tindakan Kelas diartikan dengan
Classroom Action Research, disingkat CAR. Namanya sendiri sebetulnya
sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya. Menurut Aqib
(2007:12), ada 3 pengertian yang dapat menerangkan apa itu PTK, yaitu:
a. Penelitian, yaitu kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
b. Tindakan, yaitu sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
sedang belajar, kelompok orang yang sedang belajar di lab, lapangan olahraga, workshop dan lain-lain.
Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut
segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan
suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan
terjadi dalam sebuah kelas (Aqib, 2007:13).
Pendapat lain dikemukakan oleh Susilo (2007:16), beliau
mengemukakan bahwa classroom action research merupakan penelitian
yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar,
dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan
proses dalam pembelajaran. Carr dan Kemmis dalam Wijaya (2009:8)
mengemukakan bahwa hakikat PTK atau action research adalah suatu
bentuk penelitian refleksi diri (self reflektive) yang dilakukan oleh para
partisipan dalam situasi sosial untuk memperbaiki rasionalitas dan
kebenaran praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri,
pengertian mengenai praktik-praktik tersebut, dan situasi-situasi di mana
praktik-praktik tersebut dilaksanakan. Sedangkan Mc Niff dalam Wijaya
(2009:8), memandang hakikat PTK adalah sebagai bentuk penelitian
reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat
dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan keahlian mengajar.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
PTK yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para guru di
McTaggart. Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan
dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Konsep pokok
penelitian tindakan Model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen,
yaitu a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan
(observing), dan d) refleksi (reflecting). Sedangkan dalam Model
Kemmis & McTaggart, komponen tindakan (acting) dengan pengamatan
(observing) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua
komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara
penerapan acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak
terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan harus dilakukan dalam satu
kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu pula observasi juga
harus dilaksanakan. Keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu
siklus. Pengertian siklus dalam hal ini adalah putaran kegiatan yang
terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. (Kusumah,
Wijaya. dan Dedi Dwitagama, 2009:20-21).
Adapunmodeluntukmasing-masingtahapdalamPTKdapatdilihat
Gambar 2.1. Tahap Penelitian Tindakan Kelas
Berikut adalah tahap pelaksanaan tindakan kelas Kemmis &
McTaggart (Arikunto, suharsimi, dkk, 2006:17-22 ) :
a. Perencanaan (planning)
Pada tahap pertama ini peneliti harus menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, di mana, oleh siapa dan bagaimana tindakan
dilakukan. Idealnya kegiatan dilakukan secara berpasangan untuk
bekerja secara kolaboratif. Pihak pertama melakukan tindakan dan
pihak kedua melakukan observasi terhadap tindakan, sehingga
subyektifitas dapat dikurangi dan observasi menjadi lebih cermat.
Lain halnya jika pelaksana tindakan dan observer adalah orang yang
sama, meskipun hal ini juga bisa dilakukan dalam PTK.
titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus
untuk diamati, kemudian pembuatan instrumen observasi untuk
merekam fakta selama berlangsungnya tindakan. Jika pelaksana
tindakan dan observer adalah orang yang berbeda, maka harus dibuat
kesepakatan terlebih dahulu antara pihak pelaksana dan pihak peneliti.
b. Pelaksanaan (acting)
Tahap ini adalah waktu untuk melaksanakan isi perencanaan
yaitu melaksanakan tindakan di kelas. Pihak guru pelaksana tindakan
harus mengingat betul dan berusaha agar mengikuti apa yang sudah
dirumuskan dalam tahap perencanaan, juga harus berlaku wajar, tidak
dibuat-buat. Kesesuaian antara planning dan acting akan diperhatikan
secara seksama dalam refleksi.
Saat menyusun laporan penelitian, peneliti tidak lagi
melaporkan perencanaan, melainkan langsung pada pelaksanaan.
Oleh sebab itu bentuk dan isi laporan harus sudah dapat
menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari persiapan
sampai dengan penyelesaian.
c. Pengamatan (observing)
Sesungguhnya tahap pengamatan dilaksanakan bersamaan
dengan tahap pelaksanaan. Pada saat guru pertama melaksanakan
tindakan di kelas, guru kedua melaksanakan observasi terhadap
hal-hal yang disepakati untuk diamati selama tindakan berlangsung. Jika
melaksanakan tindakan ia akan memusatkan perhatiannya pada
tindakan, sehingga tidak sempat menganalisis peristiwa yang sedang
terjadi. Oleh karena itu, peneliti harus melakukan pengamatan balik
terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil
melakukan pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat sedikit
demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk
perbaikan siklus berikutnya.
d. Refleksi (reflecting)
Pada tahap ini peneliti mengemukakan kembali apa yang telah
dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru
pelaksana sudah melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan
peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.
