• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

3 2.1 Tinjauan Muktahir

Banyak penelitian yang membahas masalah tentang gangguan pada system distribusi tenaga listrik yang merupakan gangguan hubung singkat yang akan menimbulkan arus yang cukup besar. Semakin besar sistemnya semakin besar gangguannya. Arus yang besar bila tidak segera dihilangkan akan merusak peralatan yang dilalui arus gangguan. Untuk melepaskan daerah yang terganggu itu maka diperlukan suatu sistem proteksi, yang pada dasarnya adalah alat pengaman yang bertujuan untuk melepaskan atau membuka sistem yang terganggu, sehingga arus gangguan ini akan padam

Jurnal yang berjudul ‘Analisis Studi Rele Pengaman (Over Current Relay Dan Ground Fault Relay) pada Pemakaian Distribusi Daya Sendiri dari PLTU Rembang’, (Yoyok Triyono 2013) Pada jurnal ini dibahas mengenai studi terhadap koordinasi rele pengaman yang terpasang, dan bertujuan untuk menyajikan analisis terhadap koordinasi rele pengaman pada PLTU Rembang.

Jurnal yang berjudul ‘Proteksi Ground Fault Untuk Sistem 11 kV dengan Multiple Bus yang Terhubung Beberapa Generator, Bus Ties, dan PLN, dengan Sistem Grounding yang Berbeda-Beda’ (Luqman Erwansyah 2012), Pada jurnal ini dibahas mengenai sistem proteksi, dan sistem pentanahan dari sebuah pabrik gas, dan menjelaskan tentang selektifitas proteksi ground fault untuk sistem 11 kV dengan multiple bus yang terhubung dengan beberapa generator, terhubung dengan beberapa bus tie, dan terinkoneksi dengan PLN..

Jurnal yang berjudul ‘Studi Koordinasi Relay Proteksi Pada Sistem Kelistrikan PT. BOC GASES Gresik Jawa Timur‘ (Albertus Rangga P. 2012) Pada jurnal ini dapat diketahui bahwa perlu dilakukan pengaturan ulang untuk rele arus lebih terutama pelindung motor dengan penambahan time delay (t>>) sebesar 0,1 detik. Hal ini bertujuan agar agar pengamanan dapat berjalan dengan lebih tepat dalam mengatasi gangguan yang terjadi. Pada rele arus lebih yang terletak

(2)

pada feeder dan generator juga dilakukan pengaturan ulang untuk I>, t>, I>>, dan t>> sehingga keandalan sistem dapat terjaga dan bekerja lebih optimal.

2.2 Tinjauan pustaka

2.2.1 Pengertian Proteksi Tenaga Listrik

Proteksi adalah suatu peralatan atau sistem yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan parameter sistem, mengisolasi dan memisahkan bagian yang berubah parameternya atau terkena gangguan dari suatu keadaan yang tidak normal (Sutarti, 2010). Berdasarkan fungsinya pengaman dapat dibagi dua yakni (Stevenson, 1994):

A. Pengaman Utama

Pengaman utama merupakan pengaman yang paling berperan didaerah pengamanan atau daerah yang dilindungi dan sebagai pengaman utama, maka bekerjanya selektif serta lebih cepat mengisolasi bagian sistem yang diamankan dari gangguan yang terjadi..

B. Pengaman Cadangan

Pengaman cadangan (back-up) merupakan pengaman dibelakang pengaman utama. Maksudnya adalah pengaman ini bekerja jika pengaman utama gagal operasi. Pengaman ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Local back-up yaitu dimana pengaman cadangan terletak satu lokasi dengan pengaman utama.

2. Remote back-up yaitu dimana pengaman cadangan tersebut diletakkan pada lokasi yang berlainan dengan pengaman utama.

2.2.2 Daerah Proteksi

Daerah proteksi adalah bagian dari sistem tenaga yang diproteksi oleh suatu pengaman, dimana pada umumnya daerah tersebut berisi satu atau maksimum dua elemen sistem tenaga (Sulasno, 1993). Lebih lanjut dikatakan, bahwa prinsip penting dari pembagian daerah proteksi ini adalah keharusan adanya overlap (saling menutupi sebagian) antara dua daerah proteksi yang berdekatan. Overlap ini terjadi di daerah kecil di sekitar pemutus daya oleh masing-masing transformator arus daerah yang berdampingan tersebut. Konsep

(3)

daerah proteksi ini berhubungan erat dengan fungsi sistem proteksi seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya yakni melokalisir gangguan, sehingga bagian yang terkena gangguan itu segera lepas dan bagian yang aman dari gangguan itu tetap beroperasi. Dengan adanya pembagian daerah proteksi ini, maka setiap gangguan yang terjadi di dalam daerah suatu proteksi yang menjadi tanggung jawab alat proteksi utama pada daerah ini. Bilamana penanganan ini gagal maka diharapkan sistem proteksi pada daerah yang berdekatan (proteksi cadangan) akan mengambil alih fungsi pengaman. Contoh pembagian daerah proteksi diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Daerah Perlindungan

(Sumber: Tobing. 2003)

Keterangan:

Daerah 1 = daerah proteksi generator dan trafo Daerah 2 = daerah proteksi rel

Daerah 3 = daerah proteksi saluran transmisi Daerah 4 = daerah proteksi rel

Daerah 5 = daerah proteksi trafo 2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Gangguan

Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak komponen dan sangat kompleks. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem tenaga listrik, antara lain sebagai berikut :

(4)

A Faktor Manusia

Faktor ini terutama menyangkut kesalahan atau kelalaian dalam memberikan perlakuan pada sistem. Misalnya salah menyambung rangkaian, keliru dalam mengkalibrasi suatu piranti pengaman dan sebagainya.

B Faktor Internal

Faktor ini menyangkut gangguan-gangguan yang berasal dari sistem itu sendiri. Misalnya usia pakai (ketuaan), keausan, dan sebagainya. Hal ini bisa mengurangi sensitivitas relay pengaman, juga mengurangi daya isolasi peralatan listrik lainnya.

C Faktor Eksternal

Faktor ini menyangkut gangguan-gangguan yang berasal dari lingkungan sekitar. Misalnya saluran transmisi bawah tanah terkena galian bulldozer, saluran udara terkena sambaran petir dan pohon yang tumbang.

2.2.4 Jenis Gangguan

Jika ditinjau dari sifat dan penyebabnya, jenis gangguan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Tobing,2003):

A. Tegangan Lebih (Over Voltage)

Tegangan lebih merupakan suatu gangguan akibat tegangan pada sistem tenaga listrik lebih besar dari yang seharusnya. Gangguan tegangan lebih dapat terjadi karena kondisi eksternal dan internal pada sistem berikut ini:

1. Kondisi Internal

Hal ini terutama karena osilasi akibat perubahan yang mendadak dari kondisi rangkaian atau karena resonansi. Misalnya operasi hubung padasaluran tanpa beban, perubahan beban yang mendadak, operasi pelepasan pemutus tenaga yang mendadak akibat hubungan singkat pada jaringan, kegagalan isolasi, dan sebagainya.

2. Kondisi Eksternal

Kondisi eksternal terutama akibat adanya sambaran petir. Petir terjadi disebabkan oleh terkumpulnya muatan listrik, yang mengakibatkan bertemunya muatan posistif dan negatif. Pertemuan ini berakibat terjadinya beda tegangan antara awan bermuatan positif dengan muatan negatif, atau awan bermuatan

(5)

positif atau negatif dengan tanah. Bila beda tegangan ini cukup tinggi maka akan terjadi loncatan muatan listrik dari awan ke awan atau dari awan ke tanah.

B Beban Lebih (Over Load)

Beban lebih merupakan gangguan yang terjadi akibat konsumsi energi melebihi energi listrik yang dihasilkan pada pembangkit. Gangguan beban lebih sering terjadi terutama pada generator dan transformator daya. Ciri dari beban lebih adalah terjadinya arus lebih pada komponen. Arus lebih ini dapat menimbulkan pemanasan yang berlebihan sehingga bisa menimbulkan kerusakan pada isolasi.

C. Hubung Singkat (Short Circuit)

Hubung singkat adalah terjadinya hubungan penghantar bertegangan atau penghantar tidak bertegangan secara langsung tidak melalui media (resistor/beban) yang semestinya sehingga terjadi aliran arus yang tidak normal (sangat besar). Hubung singkat merupakan jenis gangguan yang sering terjadi pada sistem tenaga listrik, terutama pada saluran udara 3 fase. Meskipun semua komponen peralatan listrik selalu diisolasi dengan isolasi padat, cair (minyak), udara, gas, dan sebagainya. Namun karena usia pemakaian, keausan, tekanan mekanis, dan sebab-sebab lainnya, maka kekuatan isolasi pada peralatan listrik bisa berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Hal ini akan mudah menimbulkan hubung singkat. Ada beberapa jenis gangguan hubung singkat yang terjadi pada sistem tenaga listrik 3 phasa, yaitu:

1) Hubung singkat tiga phasa simetris : a. Tiga phasa (L – L – L)

b. Tiga phasa ke tanah (3L – G) 2) Hubung singkat tidak simetri a. Satu phasa ke tanah (1L – G) b. Antar phasa ke tanah (2L – G) c. Antar phasa (L – L)

Ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam analisa gangguan, yaitu : a. Beban normal, kapasitansi pengisian saluran (line charging

(6)

b. Semua tegangan internal sistem mempunyai magnitude dan sudut fasa sama.

c. Biasanya tahanan seri dari saluran transmisi dan trafo diabaikan. d. Semua trafo dianggap pada posisi tap nominal.

e. Generator, motor direpresentasikan dengan sumber tegangan tetap yang dihubungkan seri yaitu :

1. Dengan reaktansi sub-peralihan Xd” (sistem dalam keadaan subperalihan).

2. Atau dengan rektansi peralihan Xd’ (sistem dalam keadaan peralihan).

3. Atau dengan rekatansi sinkron Xd (sistem dalam keadaan steady state).

A. Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa

Gangguan 3 phasa adalah gangguan yang terjadi dari penyebab putusnya salah satu kawat fasa yang letaknya paling atas pada transmisi/ distribusi dengan konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisanya tetap harus diperhitungkan. Kemungkinanan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi berayun sewaktu tertiup angin kencang sehingga menyentuh ketiga kawat fasa transmisi atau distribusi. Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan rangkaian ekivalen hubung singkat 3 phasa.

Gambar 2.2 Gangguan Tiga Phasa

(Sumber : Sulasno, 1993)

Zn

Z

(7)

Dari gambar 2.1 tersebut, dapat dilihat bahwa arus maupun tegangan dalam keadaan gangguan tidak mengandung unsur urutan nol atau impedansi netral. Oleh sebab itu, pada hubung singkat tiga phasa sistem pentanahan netral tidak berpengaruh terhadap besarnya arus hubung singkat.

Dengan demikian :

Ia = Ib = Ic………(2.1) Va – Vb =0 ; Va – Vc = 0 dan Vb – Vc = 0

Dengan kata lain,

Va = Vb = Vc………...(2.2) Persamaan urutan tegangan pada gangguan hubung singkat tiga phasa dapat dicari dengan persamaan yaitu :

Va0 = (Va + Vb + Vc) = Va ………...(2.3) Va1 = (Va + 2Vb + a2Vc) = (a + a + a2)Va = 0………(2.4) B. Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa Ke Tanah

Gambar 2.3 berikut merupakan rangkaian ekivalen hubung singkat 3 phasa ke tanah.

Gambar 2.3 Gangguan Tiga Phasa Ke Tanah

(Sumber : Sulasno, 1993)

Dari gambar 2.3 diatas ditunjukkan bahwa ketiga phasa yaitu phasa a, b, dan c, saling terhubung ke tanah atau terhubung ke netral.

Gangguan tiga phasa ke tanah persamaan arus dan tegangannya berlaku (Charles A.Gross,1986) :

Ia = Ib = Ic………(2.5) Zn

Z

(8)

Ia = I1 + I2 + I0………(2.6) I2 = I0 = 0

Ia = Ib = Ic = I1……….(2.7) C. Gangguan Hubung Singkat Satu Phasa Ke Tanah

Pada gambar 2.4 ditunjukkan rangkaian ekivalen gangguan satu phasa ke tanah. Gangguan phasanya terjadi pada phasa a.

Gambar 2.4 Gangguan Satu Phasa Ke Tanah

(Sumber : Sulasno, 1993)

Pada gangguan hubung singkat satu phasa terdapat beberapa persamaan, yaitu : Va = 0 ; Ib = 0 ; Ic = 0………...(2.8)

Dengan persamaan di atas, persamaan untuk mencari arus gangguan pada

zero sequence, positive sequence, dan negative sequence, yaitu :

Ia0 = (Ia + Ib + Ic) = Ia………...(2.9) Ia1 = ( Ia + aIb + a2Ic) = Ia………...(2.10) Ia2 = (Ia + a2Ib + aIc) = Ia………...(2.11) Dari persamaan di atas diperoleh yaitu :

Ia0 = Ia1 = Ia2 = Ia………..(2.12) Gambar 2.5 merupakan rangkaian ekivalen urutan untuk gangguan hubung singkat satu phasa ke tanah.

Zn

Z

(9)

Gambar 2.5 Rangkaian Ekivalen Urutan Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa

(Sumber : Sulasno, 1993)

Dari gambar 2.5 di atas, arus gangguan satu fasa ke tanah dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini yaitu :

Ia0 = Ia1 = Ia2 = ………...(2.13)

Ia = 3Ia1 = ………(2.14)

D. Gangguan Hubung Singkat Dua Phasa

Gangguan dua phasa adalah gangguan yang terjadi dari penyebab putusnya kawat fasa tengah pada transmisi atau distribusi dengan konfigurasi tersusun vertikal. Kemungkinan lain adalah dari penyebab kerusakan isolator di transmisi atau distribusi sekaligus dua fasa. Atau bisa juga akibat back flashover antara tiang dan dua kawat fasa sekaligus sewaktu tiang transmisi atau distribusi yang mempunyai tahanan kaki tiang yang tinggi tersambar petir, dan lain-lain.

Pada gambar 2.6 ditunjukkan gangguan hubung singkat line to line antara phasa b dan phasa c.

Gambar 2.6 Gangguan Hubung Singkat Dua Phasa

(Sumber : Sulasno, 1993)

Zn

Z

(10)

Dari gambar 2.6 diperoleh hubungan seperti persamaan di bawah ini : Vb = Vc ; Ib = -Ic ; Ia = 0………(2.15)

Sedangkan persamaan pada komponen simetris tegangannya dapat diperoleh dengan persamaan seperti di bawah ini yaitu :

Va0 = (Va + Vb + Vc) = (Va + 2Vb)………..(2.16) Va1 = (Va + a2Vb + aVc) = (Va + (a+a2)Vb)………...(2.17) Va2 = (Va + a2Vb + aVc) = (Va + (a2 + a)Vb)………(2.18) Dari persamaan (2.17) dan (2.18) diatas didapat hubungan bahwa yaitu :

Va1 = Va2………...(2.19)

Sedangkan persamaan untuk komponen arusnya diperoleh menggunakan persamaan yaitu :

Ia0 = (Ia + Ib + Ic) = 0………..(2.20) Ia1 = (Ia + a(-Ic + a2Ic)) = (a2 –a)Ic………(2.21) Ia2 = ((Ia + a2) – Ic + aIc ) = (a-a2)Ic………..(2.22) Dari persamaan (2.21) dan (2.22) diatas didapat hubungan bahwa :

Ia1 = -Ia2……….(2.23)

Pada gambar 2.6, ditunjukkan rangkaian ekivalen urutan gangguan hubung singkat dua phasa.

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Urutan Gangguan Hubung Singkat Dua Phasa

(11)

Dari gambar 2.7 diperoleh persamaan yaitu :

Ia0 = 0………(2.24)

Ia1 = ………...(2.25)

Ia2 = ………...(2.26)

Ia1 = - Ia2 = (a2 –a) = ………(2.27) E. Gangguan Hubung Singkat Dua Phasa Ke Tanah

Pada umunya, gangguan hubung singkat dua phasa ke tanah pada sistem distribusi terjadi saat dua penghantar mengalami gangguan dan terhubung ke tanah atau dua penghantar terhubung ke netral dari sistem pentanahan tiga phasa.

Gambar 2.8 Gangguan Dua Fasa Ke Tanah

(Sumber : Sulasno, 1993)

Pada gambar 2.8 ditunjukkan gambaran gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah secara umum, dimana gangguan yang terjadi antar phasa b dan phasa c ke tanah. Jika gangguan hubung singkat dua fasa seperti gambar 2.8, maka arus dan tegangan pada sistem dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini : Eb = Ec = 0 dan Ia = 0……….….(2.28) Dengan demikian : Ia1 = ……….(2.29) Ia2 = ………...(2.30) Ia0 = ………(2.31) Zn Z Z Z

(12)

2.3. Komponen Sistem Proteksi

Untuk mengamankan dari adanya gangguan, dilakukan dengan memasang alat pengaman atau pelindung. Sedangkan untuk menghilangkan gangguan dengan cepat oleh sistem perlindungannya, diperlukan sistem operasi yang cepat dan benar. Suatu sistem proteksi/pengaman terdiri dari komponen alat-alat utama meliputi:

2.3.1 Pemutus Daya

Untuk mempermudah dalam membuka dan menutup sustu rangkaian dalam suatu sistem tenaga listrik baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan gangguan, maka antar kedua rangkaian yang berdekatan dipasang peralatan yang disebut pemutus beban atau pemutus daya (PMT). Dalam operasinya memutuskan atau menghubungkan daya listrik akan terjadi busur api. Pemadaman busur api dapat dilakukan dengan media minyak, udara dan gas.

Circuit Breaker (CB) adalah salah satu peralatan pemutus daya yang berguna untuk memutuskan dan menghubungkan rangkaian listrik dalam kondisi terhubung ke beban secara langsung dan aman, baik pada kondisi normal maupun saat terdapat gangguan. Fungsi utama yang harus dipenuhi Circuit Breaker yaitu:

1. Memutuskan dan menghubungkan sistem dalam masa pemeliharaan, untuk operasinya dilakukan secara manual.

2. Memutuskan atau menghubungkan kembali sistem dalam keadaan terjadi gangguan, yang operasinya dilakukan secara otomatis Agar dapat beroperasi secara otomatis, maka circuit breaker dikontrol oleh sejumlah relay pengaman sebagai pendeteksi terhadap berbagai gangguan. Pengoperasian circuit breaker dilakukan oleh kumparan pemutus/tripping coil yang mendapat supply/sinyal dari relay pengaman. Untuk Cirkuit Breaker secar umum terbagi atas dua bagian yaitu:

a. MCB (Miniatur Cirkuit Breaker): suatu alat pengaman terhadap beban lebih atau arus hubung singkat seperti gambar 2.9, bila terjadi arus hubung singkat maka MCB akan bekerja memutuskan rangkaian dari sumber.

(13)

b. MCCB (Moulded Case Circuit Breaker): suatu alat pengaman dipakai pada tegangan rendah 0 - 1000V seperti gambar 2.10. Ini bisa dilengkapi dengan solid state proteksi maupun overload condition. Ada jenis MCCB thermal magnetikdan magnetik only. c. ACB (Air Circuit Breaker): suatu alat pengaman umumnya dipakai pada tegangan rendah (jika didisain untuk itu) seperti gambar 2.11. Ini digunakan sebagai incoming circuit breakar

disekunder Trafo. Kapasitasnya ada yang 800 sampai 4000 A. Sistem peroteksinya dilengkapi dengan relay solid state.

Gambar 2.9 MCB (Miniature Circuit Breaker)

Gambar 2.10 MCCB (Moulded Case Circuit Breaker)

Gambar 2.11 ACB (Air Circuit Breaker)

2.3.2 Karakteristik Relay

Penggunaan pengaman pemutus daya untuk kerja otomatis perlu dilengkapi dengan peralatan tambahan yang dapat mendeteksi perubahan keadaan

(14)

yang terjadi pada rangkaian. Peralatan tersebut berupa gulungan yang diberi daya dari sumber DC melalui saklar yang dioperasikan dengan peralatan khusus yang disebut relay. Relay merupakan suatu peralatan yang dilengkapi dengan kontak-kontak yang mampu merubah rangkaian lain. Oleh karena itu pemutus tenaga yang dilengkapi dengan relay digunakan sebagai peralatan perlindungan suatu sistem tenaga dari kemungkinan kerusakan yang diakibatkan oleh gangguan, seperti gambar 2.12.

Berdasarkan cara mendeteksi besaran:

a. Relay Primer: besaran yang dideteksi misalnya arus, dideteksi secara langsung.

b. Relay Sekunder: besaran yang dideteksi, melalui alat-alat bantu misalnya trafo arus/trafo tegangan

Gambar 2.12 Relay

(Sumber: www.schneider-electric.co.id)

2.3.3 Karakteristik Relay Arus Lebih (OCR)

Relay Arus Lebih (OCR) adalah salah satu relay pengaman yang digunakan untuk mengamankan generator, trafo daya, dan penyulang 20 kV.

(15)

Gambar 2.13 Relay Arus Lebih (OCR) (Sumber: www.schneider-electric.co.id)

Relay OCR akan bekerja bila besaran penggerak atau arus yang mengalir dalam belitannya (Ir) melebihi arus yang telah ditentukan (Ip) atau dapat dinyatakan dengan persamaan (2.32):

Ir > Ip………...(2.32) Dengan :

Ir : arus relay

Ip: arus pick-up

Pada jaringan 20 kV relay ini berfungsi untuk memproteksi SUTM terhadap gangguan antar fasa atau tiga fasa, dan pada trafo tenaga relay ini berfungsi untuk mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat antar fasa didalam maupun diluar daerah pengaman transformator.

2.3.4 Prinsip Kerja Relay Arus lebih (OCR)

Relay arus lebih (OCR) bekerja dengan membaca input berupa besaran arus kemudian membandingankan dengan nilai setting, apabila nilai arus yang terbaca oleh relay melebihi nilai setting, maka relay akan mengirim perintah trip

(lepas) kepada Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) setelah waktu tunda yang diterapkan pada setting. Relay arus lebih OCR memproteksi instalasi listrik terhadap gangguan antar fasa. Sedangkan untuk memproteksi terhadap gangguan fasa ke tanah digunakan relay arus gangguan tanah atau Ground Fault Relay (GFR). Prinsip kerja GFR sama dengan OCR, yang membedakan hanyalah

(16)

pada fungsi dan elemen sensor arus. OCR biasanya memiliki 2 atau 3 sensor arus (untuk 2 atau 3 fasa) sedangkan GFR hanya memiliki satu sensor arus (satu fasa).

Gambar 2.14 Rangkaian Dasar Relay Proteksi (Sumber: Mudassir dan Syamsurijal, 2007) 2.3.5 Karakteristik Waktu Kerja Relay Arus Lebih (OCR)

1. Relay arus lebih seketika (instanstaneous over current relay)

Relay arus lebih dengan karakteristik waktu kerja seketika ialah jika jangka waktu relay mulai saat relay arusnya pick up (kerja) sampai selesainya kerja relay sangat singkat (20-100 ms), yaitu tanpa penundaan waktu. Relay ini pada umumnya dikombinasikan dengan relay arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu (definite time) atau waktu terbalik (inverse time) dan hanya dalam beberapa hal berdiri sendiri secara khusus. 2. Relay arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu (Definite

time over current relay)

Relay arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu ialah jika jangka waktu mulai relay arus pick up sampai selesainya kerja relay diperpanjang dengan nilai tertentu dan tidak tergantung dari besarnya arus yang menggerakan. Relay ini bekerja berdasarkan waktu tunda yang telah ditentukan sebelumnya dan tidak tergantung pada perbedaan besarnya arus.

(17)

3. Relay arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik (Inverse time over current relay)

Relay dangan karakteristik waktu terbalik adalah jika jangka waktu mulai relay arus pick up sampai selesainya kerja diperpanjang dengan besarnya nilai yang berbanding terbalik dengan arus yang menggerakkan.

Relay ini bekerja dengan waktu operasi berbanding terbalik terhadap besarnya arus yang terukur oleh relay. Relay ini mempunyai karakteristik kerja yang dipengaruhi baik oleh waktu maupun arus.

4. Inverse Definite Time Relay

Relay ini mempunyai karakteristik kerja berdasarkan kombinasi antara

relay invers dan relay definite. Relay ini akan bekerja secara definite bila arus gangguannya besar dan bekerja secara inverse jika arus gangguannya kecil.

a) Instant b) Definite c) Inverse d) Combination 2.3.6 Setting Relay Arus Lebih

Sebagai dasar dalam setting arus pada relay arus lebih tersebut digunakan rumus setting arus (P.S.M) pada persamaan 2.33 sebagai berikut:

P.S.M = ………...(2.33)

Relay inverse biasa diset sebesar 1,05 – 1,1 x Inom, sedangkan definite diset sebesar 1,2 – 1,3 x Inom (Sumanto, 1996).

Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah bahwa setting waktu minimum dari relay arus lebih tidak lebih kecil atau diatas dari 0,3 detik. Pertimbangan ini diambil agar relay tidak sampai trip lagi akibat arus in rush dari trafo – trafo distribusi ketika penyulang PMT tersebut dimasukan. Kaidah setting relay arus lebih adalah sebagai berikut (Soman, 2014): Pada zone pengaman relay arus adanya penentuan nilai arus pengaman adalah arus gangguan yang dibawah

(18)

setting relay yang dihasilkan pada pembangkit atau biasa juga dikatakan arus gangguan minimum, yang dapat dicari dengan persamaan (2.34) dan (2.35): Untuk tiga fasa

P = √3 × V × I × Cosφ...(2.34) Kemudian mencari nilai arus nominal sebagai berikut:

Inom= ……….(2.35)

Dengan:

P = Daya beban (Watt) V = Tegangan saluran (Volt) I = Arus nominal (A)

Cosφ = Faktor kerja saluran

a. Prinsip Dasar Perhitungan Penyetelan Waktu OCR

Setting arus (Is) pada relay arus lebih umumnya didasarkan pada hasil arus gangguan, dengan demikian gangguan hubung singkat di beberapa seksi berikutnya, maka relay arus akan bekerja. Syarat untuk menentukan waktu tunda (td) dari relay arus lebih, pada gambar 2.15:

(19)

Maka waktu tunda (td) dapat dicari dengan persamaan (2.36): Dengan: If = adalah arus gangguan minimum

td = adalah waktu tunda

t M S P I t f d 14 , 0 1 . . 02 , 0 ………(2.36)

Pada waktu kerja Over Current Relay ( OCR ) di incoming trafo 20 kV harus lebih besar dari 0,3 detik yaitu sebesar 0,4 – 0,5 detik dari waktu kerja relay di penyulang 20kV (dari relay yang di sisi hilirnya). Selisih waktu kerja relay di incoming 20kV (sisi hulu) lebih lama 0,4 detik dari waktu kerja relay di penyulang (sisi hilir) disebut grading time, yang maksudnya agar relay di incoming 20kV memberikan kesempatan relay di penyulang bekerja lebih dahulu. Jadi jika gangguan hubung singkat terjadi di penyulang tersebut. Ketika penyulang lain yang masih tersambung, maka bebannya akan masih menyala. Untuk menentukan waktu tunda pada relay OCR pengaman saluran transmisi nilai t ditetapkan dengan nilai 0,4 detik (Soman, 2014). Waktu kerja relay terhadap gangguan maksimum dapat dicari dengan persamaan (2.37):

d f t M S P I t 1 . . 14 , 0 02 , 0 ………(2.37)

dengan: If = adalah arus gangguan maksimum t= adalah waktu kerja

2.3.7 Karakteristik Relay Arus Gangguan Tanah (GFR)

Relay arus gangguan tanah (GFR) pada dasarnya memiliki prinsip kerja sama dengan relay arus lebih OCR namun memiliki perbedaan dalam kegunaannya. Bila relay OCR mendeteksi adanya arus lebih terhadap gangguan antar fasa. Sedangkan relay GFR mendeteksi adanya adanya arus gangguan fasa ke tanah saat terjadi gangguan hubung singkat ke tanah.

(20)

2.3.8 Prinsip Kerja Relay Arus Gangguan Tanah (GFR)

Pada kondisi normal, nilai arus sama besar (Ia,Ib,Ic), sehingga pada kawat netral tidak timbul arus dan relay arus gangguan tanah tidak dialiri arus. Bila terjadi arus yang tidak seimbang atau terjadi gangguan hubung singkat ke tanah, maka akan timbul arus urutan nol pada kawat netral, sehingga relay GFR akan bekerja.

2.3.9 Setting Relay Arus Gangguan Tanah (GFR)

Sebagai dasar dalam setting arus pada relay arus gangguan tanah tersebut digunakan rumus setting arus (P.S.M) pada persamaan 2.38 sebagai berikut:

P.S.M = ………...(2.38)

Relay inverse biasa diset sebesar 1,05 – 1,1 x Inom, sedangkan definite diset sebesar 1,2 – 1,3 x Inom (Sumanto, 1996).

Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah bahwa setting waktu minimum dari relay arus gangguan ke tanah tidak lebih kecil atau diatas dari 0,3 detik. Pertimbangan ini diambil agar relay tidak sampai trip lagi akibat arus in rush dari trafo – trafo distribusi ketika penyulang PMT tersebut dimasukan. Kaidah setting relay arus gangguan tanah adalah sebagai berikut (Soman, 2014): Pada zone pengaman relay arus adanya penentuan nilai arus pengaman adalah arus gangguan yang dibawah setting relay yang dihasilkan pada pembangkit atau biasa juga dikatakan arus gangguan minimum, yang dapat dicari dengan persamaan (2.39) dan (2.40):

Untuk tiga fasa

P = √3 × V × I × Cosφ...(2.39) Kemudian mencari nilai arus nominal sebagai berikut:

Inom= ……….(2.40)

Dengan:

P = Daya beban (Watt) V = Tegangan saluran (Volt) I = Arus nominal (A)

(21)

Cosφ = Faktor kerja saluran

a. Prinsip Dasar Perhitungan Penyetelan Waktu GFR

Setting arus (Is) pada relay arus gangguan fasa ke tanah umumnya didasarkan pada hasil arus gangguan, dengan demikian gangguan hubung singkat, maka relay arus akan bekerja. Syarat untuk menentukan waktu tunda (td) dari relay arus gangguan tanah, pada gambar 2.16:

Gambar 2.16 Kurva karakteristik Groumd Fault Relay (Soman. 2014) Maka waktu tunda (td) dapat dicari dengan persamaan (2.41):

Dengan: If = adalah arus gangguan minimum td = adalah waktu tunda

t M S P I t f d 14 , 0 1 . . 02 , 0 ………(2.41)

Pada waktu kerja Ground Fault Relay (GFR) di incoming trafo 20 kV harus lebih besar dari 0,3 detik yaitu sebesar 0,4 – 0,5 detik dari waktu kerja relay di penyulang 20kV (dari relay yang di sisi hilirnya). Selisih waktu kerja relay di incoming 20kV (sisi hulu) lebih lama 0,4 detik dari

(22)

waktu kerja relay di penyulang (sisi hilir) disebut grading time, yang maksudnya agar relay di incoming 20kV memberikan kesempatan relay di penyulang bekerja lebih dahulu. Jadi jika gangguan hubung singkat terjadi di penyulang tersebut. Ketika penyulang lain yang masih tersambung, maka bebannya akan masih menyala. Untuk menentukan waktu tunda pada relay GFR pengaman saluran transmisi nilai t ditetapkan dengan nilai 0,4 detik (Soman, 2014). Waktu kerja relay terhadap gangguan maksimum dapat dicari dengan persamaan (2.42):

d f t M S P I t 1 . . 14 , 0 02 , 0 ……….(2.42)

dengan: If = adalah arus gangguan maksimum t= adalah waktu kerja

2.3.10 Transformator Arus dan Transformator Tegangan

Penggunaan transformator (trafo) ini didesain secara khusus untuk pengukuran dalam sistem daya. Trafo pengukuran terdiri atas dua jenis yaitu: Trafo tegangan (VT) dan trafo arus (CT). Arus dan tegangan pada peralatan daya yang harus dilindungi dirubah oleh trafo arus dan trafo tegangan ketingkat lebih rendah untuk pengoperasian relay. Tingkat yang lebih rendah ini diperlukan sebagai masukan ke relay sehingga komponen-komponen yang digunakan untuk konstruksi relay-relay tersebut secara fisik akan menjadi cukup kecil, disamping itu petugas-petugas yang bekerja dengan relay tersebut dapat bekerja dalam lingkungan yang aman.

1. Current Transformer (CT) adalah suatu peralatan transformator yang diletakkan dalam rangkaian tenaga listrik yang berguna sebagai peralatan ukur yang dihubungkan dengan relay pengaman. Dengan transformator arus dapat diperluas batas pengukuran suatu alat ukur, seperti gambar 2.17.

(23)

Gambar 2.17 Trafo Arus (Current Transformator)

2. Voltage Tranformer (VT) adalah suatu peralatan transformator yang berfungsi untuk menurunkan tegangan yang lebih tinggi ke tegangan yang lebih rendah dengan menggunakan setting relay. Trafo ini juga memiliki perbandingan lilitan atau tegangan primer dan sekunder yang menunjukkan kelasnya, seperti gambar 2.18.

Gambar 2.18 Trafo Tegangan (Volt Transformator)

2.4. Karakteristik Sistem Proteksi

Agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik, sistem proteksi harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

2.4.1 Reliabilitas (Reliability)

Relay dapat beroperasi seketika diperlukan dan tidak beroperasi jika tidak diperlukan. Reliabilitas terbagi atas 2 karakteristik:

a. Dependabilitas: Kemampuan beroperasi sesuai kebutuhan (tidak gagal beroperasi jika terjadi gangguan).

b. Security: Tetap dalam kondisi tidak beroperasi ketika tidak ada gangguan yang terkait dengan sistem yang diproteksi (tidak salah kerja).

