• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS MEDAN AREA SELATAN TAHUN 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS MEDAN AREA SELATAN TAHUN 2018 SKRIPSI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS

MEDAN AREA SELATAN TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

MELISA EFRIDA ROMAITO NIM. 141000332

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS

MEDAN AREA SELATAN TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MELISA EFRIDA ROMAITO NIM. 141000332

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)

i

(4)

ii Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 28 Oktober 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Rusmalawaty, M.Kes.

Anggota : 1. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.

2. dr. Fauzi, S.K.M.

(5)

iii

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Implementasi Program Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Medan Area Selatan Tahun 2018” ini beserta seluruh isinya

adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika kelimuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2019

Melisa Efrida Romaito

(6)

iv Abstrak

Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan penanggulangan. Salah satu penyakit menular yang masih tinggi adalah Tuberkulosis (TB Paru). Tuberkulosis merupakan penyakit kronis (menahun) telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena menular. Pada tahun 2018 angka kesembuhan tuberkulosis di Puskesmas Medan Area Selatan yang telah dicapai sebanyak 30%. Hal ini menunjukkan bahwa angka kesembuhan TB Paru belum mencapai target yang telah ditetap yaitu sebesar 85%. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara jelas dan mendalam tentang implementasi program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Medan Area Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap 9 informan yang merupakan Pegawai bidang seksi pengendalian dan pemberantasan penyakit Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Medan Area Selatan, Petugas TB Paru Puskesmas Medan Area Selatan, Petugas Laboratorium, 1 Penderita TB Paru yang tidak sembuh lebih dari 6 bulan, 1 Penderita TB Paru sembuh 6 bulan, 1 PMO Penderita TB Paru yang tidak sembuh 6 bulan, 1 PMO Penderita TB Paru sembuh 6 bulan dan 1 Kader Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi program penanggulangan TB Paru di Puskemas belum berjalan dengan maksimal. Hal ini dilihat dari penemuan kasus kebanyakan menunggu penderita untuk memeriksakan diri ke puskesmas, petugas TB sudah lama tidak mendapatkan pelatihan kembali, penderita datang ke puskesmas dengan membawa dahak bercampur air liur (saliva) sehingga sulit untuk dideteksi.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan melatih petugas TB yang sudah lama tidak mendapatkan pelatihan kembali. Kepada Puskesmas meningkatkan cakupan penemuan kasus TB. Kepada petugas TB Paru agar meningkatkan penemuan kasus secara aktif, memberikan edukasi pengambilan dahak yang benar kepada penderita TB, dan meningkatkan peran PMO dalam program penanggulangan TB paru.

Kata kunci: Implementasi, penanggulangan, strategi DOTS

(7)

v Abstract

Infectious diseases were still a public health problem that causes great illness, death and disability so prevention was needed. One infectious disease that is still high is tuberculosis (pulmonary TB). Tuberculosis is a chronic disease (chronic) has long been known by the public and feared for being contagious. In 2018 the cure rate for tuberculosis in the Medan South Area Health Center was 30%. This shows that the cure rate of pulmonary TB has not yet reached the set target of 85%. This research was conducted to find out clearly and in depth about the implementation of the pulmonary TB control program with the DOTS strategy in the Medan Selatan Area Health Center. This study was a qualitative research with in-depth interviews with 9 informants who are employees in the field of diseases control and eradication in Medan City Health Office, Head of South Medan Area Health Center, South Medan Area Health Center Pulmonary Officer, Laboratory Area Staff, 1 Lung TB Patient who does not recover more than 6 months, 1 Lung TB sufferer recovered 6 months, 1 PMO Lung TB sufferer who did not recover 6 months, 1 PMO Lung TB sufferer recovered 6 months and 1 Health cadre. The results showed that the implementation of the pulmonary TB control program in Puskemas had not run optimally. This can be seen from the case finding, most of them are waiting for patients to go to the puskesmas, TB workers have not been re-trained for a long time, patients come to the puskesmas with sputum mixed with saliva (saliva) so it is difficult to detect. It is hoped that the Medan City Health Office will train TB workers who have not been re-trained for a long time. The Puskesmas increased the coverage of TB case finding. To pulmonary TB officers in order to actively increase case finding, provide education on the correct sputum collection for TB sufferers, and enhance the role of PMO in pulmonary TB control programs.

