• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ONLINE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ONLINE"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ONLINE

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2019

(2)

ii Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

PENELITIAN KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ONLINE Diterbitkan Oleh:

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas Udik, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16966 Cetakan Pertama - Desember 2019

ISBN: 978-979-1069-74-8

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

TIM PENYUSUN

1. Koordinator : Septina Marryanti Prihatin, S.Si,. M.Si.

2. Tenaga Ahli : Tiara Ramadhanti Puspo, S.Si., M.Si.

3. Pembantu Peneliti : Arsan Nurrokhman, S.Si

Trie Sakti, S.H., CN. , M.H.

Ir. Eliana Sidipurwanty, M.Si.

Ir. Asmadi Adnan, M.Si.

Arditya Wicaksono, S.IP.

Romi Nugroho, S.Si.

Halim Kuswoyo, S.SiT.

Jauhari Thonthowi, S.Si.

(3)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

iii

Kata Pengantar

(4)

iv Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT. karena atas perkenan-Nya Laporan Hasil Penelitian Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online dapat tersusun. Penelitian ini merupakan kegiatan swakelola yang dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN pada tahun 2019.

Penelitian ini disusun dengan melalui berbagai tahapan, yakni melakukan kajian teori, pengumpulan data di provinsi sampel, pengolahan data, yang kemudian diperdalam pada Seminar Laporan Akhir Penelitian dengan perencana dan pelaksana kegiatan layanan pertanahan secara online. Penelitian ini mencoba menyajikan kajian mengenai implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik, kesiapan data pertanahan menuju pelayanan online/elektronik, hingga menganalisis strategi penyiapan data pertanahan menuju pelayanan online/elektronik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada perencana dan pelaksana kegiatan layanan pertanahan secara online yang telah memberikan informasi berharga, yakni sebagai berikut:

1. Direktur Jenderal Infrastruktur Keagrariaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/

2. Direktur Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian Agraria dan Tata BPN Ruang/BPN

3. Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika

4. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN 5. Direktur Teknologi Informasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum

Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia Republik Indonesia 6. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta

7. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur 8. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat

9. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Selatan 10. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau

11. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Maluku 12. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Barat 13. Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara 14. Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat 15. Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya I

KATA PENGANTAR

(5)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

v

16. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangkalan 17. Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung 18. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Garut 19. Kepala Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin

20. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Hulu Sungai Selatan 21. Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru

22. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hulu 23. Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon

24. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Maluku Tengah 25. Kepala Kantor Pertanahan Kota Mamuju

26. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mamuju Tengah

Pada akhirnya, kami berharap agar penelitian ini dapat berkontribusi dalam memberikan bahan informasi mengenai strategi dalam rangka penyiapan data pertanahan menuju pelayanan online/elektronik.

Bogor, Desember 2019

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan

(6)

vi Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

(7)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

vii

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

(8)

viii Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...IV DAFTAR ISI ...VIII DAFTAR TABEL ... X DAFTAR GAMBAR ...XII

BAB 1. PENDAHULUAN ... 2

1.1 Latar Belakang ...2

1.2 Rumusan Masalah ...5

1.3 Tujuan Penelitian ...6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Dasar Hukum ...8

2.2 Pelayanan Publik ...8

2.3 Pelaksanaan E-Government ... 9

2.4 Teori dan Implementasi Kebijakan Publik ... 11

2.5 Layanan Informasi Pertanahan Elektronik ... 13

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Pengumpulan Data ... 16

3.2 Pengolahan Data ... 17

3.3 Analisis Data ... 19

BAB 4. DESKRIPSI WILAYAH ... 22

4.1 Kota Administrasi Jakarta Utara ... 22

4.2 Dambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Barat ... 23

4.3 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Surabaya I ... 24

4.4 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Bangkalan ... 25

4.5 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Bandung ... 27

4.6 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Garut ... 29

4.7 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin ... 31

4.8 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Hulu Sungai Selatan ... 32

4.9 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru ... 33

4.10 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hulu ... 35

4.11 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Kota Ambon ... 36

4.12 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Maluku Tengah ... 37

4.13 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Mamuju ... 39

4.14 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Mamuju Tengah ... 40

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1 Implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik ... 44

5.2 Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online/Elektronik ... 54

5.2.1 Kelengkapan Data Digital ... 54

5.2.2 Akurasi Data Digital ... 58

5.2.2.1 Akurasi Tekstual Data Pertanahan Digital ... 59

5.2.2.2 Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital ... 66

5.3 Strategi Penyiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online/Elektronik ... 73

5.3.1 Penguatan Peraturan Aplikasi Layanan Pertanahan secara Elektronik ... 74

(9)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

ix

5.3.2 Perubahan Pola Pikir Pegawai ... 75

5.3.3 Perbaikan Kualitas Data ... 76

5.3.4 Optimalisasi Kewenangan Struktur Birokrasi ... 77

5.3.5 Perbaikan Data melalui Partisipasi Masyarakat ... 77

BAB 6. KESIMPULAN ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(10)

x Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Metode Penelitian Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan

Online... 20

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Administratif Jakarta Utara menurut Kecamatan . 22 Tabel 4.2. Jumlah Pegawai berdasarkan Status Pegawai di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara ... 22

Tabel 4.3. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Administratif Jakarta Utara ... 23

Tabel 4.4. Luasan Wilayah di Kota Administratif Jakarta Barat menurut Kecamatan ... 23

Tabel 4.5. Jumlah Pegawai berdasarkan Status Pegawai di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Barat ... 24

Tabel 4.6. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Administratif Jakarta Barat ... 24

Tabel 4.7. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Surabaya 1 ... 25

Tabel 4.8. Luas Wilayah dan Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Bangkalan . 26 Tabel 4.9. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabupaten Bangkalan ... 27

Tabel 4.10. Luas Wilayah di Kota Bandung menurut Kecamatan ... 27

Tabel 4.11. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Bandung ... 29

Tabel 4.12. Luas Wilayah di Kabupaten Garut menurut Kecamatan ... 29

Tabel 4.13. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabaputen Garut ... 31

Tabel 4.14. Luas Wilayah di Kota Banjarmasin menurut Kecamatan ... 31

Tabel 4.15. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Banjarmasin... 32

Tabel 4.16. Luas Wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan menurut Kecamatan ... 32

Tabel 4.17. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan... 33

Tabel 4.18. Luasan Wilayah di Kota Pekanbaru menurut Kecamatan ... 34

Tabel 4.19. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Pekanbaru ... 34

Tabel 4.20. Jumlah Pegawai di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru ... 34

Tabel 4.21. Luasan Wilayah di Kabupaten Rokan Hulu menurut Kecamatan ... 35

Tabel 4.22. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabupaten Rokan Hulu... 36

Tabel 4.23. Jumlah Pegawai di Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hulu ... 36

Tabel 4.24. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Ambon ... 37

Tabel 4.25. Luasan Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah ... 37

Tabel 4.26. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabupaten Maluku Tengah ... 38

Tabel 4.27. Luasan Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamuju ... 39

Tabel 4.28. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabupaten Mamuju .. 40

Tabel 4.29. Jumlah Pegawai di Kantor Pertanahan Kabupaten Mamuju ... 40

Tabel 4.30. Luasan Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Mamuju Tengah 41 Tabel 4.31. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kabupaten Mamuju Tengah ... 41

Tabel 4.32. Jumlah Pegawai di Kantor Pertanahan Kabupaten Mamuju Tengah .. 41

Tabel 5.1. Implementasi Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik ... 46

(11)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

xi

Tabel 5.2. Buku Tanah Digital dalam Bentuk Tekstual dan Raster di Lokasi

Sampel ... 54

Tabel 5.3. Pelaksana Pemindaian Buku Tanah di Kantor Pertanahan Sampel ... 55

Tabel 5.4. Kualitas Data Baik KW 1 dan KW 2 di Kantor Pertanahan Sampel ... 57

Tabel 5.5. Validasi Buku Tanah Digital Tekstual yang Telah Divalidasi di Kantor Pertanahan Sampel ... 58

Tabel 5.6. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi DKI Jakarta ... 59

Tabel 5.7. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi Jawa Timur ... 60

Tabel 5.8. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi Jawa Barat ... 61

Tabel 5.9. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi Kalimantan Selatan ... 62

Tabel 5.10. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi Riau ... 63

Tabel 5.11. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi Maluku ... 64

Tabel 5.12. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Lokasi Sampel di Provinsi Sulawesi Barat... 65

Tabel 5.13. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Tekstual di Lokasi Sampel .. 66

Tabel 5.14. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi DKI Jakarta ... 67

Tabel 5.15. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi Jawa Timur ... 68

Tabel 5.16. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi Jawa Barat ... 69

Tabel 5.17. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi Kalimantan Selatan ... 69

Tabel 5.18. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi Riau ... 70

Tabel 5.19. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi Maluku ... 71

Tabel 5.20. Akurasi Spasial Data Pertanahan Digital di Provinsi Sulawesi Barat ... 72

Tabel 5.21. Akurasi Data Spasial di Lokasi Sampel Penelitian ... 73

Tabel 5.22. Strategi Penguatan Peraturan Aplikasi Layanan Pertanahan secara Elektronik ... 74

Tabel 5.23. Strategi Perubahan Pola Pikir Pegawai ... 75

Tabel 5.24. Strategi Perbaikan Kualitas Data ... 76

Tabel 5.25. Strategi Optimalisasi Kewenangan Struktur Birokrasi ... 77

Tabel 5.26. Strategi Perbaikan Data melalui Partisipasi Masyarakat ... 78

(12)

xii Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

1

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Arsitektur E-Government ... 10

Gambar 3.1. Lokasi Sampel Penelitian ... 16

Gambar 3.2. Ilustrasi Bidang Tumpang Tindih ... 18

Gambar 5.1. Subtansi Peraturan terkait Pengecekan Hak Atas Tanah... 44

Gambar 5.2. Alur Kerja Aplikasi Pertanahan Mapaccing ... 47

Gambar 5.3. Contoh Pemberian Informasi Pertanahan secara Elektronik dari Aplikasi Pertanahan Mapaccing ... 48

Gambar 5.4. Tampilan Aplikasi Loket PPAT Online ... 48

Gambar 5.5. Pengaturan mengenai Layanan Pengecekan Hak atas Tanah ... 50

Gambar 5.6. Alat Pindai dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN ... 52

Gambar 5.7. Grafik Akurasi Data Tekstual di Lokasi Sampel Penelitian ... 65

Gambar 5.8. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Sunter, Kota Administrasi Jakarta Utara ... 67

Gambar 5.9. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Krukut, Kota Administrasi Jakarta Barat ... 67

Gambar 5.10. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Petemon, Kota Surabaya 1 ... 68

Gambar 5.11. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangkalan ... 68

Gambar 5.12. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Lebak Siliwangi, Kota Bandung ... 69

Gambar 5.13. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan LengkongJaya, Kabupaten Garut ... 69

Gambar 5.14. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Kelayan Barat, Kota Banjarmasin ... 70

Gambar 5.15. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih Kelurahan Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan ... 70

Gambar 5.16. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Umbansari, Kota Pekanbaru ... 71

Gambar 5.17. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Kotalama, Kabupaten Rokan Hulu ... 71

Gambar 5.18. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Rijali, Kota Ambon ... 72

Gambar 5.19. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Suli, Kabupaten Maluku Tengah ... 72

Gambar 5.20. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Simboro, Kota Mamuju ... 72

Gambar 5.21. Tangkapan Layar Persil Tumpang Tindih di Kelurahan Tasokko Tengah, Kabupaten Mamuju Tengah ... 72

(13)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

1 1

Pendahuluan

(14)

2 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemerintah sebagai pelayan publik memiliki tanggung jawab sepenuhnya dalam memberikan layanan publik yang baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemberian layanan terbaik kepada masyarakat selayaknya berpedoman pada Undang- undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Layanan yang memenuhi asas-asas: kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat dan dengan cakupan yang luas memungkinkan pemenuhan asas-asas pelayanan publik secara lebih efektif dan efisien.

Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) sudah mulai digaungkan pada tahun 2003 melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Presiden menginstruksikan kementerian dan lembaga pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan untuk melaksanakan pengembangan e-government secara nasional.

Tahapan e-government meliputi beberapa tingkatan berikut:

1. Persiapan, meliputi pembuatan situs informasi di setiap lembaga, penyiapan sumber daya manusia, penyiapan sarana akses yang mudah, serta sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik.

2. Pematangan, meliputi pembuatan situs informasi publik interaktif, dan pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain.

3. Pemantapan, meliputi pembuatan situs transaksi pelayanan publik, dan pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain.

4. Pemanfaatan, meliputi pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C (Government to Government, Government to Business, Government to Citizens) yang terintegrasi.

Transformasi dari era E-Government menuju I-Government (Integrated Government) dimulai sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). I-Government merupakan penerapan smart government yaitu sistem yang saling terintegrasi satu dan lainnya sehingga antar sistem dapat berinteraksi dan menghasilkan data yang saling mendukung proses antar sistem.

Data yang dihasilkan dapat dijadikan acuan pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan dan penyelesaian masalah di daerah. Pada akhir tahun 2025 diharapkan pemerintah sudah berhasil mencapai keterpaduan SPBE baik di dalam dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah, dan keterhubungan SPBE antara Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah (Paulina, 2019).

Modernisasi layanan pertanahan secara elektronik sangat dibutuhkan di era perkembangan teknologi informasi saat ini. Hal ini dipacu dengan peningkatan kebutuhan instansi lain akan data pertanahan dan layanan pertanahan yang dinamis, terutama dalam mendukung perencanaan pembangunan. Secara internal, target

(15)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

3

sertipikasi hingga tahun 2025 yang sangat tinggi memerlukan antisipasi peningkatan layanan derivatif pascasertifikasi dan pengelolaan arsip pertanahannya. Jika melihat di sisi lain, persepsi masyarakat terhadap layanan pertanahan masih belum memuaskan.

Pelayanan pertanahan membutuhkan kepastian hukum dan keterbukaan, yang dalam kondisi demikian, perubahan sistem administrasi pertanahan menjadi elektronik adalah sebuah keniscayaan.

Kondisi senada juga dialami lembaga lain dalam proses modernisasi layanan publik menuju layanan online. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam paparannya pada tanggal 3 Juli 2019 menyampaikan pengalaman mereka bahwa persepsi publik sebelum penerapan pelayanan online terhadap pelayanan cenderung berbelit-belit, ruwet, ribet, semrawut, dan tidak ada kejelasan. Masyarakat berada dalam posisi yang lemah berhadapan dengan petugas yang powerfull dan acuh tak acuh, tidak efisien, lambat, dengan budaya kerja jam karet. Setelah ditetapkan layanan online, kondisi layanan memiliki dampak yang signifikan, yakni jumlah transaksi meningkat, jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meningkat, waktu layanan lebih cepat dan pemanfaatan sumber daya manusia lebih efektif sehingga dapat dialihkan melakukan pekerjaan lain. Secara umum, saat sudah online maka akan sedikit menggunakan kertas (paperless), pencarian data mudah karena dilakukan secara online dengan waktu pelayanan yang lebih cepat.

Menjawab tantangan keterpaduan SPBE, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mulai menerapkan teknologi komunikasi dan informasi secara terpusat sejak tahun 1997 melalui proyek Land Office Computerization (LOC).

Pada akhir masa kontrak CIMSA di tahun 2009, LOC telah diimplementasikan pada 325 kantor yang tersebar di seluruh Republik Indonesia dengan rincian: 1 di Kantor Pusat, 27 Kantor Wilayah BPN Provinsi dan 297 Kantor Pertanahan (CIMSA dalam Mustofa, 2015).

Bersamaan dengan implementasi LOC, aplikasi Standing Alone System (SAS) dibangun sebagai bentuk sederhana dari LOC ditujukan untuk Kantor Pertanahan yang memiliki volume pekerjaan yang tidak terlalu besar (Mustofa & Aditya, dalam Mustofa, 2015).

Selanjutnya pada tahun 2009 aplikasi LOC dan SAS berevolusi menjadi Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP), yang hingga 2015 sudah diimplementasikan di 430 kantor di seluruh Indonesia. Proses pendewasaan KKP dilalui dalam fase implementasi awal (KKP Desktop), penambahan fitur geo-referensi (Geo-KKP) dan terakhir aplikasi berbasis web (KKP-Web) (Mustofa, 2015).

Evaluasi mengenai pelaksanaan e-government menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat kesiapan yang dicapai memiliki korelasi positif dengan keberhasilan dalam mencapai tahap pengembangan e-government. Pengukuran tingkat kesiapan perlu dilakukan pada sektor pemerintahan sebagai aktor utama e-government maupun pada masyarakat pengguna sebagai pasar dari e-government (Wijaya dan Surendro, 2016). Kesiapan pemerintah dalam mewujudkan e-government dapat dilihat di berbagai kementerian/

lembaga berikut:

1. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional

Kesiapan pemerintah tidak terlepas dari reliabilitas sistem yang dibangun, terutama pada baik tidaknya kualitas jaringan internet dan ketersediaan listrik yang stabil di beberapa kantor (Mustofa, 2015).

(16)

4 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2. Pemerintah Daerah

Penelitian mengenai Implementasi E-Service pada Organisasi Publik di Bidang Pelayanan Publik di Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung menuntut sumber daya yang memadai, karena dalam hal ini aspek sistem dan sumber daya manusia sangat berpengaruh besar. Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan E-Kelurahan adalah hambatan yang bersifat teknis, yaitu tidak tersedianya operator yang profesional dalam bidangnya agar program terlaksana secara efektif dan efisien (Buchari, 2016).

Tingkat kesiapan e-government Pemerintah Kota Kupang saat ini menunjukkan kondisi yang kurang siap berdasarkan penilaian dari dimensi konektivitas teknologi informasi dan komunikasi, penggunaan dan intergrasi data, pelatihan SDM, kebijakan dan peraturan daerah terkait implementasi e-government, serta dimensi aplikasi dan layanan (Payong, 2018).

3. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu memiliki pengetahuan yang baik terhadap standar operasi prosedur pelayanan publik. Sebagian sudah melaksanakan pelayanan secara online tetapi sebagian besar belum melaksanakannya. Mereka siap melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu secara online, namun jaringan dan aplikasi untuk melaksanakan pelayanan secara online belum disiapkan (Wahyudiono, 2018).

Inovasi layanan Inovasi Layanan Sistem Informasi Manajemen dan Pelayanan Perizinan Elektronik (Simppel) di Dinas Penanaman Modal, PTSP dan Tenaga Kerja, Kabupaten Tuban dapat dikatakan belum sepenuhnya siap, indikator ketidaksiapan dapat dilihat dari beberapa indikator meliputi: kualitas layanan, difusi inovasi, literasi komputer dan teknologi, budaya, kurangnya kesadaran, infrastruktur teknis, dan keamanan (Susianawati, 2017).

E-Government adalah sebuah bentuk pelayanan publik yang prima dengan mengandalkan kolaborasi pemanfaatan komputer, jaringan komputer dan teknologi informasi. Penelitian sebelumnya mengenai kesiapan atau e-readiness dalam melaksanakan e-government atau pelayanan online banyak menunjukkan hasil pada tataran mikro, yakni kesiapan kementerian/lembaga secara umum. Namun demikian, penelitian pada tataran mikro salah satunya mengenai aspek kesiapan kualitas data nampaknya perlu dikaji secara mendalam, karena kualitas data dan informasi yang akurat merupakan bahan dasar yang harus dimiliki pemerintah untuk dapat memberikan layanan yang memenuhi dimensi responsivitas, responbilitas, dan akuntabilitas. Kualitas pelayanan publik dapat diukur dengan tiga dimensi tersebut (Atthahara, 2018). Kualitas data sebagai indikator dari kualitas layanan juga merupakan salah satu yang dijadikan indikator akan kesiapan pelaksanaan e-government yang diadopsi oleh teori Alateyah (2013) meliputi: kualitas layanan, difusi inovasi, literasi komputer dan teknologi, budaya, kesadaran, infrastruktur teknis, desain website dan keamanan. Kualitas layanan memiliki peran penting dalam layanan online untuk dapat mendorong masyarakat bersedia menggunakan layanan e-government.

(17)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

5

1.2 Rumusan Masalah

Pengalihan data pertanahan secara digital menuntut kualitas data yang mumpuni, karena arsip digital inilah yang akan digunakan untuk berbagai keperluan. Mulai dari alat bukti dalam menyelesaikan sengketa pertanahan, hingga dijadikan sebagai data dalam melakukan penataan dan perencanaan wilayah yang tujuan utamanya menuju pengelolaan tanah bagi sebesar-besar kesejahteraan rakyat.

Kualitas data yang baik tidak terlepas dari proses pengukuran bidang tanah yang memenuhi kaidah teknis kadastral dan kaidah yuridis dimana proses perolehan data ukuran bidang tanah harus memenuhi asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas.

Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan pengukuran dan pemetaan kadastral, pekerjaan pengukuran batas bidang tanah mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini karena dari hasil pengukuran akan diperoleh data teknis mengenai letak, batas dan luas bidang tanah. Pemenuhan syarat publisitas memerlukan data yuridis mengenai pemilik atau orang yang menguasai bidang tanah, status hak dan persetujuan batas bidang tanah oleh para pihak yang berbatasan.

Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) dimaksudkan untuk menciptakan tertib administrasi pertanahan, meningkatkan dan mempercepat pelayanan di bidang pertanahan, meningkatkan kualitas informasi pertanahan BPN, untuk mempermudah pemeliharaan data pertanahan, menghemat space/storage untuk penyimpanan data- data pertanahan dalam bentuk digital (paperless), meningkatkan kemampuan SDM pegawai BPN di bidang teknologi informatika/komputer, melakukan standardisasi data dan sistem informasi dalam rangka mempermudah pertukaran informasi pertanahan serta menciptakan suatu sistem informasi pertanahan yang handal. Pengembangan KKP ini menjadi pijakan utama Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan pelayanan pertanahan secara elektronik/online.

Melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik, pelayanan informasi pertanahan dapat diakses secara elektronik/online.

Layanan informasi secara online ini dapat memudahkan PPAT dan masyarakat melakukan pengecekan sertipikat secara penuh melalui aplikasi web tanpa perlu mendatangi Kantor Pertanahan, sehingga PPAT dan masyarakat dapat bekerja lebih efektif dan efisien.

Namun hingga saat ini, layanan informasi pertanahan secara elektronik belum dapat dinikmati di seluruh tanah air.

Penelitian ini berupaya menganalisis proses perwujudan dan pelayanan online tersebut di Kementerian ATR/BPN, serta kondisi data dan strategi penyiapan data pertanahan menuju pelayanan online. Data yang valid sangat dibutuhkan untuk kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah dan untuk mengambil keputusan strategis di tingkat nasional.

Berdasarkan kondisi tersebut, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik?

2. Bagaimana kesiapan data pertanahan menuju pelayanan online/elektronik?

3. Bagaimana strategi implementasi dan penyiapan data menuju pelayanan pertanahan online/elektronik?

(18)

6 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik.

2. Menganalisis kesiapan data pertanahan menuju pelayanan online/elektronik.

3. Merancang strategi implementasi dan penyiapan data menuju pelayanan pertanahan online/elektronik.

2

(19)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

7

TINJAUAN PUSTAKA

2

(20)

8 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA );

2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government;

5. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE);

6. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik;

7. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 451/KEP-100.8.2/VII/2018 tentang Tim Implementasi Layanan Pertanahan Secara Elektronik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;

8. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 444/SK-DI.01.01/IX/2019 tentang Penunjukan Kantor Pertanahan Lokasi Pilot Project Layanan Pertanahan Terintegrasi secara Elektronik;

9. Surat Edaran Nomor 5.SE-100.TU.02.01/VIII/2019 tentang Standardisasi Digitalisasi Warkah.

2.2 Pelayanan Publik

Definisi pelayanan publik menurut Hidayaningrat dikutip oleh Suwondo (2001) menjelaskan bahwa pelayanan publik sebagai aktivitas yang dilakukan untuk memberikan jasa-jasa dan kemudahan bagi masyarakat untuk memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektivitas, dan penghematan. Melalui Undang-undang No. 25 Tahun 2009 menyatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam upaya pelayanan publik terkait dengan penyampaian informasi, maka dengan sistem yang terstadardisasi akan mempermudah kegiatan pelayanannya selain dengan sistem tatap muka. Sistem ini dalam UU No. 25 tahun 2009 dikenal dengan sistem informasi pelayanan publik dengan rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik. Dalam salah satu tujuan pelayanan publik ini yakni terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik, maka kelayakan penyelenggaraan tersebut memiliki kualitas jasa yang baik dan ditunjang dengan dokumen yang tervalidasi dan terjaga kerahasiaannya. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

(21)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

9

Penyelenggaraan pelayanan publik ini memerlukan tanggung jawab dari pusat hingga seluruh satuan unit kerja. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 pasal 7 menjelaskan bahwa penanggung jawab mempunyai tugas: a) mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja; b) melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik; dan c) melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.

2.3 Pelaksanaan E-Government

Menurut The Worid Bank Group, E-Government ialah sebagai upaya pemanfaatan informasi dan teknologi komunikasi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas, transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam memberikan pelayanan publik secara lebih baik. Dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu. Pada pasal 23 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 dijelaskan bahwa penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.

Dokumen, akta, dan sejenisnya yang berupa produk elektronik atau nonelektronik dalam penyelenggaraan pelayanan publik dinyatakan sah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 2003, Masyarakat menuntut pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas di seluruh wilayah negara, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah dijangkau secara interaktif. Untuk menjawab tuntutan itu, pemerintah pusat dan daerah harus mampu membentuk dimensi baru ke dalam organisasi, sistem manajemen, dan proses kerjanya. Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik; (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah. Klasifikasi tipe relasi data dalam konsep e-government (Seifert dan Bonham, 2003), yaitu:

1. Government to Citizens (G2C) yaitu hubungan pemerintah dengan masyarakat.

2. Government to Business (G2B) yaitu hubungan pemerintah dengan sektor swasta.

3. Government to Government (G2G) yaitu hubungan pemerintah dengan pemerintah.

4. Government to Employees (G2E) yaitu hubungan pemerintah dengan perusahaan.

Berdasarkan strategi pengembangan e-government yang ada pada Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 2003, pengembangan e-government perlu direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis melalui tahapan yang realistis dan dengan sasaran yang terukur, sehingga dapat dipahami dan diikuti oleh semua pihak.

Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangane-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut:

1. Tingkat 1 - Persiapan yang meliputi : pembuatan situs informasi di setiap lembaga;

(22)

10 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

penyiapan SDM; penyiapan sarana akses yang mudah misalnya menyediakan sarana Multipurpose Community Center, Warnet, SME-Center, dan lain-lain; serta sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik.

2. Tingkat 2 - Pematangan yang meliputi : pembuatan situs informasi publik interaktif;

dan pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain.

3. Tingkat 3 - Pemantapan yang meliputi : pembuatan situs transaksi pelayanan publik;

dan pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain.

4. Tingkat 4 - Pemanfaatan yang meliputi : pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi.

Situs pemerintah pusat dan daerah harus secara bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat 4. Perlu dipertimbangkan bahwa semakin tinggi tingkatan situs tersebut, diperlukan dukungan sistem manajemen, proses kerja, dan transaksi informasi antar instansi yang semakin kompleks pula. Upaya untuk menaikkan tingkatan situs tanpa dukungan yang memadai, akan mengalami kegagalan yang tidak hanya menimbulkan pemborosan namun juga menghilangkan kepercayaan masyarakat.

Sumber: Inpres No. 3 Tahun 2003

Gambar 2.1. Kerangka Arsitektur E-Government

Kerangka arsitektur e-government untuk menjamin keterpaduan sistem pengelolaan dan pengolahan dokumen dan informasi elektronik dalam mengembangkan pelayanan publik yang transparan. Pengembangan e-government pada setiap instansi harus berorientasi pada kerangka arsitektur (Gambar 2.1), yang terdiri dari empat lapis struktur, yakni:

1. Akses yaitu jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi lain yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengakses portal pelayanan publik.

2. Portal Pelayanan Publik yaitu situs-situs internet penyedia layanan publik tertentu yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan informasi dan dukumen elektronik di sejumlah instansi yang terkait.

3. Organisasi Pengelolaan & Pengolahan Informasi yaitu organisasi pendukung (back- office) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi informasi dan dokumen elektronik.

(23)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

11

4. Infrastruktur dan aplikasi dasar yaitu semua prasarana, baik berbentuk perangkat keras maupun perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi, baik antar back-office, antara portal pelayanan publik dan back-office, maupun antara portal pelayanan publik dan jaringan internet, secara andal, aman, dan terpercaya.

Struktur tersebut ditunjang oleh 4 (empat) pilar, yakni penataan sistem manajemen dan proses kerja, pemahaman tentang kebutuhan publik, penguatan kerangka kebijakan, dan pemapanan peraturan dan perundang-undangan.

2.4 Teori dan Implementasi Kebijakan Publik

Keberhasilan implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: a) karakteristik dari masalah (tractability of the problems); b) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation); c) lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation). Secara umum, untuk poin (a) yakni karakteristik masalah dalam teori ini terdiri atas tingkat kesulitan teknis dari masalah yang ada, tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, persentase kelompok sasaran terhadap total populasi. Pada poin (b) karakteristik kebijakan terdiri atas kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh isi kebijakan memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut, seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar bebagai institusi pelaksana, kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana, tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan, serta seberapa luas akses kelompok- kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Lalu poin (c) variabel lingkungan terdiri atas kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan, sikap dari kelompok pemilih (constituency groups), tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor (Subarsono, 2005).

Analisis kebijakan publik merupakan tindak lanjut dari serangkaian kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Analisis ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara rinci mengenai dampak sukses tidaknya suatu kebijakan yang telah dibuat untuk diimplikasikan di lapangan atau masyarakat. Salah satu esensi kehadiran kebijakan publik (public policy) adalah memecahkan masalah yang berkembang di masyarakat secara benar.

Edwards III (1980), menyatakan “four critical factors or variables in implementing public policy: communication, resourcess, dispositions or attitudes, and bureaucratic structrure.” Berdasarkan ke empat faktor tersebut dapat dikatakan bahwa jika hal tersebut tidak terpenuhi maka tujuan dalam implementasinya bisa tidak tercapai. Faktor tersebut harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat.

Penjelasan dari faktor–faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C.

Edwards III adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu

(24)

12 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga pelaksana mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Efektivitas implementasi ditentukan dengan siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya.

Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan.

Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para pelaksana kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para pelaksana secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

2. Sumberdaya

“Implementation orders may be accurately transmitted, clear and consistent, but if implementors lack the resources necessary to carry out policies, implementation is likely to be inefective..”.

Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya.

Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Manajemen SDM yang baik sangat diperlukan agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/

program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana di lapangan. Kekurangan informasi/

pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

(25)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

13

Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.

Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

3. Disposisi atau Sikap

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan adalah sikap pelaksana. Jika pelaksana setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk disposisi, yakni kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Selain itu, penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program perlu diperhitungkan agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/

program.

4. Struktur Birokrasi

Membahas badan pelaksana suatu kebijakan tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan.

Sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukan, namun implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan.

Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi.

2.5 Layanan Informasi Pertanahan Elektronik

Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2017, secara mendasar Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik adalah proses memberikan informasi secara elektronik meliputi konfirmasi kesesuaian data fisik dan data yuridis sertipikat Hak

(26)

14 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

atas Tanah serta informasi lainnya di pangkalan data. Terkait hal tersebut, maka dalam layanan informasi tidak hanya berupa informasi tekstual, namun mencakup dokumen lain yang terkait. Menurut Permen tersebut pula, maka dokumen elektronik yang dimaksud adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Jenis Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 2 dari UU No. 5 Tahun 2017, terdiri atas: a. pengecekan Sertipikat Hak atas Tanah; b. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah; c. informasi data tekstual dan/atau spasial; d. informasi Zona Nilai Tanah; e. informasi titik koordinat; f. informasi paket data Global Navigation Satellite System (GNSS)/Continuously Operating Reference System (CORS); g. informasi peta pertanahan; h. informasi tata ruang; dan i. layanan informasi lainnya yang akan ditetapkan kemudian.

Kualitas data pertanahan yang akurat harus menjadi prioritas. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN menjamin keakuratan data tersebut dengan membagi kualitas data pertanahan menjadi 6 (enam) kondisi, antara lain:

1. Kualitas Pertama (KW 1)

Kualitas pertama adalah Buku Tanah telah dipetakan dan Surat Ukur telah tergambar.

Ini diterangkan bahwa data pertanahan dari GS/SU tekstual ada, Buku Tanah ada, GS/

SU spasial ada, dan bidang tanah dalam peta pendaftaran ada.

2. Kualitas Dua (KW 2)

Kualitas dua (KW 2) adalah Buku Tanah telah dipetakan tetapi Surat Ukur belum tergambar. Ini diterangkan bahwa data pertanahan dari GS/SU tekstual ada, Buku Tanah ada, GS/SU spasial tidak ada, dan bidang tanah dalam peta pendaftaran ada.

3. Kualitas Tiga (KW 3)

Kualitas tiga adalah Buku Tanah telah dipetakan tetapi Surat Ukur belum terentri. Ini diterangkan bahwa data pertanahan dari GS/SU tekstual tidak ada, Buku Tanah ada, GS/SU spasial tidak ada, dan bidang tanah dalam peta pendaftaran ada.

4. Kualitas Empat (KW 4)

Kualitas empat adalah Buku Tanah belum dipetakan tetapi Surat Ukur telah tergambar.

Ini diterangkan bahwa data pertanahan dari GS/SU tekstual ada, Buku Tanah ada, GS/

SU spasial ada, dan bidang tanah dalam peta pendaftaran tidak ada.

5. Kualitas Lima (KW 5)

Kualitas lima adalah Buku Tanah belum dipetakan dan Surat Ukur belum tergambar.

Ini diterangkan bahwa data pertanahan dari GS/SU tekstual ada, Buku Tanah ada, GS/

SU spasial tidak ada, dan bidang tanah dalam peta pendaftaran tidak ada.

6. Kualitas Enam (KW 6)

Kualitas enam adalah Buku Tanah belum dipetakan dan Surat Ukur belum dientri. Ini diterangkan bahwa data pertanahan dari GS/SU tekstual tidak ada, Buku Tanah ada,

GS/SU spasial tidak ada, dan bidang tanah dalam peta pendaftaran tidak ada.

3

(27)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

15

METODE PENELITIAN

3

(28)

16 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

BAB 3. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif yang berupaya mendeskripsikan implementasi kebijakan, dan deskripsi kuantitatif yang berupaya untuk melihat kondisi kesiapan data pertanahan. Penelitian berupaya menganalisis kesiapan data pertanahan menuju pelayanan online, untuk kemudian dilakukan analisis mengenai strategi penyiapan data pertanahan dan implementasi menuju pelayanan online.

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah Layanan Informasi Pengecekan Hak atas Tanah yang dilakukan oleh PPAT. Pertimbangannya adalah karena kegiatan pengecekan adalah pelayanan yang mendominasi layanan pertanahan, yakni sebesar 39,1% dari seluruh layanan pertanahan (Hubungan Hukum Keagrariaan, 2019), sedangkan kegiatan pelayanan informasi yang lain relatif sedikit bahkan tidak selalu ada di setiap Kantor Pertanahan sehingga sulit dinilai implementasinya. Selain itu, layanan pengecekan merupakan layanan awal dari kegiatan layanan lainnya seperti peralihan hak dan pembebanan hak. Prosedur penelitian terbagi dalam tiga langkah yakni pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data, sebagaimana dijelaskan berikut.

3.1 Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data berkaitan dengan penentuan lokasi penelitian, narasumber, penentuan jenis data dan sumber data. Penentuan lokasi penelitian dilaksanakan secara purposive. Menurut Sugiyono (2010), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan mewakili pulau besar, serta provinsi dengan data tanah terdaftar dan tanah terdaftar yang valid. Data tanah terdaftar dan tanah terdaftar valid kemudian dianalisis hierarchical cluster (SPSS) untuk didapatkan 3 kelompok provinsi tingkat tinggi, sedang dan rendah. Lokasi dipilih dengan keterwakilan masing-masing kelompok, sehingga dapat menggambarkan kesiapan data pertanahan secara umum di Indonesia.

Kegiatan direncanakan di 7 (tujuh) provinsi, yakni 1) DKI Jakarta, 2) Jawa Timur, 3) Jawa Barat, 4) Riau, 5) Kalimantan Selatan, 6) Maluku, 7) Sulawesi Barat. Melalui provinsi terpilih akan diambil 2 (dua) Kantor Pertanahan yang mewakili tanah tanah terdaftar dan tanah terdaftar yang valid dengan kategori tinggi dan rendah. Kondisi Kantor Pertanahan terpilih diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kesiapan data pertanahan setempat (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Lokasi Sampel Penelitian

(29)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

17

Jenis/sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam 2 (dua) katagori yakni berupa:

1. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan, yakni para pejabat di tingkat Kanwil BPN Provinsi, Pejabat Kantor Pertanahan masing-masing Kabupaten/

Kota, narasumber, serta para pihak terkait lainnya berkaitan dengan kesiapan data pertanahan.

2. Data sekunder diperoleh melalui data di Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP), studi literatur, peraturan, hasil-hasil penelitian terkait ataupun dokumen yang terkait pelaksanaan kesiapan data pertanahan.

Narasumber dalam penelitian ini dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama dimana tujuannya untuk memperoleh bagaimana penerapan implementasi Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2017 mengenai Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik. Narasumber Utama adalah Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) setiap kantor yang dituju, Kasubbag Tata Usaha, Kasi Infrastruktur Pertanahan, Kasi Hubungan Hukum Pertanahan, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/atau pegawainya. Jika salah satu narasumber yang dituju berhalangan hadir, maka pegawai lainnya dapat ditunjuk untuk mewakili kehadiran dalam setiap pengumpulan data.

3.2 Pengolahan Data

Pengolahan dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Secara rinci tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik.

Implementasi kebijakan dikaji dengan mengklasifikasi hasil pengumpulkan data berdasarkan:

a. Komunikasi dengan para pelaksana Peraturan Menteri;

b. Sumber Daya dilihat dari pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program;

c. Disposisi dilihat dari bentuk respon/sikap implementator terhadap kebijakan; dan d. Struktur Birokrasi dilihat dari karakteristik, norma-norma, dan pola-pola

hubungan antar pelaksana kebijakan.

2. Mendeskripsikan besaran kesiapan data pertanahan menuju pelayanan online. Data yang tersedia dalam bentuk digital diklasifikasi sebagai berikut:

a. Jumlah buku tanah digital, baik dalam bentuk tekstual maupun raster;

b. Jumlah kualitas data baik, yakni KW 1 dan KW 2;

c. Jumlah validasi data pertanahan.

Data tersebut kemudian disajikan secara kuantitatif untuk mendapatkan rata-rata persentase kelengkaan data digital menuju pelayanan online.

(30)

18 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 3. Mendeskripsikan akurasi data tekstual dan spasial

a. Akurasi data tekstual dihitung dari persentase kesesuaian antara informasi dalam buku tanah dengan yang terdapat di Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP).

Informasi yang dimaksudkan berupa: Nomor Hak, Tanggal Berakhir (untuk Hak Guna Bangunan), Nomor Seri, DI 307, DI 208, Asal Hak, SK Asal Hak, Penunjuk, NIB, Luas Tanah, Nomor Surat Ukur, Nama Pemilik Pertama, Tempat Tanggal Lahir Pemilik Pertama, Tanggal Pembukuan,Nama penjabat Pembukuan, Jabatan Pembukuan.

b. Akurasi data spasial dilihat dari keberadaan persil tumpang tindih. Adapun proses penentuan persil tumpang tindih didasari dari aturan topologi dengan rule

“polygon must not overlap”, yakni polygon bidang tidak boleh tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Adapun batasan definisi tumpang tindih dalam hal ini adalah tumpang tindih yang signifikan artinya muka tanah >90% tumpang tindih dengan bidang tanah lain. Bidang yang memiliki area tumpeng tindih yang tidak luas (<10%) dianggap tidak signifikan tumpang tindih (Gambar 3.2).

Tidak Tumpang Tindih Tumpang Tindih

Gambar 3.2. Ilustrasi Bidang Tumpang Tindih

Ruang lingkup kegiatan pengukuran akurasi data tekstual digital meliputi beberapa tahapan, yaitu:

1. Persiapan

a. Koordinasi dengan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terkait pelaksanaan kegiatan seperti perijinan, lokasi dan ruang kerja, obyek kegiatan, mekanisme kerja dan kesiapan infrastruktur kerja.

b. Mobilisasi personil dan infrastruktur kerja, berikut dengan kelengkapan administrasi kegiatan.

c. Penyiapan dan pengaturan jadwal pelaksanaan kegiatan.

2. Inventarisasi Buku Tanah meliputi:

a. a. Pemilahan dokumen arsip serta memastikan kelengkapan datanya sesuai target volume pekerjaan, yakni 30 untuk katagori Buku Tanah dengan validasi kategori tinggi dan rendah, sehingga didapatkan 60 Buku Tanah di setiap Kantor Pertanahan.

b. Identifikasi dokumen arsip Buku Tanah berdasarkan metode pengambilan sampel, dan melakukan pencatatan.

(31)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

19

c. Peminjaman dokumen arsip Buku Tanah yang ada di ruang arsip Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk dipindahkan ke ruang kerja yang telah disediakan. Selain itu, peta persil tanah yang terdapat dalam Geo-KKP diunduh berdasarkan wilayah terpilih. Peminjaman arsip ini dilakukan dengan diketahui oleh petugas inventarisasi data dan petugas arsip setelah sebelumnya diperiksa terlebih dahulu oleh petugas arsip.

3. Pemeriksaan Akurasi Validasi Buku Tanah

Sebelum melakukan pemeriksaan akurasi validasi Buku Tanah, harus melakukan permintaan hak akses ke aplikasi KKP kepada petugas admin di Kantor Pertanahan.

Setelah masuk ke dalam aplikasi KKP, berikutnya adalah mencari data sesuai dengan wilayah dan nomor Buku Tanah yang akan diperiksa, setelah ditemukan maka dilakukan pengecekan/penyesuaian/pengisian data dari fisik Buku Tanah ke dalam aplikasi KKP. Adapun data yang dibandingkan dalam validasi Buku Tanah secara tekstual adalah sebagai berikut:

a. Nomor Hak b. Berlaku Sejak c. Nomor Seri d. D.I 307 & D.I 208 e. Asal Hak & SK Asal Hak f. Penunjuk

g. NIB

h. Luas Wilayah i. Nomor Surat Ukur j. Pemilik Hak

k. Tandatangan Pembukuan l. Catatan Pendaftaran

4. Pengembalian dan Pembenahan Surat Ukur dan Peta Pendaftaran

Setelah proses kegiatan validasi selesai, maka dilakukan pengembalian dokumen Buku Tanah ke petugas arsip.

3.3 Analisis Data

Analisis yang dilakukan pada penelitian Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kebijakan Publik, untuk mengkaji implementasi dari Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik.

2. Analisis kuantitatif, untuk mengkaji besaran kelengkapan data digital dan akurasi data pertanahan menuju peleyanan online.