(24)

2.4.2 Selectivitas (Selectivity)

Selektivitas adalah kemampuan sistem proteksi untuk mengetahui di tempat mana terjadinya gangguan dan memilih pemutus jaringan yang terdekat dari tempat gangguan untuk membuka. Sebuah relay proteksi harus cukup selektif, sehingga mampu membedakan kondisi di mana relay tersebut harus bereaksi, memperlambat reaksinya dan tidak bereaksi sama sekali. Sebagai contoh diperlihatkan pada gambar 2.19. Dari gambar tersebut bila suatu kesalahan terjadi pada titik F, maka relay proteksi pada pemutus jaringan CB1, CB2, dan CB3 akan bekerja, karena arus hubung singkat Ihs mengalir melalui ketiga CB. Disini hanya bagian jaringan yang mengalami gangguann saja yang harus dipisahkan dari jaringan atau hanya CB3 saja yang diperintah untuk membuka:

Gambar 2.19 Jaringan Tenaga Untuk Penggambaran Kemampuan Selektivitas Relay Terhadap Lokasi Gangguan

(Sumber: Yuliantini. 1992)

2.4.3 Kecepatan operasi (Speed of Operation)

Relay harus beroperasi secepat mungkin sehingga:

a. Waktu penghilangan gangguan (fault clearance time) tidak berlebihan. b. Kerusakan peralatan sistem (akibat pemanasan berlebih/efek thermal

gangguan) dapat dihindari.

c. Resiko penurunan tegangan dikurangi. d. Resiko keselamatan berkurang.

e. Ketidakstabilan sistem berkurang. 2.4.4 Fleksibel (Flexibility)

Kemampuan untuk mengakomodasi kondisi sistem yang berbeda dan kemungkinan perluasan sistem yang ada.

(25)

2.4.5 Sensitivitas (Sensitivity)

Sistem pengaman harus peka dan mampu beroperasi pada kondisi gangguan minimum sekalipun.

2.5 Karakteristik Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)

Pembangkit listrik ini menggunakan bahan bakar gas sebagai sumber energi primer. Pembangkit yang digunakan menggunakan udara dan solar sebagai bahan untuk pembakaran. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) adalah pembangkit yang penggerak mulanya digerakkan oleh tenaga gas dari hasil pembakaran di ruang bakar..

Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) mempunyai beberapa peralatan utama seperti : Turbin Gas (Gas Turbine), Kompresor (Compressor), Ruang Bakar (Combustion Chamber). Prinsip Kerja PLTG yaitu Udara dengan tekanan atmosfir ditarik masuk ke dalam Compressor melalui pintu, udara ditekan masuk ke dalam compressor. Udara ditekan masuk ke dalam ruang bakar dengan tekanan 250 Psi dicampur dengan bahan bakar dan di bakar dalam Combution Chamber dengan temperatur 15O C – 290O C. Gas hasil pembakaran yang merupakan energi termal dengan temperature dan tekanan yang tinggi yang suhunya kira-kira 945O C.

Gambar 2.20 Pembangkit Listrik Tenaga Gas

Dari energi panas yang dihasilkan inilah kemudian akan dimanfaatkan untuk memutar Turbine dimana didalam sudu-sudu gerak dan sudu-sudu diam Turbin, gas panas tersebut temperature dan tekanan mengalami penurunan dan proses ini biasa disebut dengan proses ekspansi. untuk menggerakkan generator.

(26)

Sisa gas hasil ekspansi dengan suhu mencapai ± 480 C dibuang melalui exhaust. Selanjutnya energi mekanis yang dihasilkan oleh Turbine digunakan untuk memutar Generator hingga menghasilkan energi listrik.

Kemudian energi listrik yang dihasilkan dari putaran Generator disalurkan menuju Tranformer/Transformator untuk menaikkan tegangan kerja dari pembangkit menjadi tegangan yang besarnya senilai dengan tegangan transmisi.

2.6 Karakteristik Generator Sinkron

Generator sinkron merupakan jenis mesin listrik yang berfungsi untuk menghasilkan tegangan bolak-balik dengan cara mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Energi mekanis diperoleh dari putaran rotor yang digerakkan oleh penggerak mula (prime mover), sedangkan energi listrik diperoleh dari proses induksi elektromagnetik yang terjadi pada kumparan stator dan rotornya. Generator sinkron mempunyai makna bahwa frekuensi listrik yang dihasilkannya sinkron dengan putaran mekanis generator tersebut. Rotor generator sinkron yang diputar dengan penggerak mula (prime mover) yang terdiri dari belitan medan dengan suplai arus searah akan menghasilkan medan magnet putar dengan kecepatan dan arah putar yang sama dengan putaran rotor tersebut.

Prinsip Kerja Generator adalah suatu penghasil tenaga listrik dengan landasan hukum Faraday. Jika pada sekeliling penghantar terjadi perubahan medan magnet, maka pada penghantar tersebut akan dibangkitkan suatu gaya gerak listrik (GGL) yang sifatnya menentang perubahan medan tersebut. Untuk dapat terjadinya gaya gerak listrik (GGL) tersebut diperlukan dua kategori masukan, yaitu:

1. Masukan tenaga mekanis yang akan dihasilkan oleh penggerak mula (prime mover).

2. Arus masukan (If) yang berupa arus searah yang akan menghasilkan medan magnet yang dapat diatur dengan mudah.

Di bawah ini akan dijelaskan secara sederhana cara pembangkitan listrik dari sebuah generator

(27)

Gambar 2.21 Proses Generator Sinkron dimana :

IF : Arus medan

U – S : Kutub generator Sumbu Putar : Poros Generator

Φ : Fluks medan

Apabila rotor generator diputar pada kecepatan nominalnya, dimana putaran tersebut diperoleh dari putaran penggerak mulanya (prime mover), kemudian pada kumparan medan rotor diberikan arus medan sebesar If, maka garis-garis fluksi yang dihasilkan melalui kutub-kutub inti akan menghasilkan tegangan induksi pada kumparan jangkar stator sebesar:

Ea = C. n. Ф

dimana :

Ea : Tegangan induksi yang dibangkitkan pada jangkar generator C : Konstanta

n : Kecepatan putar

Ф : Fluksi yang dihasilkan oleh arus penguat (arus medan)

Apabila generator digunakan untuk melayani beban, pada kumparan jangkar generator akan mengalir arus. Untuk generator 3 fasa, setiap belitan jangkar akan memilki beda fasa sebesar 120°.

(28)

Gambar 2.22 Kumparan 3 Fasa

2.7 Over Current Relay Generator PLTG (51G / 51V)

Generator yang terdapat di PT Indonesia Power UBP Bali Unit Pesanggaran ini didesain untuk dapat beroperasi secara terus-menerus pada daya,

frekuensi dan juga faktor daya yang nominal dan tegangan kerjan yang berada di batasan antara 95% - 105%. Pengoperasian diluar batas daya nominal yang telah ditetapkan akan mengakibatkan kerusakan pada stator generator. Pada umumnya, setiap generator terdapat operator yang bertugas untuk mengawasi setiap beban yang ditanggung oleh generator. Tetapi ada kondisi dimana ketika terjadi gangguan pada sistem yang dapat menimbulkan kondisi arus lebih.

Arus pada stator haruslah dijaga dan juga diperhatikan pada nilai yang diperbolehkan dengan cara mengatur kontrol dari turbin ke generator. Ketika terjadi arus lebih maka akan terjadinya kenaikan suhu yang berlebih pada belitan stator, hal ini dapat di deteksi dengan menggunakan detektor temperatur belitan. Meskipun telah disertakan detektor temperatur belitan, generator haruslah dipasang dengan Generator Over Current Relay:

a. Sebagai pengaman cadanganjika terjadi gangguan internal. b. Sebagai pengaman utama jika terjadi gangguan eksternal.

Pada umumnya Over Current Relay ini dipasangkan dengan peralatan proteksi lainnya, seperti under-voltage relay atau nama lainnya disebut Over Current Relay yang dikontrol oleh under-voltage relay. Peralatan proteksi ini melindungi generator dan juga sama halnya dengan transformator generator dari gangguan arus lebih yang dapat mengakibatkan menurunnya harga pick-up relay,

(29)

Gambar 2.23 Kurva Karakteristik Over Current Relay

Tabel 2.1 Over Current Relay Generator PLTG 3 & 4PT Indonesia Power UBP Bali Unit Pesanggaran

URAIAN Relay OCRGenerator PLTG 3 & 4

MERK Basler Electric

TIPE BE1 – 51/27

RATIO CT

SETTING GENERATOR 1,5 A

TIME DELAY 10 sec

Di PT Indonesia Power UBP Bali Unit Pesanggaran ini khusus PLTG unit 3 & 4 menggunakan relay dengan merk Basler Electric, tipe BE1 - 51/27C untuk PLTG Unit 3, dengan CT Ratio 4000/5, setting senerator sebesar 1,5 A dan time delay 10 detik.

2.8 Ground Fault Relay Generator PLTG (59GN)

Ground Fault Relay generator ini berfungsi untuk melindungi stator pada generator dari kerusakan yang disebabkan oleh gangguan ke tanah. Kerusakan ini

(30)

dapat terjadi karena adanya gangguan ke tanah. Gangguan ke tanah sendiri adalah rusaknya isolasi kerusakan pada stator generator maupun inti besi terlaminasi pada generator. Kerusakan yang terjadi bergantung pada besarnya arus gangguan yang sedang terjadi.

Relay ini menggunakan overcurrent relay yang berfungsi untuk mendeteksi adanya arus lebih saat terjadi gangguan hubung singkat ke tanah.

Relay ini bekerja hanya melindungi bagian belitan stator sebesar 95% panjang keseluruhan, sedangkan sisanya adalah sisi netral yang tidak terlindungi. Cara yang paling umum dalam pentanahan suatu generator ac adalah menghubungkan transformator distribusi dengan netral dari generator pada static ground. Rating tegangan primer transformator distribusi ini sama atau lebih besar dari rating tegangan pada line-to-netral dari generator.

(31)

Tabel 2.2 Ground Fault Relay Generator PLTG 3 & 4 PT Indonesia Power UBP Bali Unit Pesanggaran

URAIAN Relay GFRGenerator PLTG 3 & 4

MERK Basler Electric

TIPE BE1 – 59N

RATIO PT

SETTING GENERATOR 69 V

TIME DELAY 2 sec

Di PT Indonesia Power UBP Bali Unit Pesanggaran ini khusus PLTG unit 3 & 4 menggunakan relay dengan merk Basler Electric, tipe BE – 58N, CT Ratio 13800/240, setting generator sebesar 69 V dan time delay 2 detik.

Gambar

Gambar 2.1 Daerah Perlindungan  (Sumber: Tobing. 2003)
Gambar 2.2 Gangguan Tiga Phasa  (Sumber : Sulasno, 1993)
Gambar 2.3 berikut merupakan rangkaian ekivalen hubung singkat 3 phasa  ke tanah.
Gambar 2.4 Gangguan Satu Phasa Ke Tanah  (Sumber : Sulasno, 1993)
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Mampu menyusun, menyajikan dan mengevaluasi laporan keuangan grup entitas dan laporan perusahaan berdasarkan pada standar yang berlaku, serta menyusun laporan intern sesuai

o Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian

Selama penyimpanan daging sapi kontrol (tanpa perlakuan kitosan) memiliki nilai TPC yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TPC daging sapi yang diberi perlakuan

Selain itu dengan studi ini diharapkan mendapat suatu gambaran kondisi bangunan baik segi teknik, fungsi, lingkungan, dan perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk memelihara

Kisah Dewa Ruci memberikan gambaran bahwa untuk mengenali diriya, manusia harus melalui tahapan-tahapan yang harus dilalui, yakni: Syariat (sembah raga), Tarekat

Hasil menunjukkan total gula terlarut dan gula reduksi pada sampel SHF1 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang menggunakan SHF2.. niger mampu

Untuk melihat kualitas peridotit sebagai bahan galian, maka dilakukan percobaan terhadap sifat fisik batuan untuk mendapatkan harga kuat tekan, ketahanan aus,

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian