7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil dari penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan sebagai data pendukung. Pada penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan judul penelitian yang sama seperti judul yang penelitian penulis. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan judul penelitian penulis untuk menjadi acuan, referensi, dan memperluas wawasan akan teori penulis. Penulis berusaha mengaitkan fenomena dari penelitian terdahulu untuk menjadi pedoman peneliti melanjutkan penelitian terkait efek literasi kesehatan tentang pencegahan COVID-19 terhadap kemampuan self care mahasiswa.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Hasil Penelitian
1 Damasia Linggarjati Novi Parmitasari (2021)
Studi Deskriptif Literasi Mahasiswa Terkait Covid-19
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa subjek penelitian ini terdiri dari 913 orang mahasiswa dari berbagai perguuan tinggi di Semarang. Dari hasil analisis deskriptif didapatkan hasil distribusi subjek adalah sebagai berikut
8
9
10
Selain itu, dari hasil analisis Chi Square diperoleh hasil : ada perbedaan antara harapan dan kenyataan, pada subjek mahasiswa pria dari 343 subjek, angka harapan untuk tingkat literasi dengan kategori insufficient adalah 9.8 namun kenyataannya adalah 16. Angka harapan tingkat literasi untuk kategori problematic, adalah sebesar 59 namun kenyataannya adalah 63, sedangkan angka harapan untuk kategori tingkat literasi kesehatan sufficient adalah 274,2 namun kenyataannya hanya 264.
Di sisi lain, tingkat literasi pada mahasiswa perempuan ternyata berbeda dengan hasil pada subjek mahasiswa laki-laki. Pada subjek mahasiswa perempuan, angka harapan tingkat literasi pada kategori Insufficient adalah sebesar 16,2, tetapi kenyataannya justru lebih rendah yaitu 10. Pada kategori problematic, angka harapan seharusnya sebesar 98, dan kenyataannya hanya 94, sedangkan pada kategori sufficient, angka harapan sebesar 455,8 namun kenyataannya justru lebih tinggi yaitu sebesar 464.
11
Dari hasil yang telah diuraikan sebelumnya dan setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan Chi Square, didapatkan skor X 2 = 7,421, p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat literasi kesehatan terkait Covid-19 pada mahasiswa ditinjau dari jenis kelamin.
Perbedaan dan persamaan :
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terdapat perbedaan pada alat ukur dan pada teknik analisis datanya, yakni peneliti terdahulu menggunakan HLS-Covid-Q22 sebagai alat ukur dan mengunakan Chi Square sebagai teknik analisisnya. Sedangkan penulis pada penelitian ini tidak menggunakan alat ukur tersebut dan juga tidak menggunakan Chi Square sebagai teknik analisis datanya. Persamaanya terletak pada sama- sama menggunakan literasi kesehatan tentang COVID-19 sebagai variable penelitiannya.
2 Nina, Syatria Adymas Pranajaya (2020)
KONSEP SELF-
CARE BAGI
KONSELOR DI MASA PANDEMI
Self care atau Perawatan diri adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk merawat diri sendiri dengan tujuan untuk mengurangi stres, mengatur dan meningkatkan mental dari diri kita. Self care dimulai dengan kesadaran penuh dari individu sendiri terhadap dirinya dengan menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya di kemudian hari, sehingga ia akan mengelola, mengatasi, dan mencegah berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik, mental, emosi, pikiran maupun spiritualnya. Adapun
12
teknik self care yang dapat dilakukan oleh seorang konselor dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan hidupnya pada saat pandemi yaitu dengan meningkatkan spriritualitas dirinya, melakukan aktivitas fisik yang ringan dan disukai, membangun hubungan yang baik dengan keluarga, teman, atau partner kerja sekalipun, menjaga kesehatan dan kebersihan diri, serta selalu berpikir positif dan perbanyak bersyukur.
Perbedaan :
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terdapat perbedaan pada subjek penelitian, yakni peneliti terdahulu menjadikan konselor sebagau subjeknya. Sedangkan penulis menggunakan mahasiswa Universits Muhammadiyah Malang sebagai subjek penelitian.
3 Utami Dewi Pramesti, Dadang Sunendar, Vismaia S.
Damayanti (2020)
KOMIK STRIP SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN LITERASI KESEHATAN DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
PADA MASA
PADEMI COVID- 19
Pertama, seseorang dapat dikatakan literat terhadap kesehatan apabila telah memiliki kemampuan untuk memilah dan menentukan mana informasi kesehatan yang seharusnya diterima dan dijadikan pedoman dalam berperilaku sehari- hari.
Kedua, memilih media pembelajaran hendaknya memahami prinsip-prinsipnya yaitu (1) disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang meliputi aspek kognitif, afektif, atau psikomotor, (2) media pembelajaran tersebut telah dikenal dan mudah digunakan, (3) ada sejumlah media pembelajaran yang dapat dipilih atau diperbandingkan, (4) menggunakan kriteria atau norma yang dipakai dalam proses pemilihan. Komik strip dalam pembelajaran bahasa Indonesia digunakan sebagai media dan sumber ajar. Pada jenjang SD komik stri diaplikasikan pada pembelajaran tematis, sedangkan pada jejang sekolah menengah
13
sebagai sebuah teks. Nilai-nilai dalam komik strip sebagai pendidikan literasi kesehatan yaitu memberikan informasi sekait pecegahan covid-19 yang meliputi: pemahaman mengenai covid-19, berinteraksi dan bermain saat covid-19, penanggulangan covid-19, ada beribadah saat covid-19, bahaya covid-19, belajar saat di rumah, dan mudik yang aman saat covid- 19. Pemanfaatan komik strip sebagai media literasi kesehatan pada pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan langkah sebagai berikut: (1) meninjau KI (kompetensi Inti), KD (Kompetensi Dasar), materi, dan tujuan pembelajaran; (2) mengumpulkan komik strip bertema covid-19 yang ada pada media sosial; (3) menganalisis isi komik dari segi visual dan
kebahasaan; (4)
mengelompokkan komik strip berdasarkan tingkat atau jenjang guruan (SD, SMP, dan SMA) yang didapat berdasarkan tingkat keterbacaan dan kerumitan visualisasi gambar; (5) memilih komik tertentu sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran;
(6) menyusun RPP; (7) mengaplikasikan RPP pada pembelajaran. Sementara
Sementara itu, pada pembelajaran daring, komik strip dapat diintegrasikan dalam salindia atau pada lembar tugas yang ditampilkan melalui zoom, whatsaap grup, atau aplikasi pembelajaran jarak jauh lainnya.
Teknik yang dapat digunakan pada pembelajaran dengan menggunakan komik strip ini sebagai berikut: (1) menjadikan komik strip sebagai sebuah teks
14
untuk bahan bacaan; (2) mengisi bagian rumpang yang ada pada komik strip; (3) mentransformasi komik strip menjadi teks lain, misalnya jadi teks cerpen, puisi, drama, dll; (4) membuat komik strip baru berdasarkan pembacaan teks yang diberikan.
Perbedaan :
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terdapat perbedaan pada obyek penelitian, yakni peneliti terdahulu menggunakan komik strip sebagai obyek penelitiannya, dan juga menjadikan murid SD, SMP, SMA sebagai subjek. Sedangkan penulis tidak menggunakan obyek tersbut dan subjek penelitiannya ialah mahasiswa.
4 Chairul Ashari Akhmad, Suyadi (2021)
LITERASI KESEHATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM: STUDI KASUS DAMPAK COVID-19 BAGI MAHASISWA UAD
Sejalan dengan perkembangan zaman yang terus berubah dan berkemajuan,
literasi tidak lagi bermakna sempit atau tunggal melainkan mengandung dan melahirkan arti yang luas dan beragam. Ada berbagai jenis literasi, salah satu diantaranya adalah literasi di bidang agama. Banyak usaha untuk mewujudkan serta mengembangkan kesehatan masyarakat terkhusus mahasiswa dapat dimanfaatkan dengan menambah dan meningkatkan literasi kesehatan, agar lebih baik lagi ketika dikolaborasikan dengan bidang Pendidikan Islam.
Sebagaimana pemaparan di atas, literasi ini bukan hanya kecakapan dalam menulis dan membaca semata, akan tetapi juga meliputi kecakapan berbicara, menyimak, dan berpikir secara sistematis sebagai bagian dari literasi tersebut. Jadi tujuan literasi ini meningkatkan nilai dan kualitas masyarakat terkhusus mahasiswa melalui budaya literasi kesehatan dalam pandangan Pendidikan Islam, yang diwujudkan dalam berbagai program literasi agar lebih menjadi masyarakat yang cerdas.
15 Perbedaan dan persamaan :
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terdapat perbedaan pada sumber daya, yakni hanya sebatas ruang lingkup pendidikan Islam.
Persamaannya dengan penelitian penulis yakni sama-sama membahas mengenai konsep literasi kesehatan mahasiswa.
5 Besse Nirmala, Maitha Saraswati, Haerul Annuar (2021)
Handwashing Dance Sebagai Literasi Kesehatan Anak Usia Dini
pada Masa
Pandemi Covid-19
Penelitian ini diawali dengan mengamati pemahaman anak- anak dalam mencuci
tangan sebelum diberikannya handwashing dance. Anak-anak di kelompok B2 berjumlah sembilan orang anak, hampir semua anak pada saat mencuci tangan hanya menggosok- gosokkan tangan tanpa mengetahui langkah-langkah mencuci tangan yang baik. Anak tersebut juga sering lupa mengeringkan tangannya menggunakan lap atau tisu, setelah mencuci tangan anak tersebut hanya mengibas- ngibaskan tangannya. Observasi di kelompok B2 ini dilakukan selama satu minggu dengan mengamati kemampuan anak dalam mencuci tangan.
Implementasi handwashing dance sebagai literasi kesehatan anak pada masa pandemi covid-19 dilakukan sebanyak enam kali melalui strategi home visit yaitu berkunjung ke rumah-rumah anak tetapi tetap mematuhi protokol kesehatan dalam pencegahan penularan virus covid-19. Berikut hasil penelitian yang diperoleh pada tiga aspek yaitu aspek kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Kemampuan Kognitif Pada aspek kemampuan kognitif, anak sudah menghafal gerakan handwashing dance. Ketika guru bertanya terkait manfaat mencuci tangan, anak langsung menjawabnya (CL.06 K.4 B.5). Peneliti juga bertanya kembali kepada anak-
16
anak kapan anak harus mencuci tangan, nampak anak OSA menjawab dengan benar dan penuh semangat (CL.06 K.4 B.9).
Anak OSA dapat mengingat enam langkah mencuci tangan beserta gerakannya (CL.06 K.4 B.22). Berdasarkan informasi dari ayah anak OSA mengatakan bahwa beliau
mengajarkan anak untuk terbiasa mencuci tangan dengan mengikuti langkah-langkah handwashing dance. Ayah OSA juga mengingatkan agar OSA mencuci tangan pada saat sebelum dan setelah makan, setelah bermain, setelah BAB dan BAK, setelah memegang benda yang kotor, dan setelah dari luar rumah (CW.07 P.4). Pada saat mencuci tangan, nampak anak OSA menggunakan sabun (CD.04). Hal ini sebelumnya sudah dijelaskan oleh guru bahwa ketika mencuci tangan, kita harus menggunakan sabun untuk menghilangkan kuman-kuman yang melekat di tangan (CW.09 P.3). Setelah mencuci tangan, nampak anak OSA mengambil tisu dan mengeringkan tangannya (CD. 9).
Kemampuan Afektif Hasil pengamatan kemampuan afektif anak DJP pada pertemuan ketiga, peneliti
melihat anak sangat senang dan tidak terpaksa melakukan kegiatan mencuci tangan (CL.06 K.4 B.15). Anak DJP juga mau mengantre menunggu giliran untuk mencuci tangan (CL.07 K.4 B.17). Anak mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir dan tidak lupa menutup kembali keran air setelah membasahi tangan agar tidak
17
membuang-buang air (CL.07 K.4 B.19). Pada tahap akhir nampak anak membuang tisu yang telah digunakan pada tempat sampah (CD 23). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelompok B2 diperoleh informasi bahwa anak pada saat melakukan handwashing dance nampak senang, penuh semangat, dan ceria (CW.10 P.9). Ketika mencuci tangan, anak tidak membuang-buang air dan menggunakan seperlunya saja (CW.10 P.11). Nampak anak menutup terlebih dahulu keran air kemudian menggunakan sabun (CD 21). Peneliti juga menanyakan perasaan anak ketika sudah mencuci tangan, anak mengatakan bahwa kegiatan handwashing dance ini sangat menyenangkan, seru, dan tidak membosankan (CW.10 P. 17).
Kemampuan Psikomotorik Kemampuan psikomotor anak setelah implementasi handwashing dance yaitu
anak sudah mampu melakukan kegiatan mencuci tangan dengan mengimplementasikan enam tahap sesuai dengan gerakan handwashing dance secara mandiri (CL.08 K.3 B.1).
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh: 1) anak membasahi tangan dengan air dan menggunakan sabun, kemudian menggosok kedua telapak tangan (CD 13); 2) anak menggosok punggung dan sela-sela jari, tangan kanan dan sebaliknya (CD 14); 3) anak menggosok telapak tangan dan sela-sela jari (CD 15);
4) anak menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci (CD 16); 5) menggosok ibu jari kiri berputar
18
dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya (CD 17); dan 6) gerakan menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan pada telapak tangan kiri dan sebaliknya (CD 18).
Hasil wawancara dengan guru bahwa anak sudah bisa mengimplementasikan
tahapan handwashing dance dengan benar dan sistematis (CW.11 P.19). Anak juga sudah terbiasa mencuci tangan pada saat sebelum dan setelah makan (CW.13 P.5). Hal ini menjadi pembiasaan pada saat anak sedang di rumah (CW.13 P.8).
Perbedaan :
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terdapat perbedaan pada obyek dan subjeknya. Yakni peneliti terdahulu menggunakan metode handwashing dance sebagai obyek dan anak usia dini sebagai subjek.
Sedangkan penulis tidak menggunakan obyek tersebut dan subjek penulis yakni mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, hanya saja memiliki kesamaan membahas tentang konsep literasi kesehatan tentang pencegahan COVID-19.
Sumber : Data diolah oleh peneliti 2021
B. Literasi Kesehatan
Literasi kesehatan pada umumnya diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis seseorang. WHO mendefinisikan literasi kesehatan lebih mengarah sebagai keterampilan kognisi dan sosial yang menentukan motivasi dan kemampuan individu untuk mengakses, memahami dan menggunakan informasi sebagai cara untuk meningkatkan dan menjaga kesehatannya. Menurut Hadisiwi, P., & Suminar, J. R. (2017), literasi kesehatan sebagai atribut yang melekat dan berangkat dari kemampuan literasi masyarakat itu sendiri, namun juga didefinisikan sebagai keadaan dinamis masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya, seperti petugas kesehatan, institusi kesehatan dan pemerintah sebagai pembuat
19
kebijakan serta budaya yang melingkupi masyarakat. Literasi kesehatan dapat berperan besar dalam pencegahan penularan COVID-19 apabila mahasiswa dan instansi kesehatan mampu saling berkontribusi di dalamnya. Dalam Ratzan and Parker (2000), The Institute of Medicine secara formal mendefinisikan literasi kesehatan sebagai kemampuan seseorang untuk memperoleh, memproses, dan memahami informasi serta pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dalam upaya pengambilan keputusan terkait kesehatan secara tepat.
Pandemi COVID-19 menjadi permasalahan kompleks yang akhir- akhir ini sedang dihadapi di dunia kesehatan, pemerintah pun berupaya untuk menggalakkan pentingnya berliterasi kesehatan ini. Cakupan literasi kesehatan tidak hanya kemampuan memperoleh, memproses, dan memhamai informasi serta layanan kesehatan yang tepat. Tetapi berpengaruh kepada perilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Memberikan dan menerima bentuk edukasi sesuai dengan tingkat literasi, budaya serta bahasa masyaraka ataupun mahasiswa. Literasi diharapkan memberikan dampak yang signifikan terhadap pencegahan penularan COVID-19, maka dari itu berliterasi merupakan salah satu langkah konkrit yang dinilai efeketif guna menekan angka positif selama masa pra, pandemic, dan pasca pandemic COVID-19.
C. Perawatan Diri (Self Care) Berdasarkan Orem
Pada dasarnya semua manusia mempunyai kebutuhan untuk melakukan perawatan diri dan mempunyai hak untuk melakukan perawatan diri secara mandiri, kecuali bila orang itu tidak mampu. Self
20
care menurut Orem (2001) adalah kegiatan memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang dilakukan oleh individu itu sendiri.
Teori defisit perawatan diri (Deficit Self Care) Orem dibentuk menjadi 3 teori yang saling berhubungan :
1. Teori perawatan diri (self care theory) : menggambarkan dan menjelaskan tujuan dan cara individu melakukan perawatan dirinya.
2. Teori defisit perawatan diri (deficit self care theory) : menggambarkan dan menjelaskan keadaan individu yang membutuhkan bantuan dalam melakukan perawatan diri, salah satunya adalah dari tenaga keperawatan.
3. Teori sistem keperawatan (nursing system theory) : menggambarkan dan menjelaskan hubungan interpersonal yang harus dilakukan dan dipertahankan oleh seorang perawat agar dapat melakukan sesuatu secara produktif.
Adapun penjelasan mengenai teori keperawatan di atas terutama Teori perawatan diri (self care theory) adalah sebagai berikut :
1. Teori perawatan diri (self care theory) berdasarkan Orem terdiri dari :
a. Perawatan diri adalah tindakan yang diprakarsai oleh individu dan diselenggarakan berdasarkan adanya
21
kepentingan untuk mempertahankan hidup, fungsi tubuh yang sehat, perkembangan dan kesejahteraan.
b. Agen perawatan diri (self care agency) adalah kemampuan yang kompleks dari individu atau orang-orang dewasa (matur) untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang ditujukan untuk melakukan fungsi dan perkembangan tubuh. Self Care Agency ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman hidup, orientasi sosial kultural tentang kesehatan dan sumber-sumber lain yang ada pada dirinya.
c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik (therapeutic self care demands) adalah tindakan perawatan diri secara total yang
dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi seluruh kebutuhan perawatan diri individu melalui cara- cara tertentu seperti, pengaturan nilai-nilai terkait dengan keadekuatan pemenuhan udara, cairan serta pemenuhan elemen-elemen aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (upaya promodi, pencegahan, pemeliharaan dan penyediaan kebutuhan).
Model Orem’s menyebutkan ada beberapa kebutuhan self care atau yang disebut sebagai self care requisite, yaitu
a. Kebutuhan perawatan diri universal (Universal self care requisite) Hal yang umum bagi seluruh manusia meliputi pemenuhan kebutuhan yaitu
22
1) Pemenuhan kebutuhan udara, pemenuhan kebutuhan udara menurut Orem yaitu bernapas tanpa menggunakan peralatan oksigen.
2) Pemenuhan kebutuhan air atau minum tanpa adanya gangguan, menurut Orem kebutuhan air sesuai kebutuhan individu masing-masing atau 6-8 gelas air/hari.
3) Pemenuhan kebutuhan makanan tanpa gangguan, seperti dapat mengambil makanan atau peralatan makanan tanpa bantuan.
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan kebersihan permukaan tubuh atau bagian bagian tubuh. Penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi, seperti kemampuan individu dalam eliminasi membutuhkan bantuan atau melakukan secara mandiri seperti BAK dan BAB. Menyediakan peralatan kebersihan diri dan dapat melakukan tanpa gangguan.
5) Pemenuhan kebutuhan akifitas dan istrahat. Kebutuhan aktivitas untuk menjaga keseimbangan gerakan fisik seperti berolah raga dan menjaga pola tidur atau istirahat, memahami gejala-gejala yang mengganggu intensitas tidur. Menggunakan kemampuan diri sendiri dan nilai serta norma saat istirahat maupun beraktivitas.
23
6) Pemenuhan kebutuhan menyendiri dan interaksi sosial.
Menjalin hubungan atau berinteraksi dengan teman sebaya atau saudara serta mampu beradaptasi dengan lingkungan.
7) Pemenuhan pencegahan dari bahaya pada kehidupan manusia. Bahaya yang dimaksud berdasarkan Orem adalah mengerti jenis bahaya yang mebahayakan diri sendiri, mengambil tindakan untuk mencegah bahaya dan melindungi diri sendiri dari situasi yang berbahaya.
8) Peningkatan perkembangan dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi, keterbatasan dan keinginan manusia pada umumnya. Hal-hal ini dapat mempengaruhi kondisi tubuh yang dapat mempertahankan fungsi dan struktur tubuh manusia dan mendukung untuk pertumbuhan serta perkembangan manusia.
b. Kebutuhan Perkembangan Perawatan Diri (Development self care requisite) Kebutuhan yang dihubungkan pada proses perkembangan dapat dipengaruhi oleh kondisi dan kejadian tertentu sehingga dapat berupa tahapan-tahapan yang berbeda pada setiap individu, seperti perubahan kondisi tubuh dan status sosial. Tahap perkembangan diri sesuai tahap perkembangan yang dapat terjadi pada manusia adalah :
24
1) Penyediaan kondisi-kondisi yang mendukung proses perkembangan. Memfasilitasi individu dalam tahap perkembangan seperti sekolah.
2) Keterlibatan dalam pengembangan diri. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembangannya.
3) Pencegahan terhadap gangguan yang mengancam.
Beberapa hal yang dapat mengganggu kebutuhan perkembangan perawatan diri pada anak menurut Orem yaitu :
a) Kurangnya pendidikan anak usia sekolah.
b) Masalah adaptasi sosial.
c) Kegagalan individu untuk sehat.
d) Kehilangan orang-orang terdekat seperti orang tua, saudara dan teman.
e) Perubahan mendadak dari tempat tinggal ke lingkungan yang asing.
f) Kesehatan yang buruk atau cacat.
c. Kebutuhan Perawatan Diri Pada Kondisi Adanya Penyimpangan Kesehatan (Health Deviation Self Care Requisite) Kebutuhan ini dikaitkan dengan penyimpangan dalam aspek struktur dan fungsi manusia. Seseorang yang sakit, terluka mengalami kondisi patologis tertentu, kecacatan atau ketidakmampuan seseorang atau seseorang
25
yang menjalani pengobatan tetap membutuhkan perawatan diri.
Adapun kebutuhan perawatan diri pada kondisi penyimpangan kesehatan atau perubahan kesehatan antara lain :
1) Pencarian bantuan kesehatan.
2) Kesadaran akan resiko munculnya masalah akibat pengobatan atau perawatan yang dijalani.
3) Melakukan diagnostik, terapi, dan rehabilitatif, memahami efek buruk dari perawatan.
4) Adanya modifikasi gambaran atau konsep diri.
5) Penyesuaian gaya hidup yang dapat mendukung perubahan status kesehatan.
Sering sekali berita di sosial media, internet, atau televisi terkait wabah COVID-19 yang sedang kita alami saat ini hanya menceritakan kekurangannya saja, seperti apa yang tidak dimiliki seseorang, apa yang tidak dapat dilakukan, kehilangan yang terjadi, dan seberapa besar penderitaan tersebut. Pemberitaan itu mau tidak mau memengaruhi kesehatan serta wellbeing kita. Padahal ada banyak hal yang perlu kita ketahui dan kita terapkan untuk melakukan tindakan pencegahan, seperti anjuran pemerintah untuk menerapkan 3M dengan cara memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Melakukan phsycal distancing atau menghindari keramaian serta menjaga imunitas tubuh juga
26
perlu dilakukan demi memutus rantai penyebaran virus yang sedang ganas mewabah ini.
Self-care adalah sebuah cara untuk secara aktif berperan dalam merawat dan menjaga wellbeing serta kebahagian diri selama masa-masa pandemi COVID-19 ini. Beberapa hal dasar yang bisa kamu lakukan adalah dengan belajar mengatakan ‘tidak’, memprioritaskan perasaanmu sendiri, meminta tolong, mengahabiskan waktu sendirian, membuat batasan, tetap berada dirumah, dan memaafkan dirimu sendiri.
Selain hal-hal tersebut, ada langkah-langkah lain yang bisa kamu lakukan, diantaranya:
Kurangi stres
Beristirahat dengan baik dan cukup biru yang dipancarkan oleh benda-benda tersebut dapat membangunkan otak kita
Berhenti merokok
Terus bergerak
Tetap terhubung dengan orang-orang disekitarmu.
D. Media Literasi
Media sosial akhir-akhir ini menjadi salah satu fokus mahasiswa dalam berbagai hal, sehingga pemerintah menjadikan media sosial sebagai sarana utama setelah televisi untuk memberikan edukasi, serta literasi kesehatan mengenai pencegahan COVID-19. Hal ini dimaksudkan untuk menyamaratakan informasi yang tumbuh dan beredar di mahasiswa.
Dengan harapan bahwasannya mahasiswa mendapatkan informasi yang
27
benar setiap harinya dari pemerintah mengenai perkembangan setiap kasus virus corona di Indonesia ini. Media sosial merupakan proses sosial yakni self presentation dan self disclosure yang berbasis teknologi canggih yang
bentuknya beragam, antara lain ada blog, website, internet, foto, video, sosial media, dan lain-lain. Kemajuan IPTEK ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung adanya literasi kesehatan terkhusus untuk promosi pencegahan penularan COVID-19 di Indonesia.
Literasi kesehatan dirasa penting mengingat tidak semua orang cukup memahami virus yang sedang menyerang seluruh bagian bumi ini.
Seperti bagaimana asal muasal virus ini, bagaimana cara penyebaran virus ini, bagaimana penyebaran virus ini dapat dicegah, apa saja hal-hal yang dapat dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus ini, dan masih banyak lagi. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu memperoleh informasi penting mengenai kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan nantinya sebelum pengambilan keputusan kesehatan yang tepat. Tak sampai disitu, literasi kesehatan tentang COVID-19 juga dapat menekan angka positif COVID-19 di Indonesia yang apabila seluruh warganya mendapat informasi yang tepat mengenai pencegahan COVID- 19. Sayangnya hal ini tidak luput dimanfaatkan oleh beberapa oknum maupun pihak yang bertanggung jawab untuk turut menyebarkan informasi yang tidak benar (HOAX) di media sosial untuk kepentingan tertentu. Sehingga sering kali menimbulkan kepanikan dan kebingungan di tengah-tengah mahasiswa.
28
Perlu adanya filterisasi yang cukup baik dari mahasiswa untuk membedakan antara informasi yang valid dari pemerintah dan yang tidak valid alias hoax tadi. Perlu juga adanya kerja ekstra dari pemerintah untuk menyikapi segala bentuk hoax yang beredar di tengah-tengah mahasiswa mengingat hal ini penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Pemerintah pun tampaknya sudah melakukan inisiatif luar biasa dengan membentuk tim satuan gugus yang memang dibentuk khusus untuk focus pada penanganan dan pelaporan perkembangan kasus virus corona setiap harinya kepada mahasiswa. Bukan hanya terletak di pusat namun juga berada di wilayah provinsi dan kabupaten. Dengan adanya tim satgas ini, semakin mempermudah mahasiswa mengakses berbagai informasi tambahan seputar COVID-19 ini, karena masing-masing tim pasti memiliki akun sosial media yang sangat mudah diakses oleh warganya dimanapun dan kapanpun. Sebagai sarana literasi kesehatan, media sosial perlu dimaksimalkan oleh banyak pihak dan untuk kebaikan seluruh pihak pula.
E. Pandemi COVID-19
Menurut KBBI, pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Pandemi COVID-19 yang juga dikenal sengan sebutan pandemi coronavirus adalah pandemi global yang bersumber dari penyakit coronavirus 2019 (COVID-19).
Penyebabnya adalah akut sindrom pernafasan coronavirus 2 (SARS-Cov- 2). Virus ini, pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember 2019 di Wuhan, China. WHO menyatakan COVID-19 sebagai kesehatan darurat
29
masyarakat peduli internasional pada 30 Januari 2020, kemudian pada tanggal 11 Maret 2020 dinyatakan sebagai pandemi.
Gejala COVID-19 bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga dapat menyebabkan kematian. Penularannya sendiri dapat terjadi karena orang yang menghirup partikel kecil di udara yang dihembuskan oleh orang yang teerinfeksi. Adapun tindakan pencegahannya adalah memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun, dan menjaga jarak. Pandemi COVID-19 ini mengakibatkan gangguan ekonomi global dan gangguan sosial yang signifikan. Institusi pendidikan dan tempat umum juga sebagian mengalami penutupan sementara. Meskipun asal dari virus ini belum diketahui dengan pasti, wabah ini dimulai dari Wuhan, Hubei, China pada akhir tahun 2019.
Berdasarkan data dari satuan tugas penanganan COVID-19 Pemerintah kota Malang, pandemi di kota Malang dimulai sejak 27 Maret 2020 dengan dengan ditandai adanya 3 orang yang terkonfirmasi COVID- 19. Secara umum, data yang disampaikan hanya kuantiti dan persebaran secara umum saja, tidak dijabarkan secara detail dimana dan siapa yang menjadi pasien dikarenakan bagian dari menjaga privasi pasien. Berikut untuk data-data COVID-19 kota Malang.
30
Gambar 2.1 Grafik perkembangan konfirmasi positif COVID-19 kota Malang
Sumber : https://satgascovid19.malangkab.go.id/
Gambar 2.2 Peta sebaran konfirmasi positif COVID-19 kota Malang
Sumber : https://satgascovid19.malangkab.go.id/
31
Gambar 2.3 Grafik sebaran COVID-19 kota Malang
Sumber : https://satgascovid19.malangkab.go.id/