SUPLEMENTASI JUS DAUN PEPAYA TERFERMENTASI DALAM
RANSUM KOMERSIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
DAGING AYAM KAMPUNG
Ni Made Suci Sukmawati, I Putu Sampurna dan Made Wirapartha
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Jl. Pb. Sudirman, Denpasar Bali (E-Mail : suci_unud@yahoo.com)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial terhadap kualitas daging ayam kampung umur 4-16 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok sebagai ulangan. Masing-masing kelompok menggunakan 5 ekor ayam kampung dengan berat badan berkisar antara 62-149 g. Keempat perlakuan tersebut adalah : A) ransum komersial tanpa jus daun pepaya terfermentasi sebagai kontrol; B) Ransum komersial + 8% jus daun pepaya terfermentasi; C) Ransum komersial + 12% jus daun pepaya terfermentasi; dan D) Ransum komersial + 16% jus daun pepaya terfermentasi. Variabel yang diamati meliputi pH daging, kadar air, daya ikat air, susut masak dan organoleptik (warna, aroma, tekstur,citarasa dan penerimaan secara keseluruhan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dari level 8-16% berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik (aroma, tekstur, citarasa dan penerimaan keseluruhan) serta pH daging. Peningkatan level jus daun pepaya secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan kadar air daging sebesar 0,72% dan 2,27% masing-masing pada perlakuan C dan D dibandingkan dengan kontrol (A). Daya ikat air menurun nyata sebesar 8% pada perlakuan B, 70% pada perlakuan C dan 14% pada perlakuan D. Penurunan daya ikat air pada daging tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan susut masak sebesar 16,10% dan 16,53% masing-masing pada perlakuan B dan D dibandingkan dengan kontrol.Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi jus daun pepaya terfermentsi pada ransum komersial dari level 8-16% tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik dan pH daging, namun dapat meningkatkan kadar air dan susut masak serta menurunkan daya ikat air pada daging ayam kampung. Level optimum penggunaan jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial berdasarkan uji organoleptik adalah 12%.
Kata kunci : Ayam kampung, ransum komersial, jus daun pepaya terfermentasi, kualitas daging
THE SUPPLEMENTATION OF FERMENTED PAPAYA LEAF JUICE IN COMMERCIAL DIETS TO IMPROVE MEAT QUALITYOF KAMPONG CHICKENS
ABSTRACT
content, cocked decrease and increased water holding capacity of meat. The optimum level of fermented papaya leaf juice in comercial diet is 12% acording to the organoleptic test.
Keywords: Kampong chicken, commercial diets, fermented papaya leaf juice, and meat quality
PENDAHULUAN
Daging ayam kampung merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya nilai gizi protein hewani bagi
pertumbuhan dan kesehatan. Daging ayam kampung rasanya enak dan gurih, tetapi juga
dikenal lebih alot dari daging unggas yang lain seperti daging ayam broiler.
Untuk mendapatkan kualitas karkas yang tinggi (rendah lemak dan kolesterol) serta
daging yang empuk, maka dalam ransum perlu ditambahkan suatu bahan yang bersifat
probiotik. Salah satu bahan sebagai sumber probiotik yang mudah didapat, adalah jus daun
papaya terfermentasi. Probiotik adalah mikroorganisme hidup dalam bentuk kering yang
mengandung tempat tumbuh dan produksi metabolismenya (Matthews, 1988).
Daun papaya (Carica papaya L) merupakan salah satu limbah pertanian, yang
kandungan nutrisinya cukup tinggi. Daun papaya cukup baik digunakan sebagai pakan ternak
karena mengandung protein kasar 13,5%, serat kasar 14,68%, lemak kasar 12,80%, dan abu
14,4%. Daun papaya juga mengandung enzim-enzim papain, alkoloid carpain, pseudo
karpaina, glikosida, karposida dan saponin, sukrosa dan dektrosa. Kebanyakan alkaloid berupa
zat padat, rasa pahit dan sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam chloroform, eter dan
pelarut organik lain yang relatif non polar (Mursyidi, 1990) dalam Suryaningsih (1994).
Pengaruh positip dari pemberian daun papaya adalah ternak lebih sehat terutama ternak
ayam kampung. Pemberian daun papaya mulai dari pase starter dapat menurunkan angka
kematian ternak yam kampung. Namun apabila diberikan berlebihan akan dapat menyebabkan
rasa pahit pada daging, karena daun papaya mengandung alkaloid carpain (C14H25NO2)
(Hartono, 1994). Untuk menurunkan kandungan alkaloid carpain dilakukan dengan berbagai
metode seperti metode fisik, kimia, fisiko kimia dan biologi. Salah satu metode yang paling
efektif dan mudah dilakukan adalah metode fermentasi menggunkan mikroba efektif.
mendapatkan bahwa penambahan daun papaya dan sekam padi sebagai pakan serat dengan suplementasi “starnox” tidak berpenagruh nyata terhadap peningkatan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan komposisi fisik karkas. Namun pemberian daun papaya dapat
menurunkan lemak subkutan termasuk kulit dan meningkatkan persentase tulang karkas.
Rukmini (2006) mendapatkan bahwa pemberian ekstrak daun papaya segar 3% dalam air
minum tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan (performance, berat karkas, dan
persentase karkas), namun nyata dapat meningkatkan persentase daging dan menurunkan
lemak subkutan dan kulit, lemak bantalan dan lemak abdomen.
Berdasarkan uraian tersebut di atas belum ada data tentang pemanfaatan jus daun
papaya terfermentasi pada ransum komersial yang mampu meningkatkan kualitas daging
ayam kampung sehingga penelitian ini perlu dillaksanakan.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Lama Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di kandang milik peternak di Desa Kediri, Tabanan Bali,
mulai tanggal 26 April 2015 sampai pemotongan ayam pada tanggal 20 Juli 2015.
Kandangdan Ayam
Kandang yang digunakan adalah kandang dengan system battery koloni terbuat dari
bilah-bilah bambu sebanyak 16 petak, masing-masing berukuran panjang 70 cm; lebar 60 cm;
dan tinggi 50 cm. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang
dibeli di toko pakan ternak. Di bawah tempat pakan diisi plastik transparan untuk menghindari
pakan jatuh. Ayam yang digunakan adalah ayam kampung umur 30 hari sebanyak 80 ekor
dengan berat badan berkisar antara 62-149 g. Anak ayam diperoleh dari peternak yang ada di
Desa Jadi, Tabanan.
Ransum dan air minum.
Ransum yang diberikan adalah ransum komersial BRI (511) ditambah jus daun pepaya
terfermentasi dengan level berbeda sesuai dengan perlakuan. Komposisi nutrien dalam ransum
terdapat pada Tabel 1. Air minum yang diberikan berasal dari PDAM setempat. Ransum dan
dilakukan 2-3 kali sehari dan tempat ransum diusahakan terisi ¾ bagian untuk mencegah agar
ransum tidak tercecer.
Tabel 1. Komposisi nutrien dalam ransum
Komposisi Nutrien Perlakuan
A B C D
BK (%) 87,89 87,89 88,32 88,46
Protein kasar (%) 20,51 20,51 20,59 20,62
Abu (%) 5,90 5,90 5,98 6,00
Serat kasar (%) 5,00 5,00 5,06 5,08
Ca (%) 0,90 0,90 0,91 0,91
P (%) 0,60 0,60 0,60 0,60
GE (Kkal/kg) 3799,00 3799,00 3814,84 3820,13
Keterangan:
Perlakuan A : ransum komersial tanpa jus daun papaya terfermentasi Perlakuan B : ransum komersial + 8% jus daun papaya terfermentasi Perlakuan C : ransum komersial + 12% jus daun papaya terdermentasi Perlakuan D : ransum komersial + 16% jus daun papaya terfermentasi
Jus Daun Pepaya Terfermentasi
Daun pepaya yang digunakan untuk jus (ekstrak) adalah daun pepaya yang tua dalam
bentuk segar dipotong dengan ukuran + 0,5 cm lalu diblander. Daun pepaya yang sudah
diblander kemudian difermentasi dengan mikroba efektif dengan perbandingan 1 kg jus daun
pepaya + 5 liter air + 250 ml mikroba efektif, kemudian dimasukkan dalam jerigen 10 liter,
ditutup rapat lalu disimpan selama 3-5 hari. Setelah 3 hari jus daun pepaya sudah siap
digunakan untuk mencampur ransum sebagai sumber probiotik.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan empat macam perlakuan dan empat kelompok sebagai ulangan. Tiap kelompok
(unit percobaan) menggunakan 5 ekor ayam kampung umur 4 minggu dengan berat badan
berkisar antara 62-149 g. Keempat perlakuan tersebut, yaitu : A) Ransum komersial tanpa jus
daun papaya terfermentasi sebagai kontrol; B) ransum komersial + 8% jus daun pepaya
terfermentasi, C) ransum komersial + 12% jus daun pepaya terfermentasi dan D) ransum
komersial + 16% jus daun pepaya terfermentasi.
Pemotongan ayam
Pemotongan ayam dilakukan pada akhir penelitian yaitu semua ayam pada
12 jam. Ayam dipotong dengan sayatan pada vena jugularis. Darah ayam ditampung,
kemudian di masukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi kode perlakuan, lalu
ditimbang untuk menentukan berat karkas.
Pemisahan Bagian-Bagian Tubuh
Pemisahan bagian-bagian tubuh diawali dengan pencabutan bulu. Untuk memudahkan
pencabutan bulu, ayam yang telah mati dicelupkan kedalam air panas dengan temperatur
70,1o-80,2oC selama 0,5 –1,0 menit. Selanjutnya dilakukan pemisahan bagian-bagian tubuh
ayam, yaitu pengeluaran saluran pencernaan, organ dalam, pemotongan kaki, serta kepala, dan
terkhir didapatlah karkas (USDA., 1977). Pengeluaran saluran pencernaan dan organ dalam
dilakukan dengan pembedahan bagian perut, kecuali tembolok. Khusus untuk tembolok,
dikeluarkan dengan membedah lapisan kulit dibagian pangkal ventral leher yang menutupi
tembolok tersebut. Dalam pemisahan kepala dan leher dilakukan dengan memotong sendi
Altlanto occipitalis, yaitu pertautan antara tulang atlas (Vertebrae cervikalis) dengan tulang
tengkorak. Untuk memisahkan kaki dilakukan dengan memotong sendi Tibio tarsometatarsus.
Bagian-bagian tubuh tersebut kemudian ditimbang untuk dicari beratnya.
Variabel yang Diamati
1. pH daging : diukur dengan pH meter, dengan cara membenamkan elektroda ke dalam
20 g sampel yang telah dihaluskan. Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi terlebih
dahulu dengan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0 (Soeparno, 2005)
2. Kadar air daging : diukur dengan cara pengeringan dalam oven 105oC selama 5 jam.
Kadar air = (berat awal-berat akhir/berat awal) x 100%
3. Daya ikat air : 10 g daging yang telah dihaluskan ditimbang (berat awal), kemudian
dibungkus dengan kertas saring dan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama
30 menit. Sampel (tanpa kertas saring) ditimbang (berat akhir). Daya ikat air dihitung
menurut Soeparno (2005) dengan rumus :
Expressed juice (EJ) = (berat awal-berat akhir/berat awal) x 100%
Daya Ikat Air = (kadar air-EJ/kadar air) x 100%
4. Susut masak daging : 30 g daging dtimbang (berat awal) kemudian dibungkus dengan
plastik dan dimasak dalam air dengan suhu 90oC selama 90 menit, lalu ditimbang
Susut masak (%) = (berat awal-berat akhir/berat awal) x 100%
5. Uji organoleptik daging (warna, aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan secara
keseluruhan) : sampel daging dimasak terlebih dahulu kemudian diuji oleh panelis.
Penilaian masing-masing sampel, yaitu : sangat suka (5), suka (4), biasa (3), tidak suka
(2) dan sangat tidak suka (1).
Analisis Statistik
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan sidik ragam menggunakan program
SPSS versi 16.0. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka
analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, l989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pengaruh suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial
terhadap kualitas daging (pH, kadar air, daya ikat air, susut masak dan uji organoleptik) ayam
kampung terdapat pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Pengaruh jus daun pepaya terfermentasi terhadap kualitas fisik daging ayam Kampung umur 12 minggu
Peubah Perlakuan
1)
SEM2)
A B C D
pH 6,01a 5,8a 5,8a 6,04a 0,26
Kadar air (%) 71,93a 71,98a 72,45b 73,56c 0,29 Daya ikat air (%) 0,50b 0,46a 0,45a 0,43a 0,01 Susut masak 2,36b 2,74c 2,23a 2,75c 0,05
Keterangan:
1. Perlakuan A : ransum komersial tanpa jus daun papaya terfermentasi Perlakuan B : ransum komersial + 8% jus daun papaya terfermentasi Perlakuan C : ransum komersial + 12% jus daun papaya terdermentasi Perlakuan D : ransum komersial + 16% jus daun papaya terfermentasi
2. SEM : Standard Error of the Treatment Means
3. Huruf yang berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P <0,05)
Kualitas daging sangat dipengaruhi oleh nilai pH karena erat kaitannya dengan warna
dan flavour daging, serta daya ikat air. Daging yang pH-nya rendah (5,1-6,2) berwarna merah
cerah dan flavournya lebih disukai, sedangkan daging yang pH-nya tinggi berwarna merah
ungu, rasanya kurang enak dan perkembangan mikrobanya tinggi. pH yang lebih rendah atau
protein daging meningkat (Soeparno, 2005). Selanjutnya Buckle et al. (1987) menyatakan
bahwa tinggi rendahnya pH daging setelah ternak dipotong pada dasarnya ditentukan oleh
kandungan asam laktat yang tertimbun di dalam otot, dan hal ini ditentukan oleh kandungan
glikogen dan penanganan ternak sebelum penyembelihan. Semakin banyak glikogen yang
tersedia di dalam otot, semakin banyak asam laktat yang terbentuk setelah pemotongan
sehingga pH daging akan semakin rendah, demikian pula sebaliknya.
Nilai pH pada penelitian ini adalah berkisar antara 5,8 – 6,04 (Tabel 5.1) dan secara
statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada keempat perlakuan. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial pada
level 8-16% tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pH daging ayam
kampung umur 12 minggu. pH daging pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dari pH ultimat
nomal daging post mortem, yaitu 5,5 (Soeparno, 2005). pH ultimat daging adalah pH yang
tercapai setelah glikogen otot menjadi habis (Lawrie, 2003). Hal ini mungkin disebabkan oleh
kurangnya kandungan energi pada ransum yang diberikan, karena menurut Soeparno (2005),
otot pada ternak yang mengkonsumsi pakan berenergi rendah akan mempunyai pH yang lebih
tinggi. Tidak berbedanya pH pada keempat perlakuan disebabkan oleh kandungan energi
ransum yang hampir sama.
Selain pH, kualitas daging juga ditentukan oleh kadar airnya. Kadar air daging ayam
kampung pada penelitian ini berkisar antara 71,93-73,56% (Tabel 5.1) dengan kadar air
tertinggi terdapat pada perlakuan D. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa suplementasi
jus daun papaya terfermentasi pada level 12% dan 16% secara nyata (P<0,05) menyebabkan
peningkatan kadar air daging sebesar 0,72% dan 2,27% dibandingkan dengan control (A),
sementara pada level 8% sama dengan control. Peningkatan kadar air ini disebabkan oleh pH
yang lebih tinggi dari pH isoelektik protein daging, sehingga sejumlah muatan positif
dibebaskan dan terdapat surplus muatan negative yang mengakibatkan penolakan dari
miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul-molekul air. Selain itu,
kemungkinan juga disebabkan oleh rendahnya kadar lemak pada daging sebagai akibat dari jus
daun papaya yang diberikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rukmini (2006) yang
mendapatkan bahwa pemberian ekstrak daun papaya segar 3% dalam air minum dapat
dan lemak abdomen. Selanjunya, Purnomo dan padaga (1989) menyatakan bahwa kadar air
daging dipengaruhi oleh lemak intramuscular dan ransum yang diberikan pada ternak.
Daya ikat air adalah kemampuan serat-serat daging untuk menahan airnya sendiri
karena pengaruh tekanan atau pengaruh dari luar seperti pemotongan, pemanasan,
penggilingan atau pengepresan (Soeparno, 2005). Daya ikat air pada perlakuan A (control)
adalah 0,50% (Tabel 5.2). Suplementasi jus daun papaya terfermetasi pada level 8%, 12%
dan16% dalam ransum komersial menyebabkan turunnya daya ikat air pada daging
berturut-turut sebesar 8%, 10% dan 14%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tekstur daging yang
semakin lunak akibat adanya enzim papain pada daun papaya yang bersifat proteolitik
sehingga air dalam sel-sel daging mudah lepas. Kemampuan daging untuk mengikat molekul
air sangat erat hubungannya dengan daya ikat air oleh protein. Hasil penelitian ini berbeda
dengan yang ditemukan Fidiyanto (2007), bahwa daun papaya dapat meningkatkan daya ikat
air pada daging itik afkir.
Susut masak adalah berat yang hilang akibat pemasakan atau pemanasan. Susut masak
merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan jus daging yaitu
banyaknya air yang terikat di dalam dan diantara serabut otot daging. Dengan susut masak
yang lebih rendah, kualitasnya lebih baik karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih
sedikit daripada daging yang susut masaknya lebih besar. Susut masak daging pada penelitian
ini berkisar antara 2,23-2,75% dengan nilai tertinggi pada perlakuan D. Susut masak daging
pada umumnya adalah berkisar antara 15%-40%. Jadi, masih jauh lebih rendah dari susut
masak daging pada umumnya.
Suplementasi jus daun pepaya terfermentasi pada level 8% (B) dan 16% (D) secara
nyata meningkatkan susut masak daging sebesar 16,10% dan 16,53%, sementara pada
perlakuan B terjadi sedikit penurunan susut masak. Peningkatan nilai susut masak ini
berhubungan dengan menurunnya daya ikat air pada daging. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soeparno (2005) bahwa selain temperatur dan lama pemasakan, susut masak juga dipengaruhi
oleh pH daging, panjang sarkomer, serabut otot, panjang potongan serabut, status kontraksi
miofibril daging, ukuran dan berat sampel, penampang lintang, kandungan lemak pada daging
Tabel 3. Uji Organoleptik daging betutu ayam kampong yang disuplementasi jus daun papaya terfermentasi
Peubah Perlakuan
1)
SEM2)
A B C D
Warna 3,64b 3,93b 3,57b 3,07a3) 0,25
Aroma 3,50a 3,86a 3,93a 3,64a 0,23
Tekstur 3,21a 3,42a 3,50a 3,50a 0,26
Citarasa 3,00a 3,36a 3,21a 3,57a 0,31
Penerimaan keseluruhan 3.29a 3,43a 3,57a 3,57a 0,25
Keterangan:
1. Perlakuan A : ransum komersial tanpa jus daun papaya terfermentasi Perlakuan B : ransum komersial + 8% jus daun papaya terfermentasi Perlakuan C : ransum komersial + 12% jus daun papaya terdermentasi Perlakuan D : ransum komersial + 16% jus daun papaya terfermentasi 2. SEM : Standard Error of the Treatment Means
3. Huruf yang berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P <0,05)
Hasil analisis statistik terhadap uji organoleptik (warna, aroma, tekstur, citarasa dan
penerimaan secara keseluruhan) menunjukkan perbedaan yang tidak nyata diantara perlakuan,
kecuali tingkat kesukaan panelis terhadap warna pada perlakuan D, nyata (P<0,05) lebih
rendah dibanding ketiga perlakuan lainya (Tabel 5.2). Meskipun tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata, tetapi penilaian panelis terhadap kesukaan daging yang disuplementasi
jus daun pepaya terfermentasi cenderung meningkat sampai level 12% ( perlakuan C) dan
mulai menurun pada level 16%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus daun pepaya
terfermentasi pada ayam kampung cukup sampai taraf 12%, karena pemberian di atas 12%
dapat menimbulkan rasa pahit pada daging sehingga kurang disukai oleh konsumen.
Meningkatnya tingkat kesukaan panelis terhadap daging yang diberi jus daun pepaya
disebabkan karena daun pepaya dapat mengurangi rasa amis pada daging dan memberikan
tekstur yang lebih empuk, sehingga dapat memberikan aroma dan citarasa yang lebih gurih
pada daging. Enzim papain yang terkandung dalam daun pepaya dapat mengurangi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial pada level
8-16% nyata dapat meningkatkan kadar air dan susut masak, serta menurunkan daya
ikat air pada daging ayam kampung.
2. Suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial pada level
8-16% secara tidak nyata dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap aroma,
tekstur, cita rasa dan penerimaan secara keseluruhan daging betutu ayam kampung.
3. Level optimum penggunaan jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum
komersial berdasarkan uji organoleptik adalah 12%.
Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa untuk mendapatkan kualitas daging
ayam kampung yang baik bisa digunakan jus daun pepaya terfermentasi dengan level 12%.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada umur ayam yang lebih tua dan variabel yang lebih
banyak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Rektor Universitas Udayana,
melalui Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana,
atas dana yang diberikan dalam DIPA (Dosen Muda) Tahun Anggaran 2015, sehingga
DAFTAR PUSTAKA.
Andriani, S. 2007. Pengaruh Starnox dalam Ransum yang Mengandung Sumber Serat Berbeda dan Tepung Daun Pepaya terhadap Bobot Potong dan Kmposisi Fisik Karkas Itik Bali Umur 76 Minggu. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Arifien, M. 2002. Rahasia Sukses Memelihara Ayam Broiler di daerah Tropis. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Haryanto, R. Matnur, Hakim, T. Sugiharto dan Spudiati. 1994. Pengaruh suhu pengasapan dan penggunaan papain terhadap keempukan daging ayam buras. Jurnal Penelitian Universitas Mataram Vol. 1, Thn 2, No. 7 Pebruari, 1994. Universitas Matarama, NTB.
National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Poultry 8 th Resived Edition National Academi Press, Washington D.C.
Rukmini, S.N.K. 2006. Penampilan dan Karakteristik Fisik Karkas Itik Bali Jantan yang diberi Daun Pepaya (Caica papaya L.), Daun Katuk (Sauropus androgenus) dan Kombinasinya melalui Air Minum. Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Siti, N.W. 2013. Pengaruh suplementasi tepung daun papaya (Carica papaya L) dalam ransum komersial terhadap penampilan, kualitas karkas serta profil lipida darah dan daging itik bali jantan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas udayana, Denpasar. Sudjatinah, C.H. Wibowo dan P Widyaningrum. 2005. Pengaruh pemberian ekstrak daun
pepaya terhadap tampilan produksi ayam broiler. J. Indon. Trop. Agric. 30 (4) : 224-229.
Steel, R.G.D and J.H. Tome. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua, Penerjemah Bambang Soemantri. PT. Gramedia. Jakarta.
Tie Tze. 2002. Terapi Pepaya. PT. Prestasi Pustaka Raya, Jakarta.
Zulkaesih, Elly dan Rakhmad Budirakhman. 2005. Pengaruh sbstitusi pkan kmersial dengan dedak padi terhadap persentase karkas ayam kampung jantan. Ziraa`ah Majalah Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan, Banjarmasin. 14 (3): 100-104.