• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMAHAMAN DAN GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI WILAYAH DESA MATA REDI, SUMBA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMAHAMAN DAN GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI WILAYAH DESA MATA REDI, SUMBA TENGAH"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMAHAMAN DAN GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI WILAYAH DESA

MATA REDI, SUMBA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Fernadya Yuniar Sari Wedu NIM: 178114045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

STUDI PEMAHAMAN DAN GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI WILAYAH DESA

MATA REDI, SUMBA TENGAH Skripsi yang diajukan oleh: Fernadya Yuniar Sari Wedu

NIM: 178114045

telah disetujui oleh Pembimbing

(Dr. James. J. Spillane, S.J) tanggal ………

Pembimbing Pendamping

(Dr.apt. Yustina Sri Hartini) tanggal ……… 1 Juli 2021

(3)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

STUDI PEMAHAMAN DAN GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI WILAYAH DESA

MATA REDI, SUMBA TENGAH Oleh:

Fernadya Yuniar Sari Wedu NIM: 178114045

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: 23 Juli 2021

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Dr.apt. Yustina Sri Hartini)

Panitia Penguji: Tanda tangan 1. Dr. James. J. Spillane, S. J ………..

2. Dr. apt. Yustina Sri Hartini ………..

3. Dr. apt. Yosef Wijoyo, M.Si ………..

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Waikabubak, 22 Juni 2021 Penulis

(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : ………Nama………..:Fernadya..Yuniar..Sari..Wedu

………Nomor..Mahasiswa…:178114045 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:……… …… STUDI PEMAHAMAN DAN GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT

TRADISIONAL UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI WILAYAH DESA

………. MATA REDI, SUMBA TENGAH

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Waikabubak

Pada tanggal : 06 Agustus 2021 Yang menyatakan

(6)

vi ABSTRAK

Pengobatan mandiri adalah upaya individu dalam mengenali gejala atau penyakit serta dapat memilih obat untuk menyembuhkan penyakit. Penggunaan obat tradisional telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat dalam menyembuhkan penyakit. Penelitian ini mempelajari tentang pemahaman dan gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di wilayah Desa Mata Redi, Sumba Tengah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental deskriptif, dengan instrumen berupa kuesioner. Subyek penelitian berusia 17-65 tahun baik perempuan ataupun laki-laki. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif dan disajikan dalam bentuk persentase dengan batasan pemahaman rendah jika nilainya (0-33,3%), pemahaman sedang jika nilainya (33,4%-66,6%), pemahaman tinggi jika nilainya (66,7%-100%) dan ditampilkan dalam bentuk diagram pie.

Dari hasil penelitian diketahui pemahaman masyarakat tergolong tinggi untuk definisi obat tradisional (85%), definisi swamedikasi (73%), manfaat obat tradisional (90%), cara penggunaan (81%), cara mendapatkan (81%). Gambaran terakhir mengonsumsi obat tradisional adalah 1 bulan yang lalu (64%), penggunaan yang sering (63%), obat tradisional untuk sakit kepala (25%), penggunaan jahe sebagai obat tradisional (38%), obat tradisional dari hasil tanam sendiri (47%), informasi terkait obat tradisional dari keluarga (49%), mengolah dengan cara direbus (60%), untuk penyakit ringan (48%), mulai membaik (91%), dan tidak mengalami efek samping (99%). Kesimpulan yang didapatkan bahwa masyarakat Desa Mata Redi memiliki pemahaman tinggi terhadap obat tradisional.

(7)

vii

ABSTRACT

Self-medication is an individual's effort to recognize symptoms or diseases and able to choose drugs to cure the disease that has been used by community long time ago. This research’s focus is to understanding and representating the use of traditional medicine for self-medication in the Mata Redi Village, Central Sumba area.

This research is a descriptive non-experimental research, using a questionnaire as an instrument. The research subjects were aged 17-65 years, both female and male. Data processing using descriptive analysis and is presented by percentages, which the consecutive values (0-33,3%); (33,4%-66,6%); (66,7%-100%) indicating low; moderate; high understanding and presented as a pie diagram.

From the result of this study, it is known that public understanding the definition of traditional medicine (85%), the definition of self-medication (73%), the benefits (90%), how to use (81%), how to get traditional medicine (81%) is high. The last illustration of consuming traditional medicine was 1 month ago (64%), frequent use (63%), traditional medicine for headaches (25%), use of ginger as traditional medicine (38%), traditional medicine from self-cultivation (47%), information related to traditional medicine from family (49%), processing by boiling (60%), for minor ailments (48%), enhancement result (91%), and not experiencing side effects (99%). The conclusion is Mata Redi Village community has a high understanding of traditional medicine.

(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR………. .x

DAFTAR LAMPIRAN………..xi

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN……….………...………. 12

KESIMPULAN……….….34

SARAN..………35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 41

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Definisi Obat Tradisional……... ………15

Tabel II. Definisi Swamedikasi………17

Tabel III. Manfaat Obat Tradisional……….18

Tabel IV. Cara Penggunaan………..22

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema pengambilan responden……….5

Gambar 2. Karakteristik Usia Responden………..12

Gambar 3. Karakteristik Jenis Kelamin………..13

Gambar 4. Karakteristik Pendidikan………...14

Gambar 5. Karakteristik Pekerjaan………...14

Gambar 6. Pengeluaran Per bulan……….….15

Gambar 7. Waktu Konsumsi Terakhir ………..27

Gambar 8. Banyaknya Penggunaan………...27

Gambar 9. Keluhan atau Sakit………...28

Gambar 10. Jenis Obat Tradisional………29

Gambar 11. Sumber Penggunaan………29

Gambar 12. Sumber Informasi………30

Gambar 13. Cara Pembuatan………..31

Gambar 14. Alasan Pemilihan………32

Gambar 15. Hasil Setelah Konsumsi………..32

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji validitas……… ……….41

Lampiran 2. Hasil uji reliabilitas.……….……….44

Lampiran 3. Kuesioner. ……… ..……….45

Lampiran 4. Data karakteristik.…. ..……….50

Lampiran 5. Hasil kuesioner…… ..………..……….54

Lampiran 6. Penjelasan. ……… ..………...…….59

Lampiran 7. Pernyataan persetujuan.……….61

Lampiran 8. Permohonan izin.…… ..………63

Lampiran 9. Surat keterangan penelitian. ……… ..………..………64

Lampiran 10. Permohonan EC. … ..……….………65

Lampiran 11. Surat EC………..66

(12)

1 PENDAHULUAN

Obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman kerajaan, perjuangan kemerdekaan, hingga perkembangan dan kemajuan sampai saat ini. Obat tradisional juga telah diterima secara luas di negara maju dan negara berkembang (Tilaar dan Widjaja, 2014). Lebih dari 30.000 spesies tanaman obat tumbuh di Indonesia dan sekitar 9.000 diantaranya merupakan tanaman obat yang berkhasiat, tetapi baru 250 spesies yang akan digunakan dalam pengobatan. Hal ini menunjukkan kekayaan Indonesia akan bahan alam tidak diragukan lagi (Tilaar dan Widjaja, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007 (2012) obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pengobatan tradisional adalah pengobatan yang mengacu pada pengalaman yang diwariskan oleh para leluhur atau nenek moyang secara turun temurun.

Swamedikasi (pengobatan mandiri) adalah upaya individu dengan memilih obat-obatan untuk mengobati penyakit atau gejala yang dikenali sendiri (Aswad, Kharisma, Andriane, Respati, dan Nurhayati, 2019). Swamedikasi menjadi alternatif oleh masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan masyarakat. Pengobatan mandiri dilakukan oleh masyarakat untuk mengobati sakit yang ringan (minor illnesses) (Restiyono, 2016).

Berdasarkan Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, masyarakat yang melakukan pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) di Indonesia dari 33 provinsi, adalah sebesar 31,4%. Masyarakat yang melakukan upaya sendiri adalah sebesar 12,9%. Data provinsi Nusa Tenggara Timur pemanfaatan yankestrad ialah sebesar 17,1% sedangkan masyarakat yang melakukan upaya sendiri sebesar 23,0%. Data masyarakat yang menggunakan ramuan buatan sendiri di Indonesia dari 33 provinsi sebesar 31,8% sedangkan untuk provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 69,3%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nusa Tenggara Timur tahun 2018, masyarakat yang melakukan pemanfaatan

(13)

2

Pelayanan Kesehatan Tradisional di Kabupaten Sumba Tengah sebesar 11,37% sedangkan masyarakat yang melakukan upaya sendiri sebesar 45,54%. Untuk penggunaan ramuan buatan di Kabupaten Sumba Tengah sebesar 83,38%. Berdasarkan data Puskesmas Wairasa, Kabupaten Sumba Tengah (2020), masyarakat yang melakukan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional di Desa Mata Redi sebesar 6,35%.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI (2009), kelompok usia 17-25 tahun termasuk dalam kelompok masa remaja akhir dan usia 56-65 tahun termasuk dalam kelompok masa lansia akhir. Sehingga peneliti memilih usia 17-65 tahun yang termasuk dalam usia produktif dan dapat mudah memahami hal baru. Berdasarkan data Riskesdas (2018) kelompok umur tersebut penggunaan obat tradisional di Nusa Tenggara Timur sebesar 68.30%-74.37 %.

Pada umumnya, informasi tentang penggunaan obat tradisional yang didapatkan diturunkan atau diwariskan dari keluarga yang berkerabat dekat. Masyarakat memiliki kepercayaan dan keyakinan terhadap khasiat obat tradisional sebagai pengobatan karena sudah teruji lewat pengalaman-pengalaman dari generasi ke generasi. Selain itu, hal lain yang membuat masyarakat tetap menggunakan obat tradisional dikarenakan faktor ekonomi. Sebagian besar masyarakat di Desa Mata Redi kurang mampu membeli obat-obatan konvensional. Juga biaya transportasi mahal dengan jarak tempuh yang jauh antara Desa dengan Puskesmas (Yowa, Boro dan Danong, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yowa, Boro dan Danong (2019), di Desa Umbu Langang, Kabupaten Sumba Tengah yang memanfaatkan obat tradisional tergolong sedikit dikarenakan minimnya pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat tradisional sehingga upaya pembudidayaan tidak dilakukan secara maksimal oleh masyarakat setempat. Kabupaten Sumba Tengah merupakan salah satu sumber kehidupan, terdiri dari berbagai spesies tanaman yang bermanfaat untuk masyarakat (Njurumana, 2015). Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai pemahaman dan gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di wilayah Desa Mata Redi, Sumba Tengah. Penelitian tentang

(14)

3

gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri belum pernah dilakukan di Kabupaten Sumba Tengah sehingga peneliti ingin melakukan penelitian tersebut.

Berdasarkan data dari Puskesmas Wairasa, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Sumba Tengah, NTT pada tahun 2020 Desa Mata Redi memiliki data pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional tertinggi di antara Desa lainnya di Sumba Tengah. Di desa lainnya pemanfaatan pelayanan tradisional jarang dilakukan dan sudah memilih untuk menggunakan obat konvensional (Yowa, Boro dan Danong, 2019). Alasan lain pemilihan Desa Mata Redi adalah fasilitas yang kurang memadai untuk penggunaan internet. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2020), pada umumnya jaringan internet di Desa Mata Redi tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk telepon dan mengirimkan pesan kepada orang lain, tetapi tidak memiliki kemampuan menghantarkan sinyal dengan kuat.

Desa Mata Redi merupakan salah satu desa terpencil yang terletak di Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah penduduk Desa Mata Redi adalah 963 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adrianus Umbu Routa selaku Kepala Desa Mata Redi, bahwa mayoritas pendidikan masyarakat Desa Mata Redi adalah tamatan SD, dan beberapa orang yang tamatan SMP dan SMA. Keterbatasan akses kesehatan untuk masyarakat juga dirasakan dengan jarak antara Desa Mata Redi dengan fasilitas kesehatan yaitu 12KM. Dengan keterbatasan tersebut maka perlu diteliti gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di wilayah Desa Mata Redi, Sumba Tengah.

(15)

4 METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Non-Eksperimental dengan rancangan penelitian Deskriptif. Penelitian ini bersifat menggambarkan dan tidak adanya analisis data yang spesifik untuk pengolahan data, sehingga hasil umumnya hanya berupa persentase (Sani, 2018).

Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pemahaman masyarakat Desa Mata Redi tentang obat tradisional dan gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri oleh masyarakat Desa Mata Redi.

Responden Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian yaitu secara non-random

sampling dengan jenis purposive sampling. Pemilihan responden dalam penelitian

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Cluster yang telah ditetapkan dalam suatu populasi dengan mempertimbangkan subyek yang terdapat dalam Cluster.

Peneliti mengambil responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

- Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

1. Masyarakat Desa Mata Redi yang usianya berada dalam rentang 17-65 tahun, baik perempuan ataupun laki-laki

2. Bersedia menjadi responden dalam melakukan pengisian kuesioner (angket) 3. Sehat jasmani dan rohani

4. Pernah mengonsumsi obat tradisional

5. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia - Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

1. Masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan ataupun pekerjaan di bidang farmasi

(16)

5

3. Tidak dapat menulis

Jumlah responden dalam penelitian ini dihitung dengan rumus Slovin sebanyak 90 sampel (Sani, 2018). n = N / (1+N.d2) = 963 / (1+963.10%) = 90 (Sani, 2018). Keterangan: n = Jumlah Sampel N = Jumlah populasi e = Derajat kepercayaan

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap jumlah penduduk di Desa Mata Redi, Kabupaten Sumba Tengah, diperoleh n = 90 orang. Desa Mata Redi memiliki 4 dusun, dipilih 23 orang dari dusun 1, dipilih 23 orang dari dusun 2, dipilih 22 orang dari dusun 3, dipilih 22 orang dari dusun 4.

Gambar 1. Skema Pengambilan Responden Desa Mata Redi

963

90

23 23 22 22

(17)

6

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian adalah kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas. Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang digunakan dalam bentuk pertanyaan terstruktur telah ter validasi dan reliabel yang mampu menjawab tujuan dari penelitian yang dilakukan (Sani, 2018).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Joru, (2019) tentang “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Pola Penggunaan Obat Tradisional Untuk pengobatan Mandiri Di Kalangan Mahasiswa Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”.

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu yang pertama adalah kuesioner karakteristik responden yang berisi alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir yang telah ditempuh oleh responden, pekerjaan dan pengeluaran per/bulan. Kuesioner dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.

Pada kuesioner kedua mengikuti skor penilaian menggunakan skala likert pada 16 soal. Terdiri dari 12 soal favourable dan 4 soal unfavourable pada nomor 4, 9, 14 dan 15. Responden diminta untuk memilih sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) untuk setiap pernyataan. Skala likert merupakan skala penelitian yang digunakan untuk mengukur baik itu sikap, pendapat, maupun persepsi seseorang, dimana setiap jawaban untuk tiap pertanyaan menggambarkan gradasi sangat positif hingga gradasi sangat negatif (Sani, 2018). Alasan menggunakan 4 skala adalah dengan pertimbangan untuk memperoleh pandangan responden secara lebih jelas mengenai pernyataan-pernyataan yang disajikan dalam kuesioner. Modifikasi skala Likert ini mengacu pada beberapa alasan berikut: Pertama, pemberian kategori tengah memberikan arti ganda atau

multiinterpretable. Kedua, tersedianya kategori jawaban tengah menimbulkan

kecenderungan jawaban tengah (central tendency effect) bagi responden yang memiliki keraguan dalam menanggapi pernyataan. Ketiga, jika disediakan kategori jawaban tengah akan menghilangkan banyak informasi dari para auditor (Dewi dan Ramantha, 2016).

(18)

7

Pada kuesioner ketiga berisi pertanyaan semi-terbuka. Responden dapat memilih jawaban yang telah tersedia, namun juga dapat memberikan jawaban lain atau alasan. Jawaban yang diberikan oleh responden tidak dinilai benar ataupun salah.

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang diteliti adalah Desa Mata Redi, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian dilakukan dalam rentang waktu selama 1 (satu) bulan yaitu Mei-Juni tahun 2021 dan telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik.

Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Melakukan penelaahan pustaka, membaca jurnal, mencari literatur atau sumber terkait obat tradisional, swamedikasi, pembuatan kuesioner, metode penelitian yang digunakan, survei tempat penelitian.

2. Tahap persiapan

a. Permohonan izin Ethical Clearance

Diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk memperoleh Ethical Clearance. Penelitian ini telah mendapatkan izin kelayakan etik penelitian dengan nomor surat KE/FK/0368/EC/2021.

b. Permohonan surat izin penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengajukan surat permohonan pengantar izin penelitian dari Universitas Sanata Dharma dan menyerahkan kepada Kepala Desa Mata Redi di Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Kepala Desa Mata Redi mengizinkan dan dibuatkan surat izin oleh Sekretaris Desa kepada peneliti.

(19)

8

3. Tahap pengujian kuesioner a. Penyusunan kuesioner

Pada bagian pertama adalah kuesioner data demografi responden yang berisi alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir yang telah ditempuh oleh responden, pekerjaan dan pengeluaran per/bulan. Pernyataan pada bagian kedua sebanyak 16 pertanyaan. Pada bagian ketiga terdiri atas 10 pertanyaan. b. Pengujian pemahaman bahasa

Uji pemahaman bahasa user bertujuan untuk memastikan bahwa bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh responden pada saat mengisi kuesioner (Heryanto, Korangbuku, Djeen, dan Widayati, 2019). Pengujian pemahaman bahasa user dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 5 orang responden yang berbeda dari responden penelitian. Selama proses pengujian pemahaman bahasa, peneliti bersama-sama dengan user agar mengetahui secara langsung bagian yang kurang jelas dari kuesioner tersebut. Secara keseluruhan bahasa yang digunakan sudah dapat dimengerti oleh responden. c. Uji validitas dan uji reliabilitas

Uji validitas adalah cara pengukuran ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam melakukan fungsi ukur nya. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Metode validitas yang digunakan adalah professional judgement yang ditetapkan berdasarkan keahlian dan pengalamannya dalam cakupan ruang lingkup dalam isi kuesioner yang akan diuji (Heryanto et al, 2019). Peneliti meminta bantuan kepada 3 validator yaitu 1 Dosen dan 2 Apoteker untuk menelaah isi kuesioner terutama kesesuaian dengan tujuan penelitian dan butir-butir pertanyaan. Terdapat 2 kali pemeriksaan yang dilakukan untuk perbaikan kuesioner, dan mendapatkan kesepakatan dan dinyatakan layak secara konten sehingga kuesioner dapat digunakan. Jumlah akhir pernyataan adalah

(20)

9

16 pernyataan.

Uji reliabilitas adalah suatu metode yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen yang digunakan dapat dipercaya dan diandalkan (Sani, 2018). Reliabilitas menunjukkan tingkat konsistensi suatu instrumen dalam mengukur permasalahan yang sama dari waktu ke waktu. Keputusan dalam mengambil kesimpulan dari uji reliabilitas adalah nilai hasil statistik Cronbach’s alpha ≥ 0,6 maka pertanyaan disimpulkan

reliable. Sebaliknya bila nilai di statistik Cronbach’s alpha < 0,6 maka

pertanyaan menjadi tidak reliabel. Data yang didapatkan dimasukkan ke dalam Microsoft Excel dan diuji reliabilitas menggunakan SPSS statistik (Statistical program of social science) 23 version for windows (Astuti, Pinasti, Bramasto, 2019). Dari hasil perhitungan diperoleh α=0.822 sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner telah memenuhi kriteria. Pemilihan responden untuk uji reliabilitas diambil dari Desa Mata Woga.

Terdapat 3 prinsip dalam pengujian validitas dan reliabilitas yaitu :

1. Jumlah responden minimal 30 orang dengan karakteristik yang mirip dengan responden penelitian dan bukan berasal dari Desa Mata Redi. 2. Sampel yang telah dijadikan responden validitas tidak boleh digunakan

untuk sampel selama penelitian.

3. Jika ada pertanyaan yang tidak valid atau reliable maka pertanyaan harus dibuang atau diganti dengan pertanyaan yang bahasanya lebih mudah dimengerti dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas kembali atau bisa juga pertanyaan tetap digunakan jika pertanyaan tersebut pertanyaan vital (penting untuk ditanyakan) (Sani, 2018).

4. Pengambilan data

Pemberian penjelasan singkat kepada responden tentang tujuan penelitian dan dilanjutkan dengan penandatanganan informed consent bagi responden. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner (angket) yang berisi

(21)

10

pernyataan mengenai pemahaman dan gambaran penggunaan obat tradisional untuk swamedikasi. Kuesioner yang disebarkan adalah kuesioner yang telah lulus hasil uji pemahaman bahasa user, uji validitas, dan uji reliabilitas. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden dan didampingi oleh peneliti. Tujuannya agar responden dapat bertanya langsung kepada peneliti jika terdapat kesulitan dalam pengisian dan sekaligus untuk memeriksa kelengkapan data dari responden. Setelah pengisian kuesioner oleh responden maka diberikan waktu untuk kegiatan tanya-jawab antara peneliti dengan responden terkait penggunaan obat tradisional untuk swamedikasi. Kegiatan tersebut dapat memberikan tambahan ilmu kepada responden.

Analisis Data

Proses pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif menggunakan teknik perhitungan persentase pada kuesioner dan pada bagian penarikan kesimpulan nya dapat ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram pie yang disajikan dalam bentuk persentase dengan menggunakan rumus:

P% =A

B x 100%

(Yulandina, Antoni, dan Firmanda, 2018).

Keterangan:

P: Persentase jawaban (dalam %) A: Jumlah jawaban yang sejenis B: Jumlah responden total

Dilakukan pengelompokan usia responden dengan cara menentukan jumlah kelas dan interval kelas. Jumlah kelas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Sturgess: M=1+3,3 log N (Sari, Darnius, dan Sembiring, 2018). Interval kelas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(22)

11

Interval = Nilai maksimum − Nilai minimum M

M = Jumlah kelas N = Jumlah data

(Sari, Darnius, Sembiring, 2018). Dilakukan pengolahan data pada ketiga kuesioner menggunakan analisis yang sama. Penarikan kesimpulan pada kuesioner bagian pertama yang berisi karakteristik dari responden dengan perhitungan persentase dan disajikan dalam bentuk diagram pie. Pada kuesioner bagian kedua, hasil jawaban dari responden yang terdiri dari satu dimensi digabungkan (SS+S) dan (TS+STS) menggunakan tabel, kemudian dihitung menggunakan rumus persentase dan didapatkan kecenderungan jawaban yang diberikan oleh responden. Dengan kategori pemahaman nya ialah pemahaman rendah jika nilainya (0-33,3%), pemahaman sedang jika nilainya (33,4%-66,6%), dan pemahaman tinggi jika nilainya (66,7%-100%) (Diana, Marethi, dan Pamungkas, 2020). Pada bagian ketiga dilakukan dikelompokkan sesuai dengan dimensi dan dihitung menggunakan rumus persentase. Hasil data yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram pie.

Keterbatasan Penelitian

1. Beberapa responden menolak untuk mengisi kuesioner

2. Lokasi penelitian yang tersebar menyebabkan waktu perjalanan semakin lama dari rumah ke rumah

Kelemahan Penelitian

(23)

12 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pengeluaran per bulan.

1. Usia

Berdasarkan Sani (2018), perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin, hasil sampel yang didapatkan minimal 90 responden yang telah memenuhi syarat inklusi dalam penelitian. Pengelompokan usia responden dengan menentukan jumlah kelas dan interval kelas. Penentuan jumlah kelas dengan menggunakan rumus Sturgess :M = 1 + 3,3 log N, di mana M merupakan jumlah kelas dan N merupakan jumlah data. Dalam menghitung interval kelas menggunakan rumus: (nilai maksimum-nilai minimum)/M. Berikut data karakteristik usia responden penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie berikut:

Gambar 2. Karakteristik Usia Responden

Usia merupakan lama hidup yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin bertambah usia seseorang, semakin bertambah pula daya tangkapnya. Pada usia yang semakin dewasa maka seseorang semakin banyak pengalaman dan melakukan swamedikasi sesuai dengan pemahaman yang dimiliki (Restiyono, 2016). Hasil dari diagram menunjukkan bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 17-23 tahun sebesar 48%. 17-23 48% 24-30 18% 31-37 9% 38-44 11% 45-51 8% 52-58 4% 59--65 2% n = 90

(24)

13

2. Jenis kelamin

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung melakukan swamedikasi dibandingkan laki-laki, hal ini dikarenakan lebih banyaknya responden perempuan yang melakukan swamedikasi dan bersedia untuk mengisi kuesioner dibandingkan responden laki-laki (Suherman dan Febrina, 2018). Hasil dari data karakteristik jenis kelamin responden bahwa sebagian besar responden yang menggunakan obat tradisional untuk swamedikasi adalah perempuan sebanyak 69%.

Gambar 3. Karakteristik Jenis Kelamin Responden

3. Pendidikan terakhir

Faktor pendidikan mempengaruhi pemilihan obat dalam swamedikasi dan semakin rasional dalam memilih obat untuk pengobatan sendiri. Responden sering berinteraksi dengan dunia luar dengan berbagai latar belakang. Pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir responden dan lebih tepat membuat keputusan dalam swamedikasi (Artini dan Ardya, 2020). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi. Tingkat pendidikan merupakan faktor penting terhadap pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan khususnya swamedikasi (Zeenot, 2013). Sebagian besar responden (51%) dalam penelitian ini adalah lulusan Sekolah Dasar (SD).

L 31%

P 69%

(25)

14

Gambar 4. Karakteristik Pendidikan Terakhir Responden 4. Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan masyarakat yang menggunakan obat tradisional terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu 47%. Ibu-ibu atau wanita lebih banyak di rumah dan lebih sering bersosialisasi antar sesama di lingkungan sehingga setiap informasi dapat diterima lebih mudah. Hal ini membuat pengetahuan dari Ibu rumah tangga terus bertambah sehingga dapat membuat keputusan pengguna obat tradisional (Oktarlina, 2018).

Gambar 5. Karakteristik Pekerjaan Responden

5. Pengeluaran per bulan

Responden yang mempunyai upah atau pendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok.

Tidak sekolah 1% SD 51% SMP 6% SMA 33% D1 1% D3 2% S1 6% n = 90 Bidan 1% Guru 4% IRT 47% Kontrak 2% Mahasiswa 8% Pelajar 11% Petani 12% PNS 1% Tidak bekerja 7% Wiraswasta 7%

(26)

15

Sebaliknya, responden yang berpendapatan tinggi akan membelanjakan sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok (Adiana dan Karmini, 2012). Sebagian besar responden (87%) menyatakan pengeluaran per bulannya adalah <500.000.

Gambar 6. Karakteristik Pengeluaran Per bulan Responden

Pemahaman Responden Tentang Obat Tradisional Dengan Cara Swamedikasi Pemahaman responden yang diteliti meliputi: definisi obat tradisional, definisi swamedikasi, manfaat obat tradisional, cara penggunaan obat tradisional, dan cara mendapatkan obat tradisional/informasi.

1. Definisi obat tradisional

Dari hasil penelitian diketahui tingkat pemahaman masyarakat tentang definisi obat tradisional sebesar 85%. Pemahaman ini dikatakan tinggi dan besarnya persentase definisi obat tradisional yang diketahui oleh responden.

Tabel I. Pemahaman Definisi Obat Tradisional

No. Pernyataan SS + S TS + STS Kecenderungan 1. Obat tradisional adalah

bahan atau ramuan menggunakan tanaman dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan-bahan bakunya 90% 10% SETUJU <500.000 87% >2.000. 1.000.000-2.000.000 9% 500.000-1.000.000 2%

(27)

16

2. Obat tradisional adalah obat-obatan yang dapat digunakan untuk pengobatan mandiri

80% 20% SETUJU

a. Obat tradisional adalah ramuan bahan alamiah

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional adalah bahan atau ramuan menggunakan tanaman dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya”. Hasil yang diperoleh adalah 59% sebanyak 53 orang menyatakan sangat setuju, 31% sebanyak 28 orang menyatakan setuju, 9% sebanyak 8 orang menyatakan tidak setuju, 1% sebanyak 1 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 90%.

Pernyataan ini dibuat dengan mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.007 (2012), obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

b. Obat tradisional untuk pengobatan mandiri

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional adalah obat-obatan yang dapat digunakan untuk pengobatan mandiri”. Hasil yang diperoleh adalah 43% sebanyak 39 orang menyatakan sangat setuju, 37% sebanyak 33 orang menyatakan setuju, 18% sebanyak 16 orang menyatakan tidak setuju, 2% sebanyak 2 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 80%.

Pengobatan mandiri atau swamedikasi dalam pengertian umum adalah upaya yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat tradisional tanpa nasihat tenaga kesehatan. Dalam upaya pemeliharaan kesehatan, swamedikasi merupakan upaya pertama dan yang terbanyak dilakukan masyarakat untuk

(28)

17

mengatasi keluhan kesehatannya sehingga peranannya tidak dapat diabaikan begitu saja (Fuaddah, 2015).

2. Definisi swamedikasi

Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat. Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami (Harahap dan Tanuwijaya, 2017). Dari hasil penelitian diketahui tingkat pemahaman masyarakat tentang definisi swamedikasi sebesar 73%. Pemahaman ini dikatakan dalam kategori tinggi.

Tabel II. Pemahaman Definisi Swamedikasi

No. Pernyataan SS + S TS + STS Kecenderungan 1. Swamedikasi adalah

upaya pengobatan diri sendiri, biasanya dilakukan untuk mengatasi penyakit ringan

94% 6% SETUJU

2. Upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit dan konsultasi dengan dokter terlebih dahulu disebut swamedikasi

48% 52% TIDAK SETUJU

a. Swamedikasi merupakan pengobatan diri sendiri

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Swamedikasi adalah upaya pengobatan diri sendiri, biasanya dilakukan untuk mengatasi penyakit ringan”. Hasil yang diperoleh adalah 60% sebanyak 54 orang menyatakan sangat setuju, 34% sebanyak 31 orang menyatakan setuju, 4% sebanyak 4 orang menyatakan tidak setuju, 1% sebanyak 1 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 94%.

(29)

18

Pernyataan ini dibuat dengan mengacu Aswad, Kharisma, Andriane, Respati, dan Nurhayati (2019), swamedikasi (pengobatan mandiri) adalah upaya individu dengan memilih obat-obatan untuk mengobati penyakit atau gejala yang dikenali sendiri.

b. Swamedikasi dengan konsultasi dokter terlebih dahulu

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit dan konsultasi dengan dokter terlebih dahulu disebut swamedikasi”. Hasil yang diperoleh adalah 11% sebanyak 10 orang menyatakan sangat setuju, 37% sebanyak 33 orang menyatakan setuju, 33% sebanyak 30 orang menyatakan tidak setuju, 19% sebanyak 17 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 52%.

Pernyataan ini dibuat dengan mengacu Wahyuni (2020), swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala atau penyakit yang dideritanya tanpa terlebih dahulu konsultasi kepada dokter.

3. Manfaat obat tradisional

Pemahaman responden terhadap manfaat obat tradisional meliputi: obat tradisional dapat digunakan untuk mencegah penyakit dan meringankan segala jenis penyakit. Dari hasil penelitian diketahui tingkat pemahaman masyarakat tentang manfaat obat tradisional sebesar 90%. Pemahaman ini dikatakan tinggi dan besarnya persentase manfaat obat tradisional yang diketahui oleh responden.

Tabel III. Pemahaman Manfaat Obat Tradisional

No. Pernyataan SS + S TS + STS Kecenderungan 1. Obat tradisional jahe

mempunyai manfaat untuk

(30)

19

mengatasi masuk angin, batuk dan mual

2. Obat tradisional banyak dimanfaatkan untuk pemeliharaan kesehatan, mencegah penyakit dan pengobatan khususnya untuk penyakit ringan

89% 11% SETUJU

3. Obat tradisional seperti bawang merah yang diparut dapat menurunkan demam pada anak

88% 12% SETUJU

4. Obat tradisional dapat dimanfaatkan untuk meringankan penyakit

97% 3% SETUJU

a. Jahe mengatasi masuk angin, batuk dan mual

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional jahe mempunyai manfaat untuk mengatasi masuk angin, batuk dan mual”. Hasil yang diperoleh adalah 58% sebanyak 52 orang menyatakan sangat setuju, 29% sebanyak 26 orang menyatakan setuju, 11% sebanyak 10 orang menyatakan tidak setuju, 2% sebanyak 2 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 87%.

Bahan obat tradisional jahe dapat digunakan secara tunggal ataupun dipadukan dengan bahan obat lainnya yang mempunyai fungsi saling menguatkan dan melengkapi. Jahe berkhasiat untuk mengobati penyakit impoten, batuk, pegal-pegal, kepala pusing, rematik, sakit pinggang, masuk angin, dan mual-mual (Aryanta, 2019).

(31)

20

b. Obat tradisional untuk memelihara kesehatan dan mencegah penyakit

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional banyak dimanfaatkan untuk pemeliharaan kesehatan, mencegah penyakit dan pengobatan khususnya untuk penyakit ringan”. Hasil yang diperoleh adalah 56% sebanyak 50 orang menyatakan sangat setuju, 33% sebanyak 30 orang menyatakan setuju, 9% sebanyak 8 orang menyatakan tidak setuju, 2% sebanyak 2 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 89%.

Obat tradisional mempunyai kaitannya dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumber daya alam hayati, khususnya tumbuhan obat. Penggunaan obat tradisional secara empirik dan ramuan tradisional ini tidak hanya digunakan sebagai obat saja namun juga dapat digunakan sebagai pemelihara kesehatan. Obat tradisional memiliki khasiat yang digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit, berkhasiat karena mengandung zat aktif tertentu sehingga berfungsi untuk mengobati (Aseptianova, 2019). Pengobatan tradisional merupakan manifestasi dari partisipasi aktif masyarakat dalam menyelesaikan problematika kesehatan dan telah diakui peranannya oleh berbagai bangsa dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Aseptianova, 2019).

c. Bawang merah dapat menurunkan demam anak

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional seperti bawang merah yang diparut dapat menurunkan demam pada anak”. Hasil yang diperoleh adalah 60% sebanyak 54 orang menyatakan sangat setuju, 28% sebanyak 25 orang menyatakan setuju, 8% sebanyak 7 orang menyatakan tidak setuju, 4% sebanyak 4 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 88%.

Penurunan suhu tubuh juga biasa melalui tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengendalikan demam seperti bawang merah. Hal ini disebabkan bawang merah mengandung senyawa sulfur organik yaitu Allyl cysteine sulfoxide (Alliin) yang berfungsi menghancurkan pembentukan pembekuan darah. Hal

(32)

21

tersebut membuat peredaran darah lancar sehingga panas dari dalam tubuh dapat lebih mudah disalurkan ke pembuluh darah tepi (Medhyana, Putri, 2020). Cara pemberian bawang merah terhadap penurunan suhu tubuh pada bayi, sebelum bawang merah di parut, bersihkan bawang merah terlebih dahulu. Dua bawang merah dikupas, dicuci, dan diparut. Parutan bawang merah dicampur dengan dua sendok makan minyak goreng, setengah sendok makan minyak kayu putih, seiris jeruk nipis. Digosokkan pada ketiak, punggung, dan perut. Jika panas anak semakin tinggi, ramuan digosokkan juga pada kepala, semua badan yang terasa panas bila dipegang (Latief, 2012).

d. Obat tradisional meringankan penyakit

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional dapat dimanfaatkan untuk meringankan penyakit”. Hasil yang diperoleh adalah 59% sebanyak 53 orang menyatakan sangat setuju, 38% sebanyak 34 orang menyatakan setuju, 2% sebanyak 2 orang menyatakan tidak setuju, 1% sebanyak 1 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97%.

Obat tradisional berkhasiat untuk meringankan bahkan menyembuhkan penyakit. Ramuan bahan alam yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan dapat menunjang adanya ketersediaan obat yang siap pakai (Juniarni, Komalasari, 2017).

4. Cara penggunaan obat tradisional

Pemahaman responden tentang penggunaan obat tradisional meliputi: konsumen, cara penggunaan, penyajian bahan, dan penggunaan kencur untuk batuk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemahaman masyarakat termasuk pemahaman tinggi, yaitu sebesar 81%.

(33)

22

Tabel IV. Pemahaman Penggunaan Obat Tradisional No. Pernyataan SS + S TS + STS Kecenderungan

1. Obat tradisional dapat dikonsumsi oleh semua kalangan usia, termasuk ibu hamil, dan sedang menyusui

43% 57% TIDAK SETUJU

2. Penggunaan obat tradisional ada beberapa cara yaitu dimakan langsung, diminum, dibalurkan, diteteskan, ditempel, dikumur

93% 7% SETUJU

3. Bahan obat tradisional dapat digunakan dengan satu bahan dan dapat disajikan dengan bahan-bahan lainnya

81% 19% SETUJU

4. Kencur yang diparut

ditambahkan setengah gelas air dan sedikit garam digunakan untuk batuk

92% 8% SETUJU

a. Obat tradisional dikonsumsi oleh semua kalangan

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional dapat dikonsumsi oleh semua kalangan usia, termasuk ibu hamil, dan sedang menyusui”. Hasil yang diperoleh adalah 2% sebanyak 2 orang menyatakan sangat setuju, 41% sebanyak 37 orang menyatakan setuju, 34% sebanyak 31 orang menyatakan tidak setuju, 22% sebanyak 20 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 57%.

Selain dosis dan takaran untuk mengonsumsi obat tradisional harus tepat, waktu penggunaan juga harus tepat untuk meminimalisir efek samping yang timbul. Sebagai salah satu contoh adalah kunyit. Kunyit yang dipercaya dapat mengurangi

(34)

23

nyeri pada saat haid justru dapat menyebabkan terjadi keguguran apabila dikonsumsi pada awal masa kehamilan (Oktaviani, dkk, 2021).

b. Cara penggunaan obat tradisional

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Penggunaan obat tradisional ada beberapa cara yaitu dimakan langsung, diminum, dibalurkan, diteteskan, ditempel, di kumur”. Hasil yang diperoleh adalah 73% sebanyak 66 orang menyatakan sangat setuju, 20% sebanyak 18 orang menyatakan setuju, 6% sebanyak 5 orang menyatakan tidak setuju, 1% sebanyak 1 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 93%.

Ada beberapa cara penggunaan obat tradisional yang telah dilakukan masyarakat secara turun-temurun, diolah dengan cara direbus seperti jamu, teh, jus kemudian diminum (Aseptianova, 2019). Cara penggunaan lainnya adalah dikonsumsi langsung (dimakan), digosok, ditempelkan, dioleskan, dikumur, diteteskan, dibalurkan (Khairiyah, dkk, 2016).

c. Penyajian obat tradisional

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Bahan obat tradisional dapat digunakan dengan satu bahan dan dapat disajikan dengan bahan-bahan lainnya”. Hasil yang diperoleh adalah 49% sebanyak 44 orang menyatakan sangat setuju, 32% sebanyak 29 orang menyatakan setuju, 7% sebanyak 6 orang menyatakan tidak setuju, 12% sebanyak 11 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 81%.

Cara penyajian dari obat tradisional tersebut disajikan secara tunggal dan dalam bentuk ramuan (Qamariah, dkk, 2018).

d. Kencur digunakan untuk obat batuk

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Kencur yang diparut ditambahkan setengah gelas air dan sedikit garam digunakan untuk batuk”. Hasil yang diperoleh

(35)

24

adalah 66% sebanyak 59 orang menyatakan sangat setuju, 27% sebanyak 24 orang menyatakan setuju, 4% sebanyak 4 orang menyatakan tidak setuju, 3% sebanyak 3 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 92%.

Kencur (Kaempferia galangal L) dapat digunakan untuk batuk. dicuci, dikupas, diparut dan diberi setengah gelas air dan sedikit garam. Ramuan diperas dengan kain, dan air perasan diminum setiap pagi dan sore, masing-masing satu ramuan (Latief, 2012).

5. Cara mendapatkan obat tradisional/informasi

Pemahaman responden tentang cara mendapatkan obat tradisional meliputi: bahan obat tradisional diperoleh dari tumbuhan dan hewan, obat tradisional dari pekarangan rumah, kumis kucing sebagai obat tradisional, dan penggunaan obat tradisional tanpa resep dokter. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemahaman masyarakat termasuk pemahaman tinggi, yaitu sebesar 81%.

Tabel V. Pemahaman Cara Mendapatkan Obat Tradisional No. Pernyataan SS + S TS + STS Kecenderungan

1. Bahan obat tradisional diperoleh dari bahan tumbuhan dan hewan

91% 9% SETUJU

2. Hanya tanaman obat yang ditanam di pekarangan rumah yang dapat

dimanfaatkan sebagai obat tradisional

20% 80% TIDAK SETUJU

3. Kumis kucing yang tumbuh liar tidak dapat digunakan sebagai obat tradisional

16% 84% TIDAK SETUJU

(36)

25

4. Obat tradisional dapat digunakan tanpa resep dokter

92% 8% SETUJU

a. Bahan obat tradisional dari tumbuhan dan hewan

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Bahan obat tradisional diperoleh dari bahan tumbuhan dan hewan”. Hasil yang diperoleh adalah 57% sebanyak 51 orang menyatakan sangat setuju, 34% sebanyak 31 orang menyatakan setuju, 7% sebanyak 6 orang menyatakan tidak setuju, 2% sebanyak 2 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 91%.

Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu kala menggunakan ramuan obat tradisional Indonesia sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan. Ramuan obat tradisional Indonesia tersebut dapat berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral, namun umumnya yang digunakan berasal dari tumbuhan (Kemenkes, 2017).

b. Bahan obat tradisional dari pekarangan rumah

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Hanya tanaman obat yang ditanam di pekarangan rumah yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional”. Hasil yang diperoleh adalah 8% sebanyak 7 orang menyatakan sangat setuju, 12% sebanyak 11 orang menyatakan setuju, 30% sebanyak 27 orang menyatakan tidak setuju, 50% sebanyak 45 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 80%.

Tanaman obat tradisional juga tidak hanya ditanam masyarakat namun juga sering kali hanya tumbuh liar di sekitar rumah atau jalan-jalan (Aseptianova, 2019). c. Kumis kucing sebagai obat tradisional

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Kumis kucing yang tumbuh liar tidak dapat digunakan sebagai obat tradisional”. Hasil yang diperoleh adalah 6% sebanyak 5 orang menyatakan sangat setuju, 10% sebanyak 9 orang menyatakan setuju, 24% sebanyak 22 orang menyatakan tidak setuju, 60% sebanyak 54 orang

(37)

26

menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 84%.

Jenis tumbuhan yang berkhasiat ada yang dibudidayakan oleh masyarakat dan ada pula yang tumbuh liar di hutan seperti kumis kucing. Daun dari kumis kucing dapat mengobati asam urat. Cara pembuatannya adalah 5-7 daun direbus dengan air 1 gayung dan air rebusannya diminum 3 kali sehari (Yowa, 2019). d. Penggunaan obat tradisional tanpa resep dokter

Pada kuesioner tercantum pernyataan “Obat tradisional dapat digunakan tanpa resep dokter”. Hasil yang diperoleh adalah 59% sebanyak 53 orang menyatakan sangat setuju, 33% sebanyak 30 orang menyatakan setuju, 6% sebanyak 5 orang menyatakan tidak setuju, 2% sebanyak 2 orang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden cenderung setuju terhadap pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 92%.

Pengobatan mandiri merupakan pengobatan penyakit ringan (Minnor illness) oleh individu menggunakan obat tradisional tanpa adanya resep atau intervensi dari dokter dan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kesehatan (Restiyono, 2016). Tetapi obat tradisional juga mempunyai dosis dan aturan pakai yang harus dipatuhi seperti halnya resep dokter (Oktaviani, dkk, 2021).

Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Dengan Cara Swamedikasi

Penggunaan obat tradisional yang diteliti meliputi: waktu konsumsi, tujuan konsumsi pemilihan obat tradisional, sumber penggunaan, informasi, pengolahan obat tradisional, pemilihan obat tradisional, hasil setelah konsumsi, efek samping obat tradisional.

1. Waktu konsumsi responden

Waktu konsumsi responden meliputi waktu konsumsi terakhir obat tradisional dan berapa kali penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri. Perhitungan persentase ini dilakukan terhadap seluruh responden (90 orang). Sebagian besar responden terakhir mengonsumsi obat tradisional adalah 1 bulan

(38)

27

yang lalu (64%). 2 bulan yang lalu (21%), 3 bulan yang lalu (13%), dan hanya sedikit (2%) responden yang menyebutkan waktu konsumsi lainnya yaitu 4 bulan yang lalu. Besarnya persentase terakhir mengonsumsi obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Waktu Konsumsi Terakhir Obat Tradisional

Sebagian besar responden yang pernah mengonsumsi obat tradisional untuk pengobatan mandiri dengan jawaban lainnya (63%) yaitu sering menggunakan obat tradisional, yang mengonsumsi 3 kali yaitu 25%, yang mengonsumsi 2 kali yaitu 9%, dan responden yang menggunakan obat tradisional 1 kali yaitu 3%. Besarnya persentase penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri oleh responden dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Banyaknya Penggunaan Obat Tradisional 2. Tujuan konsumsi

Responden mengonsumsi obat tradisional untuk sakit kepala (25%), demam (24%), responden yang menyebutkan tujuan penggunaan lain seperti ambeien, sakit

64% 21%

13% 2%

A. 1 bulan yang lalu B. 2 bulan yang lalu C . 3 bulan yang lalu D . Lainnya 3% 9% 25% 63% A. 1 kali B. 2 kali C. 3 kali D. Lainnya

(39)

28

perut, sakit gigi, nyeri otot, mual, alergi, jerawat saat haid (23%), sebagian responden (17%) menggunakannya untuk maag, dan batuk (11%). Besarnya persentase tujuan konsumsi obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 9. di mana responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban sehingga nilai n lebih dari 90.

Gambar 9. Sakit Yang Diobati Dengan Obat Tradisional

3. Obat tradisional yang dikonsumsi

Pemilihan obat tradisional yaitu dari beberapa bahan tanaman obat. Responden yang memilih jahe sebagai obat tradisional yang sering digunakan adalah 38%, bawang merah 24%, responden yang memilih obat tradisional lain seperti lidah buaya, kumis kucing, sambiloto, daun sirih, kayu manis, jeruk nipis, kunyit, daun kemangi adalah 16%, kencur 12%, lengkuas 10%. Besarnya persentase pemilihan obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 10. di mana responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban sehingga nilai n lebih dari 90.

Dari jenis-jenis tanaman tersebut, tanaman yang sudah dikenal secara luas atau lazim digunakan oleh masyarakat (Sambara, Yuliani, dan Emerensiana, 2016). Bawang merah biasanya digunakan untuk demam pada anak, jahe digunakan untuk masuk angin, batuk, dan mual, kencur digunakan untuk batuk, lengkuas digunakan untuk panu (Latief, 2012).

25% 24% 17% 11% 23% A. Sakit kepala B. Demam C. Maag D. Batuk E. Lainnya n=132

(40)

29

Gambar 10. Jenis Obat Tradisional Yang Sering Digunakan 4. Sumber penggunaan

Sebagian besar responden (47%) menggunakan obat tradisional dari hasil tanam sendiri, membeli di pasar (30%), lingkungan sekitar (18%), dari sumber lainnya (5%) yang didapatkan dari hutan. Besarnya persentase sumber penggunaan obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 11. di mana responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban sehingga nilai n lebih dari 90.

Menurut Sambara, Yuliani, dan Emerensiana, (2016) berbagai tanaman obat ada di wilayah Nusa Tenggara Timur, beragam jenis tanaman obat tersebar di wilayah NTT, dan dapat digunakan sebagai obat tradisional. Himbauan kepada masyarakat NTT untuk senantiasa melestarikan tanaman obat di sekitar rumahnya adalah salah satu bentuk dari menjaga kelestarian budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Tanaman obat yang digunakan banyak yang terdapat dari pekarangan rumah (Utami, Zuhud, dan Hikmat, 2019).

Gambar 11. Sumber Penggunaan Bahan Obat Tradisional

24% 38% 12% 10% 16% A. Bawang merah B. Jahe C. Kencur D. Lengkuas E. Lainnya n=136 47% 18% 30% 5% A. Menanam sendiri B. Dari lingkungan sekitar C. Membeli di pasar D. Lainnya

(41)

30

5. Informasi

Masyarakat Indonesia secara turun temurun telah memanfaatkan keunggulan obat tradisional untuk mengobati penyakit. Sebagian besar responden (49%) mendapatkan informasi terkait obat tradisional dari keluarga, 26% dari teman, 20% dari pengalaman pribadi, 4% dari buku obat tradisional, 1% dari media sosial.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Oktarlina, dkk (2018) yaitu keluarga sebagai suatu unit masyarakat terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan pengambilan keputusan. Peran keluarga dalam pengambilan keputusan sebagai sumber informasi terdekat (Towoliu dan Tumbuan, 2017). Besarnya persentase sumber penggunaan obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 12. di mana responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban sehingga nilai n lebih dari 90.

Gambar 12. Sumber Informasi 6. Pengolahan

Sebagian besar responden mengolah obat tradisional dengan cara direbus (60%), ditumbuk (27%), dikeringkan (9%), dipotong-potong (2%), dengan cara lainnya yaitu dibakar (2%). Besarnya persentase sumber penggunaan obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 13. di mana responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban sehingga nilai n lebih dari 90. Pembuatan ramuan obat tradisional dapat dilakukan dengan beberapa cara:

20% 49% 26% 4%1% A. Pengalaman pribadi B. Keluarga C. Teman D. Buku obat tradisional E. Lainnya n=92

(42)

31

- Dicampur, ditumbuk, direbus, dan diambil air sarinya. - Dicampur, ditumbuk, tanpa direbus, dan diambil air sarinya. - Dicampur, ditumbuk, dan dikeringkan.

- Dicampur, dipotong-potong, dan dikeringkan.

- Tanpa dicampur dan langsung dimakan (Latief, 2012).

Gambar 13. Cara Pembuatan Obat Tradisional 7. Pemilihan obat tradisional

Sebagian besar responden memilih alasan menggunakan obat tradisional untuk pengobatan mandiri adapun hasilnya adalah 48% karena penyakitnya masih ringan, 29% karena biaya lebih murah, 22% lebih praktis, 1% bahannya mudah dijangkau. Besarnya persentase pemilihan obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 14. di mana responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban sehingga nilai n lebih dari 90.

Menurut Jennifer dan Saptutyningsih (2015), pengobatan tradisional bertujuan untuk mengobati jenis keluhan penyakit ringan yang sering dialami oleh masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, sakit maag, flu, keluhan penyakit kulit. Pengobatan tradisional diterapkan karena alasan mudah, murah, dan manjur sesuai dengan kerangka berpikir masyarakat.

60% 27% 9% 2%2% A. Direbus B. Ditumbuk C. Dikeringkan D. Dipotong-potong E.Lainnya

(43)

32

Gambar 14. Alasan Pemilihan Obat Tradisional

8. Hasil setelah konsumsi

Responden mengonsumsi obat tradisional adapun hasilnya adalah 91% mulai membaik, tidak adanya perubahan (5%), hasilnya tambah parah (3%), hasilnya lain (1%). Besarnya persentase hasil setelah responden mengonsumsi obat tradisional dapat dilihat pada Gambar 15.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa obat tradisional dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. Hasil dari mengonsumsi obat tradisional bisa secepat obat kimia. Tidak memerlukan tenggang waktu, komposisi, dan rutinitas seimbang dalam penggunaannya. Selama penggunaannya responden mulai membaik setelah pengobatan (Joru, 2019).

Gambar 15. Hasil Setelah Konsumsi Obat Tradisional

29%

22% 48%

1%

A. Biaya lebih murah B. Lebih praktis C. Penyakitnya masih ringan D. Lainnya 91% 5%3% 1% A. Mulai membaik B. Tidak ada perubahan C. Tambah parah D. Lainnya

(44)

33

9. Efek samping obat tradisional

Responden sebagian besar (99%) tidak mengalami keluhan atau efek samping tertentu setelah menggunakan obat tradisional dan responden yang mengalami keluhan atau efek samping tertentu setelah menggunakan obat tradisional adalah (1%).

Menurut Aseptianova (2019), seiring dengan berjalannya waktu dengan adanya perkembangan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia yang terkandung dalam obat-obatan mayarakat terdorong kembali menggunakan obat-obatan tradisional dengan perkembangan teknologi pula semakin banyak tanaman yang telah dibuktikan khasiatnya secara laboratorium dan dijamin aman untuk dikonsumsi serta menyembuhkan penyakit tanpa menimbulkan efek samping. Bagi sebagian masyarakat mengonsumsi tanaman obat sebagai alternatif penyembuhan penyakit dianggap lebih aman bagi tubuh karena tidak menimbulkan efek samping meski dalam dosis tinggi dan juga tidak menimbulkan efek ketergantungan. Besarnya persentase efek samping obat tradisional oleh responden dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Efek Samping Obat Tradisional

99% 1%

1

2 Pernah

(45)

34 KESIMPULAN

1. Karakteristik responden di Desa Mata Redi adalah mayoritas perempuan yang menggunakan obat tradisional, pekerjaan ibu rumah tangga, berusia 17-23 tahun, pendidikan lulus SD dan pengeluaran per bulan <500.000.

2. Pemahaman masyarakat tergolong tinggi untuk definisi obat tradisional (85%), definisi swamedikasi (73%), manfaat obat tradisional (90%), cara penggunaan obat tradisional (81%), cara mendapatkan obat tradisional (81%).

3. Gambaran terakhir responden mengonsumsi obat tradisional adalah 1 bulan yang lalu (64%), penggunaan obat tradisional yang sering (63%), obat tradisional untuk sakit kepala (25%), penggunaan jahe sebagai obat tradisional (38%), obat tradisional dari hasil tanam sendiri (47%), informasi terkait obat tradisional dari keluarga (49%), mengolah obat tradisional dengan cara direbus (60%), obat tradisional untuk penyakit ringan (48%), hasil penggunaan mulai membaik (91%), dan tidak mengalami efek samping (99%).

(46)

35

SARAN

1. Perlu dilakukan sosialisasi oleh tenaga kesehatan terkait penggunaan obat tradisional, karena sumber informasi responden sebagian besar dari keluarga. 2. Perlu dilakukan promosi kesehatan bahwa penggunaan obat tradisional memiliki

keamanan, khasiat dan mutu.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui obat tradisional memiliki khasiat meringankan penyakit dan minimnya risiko efek samping yang ditimbulkan.

(47)

36

Daftar Pustaka:

Adliyani, Z., 2015. Pengaruh Perilaku Individu terhadap Hidup Sehat. Jurnal

Kesehatan, 4(7).

Arikunto, S., 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Aswad, P., Kharisma,Y., Andriane,Y., Respati,T., Nurhayati,E .,2019. Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi oleh Ibu-Ibu di Kelurahan Tamansari Kota Bandung. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains (JIKS), 1(2), 108.

Ananda, D., Pristianty, L., Rachmawati, H., 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi Obat Natrium Diklofenak di Apotek. Journal

Pharmacy, 10(2).

Aryanti, I., Bayu, E.S., Kardhinata, E.H., 2015. Identifikasi Karakteristik Morfologis dan Hubungan Kekerabatan pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Desa Dolok Saribu Kabupaten Simalungun. Jurnal Online

Agroekoteaknologi, 3(3).

Astuti, A., Pinasti, E., Bramasto, A., 2019. Pengaruh Budaya Organisasi Dan Teknologi Informasi Terhadap Kualitas Sistem Informasi Akuntansi Pada Pt. Inti (Persero). Jurnal Riset Akuntansi, XI (1).

Adiana, P. P. E., Karmini, N. L., 2012. Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga,Dan Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Gianyar. Ekonomi Pembangunan, 1 (1).

Artini, K. S. W., Ardya, H., 2020. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Perilaku Swamedikasi Nyeri yang Rasional di Apotek Harish Farma Kabupaten Sukoharjo. Ejournal Almaata, 4 (2).

Aryanta, I. W. R., 2019. Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. E-Jurnal Widya

Kesehatan, 1 (1).

Aseptianova, 2019. Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga Untuk Pengobatan Keluarga Di Kelurahan Kebun Bunga Kecamatan Sukarami-Kota Palembang.

Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 4 (1).

Basuki., Ismet., Hariyanto., 2016. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dewi, N. W. P., Ramantha, I. W., 2016. Profesionalisme Sebagai Pemoderasi Pengaruh Kemampuan Investigatif Pada Pembuktian Kecurangan Oleh Auditor. E-Jurnal Akuntansi, 15(2).

(48)

37

Diana, P., Marethi, I., Pamungkas, A. S., 2020. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa: Ditinjau Dari Kategori Kecemasan Matematik. Supremum

Journal of Mathematics Education, 4(1).

Elfrieda, I. Y. M. E., 2009. Studi Pemahaman dan Gambaran Penggunaan Jamu Instan Kunyit Asam Pada Masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.

Fuaddah, A., 2015. Description of Self-Medication Behavior in Community of Subdistrict Purbalingga, District Purbalingga. Jurnal Kesehatan Masyarakat,

3(1).

Handayani, L., Suharmati., Ayuningtyas. A., 2012. Menaklukan Kanker Serviks dan Kanker Payudara dengan 3 Terapi Alami. Jakarta: Agro Media Pustaka. Harahap, N., Khairunnisa, K., Tanuwijaya, J., 2017. Tingkat Pengetahuan Pasien

dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan. Jurnal

Sains Farmasi & Klinis, 3(2).

Heryanto, C.A.W., Korangbuku, C.S.F., Djeen, M.I.A., Widayati, A., 2019. Pengembangan dan Validasi Kuesioner untuk Mengukur Penggunaan Internet dan Media Sosial dalam Pelayanan Kefarmasian. Jurnal Farmasi Klinik

Indonesia, 8(3).

Jabbar, A., Musdalipah, Nurwati, A., 2017. Studi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terhadap Penggunaan Obat Tradisional bagi Masyarakat di Desa Sabi-Sabila Kecamatan Mowewe Kabupaten Kolaka Timur. Majalah Farmasi, Sains dan

Kesehatan, 3(1), 19.

Jumiarni, W. O., Komalasari, O., 2017. Eksplorasi Jenis Dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Suku Muna Di Permukiman Kota Wuna. Traditional Medicine Journal, 22(1).

Jennifer, H., Saptutyningsih, E., 2015. Preferensi Individu Terhadap Pengobatan Tradisional Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, 16(1). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., 2017. Formularium Ramuan Obat

Tradisional Indonesia,

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.01_.07-

MENKES-187-2017_ttg_Formularium_Ramuan_Obat_Tradisional_Indonesia_.pdf .Diakses pada tanggal 18 Juni 2021.

Khairiyah, N., Anam, S., Khumaidi, A., 2016. Studi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Pada Suku Banggai Di Kabupaten Banggai Laut, Provinsi Sulawesi Tengah. Journal of Pharmacy, 2(1).

(49)

38

Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia., 2004.

Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia no. HK.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. BPOM RI, Jakarta.

Latief, A., Obat Tradisional. Buku Kedokteran, Makassar.

Medhyana, V., Putri, R. U., 2020. Pengaruh Kompres Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Bayi Saat Demam Pasca Imunisasi Di Wilayah Kerja Polindes Pagar Ayu Musi Rawas. Maternal Child Health Care

Journal, 2 (2).

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Novalita, R., 2019. Perbandingan Pendidikan Negara Belgia Dengan Negara

Indonesia. Jurnal Spasial, 4(3).

Nurkholis., 2013. Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal

Kependidikan, 1(1).

Njurumana, G. N., 2015. Manajemen Sumberdaya Kayu Pertukangan Pada Sistem Agroforestri Kaliwu di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Jurnal

Penelitian Kehutanan Wallacea , 1(3).

Oktarlina,R., Tarigan,A., Carolia,N., Utami,E., 2018. Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Penggunaan Obat Tradisional di Desa Nunggalrejo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. JK Unila, 2(1), 42. Oktaviani, A. R., Takwiman, A., Santoso, D. A. T., Hanaratri, E. O., Damayanti, E.,

Maghfiroh, L., Putri, M. M., Maharani, N. A., Maulida, R., Oktadela, A. V., Yuda, A., 2021. Pengetahuan Dan Pemilihan Obat Tradisional Oleh Ibu-Ibu Di Surabaya. Jurnal farmasi komunitas, 8 (1).

Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Pratiwi, R., Saputri, F., Nuwarda, R., 2018. Tingkat Pengetahuan dan Penggunaan Obat Tradisional di Masyarakat: Studi Pendahuluan pada Masyarakat di Desa Hegarmanah, Jatinangor,Sumedang. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk

Masyarakat, 7(2), 97.

Purwidyaningrum, I., Peranginangin, J., Mardiyono, M., Sarimanah, J., 2019. Dagusibu, P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) di Rumah dan Penggunaan Antibiotik yang Rasional di Kelurahan Nusukan. Journal of

Gambar

Gambar 1. Skema Pengambilan Responden Desa Mata Redi
Gambar 2. Karakteristik Usia Responden
Gambar 3. Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Gambar 5. Karakteristik Pekerjaan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

351ndralaya Kabupaten Ogan lIir Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang} Jasa umtlkPelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013 seperti tersebut dl

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan Masyarakat Samin tetap bertahan pada nilai dan tradisinya, (2) Mengetahui

Makalah-makalah yang disajikan oleh lebih dari 50 pembicara ini akan membuka ruang diskusi mengenai isu-isu yang terkait dengan peran media elektronik dalam

MY2016/17 rice consumption is revised up to 12 million metric tons as the government continues the sale of feed/industrial quality and deteriorated rice stocks in August 2017 after

Keberadaan sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam di Kabupaten Karanganyar ada 46 sekolahan dari 106 jumlah total sekolah SMP/MTs negeri maupun swasta. Adanya

Sedangkan gas emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor seperti CO2 dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjalar di bagian atap GCR, dengan bantuan cahaya matahari

Dapat diukur dan diamati secara indrawi, Empiris social ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang dialami oleh anak di dalam ataupun

Hasil penelitian menujukkan bahwa insektisida cyantraniliprole 10% sangat efektif dalam menekan tingkat serangan maupun populasi hama PBKo, baik pada buah di lapangan maupun