Dalam hal ini guru pelaksana sedang merefleksikan (memantulkan)
pengalamannya kepada peneliti yang baru saja mengamati
kegiatannya dalam tindakan.
Inti dari penelitian tindakan adalah ketika guru pelaksana
tindakan siap mengatakan kepada observer (guru peneliti) tentang
hal-hal yang dirasakan telah berjalan baik dan hal-hal-hal-hal dirasakan belum
berjalan baik. Dapat dikatakan bahwa guru pelaksana sedang
melakukan self evaluation (evaluasi diri). Jika guru pelaksana dan
guru observer adalah orang yang sama, maka ia harus melakukan
refleksi kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut
hal-hal yang dirasakan sudah memuaskan karena sudah sesuai dengan
rancangan. Selain itu harus mengenali hal-hal yang masih perlu
perbaikan secara cermat. Jika PTK dilakukan dalam beberapa siklus,
maka dalam tahap refleksi terakhir, peneliti menyampaikan rencana
yang disarankan kepada peneliti lain apabila ia menghentikan
kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila peneliti akan
melanjutkannya pada kesempatan yang lain.
3. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas Dilakukan
Menurut Susilo dalam buku Panduan Penelitian Tindakan Kelas
(2007:17-18), tujuan dari dilaksanakannya PTK adalah sebagai berikut:
a. Tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.
b. Perbaikan dan peningkatan pelayanan professional guru kepada peserta didik dalam konteks pembelajaran di kelas.
c. Mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktik dalam proses pembelajaran secara reflektif, dan bukan untuk mendapatkan ilmu baru.
d. Pengembangan kemampuan dan ketrampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas dalam rangka mengatasi permasalahan aktual yang dihadapi sehari-hari.
e. Adapun tujuan penyerta penelitian tindakan kelas yang dapat dicapai adalah terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian itu berlangsung.
4. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Susilo (2007:18), banyak manfaat yang dapat diperoleh
dari dilaksanakannya penelitian tindakan kelas yang terkait dengan
komponen utama pendidikan dan pembelajaran, antara lain :
a. Inovasi pembelajaran
d. Melalui PTK secara kolaboratif akan tercipta peluang yang luas terhadap terciptanya karya tulis bagi guru.
e. Karya Tulis Ilmiah semakin diperlukan guru di masa depan untuk meningkatkan kariernya, dan dalam rangka membuat rancangan penelitian tindakan kelas yang lebih berbobot sambil mengajar di kelas.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran (Isjoni, 2011:14-15).
Menurut Slavin dalam Isjoni (2011:15), pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6
orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sanjaya
(2006:239), pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa
yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan.
Pembelajaran kooperatif bukanlah sesuatu yang baru dan telah
dianjurkan oleh para ahli pendidikan untuk digunakan dalam
pembelajaran. Slavin dalam Sanjaya (2006:240) mengemukakan dua
alasan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan
sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,
serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif
dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir,
memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
ketrampilan.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika peserta didik
saling berdiskusi dengan temannya. Menurut Slavin, Eggen & Kauchack
(Trianto, 2009:56), dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibentuk
dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk
bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Artzt &
Newman (Trianto, 2009:56-57) menyatakan bahwa dalam belajar
kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Sistem penilaian
mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Jadi, setiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan
kelompoknya. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan
mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap
individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif, terdiri
dari siswa-siswa yang sederajat tetapi heterogen dalam kemampuan,
jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu.
Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa agar bisa terlibat secara aktif dalam proses berpikir
dan belajar. Tugas masing-masing anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan dalam belajar. Proses belajar
belum bisa dikatakan selesai apabila salah satu anggota kelompok belum
memahami materi yang dipelajari.
Selama beberapa kali pertemuan, siswa akan terus berada dalam
kelompok yang sama dan mereka diajarkan ketrampilan-ketrampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya,
seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman
sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana
dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau
Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson
(Trianto, 2009:57) adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan
kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang
cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai kelebihan dan
kekurangan. Menurut Sanjaya (2006:247-248), kelebihan pembelajaran
kooperatif adalah:
a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaannya.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan ketrampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. f. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif adalah (Sanjaya,
2006:248-249):
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang membutuhkan waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
b. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu, dalam pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.
Terdapat 5 tipe pembelajaran kooperatif (Slavin, 2005:11-17), yaitu:
a. Student Teams Achievement Division ( STAD )
bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu.
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lainnya. Seluruh rangkaian kegiatan, termasuk presentasi yang disampaikan guru, praktik tim, dan kuis biasanya memerlukan waktu 3-5 periode kelas.
b. Jigsaw II
Jigsaw II adalah adaptasi dari teknik teka-teki Elliot Aronson. Dalam teknik ini, siswa bekerja dalam anggota 4 orang dengan latar belakang yang berbeda. Para siswa ditugaskan untuk membaca bab, buku kecil, atau materi lain, biasanya bidang studi sosial. Biografi, atau materi-materi yang bersifat penjelasan terperinci lainnya. Tiap anggota tim ditugaskan secara acak untuk menjadi “ahli” dalam aspek tertentu dari tugas membaca tersebut. Setelah itu, para ahli dari tim berbeda bertemu untuk mendiskusikan topik yang sedang mereka bahas, lalu mereka kembali kepada timnya untuk mengajarkan topik mereka itu kepada teman satu timnya. Akhirnya, akan ada kuis atau bentuk penilaian lainnya untuk semua topik. Penghitungan skor dan rekognisi didasarkan pada kemajuan yang dicapai seperti dalam STAD.
c. Teams Games Tournament ( TGT )
dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.
TGT memiliki banyak kesamaan dinamika dengan STAD, tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game, temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual. Sebagian guru memilih TGT karena faktor menyenangkan dan kegiatannya , sementara yang lain lebih memilih yang murni bersifat kooperatif saja yaitu STAD, dan banyak juga yang mengkombinasikan keduanya.
d. Team Accelerated Instruction (TAI)
Team Accelerated Instruction (TAI) menggunakan bauran kemampuan empat anggota yang berbeda dan memberi sertifikat untuk tim dengan kinerja terbaik. TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran yang individual. Dalam TAI, para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian menlanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Secara umum, anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa. Tiap minggu, guru menjumlah angka dari tiap unit yang telah diselesaikan semua anggota tim dan memberikan sertifikat atau penghargaan tim lainnya untuk tim yang berhasil melampaui kriteria skor yang didasarkan pada angka tes terakhir yang telah dilakukan, dengan poin ekstra untuk lembar jawaban yang sempurna dan pekerjaan rumah yang telah diselesaikan. Para siswa bertanggung jawab untuk saling mengecek satu sama lain dan mengelola materi yang disampaikan, dan guru dapat menghabiskan waktu di dalam kelas penyampaian pelajaran kepada kelompok kecil siswa yang terdiri dari beberapa tim yang belajar pada tingkat yang sama.
tanpa bantuan teman satu tim. Para siswa juga mendapatkan kesempatan sukses yang sama karena semuanya telah ditempatkan berdasarkan tingkat kemampuan atau pengetahuan lain yang dimiliki sebelumnya.
Namun demikian individualisasi yang menjadi bagian dari TAI membuatnya menjadi sedikit berbeda dari STAD dan TGT. Dalam beberapa pembelajaran, kebanyakan konsep dibangun dari konsep sebelumnya. Apabila konsep sebelumnya tidak dikuasai, akan sulit atau tidak mungkin untuk mempelajari konsep berikutnya. Dalam TAI, para siswa belajar pada tingkat kemampuan mereka sendiri-sendiri, jadi apabila mereka tidak memenuhi syarat kemampuan tertentu mereka dapat membangun dasar yang kuat sebelum melangkah ke tahap berikutnya.
e. Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC)
CIRC merupakan program komperehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar pada tingkat yang lebih tinggi dan juga pada sekolah menengah. Dalam CIRC, guru menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan cerita. Mereka mungkin menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan cerita. Mereka mungkin menggunakan kelompok membaca, seperti dalam kelas membaca tradisional. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membacakan cerita satu sama lain, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir dari sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita satu sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan melatih pengucapan, penerimaan, dan kosa kata. Para siswa juga belajar dalam timnya untuk menguasai gagasan utama dan kemampuan komprehesif lainnya. Selama periode seni berbahasa, siswa terlibat dalam pelatihan penulisan, konsep penulisan, saling merevisi dan menyunting karya yang satu dengan yang lainnya, dan mempersiapkan pemuatan hasil kerja tim atau buku-buku kelas.
2. Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang
berbeda (Isjoni, 2011:83-84). Guru menyajikan materi, dan siswa
bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja
kelompok, guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang
diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas
yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab
untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan
pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya, untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok
telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan
permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi
dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari
5-6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing.
Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu
meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya
dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar
Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka
peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam
permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok
diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota
suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok
tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan
tim berupa sertifikat dengan mencamtumkan predikat tertentu.
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil
dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing
ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati
5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok peserta homogen. Permainan ini diawali dengan
memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai
dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan
kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak
terbaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan
sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan
dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian.
Kemudian pemain yang menang undian mengambil katu undian yang
berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal
akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh
penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal.
Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang
searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci
jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab
benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja.
Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu
soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam
agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai
pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat
dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus
mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan
pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk
membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab
atau memberikan jawaban kepada peserta lain. Setelah semua kartu
selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah
kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh
berdasarkan tabel yang ditelah disediakan. Selanjutnya setiap pemain
kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh
kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang
kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima
kelompoknya.
Kelebihan dari pembelajaran TGT Menurut Suarjana
(http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/), antara lain:
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas. 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa. 5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. 6) Motivasi belajar lebih tinggi.
7) Hasil belajar lebih baik.
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Sedangkan kelemahan TGT menurut Suarjana
(http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/) adalah:
1) Bagi guru:
a) Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok.
b) Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2) Bagi siswa:
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen
sebagai hasil dari pengalaman (Matlin dalam Reni, 2004:168). Dalam
konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Sedangkan Prestasi belajar adalah hasil dari
penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai
dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku
yang diharapkan dari siswa (Lanawati dalam Reni, 2004:168).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi
Menurut Rimm dalam Reni (2004:69), karakteristik siswa berbakat
berprestasi kurang dapat dikategorikan menjadi tiga tingkat yang berbeda,
berkaitan dengan sebab dan gejalanya. Karakterisik primer adalah rasa
harga diri yang rendah dan karakteristik ini merupakan akar dari sebagian
besar masalah underachievement. Rasa harga diri yang rendah
menyebabkan karakteristik sekunder, yaitu perilaku yang menghindari
bidang akademik, kemudian menghasilkan karakteristik tersier, yaitu
kebiasaan belajar yang buruk, keterampilan yang tidak dikuasai, masalah
Kemudian, dapat digolongkan lebih rinci lagi beberapa penyebab
siswa tidak berhasil menampilkan prestasi sesuai dengan potensi yang
dimilikinya, antara lain (Reni, 2004:70-73):
a. Faktor sekolah
1) Apabila lingkungan sekolah tidak mendukung atau memberikan nilai tinggi pada keberhasilan akademik, artinya iklim sekolah anti intelektual. Umumnya, anak muda akan melakukan olahraga dengan baik dan mungkin saja menghargai kegiatan yang sifatnya artistik, misalnya seni dan musik. Termasuk juga siswa berbakat yang memiliki tingkat kreativitas tinggi.
2) Kurikulum mungkin saja tidak cocok untuk anak yang cerdas. Anak yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi kehilangan minat. Mereka menjadi bosan dan menolak untuk menyelesaikan tugas yang dianggapnya kurang relevan.
3) Lingkungan kelas kaku atau otoritarian. Siswa berbakat menginginkan adanya kesempatan untuk dapat mengendalikan pengalaman belajarnya sendiri.
4) Penghargaan tidak dibuat untuk perbedaan individual. Semua siswa harus maju melalui kurikulum pada tingkat yang sama. Padahal, ada siswa yang lebih cepat atau lebih lambat dari siswa lainnya. 5) Siswa lebih diharapkan untuk memperlihatkan kemampuannya
daripada tampil berbeda di antara kelompok teman sekelasnya. 6) Gaya belajar siswa dapat saja tidak cocok dengan gaya mengajar
guru.
b. Faktor rumah
1) Belajar tidak dinilai atau didukung dan prestasi tidak diberi imbalan.
2) Tidak adanya sikap positif orangtua terhadap karier mereka sendiri, misalnya ayahnya seorang petugas penjualan, tetapi selalu menghina atau merendahkan pekerjaannya.
3) Belajar didukung, tetapi orangtua bersikap dominan. Anak tidak mengembangkan disiplin yang sifatnya internal. Ada perbedaan komitmen terhadap tugas antara anak berbakat yang berprestasi dan anak berbakat yang berprestasi kurang. Orangtua juga terlalu mengontrol waktu anak. Anak-anak terlalu komitmen terhadap waktu sehingga kehabisan waktu untuk berteman dan mengembangkan minat pribadinya. Orangtua terlalu menuntut anak.
5) Perebutan kekuasaan di dalam keluarga, terutama apabila salah seorang dari orang tuanya bersikap liberal dan yang lainnya kaku sehingga menimbulkan situasi menang kalah dan anak terpecah di antara dua kekuatan tersebut ketika memilih. Akibatnya, mereka sering underachievement.
6) Status sosial ekonomi rendah, ditambah lagi dengan pendidikan orangtua yang rendah terhadap pendidikan dan karier sehingga anak-anak cenderung berprestasi rendah. Namun, ada juga keluarga miskin yang menilai tinggi pendidikan dan mendukung anaknya yang cerdas dan ada juga yang sebaliknya.
7) Keluarga mengalami disfungsi karena berbagai alasan, diantarnya ketergantungan obat atau alkohol, tidak adanya ketrampilan menjadi orangtua, perceraian, kehilangan pekerjaan, riwayat penyalahgunaan (abuse), atau penyakit-penyakit. Kadang-kadang ini hanya merupakan masalah sementara saja, seperti kasus orangtua masuk rumah sakit karena mengalami kecelakaan. Namun, adakalanya lebih lama. Dalam keadaan disfungsi ini, anggota keluarga dapat saja menjadi saling tidak percaya satu sama lain. Akibatnya, kesehatan fisik ditelantarkan, komunikasi tidak jelas, masalah sering kali dilimpahkan pada orang lain dan tidak terselesaikan. Nilai-nilai sering tidak konsisten, sering terjadi tindak kekejaman (fisik, sosial, atau emosional), kebebasan pribadi disangkal, dan rahasia untuk menyembunyikan kesulitan merupakan hukum tidak tertulis.
c. Adanya perbedaan budaya
Budaya tempat seorang anak dilahirkan dapat mempengaruhi pandangan terhadap keberbakatan. Ada budaya yang menganggap anak berbakat difavoritkan, ada yang menganggap wahyu, ada yang menganggap perlu dimanfaatkan bagi lingkungannya, dan sebagainya.
d. Faktor-faktor lainnya
1) Terjadinya gangguan belajar, kondisi tidak mampu, atau suatu bentuk ketidaksesuaian dengan cara mengajar dapat mengarah pada rendahnya prestasi sebagaimana juga gangguan emosi.
2) Faktor-faktor kepribadian seperti perfectionism, terlau sensitif, tidak berdaya guna dalam ketrampilan sosial atau sebaliknya, terlalu terlibat dalam banyak kegiatan, dapat menjurus ke kesulitan belajar dan underachievement.
3) Penyebab masalah siswa seperti ini adalah diberikannya perhatian yang berlebihan untuk tingkah laku menyimpangnya daripada program berbakatnya.
rumah atau di sekolah merupakan tanggung jawab setiap orang untuk tidak menciptakan ketidakpuasan. Perasaan malu harus disembunyikan sehingga menjurus ke depresi, perfectionism, membenci diri, atau sering mengakibatkan siswa berprestasi rendah.
D. Partisipasi
Menurut Suryosubroto (2002: 279) dalam bukunya Proses Belajar
Mengajar di Sekolah, menjelaskan bahwa partisipasi adalah keterlibatan
mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung
jawab didalamnya. Adapun konsep partisipasi menurut Ensiklopedi
Pendidikan dalam Asrofudin adalah suatu gejala demokrasi dimana orang
diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dan juga ikut memikul
tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya.
Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental
serta penentuan kebijaksanaan.
Sedangkan menurut Mikkelsen (2003:64), partisipasi merupakan suatu
proses belajar yang aktif yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok
orang yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal tersebut, selain itu partisipasi belajar juga merupakan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang dapat terjadi di sekolah
maupun di lingkungan masyarakat.
Sementara itu, Dimyati dan Mudjiono (2006:118-119), mengemukakan
dimensi proses pembelajaran yang mengakibatkan terjadinya kadar CBSA,
antara lain: