POLA ASUH ANAK DALAM KELUARGA MISKIN DUSUN GOYUDAN, KRADENAN, SRUMBUNG, MAGELANG
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Luthfan Purwa Husada NIM 10110244036
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
Seorang anak yang dididik dengan salah adalah anak yang tersesat.
(John F. Kennedy)
Hendaklah adab sopan anak-anak itu dibentuk sejak kecil kerana ketika kecil mudah membentuk dan mengasuhnya. Belum dirusakkan oleh adat kebiasaan
yang sukar ditinggalkan.
PERSEMBAHAN
Atas terselesaikannya karya ini, segenap hati saya ucapkan terima kasih dan
saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua, Bapak Sudaryanto dan Ibu Purwanti S.Pd beserta
keluarga besar yang selalu mendukung penulis selama masa studi.
POLA ASUH ANAK DALAM KELUARGA MISKIN DUSUN GOYUDAN, KRADENAN, SRUMBUNG, MAGELANG
Oleh
Luthfan Purwa Husada NIM 10110244036
ABSTRAK
Pola asuh anak dalam keluarga miskin sangat penting dalam pencapaian sumber daya manusia. Penyelenggaraan pengasuhan dalam keluarga tidak hanya sekedar membimbing yang bersifat rutin. Melainkan berperan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam menanamkan dan memberikan bobot serta arah kepada anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola asuh anak pada keluarga miskin di Desa Goyudan Magelang.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Pemilihansamplingpenelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Subjek penelitian adalah 5 anak dan 5 orang tua. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Settingpenelitian ini bertempat di Desa Goyudan Magelang. Analisis data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang diterapkan pada keluarga miskin di Desa Goyudan berbeda-beda, namun ada yang lebih dominan yaitu pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. Disebutkan sebagai pola asuh permisif dikarenakan orang tua pada keluarga miskin di Desa Goyudan tidak terlalu membatasi anak dalam melakukan sesuatu. Sedangkan pada pola asuh otoriter yang dimaksud disini seperti yaitu banyak orang tua di Desa Goyudan pada keluarga miskin bersikap memaksakan kehendak seperti pendidikan anak, dimana orang tua selalu mengatur tanpa memperhatikan kemauan dan perasaan anak. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh orang tua pada keluarga miskin di Desa Goyudan khususnya dalam menerapkan pola asuh diantaranya yaitu pendapatan keluarga yang kurang mencukupi kebutuhan, mayoritas pendidikan orang tua yang rendah juga memperngaruhi cara berfikir mereka dalam mendidik anak-anaknya, adanya pengaruh dari lingkungan yang sebagian besar anak-anak hanya lulus SMP bahkan ada yang hanya lulus SD. Pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh keluarga miskin di Desa Goyudan memunculkan beberapa dampak, yaitu rendahnya kedisiplinan anak karena sifat abai dari pola asuh orang tua. Rendahnya prestasi akademik anak karena kurangnya dukungan motivasi dari orang tua.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Pola Asuh Anak dalam Keluarga Miskin Dusun Goyudan,
Kradenan, Srumbung, Magelang” dengan baik dan lancar. Dengan disusunnya
proposal, diharapkan mampu memberikan gambaran kegiatan yang akan
dilakukan selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam mensukseskan penyususnan skripsi ini.
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas segala kebijaksanaannya yang
telah memberikan kemudahan bagi penulis selama masa studi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan fasilitas dan kemudahan penulisan skripsi penulis.
3. Dr. Arif Rohman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi
Pendidikan Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta sekaligus dosen pembimbing I yang telah menyetujui skripsi ini
dan memberikan pengarahan dalam penyusunannya.
4. Bapak/Ibu seluruh Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta yang telah menuntun penulis mencari jati diri dan
memberikan pengetahuan selama studi.
5. Bapak Sugiman selaku Kepala Desa Goyudan yang telah memberikan izin
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian... 7
F. Manfaat Penelitian... 7
BAB II KAJIAN TEORI A. Pola Asuh Anak... 8
B. Pengertian Anak ... 20
C. Keluarga ... 21
D. Pengertian dan Konsep Miskin... 26
F. Kerangka Konsep... . 40
G. Kerangka Pikir... 42
H. Pertanyaan Penelitian ... 43
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian... 44
B. Setting Penelitian... 44
C. Subjek Penelitian ... 45
D. Teknik Pengumpulan Data ... 46
E. Instrumen Penelitian... 50
F. Metode Analisis Data ... 53
G. Keabsahan Data ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58
1. Deskripsi Desa Goyudan ... 58
a. Letak Geografis ... 58
b. Penduduk ... 58
c. Pendidikan ... 60
d. Budaya Masyarakat ... 62
e. Agama... 64
f. Pemerintahan ... 65
2. Pola Asuh Anak Pada Keluarga Miskin di Desa Goytudan ... 67
a. Pola Asuh Otoriter ... 68
b. Pola Asuh Permisif... 71
c. Pola Asuh Demokratis ... 73
B. Pembahasan ... 75
BAB V KSIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Anak... 19
Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Observasi ... 51
Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 52
Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi... 53
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 59
Tabel 6. Data Penduduk Keluarga Miskin ... 60
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Kerangka Pikir... 42
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Field Note ... 89
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 92
Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 95
Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 96
Lampiran 5. Transkrip Wawancara... 97
Lampiran 6. Dokumen Foto ... 107
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003 menyebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pengertian pendidikan di atas menyebutkan pendidikan merupakan
ujung proses dalam membentuk suatu peradaban. Indonesia merupakan
negara berkembang yang mempunyai masalah yang sangat banyak yang di
hadapkan dari segala faktor yang ada di negeri ini. Banyak kalangan
berpendapat bahwa negeri ini banyak sekali masalah dalam SDM nya yang
rendah secara akademis dan non akademis. Sehingga masyarakat Indonesia
belum banyak yang bisa berpartisipasi dalam membangun SDM yang maju.
Kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan
bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan dan kejayaan
suatu bangsa ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan, Kunandar
(2007: 8). Maka dari itu pendidikan di negeri ini menjadi pandangan yang
sangat serius dari segala lapisan, karena dengan pendidikan suatu bangsa
Seperti yang disebutkan dalam UU Pendidikan di atas bahwa
pendidikan sangatlah penting untuk membentuk SDM yang bisa
dipergunakan bagi bangsa dan negara melalui proses pemebelajaran.
Sedangkan pembelajaran tersebut proses interaksi antara pesrta didik
dengan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar yang sangat
memungkinkan sumber belajar tersebut bisa mentransfer ilmu tersebut
terhadap peserta didik. Banyak masyarakat ketahui lingkungan belajar yang
paling di ketahui adalah sekolah, meskipun dalam satuan pendidikan masih
banyak lagi kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan selain sekolah.
Di Indonesia terdapat banyak satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang
bisa berguna. Satuan pendidikan adalah kelompok yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan.
Hal yang mendasari pendidikan Indonesia kurang maju disebabkan
persepsi orang tua terhadap pendidikan yang hanya memberikan tanggung
jawab kepada sekolah untuk mendidik anak. Persepsi ini yang menyebabkan
kesalahan keluarga dalam mendidik anak. Sesungguhnya keluarga adalah
orang yang mempunyai perang penting dalam penciptaan perkembangan
mutu dan kualitas anak. Hal ini dikarenakan bahwa pendidikan keluarga
adalah orang yang pertama memperkenalkan, mempelajarai dan
yang sangat penting untuk kelangsungan hidup anak. Semua anak kecil ingin
seperti orang tuanya, kalau seorang anak melihat salah satu atau kedua orang
tuanya menghindari tanggung jawab biasanya iapun akan mengembangkan
sikap tersebut (Harris Clemes & Reynold Bean, 2001: 22). Dari kutipan
pernyataan tersebut pendidikan keluarga adalah pendidikan yang pertama dan
paling utama bagi anak dari keluarga dalam kontribusinya membentuk sikap
dan watak anak.
Pola asuh dalam keluarga sangatlah amat penting dalam
pencapaian mutu daya manusia. Dalam penyelenggaraan pengasuhan
dalam keluarga tidak sekedar membimbing yang bersifat rutin
sehari-hari. Melainkan berperan sebagai orang yang tanggung jawab dalam
menanamkan dan memberikan bobot dan arah dalam kehidupan
anaknya.
Orang tua dalam menerapkan cara mengasuh dalam pendidikan anak
ada yang bersifat ketat, santai, dan fleksibel dapat mempengaruhi dampak
yang berbeda-beda dalam pembentukan pribadi anak itu sendiri. Dalam
kehidupan keluarga terkadang orang tua berharap pada anaknya untuk
mengikuti jejak orang tuanya, ada juga yang memberikan kebebasan dan ada
juga yang merasa masa bodoh dalam pendidikan anaknya. Setiap orang tua
dalam mendidik anaknya mempunyai cara tersendiri antara orang tua yang
satu dengan orang tua yang lainnya berbeda.
Melihat bangsa Indonesia yang sekarang ini orang tua belum
anak-anak yang dari keluarga miskin mendapatkan fasilitas terbatas tanpa melihat
bagaimana anak itu ke masa depannya. Problem ini sangat meresahkan dalam
konsep perkembangan individu dalam usia pra sekolah menjadi dasar bentuk
pembentukan karakter kepribadian anak yang sangat lama dan membentuk
satu generasi. Seiring kondisi tersebut perlu ada pemikiran yang khusus untuk
pendidikan bagi keluarga miskin.
Dalam keluarga terdapat ayah dan ibu dalam memberikan pendidikan
pada anaknya, akan tetapi sekarang di suatu keluraga hanya dibebankan pada
ibunya dibandingkan sama ayahnya, karena dalam pengasuhan anak hanya di
berikan pada ibunya, sedangkan ayahnya hanya mencari uang padahal
pendidikan itu adalah tanggung jawab keduanya. Tidak semua orang tua
memiliki pola pendidikan yang sama dalam hal mendidik anakn, tidak semua
memiliki kesamaan dalam mengambil kebutuhan dan sikap sehingga orang
tua kurang memperhatikan dan kurang memperhatikan proses belajar anak.
Terkadang anak juga disuruh lebih baik bekerja dari pada mengeyam
pendidikan seperti yang terjadi di keluarga miskin di Desa Goyudan.
Berdasarkan observasi awal di temukan kularga miskin berkerja
sebagian buruh penambang pasir dan bertani sehingga pendapatan orangtua
terbilang rendah, setiap pagi anak harus ikut anak membantu orangtua
menambang pasir. Anak yang seharusnya masih mengeyam pendidikan
malah harus membantu orang tua bekerja. Sehingga anak kurang
mendapatkan pendidikan dan mengakibatkan sikap anak berperilaku negatif
kurang diperhatikan. Dalam permasalahan ini maka bisa di lihat bahwa
pendidikan di lingkungan keluarga miskin lebih mementingkan bekerja dari
pada harus mengenyam pendidikan dahulu baru bekerja. Dalam hal ini orang
tua lebih senang anaknya bekerja ikut mencari orang tua dari sekolah
menghabiskan uang untuk biaya sekolah, karena dalam keluarga miskin
untuk membiayai hidupnya saja kurang apalagi untuk biaya sekolah
walaupun sekarang ada program dari pemerintah sekolah gratis. Selain faktor
itu dari segi latar belakang orang tua juga kurang mengenyam pendidikan,
sehingga untuk pola asuh pendidikan anaknya seperti pola pendidikan pada
saat orang tua waktu kecil.
Keluarga mengalami kehidupan dikatakan miskin atau kurang
mampu adalah keluarga bermata pencahariannya sebagai penambang pasir
atau sebagai buruh di sawah. Karena menambang pasir di sungai atau
menjadi buruh mencangkul bisa di katakana hasilnya pas-pasan untuk biaya
hidup apalagi untuk biaya sekolah. Pola pengasuhan anak sangatlah
berpengaruh terhadap lingkungan dan memberikan dampak yang sangat
buruk terhadap kehidupan social anak. Pola pengasuhan anak yang diterapan
oleh penduduk desa tersebut kebanyakan mengguanakan pola asuh permisif.
Anak sebenarnya masih ingin menikmati masa sekolah seperti anak-anak
yang lainnya tetapi pada masa itu yang terjadis pada keluarga miskin
anaknya di suruh bekerja dari pada menuntut ilmu. Selain itu anak juga
menjadi kurang beradaptasi dengan masyarakat sekitar dalam bidang
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga
Miskin di Desa Goyudan, Magelang”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman orang tua terhadap pentingnya pendidikan di
keluarga.
2. Kurangnya pemahaman pola asuh orang tua tentang pendidikan keluarga
sebagai pendidikan yang pertama bagi anak.
3. Kurang optimalnya pendidikan yang diterima oleh anak yang disebabkan
oleh faktor ekonomi dan lingkungan tempat tinggal.
4. Kurangnya pengetahuan orang tua dalam pengasuhan anak di lingkungan
masyarakat miskin.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi
pembahasan pada kajian pola asuh anak pada masyarakat miskin di Desa
Goyudan. Pembatasan dilakukan agar peneliti lebih fokus untuk membahas
permasalahan tentang pola asuh anak pada masyarakat miskin.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana pola asuh anak dalam keluarga miskin Di
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola pengasuhan
anak pada keluarga miskin.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi pemerintah, penelitian ini semoga memberikan masukan
bagi pemerintah dan pembuat kebijakan untuk memperhatikan pola
pengasuhan anak dalam bidang pendidikan dalam keluarga miskin.
b. Manfaat bagi orang tua, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
tentang cara mengasuh orang tua dalam keluarga dan sebagai masukan
kepada orang tua dalam bidang pendidikan bahwa pendidikan itu
sangat penting dalam memajukan ekonomi keluarga.
c. Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi mengenai pola asuh anak di keluarga miskin.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan, wawasan
dan pustaka ilmi pendidikan terkait tentang pola asuh anak dalam keluarga
miskin. Selain itu juga sebagai bahan bimbingan penelitian selanjutnya
tentang pendidikan keluarga miskin itu perlu. Sebagai bentuk pendidikan
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pola Asuh Anak
1. Pengertian Pola Asuh Anak
Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam kehidupan
bermasyarakat akan tetapi mempati kedudukan sekunder dan fundamental
dalam peranannya meletakkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan seorang
anak yang suatu saat akan menempati posisinya dalam rantai kehidupan
bermasyarakat. Orang tua menerapkan pola asuh terhadap anak dengan
gaya masing-masing. Pola asuh yang diterpakan orang tua akan
berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku anak.
Pola asuh pada dasarnya menerapkan keseluruhan cara perlakuan
orang tua terhadap anak. Pengasuhan anak menunjukan pada pendidikan
umum yang diterapkan terhadap anak, berupa proses interaksi antara orang
tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakupi
kebutuhan makanan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun
sosialisasi yaitu mengajarkan tinggkah laku umum yang diterima oleh
masyarakat (Wiwit, 2003: 126). Menurut Hurlock pola asuh dapat
diterapkan denan treatment teknik disiplin kepada anak. Tujuannya adalah
memperkenalkan kepada anak mana yang baik dan mana yang buruk serta
mendorongnya berperilaku sesuai standar masyarakat (Hurlock, 1999: 82).
Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola pengasuhan
orang tua adalah cara dan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak
membentuk kepribadian anak. Sikap orang tua tersebut bahwa pada
umumnya orang menginginkan agar anaknya dapat berkembang dengan
baik semua aspek kehidupan.
2. Tipe Pola Asuh Anak dalam Keluarga
Setiap orang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama
lain dalam menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan
berpengaruh pada bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.
Melvin Khon (Ibrohim, 2004: 48) mengkategorikan pola asuh atau pola
sosialisasi ke dalam dua bentuk, yakni pola asuh yang berorientasi pada
ketaatan yang disebut dengan pola pengasuham cara reseptif (receptive),
dan pola yang berorientasikan pada dilakukan partisipasi. Pola asuh
reseptif menitikberatkan pada hukuman terhadap prilaku yang salah, dan
pola asuh partisipatori memberikan imbalan untuk perilaku yang baik. Pola
asuh reseptif berpusat pada orangtua, sedangkan pola sosialisasi
partisipator lebih berpusat pada anak karena orangtuanya memperhatikan
keinginan anak.
Selain pola pengasuhan partisipasi dan reseptif yang di perkenalkan
oleh Brofenbrenenr dan Melvin Khon, ada pula pola pengasuhan yang
digunakan oleh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak yg
dikembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock dalam Ibrohim, 2004: 51,
a. Otoriter
Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak,
sesuatu peraturan yang dicanangkan orangtua dan harus dituruti oleh
anak. Pendekatan seperti ini biasanya kurang responsife terhadap hak
dan keinginan anak. Anak lebih dianggap sebagai obyek yang harus
patuh dalam menjalankan aturan. Ketidakberhasilan anak dalam
melakukan apa yang diperintahakan orangtua sebagai kegagalan.
Orangtua menggunakan kekuasaan penuh yang menuntut ketaatan
mutlak, sehingga kerap menghambat munculnya komunikasi secara
terbuka antara orangtua dan anak. Komunikasi yang dilakukan
kebanyakan bersifat satu arah dan lebih sering berupa perintah.
Orangtua, selain itu juga selalu menekankan anak patuh pada ketaatan
yang berlaku dalam keluarga dan menghukum anak bila anak
berperilaku tidak sesuai dengan standar yang ditentukan orangtua.
b. Permisif
Pola ini sangat bertolak belakang dengan pola pengasuhan
authoritarian. Permisif dapat diartikan orangtua serba membolehkan
atau sesuka mengijinkan. Pola pengasuhan ini menggunakan
pendekatan yang sangat resposive (bersedia mendengarkan) tetapi
cenderung terlalu longgar. Menggunakan pendekatan sangat toleran
terhadap keinginan anak. Orangtua memiliki sikap yang relatif hangat
dan menerima sang anak apa adanya. Sikap orangtua yang menerima
pada akhirnya memunculkan sifat kemanjaan pada diri anak. Kebebasan
yang diberikan orangtua tidak diikuti dengan tindakan mengontrol atau
menuntut anak untuk menampilkan perilaku tertentu.
c. Demokrasi
Pola asuh ini menggunakan pendekatan rasional dan demokratis.
Orangtua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya
dengan mempertimbangkan faktor terpenting dan realistis. Tentu saja
tidak semata-mata menuruti keinginan anak, tetapi sekaligus
mengajarkan kepada anak mengenai kebutuhan yang penting bagi
kehidupannya. Orangtua juga melakukan pengawasan terhadap aktivitas
anak. Pengawasan dan tuntutan tanggung jawab dilakukan secara wajar.
Sedangkan menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes (Yusniah, 2008:
14) mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua
dalam keluarga, yaitu:
1) Autokratis (otoriter)
Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan
kebebasan anak sangat dibatasi
2) Demokratis
Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak
3) Permisif
Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batasi pada anak
4) Laisez faire
Ditandai dengan adanya sikap acuh tak acuh orang tua terhadap
anaknya.
Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas,
penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh
otoriter, demokrasi, permisif. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar
pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas.
Oleh karena, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh
di atas pada umunya sama. Misalnya saja antara pola asuh otoriter,
semua menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan
yang berlebihan. Demikian pula pada pola asuh laisez faire, permisif,
memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu memeperlihatkan suatu
sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh sedangkan dengan
pola asuh demokratis, keterbukaan dan penerimaan.
Oleh karena itu penulis hanya akan membahas tiga macam pola
suh yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang
lainnya. yaitu pola asuh otoriter, demokrasi dan permisif.
3. Fungsi Pola Asuh Orang Tua
Menurut Casmini (2007: 47), pengasuhan orang tua berfungsi
untuk memberikan kelekatan (attachment) dan kasih sayang (affection)
antara anak dengan orang tuanya atau sebaliknya, adanya penerimaan dan
tuntutan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua menerapkan
maka pengasuh orang tua adalah untuk melihat sejauh mana pengasuhan
orang tua berdampak terhadap sosialisasi anak-anak di dalam struktur
keluarga yang bervariasi dan berdasarkan pada nilai budaya Islam di
Indonesia. Pengasuhan dalam Islam secara umum dapat dipahami sebagai
upaya untuk mempersiapkan generasi Islam dari aspek jasmani, akal, dan
rohani. Anak dipersiapkan generasi menjadi bagian masyarakatyang
bermanfaat baik untuk dirinya maupun umat manusia secara luas. Secara
ringkas pengasuhan Islam dimaksudkan untuk:
a. Mempersiapkan dan menumbuhkan individu manusia yang prosesnya
berlangsung secara terus menerus sejak lahir sampai mati.
b. Persiapan dan pertumbuhan diarahkan agar anak menjadi manusia
yang berdaya guna dan berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya
serta mendapat suatu kehidupan yang sempurna.
Sedangkan menurut Euis Sunarti (2004: 5-11), berapa tujuan
pengasuhan diantaranya berkaitan dengan pengembangan konsep dari
anak, mengajarkan disiplin, serta mengajarkan keterampilan
perkembangan penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan konsep diri
Pengasuhan diimplementasikan melalui serial interaksi antara
orang tua dan anak. Salah satu hasil dari interaksi tersebut adalah
pengembangan konsep diri anak. Konsep diri dibangu melalui
membuat anak mulai mengidentifikasi dirinya, menemukan dan
mencari persamaan dan perbedaan antara dirinya dengan orang lain.
b. Mengajarkan disiplin diri
Disiplin adalah kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai
norma atau aturan yang berlaku. Kepercayaan terhadap perlunya
aturan dan penilaian bahwa suatu aturan itu baik sehingga perlu
dijalankan merupakan faktor utama seorang individu mau berdisiplin.
Pengasuhan disiplin anak dimulai dengan contoh sederhana seperti
menyimpan sepatu atau tas pada tempatnya. Manfaat berdisiplin
dalam kehidupan adalah membangun kehidupan yang harmonis.
c. Mengajarkan Keterampilan Perkembangan
Pengasuh mengajarkan anak berbagai keterampilan hidup
(kognitif, sosial, dan emosional) melalui upaya-upaya yang
memungkinkan anak mampu menjalankan berbagai fungsi dalam
kehidupannya.
4. Karakteristik Anak Akibat Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi karakter anak, karakter
anak akan terbentuk sesuai dengan pola asuh yang di berikan orang
tuanya. Berikut karakteristik anak akibat pola asuh orang tua menurut
a. Pola Asuh Demokratis
Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otontatip akan hidup ceria,
menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua,
menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stres dan
depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan
lain-lain
b. Pola Asuh Otoriter
Anak yang besar dengan teknik asuhan, anak seperti ini biasanya tidak
bahagia, paranoid selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan
tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-lain.
Biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter lebih bisa mandiri, bisa
menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih
bertanggung jawab dalam menjalani hidup.
c. Pola Asuh Permisif
Anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini, nantinya
bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak
berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang
buruk, control diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain
dan lain sebagainya ketika kecil mampu dewasa (Conny R. Semiawan,
1999: 34)
Berdasarkan teori mengenai macam-macam pola asuh orang tua di
atas, dapat diidentifikasikan pengaruh dari macam pola asuh tersebut
tepat, maka perilaku anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan
keadaan yang diharapkan. Penerapan pola asuh yang demokratis, maka
orang tua akan bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap
yang berlebihan terhadap kemampuan anak, dan memberikan kebebasan
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. Anak akan merasa dihargai
dan dapat berekspresi serta berkreasi dengan baik. Pola asuh demokratis
akan berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa.
Lain halnya dengan penerapan pola asuh yang otoriter orang tua
cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti dan biasa
diharapkan dengan ancaman-ancaman. Anak akan merasa selalu berada
dibawah tekanan yang sulit untuk mengembangkan diri. Pola asuh ororiter
akan berpengaruh kecil terhadap kemandirian belajar siswa. Lain halnya
pula dengan pola asuh yang permisif, orang tua memberikan kesempatan
terhadap anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup. Anak akan merasa kurang diperhatikan, manja, tidak patuh, dan
kurang percaya diri. Pola asuh permisif akan berpengaruh sedang terhadap
kemandirian belajar siswa.
Ketiga teori mengenai macam-macam pola asuh dan karakteristik
anak akibat pola asuh yang diterapkan tersebut, dianalisis secara
bersama-sama, sehingga pola asuh tersebut dikategorikan ke dalam kecenderungan
tepat, cukup kurang dan tidak tepat. Ketiga kategori tersebut berpengaruh
masing-masing. Teori pola asuh orang tua ini merupakan teori yang berlaku umum
namun dapat diaplikasikan pada kewarganegaraan.
Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas mengenai bentuk
pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga
pola asuh orang tua yang diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter,
pola asuh demokratis dan pola asuh bebas (permisif). Ada kecenderungan
bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan bentuk pola
asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokratis ini bukan
merupakan pola asuh yang sempurna, sebab bagaimanapun juga ada hal
yang bersifat situsional artinya bahwa tidak ada orang tua dalam mengasuh
anaknya hanya menggunakan satu pola asuh dalam mendidik dan
mengasuh anaknya. Dengan demikian, ada kecenderungan bahwa tidak
ada bentuk pola asuh yang murni diterapkan oleh orang tua tetapi orang
tua dapat menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu.
Penelitian ini mengacu pada tiga bentuk pola asuh orang tua yaitu
pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Adapun pengaruh ketiga
bentuk pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa adalah meliputi
aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik anak
cara mengasuh dan cara hidup orang tua yang berpengaruh secara
5. Dampak Pola Asuh Orang Tua
Berbagai cara orangtua menerapkan pola asuh terhadap anak akan
menghasilakan berbagai karakteristik perilaku anak. Pola asuh dapat
membentuk karakteristik perilaku anak karena interaksi yang dilakukan
orangtua cenderung bersifat stabil dan dalam jangka waktu yang lama.
Diana Baumrind (Yusuf, 2001: 51) melakukan penelitian yang bertujuaan
untuk mengathui pola pengasuhan orang tua (parenting style) dan
dampaknya terhadap perilaku anak. Berikut ini table mengenai gambaran
hasil penelitian Baumrind tentang pola asuh dan dampaknya terhadap
Tabel 1. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Perilaku Anak
Pola Asuh Orangtua
Sikap Atau Perilaku Orangtua Profil Perilaku Anak
1. Otoriter 1. Sikap”acceptance”rendah, namun kontrolnya tinggi 2. Suka menghukum secara
fisik
3. Bersikap mengomando 4. Bersikap kaku
5. Cenderung emosiaonal dan bersikap menolak.
1. Mudah tersinggung 2. Penakut 3. Pemurung 4. Mudah terpengaruh 5. Mudah stress 6. Tidak mempunyai
tujuan yang jelas 7. Tidak bersahabat 2. Permisif 1. sikap “acceptance”nya
tinggi, namun kontrolnya rendah
2. member kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginan
1. bersikap inplusif dan agresif
2. suka memberontak 3. kurang memiliki
rasa percaya diri 4. suka mendominasi 5. tidak jelas arah
hidupnya 6. prestasi rendah 3. demokratis 1. sikap “acceptance”dan
kontrolnya tinggi
2. bersikap responsive terhadap kebutuhan anak 3. mendorong anak untuk
menyatakan pendapat atau pernyataan
4. memberikan penjelasan tentang dampak pembuatan yang baik dan yang buruk
1. bersikap bersahabat
2. memiliki rasa percaya diri
3. mampu
mengendalikan diri 4. bersikap sopan 5. mau bekerja sama 6. memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi 7. mempunyai arah
B. Anak
1. Pengertian Anak
Pada dasarnya anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,
melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf
pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya
berbeda dengan anak dewasa.Anak masih mempunyai
keterbatasan-keterbatasan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun
1979 tentang kesejahteraan anak yang dikutip oleh Suryanah (1996: 1)
menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21
tahun dan belum pernah menikah. Batas usia 21 tahun diterapkan karena
berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan social, kematangan pribadi,
dan kematangan mental seorang anak dicapai dalam usia tersebut.
Anak adalah potensi secara penerus bangsa yang dasar-dasarnya
telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan menyebutkan
anak adalah seseorang yang berusia 18 tahun. Termasuk didalamnya anak
yang masih dalam kandungan (Hadi Supeno, 2010: 40).
2. Tugas Perkembangan Anak
Menurut Hurlock tugas perkembangan adalah suatu tugas yang
muncul pada saat atau suatu periode tertentu. Tugas tersebut jika berhasil
akam menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas berikutnya. Kegagalan dalam melaksanakan tugas
berikutnya. Berikut ini tujuan perkembangan menurut Elizabeth Hurlock
(Wiwit, 2003: 123) adalah sebagai berikut ;
a. Petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa uang diharapkan
masyarakat untuk mereka pada usia-usia tertentu.
b. Sebagai pemberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa
yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu.
c. Sebagai petunjuk kepada individu tentang apa yang akan mereka
hadapai dan tindakan yang diharapkan jika sudah sampai pada tingkat
perkembangan berikutnya;
Pada masa-masa tersebut, anak sedang belajar mengenai berbagai
hal yang harus bisa mereka lakukan kepada makhluk individu seperti
ketranpilan fisik, sikap, serta memainkan peran jenis kelamin yang sesuai.
Sebagai makhluk sosial mereka juga bisa bergaul, bersikap sesuai dengan
norma di masyarakat lingkungan sekitar. Orangtua dalam hal ini
mempunyai tugas dalam mendampingi dan mendidik anak agar mereka
dapat menyelesaikan tugas perkembangan mereka dengan baik untuk
menyambut tugas perkembangan selanjutnya.
C. Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga bisa disebut juga sebagai masyarakat kecil atau institusi
terkecil yang ada pada masyarakat. Konsep keluarga dan rumah tangga
sering dianggap sama, hal ini dikarenakan fungsi keduanya yang saling
mengisi dalam masyarakat, keluarga dikaitkan sebagai keturunan yang
diartikan sebagai satuan tempat tinggal yang berorientasi pada tugas, selain
itu keluarga menekankan pada faktor nilai sedangkan rumah tangga
menekankan pada hal ekonomi.
Manteb Miharso (2004: 2) mendefinisikan keluarga sebagai
masyarakat kecil yang merupakan sel pertama bagi masyarakat besar,
masyarakat besar tidak akan mempunyai eksistensi tanpa hadirnya
keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak yang melalui
celah-celah keluarga inilah sang anak menyerap nilai-nilai keterampilan dan
pengetahuan dan perilaku yang ada didalamnya.
Keluarga yaitu kumpulan beberapa orang yang terikat dalam satu
keturunan kemudian mengerti dan merasa berdiri sendiri sebagai satu
gabungan yang hakiki, esensial, dan bersama-sama berkehendak untuk
memperteguh satu gabungan tersebut dengan tujuan memuliakan
masing-masing anggotanya (Ki Hajar Dewantara, 1977: 380).
Soerjono Soekanto (1992: 1) mengatakan bahwa keluarga
merupakan merupakan inti terkecil dari masyarakat dan merupakan wadah
pertama pergaulan hidup dalam hidup, keluarga terdiri dari satu pasangan
suami istri dan anak yang biasanya tinggal satu rumah yang sama dan
secara resmi terbentuk adanya perkawinan, keluarga seperti ini disebut
dengan keluarga inti bisa disebut juga dengan rumah tangga.
Sedangkan Wahyu Ms (1986: 57) mendefinisikan keluarga sebagai
suatu kesatuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat tinggal
untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak dan
melindungi yang lemah.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
merupakan bagian masyarakat terkecil yang beranggotakan ayah dan ibu
sebagai orang tua dan anak. Dalam keluarga terdapat ikatan emosi yang
membuat adanya rasa saling menyayangi dan melindungi. Keluarga adalah
salah satu elemen pokok pembentukan karakter kepribadian sosial dan bisa
dikatakan keluarga merupakan pohon untuk mematangkan buah individu
dalam kepribadian.
2. Fungsi Keluarga
Yusuf (2001: 39) menyebutkan beberapa fungsi keluarga dari sudut
pandang sosiologi, fungsi keluarga dapat di klasifikasi kedalam
fungsi-fungsi berikut :
a. Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalita,
kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi;
(a) pangan, sandang, papan, (b) hubungan sexual suami istri dan (c)
reproduksi atau pengembangan keturunan.
b. Fungsi Ekonomis
Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar
masyarakat primitif. Para anggota kelurga bekerja sama sebagai tim
c. Fungsi Pendidikan (Edukatif)
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi
anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator”
sosial budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah
menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai
agama, budaya dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang bermanfaat
bagi anak.
d. Fungsi Sosialisasi
Lingkungan keluarga merupakan faktor penentuan (determinant factor)
yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang,
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang harus
dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang
mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati
peraturan (disiplin), mau berkerjasama dengan orang lain, bersikap
toleransi, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung
jawab dan bersikap matang dalam kehidupan heterogen (etnis, ras,
agama, budaya).
e. Fungsi Perlindungan (Protektif)
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya
dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan
f. Fungsi Rekreatif
Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan
kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi
anggotanya. Maka dari itu, keluarga harus ditata sedemikian rupa,
seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, komunikasi yang
tidak kaku, makan bersama, bercengkraman dengan penuh suasana
humor dam sebagainya.
g. Fungsi Agama (religious)
Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak
agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga
berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggota
keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap tuhan yang
memiliki mental yang sehat, yakni mereka terhindar dari beban-beban
psikologi dan mampu menyesuikan dirinya secara harmonis dengan
orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi
secara konstruktif terhadap kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.
Dari beberapa fungsi yang telah diutarakan diatas dapat disimpulkan
bahwa fungsi disebut juga dengan tugas, fungsi keluarga merupakan tugas
yang harus dilakukan keluarga untuk anggotanya, keseluruhan fungsi
tersebut pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia seorang anggota keluarga, adapun pendidikan disini dipandang
sebagai suatu investasi sumber daya manusia yang tentunya turut pula
memberikan kemajuan pada anak dan memperkenalkan nilai, serta
memberikan perlindungan dan kebutuahan. Fungsi keluarga lebih dominan
dijalankan oleh generasi tua sebagi senior dalam keluarga terhadap generasi
muda sebagi pendidik, pelindung dan pemenuh kebutuhan.
Sebagi pendidik dapat dicontohkan orang tau memberikan
pengetahuan dalam perkawinan yang ada dalam fungsi biologis,
memberikan pengajaran dan contoh nilai agama dan sosial yang keduanya
terdapat dalam fungsi agama dan sosial. Orang tua sebagi pelindung dimana
orang tua menyediakan perlindungan berupa rumah dan menyukupi sarana
pelengkap lainya yang merupakan bagian dari fungsi ekonomi dan
pemeliharaan.
D. Pengertian dan Konsep Miskin 1. Pengertian Kemiskinan
Menurut Parsudi Suparlan (1995: 11) kemiskinan didefinisikan
sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu
tingkat kekurangan materi pada jumlah golongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umumnya belaku dalam masyarakat.
Standar kehidupan yang rendah secara langsung berpengaruh terhadap
tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri mereka yang
tergolng sebagai orang miskin.
Badan Perencanaan Pembangungan Nasional (1993: 3)
menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi
bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena dapat dihindari
Negara Kependudukan/BKKBN (1996: 10), kemiskinan adalah keadaan
dimana seorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri derngan taraf
kehidupan yang dimilikinya.
2. Konsep Kemiskinan
Miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian pembangunan
keluarga sejahtera diiidentifikasikan dengan kondisi keluarga miskin
sebagai keluarga pra sejahtera dan keluarga pra sejahtera I, Indikator
keluarga prasejahtera pada dasarnya merupakan pokok pikiran yang
terkandung dalam undang-undang no. 10 Tahun 1992, disertai dengan
asumsi bahwa sejahtera murapakan variable yang terdiri dari berbagai
indicator spesifik dan oprasional. Karenan indicator yang dipilih akan di
gunakan kader desa, yang pada umumnya tingkat pendidikan kepala
keluarga miskin rendah, untuk mengukur kesejahteraan para anggota dan
sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan intervenes, maka indekator
tersebut selain harus memiliki validasi, juga dirancang secara sederhana
dan proposionnal agar dapat dipahami oleh masyarakat desa.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka indikaotr atau kriteria
keluarga pra sejahtera diterapkan sebagai berikut;
a. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat
memenuhi salah satu atau lebih dari 5 dasarnya (basic needs) sebagai
keluarga sejahtera 1, seperti kebutuhan pengajaran agama, papan,
b. Keluarga Pra Sejahtera 1
Keluarga Pra Sejahtera 1, adalah keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara maksimal, yaitu;
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga.
2) Pada umumnya anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau
lebih.
3) Seluruh anggota memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah, dan berpergian.
4) Bagian yang terluas dari rumah bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit atau pasangan usia subur atau ber KB dibawa ke
sarana kesehatan/petugas kesehatan.
Keadaaan serba kekurangan ini terjadi bukan seluruhnya karena
kehendak yang bersangkutan tetapi karena keterbatasan yang dimiliki
oleh keluarga sehinggga telah membuat mereka termasuk keluarga pra
sejahtera dan keluarga sejahtera 1. Keluarga Pra Sejahtera dan sejahtera
1 dibagi dalam dua kelompok, yaitu;
1) Karena alasan ekonomi/keluarga miskin yaitu ;
Keluarga yang menurut kemampuan ekonominya lemah dan
miskin.Keluarga semacam ini mempunyai sifat seperti indicator
yang dikembangkan BPS dan Bappenas, yaitu keluarga yang secara
ekonomis memang miskin atau sangat miskin dan belum bisa
2) Karena alasan non ekonominya yaitu ;
Keluarga yang kemiskinannya bukan karena paa harta/uang atau
kemampuan untuk mendukung ekonominya keluarga tetapi miskin
kepeduliannya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih sejahtera
misalnya dalam hal partisipasinya dalam pembangunan dan
kesehatan dengan membiarkan rumanya masih lantai tanah padahal
sebenarnya ia mampu mengabah lantai rumahnya atau kalau
anaknya sakit tidak dibawa/diperiksakan kepuskesmas.
3. Jenis Kemiskinan
Menurut Sudantoko dkk (2009: 43), kemiskinan menjadi 6 (enam)
jenis kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut karena tingkat pendapatnanya
rendah, kemiskinan relative, akibat kebijakan pembangunan, kemiskinan
kultural akibat budaya masyarakat, kemiskinan structural kareana rendah
akses, kemiskinan buatan karena adanya pengaruh atau dampak dari
moderenisasi, berikut merupakan penjelasan dari jenis-jenis kemiskinan;
a. KemiskinanAbsolute
Kemiskinan Absolute, merupakan kondisi kemiskinan dimana
seseorang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan atau tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhannya, seperti makanan, pakaian, serta
perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan
b. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi seseorang pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh
masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.
c. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan atau perilaku
masyarakat yang di sebabkan oleh factor budaya masyarakat, seprti pola
hidup malas, boros, tidak mau berusaha serta tidak kreatif meskipun
telah mendapatkan berbagai bantuan dari luar.
d. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan structural, merupakan kondisi yang di sebabkan
oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang dimiliki dalam system
social dan social politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
e. Kemiskinan Natural
Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumber daya
alam dan prasarana umum serta keadaan tanah yang tandus.
f. Kemiskinan Artifisial
Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan karena adanya
sistem moderenisasi atau perkembangan masyarakat yang tidak
4. Faktor Penyebab Kemiskinan
Sen dalam Ismawan (2003: 102) mengutarakan bahwa penyebab
kemiskinan dan keterbelakangan adalah personal aksibilitas. Akibat
keterbatasan dan ketertiadakan akses, maka manusia mempunyai
keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya,
kecuali menjalankan apa yang dapat dilakukan (bukan apa yang
seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai
keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk
mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.
Menurut Kuncoro (2000: 107) yang mengutip Sharp, penyebab
kemiskinan adalah:
a. Secara Mikro
Kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pada
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan
yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam
jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
b. Perbedaan Kualitas Pemberdayaan Manusia
Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
pemberdayaan manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah
berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.
Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan,
nasih yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena
c. Kemiskinan muncul karena adanya akses dalam modal.
Menurut Bappenas (2010: 7) lingkaran kemiskinan yang
melingkupi keluarga miskin, dipengaruhi oleh pendidkan yang berawal
dari rendahnya pendapatan, pendapatan keluarga yang rendah akan
mengakibatkan daya beli keluarga terhadap pendidikan dan informasi
juga akan rendah. Akibatnya pengetahuan keluarga miskin juga rendah,
bila pengetahuan rendah maka akan berpengaruh terhadap kinerja yang
berdampak terhadap tingkat produksi yang rendah.
Lingkaran setan kemiskinan juga akan berpengaruh terhadap
jumlah kekayaan keluarga miskin. Keluarga miskin cenderung memiliki
pendapatan yang rendah, akibatnya seluruh pendapatan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan. Bila tabungan rendah, maka tidak ada
yang digunakan sebagai modal akibatnya modal rendah, bila modal
rendah produksi juga akan rendah, akibatnya pendapatan juga akan
rendah.
Lingkaran setan juga dapat dilihat berdasarkan tingkat konsumsi
keluarga miskin. Keluarga miskin memiliki konsumsi rendah yang
merupakan akibat dari rendahnya pendapatan karena konsumsi rendah,
maka keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sarana
prasarana dasar secara layak, karena konsumsi yang rendah pula akan
mempengaruhi status gizi yang rendah, karena gizi tidak dapat
terpenuhi, akibatnya kesehatan rendah, karena kesehatan rendah
pada rendahnya penduduk sehingga pendapatan keluarga rendah dan
termasuk keluarga miskin.
Menurut Kantor Menteri Negara Kependidikan/Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996: 11) ada beberapa
faktor yang menyebabkan keluarga masuk dalam keluarga pra Sejarah
dan Keluarga sejarah 1, antara lain adalah:
1) Faktor Internal merupakan faktor penyebab kemiskinan yang
berasal dari dalam diri individu sendiri. Kebodohan atau tingkat
pendidikan kepala keluarga rendah, ketidak trampilan,
ketertinggalan tekhnologi, tidak memiliki modal atau asset
(kekayaan).
2) Faktor Eksternal merupakan faktor penyebab masalah kemiskinan
yang dialami oleh keluarga miskin yang berasal dari luar individu
atau keluarga, faktor eksternal yang menjadi penyebab kemisinan
adalah strukur sosial ekonomi yang menghambat peluang usaha
dan peningkatan pendapatan nilai-nilai dan unsur-unsur budaya
yang kurang mendukung upaya peningkatan kualitas keluarga
kurangnya akses untuk memanfaatkan fasilitas pembangunan.
Rumah tangga yang miskin sedikit sekali memiliki kekayaan lahan
garapan sehingga tidak dapat menunjang kebutuhan hidup juga tidak
punya memiliki ternak piaraan ataun hanya beberapa ekor saja. Selalu
dalam keadaan berhutang, produktivitas keluarga sangat rendah, sedikit
dan nisbah ketergantungan tinggi, kekayaan produktif satu-satunya
adalah tenaga kerja anggota keluarga dan rumah tangga sedikit sekali
memiliki penyangga untuk menghadapi kebutuhan yang mendadak
(Chambers , 1988: 142-143)
5. Kriteria Miskin
Ciri-ciri kemisikinan menurut Hadi Prayitni, Lincolin Arsyad
(1987:36) adalah sebagai berikut ;
a. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak
memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal
ataupun ketrampilan. Sehingga ketrampilan untuk memperoleh
pendapat sangat berkurang.
b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemampuan untuk
memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang
diperolehnya tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal
usaha. Mereka tidak memiliki syarat untuk terpenuhinya kredit
perbankan seperti jaminan kredit dan lain-lain yang mengakibatkan
mereka berpaling ke lintah darat yang biasanya untuk pelunasannya
meminta syarat yang berat dan bunga amat tinggi.
c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah tidak sampai tamat Sekolah
Dasar waktu mereka umumnya habis tersita untuk mencari nafkah
sehingga tidak ada waktu lagi waktu untuk belajar. Demikian juga
dengan anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolahnya
d. Banyak diantaranya mereka tidak mempunyai tanah, kalau ada relatif
kecil. Pada umumnya mereka buruh tani atau pekerja kasar diluar
pertanian. Karena bekerja atas dasar musiman maka kesinambungan
kerja menjadi kurang terjamin. Banyak diantara merka lalu menjadi
pekerja bebas yang berusaha apa saja. Akibatnya dalam situasi
penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah
sehingga mengungkung mereka selalu hidup dibawah kemiskinan.
e. Banyak diantara mereka hidup di kota masih berusia muda dan tidak
mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota tidak siap
menampung gerak urbanisasi dari desa. Dengan kata lain kemiskinan
pedesaan membuahkan fenomena urbanisasi dari desa ke kota.
Dalam menentukan kriteria kemiskinan yang ada di Indonesia
setiap lembaga memiliki criteria sendiri dan hal itu tentu saja disesuaikan
dengan kepentingan dan tujuan masing-masing. Menurut BKKBN
indikator penentu kemiskinan adalah indicator yang ada pada tahapan
keluarga Pra-sejahtera alasan ekonomi dan Keluarga Sejahtera 1 alasan
ekonomi yang dapat menggambarkan kemampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan tempat tinggal. Keluarga Pra
Sejahtera dan Sejahtera 1 alasan ekonomi meliputi keluarga miskin sekali
a. Keluarga miskin sekali adalah keluarga yang karena alasan ekonomi
tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari indikator yang
meliputi;
1) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau
lebih.
2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
3) Bagian yang luas lantai tidak dari tanah.
b. Keluarga miskin adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak
dapat memenuhi salah satu atau lebih indicator yang meliputi;
1) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telur
2) Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh pakaian
kurang satu steel pakaian baru.
3) Luas lantai rumah paling kurang SMP untuk setiap penghuni.
Berbeda lagi dengan kriteria keluarga miskin menurut BPS dalam
penanggulangan masalah kemiskinan melalui program Bantuan Langsung
Tunai (BLT). BPS telah menerapkan keluarga miskin sebagai berikut;
a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.
b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu
murahan.
c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
d. Tidak memiliki fasilitas buang air atau bersama-sama dengan rumah
lain.
e. Suber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindungi/sungai/air hujan.
f. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah.
h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu sama kali dalam
seminggu.
i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas
lahan 0,5 ha, buruh tani, buruh bangunan, atau pekerjaan lain dengan
pendapatan di bawah Rp
600.000.-m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
n. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai RP
500.000,- seperti sepeda motor/barang modal lainnya
E. Penelitian Yang Relevan
Uraian terhadap penelitian terdahulu yang relevan sangat diperlukan,
hal ini dikarenakan pada umumnya sebuah karya ilmiah tidak muncul secara
original, namun sudah ada acuan untuk mendasarinya. Penelitian yang
relevan ditujukan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Penelitian tentang
pendidikan keluarga telah banyak dilakukan, dalam penelitian ini penulis
mencoba mengkaji tentang pola asuh anak di keluarga miskin. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, terdapat beberapa skripsi yang membahas tentang
pola pengasuhan anak, oleh karenanya, dari beberapa penelitian sebelumnya,
peneliti melakukan uraian terhadapa penelitian dengan topik permasalahan
yang hampir sama.
Berdasarkan penelitian yang berjudul “Pola Pendidikan Anak Dari
Keluarga Miskin, Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak Ul di Desa
Meteseh Kecamatan Boja, Kendal” oleh Haniatul Masruroh, Universitas
Negeri Semarang tahun 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga miskin pada keluarga pak Ul
serta untuk megetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pendidikan
anak yang diterapkan dikeluarga msikin didesa Meteseh, Boja, Kendal.
Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa keluarga pak Ul yang berlatar
belakan keluarga miskin menerapkan pola pendidikan secara demokratis dan
permisif terhadap anaknya, dan faktor yang mempengaruhi pak Ul dalam
pendidik, faktor curah waktu, faktor lingkungan masyarakat,serta faktor
informasi dan media.
Selanjutnya penelitian yang relevan yang dilakukan oleh A. Uromo
Budi S. (2005) yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Nelayan
di Kabupaten Pekalongan” hasil penelitiannya menjelakan pengasuhan anak
pada keluarga nelayan Desa Wonokerto Wetan Kec. Wonokerto Kab.
Pekalongan tidak mempunyai kecenderungan untuk menggunakan salah satu
jenis pola asuh saja, keluarga di keluarga juragan lebih mengaruh pada pola
asuh demokratis, sedangkan untuk keluarga nelayan pekerja dan nelayan
pemilik/miskin menggunakan kombinasi bentuk pola asuh demokratis dan
laissez faire. Pola asuh demokrtis ditandai dengan adanya dorongan orang tua
untuk anak, perhatian, jika ada perbedaan pendapat di lakukan musyawarah
untuk mencari jalan tengah, serta adanya komunikasi yang baik antara orang
tua dengan anak. Sedangkan pola asuhlaisez fairemempunyai cirri orang tua
yang memberikan kebebasan kepada anaknya untuk bergaul dan bermaindan
mereka kurang tau begitu tentang apa yang dilakukan oleh anak.
Berdasarkan beberapa penelitian yang relevan yang telah dibahas
sebelumnya, dapat diketahui kedua penelitian diatas sama-sama membahas
tentang pola asuh anak dalam keluarga, yang membedakan penelitian yang
pertama dan kedua hanya di setingg. Yang penelitian pertama di lakukan di
keluarga miskin sedangkan yang kedua di keluarga nelayan. Penelitian
tersebut membahas tentang pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak
keluarga nelayan dan sama-sama mendidik anak dalam keluarga. Terdapat
persamaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang hendak
dilakukan peneliti.
F. Kerangka Berpikir
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak,
karena sebagian besar hidup seorang anak berada ditengah-tengah keluarga
sehingga keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan kepribadian seorang anak. Keluarga memegang peranan
penting di dalam proses penanaman sikap dan pengetahuan anak, bisa
dibilang keluarga merupakan tempat penanaman sikap bagi anak, yang
dilakukan oleh orang tua sebagai penyadar akan sikap yang dimaksudkan
oleh orang tua.
Orangtua merupakan bagian terkecil yang sangat penting dalam
kehidupan anak. Seorang anak yang suatu saat nanti akan mengganti
posisinya dalam suatu rantai kehidupan bermasyarakat. Setiap keluarga
menggunakan gaya pola asuh terhadap anak berbeda-beda. Pola asuh yang
diterapkan dari orangtua akan berpengaruh terhadap sikap anak selanjutnya di
kehidupan selanjutnya.
Menurut E . B Hurlock pola pengasuhan orang tua disebutkan dengan
teknik disiplin orang tua kepada anak. Disiplin merupakan cara mengajarkan
kepada anak menganai perilaku moral yang diterima kelompok. Tujuannya
dalah memperkenalkan kepada anak mana yang baik dan mana yang buruk
82). Setiap orang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain
dalam menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan berpengaruh pada
bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Pola pengasuhan yang
digunakan oleh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak yg
dikembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock di bagi menjadi tiga bentuk, bentuk
pola asuh yang pertama pola asuh otoriter, bentuk kedua pola asuh permisif,
pola asuh ketiga pola asuh demokratis. Adapun pola asuh ini dibuat sebagai
acuan orang tua untuk mendidik dan membimbing anaknya.
Pada penelitian ini mencoba melihat realitan pola yang diterapkan
kepada anak yang hidup di keluarga miskin terkhusus di penelitian ini
berolakasi di Dusun Goyudan Desa Kradenan Kecamatan srumbung
Kabupaten Magelang. Cakupan utama pada penelitian ini mengarah kepada
penerapan pola asuh dari orang tua yang akan berdampak pada pembentukan
sifat anak, dampak tersebut memiliki dampak positif dan dampak negatif,
faktor tingkat pendidikan dan profesi orang tua berpengaruh pada penerapan
pola asuh dalam keluarga. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
tentu akan menerapkan pola asuh sesuai dengan perkembangan anak, berbeda
dengan orang tua yang memilki pendidikan rendah, termasuk pula dalam
kajian ini yakni pada tingkat ekonomi suatu keluarga yang tentu saja meiliki
pengaruh pada penerapan pola asuh yang diterapkan pada anak natinya.
Paradigma dari penelitian ini berusaha untuk menemukan realita dari
Bagaima
Gambar 1. Kerangka berfikir Keluarga Miskin
Pola Asuh Anak di Keluarga Miskin
Pola asuh Otoriter Pola asuh Permisif Pola asuh demokrasi
Tipelogi anak: - Bebas
- Responsife
- Manja
Tipelogi anak : - Terkekang
- Kurang responsife - Anak sebagai obyek
Tipelogi anak: - Mandiri
- Tanggung jawab - Tertib
Perilaku Orang tua - Responsife terhadap
anak
- Mendorong anak untuk menyampaikan
pendapat Perilaku Orang tua
- Bersikap mengomando - Bersikap kaku
- Cenderung emosional
Perilaku Orang tua
- Memberi
G. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, maka dapat di ajukan pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Pola asuh apa saja yang digunakan orang tua untuk mendidik
anak-anaknya pada keluarga miskin ?
2. Pola asuh apa yang dominan diterapkan pada keluarga miskin Desa
Goyudan?
3. Apa pertimbangan penerapan pola asuh tersebut?
4. Bagaimana pemahaman orang tua tentang pola asuh anak ?
5. Bagaimana dampak jenis pola asuh yang diterapkan terhadap perilaku dan
karakter anak?
6. Bagaimana faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan tipe pola
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka
peneliti memilih jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif, yang lebih melihat pada masalah proses, penerapan, pemahaman,
bentuk pola asuh yang berada di Goyudan. Penelitian kualitatif sendiri adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya proses, penerapan, pemahaman,
bentuk pola asuh yang diterapkan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dengan bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Lexy J. Moleong, 2010: 6).
Melalui pendekatan kualitatif deskriptif peneliti bermaksud untuk
mendeskripsikan, menggambarkan serta menguraikan mengenai pola asuh
pada keluarga miskin yang berada di Goyudan. Harapan peneliti dapat
menjelaskan fokus penelitian secara mendalam dan mudah untuk dipahami.
B. Setting Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang dijadikan sebagai sumber data
(social situation)adalah Kelurahan Kradenan, Kota Magelang, Propinsi Jawa
Tengah, dan akan lebih berfokus untuk mengetahui pola asuh orang tua
terhadap pendidikan anak di Desa Goyudan. Peneliti mengambil Desa
pola pengasuhan anak di Desa Goyudan sangatlah berpengaruh terhadap
lingkungan dan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kehidupan
social anak. Anak sebenarnya masih ingin menikmati masa sekolah seperti
anak-anak yang lainnya tetapi pada masa itu yang terjadis pada keluarga
miskin anaknya di suruh bekerja dari pada menuntut ilmu. Selain itu anak
juga menjadi kurang beradaptasi dengan masyarakat sekitar dalam bidang
pergaulan karena penerapan oila pengasuhan pada anak yang salah.
Pemilihan lokasi penelitian diharapkan dapat lebih memfokuskan ruang
lingkup pembahasan dalam penelitian, sehingga permasalahan tidak terlalu
luas.
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini mengungkapkan bentuk pola pengasuhan anak yang
diterapkan di Desa Goyudan, Kelurahan Kradeanan, Kecamatan Srumbung,
Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampling
menggunkanan purposive sampling. Penarikan sampel dengan teknik ini
didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut
yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya. Dengan kata lain,
informan yang diwawancarai telah disesuaikan dengan kriteria-kriteria
tertenu mengacu pada tujuan penelitian (Nurul Zuriah,2006: 124).
Pemilihan informan harus dilakukan dengan tepat agar benar-benar
relevan dan kompeten dengan tujuan penelitian sehingga data yang diperoleh
dapat digunakan untuk membangun teori. Informasi berikutnya dapat
menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi, dan kemudian
informan ini diminta pula untuk menunjuk orang lain untuk memberikan
informai, dan seterusnya sampai menunjukan kejenuhan informasi.
Maksudnya bahwa dengan bertambahnya informan namun informasi yang
diperoleh tetap sama, berarti jumlah informan sudah cukup (data sudah
jenuh).
Penelitian ini menunjuk kepala Dusun Goyudan sebagai informan
awal atau informan kunci. Sedangkan subjek penelitian adalah orang tua yang
memiliki anak usia sekolah antara 7-18 tahun (SD, SMP dan SMA) dengan
permasalahan yang dihadapai, sehingga tidak dapat menyekolahkan anaknya.
Untuk semakin memperkuat data maka informan dapat diperoleh juga dari
anak yang ada di Goyudan. Dan juga sebagai data tambahan peneliti akan
melakukan penelitian dengan orang tua yang mau melanjutkan pendidikan
anaknya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah sebuah metode utama dalam mengumpulkan
data atau informasi yang lebih lengkap dan terperinci. Data atau
informasi yang diperoleh melalui pengamatan ini selanjutnya dituangkan
dalam bentuk tulisan. Menurut Nasution dalam Sugiyono (2009: 226)
dapat bekerja hanya jika mendapatkan data atau fakta langsung dari
kenyataan yaitu melalui observasi. James A. Black (2001: 285-286)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki definisi secara luas dan
secara sempit. Dalam arti luas penelitian yang dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan secara terus menerus terhadap perilaku
seseorang. Sedangkan dalam arti sempit observasi ialah mengamati dan
mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan
manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang
memungkinkan serta memenuhi syarat unutk digunakan pada tahap
analisa.
Penelitian ini menggunakan metode observasi tipe non partisipan.
Dalam observasi nonpartisipan seorang peneliti tidak dituntut untuk ikut
berperan dalam kegiatan dari subjek penelitian atau kelompok yang
sedang diamati. Peneliti hanya sebagai pengamat tingkah laku orang lain
dalam keadaan alamiah.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi penggunaan metode
observasi, antara lain:
a. Peneliti dapat melihat secara langsung pola asuh anak dalam keluarga
miskin Dusun Goyudan.
b. Peneliti dapat mencatat apa yang dilihat dan diamati selama
pengambilan data pola asuh anak dalam keluarga miskin Dusun
Goyudan.
d. Mengurangi resiko terjadinya bias data di lapangan.
Berdasarkan uraian diatas, metode observasi membantu peneliti
dalam mengamati tingkah laku manusia sebagai peristiwa faktual.
Khususnya dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengamati pola
asuh anak dalam keluarga miskin Dusun Goyudan. Metode ini digunakan
untuk mengumpulkan informasi dan data terkait pola asuh anak selama
pengumpulan data berlangsung.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui
interaksi verbal secara langsung terhadap individu. Menurut Moleong
(2005: 1786) wawancara adalah proses mengumpulkan data atau
informasi dengan percakapan tertentu antara pewawancara dan