• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM TUJUH LANGKAH KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM PERMATA BUNDA KOTA MEDAN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM TUJUH LANGKAH KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM PERMATA BUNDA KOTA MEDAN 2019 SKRIPSI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM TUJUH LANGKAH KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

UMUM PERMATA BUNDA KOTA MEDAN 2019

SKRIPSI

Oleh

PEROIMA SIPAYUNG NIM. 151000261

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

PEROIMA SIPAYUNG NIM. 151000261

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.

Anggota : 1. Dr. Fauzi, S.K.M.

2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.

(5)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul

“Implementasi Program Tujuh Langkah Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Kota Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2020

Peroima Sipayung

(6)

pelayanan kesehatan bagi setiap individu atau masyarakat tetapi tetap menjamin keselamatan bagi pasiennya. Tujuh Langkah-Langkah Menuju Keselamatan pasien merupakan referensi bagi rumah sakit dalam mengimplementasikan program keselamatan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Implementasi Tujuh Langkah Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Kota Medan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan dari penelitian ini adalah lima orang yaitu Wakil Direktur Rumah Sakit, Komite Medis, dua dari Perawat, dan Penjamin Mutu Keselamatan Pasien (PMKP). Hasil penelitian didapatkan dari tujuh langkah menuju keselamatan pasien sudah dilaksanakan tetapi dalam pelaksanaannya belum dilakukan secara maksimal.

Masih kurangnya sinergi antara pihak rumah sakit dan pelaksana keselamatan pasien membuat tujuh langkah ini tidak berjalan secara maksimal. Kesimpulan penelitian ini didapatkan bahwa masih rendahnya pelaporan keselamatan pasien, tidak aktifnya TKPRS, dan kurang berkomitmen dalam memberikan informasi kejadian yang terjadi kepada pasien maupun keluarga pasien. Saran kepada pihak rumah sakit untuk membentuk kembali tim keselamatan pasien, membuat forum diskusi untuk membahas isu-isu keselamaan pasien, melakukan monitoring, pelatihan, dan sosialisasi keselamatan pasien secara menyeluruh. Saran kepada staf untuk bersinergis dengan rumah sakit dalam pelaksanaan keselamatan pasien.

Kata kunci: RS, program, menuju keselamatan pasien

(7)

Abstract

Patient safety is a mandatory program that must be carried out in every health service including hospitals. Hospitals must provide health services for each individual or community but still ensure safety for their patients. The Seven Steps to Patient Safety are a reference for hospitals in implementing patient safety programs. The purpose of this study was to look at the Implementation of the Seven Steps of Patient Safety at the General Hospital Permata Bunda Medan City.

This research is a descriptive qualitative research. Data collected through interviews, observations, and documentation. The informants of this study were five people, namely the Deputy Director of the Hospital, the Medical Committee, two of the Nurses, and the Patient Safety Quality Assurance (PMKP). The results obtained from the seven steps to patient safety have been implemented but in its implementation has not been done optimally. The still lack of synergy between the hospital and patient safety providers makes these seven steps not run optimally.

The conclusion of this study was that the lack of patient safety reporting, the inactivity of TKPRS, and lack of commitment in providing information on events that occurred to patients and patients' families. Suggestions to the hospital to reshape the patient safety team, create a discussion forum to discuss issues in common with patients, conduct monitoring, training, and socialize patient safety as a whole. Suggestions for staff to synergize with hospitals in the implementation of patient safety.

Keywords: Hospital, program, towards patient safety

(8)

atas berkatnyalah penulis dapat menyelesaikan segala proses dalam pengerjaan skripsi ini dengan judul “Implementasi Program Tujuh Langkah Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Kota Medan Tahun 2019”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan terhadap yang terhormat:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

4. dr. Fauzi, S.K.M., selaku dosen penguji I (satu) dan Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku dosen penguji II (dua) yang telah meemberikan masukan dan kritikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

(9)

5. Seluruh Dosen dan Staf Kepegawaian di FKM USU, terutama bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan dukungan moral selama perkuliahan.

6. Seluruh tenaga kerja RSU Permata Bunda Medan, terutama bagian yang bertanggung jawab dalam keselamatan pasien yang telah membantu dan memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Pernedi Sipayung dan (+) Roselli Girsang, selaku orang tua penulis yang sudah membesarkan dan mendidik penulis dari kecil sampai sekarang.

8. Seluruh keluarga besar GMKI Cabang Medan, terutama Komisariat GMKI FKM USU yang telah membantu dan melatih penulis semakin mendewasakan diri.

9. Seluruh teman-teman FKM USU, terutama bagi mahasiswa angkatan 2015 bagian AKK FKM USU yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan pengetahuan yang berarti bagi semua pihak dan untuk kemajuan ilmu kesehatan masyarakat. Terimakasih.

Medan, Januari 2020

Peroima Sipayung

(10)

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Daftar Istilah xiii

Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8

Rumah Sakit 8

Tugas dan fungsi rumah sakit 9

Sarana dan prasarana rumah sakit 9

Tenaga kesehatan 10

Tata kelola rumah sakit 11

Keselamatan pasien 11

Tujuan keselamatan pasien 13

Manfaat program keselamatan pasien 14

Penyelenggaraan keselamatan pasien 14

Pelaporan insiden dalam fasilitas pelayanan kesehatan 25

Alur pelaporan insiden ke tim KP di RS (internal) 26

Alur pelaporan insiden ke tim KKPRS (eksternal) 27

Tim keselamatan pasien 28

Landasan Teori 28

Kerangka Berpikir 30

Metode Penelitian 31

Jenis Penelitian 31

Lokasi dan Waktu Penelitian 31

Lokasi penelitian 31

(11)

Subjek Penelitian 31

Definisi Konsep 32

Metode Pengumpulan Data 33

Metode Analisis Data 34

Hasil dan Pembahasan 36

Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan 36

Sejarah Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan 36

Profil Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan 36

Visi dan misi 37

Struktur organisasi 38

Karakteristik informan 40

Program Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Permata Bunda Medan 41 Penerapan program keselamatan pasien 42

Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien 47

Memimpin dan mendukung staf 51

Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko 54

Mengembangkan sistem pelaporan 56

Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien 59

Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien 61

Cegah cedera melalui implementasi sistem kespas 64

Keterbatasan Penelitian 66

Kesimpulan dan Saran 67

Kesimpulan 67

Saran 68

Daftar Pustaka 71

Lampiran 74

(12)

1 Karakteristik Informan Penelitian 41

(13)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Landasan teori 28

2 Kerangka berpikir 30

(14)

1 Pedoman Wawancara 74

2 Hasil Observasi 76

3 Surat Permohonan Izin Penelitian 78

4 Surat Tanda Selesai Penelitian 79

5 Gambar Dokumentasi 80

(15)

Daftar Istilah

KARS Komisi Akreditasi Rumah Sakit

KKPRS Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit KNC Kejadian Nyaris Cedera

KNKP Komite Nasional Keselamatan Pasien KNKRS Komite Nasional Keselamatan Rumah Sakit KPC Kondisi Potensial Cedera

KPRS Keselamatan Pasien Rumah Sakit KTC Kejadian Tidak Cedera

KTD Kejadian Tidak Diharapkan PERMENKES Peraturan Menteri Kesehatan

PERSI Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia PMKP Penjamin Mutu Keselamatan Pasien

RS Rumah Sakit

RCA Root Cause Analysis

RSPB Rumah Sakit Permata Bunda

SDM Sumber Daya Manusia

SNARS Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit SOP Standar Operasional Prosedur

TKPRS Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

UU Undang-Undang

(16)

Saribudolok pada tanggal 28 April 1997. Penulis beragama Kristen Protestan, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Pernedi Sipayung dan (+) Roselli Girsang.

Pendidikan formal dimulai di TK Harapan Saribudolok Tahun 2001-2002.

Pendidikan sekolah dasar di SD Swasta GKPS Saribudolok Tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Swasta Bunda Mulia Saribudolok Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMAN 1 Silimakuta Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2020

Peroima Sipayung

(17)

Pendahuluan

Latar Belakang

Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan suatu lembaga organisasi atau kelompok dalam meningkatkan kesehatan, pencegah, dan mengobati penyakit individu atau kelompok masyarakat. Pelayanan kesehatan sudah menunjukan peningkatan yang sangat pesat, dapat dilihat dari pengetahuan tentang penyakit dan inovasi teknologi dalam meningkatkan harapan hidup manusia.

Pelayanan kesehatan yang sampai sekarang masih konsisten dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu atau kelompok masyarakat secara rutin adalah rumah sakit (RS). Rumah Sakit adalah lembaga pelayanan kesehatan bagi pasien/masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, dan kehidupan sosial ekonomi pasien/masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang lebih tinggi. Rumah sakit didasari nilai kemanusiaan dan diselenggarakan berasaskan Pancasila sehingga tetap memberikan perlindungan keselamatan pada pasien yang dirawat (UU RI 44, 2009).

Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien harus memberikan pelayanan kesehatan yang lebih aman, anti diskriminasi, efektif, dan bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien.

Keselamatan pasien merupakan sistem yang membuat pasien aman dan mencegah

(18)

terjadinya kesalahan saat memberikan pelayanan kepada pasien. Terkoordinasi upaya dalam mencegah insiden, yang disebabkan oleh proses perawatan kesehatan itu sendiri merupakan disiplin keselamatan pasien (Permenkes 11, 2017).

Komitmen dalam pelaksanaan keselamatan pasien di seluruh dunia mulai berkembang sejak tahun 2000. Penelitian “To Err is Human: Building a Safer Health System oleh Committee on Quality of Health Care in America, Institute of Medicine (IOM)” tahun 2000 menjelaskan bahwa sebanyak kurang lebih 44.000 - 98.000 orang di Amerika meninggal tiap tahunnya karena kejadian kesalahan tindak medis yang terjadi di rumah sakit yang ada di Amerika. Laporan ini juga menjelaskan bahwa di rumah sakit Utah dan Colorado ditemukan kejadian tidak diharapkan (KTD) sebesar 2,9%, dimana, 6,6% diantaranya meninggal dunia.

Sedangkan di New York KTD sebesar 3,7%, dimana 13,6% di antaranya meninggal dunia.

Publikasi WHO 2004, mengumpulkan data-data penelitian keselamatan pasien RS di berbagai Negara; Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan sistem keselamatan pasien. Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan jumlah kematian yang disebabkan kecelakaan mobil atau motor, kanker payudara, dan HIV/AIDS. Hal ini menduduki peringkat kelima secara nasional sehingga Institute of Medicine mendorong upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Amerika dengan memusatkan perhatian pada fakta-fakta serta menyebarkan rekomendasi- rekomendasi (Permenkes RI, 2015).

(19)

3

Organisasi kesehatan yang memfokuskan diri dalam peningkatan keselamatan pasien di RS Indonesia disebut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) mengajak stakeholder RS dalam penerapan keselamatan pasien agar asuhan pasien lebih aman dengan identifikasi, asesmen resiko, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya insiden yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau mengambil tindakan (Permenkes 11, 2017)

National Pasient Safety Agency 2017 mengatakan telah terjadi insiden keselamatan pasien sebanyak 1.879.922 kejadian pada negara Inggris tahun 2016.

Ministry Of Health (MOH) 2013 melaporkan bahwa angka insiden keselamatan pasien Malasya tahun 2013 sebanyak 2.769 kejadian. Indonesia menurut pelaporan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) dalam rentang tahun 2006 sampai 2011 sebanyak 877 kejadian. Berdasarkan pelaporan diatas, dapat dilihat bahwa KKPRS masih kurang konsisten dalam penerapan keselamatan pasien. Laporan Insiden Keselamatan Pasien ini menemukan adanya kasus kejadian tidak diharapkan (KTD) sebanyak 14,41% dan kejadian nyaris cedera (KNC) sebanyak 18,53% yang disebabkan karena proses atau prosedur klinik sebanyak 9,26 %, medikasi sebanyak 9,26%, dan pasien jatuh sebanyak 5,15%.

(20)

Topik keselamatan pasien merupakan topik yang hangat dibahas.

Pelatihan, seminar, dan workshop tentang keselamatan pasien merupakan agenda tahunan yang dilakukan rumah sakit untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Nyatanya keselamatan pasien masih kurang tercapai secara maksimal meskipun sudah dilakukan standar, sasaran dan langkah menuju keselamatan pasien sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 2017 sehingga terjadi insiden keselamatan pasien.

Program keselamatan pasien merupakan program pemerintah yang wajib dilakukan di tiap fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia.

Pelaksanaanya bukan hanya semata memberikan pelaporan tetapi juga harus dipastikan implementasi kebijakan tersebut secara nyata dilakukan di lapangan untuk menghindari risiko yang akan terjadi.

Mengutamakan keselamatan pasien sudah menjadi kebijakan global dalam memberi pelayanan di rumah sakit, hanya saja sejauh ini rumah sakit masih lebih mengutamakan pelayanan medis. Rumah sakit sendiri diwajibkan dalam penerapan standar keselamatan pasien dengan tujuh langkah yang telah ditetapkan di permenkes No. 11 tahun 2017. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien merupakan acuan rumah sakit dalam melaksanakan program keselamatan pasien.