3. Analisis spasial, untuk menkaji akurasi data spasial dilihat dari persil Tumpang Tindih dan persil di luar batas administrasi desa/kelurahan.

(32)

20 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Analisis data tersebut digunakan sebagai dasar dalam merancang strategi implementasi dan penyiapan data menuju pelayanan pertanahan secara online/elektronik. Gambaran mengenai komponen analisis data secara ringkas yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Metode Penelitian Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

4

(33)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

21

Deskripsi Wilayah

4

(34)

22 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

BAB 4. DESKRIPSI WILAYAH 4.1 Kota Administrasi Jakarta Utara

Kota Administratif Jakarta utara terletak di 1060 20’ 00” Bujur Timur dan 060 10’ 00’’

Lintang Selatan dengan luas 142,20 Km². Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 Km, dan menjorok ke darat sejauh 4 – 10 Km. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 – 2 meter, dari tempat tertentu ada yang berada di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri rawa-rawa/empang air payau. Kondisi wilayahnya merupakan daerah pantai dan tempat muara bagi 13 (tiga belas) sungai, sehingga menjadikan Jakarta Utara sebagai daerah rawan banjir. Adapun batas wilayah Kota Administratif Jakarta Utara adalah sebagai berikut.

Sebelah utara : Laut Jawa

Sebelah timur : Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi Sebelah barat : Kabupaten Tanggerang dan Jakarta Barat Sebelah selatan : Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur

Kota Administratif Jakarta Utara dibagi dalam 6 kecamatan, 31 kelurahan, 405 RW, dan 4.706 RT. Kecamatan yang dimaksud adalah Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Kelapan Gading, dan Cilincing (Tabel 4.1). Kecamatan terluas adalah Penjaringan dengan luas sebesar 30,96% dari luas Jakarta Utara.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Administratif Jakarta Utara menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas Wilayah Menurut Administrasi Pemerintah

Luas (Km) Persentase (%)

1 Penjaringan 45,41 30.96

2 Pademangan 11,92 8.13

3 Tanjung Priok 22,52 15.35

4 Koja 12,25 8.36

5 Kelapa Gading 14,87 10.14

6 Cilincing 39,7 27.07

Total 146.67 100

Sumber:BPS Jakarta Utara dalam Angka, 2016

Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara memiliki 235 orang pegawai, yang terdiri dari 68 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), 70 orang Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) yang dibiayai APBN dan 59 orang yang dibiayai APBD, serta dibantu 38 orang security dan office boy (Tabel 4.2). Pegawai tersebut bekerja sama untuk melayani masyarakat, baik kegiatan rutin maupun kegiatan yang merupakan program strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

Tabel 4.2. Jumlah Pegawai berdasarkan Status Pegawai di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara

No Status Pegawai Jumlah

1 PNS 68

2 PPNPN APBN 70

3 PPNPN APBD 59

4 Security dan Office Boy 38

Jumlah 235

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara, 2019

(35)

PENELITIAN

Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online

23

Besarnya layanan pertanahan rutin di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara dapat dilihat di Tabel 4.3. Jenis layanan terbanyak adalah Pengecekan, Peralihan Hak, Hak Tanggungan, Roya, dan Perubahan Hak atas Tanah. Pengecekan sertipikat merupakan layanan terbanyak di Kota Administratif Jakarta Utara yakni sebanyak 1.159 berkas per bulan. Setelah melalui pengecekan akan mendapatkan hasil apakah data fisik dan data yuridis sertipikat Hak atas Tanah sesuai dengan data elektronik pada pangkalan data.

Tabel 4.3. Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Administratif Jakarta Utara No. Jenis Layanan Pertanahan Jumlah Rata-rata Layanan/Bulan

1 Pengecekan Sertipikat 1.159

2 Peralihan Hak 706

3 Hak Tanggungan 530

4 Roya 368

5 Perubahan Hak Atas Tanah 265

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara, 2019

4.2 Dambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Barat Kota Administratif Jakarta Barat terletak di Bujur Timur 106˚22’42” - 106˚58’18” Lintang Selatan 5˚19’12” - 6˚23’54”. Ketinggian ± 7 m dpl dengan topografi relatif datar dengan curah hujan 2000 – 2500 mm/tahun. Batas wilayah Jakarta Barat adalah sebagai berikut.

Sebelah utara : Kabupaten/ Kota Tangerangdan Kota Administrasi Jakarta Utara Sebelah timur : Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kota Administrasi Jakarta

Pusat

Sebelah selatan : Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Kota Tangerang Sebelah barat : Kota Tangerang

Secara administratif, Kota Jakarta Barat terdiri dari 8 kecamatan dan 56 kelurahan.

Luas Wilayah Jakarta Barat adalah 12.616 Km². Tabel 4.4 adalah luasan wilayah berdasarkan kecamatan di Kota Administratif Jakarta Barat. Perkiraan jumlah bidang tanah yang terdapat di Jakarta Barat adalah 369.934 bidang dan jumlah bidang tanah terdaftar sejumlah 340.638 bidang (92,08%). Jumlah bidang tanah yang terpetakan adalah 299.627 bidang (81,03%). Penggunaan tanah di Jakarta Barat cukup kompleks dan sering menimbulkan dampak negatif terhadap daya dukung lingkungan. Persentase penggunaan lahan adalah sebagai berikut 50,50% untuk perumahan, 5,80% untuk areal industri, 22,80 % untuk taman/tanah kosong, dan 23,10% untuk penggunaan lainnya.

Tabel 4.4. Luasan Wilayah di Kota Administratif Jakarta Barat menurut Kecamatan

Kecamatan Luas (Km² )

Kembangan 24,16

Kebon Jeruk 17,98

Palmerah 7,51

Grogol Petamburan 9,99

Tambora 5,4

Taman Sari 7,73

Cengkareng 26,54

Kalideres 30,23

Total 129,54

Sumber: Kota Jakarta Barat dalam Angka, 2019

Gambar

Gambar 2.1.  Kerangka Arsitektur E-Government
Tabel 4.2.  Jumlah Pegawai berdasarkan Status Pegawai di Kantor Pertanahan Kota  Administratif  Jakarta Utara
Tabel 4.4.  Luasan Wilayah di Kota Administratif Jakarta Barat menurut Kecamatan
Tabel 4.6.  Jumlah Layanan Pertanahan Rutin Tertinggi di Kota Administratif Jakarta Barat No
+7

Referensi

Dokumen terkait