i DEPOK COVER
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Gina Agiana Atma Widara 11140340000240
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M./1442 H.
iii DEPOK
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Disusun oleh
Gina Agiana Atma Widara 11140340000240
Pembimbing
Moh. Anwar Syarifuddin, MA NIP: 19720518199803 1 003
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M./1442 H.
v
vii Nama : Gina Agiana Atma Widara NIM : 11140340000240
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Judul Skripsi : Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Pembacaan Surah Yāsin/36 Di Pesantren Putri Himmatul Aliyah Depok
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pamulang, 22 Juni 2021
Gina Agiana Atma Widara NIM 11140340000240
ix
Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Pembacaan Surah Yāsin di Pesantren Putri Himmatul Aliyah Depok.
Seseorang mengamalkan Yāsin/36 sebagaimana pemahamannya.
Sebagaimana masyarakat umumnya memahami surah Yāsin/36 sebagai surah kematian, sehingga diamalkan pada peringatan hari-hari kematian.
Sedangkan para santriwati yang memiliki pendidikan keagamaan yang lebih dari masyarakat seharusnya memiliki pemahaman serta alasan yang berbeda dengan masyarakat umum ketika mengamalkan surah Yāsin/36. Hal inilah yang menjadi masalah utama dalam penelitian living qur’an ini.
Penulis menggunakan metode field research dengan pendekatan kualitatif. Dengan melakukan observasi dan wawancara secara langsung kepada dewan guru dan santriwati untuk mendapatkan data secara akurat.
Data dianalisis dengan mereduksi lalu disajikan kemudian ditarik kesimpulannya. Selain itu juga didukung literatur dari berbagai penelitian dan buku-buku terkait guna mendukung penelitian.
Adapun hasilnya adalah penulis menemukan bahwa praktik pembacaan Yāsin/36 di pondok pesantren Himmatul Aliyah Depok memiliki makna bagi guru dan pengurus sebagai usaha meningkatkan keimanan serta membiasakan para santri agar siap memimpin bacaan Yāsin/36 di tengah masyarakat. Sedangkan bagi santriwati adalah Yāsin/36 dipahami sebagai doa bagi orang yang telah meninggal dunia, baik orang tua, guru, maupun saudara. Di sisi lain, pembacaan Yāsin/36 juga dipahami sebagai harapan dengan membaca Yāsin/36 maka seseorang dapat merasa tenang, dan dimudahkan urusannya. Selanjutnya meningkatkan kedisiplinan dan mempermudah hafalan surah-surah pendek yang diwajibkan oleh pondok.
Kata kunci: Praktik pembacaan Yāsin Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok
xi
Segala puji dan syukur bagi Allah yang telah memberikan kemampuan kepada penulis, sehingga berkat rahmat dan kasih sayang- Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam hanya tercurah kepada baginda Nabi Muhammad yang telah mendobrak pintu kebatilan dan kezaliman menuju kemerdekaan.
Adapun judul skripsi ini “MENGHIDUPKAN AL-QUR’AN MELALUI PEMBACAAN SURAH YĀSIN DI PESANTREN PUTRI HIMMATUL ALIYAH DEPOK”, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Agama di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Atas dukungan dan kontribusi dari beberapa pihak, baik moril maupun materiil. Penulis merasa berhutang budi dan tidak mampu membalasnya. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA., rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memimpin dan mengelola penyelenggaraan pendidikan sebagaimana mestinya.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf pembantu dekan, yang telah mengkoordinir penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat di fakultas.
3. Dr. Eva Nugraha, M,Ag., Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir juga Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH, Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, yang selalu memfasilitasi, ikhlas, memberikan contoh yang baik dan tak pernah lelah memotivasi, semoga Allah membalas kebaikan beliau dan memberikan
keberkahan.
4. Moh, Anwar Syarifuddin, MA. dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing penulis, untuk beliau semoga Allah memberikan keberkahan dan menambahkan ilmunya.
5. Maulana Ihsan, M. Ag. pembimbing akademik yang telah memberikan saran-saran ataupun arahan selama penulis duduk dibangku perkuliahan.
6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat, khususnya program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang ikhlas, tulus dan sabar untuk mendidik kami agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berintelektual.
7. Keluarga besar Atmanudin, Rodiah Widaningsih, uwa, mamang, bibi, sepupu dan saudara- saudari. Penulis ucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan dan perhatian yang dapat menggantikan posisi kedua orang tua. Kepada abang Wiguna Satria Atma Widara (alm) dan adik Agrima Atma Widara, terima kasih telah mendoakan, semoga kita menjadi anak yang Sholih dan Sholihah serta membanggakan kedua orang tua dengan ilmu yang kita dapat.
8. Teman-teman seperjuangan dan senasib Tafsir-Hadits angkatan 2014, Fakultas Ushuluddin. Dalam hal ini penulis ucapkan terima kasih, telah menerima sebagai teman dan membantu dalam segala hal, bahkan dalam penulisan skripsi ini. Semoga pertemanan kita ini tak lekang dimakan waktu.
9. Rekan sejawat KKN MERPATI GUNUNG, Anka, Luthfi, Risman, Haris, Tohir, Dita, Ghiska, Khilda, Anggi, Aulia, Upi, Indri, Afi, Qonita, Laila, Sofi, Nita, Seli, rekan tongkrongan, rekan satu aspal serta rekan sependakian, yang telah menemani dan mengisi dalam
keseharian penulis baik suka dan duka.
10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat terdekat penulis Ahmad Junaidi dan Beverly, orang-orang terkasih yang sudah menjadi penyemangat skripsi; Niar, Sugeng, Aidah, Filzah, Sofi, Putri, Fani, Riri, Intan, Tina, Febi, Meliya, Icha, Widia, Danti, Itah, Levi, Ameng, dan Aang yang tanpa bosan untuk saling memberi dukungan terhadap penulis.
Teruntuk kedua orang tua ayahanda Suarna (alm) dan Iting (almh), yang tak terhitung jasa mereka berdua serta telah sepenuh jiwa dan raganya yang selalu menyemangati dan mendukung baik moril maupun materi, yang tidak pernah menuntut apa pun serta tak henti-hentinya mengirimkan doa kepada penulis hingga akhir hayatnya. Semoga mereka berdua ditempatkan dalam rauḍah min riyāḍil jannah.
Peneliti menyadari bahwa keilmuan dan wawasan peneliti masih sedikit, bilamana tulisan ini masih terdapat kekeliruan mohon dimaafkan.
Akan tetapi peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan yang ada untuk menyelesaikan skripsi ini. Peneliti berharap tulisan ini bisa bermanfaat dan memberikan motivasi kepada para pembaca, serta memberikan kontribusi yang signifikan bagi penelitian selanjutnya.
Jakarta, 18 Juli 2021
xv
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/u/1987. Adapun rinciannya sebagai berikut:
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Arab Latin Keterangan
ا
Tidak dilambangkan Tidak dilambangkanب
b beت
t teث
ṡ es (dengan titik di atas)ج
j jeح
ḥ ha (dengan titik di bawah)خ
kh ka dan haد
d deذ
ż zet (dengan titik di atas)ر
r erز
z zetس
s esش
sy es dan yeص
ṣ es (dengan titik di bawah)ض
ḍ de (dengan titik di bawah)ط
ṭ te (dengan titik dibawah)ظ
ẓ zet (dengan titik di bawah)ع
‘ apostrop terbalikغ
g geف
f efق
q qiك
k kaل
l elم
m emن
n enو
w wه
h haء
’ apostropي
y yeHamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
B. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong, untuk vokal tunggal sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ ا
Fatḥah a aَ ا
Kasrah i iَ ا
Ḍammah u uAdapun vokal rangkap sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ََ ﹷ
َي
ai a dan iَو ﹷ
au a dan uDalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اى
ā a dengan garis di atasيى
ī i dengan garis di atasوى
ū u dengan garis di atasC. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:
syamsiyah dan qamariyah.
al-Qamariyah
َ رْي ن لما
al-Munīral-Syamsiyah
َ لا ج رلا
al-RijālD. Syaddah (Tasydid)
Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydid dilambangkan dengan ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah terletak setel kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
al-Qamariyah
َ ة و قْلا
al-Quwwahal-Syamsiyah
َ ة ر ْو ر َّضلا
al-Ḍarūrah E. Ta MarbūṭahTransliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta martujah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi adalah (t), sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser bacaan yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūtah ditransliterasikan dengan ha (h) contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1
َ ة قْي ر َّطلا
Ṭarīqah2
َ ةَّي م لَ ْس ْلْاَ ة ع ما جْلا
al-Jāmi’ah al-Islāmiah3
َ دْو ج و ْلاَ ة دْح و
Waḥdat al-WujūdF. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abu Hamid, al-Gazali, al-Kindi.
Berkaitan dengan penulisan nama untuk nama-nama tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al- palimbani, tidak “Abd al-Samad al-Palimbani. Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas, Misalnya kata al-Qur’an (dari al-Qur’ān), Sunnah, khusus dan umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh: Fī Zilāl al-Qur’ān, Al-‘Ibrah bi ‘umūm al-lafżi lā bi khusūs al- sabab.
xix
KATA PENGANTAR ... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xv
DAFTAR ISI ... xix
DAFTAR TABEL ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan dan Perumusan Masalah ... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
E. Metodologi Penelitian ... 9
F. Tinjauan Pustaka ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II LIVING QUR’AN DAN PEMBACAAN SURAH YĀSIN ... 19
A. Living qur’an ... 19
B. Interaksi Masyarakat dengan Al-Qur’an ... 22
C. Langkah-Langkah Penelitian Living qur’an ... 25
D. Tradisi Yasinan ... 28
E. Kandungan Surah Yāsin ... 31
BAB III PESANTREN HIMMATUL ALIYAH ... 33
A. Gambaran Umum PP Himmatul Aliyah ... 33
B. Sejarah dan Perkembangan PP Himmatul Aliyah Depok ... 35
C. Kegiatan Pesantren Himmatul Aliyah ... 36
D. Profil Informan ... 42
BAB IV PRAKTIK DAN PEMAHAMAN PEMBACAAN YĀSIN DI PESANTREN PUTRI HIMMATUL ALIYAH DEPOK ... 45
A. Temuan Penelitian Praktik Pembacaan Yāsin/36 Menurut Guru & Santri Putri ... 45
B. Analisis Praktik Dan Pemahaman Yāsin/36 Menurut Guru ... 56
C. Pemahaman Praktik Pembacaan Yāsin/36 Menurut Santriwati ... 64
BAB V PENUTUP ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 87
xxi
Tabel 3. 1: Kegiatan Sehari-Hari ... 38 Tabel 3. 2: Profil Informan Putra... 42 Tabel 3. 3: Profil Informan Putri ... 43 Tabel 4.1: Gambaran Umum Hasil Wawancara Praktik Pembacaan Yāsin ... 46 Tabel 4.2 : Hasil Wawancara Praktik Pembacaan Yāsin Menurut Para Santriwati ... 52 Tabel 4.3: Daftar Santri Yang Diwawancarai ... 64 Tabel 4.4: Hasil Penelitian... 65
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umumnya orang-orang mengamalkan surah Yāsin/36 pada hari tertentu serta dengan tujuan tertentu. Biasanya dilakukan pada malam Jumat atau pada saat memperingati hari-hari kematian seseorang. Kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi yang terus menerus dilakukan hingga saat ini.
Selain itu, kegiatan pembacaan Yāsin/36 juga ditemui di berbagai lembaga pendidikan, seperti Pesantren. Kebanyakan Pondok Pesantren yang berafiliasi dengan NU dapat dipastikan mengamalkan pembacaan Yāsin/36, minimal satu minggu sekali pada malam Jumat.
Yasinan adalah sebuah kegiatan membaca surah Yāsin/36 secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang kaum, biasanya Yasinan juga dilengkapi dengan bacaan Qs. al-Fātiḥah/1, dan bacaan tahlil serta ditutup dengan doa dan diamini oleh para jamaah. Ada pula Yasinan dilaksanakan untuk memperingati dan mengirim doa keluarga yang sudah meninggal.
Masyarakat mempercayai bahwa dengan membaca surah Yāsin/36 maka pahala atas pembacaan itu akan sampai pada si mayat. Ada juga Yasinan di percaya untuk meminta hajat kepada Allah agar dipermudah dalam mencari rezeki.1
Secara umum praktik pengamalan surah Yāsin/36 sangat dipengaruhi faktor pemahaman. Sebagaimana masyarakat umum memahami Yāsin/36 sebagai surah yang identik dengan kematian, maka dibaca pada saat momentum kematian maupun peringatan hari-hari kematian. Padahal surah Yāsin/36 lebih dari sekedar persoalan kematian, ditinjau dari isi
1 H. Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-Orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 307.
kandungannya saja meliputi berbagai aspek kehidupan, mulai dari keimanan, peringatan mengenai kehidupan akhirat, hingga kisah-kisah teladan.2
Di sisi lain, Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan umumnya mengajarkan kitab-kitab klasik, dalam hal ilmu al-Qur’an rata- rata mempelajari tafsir, seperti Tafsir Jalālain. Dengan kata lain, praktik dan pemahaman para santri terhadap surah Yāsin/36 harusnya berbeda, mengingat terdapat pendidikan ekstra dibandingkan dengan masyarakat umum. Hal inilah yang menjadi titik tolak penelitian living qur’an di Pondok Pesantren seharusnya menghasilkan pemahaman yang berbeda dari masyarakat umum.
Praktik pengamalan al-Qur’an dapat ditemui di berbagai lapisan masyarakat. Berbagai macam bentuk dan metode menghasilkan berbagai aktivitas, rutinitas bahkan menjadi bentuk ritual sakral menggunakan al- Qur’an. Hal ini didasarkan pada pemahaman di masyarakat tentang Fadilah atau khasiat serta keutamaan surah-surah tertentu atau ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an sebagai obat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Di samping beberapa fungsi tersebut, al- Qur’an juga tidak jarang digunakan masyarakat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk memudahkan datangnya rezeki.3
Secara umum dialektika antara al-Qur’an dengan realitas akan melahirkan beragam penafsiran. Ragam penafsiran ini dalam gilirannya akan menghadirkan wacana dalam ranah pemikiran, serta tindakan praksis
2 Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir Ringkas al-Qur’an Al- Karim (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2016) 425.
3 Didi Djunaedi, “Living qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur’an”, Journal of Qur’an and Hadits Studies, vol. 4, no. 2 (Juli 2015): 165-172.
dalam realitas sosial.4 Dalam ranah publik al-Qur’an bisa berfungsi sebagai pengusung perubahan, pembebas masyarakat tertindas. Pencerah masyarakat dari kegelapan dan kejumudan, pendobrak sistem pemerintahan yang zalim dan amoral, penebar semangat emansipasi serta penggerak transformasi masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.
Dalam lintasan sejarah Islam, bahkan pada era yang sangat dini, praktik memperlakukan al-Qur’an atau unit-unit tertentu dari al-Qur’an telah ada sehingga bermakna dalam kehidupan praktis umat pada dasarnya sudah terjadi. Ketika nabi Muhammad masih hidup, sebuah masa yang paling baik bagi Islam, masa di mana semua perilaku umat masih terbimbing wahyu lewat Nabi secara langsung, praktik semacam ini konon dilakukan oleh nabi sendiri. Menurut laporan riwayat, Nabi ketika hendak tidur mengumpulkan kedua telapak tangan beliau, lalu meniup kedua tangannya dengan membaca Qs. al-Ikhlās/112 dan surah al-Mu’awwiżātain.
Selain itu Nabi juga pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surah al-Fātiḥah/1 atau menolak sihir dengan surah al-Mu’awwiżātain.5
Dengan demikian praktik semacam ini sudah ada pada zaman Nabi, maka hal ini berarti bahwa al-Qur’an diperlukan sebagai pemangku fungsi di luar kapasitasnya sebagai teks. Sebab secara semantis surah al-Fātiḥah/1 tidak memiliki kaitan dengan soal penyakit tetapi digunakan untuk fungsi di luar fungsi semantisnya. Barangkali lantaran ini pula maka mushaf- mushaf tertentu tidak menjadikan surah-surah ini sebagai bagian dari teks al-Qur’an.
Seiring perkembangan zaman, kajian mengenai al-Qur’an mengalami pengembangan wilayah kajian, dari kajian teks kepada kajian sosial budaya,
4 Didi Junaedi, “Memahami Teks, Melahirkan Konteks”, Journal Of Qur’an And Hadis Studies, vol. 2. no. 1 (2013): 3.
5 M. Mansur, Living Qur,an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’an (Yogyakarta : Teras, 2007), 3.
yang kemudian sering disebut dengan istilah living qur’an. M. Mansur berpendapat bahwa living qur’an bermula dari fenomena al-Qur’an dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dengan kata lain al-Qur’an in everyday life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim. Fenomena masyarakat dengan al-Qur’an misalnya fenomena sosial terkait dengan pelajaran membaca al-Qur’an, fenomena penulisan bagian-bagian tertentu dari al-Qur’an, pemenggalan ayat-ayat al- Qur’an.6
Kaum muslim di antaranya ada yang menjadikan suatu surah atau ayat tertentu dan dijadikannya sebagai penawar atau obat serta ada juga yang dijadikan sebagai salah satu cara untuk mempermudah rezeki. Seperti halnya dilaksanakannya pembacaan surah Yāsin/36 yang semula bertujuan sebagai sarana menciptakan ukhuwah (persaudaraan) dalam suatu masyarakat serta mengambil hikmah keutamaan dari ayat tersebut bagi yang membacanya.
Di Indonesia sendiri juga terdapat beragam model resepsi terhadap al- Qur’an, seperti pembacaan surah Yāsīn dalam tradisi tahlilan dan Yasinan, ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dengan berbagai model yang bernilai estetika (kaligrafi), potongan ayat al-Qur’an yang dijadikan jimat yang ditulis di suatu media atau dibaca dalam satu waktu tertentu. Ayat al-Qur’an yang dipakai untuk bahasa agama untuk media justifikasi dan slogan agar memiliki daya tarik politis dan al-Qur’an kini telah banyak didokumentasikan dalam bentuk kaset, DVD, CD sampai digunakan sebagai ringtone telepon seluler, baik audio maupun audio visual. Beragam
6 Rochmah Nur Azizah, “Tradisi Pembacaan Surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah (Kajian living qur’an di PPTQ ‘Aisyiyah, Ponogoro)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar, 2016), 2.
resepsi tersebut hanya sebagian kecil dari berbagai fenomena sosial yang lahir untuk merespons kehadiran al-Qur’an.7
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwasanya banyak sekali praktik-praktik yang terjadi dimasyarakat yang menggunakan al- Quran sebagai alat untuk mendapatkan suatu manfaat di luar dari isi kandungan isi al-Qur'an tersebut. Salah satu yang paling banyak dilakukan di masyarakat saat ini adalah pembacaan Surah Yāsin/36 pada malam Jumat.
Begitu pula dengan surah Yāsin/36, yang mana surah Yāsin/36 juga disebut dengan nama “Qalbu al-Qur’an” (Jantung al-Qur’an).8 Demikian menjadikan masyarakat antusias dalam mengamalkan pembacaan surah Yāsin/36 dalam kehidupan sehari-hari. Surah Yāsin/36 yang diamalkan dan dibacakan oleh masyarakat sendiri didapatkan dari pemimpin atau Ustaz yang menjadi panutan oleh masyarakat tertentu, dalam surah Yāsin/36 pun biasanya terdapat doa-doa yang terselip pada ayat-ayat dari surah Yāsin/36 sendiri. Masyarakat tertentu meyakini bahwa dengan membaca al-Quran salah satunya membaca surah Yāsin/36 mampu menjadikan kehidupannya lebih baik serta memohon ampunan Allah dan mengharapkan pahala.9
Berbeda dengan para santri yang memiliki pendidikan lebih dari masyarakat. Para santri di tingkat tertentu sudah ada yang menginjak pelajaran-pelajaran kitab tafsir, dengan kata lain pemahaman surah Yāsin/36 tidak melulu sama dengan pemahaman masyarakat umum. Atau, dalam lingkungan pendidikan keagamaan, penyampaian surah Yāsin/36
7 Imam Fitri Qosi’in, “Pembacaan al-Qur’an Surah-surah Pilihan di Pondok Pesantren Futuhiyah Mraggen” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2018), 4.
8 M. Quraish Shihab, Yasin dan Tahlil (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 76.
9 Nablur Rahman Annibras, “Pembacaan Surah Yasin dalam Ritual di Masjid at- Taqwa, al-Magfiroh dan Masjid Raudhatul Jannah kelurahan Cipadung kecamatan Cibiru kota Bandung” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati, Bandung, 2017), 4.
kepada santri seharusnya lebih berbobot daripada kepada masyarakat.
Dengan dasar inilah, praktik dan pemahaman santri tentu memiliki alasan yang lebih argumentatif sebab didasari pendidikan yang lebih baik.
Sebagai contoh adalah pondok pesantren al-Ashrīyah Nurul Iman Islamic Boarding School Parung-Bogor. Pondok pesantren ini memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan pondok-pondok lainnya. Di antara sistem pembinaan menggunakan sistem pengasuh kekeluargaan, lebih mengutamakan kualitas dari pada kuantitas, tidak ada libur untuk kegiatan tilawah, santri mampu membaca al-Qur’an sesuai kaidah tajwid dan tartil.
Dan santri memiliki tradisi pembacaan surah Yāsin/36 setiap malam Jumat di masjid dan Jumat pagi di makam kyainya. Yasinan dilakukan berjamaah dipimpin dengan ustazah dengan tujuan mengharap berkah dan pahalanya sampai ke ahli kubur.
Penerapannya adalah dengan diawali membaca hadiah tahlil kepada nabi, sahabatnya, tabiit tabiin, guru dan keluarga yang sudah meninggal, dilanjut membaca niat surah Yāsin/36 dan membaca Yāsin/36. Setelah selesai membaca surah Yāsin/36/36 maka dilanjutkan membaca surah al- Ikhlās/ 112 tiga balik, al-Falāq/ 113 satu balik, al-Nās/ 114 satu balik dan surah al-Fatiḥah/1 satu balik. Dilanjut lagi dengan membaca ayat kursi, lāilāhaillallah 33 kali, subhānallah 15 kali, dan surah al-Fātiḥah/1 diakhiri dengan doa. Jika di malam Jumatnya pembacaan Yāsin/36 sebanyak tiga balik kemudian tahlil dan ditutup dengan doa. Berbeda dengan membaca Yāsin/36 di hari Jumat pagi yang dibacakan di makam kyainya, setelah membaca Yāsin/36 mereka lanjut membaca surah al-Insyirah/ 94 sebanyak 100 kali kemudian di tutup dengan doa dan Sholawat.10
10 Siti Subaidah, “Tradisi Pembacaan Al-Qur’an (Surah al-Kahfi, al-Raḥman, dan al-Sajadah) di Yayasan al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School Waru Jaya, Parung, Bogor” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019).
Contoh di atas cukup membedakan antara pemahaman masyarakat umum dengan para santri yang berada di lingkungan pendidikan keagamaan. Dilihat dari segi praktiknya sendiri terdapat perbedaan yang menonjol, seperti pembacaan surah al-Insyirah sebanyak 100 kali. Atas dasar inilah menjadi titik tolak untuk meneliti lebih dalam mengenai praktik dan pengamalan surah Yāsin/36 di Pondok Pesantren, sebagaimana Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok.
Berangkat dari fenomena ini penulis tertarik membahas tentang
“Menghidupkan Al-Qur’an Melalui Pembacaan Surah Yāsin di Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah Depok”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat dipahami terdapat beberapa masalah yang bisa diidentifikasi sebagai berikut:
1. Seseorang mengamalkan surah Yāsin/36 berdasarkan pemahaman yang dimilikinya.
2. Masyarakat mengamalkan surah Yāsin/36 berdasarkan tradisi yang sudah berjalan serta dengan pemahaman yang identik dengan peringatan kematian.
3. Masyarakat mengamalkan surah Yāsin/36 pada momentum tertentu, umumnya memperingati hari-hari kematian.
4. Santri memiliki pendidikan yang lebih daripada masyarakat umum, oleh karena itu seharusnya memiliki praktik dan pemahaman surah Yāsin/36 yang berbeda.
5. Surah Yāsin/36 menjadi agenda mingguan yang wajib diikuti oleh para santri.
C. Batasan dan Perumusan Masalah
Adapun batasan penelitian ini adalah bagaimana pemahaman dan praktik pembacaan Yāsin/36 di pondok pesantren putri Himmatul Aliyah Depok? Sedangkan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik pembacaan Yāsin/36 di pondok pesantren putri Himmatul Aliyah Depok?
2. Bagaimana pemahaman praktik pembacaan Yāsin/36 bagi guru dan santri putri pondok pesantren Himmatul Aliyah Depok?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian skripsi ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana praktik pembacaan surah Yāsin/36 di Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah Depok.
2. Mengetahui pemahaman para santriwati dalam mengamalkan surah Yāsin/36 di pondok pesantren Himmatul Aliyah Depok.
3. Mengetahui pemahaman para guru dalam mengamalkan surah Yāsin/36 di Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok.
Sedangkan manfaat untuk penelitian ini terbagi menjadi :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan terhadap tradisi membaca surah Yāsin/36. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk peneliti selanjutnya.
2. Secara praktis, Untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana Agama (S.Ag) program strata satu (S1) pada jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin serta penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini meliputi berbagai hal, yaitu sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penulis langsung turun ke lapangan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan sesuai dengan rumusan penelitian, dengan jenis penelitian kualitatif yaitu pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi di mana penelitian adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposif dan snowbaal teknik pengumpulan dengan gabungan, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.11
2. Sumber Data
Data primer dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara langsung kepada beberapa sumber di antaranya adalah:
a. Pemimpin Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok.
b. Dewan Guru Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok c. Santri Putri Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok.
Untuk melengkapi data di atas, ditambahkan juga data dokumentasi beserta arsip atau rujukan-rujukan yang berkaitan dengan penelitian ini menjadi data sekunder yang sangat membantu.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel penelitian diambil dari Pondok Pesantren Himmatul Aliyah Depok, Jawa Barat dengan jumlah 30 orang, terdiri dari 1 Pengasuh, 14 Dewan Guru, dan 15 santri putri.
11 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet 1 (Jawa Barat : CV Jejak, 2018), 8.
4. Teknik Pengumpulan Data a. Metode Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang diwawancarai (interview) melalui komunikasi langsung.
Dapat pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to face) antara pewawancara dengan sumber informasi, di mana pewawancara bertanya langsung tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya.12
b. Metode Observasi
Metode observasi digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengadakan suatu pengamatan terhadap pelaksanaan praktik pembacaan surah Yāsin/36 di Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah.
c. Metode Penelitian Dokumen
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan atau menggunakan studi dokumen ini dalam metode penelitian kualitatifnya.13
Adapun jenis observasi yang digunakan adalah observasi tak terstruktur. Observasi tak terstruktur adalah observasi yang tidak disiapkan secara sistematis tentang apa yang akan observasi. Jenis observasi dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasif,
12 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian gabungan, Cet ke 4, (Jakarta : Kencana, 2017), 372.
13 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, 157.
karena dalam observasi ini peneliti datang di tempat kegiatan yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.14
5. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif analisis kualitatif ialah peneliti menganalisis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan dari lapangan dan buku-buku dengan menggambarkan dan menjelaskan ke dalam bentuk kalimat yang disertai kutipan-kutipan data guna mendapatkan kesimpulan dari masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
6. Validasi Data
Untuk memperoleh data dan kesimpulan yang valid, maka peneliti akan melakukan uji validitas dengan menggunakan beberapa sumber data yang telah dikumpulkan hubungannya dengan tema penelitian.
F. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan penelusuran terhadap berbagai literatur dan karya ilmiah, khususnya yang berkaitan dengan penelitian penulis, belum ditemukan sebuah karya atau penelitian yang secara khusus mengkaji
“Praktik dan Pemahaman Pembacaan surah Yāsin/36 Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah di Depok”. Akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan judul yang menjadi objek kajian penulis dalam skripsi ini, di antaranya:
1. Ahmad Rafiq, “Pembacaan yang Atomistis Terhadap al-Qur’an: Antara Penyimpangan dan Fungsi”, Penelitian ini memaparkan mengenai pembacaan yang atomistis terhadap al-Qur’an adalah pembacaan yang menganggap setiap bagian dari al-Qur’an, baik berupa surah, kelompok
14 Sugiyono, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Quantitative R dan D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), h. 228.
ayat, sebuah ayat, potongan ayat atau potongan ayat dan kata tertentu mempunyai makna tersendiri terlepas dari konteksnya. Secara umum seseorang membaca al-Qur’an bertujuan agar mendapatkan pahala karena memang membaca al-Qur’an berpotensi pahala, tentu ini merupakan sesuatu pemahaman yang lazim di masyarakat muslim.
Kemudian seseorang membaca al-Qur’an bertujuan untuk mencari petunjuk dan bahkan digunakan sebagai alat justifikasi. Dalam hal ini pembaca menggunakan bagian dari al-Qur’an untuk mendukung pikiran ataupun keadaannya pada saat tertentu.15
2. Hamim Farhan, “Ritualisasi Budaya Agama dan Fenomena Tahlilan Yasinan Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal dan Penguatan Moral Masyarakat”, Hasil penelitian ini, ritual budaya- agama, khususnya pada kegiatan Yasinan, tahlilan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Gresik, bahkan menjadi suatu tradisi yang bertahan walaupun pada tataran sebagai masyarakat yang sedang mengindustri, khususnya warga Nahdliyin didasari atas beberapa kepentingan dan kebutuhan dominan, antara lain; sebagai ikhtiar dalam bentuk upaya mencari pengampunan dari Allah bagi yang meninggal dan yang masih hidup, sebagai ritus kematian, sebagai fenomena agama, sebagai tradisi relasi jamaah, sebagai perekat (latency) integrasi sosial dan kekuatan pembangunan politik atau masyarakat, sebagai pembinaan mental pemenuhan psikologis.16
3. Dian Aristianto “Studi kritis terhadap Hadis Nabi tentang Talqīn Mayat dengan Membaca Tahlil dan Yāsin/36”. Penelitian ini menjelaskan
15 Ahmad Rafiq, “Pembacaan yang Atomistic Terhadap al-Qur’an antara Penyimpangan dan Fungsi”. Studi al-Qur’an dan Hadis, vol. 4, no. 1 (Yogyakarta 2004).
16 Hamim Farhan, “Ritualisasi Budaya Agama dan Fenomena Tahlilan Yasinan Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal dan Penguatan Moral Masyarakat, Jurnal”. Logos, vol. 5, no. 2 (Januari 2008).
tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan amalan talqīn, tahlil dan Yāsin/36 untuk seseorang yang sedang menjemput ajal (sakaratul maut).
Dalam penelitian ini, Dian Aristianto menggunakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan hermeneutika, yaitu merefleksikan tentang suatu kata atau peristiwa yang terjadi di masa lalu untuk dapat dipahami secara eksistensialis dapat bermakna ke dalam situasi kekinian.17
4. Skripsi Ahmad Zainal Musthofa, 2015 “Tujuan Pembacaan al-Quran Surah-surah Pilihan (Kajian Living Quran di PP. Manba’ul Hikam Sidoarjo”). Penelitian tersebut dilakukan di lingkungan pondok pesantren dan membahas tentang makna tradisi pembacaan surah-surah pilihan menurut para pelaku dan aktor. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan etnografi. Adapun surah- surah pilihan tersebut adalah Yāsin/36, al-Wāqi'ah/56 dan al-Dukhān/44.
Pembacaan beberapa surah tersebut dilaksanakan tepatnya pada hari Rabu, Kamis dan Jumat bertempat di PP. Manba’ul Hikam Sidoarjo.18 5. Widayanti, skripsi di IAIN Antasari dengan judul “Pembacaan Surah
Yāsin/36 dan al-Mulk dalam Penyelenggaraan Jenazah di Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan”. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat. Peneliti menggunakan tiga metode dalam proses pengumpulan data di lapangan, yaitu: Pertama, observasi, memantau bagaimana realitas yang ada di masyarakat. Kedua, interview (wawancara) dengan beberapa masyarakat yang menjadi informan.
Ketiga, dokumentasi untuk mendukung data yang diperoleh selama
17 Dian Aristianto, “Studi kritis terhadap Hadīṡ Nabi tentang Talqīn Mayīt dengan Membaca Tahlīl dan Yāsīn” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2009), 6.
18 Ahmad Zainal Musthofa, “Tujuan Pembacaan al-Quran Surah-Surah Pilihan Kajian Living Quran di PP. Manba’Ul Hikam Sidoarjo” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), 53.
observasi dan interview. Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa membacakan surah-surah adalah sebagai harapan dari setiap orang yang masih hidup kepada Allah swt., agar Allah memberikan pengampunan, dan kelapangan di dalam kubur. Dengan adanya penanaman pandan tersebut adalah agar jenazah yang ada di dalam kubur mendapatkan naungan dan keringanan dari siksa kubur.
Kegiatan ini adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat.19 6. Aulia Rahman, “Pengaruh Pembiasaan Pembacaan Surah Yāsin/36
Terhadap Kecerdasan Spiritual Siswa kelas XI MA Darul Ulum waru”.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang penyajian datanya berupa angka-angka dan menggunakan analisa statistik yang biasanya bertujuan untuk menunjukkan hubungan antar variabel, menguji teori dan mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediksi. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaruh pembiasaan pembacaan surah Yāsin/36 memperoleh persentase sebesar 56%, dan kecerdasan spiritual memperoleh persentase sebesar 60%.
Dengan menggunakan analisis regresi linier dicari seberapa besar pengaruhnya, dan diperoleh hasil sebesar 32,6%. dari persentase tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pengaruh Pembiasaan Pembacaan Surah Yāsin/36 Terhadap Kecerdasan Spiritual sangat berpengaruh. Ha menunjukkan bahwa adanya pengaruh Pembiasaan Pembacaan Surah Yāsin/36 Terhadap Kecerdasan Spiritual, dan Ha ditolak.20
19 Widayanti, “Pembacaan Surah Yasin dan al-Mulk dalam Penyelenggaraan Jenazah di Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin, 2016).
20 Aulia Rahman, “Pengaruh Pembiasaan Pembacaan Surah Yasin Terhadap Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas XI MA Darul Ulum Waru” (Skripsi S1., Universitas Negri Sunan Ampel Surabaya, 2017).
7. Idham Hamid, “Tradisi Membaca Yāsin/36 di Makam Annangguru Maddapungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec Campalagian. Kab Polewali Mandar”. penelitian ini tergolong kualitatif dalam bentuk pustaka lapangan dengan menggunakan pendekatan ilmu tafsir dengan metode living qur’an, historis, dan sosio kultural. Adapun sumber data penelitian ini adalah pimpinan Pondok Pesantren, pembina, santri/wati, serta tokoh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman santri terkait praktik tradisi membaca Yāsin/36 di Makam Annangguru Maddapungan, memiliki beberapa bentuk pemahaman, yaitu: tawasul, mengingat mati, menunaikan hajat, dan menolak bala.21
8. Yadi Mulyadi “Al-Qur’an dan Jimat; Studi Living qur’an pada Masyarakat Wewengkang Kasepuhan Lebak Banten”. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan memahami kehidupan masyarakat dari sudut pandang masyarakat Wewengkang, Lebak Banten dalam menggunakan al-Qur’an sebagai jimat. Adapun hasilnya adalah masyarakat Wewengkang menggunakan jimat al-Qur’an didasari manfaat al-Qur’an seperti memberikan ketenangan dan memecahkan berbagai masalah manusia.
Keseluruhannya merupakan bentuk penghormatan, pemuliaan sekaligus pelestarian terhadap al-Qur’an.22
9. Sumarni, “Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Tradisi Yasinan Pada Malam Jumat (studi kasus pondok pesantren al-Nadhlah)”. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan
21 Idham Hamid, “Tradisi Membaca Yasin di Makam Annangguru Maddapungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec Campalagian. Kab Polewali Mandar”
(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Allauddin Makasar, 2017).
22 Yadi Mulyadi, “Al-Qur’an dan Jimat: Studi Living qur’an Pada Masyarakat Adat Wewengkon Lebak Banten” (Tesis Program Magister Ushuluddin, Konsentrasi Tafsir., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2017).
teknik observasi, kuesioner dan wawancara dalam mengumpulkan data.
Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat melaksanakan tradisi Yasinan karena meyakini bahwa dalam surah Yāsin/36/36 terkandung faḍīlah atau keutamaan yang dahsyat. Dalam masyarakat pesantren an-Nahdlah, tradisi ini dilakukan setiap malam Jumat karena hari Jumat merupakan saīdul ayām (penghulu hari-hari), sekaligus tradisi ini bertujuan untuk melatih dan menanamkan rasa cinta terhadap al- Quran supaya al-Quran tidak jauh dari kehidupan santri.23
10. Syam Rustandy “Tradisi Pembacaan Surah-surah Pilihan dalam al- Qur’an di Pondok Pesantren al-Taufiqiyah Baros Kab. Serang”, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan penulisan deskriptif. Yaitu studi kasus di Pondok Pesantren Attaufiqiyyah Baros Kab. Serang, dengan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian yang penulis tulis yaitu pelaksanaan tradisi pembacaan surah-surah pilihan diawali dengan membaca hadarah atau tawasul kepada para ahli kubur. Kemudian dilanjutkan dengan membaca surah-surah pilihan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, dan diakhiri dengan pembacaan doa khotmil al- Qur’an. Mengenai makna objektifnya adalah suatu bentuk latihan untuk memperbaiki, membenarkan, dan membaguskan bacaan al-Qur’an baik dari segi makhārij al-hurufnya maupun kaidah tajwidnya. Dan makna ekspresifnya sebagai ibadah amaliah yang meliputi tiga aspek penting,
23 Sumarni, “Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Tradisi Yasinan Pada Malam Jumat (studi kasus pondok pesantren An-Nadhlah)” (Skripsi S1., Universitas Hasanuddin, Makassar 2018).
yakni: pendekatan diri kepada Allah, bentuk syukur dan keimanan terhadap al-Qur’an.24
11. Imam Fitri Qosi’in, “Pembacaan al-Qur’an surah-surah pilihan di Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, Hasil dari analisis peneliti bahwa pembacaan al- Qur’an surah-surah pilihan dibaca secara rutin di Masjid al-Nur Pondok Pesantren Futuhiāh Mranggen itu tidak lepas dari keyakinan para pelaku terhadap hadis-hadis yang menjelaskan tentang keutamaan membaca surah-surah pilihan.25
Dari beberapa penelitian di atas tentang pembacaan surah-surah tertentu dalam kajian studi Living qur’an, penulis belum menemukan kajian terdahulu yang memfokuskan terhadap pembacaan Surah Yāsin/36 di Pondok Pesantren Putri al-Hasaniyah yang memiliki waktu dan tujuan tertentu. Dengan demikian, maka penelitian yang akan lakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu memfokuskan pada praktik dan pemahaman pembacaan surah Yāsin/36 pada waktu dan tujuan tertentu di Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah di Depok.
G. Sistematika Penulisan
Seluruh pembahasan dalam skripsi ini akan dipaparkan ke dalam beberapa bab agar pembahasannya teratur. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan menjelaskan latar belakang serta urgensi penelitian masalah, kemudian dibatasi dan dirumuskan. Selanjutnya penjelasan metodologi agar dapat diketahui arah dan tata cara penelitian.
24 Syam Rustandy, “Tradisi Pembacaan Surah-Surah Pilhan Dalam al-Qur’an”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin, Banten 2018)
25 Imam Fitri Qosi’in, “Pembacaan al-Qur’an Surah-surah Pilihan di Pondok Pesantren Futuhiyah Mraggen” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2018).
Bab kedua, membahas tentang landasan teori dari penelitian ini.
Dalam bab ini penulis menjelaskan teori yang digunakan untuk membahas kajian living qur’an, seperti pengertian tradisi, tradisi pembacaan surah Yāsin/36, tujuan tradisi, dan keutamaan surah Yāsin/36. Bab ini menegaskan pemilihan teori atas masalah yang telah dipaparkan di bab sebelumnya.
Bab ketiga, berisi gambaran umum lokasi penelitian, yang meliputi:
Sejarah berdirinya, Letak Geografis, Visi, Misi dan Tujuan Proses Pembelajaran, Kegiatan Umum Santri Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah. Bab ini merupakan objek lokasi penelitian untuk dalam rangka terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian yang telah dipaparkan dari masalah serta teori yang digunakan.
Bab keempat, berisi analisis yang meliputi proses pelaksanaan Yasinan pada malam Jumat dan Jumat pagi di Pondok Pesantren Putri Himmatul Aliyah Depok, arti penting membaca surah Yāsin/36 bagi santri, dan pemahaman ustaz dan santri. Bab ini merupakan tahapan pencarian jawaban dari bab-bab sebelumnya.
Bab kelima, berisi penutup disertai dengan kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan penelitian ini sekaligus rangkuman dari penjelasan panjang lebar di bab analisis.
19 BAB II
LIVING QUR’AN DAN PEMBACAAN SURAH YĀSIN A. Living qur’an
Secara etimologi, living qur’an terdiri dari dua kata, living dan qur’an yang berarti hidup dan al-Qur’an.1 Arti ini menunjukkan pada konteks adanya sebuah pengamalan al-Qur’an dalam setiap aktivitas kehidupan manusia. Dengan kata lain dapat dipahami menjadi praktik pengamalan atau menghidupkan al-Qur’an masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Kemunculan living qur’an beriringan dengan adanya fenomena praktik pengamalan al-Qur’an di masyarakat. Praktik ini didasarkan pada keyakinan bahwa al-Qur’an memiliki manfaat atau fungsi riil dan dirasakan secara langsung. Untuk merasakan manfaat al-Qur’an maka muncullah praktik pengamalan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Mansur dikenal dengan istilah qur’an in everyday life.2
Pengamalan al-Qur’an pada dasarnya bertujuan mengambil manfaat secara nyata dan langsung dirasakan. Living qur’an merujuk pada fenomena sosial mengenai praktik pengamalan al-Qur’an di tengah masyarakat.
Secara tekstual, al-Qur’an dipahami sebagai teks yang sakral namun secara kontekstual, teks tersebut hidup atau dihidupkan oleh masyarakat. Ini menegaskan bahwa living berarti sebuah perspektif dalam mengaplikasikan al-Qur’an oleh masyarakat.3
Living qur’an secara umum masuk dalam kategori praktik pengamalan al-Qur’an di tengah masyarakat. al-Qur’an dipahami oleh masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti petunjuk hingga sebagai obat kemudian dijadikan rutinitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya
1 Syahiron Syamsudin, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Hadits (Yogyakarta:
Teras, 2007), xiv.
2 Mansur, “Living qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Al-Qur’an” dalam Metode Penelitian Al-Qur’an, 5.
3 Wahyudin Darmalaksana dkk, “Analisis Perkembangan Penelitian Living qur’an”
Jurnal Perspektif, vol. 3, no. 2 (2019), 135.
respons sosial terhadap al-Qur’an dalam rangka hidup dan menghidupkan al-Qur’an. Dengan kata lain, terdapat keterkaitan fenomena sosial dan budaya untuk memahami living qur’an. Sebagaimana menurut Yusuf, bahwa living qur’an merupakan segala bentuk pengamalan al-Qur’an di tengah masyarakat, baik digunakan sebagai huda yang bermakna ilmu, profan maupun bersifat sakral sekalipun.4
Pada gilirannya fenomena pengamalan al-Qur’an menjadi objek yang menarik dalam penelitian akademisi. Terutama dalam studi al-Qur’an memahami fenomena praktik pengamalan al-Qur’an merupakan praktik yang menggabungkan berbagai kaidah keilmuan. Di antaranya terdapat interpretasi atas tafsir al-Qur’an, sosiologi hingga antropologi (kebudayaan).
Secara konsepsi, Sahiron membagi tiga kelompok bentuk penelitian studi Qur’an; pertama penelitian pada Al-Qur’an dengan mengambil objeknya teks atau ayat-ayat Qur’an. Kedua penelitian al-Qur’an dengan mengambil objek yang berkaitan dengan teks. Ketiga penelitian al-Qur’an dengan menjadikan pemahaman seseorang sebagai objek kajiannya.
Keempat penelitian terhadap respons masyarakat terhadap teks al-Qur’an serta tafsirannya. Pada bagian ke empat inilah penelitian al-Qur’an fokus pada pengamalan yang terjadi di masyarakat.5 Dengan kata lain terdapat praktik pengalaman al-Qur’an yang terjadi di masyarakat dan dapat diteliti secara akademis.
Adanya praktik pengamalan menghidupkan al-Qur’an di tengah masyarakat disebabkan adanya interpretasi masyarakat terhadap al-Qur’an itu sendiri. Hal ini selaras dengan pernyataan Geertz bahwa agama sebagai sistem kebudayaan memiliki tujuan menciptakan perasaan motivasi untuk
4 M. Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living qur’an” dalam Metodologi, 37.
5 Sahiron Syamsuddin, “Ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Hadis” dalam Metodologi, XIV.
menguatkan individu dengan realitas yang unik. Hal ini sebagaimana muncul ritual-ritual keagamaan. Dengan kata lain praktik pengamalan al- Qur’an merupakan asosiasi agama sebagai sistem kebudayaan sekaligus fenomena sosial.6 Maka ketika mengambil objek kajian pada fenomena tersebut pada dasarnya menafsirkan al-Qur’an dengan cara yang lebih luas.
Juga menggunakan perspektif yang juga lebih luas, lebih bervariasi.
Sehubungan dengan itu, perlu kiranya dipaparkan di sini secara singkat asumsi-asumsi dasar antropologi hermeneutika sebelum kita membicarakan berbagai macam pemaknaan terhadap al-Qur’an.7
Penelitian living qur’an merupakan respons atas orientasi integrasi ilmu. Living qur’an pada dasarnya fokus terhadap teks yang hidup di masyarakat sehingga dibutuhkan pemahaman tentang masyarakat yang ditopang oleh ilmu-ilmu sosial. Dengan meminjam ilmu-ilmu sosial, teks yang hidup di masyarakat bukan saja dipahami sebagai fakta kebahasaan dalam kajian linguistik, melainkan pula sebagai peristiwa kesejarahan, kebudayaan, dan kemasyarakatan. Tujuannya adalah mengkaji respons masyarakat terhadap teks yang terbentuk dalam realitas kehidupan. Dalam proses integrasi ilmu, teks yang hidup didudukkan sebagai subjek yang didekati dengan berbagai macam ilmu umum.8 Pada sisi lain tidak semua nash al-Qur’an memiliki asbāb al-Nuzūl secara tegas. Sebagai gantinya pendekatan historis, sosiologis dan antropologi dapat digunakan untuk menginterpretasikan kembali maksud nash al-Qur’an.9 Bahkan menurut Abduh analisis sosiologis-antropologi dapat memberikan gambaran
6 Imam Sudarmoko, “The Living qur’an; Studi Kasus Semaan Al-Qur’an di Sook Ponorogo” (Tesis Program Magister., Universitas Islam Negeri Malang, 2016), 26.
7 Heddy Shri Ahimsa dan Putra, “The Living qur’an; Beberapa Perspektif Antropologi” Jurnal Walisongo, vol. 20 no. 1 (Mei 2012), 239.
8 Wahyudin Darmalaksana ddk, “Analisis Perkembangan Metode Living qur’an”
dalam Jurnal Perspektif, Vol. 3, No. 2 (Juli 2019), 136.
9 Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis (Jakarta:
Gramedia, 2014), 53.
mengenai ayat yang diturunkan masa lalu sehingga dapat dipahami pada masa sekarang ini.10
Dalam ranah studi al-Qur’an, penelitian living qur’an merupakan metode baru. Secara konseptual metode ini masih mencari bentuk untuk dapat dijadikan pedoman. Pada sisi lain living qur’an tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena sosial pada wilayah geografi tertentu dan mungkin masa tertentu pula. Maka pendekatan yang digunakan dalam living qur’an adalah sosiologi dan fenomenologi serta pendekatan ilmiah seperti antropologi, psikologi dan beberapa pendekatan ilmiah lainnya.11 Selain itu living qur’an merupakan petunjuk praktis penerapan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari dari mulai memahami faḍīlah ayat atau surah hingga praktik sehari-hari lengkap dengan makna, maksud dan bentuk pengamalannya.12
B. Interaksi Masyarakat dengan Al-Qur’an
Keberadaan al-Qur’an di tengah masyarakat tidak serta merta menjadi bacaan namun memiliki penyikatan istimewa. Di antaranya al-Qur’an berperan baik dalam ranah kolektif maupun individual. Pada ranah kolektif al-Qur’an dapat mengusung perubahan, memberikan motivasi untuk kehidupan yang lebih baik. Sedangkan dalam ranah privat, al-Qur’an berperan sebagai obat berbagai masalah yang dialami oleh manusia.
Dalam praktik keberagamaan umat Islam, dapat ditemukan berbagai model pembacaan al-Qur’an. Baik yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya hingga yang sekedar membaca al-Qur’an sebagai ibadah ritual atau guna memperoleh ketenangan jiwa. Bahkan ada model pembacaan al-Qur’an yang berorientasi sebagai terapi pengobatan atau
10 Syukon Affani, Tafsir Al-Qur’an; Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta:
Kencanan, 2019), 27.
11 Didi Junaedi, “Living qur’an; Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an”
dalam Jurnal of Qur’an and Hadits Studies, vol. 4. no. 2 (September 2015), 178.
12 Ibrahim Eldeeb, Be A Living qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 91.
dianggap dapat mendatangkan kekuatan supranatural untuk mengusir jin dan sebagainya. Dengan begitu dapat ditegaskan bahwa keberadaan al- Qur’an telah melahirkan berbagai bentuk respons yang beragam dan peradaban yang sangat kaya.
Al-Qur’an tidak serta merta menjadi bacaan, namun masyarakat memiliki pemaknaan istimewa mengenai al-Qur’an. Pertama al-Qur’an sebagai kitab yang berarti bacaan atau untuk dibaca. Bacaan yang dimaksud melalui teknik serta aturannya tersendiri. Selain dibaca, pemaknaan al- Qur’an sebagai kitab juga dihafalkan oleh masyarakat. Kedua al-Qur’an bermakna obat, baik obat hati seperti mencari ketenangan maupun obat fisik. Belakangan banyak metode pengobatan penyakit dengan membacakan beberapa ayat-ayat Qur’an. Ketiga al-Qur’an sebagai sarana perlindungan; baik dari bahaya alam, makhluk halus, siksa kubur dan neraka, serta bahaya ancaman fisik seperti kemiskinan maupun ancaman orang jahat. Sebagai efeknya, pemaknaan masyarakat terhadap al-Qur’an berbuah menjadi amalan penambah dan pelancar rezeki. Keempat al-Qur’an sebagai petunjuk ilmu pengetahuan. Pemaknaan ini berorientasi pada rahasia ilmu pengetahuan, baik yang telah lampau maupun tentang masa yang akan datang.13
Dari paragraf di atas dapat dipahami bahwa segala sesuatu akan bernilai ibadah dan mendapatkan pahala apabila didasarkan pada ajaran al- Qur’an. Pemahaman ini menggiring pada aktivitas seseorang dikaitkan dengan nilai-nilai al-Qur’an. Maka pada gilirannya akan membangkitkan setiap orang beraktivitas berdasarkan al-Qur’an serta dapat mencapai kebajikan baik di dunia maupun di akhirat.14
Perkembangan fungsional ini terjadi seiring dengan kebutuhan masyarakat akan arti sebuah petunjuk tersebut sehingga muncul pemaknaan
13 Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living qur’an; Beberapa Perspektif Antropologi”
dalam Jurnal Walisongo, vol. 20, no. 1 ( Mei 2012), 242-249.
14 Ahmad Qodri Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial (Yogyakarta: LKIS, 2013), 67.
lain terhadap ayat yang pada akhirnya menuntun kepada penggunaan al- Qur’an sebagai sebuah fungsi praktis, di luar kondisi tekstualnya.15 Misalkan Rasulullah pernah membaca surah Falaq/113 & al-Nās/114 saat sedang sakit. Begitu Juga nabi pernah membacakan surah al-Fātiḥah/1 pada orang yang tersengat lebah.16 Peristiwa tersebut dijadikan sejarah bahwa Nabi mengamalkan al-Qur’an demi hal-hal praktis. Hal ini kemudian dituangkan menjadi konsep penggunaan al-Qur’an (baik bagian ayat-ayat, maupun surah dan secara keseluruhan) untuk diambil manfaatnya. Dengan kata lain al-Qur’an dihidupkan untuk diambil manfaat secara langsung seperti sebagai obat dan sebagainya.
Peristiwa tersebut juga dikenal dengan interaksi masyarakat dengan al-Qur’an. Hal tersebut merupakan bagian dari living qur’an yang menjadi pengalaman tersendiri bagi umat Islam. Proses interaksi masyarakat dengan al-Qur’an banyak menghasilkan pemahaman dan penghayatan yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang dapat dihasilkan dari berinteraksi bersama al-Qur’an meliputi berbagai macam bentuk kegiatan. Di antara bentuk kegiatan tersebut bisa berupa membaca al-Qur’an, memahami dan menafsirkan al-Qur’an, menghafal al-Qur’an, berobat dengan al-Qur’an, memohon berbagai hal dengan al-Qur’an, mengusir makhluk halus dengan al-Qur’an, menuliskan ayat-ayat al-Qur’an untuk hiasan maupun untuk menangkal gangguan, dan menerapkan ayat- ayat al-Qur’an tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa penjelasan terkait bentuk kegiatan pengalaman berinteraksi dengan al-Qur’an.17
Pembacaan al-Qur’an pun terkadang ada individu yang mengkhususkan membaca al-Qur’an pada waktu dan tempat tertentu.
15 M. Mansur, “Living qur’an dalam Lintasa Sejarah” dalam Metodologi Penelitian Living qur’an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2007), 37.
16 Junaedi, “Living qur’an”, 177.
17 Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan Al- Qu‟ran” dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadits (Yogyakarta: Teras, 2007), 12.
Misalnya membaca al-Qur’an dilakukan ketika malam Jumat, di dalam masjid. mengenai hal ini, patut digali informasi tentang latar belakang, motivasi, obsesi, harapan dan tujuan serta pencapaian yang mungkin dialami oleh yang bersangkutan.18 Praktik pengamalan al-Qur’an baik secara individu maupun kolektif inilah yang menjadi dasar interaksi masyarakat dengan al-Qur’an sehingga bisa diteliti dalam ranah living qur’an.
Fenomena tersebut juga dikenal dengan istilah quranisasi atau memasukkan al-Qur’an dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penggunaan ayat atau surah dalam al-Qur’an dipahami memiliki manfaat riil untuk mencapai tujuannya. Ayat yang digunakan tidak lagi dimaknai sebagaimana tafsirnya, namun lebih dikenal seperti mantra yang jika dibaca pada waktu dan diulang beberapa kali akan dapat mewujudkan atau memudahkan keinginan serta tujuan manusia.19 C. Langkah-Langkah Penelitian Living qur’an
Sebagai bentuk penelitian, living qur’an memiliki kerangka acuan agar bisa dipahami dan menghasilkan penelitian ilmiah. Adapun hal mendasar yang perlu diketahui dan dilakukan dalam penelitian living qur’an adalah sebagai berikut:
1. Living qur’an memotret fenomena sosial berupa praktik keagamaan yang didasarkan pada praktik pemahaman dan pengamalan ayat al- Qur’an.
2. Living qur’an meneliti fenomena sosial, maka model penelitian sosial paling tepat digunakan serta menggunakan metode kualitatif.20
18 Ibrahim Eldeeb, “Be A Living Qur’an”, 166-169.
19 Ahimsa, “The Living qur’an”, 251.
20 Didi Junaedi, “Living qur’an”, 181.
3. Landasan teoritis yang digunakan tetap berdasarkan pada kerangkan ilmu al-Qur’an serta kombinasi ilmu lain seperti sosiologi, antropologi serta akomodasi ilmu lain yang berhubungan secara langsung.
4. Analisis living qur’an meliputi wilayah yang luas, yaitu: Pertama analisis pemaknaan di kalangan masyarakat implikasinya terhadap ucapan dan praktik. Kedua analisis realitas teks yang dianggap hidup mencakup aspek-aspek kognitif dan non-kognitif, dan aspek-aspek informatif dan performatif dari penggunaan teks suci yang hidup. Ketiga analisis hubungan timbal balik (feedback) dan respons masyarakat dalam kehidupan sehari-hari di mana fungsionalisasi teks mampu membentuk dunia sosial. Keempat Analisis bentuk dan model praktik resepsi dan respons masyarakat dalam memperlakukan dan berinteraksi dengan teks di tengah-tengah kehidupan masyarakat.21
5. Penelitian living perlu pendekatan secara kontekstual, yaitu memahami teks dengan mengacu pada latar belakang, situasi dan kondisi ketika teks hadir yang disebut peralihan dari dialektika tekstual hingga pendekatan konseptual.22 Salah satu bentuk pendekatan yang sangat membantu dalam penelitian living qur’an adalah paradigma. Beberapa paradigma dalam antropologi yang dapat digunakan untuk meneliti, menelaah, atau menafsir al-Qur’an yang hidup antara lain adalah paradigma akulturasi, paradigma fungsional, paradigma struktural, paradigma fenomenologi dan paradigma hermeneutika. Penggunaan paradigma ini tentunya menuntut pemahaman yang memadai mengenai paradigma-paradigma ini sendiri.23
6. Pengumpulan Data diambil berdasarkan kaidah penelitian kualitatif.
Adapun living qur’an merupakan field research, maka bentuk
21 Wahyudin dkk, “Analisis Perkembangan Living qur’an” 137.
22 Wahyudin dkk, “Analisis Perkembangan Living qur’an” 138-142.
23 Ahimsa, “The Living qur’an”, 258.