Tujuh langkah tersebut adalah membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan mendukung staf, mengintegrasikan aktivitas pelaporan risiko, mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, serta

(21)

5

mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Namun beberapa rumah sakit belum maksimal dalam melakukan implementasinya.

Berdasarkan hasil penelitian Rachmawati dkk (2017) dengan judul

“Analisis pelaksanaan tujuh langkah menuju keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang” mengungkapkan bahwa implementasi pasien tidak hanya mengumpulkan data, melakukan program, meningkatkan program tetapi harus berkomitmen dalam menunjukkan budaya keselamatan pasien, lebih cepat dalam memberikan pelaporan insiden, memiliki komunikasi terbuka tentang kejadian kepada pasien dan keluarga, dan adanya pembelajaran aktif tentang insiden yang melibatkan semua departemen rumah sakit. Perlunya pertemuan rutin dan walk about ekslusif yang melibatkan pemimpin eksklusif, komite keselamatan pasien, dan departemen yang membahas keselamatan pasien untuk meningkatkan komitmen dan keterbukaan dan adil dalam budaya keselamatan pasien.

Rumah Sakit Umum Permata Bunda adalah rumah sakit kelas C di kota Medan yang memberikan pelayanan kesehatan bersifat umum maupun bersifat spesialistik, yang dilengkapi dengan pelayanan medis 24 jam. Lokasinya berada di Jl. SM Raja no. 7 Medan, Povinsi Sumatera Utara, Indonesia dengan luas area 2.955,80 m2 dan luas bangunan 4.230 m2.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, informasi data kunjungan pasien di RSU Permata Bunda Kota Medan pada tahun 2017 dan 2018 sebanyak 8801 kunjungan dan 9628 kunjungan. Kunjungan pada januari-agustus 2019 ada sebanyak 9989 kunjungan. Data kunjungan pasien dapat dilihat bahwa

(22)

tingginya kunjungan pasien RSU Permata Bunda menjadi perhatian khusus bagi pihak rumah sakit dan staf kesehatan dalam menerapkan keselamatan pasien.

Hasil wawancara awal peneliti mendapatkan informasi dari kepala ruangan rawat inap bahwa sudah pernah terjadi kejadian tidak diinginkan di RSU Permata Bunda. KTD yang terjadi tidak dilaporkan sebagaimana mestinya. Pasien hampir jatuh dikarenakan kurang pengawasan perawat dan keluarga dalam mengatur posisi tempat tidur pasien. Sistem perencanaaan dan pengorganisasian keselamatan pasien di RS tersebut belum maksimal dapat dilihat dari minimnya laporan mengenai keselamatan pasien. Hasil wawancara awal dengan informan ini juga diperoleh bahwa rumah sakit telah memiliki standar operasional prosedur (SOP) mengenai sasaran keselamatan pasien khususnya pasien jatuh tetapi dalam proses implementasinya masih kurang.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan yaitu perawat diperoleh informasi bahwa banyaknya pasien yang berkunjung membuat perawat mengalami kelelahan dalam bekerja. Selain itu, rumah sakit juga masih kurang dalam memberikan reward kepada staf. Manfaat dari reward ini adalah dapat meningkatkan semangat pekerja dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.

Pencapaian visi RSU Permata Bunda salah satunya yaitu menerapkan keselamatan pasien tetapi melihat masih adanya masalah-masalah keselamatan pasien di RSU Permata Bunda dan kurang optimalnya RS dalam pelaksanaan keselamatan pasien maka peneliti tertarik dalam melakukan penelitian tentang

(23)

7

implementasi program tujuh langkah keselamatan pasien di RSU Permata Bunda Kota Medan.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah bagaimana implementasi program tujuh langkah keselamatan pasien di RSU Permata Bunda Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi program tujuh langkah keselamatan pasien di RSU Permata Bunda Kota Medan Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah 1. Bagi peneliti

Diharapkan dapat menambah ilmu dan pengalaman serta keterampilan dalam melakukan penelitian.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan kepada seluruh penanggungjawab RS dalam membangun mutu dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

3. Bagi Pendidikan

(24)

Dapat dijadikan sebagai referensi kepada pihak-pihak di bidang kesehatan masyarakat khususnya di bidang Ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan mengenaik implementasi program keselamatan pasien.

(25)

Tinjauan Pustaka

Rumah Sakit

Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan paripurna yang memberikan upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit disebutkan bahwa yang dimaksud dengan rumah sakit adalah lembaga pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang lebih tinggi.

Dalam rumah sakit ada istilah pasien dan gawat darurat. Pasien adalah orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit. Gawat darurat adalah keadaan klinik pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.

Rumah Sakit dibangun berasaskan Pancasila dengan tujuan mempermudah akses masyarakat dalam menerima pelayanan kesehatan, meningkatkan maupun mempertahankan mutu rumah sakit, dan memberikan perlindungan keselamatan pasien dan kepastian hukum dan, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusianya. Rumah sakit di Indonesia secara umum ada lima bagian yaitu

(26)

rumah sakit umum, rumah sakit khusus, rumah sakit pendidikan dan penelitian, rumah sakit lembaga atau perusahaan, dan klinik (UU RI 44, 2009).

Pemerintah telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan fungsi rujukan dan secara berjenjang. Pengklasifikasian rumah sakit akan menentukan jenis layanan dan perawatan yang diberikan serta fasilitas pelayanannya. Klasifikasi rumah sakit umum terdiri dari kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D sedangkan rumah sakit khusus terdiri dari kelas A, B, dan C.

Tugas dan fungsi rumah sakit. Tugas secara umum rumah sakit adalah memberi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Tercapainya tugas rumah sakit harus dibarengi dengan fungsi rumah sakit itu sendiri. Menurut undang-undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit ada empat (4) fungsi dari rumah sakit, yaitu:

a. Penyelenggara dalam pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan secara paripurna c. Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan pengetahuan kesehatan

d. Penyelenggara penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan kesehatan.

Sarana dan prasarana rumah sakit. Sarana prasarana adalah satu penunjang dalam pengoperasian rumah sakit. Sarana rumah sakit merupakan bangunannya, bangunan rumah sakit memiliki persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan UU RI 44 tahun 2009. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah:

(27)

10

a. Memenuhi administrasi dan persyaratan teknis bangunan pada umumnya sesuai undang-undang

b. Bangunan rumah sakit harus aman dan dapat memudahkan dalam pemberian pelayanan serta memberikan pelindungan keselamatan bagi semua orang.

Selain itu, bangunan rumah sakit sedikitnya harus memiliki ruang rawat jalan, rawat inap, tenaga kesehatan, gawat darurat, farmasi, operasi, radiologi, laboratorium, sterilisasi, pendidikan dan pelatihan, kantor dan administrasi, ibadah dan atau tunggu, penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, meyusui, laundry, mekanik, dapur, kamar jenazah, taman, pelataran parkir yang mencukupi dan pengelolahan sampah.

Prasarana rumah sakit itu sendiri harus memiliki instalasi air, instalasi mekanikal dan eletrikal, instalasi uap, instalasi gas medik, instalasi pengelolaan limbah, pencegahan dan penanggulangan kebakaran, petunjuk standar dan sarana evaluasi saat terjadi keadaan darurat, instalasi tata udara, sistem informasi dan komunikasi, dan ambulan.

Tenaga kesehatan. Rumah sakit minimal harus memiliki tenaga medis dan tenaga keperawatan, tenaga manajemen rumah sakit, tenaga kefarmasian, tenaga non kesehatan, dan penunjang medis. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki surat izin sesuai undang-undang. Rumah sakit juga memiliki standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, mengutamakan keselamatan pasien dan menghormati hak pasien yang harus dilakukan tenaga kesehataan (UU RI 44, 2009).

(28)

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas A, B, C, dan khusus harus terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga nonkesehatan (Permenkes 56, 2014)

Tata kelola rumah sakit. Rumah sakit memiliki banyak komponen yang saling berinteraksi dan membutuhkan tata kelola atau governance. Rumah sakit memiliki banyak elemen yang membuat rumah sakit menjadi instansi yang penuh dengan risiko, antara lain:

1. Pasien, yang memiliki banyak variabel antara lain jenis penyakit, ras, umur, pendidikan, sex, budaya, sosial dan ekonomi.

2. Staf, antara lain memiliki variabel pendidikan, keterampilan, kompetensi, kesesuaian dan motivasi.

3. Proses, yang meliputi perbedaan, guideline, prosedur, dan pedoman.

4. Informasi, yang harus memperhatikan kualitas dan ketepaan.

5. Sumber daya.

6. Organisasi, yang meliputi elemen visi, misi, filosofi, dukungan untuk perbaikan pelayanan.

Keenam elemen ini akan berdampak pada mutu pelayanan yang berujung pada risiko, terutama bagi pasien. Mengingat itu, maka rumah sakit memerlukan suatu tatakelola dalam menjalankan tugasnya. Tata kelola merupakan sikap atau tindakan dalam membentuk kebijakan dan kesetaraan.

Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien adalah salah satu dari tujuan RS. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman yang

(29)

12

meliputi identifikasi, asesmen risiko, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pelaporan, risiko pasien, dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya (Permenkes 11, 2017).

Penjelasan WHO tentang keselamatan pasien, seperti: “Patient safety is the absence of preventable harm to a patient during the process of health care.

The discipline of patient safety is the coordinated efforts to prevent harm, caused by the process of health care itself, from occurring to patients. Over the past ten years, patient safety has been increasingly recognized as an issue of global importance, but much work remains to be done. Penjelasan tersebut perlu diperhatikan bahwa inti dari keselamatan pasien yaitu dengan asuhan pasien, sudah dikategorikan sebagai suatu disiplin dan insiden yang dapat dicegah atau yang seharusnya tidak terjadi.

Meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit juga semakin meningkat. Selain itu, meningkatkan keselamatan pasien dapat mengurangi insiden keselamatan pasien (IKP) yang juga berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan dan membawa rumah sakit ke arena blamming.

Menghindari konflik antara pelayan kesehatan dengan pasien, menghindari tuntutan dan proses hukum, menghindari sengketa medis, tuduhan malpraktek, blow up ke mass media yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap

(30)

pelayanan rumah sakit adalah hal-hal yang dapat dihindari saat keselamatan pasien semakin ditingkatkan.

Keselamatan pasien sebagai acuan bagi RS di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya sehingga dijadikan sebagai standar peningkatan mutu pelayanan. Pembentukan Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan rangkaian dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan. Tugas dari komite ini adalah memberikan pertimbangan dan masukan kepada menteri dalam rangka penyusunan peraturan keselamatan pasien dan kebijakan nasional.

Tercapainya tugas komite nasional keselamatan pasien juga harus dibarengi dengan terjalannya fungsinya. Fungsi dari komite ini adalah:

a. Menyusun pedoman dan standar keselamatan pasien b. Menyusun dan melaksanakan program keselamatan pasien

c. Mengembangkan dan mengelolah sistem analisis, pelaporan insiden, dan penyusunan rekomendasi keselamatan pasien

d. Bekerjasama dengan berbagai institusi terkait

e. Monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan program keselamatan pasien (Permenkes 11, 2017)

Tujuan keselamatan pasien. Tujuan keselamatan pasien adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh pelayanan kesehatan.

(31)

14

Keselamatan pasien harus diselenggarakan setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan dari penerapan keselamatan pasien sebagai berikut:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya KTD

d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien.

Manfaat program keselamatan pasien bagi rumah sakit yang sudah menerapkan akan lebih mendominasi pasar jasa sehingga perusahaan dan asuransi akan menggunakan rumah sakit tersebut sebagai provider kesehatan karyawan/klien mereka, dan masyarakat akan semakin nyaman dalam menerima pelayanan kesehatan. Kenyamanan yang didapatkan masyarakat akan semakin berdampak baik karena RS akan dianggap sebagai “Green Product”.

Penyelenggaraan keselamatan pasien. Fasilitas pelayanan kesehatan haruslah menerapkan keselamatan pasien. Peraturan Menteri Kesehatan menggatakan dalam penyelenggaran keselamatan pasien harus menerapkan tujuh standar, enam sasaran, dan tujuh langkah menuju keselamatan pasien.

Tujuh standar keselamatan pasien. Mengingat keselamatan pasien harus

ditangani maka rumah sakit di Indonesia perlu standar keselamatan pasien sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatannya.

Hak pasien. Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan yang diterima dan risiko kemungkinan terjadi insiden.

Dengan kategori harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter

(32)

penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dan dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.

Pendidikan bagi pasien dan keluarga. Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarga pasien tentang penanggulangan penyakit pasien, tanggung jawab, dan kewajiban pasien dalam menerima asuhan. Keterlibatan pasien sebagai mitra dalam proses pelayanan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan. Rumah sakit haruslah membuat mekanisme dan sistem mendidik pasien dan keluargan pasien tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Adapun tujuan dari terlaksananya poin ini adalah agar pasien dan keluarganya dapat memberikan informasi keselamatan pasien, mengetahui tanggung jawab pasien dan keluarga, berperan aktif dan memberikan pertanyaan untuk hal yang tidak dapat diterima, dimengerti dan memahami konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa, dan memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan. Rumah sakit harus menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan unit pelayanan kesehatan. Maksud dari poin ini adalah agar tercipta koordinasi pelayanan secara menyeluruh, terciptanya koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan, terciptanya koordinasi pelayanan yang mencakup

(33)

16

peningkatan komunikasi, dan terciptanya komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga tercapai proses koordinasi tanpa hambatan dan aman.

Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan keselamatan pasien. Rumah sakit harus memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Adapun kriteria dari poin ini adalah rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada tujuan rumah sakit, visi, misi, dan kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Selain itu, rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja, melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua kejadian/insiden, dan harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis dalam menentukan perubahan sistem.

Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien. Pimpinan harus mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju keselamatan pasien yang ada di Permenkes 11, 2017. Standar yang dimaksud disini adalah pimpinan yang mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien, pimpinan yang menjamin keberlangsungan program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien, pimpinan yang mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi dalam tim, pimpinan yang

(34)

mengalokasikan sumber daya yang adekuat, dan pimpinan yang dapat mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi dalam meningkatkan kinerja rumah sakit.

Kriteria dalam poin ini adalah adanya tim antar disiplin dalam mengelola program keselamatan pasien, tersedianya program proaktif dalam mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan program meminimalisir insiden, tersedianya mekanisme kerja dalam menjamin semua komponen rumah sakit dapat terintegrasi dan berpartisipasi, adanya prosedur cepat tanggap terhadap insiden, tersedianya mekanisme pelaporan internal dan eksternal sesuai dengan permenkes, tersedianya mekanisme dalam menangani berbagai insiden, adanya kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela, tersedianya sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan, dan tersedianya sasaran yang terukur.

Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien. Rumah Sakit harus memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi dalam setiap jabatan. Selain itu, rumah sakit juga harus memberikan pelatihan dan pendidikan secara berkesinambungan agar terpelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria dalam poin ini adalah rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf pelayan kesehatan tentang topik keselamatan pasien. Rumah sakit juga harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan dan memberikan pedoman pelaporan insiden. Selain itu, rumah sakit juga harus menyelenggarakan pendidikan tentang kerja sama tim guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka memberi pelayanan.

(35)

18

Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Rumah sakit harus merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. Perlunya anggaran dalam merencanakan dan mendesain proses perolehan data dan informasi tentang keselamatan pasien merupakan kriteria dalam poin ini. Adanya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

Sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien merupakan

syarat dari akreditasi rumah sakit oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

Tujuan dari sasaran ini agar terciptanya spesifikasi dalam keselamatan pasien.

Menjelaskan bagian-bagian yang sering bermasalah dan bagaimana menyelesaikannya beserta dengan bukti.

Sasaran keselamatan pasien ini terdiri dari enam yang meliputi:

Mengidentifikasi pasien dengan benar. Kesalahan tidak dapat terjadi dalam mengidentifikasi apabila dilakukan pengecekan minimal dua kali.

Pengecekan yang pertama untuk mengidentifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan. Pengecekan yang kedua untuk menyesuaikan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi pasien khususnya dalam pemberian obat dan darah, pengambilan darah dan lainya untuk pemeriksaan klinis, memberikan pengobatan maupun tindakan lainnya. Kebijakan dan/atau prosedur juga harus

(36)

menjelaskan penggunaan identitas pada tiap-tiap lokasi yang berbeda di rumah sakit. Proses kolaboratif dilakukan agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi agar kebijakan atau proses dapat dikembangkan.

Meningkatkan komunikasi yang efektif. Komunikasi harus tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien agar mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan atau melalui telepon. Rumah sakit secara bersamaan harus melakukan pengembangan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk mencatat (memasukan kedalam komputer) hasil pemeriksaan oleh penerima perintah secara lengkap, penerima perintah membaca kembali hasil pemeriksaan, dan memastikan kembali apakah yang ditulis dan membaca kembali apakah sudah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur membaca kembali tidak perlu dilakukan apabila tidak memungkinkan seperti dikamar operasi dan lainnya.

Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai. Pengobatan pasien perlu diamati secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat- obatan perlu diwaspadai khususnya obat yang dapat menyebabkan kesalahan seperti alergi, obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak serius seperti obat yang terlihat mirip dan nama atau kedengaran mirip.

Kebijakan dan prosedur rumah sakit sudah sewajarnya memberikan daftar atau lebel obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data kesalahan obat yang pernah terjadi di rumah sakit tersebut.

(37)

20

Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar. Kesalahan lokasi, salah prosedur, adalah pasien pada operasi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan harus diwaspadai setiap rumah sakit. Kasalahan ini dapat terjadi karena komunikasi yang kurang efektif dan tidak adanya keterbukaan antara anggota tim, asesmen pasien dan penelaahan ulang catatan medis yang tidak adekuat, dan resep dan singkatan yang tidak terbaca.

Rumah sakit haruslah mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif didalam mengeliminasi masalah ini. Praktek berbasis bukti seperti yang digambarkan di Sugical Safety Checlist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery perlu digunakan.

Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan. Pengurangan risiko infeksi adalah tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan.

Infeksi akan dapat ditemukan dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah, dan pneumonia.

Pokok dari eliminasi infeksi adalah cuci tangan dengan benar. Rumah sakit perlu membuat kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima dan mengimplementasian petunjuk di rumah sakit.

Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh. Pasien yang terjatuh akan mengakibatkan cedera pada pasien yang sedang di rawat inap. Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk

(38)

mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Program evaluasi tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

Tujuh langkah keselamatan pasien. Mengacu pada standar keselamatan

pasien, maka rumah sakit perlu merancang atau memperbaiki, memonitoring dan mengevaluasi, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses ini harus sesuai dengan visi, misi dan tujuan rumah sakit serta sesuai dengan tujuh langkah dalam menuju keselamatan pasien menurut Permenkes 11 tahun 2017. Tujuh langkah dalam menuju keselamatan pasien ini terdiri dari:

Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka. Bagi Rumah sakit; rumah sakit harus memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan staf jika terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta yang harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien, dan keluarga. Rumah sakit haruslah memiliki kebijakan yang menjabarkan akuntabilitas dan peran individu jika ada insiden. Menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.

Bagi staf/tim; Tim sekerja harusnya merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat laporan apabila terjadi insiden. Demonstrasikan kepada tim tindakan-tindakan yang dipakai rumah sakit untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan selanjutnya.

(39)

22

Memimpin dan mendukung staf. Pimpinan berperan aktif dalam perancangan, pembentukan komite medis, memonitoring, serta mengevaluasi staf untuk meningkatkan komitmen keselamatan pasien.

Bagi Rumah sakit; Memastikan anggota direksi atau pimpinan yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan menjadi penggerak dalam keselamatan pasien. Memprioritaskan keselamatan pasien dalam setiap rapat yang dilakukan.

Memasukkan keselamatan pasien pada setiap program pelatihan yang dilakukan dan memastikan pelatihan tersebut dapat diukur ke efektifitasannya.

Bagi staf/tim; Nominasikan calon penggerak dalam suatu tim untuk memimpin gerakan keselamatan pasien. Menjelaskan kepada tim betapa pentingnya keselamatan pasien. Menumbuhkan etos kerja dilingkungan staf agar mereka merasa dihargai dan mampu berbicara apabila memiliki pendapat bahwa insiden dapat terjadi.

Mengintegrasikan aktivitas pengelolaaan risiko. Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko dan mengidenifikasi kemungkinan terjadinya potensi masalah. Bagi Rumah sakit; Menelaah kembali struktur dan proses pengelolaan risiko klinis dan non klinis, dan memastikan hal tersebut sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf. Mengembangkan indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko agar mudah di monitor oleh pimpinan.

Memperbaiki pelayanan pasien secara proaktif dengan menggunakan informasi- informasi yang diperoleh dari pelaporan insiden dan asesmen risiko pasien.

Bagi staf/tim; Melakukan forum diskusi didalam rumah sakit tentang isu- isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen.

(40)

Melakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukannya tindakan. Melakukan asesmen risiko secara teratur untuk tiap jenis risiko dan tindakan yang harus dilakukan guna meminimalisir masalah. Memastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan dan pencatatan risiko rumah sakit.

Mengembangkan sistem pelaporan. Sistem pelaporan adalah hal yang krusial dilakukan, untuk itu rumah sakit harus memastikan staf melaporkan insiden secara internal maupun eksternal. Bagi Rumah sakit; Mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan insiden di rumah sakit dan dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

Bagi staf/tim; Memberi dorongan kepada staf agar melaporkan insiden keselamatan pasien baik yang sudah terjadi dan yang sudah dicegah tetapi berpotensi sebagai pembelajaran.

Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangakan komunikasi yang terbuka kepada pasien dan keluarga pasien. Bagi Rumah sakit;

Membentuk kebijakan mengenai keterbukaan komunikasi pasien dan keluarga pasien tentang insiden yang terjadi. Memastikan keluarga mendapatkan informasi yang jelas apabila terjadi insiden. Memberikan dukungan, melakukan pelatihan, dan memberi dorongan kepada staf agar mampu memberikan informasi yang terbuka kepada pasien dan keluarga.

Bagi staf/tim; Staf harus menghargai dan mendukung secara aktif keterlibatan pasien dan keluarga pasien waktu terjadi insiden. Memprioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga pasien bila terjadi insiden dan

(41)

24

memberikan informasi yang jelas, akurat dan tepat waktu. Apabila terjadi insiden, segera mungkin staf menunjukan rasa empati kepada pasien dan keluarga pasien.

Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

Memastikan agar staf dapat menganalisis akar permasalahan agar dapat mengetahui masalahnya dan pencegahannya. Bagi Rumah sakit; memastikan staf sudah terlatih melakukan kajian insiden secara tepat sehingga bisa mengidentifikasi akar masalah. Mengembangkan kebijakan yang menjelaskan kriteria pelaksanaan analisis akar masalah (Root Cause Analysis/RCA).

Bagi staf/tim; memberikan pelajaran didalam lingkungan kerja mengenai analisis insiden. Identifikasi unit lain yang memungkinkan terkena dampak dan membagikan pengalaman tersebut sebagai pembelajaran.

Mencegah cedea melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Dibutuhkannya perubahan budaya dan komitmen staf dalam melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Bagi Rumah sakit; Menetapkan solusi di rumah sakit dengan menggunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden, asesmen risiko, investigasi insiden, audit, dan analisa. Solusi tersebut mencakup penjabaran ulang sistem dan proses, penyelarasan pelatihan staf dan praktik klinik. Melakukan asesmen risiko pada setiap perubahan yang direncanakan.

Memonitoring dampak dari perubahan tersebut. Mengimplementasikan solusi yang sudah dikembangkan baik oleh KNKP maupun rumah sakit itu sendiri.

Bagi staf/tim; Melibatkan staf dalam pengembangan cara asuhan pasien lebih baik dan aman. Mengamati perubahan yang sudah dibuat dengan staf dan

(42)

memastikan keberlangsungannya. Memastikan apakah staf mendapatkan dampak yang baik dalam setiap pelaporan insiden secara berkala.

Pelaporan insiden dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan pasien adalah kejadian atau situasi yang mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian, dan lain-lain). Pelaporan insiden merupakan sistem pendokumentasian insiden keselamatan pasien, analisis, dan solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan dilakukan dengan dua cara yaitu secara internal (di dalam rumah sakit itu sendiri) dan secara eksternal (kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKPRS, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia/PERSI, hingga terbentunya Komite Nasional Keselamatan Rumah Sakit/KNKRS). Insiden dalam pemberian pelayanan kesehatan tergolong atas empat bagian, yaitu:

a. Kondisi Potensial Cedera (KPC), kondisi yang memungkinkan terjadi insiden yang sangat berpotensi menimbulkan cedera.

b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC), kondisi yang sudah terjadi insiden tetapi belum sampai terpapar.

c. Kejadian Tidak Cedera (KTC), kondisi yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak ada timbul cedera.

d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), kondisi yang terkena insiden yang mengakibatkan cedera. Kejadian ini dapat menimbulkan kejadian sentinel yang dapat mengakibatkan cedera permanen dan paling parah mengakibatkan kematian.

(43)

26

e. Kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Istilah ini dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti; operasi pada bagian tubuh yang salah, dan amputasi pada kaki yang salah.

Pelaporan insiden dilaporkan secara tertulis setiap kejadian atau yang berpotensi cedera, dan telah dilakukan analisis masalah, rekomendasi dan solusinya. Tujuan dari pelaporan insiden ini adalah untuk mencegah dan menurunkan insiden agar dapat dikoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan individu orang. Pelaporan insiden harus dilaporkan paling lambat 2x24 jam secara internal kepada TKPRS.

Alur pelaporan insiden ke tim KP di RS (internal). Adapun alur pelaporan yang dilakukan apabila terjadi suatu insiden, seperti:

1. Setelah dilakukan tindakan maka buat pelaporan insiden dengan mengisi formulir laporan insiden pada akhir jam kerja paling lambat 2 x 24 jam.

2. Setelah mengisi formulir pelaporan segera serahkan kepada atasan. Atasan yang dimaksud disini adalah penanggung jawab keselamatan pasien di rumah sakit tersebut.

3. Atasa memeriksa langsung pelaporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.

4. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa, yaitu a. Grade biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu

maksimal 1 minggu

(44)

b. Grade hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu

c. Grade kuning : Investigasi komprehensif/ Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari

d. Grade merah : Investigasi komprehensif/ Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari

5. Lakukan investigasi sederhana kemudian dilaporkan ke Tim KP di RS.

6. Tim KP di RS menganalisis kembali hasil investigasi untuk menentukan apakah perlu investigasi lanjut (RCA) dengan melakukan regrading

7. Grading kuning/merah, dilakukan analisis akar masalah/ RCA.

8. Membuat laporan dan rekomendasi untuk perbaikan serta pembelajaran berupa peraturan dalam mencegah kejadian yang sama.

9. Hasil RCA direkomendasikan dan rencana kerja dilaporkan kepada direksi.

10. Merekomendasikan perbaikan dan pembelajaran dan sosalisasi kepada seluruh unit rumah sakit.

11. Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing- masing.

12. Memonitoring dan evalusi perbaikan oleh tim.

Alur pelaporan insiden ke KKPRS (eksternal). Laporan hasil investigasi sederhana/analisis RCA yang terjadi pada pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim KP di RS (internal) / Pimpinan RS. Laporan dilakukan dengan melakukan entry data (e-reporting) dikirim ke

(45)

28

KKPRS melalui website www.buk.depkes.go.id dengan menggunakan username dan password untuk menjamin kerahasiaan sumber informasi.

Tim keselamatan pasien. Tim keselamatan pasien berfungsi sebagai manager kegiatan keselamatan pasien, adapun tugas dari tim ini adalah:

a. Menyusun kebijakan dan pengaturan keselamatan pasien b. Mengembangkan program keselamatan pasien

c. Memberikan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang penerapan program keselamatan pasien

d. Melakukan pelatihan keselamatan pasien

e. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisis insiden termasuk RCA, dan mengembangkan solusi dalam peningkatan keselamatan pasien

f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien

g. Membuat laporan kegiatan

h. Mengirim laporan insiden secara teratur melalui e-reporting sesuai dengan pedoman pelaporan insiden.

Seluruh tugas yang dilakukan oleh tim keselamatan pasien harus disetujui oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Landasan Teori

Teori implementasi model George C. Edward III. Teori Indikator Implementasi kebijakan memiliki empat variabel yang dapat menentukan keberhasilan implementasi dalam suatu program ataupun kebijakan. Adapun variabel-variabelnya adalah sebagai berikut (Ayuningtyas, 2018) :

(46)

Faktor komunikasi (communication). Komunikasi adalah kunci utama

suatu keberhasilan program. Program yang berjalan dengan lancar dipengaruhi oleh tiga indikator, yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi.

Ketersediaan sumberdaya (resources). seperti

Faktor Sumber Daya Manusia (SDM). Tenaga Kesehatan adalah salah satu SDM dan setiap orang yang telah mengabdikan diri dalam bidang kesehatan yang telah memiliki keterampilan khusus, berpendidikan, terlatih dan memiliki pengetahuan dalam bidang Kesehatan.

Sikap dan komitmen dari pelaksana program (dispotition). Disposisi adalah sikap dari implementor dalam menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Struktur keberhasilan

Struktur birokrasi. Birokrasi harus dapat mendukung kebijakan yang diputuskan secara politik dengan melakukan koordinasi yang baik.

Gambar 1. Model Edward III Komunikasi

(Communication)

Struktur Birokrasi (Bureaucratic

Structure)

Implementasi Kebijakan (Policy

Implemation) Sumber Daya

(Resources)

Sikap/ Disposisi (Attitudes)

(47)

30

Kerangka Berpikir

Adapun fokus penelitiannya adalah tujuh langkah menuju keselamatan pasien yang mana tiap langkah memiliki keterkaitan.

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Implementasi tujuh langkah menuju keselamatan pasien

1.Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2.Memimpin dan mendukung staf

3.Megintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko

4.Mengembangkan sistem pelaporan 7. Cegah cedera melalui

implementasi sistem keselamatan pasien

6.Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

5.Melibatkan dan berkomunikasi dengan

pasien

(48)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif dengan metode kualitatif agar diketahui secara jelas dan lebih mendalam tentang Implementasi program tujuh langkah keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Kota Medan tahun 2019.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Kota Medan. Peneliti memilih lokasi ini karena RSU Permata Bunda baru dua tahun menerapkan keselamatan pasien dan sudah terakreditasi sehingga peneliti tertarik untuk menelitinya.

Waktu pelaksanaan. Waktu pelaksanaan ini dilakukan sejak peneliti sudah melakukan survei awal pada bulan Juni 2019 sampai Desember 2019.

Subjek Penelitian

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.

Menentukan informan menggunakan cara non-probability sampling dengan teknik sampling purposive, dimana informan ditentukan dengan pertimbangan tertentu.

Informan penelitian pada penelitian ini yaitu unit yang terlibat dalam pasien safety yang ada di RSU Permata Bunda Kota Medan. Informan yang dianggap berkompeten dalam memberikan informasi ini yaitu:

(49)

32

1) Direktur Rumah Sakit

2) Kepala Penjamin Mutu Rumah Sakit (PMRS)

3) Kepala Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) 4) Kepala Ruangan Lantai sekaligus perawat jaga

5) Kepala Tim Komite Medis Definisi Konsep

Tujuh langkah menuju keselamatan pasien adalah sistem yang memberi asuhan pasien di rumah sakit semakin aman agar tidak terjadi cedera yang disebabkan oleh kesalahan selama memberi pelayanan kesehatan melalui tujuh langkah yang saling berkaitan, meliputi:

1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka.

2) Memimpin dan mendukung staf adalah suatu upaya pemimpin untuk berperan aktif dalam perancangan, pembentukan komite medis, memonitoring, serta mengevaluasi staf untuk meningkatkan komitmen keselamatan pasien.

3) Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan resiko adalah suatu upaya mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko dan mengidentifikasi kemungkinan terjadi potensi masalah

4) Mengembangkan sistem pelaporan adalah suatu upaya rumah sakit dalam memastikan staf melaporkan insiden secara internal maupun eksternal.

(50)

5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien adalah suatu upaya dalam mengembangkan komunikasi yang terbuka kepada pasien dan keluarga pasien

6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien adalah suatu upaya dalam memastikan agar staf dapat menganalisis akar permasalahan agar dapat mengetahui masalah dan pencegahannya.

7) Mencegah cedera melalui implementasi adalah perubahan budaya dan komitmen staf dalam melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih jenis penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik.

1. Wawancara Mendalam digunakan sebagai Teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara mendalam adalah proses yang memperoleh keterangan dari hasil tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan dimana informannya merupakan orang yang terlibat dalam implementasi keselamatan pasien di RSU Permata Bunda.

(51)

34

2. Observasi menurut Sutrisno Hadi (1986) pada Sugiyono (2006:166) adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi dilakukan untuk menyajikan gambaran secara real atau mengamati kegiatan atau pelaksanaan program keselamatan pasien di RSU Permata Bunda dengan cara melihat alat bukti dan menceklis.

3. Dokumen adalah sebagian besar data yang tersedia baik berbentuk surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya dalam program keselamatan pasien di RSU Permata Bunda.

Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah proses pencarian dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami.

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis domain. Penjelasan Sugiyono (2012:256), analisis domain dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau objek penelitian. Data diperoleh dari grand tour dan minitour questions. Hasil adalah gambaran umum tentang objek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam analisis ini informan yang diperoleh

(52)

belum mendalam, masih dipermukaan, namun sudah menemukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti.

Permulaan penelitian, peneliti mengumpulkan data apa saja yang diperoleh untuk mendapatkan gambaran umum dari implementasi program tujuh langkah keselamatan pasien di RSU Permata Bunda Kota Medan tahun 2019. Semua kemungkinan data yang bisa digunakan dalam penelitian dikumpulkan satu persatu. Kemudian data yang berhasil dipisahkah-pisahkan berdasarkan kebutuhan peneliti dan dilakukan pengamatan terhadap data tersebut, sehingga peneliti dapat membuat kesimpulan awal. Setelah didapatkan gambaran umum, peneliti mulai menyusun pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang masih bersifat umum, guna mendapatkan konfirmasi dari kesimpulan awal.

(53)

Hasil dan Pembahasan

Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan

Sejarah Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan. Cikal bakal RSU Permata Bunda dimulai dari FIRMA MADJU yang merupakan usaha yang dimiliki oleh Alm. Bapak H. M. Arbie yang bergerak dalam jasa penerbitan dan percetakan dan telah dirintis beliau sejak tahun 1955 sampai saat ini dengan lokasi Jl. Amaliun No. 37 Medan.

Rumah Sakit Umum Permata Bunda (RSPB) dibangun pada bulan juli 1987 dan selesai pada bulan juli 1988. Presmian sekaligus mulai operasionalnya RSPB oleh Gubernur Sumatera Utara pak Raja Inal Siregar pada tanggal 9 Juli 1988.

Sesuai dengan fungsi rumah sakit pada umumnya, RSPB mempunyai tujuan, visi dan misi serta mutu pelayanan kesehatan yang meliputi: pembinaan/

promotif, pencegahan/ preventif, pengobatan/ kuratif, dan pemulihan/ rehabilitatif.

Rumah Sakit Permata Bunda Medan terletak dijalan Sisingamangaraja No.

7 Medan di inti kota, mudah dijangkau oleh masyarakat. Rumah sakit ini memiliki pelayanan paripurna, peralatan memadai, didukung oleh tenaga ahli dan berdedikasi tinggi serta ditunjang oleh tenaga para medis yang terampil, profesional, etis, dan berwawasan nasional diharapkan memberikan persepsi, penampilan rumah sakit yang bermutu, efisien dan efektif.

Profil Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan. Rumah Sakit Umum Permata Bunda merupakan rumah sakit umum dengan pelayanan kesehatan mulai

(54)

dari JL. SM Raja No 7 Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia terdiri dari 4 lantai dengan luas area 2.955.80 m2 dan luas bangunan 4.230 m2.

Rumah Sakit Umum Permata Bunda diresmikan pada tanggal 9 Juli 1988, dengan status berada dibawah kepemilikan PT. Permata Ayah Bunda. Rumah Sakit Umum Permata Bunda pada saat ini dipimpin oleh dr. Alisyahbana Siregar, SpTHT-KL selaku direktur. Pada permulaan kepemimpinan beliau pada tahun 2019.

Rumah Sakit Umum Permata Bunda melayani pasien yang berasal dari berbagai latar belakang. Rumah Sakit Umum Permata Bunda memberikan beragam jenis pelayanan medis antara lain klinik umum, klinik gigi dan mulut, dan klinik spesialis, sup spesialis instalasi gawat darurat, serta rawat inap yang terdiri dari kelas VVIP, VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III, serta dilengkapi pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi, fisioterapi, anestesi, UGD, Gizi, Ambulance, Ruang mayat, CT Scan, TUR & URS, Endoscopy, Laparoscopy, Haemodialisa, USG, EKG, EEG, Tratmeall, X-Tray Mobile Unit, Ventilator, Bedside Monitoring, Chemoterapy. Kapasitas tempat tidur pasien yang disediakan di Rumah Sakit Umum Permata Bunda sebanyak 228 tempat tidur.

Visi dan misi. Visi RSU Permatan Bunda adalah “Menjadi rumah sakit dengan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, terjangkau, dan berazaskan kekeluargaan”. Adapun misi RSU Permata Bunda untuk mewujudkan visi tersebut, yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan prima.

2. Meningkatkan kualitas seluruh aspek pelayanan.

Gambar

Gambar 1. Model Edward III  Komunikasi (Communication) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)  Implementasi  Kebijakan (Policy Implemation) Sumber Daya (Resources) Sikap/ Disposisi (Attitudes)
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Gambar 2. Wawancara dengan Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien
Gambar 4. Wawancara dengan Wakil Direktur

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Frekuensi Kemoterapi Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Kanker Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.. Latar Belakang : Kemoterapi merupakan suatu tindakan

Saran dalam penelitian ini adalah bagi rumah sakit diharapkan agar lebih meningkatkan pelatihan yang efektif, mendiskusi keselamatan pasien, meningkatkan pengawasan

Keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan mitra dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, di rumah sakit

Proposal Tesis yang berjudul : “Penerapan Regulasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Meminimalisasi Kecelakaan Kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”

4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di ruang perawatan... TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN

Gaya kepemimpinan transformasional direktur dalam menerapkan budaya keselamatan pasien belum seluruhnya sesuai dengan tujuh langkah keselamatan pasien di rumah sakit, direktur

Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil” Bagi Rumah sakit:  Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah

Pedoman keselamatan pasien di rumah sakit diperlukan untuk menjamin keamanan klien dan mencegah cedera atau