• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang dimaksud meliputi kegiatan perbaikan gizi, kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular maupun penyakit tidak menular dan sebagainya (Depkes RI, 2004).

Indonesia merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular, salah satunya adalah diare. Setiap tahun rata-rata 100.000 anak meninggal dunia karena diare dan diare menjadi penyebab kematian kedua terbesar setelah malnutrisi di Indonesia. Penyebab utama diare yaitu kurangnya perilaku hidup bersih masyarakat dan sanitasi yang buruk (Dinkes Jatim, 2006).

Diare pada Balita (Bawah lima tahun) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Balita rentan terhadap diare karena perkembangan sistem pencernaan dan kekebalan tubuhnya yang belum optimal menyebabkan mereka mudah terserang diare akibat bakteri atau virus (Medicastore.com, 2007).

(2)

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2000–2003, diare merupakan penyebab kematian nomor tiga pada Balita di dunia. Di Asia Tenggara juga menempati urutan ketiga penyebab kematian pada Balita (WHO, 2005) dan di Indonesia menurut Surkesnas (Survei Kesehatan Nasional) 2001 diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada Balita.

Diare merupakan penyakit dengan frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang cukup tinggi. Tahun 2006 dilaporkan 11 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara; Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Nias, Dairi, Padang Sidempuan, Serdang Bedagai, Samosir dan Nias Selatan mengalami KLB diare dengan jumlah penderita 2.110 kasus dan jumlah kematian 62 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) = 2,94%. Jumlah penderita terbanyak di Kabupaten Nias yaitu 613 penderita dan terendah di Kabupaten Asahan yaitu 24 penderita, sedangkan CFR tertinggi terjadi di Kabupaten Nias Selatan yaitu 10% dan terendah di Kabupaten Langkat yaitu 0%. Berdasarkan laporan diperoleh bahwa jumlah penderita diare di Sumatera Utara tahun 2006 adalah 182.922 penderita, dengan Incidence Rate (IR) 6,9/1.000 penduduk dan angka kematian (CFR) 0,016% lebih rendah dari angka nasional yaitu 1,2%. Walaupun angka IR dan CFR rendah namun data tersebut belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya di masyarakat, karena pencapaian target penemuan kasus diare masih sangat rendah yaitu 23,11% dari target 358.814 orang pada tahun 2006. Ini mengandung arti bahwa masih banyak kasus-kasus yang tidak terlaporkan (under-reporting) yang terjadi di tengah masyarakat. Diketahui juga bahwa 52,50% dari penderita adalah kelompok umur Balita (Profil Kesehatan Sumut, 2006).

(3)

Di Kota Medan tahun 2007 jumlah kasus diare sebesar 35.952 kasus, yakni kasus yang terdaftar di Puskesmas, rumah sakit negeri, dan rumah sakit swasta, 30 anak Balita di antaranya meninggal (www.kompas.com, 2008).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai distribusi penyakit diare di Kota Medan per kecamatan tahun 2007 secara rinci dapat di lihat pada Tabel 1.1.

berikut ini :

Tabel 1.1. Distribusi Penyakit Diare di Kota Medan Per Kecamatan Tahun 2007

No Kecamatan Puskesmas Jumlah

Diare

Jumlah Diare Pada Balita 1 Medan

Tuntungan

- Pusk. Tuntungan

490 238

- Pusk. Simalingkar 1.000 365 2 Medan Johor - Pusk. Medan Johor 1.536 758 - Pusk. Kedai Durian 714 425

3 Medan Amplas - Pusk. Amplas 1.468 916

4 Medan Denai - Pusk. Desa Binjei 658 263

- Pusk. Tegal Sari 681 385

- Pusk. Medan Denai 598 254

- Pusk. Bromo 1.508 746

5 Medan Area - Pusk. Kota Matsum 830 282

- Pusk. Sukaramai 709 352

- Pusk. M. Area Selatan 779 441

6 Medan Kota - Pusk. Teladan 829 544

- Pusk. Pasar Merah 591 514

- Pusk. Sp. Limun 886 380

7 Medan Maimun - Pusk. Kp. Baru 648 283

8 Medan Polonia - Pusk. Polonia 558 288

9 Medan Baru - Pusk. Pd. Bulan 889 342

10 Medan Selayang - Pusk. PB.Selayang 293 95 11 Medan Sunggal - Pusk. Desa Lalang 725 268

- Pusk. Sunggal 1.108 509

12 Medan Helvetia - Pusk. Helvetia 1.274 534

13 Medan Petisah - Pusk Petisah 372 116

(4)

Tabel. 1.1. (Lanjutan)

- Pusk.Darussalam 488 167

- Pusk.Rantang 296 92

14 Medan Barat - Pusk.Glg. Kota 759 334

- Pusk.Pulo Brayan 1.062 447

- Pusk.Sei Agul 1.114 554

15 Medan Timur - Pusk.Glugur Darat 1.321 744 16 Medan

Perjuangan

- Pusk.Sentosa Baru

1.339 619

17 Medan Tembung - Pusk. Mandala 1.243 587

- Pusk. Sering 448 173

18 Medan Deli - Pusk. Mdn Deli 2.235 1000

- Pusk. Titi Papan 671 370

19 Medan Labuhan - Pusk. Medan Labuhan 1.013 317 - Pusk Pekan Labuhan 1.071 548

- Pusk. Martubung 940 480

20 Medan Marelan - Pusk. Terjun 1.983 1,191 21 Medan Belawan - Pusk. Belawan 1.990 1,007

Jumlah Kasus 37.117 17.928

Sumber : Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2007

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kasus diare tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Deli. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Medan Deli, diare termasuk ke dalam 10 penyakit terbesar dan selama 3 tahun terakhir kasus diare di Medan Deli mengalami peningkatan. Tahun 2006 kasus diare di Kecamatan Medan Deli mengalami peningkatan dari 1.758 kasus menjadi 2.056 kasus dan pada balita dari 856 menjadi 1.025 balita kemudian tahun 2007 kasus meningkat lagi menjadi 2235, namun kasus pada balita menurun 2,5 % dari tahun sebelumnya. Tahun 2008 jumlah kasus diare bulan Januari-Juni sebesar 937 kasus.

Di Kecamatan Medan Deli, diare tersebar di 5 kelurahannya, dan kasus tertinggi terdapat di Kelurahan Kota Bangun dengan 1010 kasus. Berdasarkan golongan umur maka kasus tertinggi terdapat pada golongan umur 0–4 tahun dengan

(5)

jumlah 809 kasus. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Medan Deli, tingginya kasus diare di Kelurahan Kota Bangun dibandingkan dengan 4 kelurahan lainnya di Kecamatan Medan Deli disebabkan daerah tersebut sanitasinya jelek dan masih banyak yang tidak mempunyai jamban keluarga. Persediaan air bersih di Kecamatan Kota Bangun menggunakan PAM (Perusahaan Air Minum) dan sumur gali (SGL), dari 1.514 KK (Kepala Keluarga) yang ada di Kelurahan Kota Bangun, yang menggunakan PAM 33,86 % (510 KK) dan SGL 66,14% (1004 KK) dan dari 1514 KK, 60% KK (921 KK) menggunakan jamban leher angsa, 15% (223 KK) menggunakan WC (Water Closet) cemplung dan 25% (370 KK) tidak memiliki jamban. KK yang tidak memiliki jamban memilih untuk BAB (Buang Air Besar) di sungai atau terkadang menumpang di WC tetangga terdekatnya. Kualitas sumur gali di Kelurahan Kota Bangun bervariasi,ada yang sudah memenuhi syarat kesehatan dan ada juga yang kurang memenuhi syarat kesehatan.

Data mengenai distribusi penyakit diare tiap kelurahan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1.2. berikut ini:

Tabel. 1.2. Distribusi Penyakit Diare di Kecamatan Medan Deli Per Kelurahan Tahun 2007

No Kelurahan Kasus Diare Kepadatan Penduduk

1 Kota Bangun 1010 47,87 jiwa/km2

2 Mabar 307 72,55 jiwa/km2

3 Mabar Hilir 287 70,50 jiwa/km2

4 Tanjung Mulia 316 65,47 jiwa/km2

5 Tanjung Mulia Hilir 315 113,87 jiwa/km2 Sumber: Laporan Tahunan Puskemas Medan Deli Tahun 2007

(6)

Adapun upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Medan Deli untuk mengatasi peningkatan kasus diare setiap tahunnya yaitu: penyuluhan diare, pemberian oralit, kaporisasi, cakupan Balita dengan diare, dan home visit (Laporan Tahunan Puskesmas Medan Deli, 2007). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas puskesmas dapat diketahui bahwa puskesmas hanya bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota dan tidak berkerjasama dengan sektor lain (Petugas umum & Dinas Kebersihan) untuk mengatasi peningkatan diare. Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota yaitu dengan menyediakan oralit dan kaporit untuk puskesmas yang kemudian akan diberikan kepada masyarakat yang diketahui menderita diare dan mpunyai kualitas air yang buruk.

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku kesehatan merupakan suatu respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor–faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi setiap orang, namun respons setiap orang berbeda. Faktor yang membedakan terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku terbagi dua yakni: determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya dan determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

(7)

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Derajat kesehatan terutama kesehatan dalam keluarga, sangat ditentukan oleh perilaku hidup sehat ibu. Dalam keluarga, ibu memegang peranan besar karena ibu merupakan penggerak/motivator utama keluarga dalam membentuk, membina dan meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan lingkungan yang bersih bagi anggota keluarga (Zaahara, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian Zaahara (2002) di Kecamatan Tanjung Periok diketahui bahwa tingginya angka diare pada balita disebabkan karena sikap ibu dalam mengasuh balita yang kurang memperhatikan tindakan pencegahan diare.

Hasil penelitian Erniliana (2006) menunjukkan bahwa karakteristik individu mempunyai hubungan dengan tindakan ibu dalam pencegahan diare pada bayi dan berdasarkan hasil penelitian Akhar (2008), diketahui bahwa pengetahuan ibu memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dalam memengaruhi kejadian diare akut pada Balita. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Penelitian Kamaruddin (2004) menunjukkan bahwa ada hubungan kejadian diare dengan faktor lingkungan yaitu ketersediaan jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan higiene perorangan.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin meneliti pengaruh faktor lingkungan dan karakteristik ibu terhadap tindakan penanganan diare pada Balita di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan tahun 2009.

(8)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh faktor lingkungan dan karakteristik ibu terhadap tindakan penanganan diare pada Balita di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan tahun 2009”.

1.3. Tujuan Penelitian

Menjelaskan pengaruh faktor lingkungan dan karakteristik ibu (umur, pendidikan, status pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap) terhadap tindakan penanganan diare pada Balita di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan tahun 2009

1.4. Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan peran serta masyarakat terutama ibu dalam penanganan penyakit diare.

2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Medan.

3. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Medan Deli dalam upaya menangani penyakit diare.

4. Sebagai masukan bagi peneliti lain dan bahan referensi di perpustakaan FKM- USU.

Gambar

Tabel 1.1. Distribusi Penyakit Diare di Kota Medan Per Kecamatan  Tahun 2007

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Hubungan sistem adalah hubungan yang terjadi antar subsistem dengan subsistem lainnya yang setingkat atau antara subsistem dengan sistem yang lebih besar.. Hubungan dan

ƒ Disebabkan karena sinyal pada frekuensi yang berbeda tersebar pada medium transmisi yang sama, sehingga menghasilkan sinyal pada suatu frekuensi yang merupakan penjumlahan atau

Model pembelajaran perseorangan dan kelompok kecil (PPKK) merupakan model pembelajaran yang umum dilakukan oleh guru dalam desain pengajaran, karena siswa dihadapkan pada

Pemahaman tentang seni kerajinan keramik yang bernilai sebagai produk baru tersebut masih memprihatinkan, sementara permintaan pasar dengan desain yang sesuai

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan