70
Dosen Prodi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Bojonegoro Email: dwierna.novianti@gmail.com
ABSTRAK : Salah satu kesulitan yang dihadapi siswa Sekolah Dasar dalam mempelajari matematika adalah dalam mengerjakan soal cerita, khususnya dalam memahami soal cerita.
Ada beberapa penyebab hal ini bisa memungkinkan terjadi, yaitu: kemampuan siswa dalam memaknai bahasa soal masih kurang, siswa belum dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, serta kemampuan siswa dalam menentukan model matematika yang digunakan dalam penyelesaian soal. Kurangnya perhatian guru dalam mengantisipasi kesulitan pemahaman bahasa yang dialami oleh siswa, juga menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Untuk menyelesaikan soal cerita perlu adanya pendekatan yang menggunakan langkah-langkah dalam menyelesaikannya. Adapun langkah-langkah umum yang dimaksudkan yaitu: 1) Memahami soal, 2) Pemecahan atau mencari solusi dari model matematika, 3) Menafsirkan kembali solusinya ke dalam jawaban masalah asli, dan 4) Mengecek kembali solusi atau jawaban yang diperoleh.
Kata Kunci : Pemecahan Masalah, Soal Cerita
Sebagai ilmu pasti, matematika tidak pernah lepas dari kegiatan sehari – hari manusia, antara lain dalam perindustrian, perekonomian dan pendidikan. Oleh karena itu, penting sekali untuk menanamkan dasar – dasar ilmu matematika sejak awal pada peserta didik, seperti penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Dengan demikian, diharapkan pada akhirnya nanti dapat membantu mempermudah peserta didik dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan matematika dalam kehidupan sehari – hari.
Salah satu kesulitan yang dihadapi siswa Sekolah Dasar dalam mempelajari matematika adalah dalam mengerjakan soal cerita, khususnya dalam memahami soal cerita tentang operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan sifat-sifat operasi hitung, FPB dan KPK, dan akar pangkat tiga.
Ada beberapa penyebab hal ini bisa memungkinkan terjadi, yaitu: kemampuan siswa dalam memaknai bahasa soal masih kurang, siswa belum dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, serta
kemampuan siswa dalam menentukan model matematika yang digunakan dalam penyelesaian soal. Kurangnya perhatian guru dalam mengantisipasi kesulitan pemahaman bahasa yang dialami oleh siswa, juga menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita.
Kendala lain, adalah perbedaan persepsi guru dan unsur subyektifitas lainnya dalam melakukan penilaian dari hasil penyelesaian soal cerita oleh siswa.
Pada kenyataannya, kita juga sering menjumpai siswa mampu menyelesaikan soal matematika non cerita (soal dalam bentuk model matematika), tetapi mereka mengalami hambatan dan tidak mengerti apa yang seharusnya mereka lakukan ketika siswa menghadapi soal cerita. Kata-kata yang sering muncul dari siswa : ”Pak, soal cerita ini diapakan?” Sebuah ekspresi yang menggambarkan ketidaktahuan dan kesulitan siswa dalam menghadapi soal-soal cerita.
Pada pemberian tugas latihan di kelas
dan di rumah kepada siswa, guru masih
kurang memperhatikan aspek soal cerita
sebagai salah satu bentuk soal latihan di rumah. Guru masih terfokus pada soal-soal latihan yang ada di buku. Hal ini kurang memberi ruang kepada siswa untuk mengembangkan idenya dalam melatih kemampuannya memecahkan masalah yang ada pada soal matematika berbentuk cerita.
PEMBAHASAN
Kehirarkian dalam Belajar Matematika.
Belajar merupakan sebuah proses aktif dalam memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru sehingga menyebabkan adanya perubahan tingkah laku. Moh. Surya dan Rahman Natawidjaja (1985 : 13) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh perubahan tingkah laku untuk memperoleh pola-pola respon baru yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien.
Belajar matematika merupakan usaha sadar untuk mendapatkan pengertian hubungan - hubungan dan simbol-simbol serta kemudian mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan ke situasi nyata. Menurut P.
Dienes, belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Ini berarti bahwa belajar konsep-konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin terlaksana bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari. Sebenarnya Dienes tidak sendirian didalam mengungkapkan model hirarki tersebut, Gagne pun beranggapan demikian. Bagi Gagne, tingkatan urutan itu adalah dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip menuju ke pemecahan masalah. (Hudoyo H., 1979 : 97, 108)
Menurut pendapat Ausebel, pengetahuan baru yang dipelajari bergantung kepada pengetahuan yang telah dimiliki seseorang. Dengan demikian didalam belajar matematika apabila A dan B mendasari konsep C, tidak mungkin dapat dipelajari lebih dulu. Demikian pula konsep D baru dapat dipelajari bila konsep C sudah dipelajari, demikian seterusnya. Ini berarti pengalaman belajar yang lampau memegang
peranan untuk memahami konsep – konsep baru. (Hudoyo H, 1990 : p. 39)
Jadi, belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar tentang konsep- konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antar konsep dan struktur matematika tersebut menurut urutan yang logis. Atau dengan kata lain belajar matematika berarti belajar tentang konsep, fakta, prinsip, dan skill (operasi) dan mencari hubungan yang logis dan sistematik antara satu dengan yang lain. Konsekuensinya, di dalam belajar matematika konsep dasar, fakta, prinsip, dan skill (operasi) dasar matematika harus dipahami secara benar. Sebab kesalahan di dalam mempelajari dan memahami konsep, fakta, prinsip dan skill (operasi) dasar matematika dapat mengakibatkan kesalahan di dalam memahami konsep, fakta, prinsip dan skill selanjutnya. Dan kesalahan di dalam memahami konsep, fakta, prinsip dan skill (operasi) yang sudah terbentuk di dalam struktur kognitif seseorang akan sulit sekali untuk dirubah. Hal ini sesuai dengan pendapat P. Collis yang menyatakan bahwa sekali struktur kognitif seseorang sudah terbentuk, maka sulit untuk dirubah.
Dengan demikian, berpikir matematis berhubungan dengan struktur-struktur yang secara tetap terbentuk dari apa yang sudah terbentuk sebelumnya. Karena itu berpikir matematis berarti merumuskan suatu hubungan langsung dari unsur-unsur ke himpunan. Akhirnya, dari himpunan yang terbentuk itu dapat ditentukan apakah suatu unsur menjadi milik suatu himpunan atau tidak. Proses ini dilakukan dengan menghilangkan sifat-sifat yang tidak relevan, dan hanya mengambil sifat-sifat yang relevan saja. Proses demikan disebut dengan Abstraksi. Selain abstraksi, proses generalisasi juga merupakan bagian dari berpikir matematis. Generalisasi adalah membuat perkiraan atau terkaan pada pengetahuan. Proses generalisasi yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus disebut dengan generalisasi induktif.
Sedangkan proses generalisasi yang
dikembangkan melalui hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang khusus disebut dengan generalisasi deduktif (Modul PBM.
Mat. 103.01, tt : 22).
Di dalam belajar matematika, abstraksi dan generalisasi digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan matematika. Konsep-konsep sebelumnya sangat diperlukan untuk mengabstraksikan atau menggenaralisasikan konsep-konsep yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa pengalaman belajar yang lalu memegang peranan penting didalam memahami konsep- konsep yang baru. Oleh karena itu, penyajian konsep-konsep matematika yang baru harus selalu didasarkan pada pengalaman belajar terdahulu. Urutan penyajian konsep-konsep matematika itulah yang disebut dengan kehirarkian dalam belajar matematika.
Pemecahan Masalah Matematika Bentuk Soal Cerita
Para pakar teori belajar menggolongkan pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural (Depdiknas, 2003 : 10).
Pengetahuan Deklaratif adalah pengetahuan mengenai sesuatu. Misalnya definisi persegi, unsur-unsur persegipanjang, jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 180
o. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai bagaimana seseorang melakukan sesuatu. Misalnya bagaimana melakukan operasi matematika, cara melukis segitiga, langkah-langkah pemecahan masalah dalam bentuk menyelesaikan soal-soal cerita dan lain-lain.
Soal cerita merupakan bentuk soal mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal (Depdiknas, 2003: 11). Pada umumnya masalah matematika dapat berupa soal cerita, meskipun tidak setiap soal cerita adalah masalah matematika. Perlu diketahui bahwa suatu soal merupakan masalah bergantung kepada individu dan waktu.
Artinya, suatu soal yang diberikan oleh guru
mungkin merupakan masalah bagi seseorang siswa, tetapi belum tentu menjadi masalah bagi siswa yang lain.
Dalam penulisan ini soal cerita yang digunakan merupakan soal tipe pemecahan masalah. Adapun yang dimaksud dengan soal tipe pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa dapat dimengerti oleh siswa dan pertanyaan itu merupakan tantangan bagi siswa untuk menjawab pertanyaan itu, serta.
2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
Menurut Soedjadi (dalam Kurniati, 2007: 17) untuk menyelesaikan soal matematika dapat ditempuh langkah-langkah berikut.
1. Membaca soal dengan cermat untuk menangkap tiap makna kalimat.
2. Memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang diperlukan.
3. Membuat model matematika dari soal.
4. Menyelesaikan model menurut aturan- aturan matematika, sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut.
5. Mengembalikan jawaban soal kepada jawaban asal.
Untuk menyelesaikan soal cerita perlu adanya pendekatan yang menggunakan langkah-langkah dalam menyelesaikannya.
Adapun langkah-langkah umum yang dimaksudkan yaitu:
1) Memahami soal,
2) Pemecahan atau mencari solusi dari model matematika,
3) Menafsirkan kembali solusinya ke dalam jawaban masalah asli, dan
4) Mengecek kembali solusi atau jawaban yang diperoleh.
Menurut Soedjadi hubungan keterkaitan antara keempat langkah di atas dapat digambarkan dalam skema berikut :
Situasi Nyata
Situasi Model
Gambar Skema Langkah-langkah Penyelesaian Soal Cerita (dalam Syamsuddin, 2001).
Menurut Polya (1957), pemecahan masalah dalam matematika terdiri atas empat langkah pokok, yaitu:
1. Memahami Masalah (Understanding the
Problem)Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Langkah ini dimulai dengan pengenalan akan apa yang tidak diketahui atau apa yang ingin didapatkan.
Selanjutnya pemahaman apa yang diketahui serta data apa yang tersedia, kemudian melihat apakah data serta kondisi yang tersedia mencukupi untuk menentukan apa yang ingin didapatkan.
2. Merencanakan Penyelesaian (Devising a
Plan)Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk melihat hubungan antara data serta kondisi apa yang tersedia dengan data apa yang tidak diketahui/dicari. Selanjutnya menyusun sebuah rencana pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah yang berhubungan. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat membuat suatu model matematika untuk selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan- aturan matematika yang ada.
3. Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana (Carrying Out The Plan)
Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya, kemudian dilaksanakan
secara cermat pada setiap langkah. Dalam melaksanakan rencana atau menyelesaikan model matematika yang telah dibuat pada langkah sebelumnya, siswa diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip/aturan- aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil penyelesaian model yang benar. Kesalahan jawaban model dapat mengakibatkan kesalahan dalam menjawab permasalahan soal. Untuk itu, pengecekan pada setiap langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk memastikan kebenaran jawaban model tersebut.
4. Memeriksa Kembali (Looking Back) Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali untuk memastikan apakah penyelesaikan tersebut sesuai dengan yang diinginkan dalam soal (masalah) atau tidak. Apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diminta, maka perlu pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan masalahnya, dan melihat kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan soal (masalah) tersebut. Dari pemeriksaan tersebut maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan soal (masalah) yang diberikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan langkah pemecahan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami Soal
Pada langkah ini siswa memahami soal (masalah) dengan menuliskan:
Apa yang diketahui ?
Apa yang ditanyakan ?
Operasi pengerjaan apa yang diperlukan?
2. Merencanakan Penyelesaian
Pada langkah ini siswa merancang strategi yang sesuai dengan masalah yang diberikan, yakni menghubungkan masalah tersebut dengan pengalaman sebelumnya, mencoba mengenali polanya atau menggunakan analogi. Pada langkah ini
Abstraksi
Masalah/Soal Model Matematika
Jawaban Soal Cerita Jawaban Model Pemecahan Pengecekan
Menafsirkan Idealisasi