SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI IMPOR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA TAHUN 2013 S.D 2015
OLEH TAUFIK PURBA
140522053
PROGRAM STUDI STRATA SATU DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015” adalah benar hasil karya saya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Januari 2017 Yang Membuat Pernyataan
Taufik Purba NIM 140522053
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI IMPOR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA TAHUN 2013 S.D 2015
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada KPP Pratama Medan Kota, baik secara simultan ataupun secara parsial.
Sampel dalam penelitian ini adalah Pajak Pertambahan Nilai Impor pada KPP Pratama Medan Kota dalam kurun waktu Januari 2013 s.d. Desember 2015.
Jumlah sampael yang digunakan berjumlah tiga puluh enam dan penganalisaan data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi linear berganda.
Teknik pengumpulan data yaitu pengumpulan data kuantatif dari aplikasi berbasis data di kantor pajak. Analisis data kuantitatif meliputi: Uji Asumsi Klasik, Analisis Regresi Berganda, koefisien determinasi, dan pengujian hipotesis melalui uji t dan uji F.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN Impor Pada KPP Pratama Medan Kota. Hasil uji hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa, tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signikan terhadap penerimaan PPN Impor pada KPP Pratama Medan Kota.
Sedangkan, nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN Impor.
.
Kata Kunci: Pajak Pertambahan Nilai , Impor, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Inflasi,
ABSTRACT
THE EFFECT OF INFLATION RATE AND RUPIAH ECCHANGE RATE TOWARD IMPORT-VALUE ADDED TAX REVENUE
IN MEDAN KOTA SMALL TAX OFFICE
The aim of this study is to investigate the effect on inflation rate and rupiah exchange rate on the revenue of import Value Added Tax in Medan Kota Small Tax Office both simultaneously and partially. This research use the revenue of Import Value Added Tax in Medan Kota Small Tax Office from January 2015 till December 2015 as sample. The sample size is 36 and were analyzed using multiple linear regresion
Data was collected from the tax office’s data base. This quantitative analyzing covers: Classic Assumption, Double Regression Analyzes, Determination Coefficient, and Hypothesis test through “t” and “F” test.
The hypothesis test shows that both of inflation rate and rupiah exchange rate sumultaniously do not have significant effect on the Import Vallue Added Tax Revenue in Medan Kota Small Tax Office. For partially hypothesis test, inflation rate dono have significant effect on the Import Vallue Added Tax Revenue in Medan Kota Small Tax Office. In the other hand, rupiah exchange rate have significant effect the Import Vallue Added Tax Revenue in Medan Kota Small Tax Office.
Keywords: Value Added Tax, Import, Rupiah Exchange Rate, Inflation
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena telah memberikan anugerah yang begitu besar bagi penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015”.
Adapun skripsi ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis dan bagi pembaca tentang perpajakan, yang menjadi penyumbang terbesar dalam APBN setiap tahunnya. Kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi instansi terkait, selain untuk memenuhi satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan doa dari banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Orang tua penulis. Juga kepada adik-adik penulis, teman-teman seperjuangan di kampus Universitas Sumatera Utara, serta rekan-rekan kerja di Direktorat Jenderal Pajak.
Secara khusus, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara,
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, SE, MAFIS, Ak, CPA, CA selaku Ketua Departemen /Program Studi S-1 Akuntansi Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs. Syahrul Rambe, M.M, Ak selaku Sekretaris Departemen /Program Studi S-1 Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Arifin Lubis, M.M., Ak selaku dosen pembimbing.
5. Bapak Drs. Rustam, M.Si., Ak selaku dosen penguji
6. Bapak Drs. Arifin Hamzah, M.M., Ak selaku dosen pembanding
Pada akhirnya, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap kekurangan tersebut dapat diperbaiki untuk kepentingan penelitian selanjutnya demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Sekian dan terima kasih.
Medan, April 2017
Taufik Purba NIM: 140522053
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... 1
2.1 Perumusan Masalah ... 4
3.1 Tujuan dan Manfat Penelitian ... 4
4.1 Tujuan Penelitian ... 4
5.1 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak ... 6
2.2 Pajak Pertambahan Nilai Impor ... 7
2.2.1 Pajak Pertambahan Nilai Di Indonesia ... 7
2.2.2 Definisi dan Karakteristik PPN ... 8
2.2.3 Dasar Hukum PPN Impor ... 10
2.2.4 Subjek PPN Impor ... 11
2.2.5 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPN Impor ... 12
2.2.5.1 Objek PPN Impor ... 12
2.2.5.2 Dasar Pengenaan Pajak ... 13
2.2.5.3 Tarif PPN Impor ... 13
2.2.6 Faktur Pajak dan Pemberitahuan Impor Barang ... 14
2.2.6.1 Faktur Pajak ... 14
2.2.6.2 Pemberitahuan Impor barang ... 15
2.2.7 Surat Setoran Pajak ... 16
2.2.7 Cara dan Metode Perhitungan PPN Impor ... 16
2.3 Inflasi ... 17
2.4.1 Defenisi Inflasi ... 17
2.3.2 Jenis-Jenis Inflasi ... 18
2.3.3 Tingkat Inflasi ... 20
2.3.4 Pengaruh Inflasi ... 20
2.3.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi ... 21
2.4 Nilai Tukar Rupiah ... 22
2.4.1 Definisi Nilai Tukar Rupiah ... 22
2.4.2 Sistem Nilai Tukar (Exchabge Rate System) ... 23
2.4.3 Jenis Nilai Tukar ... 24
2.4.4 Pengelompokan Mata Uang Asing ... 24
2.5 Penelitian Terdahulu ... 25
2.6 Kerangka Konseptual ... 27
2.7 Hipotesis Penelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Defenisi Operasional ... 29
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 31
3.4 Jenis dan Sumber Data ... 32
3.5 Metode Analisis Data ... 33
3.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 33
3.5.1.1 Uji Normalitas Data ... 33
3.5.1.2 Uji Multikolinearitas ... 34
3.5.1.3 Uji Heteroskedestisitas ... 34
3.5.1.4 Uji Autokorelasi ... 34
3.5.2 Uji Hipotesis ... 35
3.5.2.1 Koefisien Determinasi ... 36
3.5.2.2 Uji signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 36
3.5.2.2 Uji signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum KPP Pratama Medan Kota ... 38
4.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota ... 38
4.1.2 Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Kota ... 39
4.1.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota ... 40
4.2 Deksripsi dan Sumber Data Penelitian ... 43
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 46
4.3.1 Uji Normalitas Data ... 46
4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 48
4.3.3 Uji Heteroskedestisitas ... 49
4.3.4 Uji Autokorelasi ... 50
4.4 Penguanji Hipotesis ... 51
4.4.1 Pengujian Koefisien Determinasi ... 51
4.4.2 Uji signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) .. 53
4.4.3 Uji signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57
5.2 Saran ... 58
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Daftar Penelitian Terdahulu ... 25
4.1 Penerimaan PPN Impor KPP Pratama Medan Kota tahun 2012 s.d. tahun 2015 ... 45
4.2 Hasil Uji Multikolinearitas ... 48
4.3 Hasil Uji Autokorelasi ... 50
4.4 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 52
4.5 Hasil Uji t ... 53
4.6 Hasil Uji F ... 55
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 27
4.1 Nilai Kurs Januari 2013- Desember 2015 ... 44
4.2 Tingkat Inflasi Januari 2013- Desember 2015 ... 45
4.3 Hasil Uji Normalitas ... 47
4.4 Hasil Normal Probability Plot ... 47
4.5 Hasil Uji Heteroskedestisitas Scatter Plot ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
I Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor
KPP Pratama Medan Kota Tahun 2013 s.d 2015 ... 61 II Rata-rata Tingkat Inflasi Kota Medan
Tahun 2013 s.d 2015 ... 64 III Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Tahun 2013 s.d. 2015 ... 66
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu cita-cita luhur bangsa Indonesia adalah mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang ditandai dengan adanya peningkatan kemakmuran dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di segala bidang. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah telah melaksanakan berbagai program pembangunan nasional secara terus menerus dan berkelanjutan.
Agar dapat berjalan optimal, pelaksanaan pembangunan nasional tersebut tentunya memerlukan anggaran yang memadai yang bersumber dari penerimaan negara baik itu penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak maupun dari hibah yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan APBN-P tahun 2015, penerimaan dari sektor pajak menjadi sumber penerimaan negara yang terbesar dengan target penerimaan Rp 1.491,5 triliun atau 84,5% dari total penerimaan negara. Adapun realisasi penerimaan pajak pada tahun 2015 mencapai Rp1.235,8 triliun, atau sekitar 83 persen dari target APBN-P 2015. Besarnya kontribusi penerimaan pajak tersebut memberikan suatu penegasan mengenai pentingnya peran pajak bagi negara.
Salah satu jenis pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak konsumsi yang dikenakan atas adanya pertambahan nilai pada setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Jika dilihat dari kontribusi pada realisasi APBN 2015, Pajak Pertambahan Nilai menempati urutan terbesar kedua
dalam hal penyumbang penerimaan negara setelah Pajak Penghasilan. Besarnya kontribusi Pajak Pertambahan Nilai bagi penerimaan negara, tentunya memerlukan dukungan pemerintah berupa kebijakan yang mampu mendorong dan memudahkan pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Kebijakan tersebut dapat berupa penyempurnaan peraturan perpajakan atau penerbitan kebijakan fiskal yang dapat menstimulus transaksi-transaksi ekonomi sehingga memacu arus barang dan jasa yang merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai.
Salah satu bentuk arus barang dan jasa yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai adalah kegiatan impor. Kegiatan impor menurut Undang- undang PPN, adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean.
Dalam sistem perekonomian terbuka seperti yang dianut Indonesia, Impor merupakan komponen yang bersifat negatif terhadap pendapatan nasional karena mengurangi pendapatan dari luar negeri. Namun, disisi lain impor juga merupakan satu-satunya opsi untuk memenuhi kebutuhan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Dualisme peran tersebut menjadikan tingkat kestabilan nilai impor harus dijaga sehingga dapat mendorong perekonomian nasional. Terdapat beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk menstabilkan tingkat impor, dua diantaranya penulis jadikan sebagai variabel dalam penelitian ini, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah.
Inflasi merupakan kondisi peningkatan harga barang dan jasa yang terjadi secara terus menerus dan berlaku untuk hampir seluruh jenis barang/jasa. Inflasi
akan mengakibatkan turunnya daya saing barang dan jasa didalam negeri karena tingginya harga dan akhirnya memicu aktivitas impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nilai tukar rupiah atau sering disebut dengan kurs valuta asing (foreign exchange rate) adalah jumlah mata uang rupiah yang diperlukan untuk memperoleh satu nilai mata uang asing. Jika dikaitkan dengan kegiatan impor, ketika nilai mata uang rupiah melemah, maka jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh barang dan jasa dari luar negara tentunya akan semakin besar
Adanya pengaruh dua indikator ekonomi makro diatas terhadap aktivitas impor, menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian dalam kaitannya dengan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor. Penelitian akan dilakukan pada KPP Pratama Medan Kota yang merupakan salah satu Kantor Pelayanan Pajak yang berada di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Berdasarkan komposisi Wajib Pajak yang terdaftar, KPP Pratama Medan Kota memiliki Wajib Pajak yang sebagian besar melakukan usaha perdagangan, baik itu usaha perdangangan kecil dan eceran, yang menurut penulis sangat tepat untuk dijadikan sebagai objek penelitian.
Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh indikator perekonomian makro khususnya tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah dengan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor dengan judul “ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI IMPOR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA TAHUN 2013 S.D 2015.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada KPP Pratama Medan Kota?
2. Apakah nilai tukar mata uang rupiah berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada KPP Pratama Medan Kota?
3. Apakah nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP Pratama Medan Kota?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana pengaruh tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan negara, khususnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada periode tertentu, sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dan target penerimaan dari sektor pajak. Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada KPP Pratama Medan Kota.
2. Untuk mengetahui apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada KPP Pratama
Medan Kota.
3. Untuk mengetahui apakah nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada KPP Pratama Medan Kota.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara luas baik secara akademis maupun praktis bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap materi penelitian ini diantaranya:
1. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang perpajakan khusunya mengenai pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor.
2. Bagi Pemerintah
Dijadikan sebagai bahan dasar pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dan target penerimaan dari sektor pajak.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh tingkat inflasi dan nilai mata uang tukar rupiah terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor.
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mendefiniskan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro (dalam Firdaus, 2010:10) “pajak adalah iuran wajib, berupa uang, yang dapat dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang, dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani (dalam Waluyo, 2013 : 2) : Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada negara yang dipaksakan berdasarkan Undang- undang dengan tanpa mendapat imbalan langsung. Dengan demikian pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a. Merupakan iuran rakyat kepada negara yang dipungut berdasarkan undang-undang serta bersifat memaksa.
b. Tanpa timbal balik atau kontraprestasi yang secara langsung dapat
dirasakan oleh individu pembayar pajak.
c. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
d. Pajak diperuntukkan untuk pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.
e. Diterapkan dengan berdasarkan pada Undang-undang.
Adapun menurut pendapat penulis, pajak adalah iuran dari rakyat kepada negara yang diwajibkan oleh undang-undang, yang akan digunakan untuk membiayai keperluan-keperluan negara, dimana pembayar iuran tidak mendapatkan perlakuan istimewa terkait kontribusinya.
2.2 Pajak Pertambahan Nilai Impor
2.2.1 Pajak Pertambahan Nilai Di Indonesia
Pajak Pertambahan Nilai pertama kali diterapkan di Indonesia pada tahun 1983, ketika pemerintah melakukan reformasi perpajakan dengan menerbitkan lima Undang-undang Perpajakan sebagai pengganti peraturan perpajakan dan ordonansi peninggalan kolonial. Salah satu dari Undang- undang tersebut adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang menjadi dasar hukum penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia.
Sebelum tahun 1983, Indonesia memberlakukan Pajak Penjualan dan Pajak Peredaran yang dikenakan untuk setiap penyerahan dan perolehan barang. Sistem perpajakan tersebut kemudian dipandang tidak efektif karena menimbulkan efek pengenaan pajak berganda, ketidaknetralan dalam
kegiatan perdagangan serta ketidakpastian beban pajak yang harus dipikul oleh penjual. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 1983 diberlakukan sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas nilai tambah penyerahan barang dan jasa dengan menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan untuk menghindari adanya pengenaan pajak berganda.
2.2.2 Defenisi dan Karakteristik PPN
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjaualan atas Barang Mewah tidak mendefinisikan pengertian dari Pajak Pertambahan Nilai. Namun, kita dapat mendefinisikan PPN berdasarkan karakteristiknya, yaitu sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi. Menurut Sukardji (2010:1-14), karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:
1. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah jenis pajak yang pembebanan pajaknya dapat dilimpahkan atau dialihkan kepada pihak lain. Dalam sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), beban pembayaran pajak sejatinya dipikul oleh konsumen, namun tanggung jawab atas penyetoran PPN yang telah dipungut berada pada pihak penjual.
Adapun sebagai bukti telah dilakukan pemungutan PPN, konsumen akan menerima faktur pajak yang diterbitkan oleh pihak penjual.
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang saat timbul kewajiban pajaknya ditentukan oleh faktor objektif yang mengacu kepada keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Dalam kondisi tersebut kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk mentukansuatu peristiwa adalah terutang atau wajib membayar pajak.
3. Multi Stage Levy
PPN akan dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Dengan kata lain PPN akan dikenakan berulang-ulang untuk setiap mutasi barang, namun tidak menimbulkan efek pajak berganda (non kumulasi).
4. Indirect Subtraction Method
Indirect Substraction Method adalah metode perhitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan barang dan jasa ,dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Metode ini disebut juga metode pengkreditan pajak masukan.
5. Non Kumulatif
Sifat non kumulatif Pajak Pertambaha Nilai terletak pada mekanisme pemungutannya yang hanya dikenakan pada nilai tambah (Added Value) dari barang atau jasa. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari ada pengenaan pajak berganda.
6. Tarif tunggal (Single Rate)
Dalam Undang-undang PPN, tarif Pajak terutang di Indonesia menggunakan tarif tunggal yaitu sebesar 10% dari nilai penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Tarif pajak tersebut dapat dibuah diubah paling tinggi menjadi 15% atau paling rendah 5%
yang perubahannya diatur dengan perturan pemerintah.
7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan prinsip tujuan (detination principle) yang mengenakan PPN di tempat tujuan barang atau jasa dikonsumsi.
8. PPN Tipe Konsumsi ( consumption type)
Jika melihat perlakuan PPN atas barang modal, maka dapat disimpulkan PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi. Pemungutan PPN yang dikenakan atas barang modal dilakukan hanya satu kali.
Dimana seluruh biaya atas barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak dan pajak masukan perolehan barang modal dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Hal ini menunjukkan bahwa PPN dikenakan atas konsumsi barang, bukan atas proses bisnis.
2.2.3 Dasar Hukum PPN Impor
Dasar hukum penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 sebagai perubahan terakhir dari Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berdasarkan pasal 4 ayat (1b), ayat (1d) dan ayat (1e) disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di daerah pebean, dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pebean di dalam daerah pabean. Dengan demikian kegiatan Impor merupakan salah satu kegiatan yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2.2.4 Subjek PPN Impor
Sebagaimana dibahas sebelumnya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak tidak langsung. Hal ini menyebabkan adanya dua pihak yang terkait dengan pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yaitu, pemikul beban pajak dan penanggung jawab pajak. Pemikul beban pajak adalah pihak yang dibebankan atas pembayaran pajak dalam hal ini konsumen. Sedangkan penanggung jawab pajak adalah pihak yang bertanggungjawab untuk membayarkan pajak ke kas negara. Secara umum, pihak penanggung pajak adalah Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan Undang-undang PPN.
Untuk dapat dikukuhkan Pengusaha Kena Pajak, setiap pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak. Dengan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka pengusaha tersebut wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang.
Dalam Pajak Pertambahan Nilai Impor, pemikul beban pajak dan penanggung jawab pajak PPN Impor berada pada satu pihak, yaitu pihak yang menerima manfaat atas barang atau jasa dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean. Selain itu, subjek Pajak Pertambahan Nilai Impor juga tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan kegiatan Impor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean secara otomatis dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Impor tanpa memandang status pihak yang memanfaatkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau tidak. Status Pengusaha Kena Pajak bagi pengusaha yang memanfaatkan barang dan jasa dari luar daerah pabean digunakan untuk dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayarkan.
2.2.5 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPN Impor 2.2.5.1 Objek PPN Impor
Berdasarkan pasal 4 Undang-undang No 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai Impor dikenakan atas :
1. Impor Barang Kena Pajak.
2. Pemanfaatan barang kena pajak pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
3. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Jika diperhatikan lebih lanjut, yang menjadi objek PPN Impor adalah setiap kegiatan memasukkan atau memanfaatkan barang dan jasa dari luar daerah pebean ke dalam daerah pabean.
Adapun yang menjadi ciri khusus dari pengenaan PPN atas kegiatan impor adalah, seluruh kegiatan impor merupakan objek PPN tanpa memperhatikan apakah kegiatan impor tersebut dilakukan dalam rangka kegiatan usaha, pekerjaan atau tidak.
2.2.5.2 Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak nilai yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Untuk kegiatan impor, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah nilai impor. Nilai impor merupakan nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor barang kena pajak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai impor terdiri atas cost (nilai barang), insurance (asuransi) dan freight (biaya pengangkutan) ditambah bea masuk serta pungutan-pungutan lain berdasarkan undang-undang dibidang impor.
2.2.5.3 Tarif PPN Impor
Tarif pengenaan PPN impor tidak berbeda dengan tarif PPN
atas kegiatan lainnya yaitu sebesar 10% ( sepuluh persen). Hal ini ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dimana atas tarif tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen).
2.2.6 Faktur Pajak dan Pemberitahuan Impor Barang 2.2.6.1 Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak. Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, saat pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, dan saat lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yag paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
b. Nama, alamat, dan Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut, dan f. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur
pajak.
2.2.6.2 Pemberitahuan Impor Barang
Dalam pasal 13 ayat (6) Undang-undang No.42 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Untuk kegiatan impor, dokumen tertentu yang kedudukannnya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah Pemberitahuan impor Barang (PIB). Hal tersebut ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Untuk dapat dipersamakan dengan faktur pajak, PIB harus memuat keterangan mengenai identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP serta dilampiri dengan surat setoran pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang. Sebagai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak, PIB tersebut dapat digunakan
oleh pengusaha yang melakukan impor barang kena pajak untuk mengkreditkan pajak masukan PPN Impor yang telah dipungut.
2.2.7 Surat Setoran Pajak
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Sebagi bukti pembayaran, SSP hanya dapat digunakan untuk satu jenis pajak dan satu masa atau tahun pajak.
Untuk pembayaran PPN Impor, selain menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), bukti pembayaran pajak dapat pula menggunakan Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSCP) yang merupakan surat untuk melakukan pembayaran dan bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara.
2.2.8 Cara dan Metode Perhitungan PPN Impor
Bedasarkan pasal 8A Undang-undang No.42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau nilai lain berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Nila impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk, yaitu Cost, Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lain yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang impor.
Sebagai suatu transaksi perdagangan antar negara, impor tentunya tidak hanya menggunakan mata uang rupiah. Untuk itu, agar dapat
menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang, nilai impor terlebih dahulu harus dikonversi kedalam satuan mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Hasil konversi tersebut nantinya akan dikalikan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen).
Menurut Djuanda (2011:3). Metode PPN yang digunakan di Indonesia adalah Metode Tidak Langsung ( Indirect Substraction Method atau Tax Invoice Method). Dalam metode ini, Pajak Keluaran pada suatu masa pajak akan dikurangkan dengan Pajak Masukan. Berdasarkan hasil pengurangan tersebut maka terdapat beberapa kemungkinan yang terjadi yaitu :
a. Apabila Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka akan timbul pajak kurang bayar.
b. Apabila Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan, maka akan timbul pajak lebih bayar.
c. Apabila jumlah Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan, maka jumlah Pajak yang masih harus dibayar menjadi Nihil.
Pajak Pertambahan Nilai Impor nantinya dapat dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
2.3 Inflasi
2.3.1 Definisi inflasi
Secara umum, inflasi seringkali dikaitkan dengan suatu kondisi
ekonomi pada saat harga barang-barang melambung tinggi. Menurut Abimanyu (2004:13) “inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus menerus”. Sedangkan Sukirno (2004:27) memberikan definisi, “inflasi adalah kenaikan harga- harga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya”. Definisi inflasi lainnya juga diberikan oleh Rahardja (1997: 32) yang menyatakan “ inflasi adalah kecenderungan dari harga- harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus.
Dari pengertian-pngertian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu kondisi dapat dikatakan inflasi jika memenuhi beberapa kriteria yaitu; kenaikan harga, bersifat umum, dan secara terus menerus. sedangkan kenaikan harga barang secara sporadis dan sementara tidak dapat disebut inflasi. Adapun perbandingan anatara persentasi kenaikan harga-harga pada suatu periode tertentu dengan periode sebelumnya disebut dengan tingkat inflasi.
2.3.2 Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Sukirno (2004: 33) menggolongkan inflasi berdasarkan parah atau tidaknya inflasi tersebut yaitu :
1. Inflasi ringan, yaitu tingka inflasi dibawah 10% (sepuluh persen) per tahun.
2. Inflasi sedang, yaitu tingkat inflasi antara 10% (sepuluh persen) sampai dengan 30% (tiga puluh persen) per tahun.
3. Inflasi berat, yaitu tingkat inflasi antara 30% (tiga puluh persen)
sampai dengan 100% (seratus persen) per tahun.
4. Hiperinflasi, yaitu tingkat inflasi diatas 100%(seratus persen) per tahun.
Adapun jika dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya inflasi, maka inflasi dapat dibedakan menjadi demand full inflastion dan cost push inflation.
a. Demand Full Inflastion
Inflasi ini disebabkan oleh bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa yang menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Sesuai dengan hukum permintaan, meningkatnya jumlah permintaan terhadap faktor produksi mengakibatkan kenaikan harga pada faktor produksi tersebut.
b. Cost Push Inflation
Merupakan kebalikan dari demand full inflstion, dimana kenaikan harga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan harga-harga produk yang dihasilkan ikut naik. Kenaikan ongkos produksi dapat terjadi karena tuntutan kenaikan upah tenaga kerja (wages push inflation) atau keinginan perusahaan untuk meningkatkan keuntungan.
Berdasarkan asal timbulnya inflasi, inflasi dapat dikatagorikan menjadi inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) dan inflasi dari luar negeri (imported inflation). Inflasi yang bersumber dari dalam negeri, dapat terjadi karena faktor-fakor ekonomi didalam negeri seperti; pencetakan uang
baru oleh pemerintah atau penerapan kebijakan defisit anggaran. Sedangkan sumber inflasi dari luar negeri dapat berupa efek dari kenaikan harga-harga barang di luar negeri yang merupakan komoditas perdagangan bebas.
2.3.3 Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi dapat didefinisikan laju tingkat harga secara umum dari tahun ke tahun yang diikuti oleh kenaikan harga di suatu tahun tertentu jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk menghitung tingkat inflasi dapat menggunakan cara sebagai berikut:
Tingkat Inflasi = IHKt-IHK(t-1) x100%
IHK(t-1) Keterangan :
IHKt = Index harga konsumen tahun tertentu IHK(t-1) = index harga konsumen tahun sebelumnya
Index harga konsumen merupakan index ukuran harga sekelompok barang dan jasa di suatu pasar. Harga tersebut dapat berupa harga-harga makanan, pakaian, transportasi, pendidikan dan komoditas lainnya yang menunjang kehidupan sehari- harinya.
2.3.4 Pengaruh Inflasi
Inflasi merupakan gambaran tentang meningkatnya harga barang- barang. Apabila inflasi tidak dapat dikontrol dengan baik akan menimbulkan pengaruh negatif terhadap perekonomian negara. Kenaikan harga dengan tingkat yang tinggi secara terus menerus akan menyebabkan
kegiatan produksi cenderung menjadi tidak menguntungkan. Sebab kenaikan harga akan menurunkan tingkat permintaan atas barang, yang nantinya akan berimbas pada jumlah barang yang akan diproduksi serta biaya produksi. Kondisi ini akan mendorong pemilik modal untuk mengurangi kegiatan produksi dan mungkin mengalihkan modalnya terhadap investasi harta-harta tetap seperti tanah dan bangunan. Minimnya investasi pada sektor produksi akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Tingginya tingkat inflasi akan sangat mempengaruhi sektor perdagangan suatu negara. Dalam skala internasional tingginya tingkat inflasi suatu negara akan mengakibatkan barang-barang negara tersebut kurang dapat bersaing di pasar internasional.
Inflasi juga memberikan dampak yang kurang baik terhadap nilai kekayaan masyarakat. Nilai rill simpanan masyarakat dalam bentuk mata uang di bank akan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya inflasi.
Selain itu, masyarakat yang memiliki pendapatan tetap juga akan mengalami penurunan pendapatan riil. Kecenderungan ini terjadi karena kenaikan harga-harga selalu lebih cepat dibandingkan dengan tingkat kenaikan upah.
2.3.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi
Pemerintah dapat mengambil kebijakan-kebijakan penting untuk mengatasi inflasi. Menurut Sukirno (2004:354) beberapa kebijakan yang dapat diambil antara lain:
1. Kebijakan Moneter
Dari segi moneter, pemerintah dapat meminta Bank Sentral untuk menyesuaikan tingkat suku bunga dan pembatasan pemberian kredit untuk mendorong penurunan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dengan adanya penurunan jumlah uang yang beredar dimasyarakat, maka laju kenaikan inflasi dapat dikendalikan.
2. Kebijakan Fiskal
Pemerintah sebagai regulator dapat menyesuaikan tarif pajak guna menaikkan penerimaan pajak dan melakukan penghematan pengeluaran belanja pemerintah untuk mengurangi uang yang beredar di masyarakat.
3. Kebijakan Dari Dasar Segi Penawaran
Kebijakan ini didasarkan pada konsep penetapan harga barang- barang. Pemerintah dapat memberikan subsidi atas faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan menstabilkan harga-harga seperti, penetapan harga dan pengurangan pajak atas barang modal untuk menstimulus produksi.
2.4 Nilai Tukar Rupiah
2.4.1 Definisi Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar (exchange rate) biasa disebut juga dengan kurs valuta asing (foreign exchane rate). Menurut Puspopranoto (2004:212) nilai tukar adalah, “harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain”. Sementara itu, Sukirno (2004:397) menyatakan bahwa,
"kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatau negara dinyatakan dalam nilai mata
uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga di definisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing”.
Menurut Mankew (2007:128-135) terdapat dua jenis nilai tukar yaitu nilai tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate). Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.
Sedangkankan nilai rill adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari negara lain.
2.4.2 Sistem Nilai Tukar (Exchange Rate System)
Sistem nilai tukar merupakan kebijakan moneter suatu negara dalam menentukan nilai tukar mata uangnya. Bentuk sistem nilai tukar dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Fixed Exchange Rate System
Merupakan sistem yang menganut nilai tukar mata uang yang tetap dengan intervensi secara resmi oleh pemerintah dan hanya berfluktuasi dalam batasan yang sempit.
2. Floating Exchange Rate System
Merupakan sistem nilai tukar mata uang yang dibiarkan bergerak bebas berdasarkan permintaan dan penawaran pasar. Pada prakteknya sistem floating ini diterapkan dalam dua jenis yang berbeda, yaitu:
a. Free Foating Exchange Rate System
Pada sistem ini, pergerakan nilai tukar mata uang
sepenuhnya tergantung pada permintaan dan penawaran tanpa ada intervensi dari bank sentral atau pemerintah.
b. Manage (Dirty) Floating Exchange Rate System
Pada sistem ini, bank sentral akan tetap mengintervensi pergerakan nilai tukat mata uang ketika dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara.
2.4.3 Jenis Nilai Tukar
Indonesia mengenal beberapa jenis nilai tukar mata uang rupiah yaitu; Kurs Bank Indonesia, Kurs Realisasi dan Kurs Menteri Keuangan.
Kurs Bank Indonesia adalah kurs yang berlaku di Bank Indonesia. Kurs Bank Indonesia tersebut terdiri atas kurs jual dan kurs beli. Dalam sistem akuntansi, yang digunakan dalam pembukuan adalah kurs tengah Bank Indonesia, yaitu kurs rata-rata antara kurs jual dan kurs beli. Kurs realisasi adalah kurs yang sebenarnya terjadi ketika menilai mata uang asing dalam rupiah atau pada waktu membeli mata uang asing dengan mata uang rupiah.
Sedangkan Kurs Menteri Keuangan adalah kurs yang ditentukan oleh Menteri Keuangan dengan tujuan tertentu seperti pelunasan pajak. Kurs Menteri Keuangan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditetapkan setiap minggu.
2.4.4 Pengelompokan Mata Uang Asing
Mata uang asing dapat dikelompokkan menjadi hard currency dan soft currency. Hard currency adalah kelompok mata uang yang relatif kuat dan stabil, serta tidak terlalu sering mengalami kenaikan ataupun
penurunan. Biasanya Hard currency umumnya merupakan mata uang negara-negara industri dan kuat secara ekonomi seperti dolar Amerika Serikat (USD), poundsterling Inggris (GBP), dan euro (EU). Sedangkan Soft Currency merupakan mata uang yang relatif lemah, dan jarang digunakan dalam transaksi internasional. Mata uang dalam kelompok ini relatif tidak stabil dan sangat sensitive terhadap gejolak politik dan biasanya merupakan mata uang negara-nagara yang sedang berkembang.
2.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitan yang dapat penulis jadikan sumber rujukan dalam meneliti keterkaitan Pajak Pertambahan Nilai Impor dengan tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang Rupiah. Selain itu, terdapat pula penelitian lain yang mengaitkan antara inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah dengan penerimaan pajak secara umum maupun penerimaan pajak pertambahan nilai baik secara parsial, ataupun digabungkan dengan beberapa variabel lain sudah banyak dilakukan diantaranya sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian Dwi Nuraini
(2011)
Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Pengusaha Kena Pajak
Terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
Variabel Independen:
1. Inflasi 2. Nilai tukar rupiah
3. Jumlah pengusaha kena pajak (PKP) Variabel Dependen:
1. Penerimaan pajak
1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan
PPN 2. Nilai tukar rupiah
berpengaruh negatif secara signifikan
pertambahan nilai
terhadap penerimaan PPN
3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan
PPN Randi Al Safassi
(2010)
Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Fluktuasi
Kurs Dolar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan
Variabel Independen 1. Suku bunga SBI
2. Fluktuasi kurs dolar Amerika Serikat.
3. Tingkat inflasi
Variabel Dependen:
1. Penerimaan pajak penghasilan
1. Suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak Penghasilan 2. Kurs USD
berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan pajak Penghasilan
3. Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak Penghasilan Salawati (2008) Analisis Pengaruh
Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Penerimaan PPN Pada Kanwil DJP Jakarta Selatan
Variabel Independen 1. Suku bunga
SBI
2. Fluktuasi kurs dolar Amerika Serikat.
3. Tingkat inflasi Variabel
1. Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan PPN.
2. Nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan
Dependen:
1. Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai
terhadap penerimaan PPN.
3. Inflasi dan Nilai tukar rupiah berpengaruh secara simultan terhadap penerimaan PPN.
2.6 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar bekang masalah dan landasan teori dalam penelitian ini, maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang ada dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ho1: Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara bersama
sama tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak
pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ha1: Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
2. Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ho2: Nilai tukar mata uang rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ha2: Nilai tukar mata uang rupiah berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ho3: Tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ha3: Tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif (causal comparative research), yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Dalam sebuah penelitian kausal komparatif, data dan peristiwa yang sudah terjadi dianalisis dengan melakukan pengamatan terhadap konsekuensi-konsekuensi yang timbul dan menelusuri fakta yang secara logis sebagai faktor penyebabnya. Berdasarkan data yang digunakan, penelitian ini merupakan penelitian arsip, yaitu penelitian yang menggunakan data berupa fakta yang tertulis berupa arsip data. Adapun variabel independen dalam penelitian, ini adalah tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah. Sedangkan yang menjadi variabel dependen penelitian adalah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor.
3.2 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa pengertian yang digunakan sebagai definisi operasional atas variabel-variabel yang menjadi objek penelitian. Definisi operasional tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai Impor adalah pajak yang dikenakan atas kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean.
c. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor adalah realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan impor yang disetor dengan kode akun setoran 411212.
d. Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga-harga secara umum secara terus menerus dalam periode tertentu. Tingkat inflasi biasanya di hitung oleh Badan Pusat Statistik secara berkala. Dalam penelitian ini, data inflasi yang digunakan adalah data inflasi yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik untuk wilayah Kota Medan.
e. Nilai tukar rupiah atau disebut juga dengan kurs rupiah adalah nilai atau harga mata uang rupiah yang diukur dengan mata uang lain. Penelitian ini menggunakan perbandingan antara nilai tukar rupiah dengan mata uang dolar Amerika Serikat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi Nuraeni (2011) yang menggunakan Kurs Menteri Keuangan, dalam penelitian ini penulis menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Penulis berpendapat bahwa sebagai Pajak Objektif, adanya kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh
terjadinya suatu keadaan atau peristiwa, yang dalam penelitian ini adalah kegiatan impor. Kegiatan impor sejatinya merupakan sebuah transaksi perdagangan internasional yang mana keputusan para pelaku pasarnya sangat dipengaruhi oleh nilai kurs tengah Bank Indonesia.
f. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah salah satu kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan sekelompok data yang memiliki karakteristik yang sama. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah dan penerimaan pajak pertambahan nilai dari waktu ke waktu yang telah di publikasikan oleh lembaga yang bertugas dan berwenang mempublikasikan data-data tersebut. Data tingkat inflasi diperoleh dari badan pusat statistik, data nilai tukar rupiah diperoleh dari Bank Indonesia serta penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak. nilai tukar rupiah yang digunakan adalah nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia.
Sampel merupakan bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik dari populasi. Penelitian ini menggunakan metode sensus sehingga tidak mengambil sampel, melainkan seluruh populasi dijadikan sebagai sumber data. Adapun yang menjadi parameter data dari penelitian ini adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia serta penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada KPP Pratama Medan Kota dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Desember 2015. Pemilihan parameter
data tersebut berdasarkan pada pertimbangan penulis sebagai berikut:
1. Data selama 3 (tiga) tahun diasumsikan dapat dijadikan sebagai dasar untuk memperkirakan karakteristik pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor
2. Nilai tukar rupiah dalam penelitian ini menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Sebab sebagai pajak objektif, esensi Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh adanya suatu kejadian atau peristiwa, diantaranya kegiatan impor. Impor pada dasarnya adalah transaksi perdagangan internasional dapat terjadi karena keputusan pelaku pasar untuk melakukan transaksi impor sangat dipengaruhi oleh nilai kurs tengah Bank Indonesia
3. Pemilihan KPP Pratama Medan Kota sebagai objek penelitian disebabkan oleh komposisi usaha Wajib Pajak terdaftar yang sebagian besar merupakan usaha perdagangan kecil dan eceran, perdagangan besar berdasarkan fee atau kontrak serta serta perdagangan ekspor dan impor. Komposisi lapangan usaha Wajib Pajak yang demikian menurut penulis sangat tepat untuk dijadikan sebagai objek penelitian untuk meneliti pengaruh tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan negara.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data arsip yang diperoleh dari KPP Pratama Medan Kota, Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Data yang diambil merupakan data umum yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga tersebut. Data nilai tukar rupiah yang digunakan adalah data nilai tukar rupiah (kurs) tengah Bank Indonesia, sedangkan
data tingkat inflasi merupakan tingkat inflasi yang dipublikasikan oleh Bank Badan Pusat Statistik.
3.5 Metode Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian data kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik melalui pendekatan regresi linier berganda, yaitu menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan suatu persamaan linear. Dalam menganalisisi data, penulis menggunakan aplikasi komputer statistik SPSS 24.
3.5.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisi regresi linier, penulis terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik terhadap data yang terdiri atas uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji auto korelasi.
3.5.2 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data berfungsi untuk menguji distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian apakah terdistribusi normal atau tidak. Penelitian yang baik seharusnyaModel regresi yang baik terdistribusi normal atau mendekati normal.
Untuk menguji normalitas data, dapat dilakukan dengan melihat nilai skewness, histogram display normal curve dan kurva normal P-Plot. Nilai skewness merupakan nilai kemiringan suatu kurva dalam statistic desdriptive. Data yang terdistribusi normal akan menunjukkan nilai skewness yang mendekati angka 0 (nol).
Sedangkan melalui kurva dan grafik, data yang normal memiliki
penyebaran data di sekitar garis diagonal kurva P-Plot dan memiliki bentuk histogram display normal curve yang seimbang antara sisi kiri dan sisi kanan.
3.5.2.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji korelasi antara variabel bebas (independent) penelitian. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel-variabel bebasnya. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan varian inflation factor. Nilai cut off yang umum digunakan untuk mengukur adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,1 dan varian inflation factor <10.
3.5.2.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Jika residual variance suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain memiliki persamaan maka disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.5.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu antara periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya. Menurut Lubis (2007:33)
“autokorelasi sering terjadi pada sampel dengan data time series”.
Model regresi yang baik adalah yang terbebas dari autokorelasi.
Auto korelasi pada model regresi linear berganda dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (D-W). Apabila nilai Durbin Watson terletak pada antara batas atas (du) dan (4-du), maka tidak terdapat autokorelasi. Jika nilai Durbin Watson lebih rendah dari batas bawah (dl) maka terdapat korelasi positif. Sedangkan apabila nilai Durbin Watson lebih besar dari (4-dl), maka berarti terdapat autokorelasi negatif.
3.5.3 Uji Hipotesis
Metode pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Squares (OLS). Model ini bertujuan untuk memprediksi besaran variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya, dan digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen tehadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linear.
Adapun rumus analisis regresi linear berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = a+P1X1+P2X2+e Keterangan:
Y = Penerimaan PPN Impor Pada KPP Pratama Medan Kota a = Konstanta
P = Koefisien regresi X1 = Tingkat Inflasi
X2 = Nilai Tukar Mata Uang Rupiah
e = eror
3.5.4 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R) berfungsi untuk mengukur sejauh mana kemampuan model regresi liniear dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisein determinasi berada diantara 0 (nol) dan 1 (satu).
Nilai R yang kecil menandakan keterbatasan variabel-varabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai R semakin mendekati 1 (satu), berarti variabel- variabel independen semakin mampu memprediksi variasi variabel dependen.
3.5.4.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Kriteria yang digunakan untuk mengukur pengarur variabel-variabel dependen dalam mempengaruhi variabel independen adalah nilai probability F. Jika nilai probability F dibawah 0.05 maka penulis dapat menerima hipotesis Ha1 yaitu bahwa variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen.
3.5.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial mampu menerangkan variasi variabel independen. Jika nilai probability masing-masing varibel independen dibawah 0.05, maka setiap variabel independen secara parsial mampu memperediksi atau mempengaruhi variabel dependen.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota 4.1.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota terbentuk pada tahun 2002 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.443/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan. Kantor ini sebenarnya merupakan pemecahan dari KPP Medan Timur. Secara administratif, KPP Medan Kota berada di bawah pembinaan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I,
Seiring dengan dilakukannya reformasi birokrasi dan modernisasi dibidang perpajakan, terjadi beberapa perubahan pada struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pada Kantor Pelayanan Pajak.
Berdasarkan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 132 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2008, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dibagi menjadi tiga jenis, yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama. KPP Wajib Pajak Besar, seperti namanya, adalah Kantor Pelayanan Pajak untuk Wajib Pajak yang tergolong besar dari segi omset dan aset. Wajib Pajak yang terdaftar di KPP tersebut ditentukan oleh DJP. Sementara KPP Madya adalah Kantor
Pelayanan Pajak yang mengawasi Wajib Pajak menengah, biasanya merupakan 1000 besar Wajib Pajak yang berada di suatu Kantor Wilayah.
Sedangkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengawasi Wajib Pajak kecil dan menengah, yang tidak termasuk dalam KPP Wajib Pajak Besar dan Madya. Dengan adanya perubahan organisasi tersebut, maka nomenklatur Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Adapun yang menjadi wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota meliputi empat kecamatan di Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Amplas, dan Kecamatan Medan Area.
KPP Pratama Medan Kota saat ini beralamat di Gedung Kanwil DJP Sumatera Utar I Lantai 3, Jalan Sukamulia No.17 A Kecamatan Medan Aur, Medan.
4.1.2. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Kota
Terdapat beberapa tugas dan fungsi yang dimiliki oleh KPP Pratama, diantaranya; melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun sejak awal tahun 2011, pengelolaan BPHTB sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kota
Medan. Selanjutnya sejak awal tahun 2014, sesuai dengan amanat Undang- undang No.28 tahun 2009, pengelolaan PBB untuk perkotaan dan pedesaan juga dialihkan ke Pemerintah Daerah.
Adapun fungsi yang diselenggarakan oleh KPP Pratama Medan Kota untuk menunjang tugasnya yaitu:
a. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
c. Penyuluhan perpajakan;
d. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak;
e. Pelaksanaan ekstensifikasi;
f. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
g. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
h. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
i. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
j. Pelaksanaan intensifikasi;
k. Pembetulan ketetapan pajak;
l. Pelaksanaan administrasi kantor.
4.1.3. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, KPP Pratama Medan Kota terdiri atas sepuluh bidang struktural dan