Keywords: Countermeasure, DOTS strategy, implementation

(8)

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, hanya karena berkat dan perkenanan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Implementasi Program Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Medan Area Selatan Tahun 2018” guna memenuhi syarat salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima begitu banyak bantuan dan dukunga dari pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Rusmalawati, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing sekaligus Ketua Penguji yang dengan segenap hati telah memberikan bimbingan dan arahan terbaik dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes., dan dr. Fauzi, S.K.M., selaku Anggota Penguji yang dengan segenap hati telah memberikan kritik dan sarana yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

(9)

vii

6. Segenap Dosen dan Pengawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang dengan segenap hati telah mendidik dan membantu setiap proses pengurusan administrasi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin penelitian dalam penulisan skripsi ini.

8. Kepala Puskesmas dan seluruh Pegawai Puskesmas Medan Area Selatan yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis selama menjalani penelitian skripsi di Puskesmas Medan Area Selatan.

9. Teristemewa kepada orang tua penulis, Edison Parasmian Batubara dan Asina Pasaribu, S.Pd. yang selalu mendoakan, memeberikan motivasi dan pengorbananya baik dari segi moril maupun materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teristimewa kepada saudara terbaik Masni Sulastri Batubara dan Andi Maruli Rizki Batubara yang senantiasa memberikan semangat, mendoakan, memotivasi dan dukungan yang luar biasa dalam penyesaikan skripsi ini.

11. Romario Sinurat yang telah setia mendengarkan segala keluh kesah penulis, memberikan saran, dukungan dan semangat selama penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman terdekat penulis selama kuliah Yuni Dhien, Devi Peronika, Mariana Hutapea, Risma Wati, Riska Hutagalung, Jenet Stephani, Riris Siringoringo, Mafrilla Bella, Mindo Sibuea, Joss Egik Hutagalung dan Ajrina Nadhila yang telah memberikan semangat dan motivasi.

13. Teman-teman Kelompok Pengalaman Belajar Lapangan Lubuk Dendang (Prihastuti, Yuni, Intan, Ayu, Claudia dan Rezah), kelompok Latihan Kerja

(10)

viii

Peminatan Puskesmas Pasar Merah (Maria, Yuni, Dina, Ayu dan Rina) yang telah memberikan dukungan dan membantu kepada penulis.

14. Teman-teman stambuk 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat dan teman-teman seperjuangan dari Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah berjuang berjuang bersama selama masa perkuliahan serta semua pihak yang telah berpesan dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhirnya penulis mengucapkan sekian dan terimakasih.

Medan, Oktober 2019

Melisa Efrida Romaito

(11)

ix Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9

Pengertian Tuberkulosis 9

Penularan Tuberkulosis 9

Penyebab Tuberkulosis 10

Tipe Penderita TB Paru 11

Pengobatan 12

Pencegahan Tuberkulosis 13

Pengawasan Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis 15

Pengertian Puskesmas 16

Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan 17 Puskesmas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru 17

Tujuan Program Penanggulangan TB Paru 18

Program Penanggulangan Tuberkulosis 18

Kebijakan Pengendalian TB 19

Kegiatan Program TB Paru 20

Diagnosis Tuberkulosis 21

Pemeriksaan Dahak Secara Mikroskopis 24

Penyuluhan Tuberkurlosis 25

Strategi DOTS 25

Kerangka Berpikir 28

(12)

x

Metode Penelitian 29

Jenis Penelitian 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Lokasi penelitian 29

Waktu penelitian 29

Subjek Penelitian 29

Definisi Konsep 30

Metode Pengumpulan Data 31

Instrumen Pengambilan Data 31

Metode Analisa Data 31

Hasil dan Pembahasan 33

Letak Geografis 33

Demografi 33

Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Area Selatan 33

Sarana Pelayanan Kesehatan 34

Karakteristik Informan 35

Masukan (Input) 36

Tenaga Kesehatan 37

Pendanaan 40

Sarana dan Prasarana 42

Proses (Process) 45

Komitmen Politis 46

Diagnosis TB Paru 49

Pemberian OAT Diawasi Secara Langsung 57

Kesinambungan Persediaan OAT 60

Pencatatan dan Pelaporan 61

Kendala atau Hambatan 63

Keluaran (Output) 65

Kesimpulan dan Saran 67

Kesimpulan 67

Saran 68

Daftar Pustaka 69

(13)

xi Daftar Tabel

No Judul Halaman

1. Jumlah Penduduk dan Jumlah KK di Wilayah Kerja Puskesmas Medan

Area Selatan Tahun 2018. 33

2. Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Area Selatan Tahun

2018 34

3. Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Area

Selatan Tahun 2018 34

4. Karakteristik Informan 35

5. Sarana dan Prasarana pelaksanan program TB Paru 43

(14)

xii

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa 22

2. Kerangka berpikir 28

3. Penulis bersama dengan Kepala Puskesmas Medan Area Selatan 96 4. Penulis bersama dengan staf pengendalian dan pemberantasan penyakit Dinas

Kesehatan Kota Medan 96

5. Penulis bersama dengan petugas TB paru 97

6. penulis bersama dengan petugas laboratorium Medan Area 97

7. Penulis bersama dengan kader kesehatan 98

8. Penulis BERSAMA DEngan PMO (tengah) dan penderita TB yang sembuh

(sebelah kanan) 98

9. Penulis bersama dengan penderita TB yang belum sembuh 99

(15)

xiii

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara 72

2. Matriks Pernyataan Informan 79

3. Surat Permohonan Izin Penelitian 93

4. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan 94

5. Surat Keterangan Selesai Penelitian 95

6. Dokumentasi Penelitian 96

(16)

xiv Daftar Istilah

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BOK Biaya Operasional Kesehatan

BTA Basil Tahan Asam

CDR Case Detection Rate

CRN Case Notification Rate

DM Diabetes Mellitus

DOTS Directly Observed Treatment Shortcouse

DPM Dokter Prektek Mandiri

FKRTL Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama GERDUNAS TB Gerakan Terpadu Nasional Tuberkulosis

HIV Human Immunodeficiency Virus

ISTC Internasional Standards for Tuberculosis Care KIE Komunikasi Informasi Edukasi

KK Kartu Keluarga

KPP Kelompok Puskesmas Pelaksana

KTP Kartu Tanda Penduduk

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MDR Multidrug Resistance

NGO Non Governmnet Organization

OAT Obat Anti Tuberkulosis

PISPK Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

PMO Pengawas Menelan Obat

PPI Pencegahan Pengendalian Infeksi

PPM Puskesmas Pelaksana Mandiri

PRM Puskesmas Rujukan Mikroskopis

PS Puskesmas Satelit

SPO Standar Prosedur Operasional

SPS Sewaktu Pagi Sewaktu

SR Succes Rate

TB Tuberkulosis

TCM Tes Cepat Molekuler

TEMPO Temukan Pasien Secepatnya, Pisahkan Secara Aman, Obat Secara Tepat

UKM Upaya Kesehatan Masyarakat

UKP Upaya Kesehatan Perorangan

UPK Unit Pelayanan Kesehatan

WHO World Health Organization

(17)

xv Riwayat Hidup

Penulis bernama Melisa Efrida Romaito berumur 24 tahun, lahir di Sipogu pada tanggal 15 September 1995. Penulis beragama Kristen Protestan, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edison Parasmian Batubara dan Ibu Asina Pasaribu S.Pd.

Pendidikan formal dimulai di sekolah dasar di SDN 104660 Sipogu Tahun 2002-2008, sekolah menegah pertama di SMPN 1 Arse Tahun 2008-2011, sekolah menegah atas di SMA Negeri 1 Arse Tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2019

Melisa Efrida Romaito

(18)

1

Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan efesien (Permenkes RI No.82 tahun 2014). Tuberkulosis (Tuberkulosa) merupakan penyakit kronis (menahun)

telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena menular (Misnadiarly, 2006). Irawan dkk (2018) menyatakan bahwa Penyakit

Tuberkulosis masih menjadi perhatiaan dunia, karena hingga saat ini belum ada satu negara yang bebas dari Tuberkulosis Paru.

Penularan kuman tuberkulosis ini melalui perantara udara dimana saat penderita mengeluarkan bakteri lewat batuk ataupun bersin dalam bentuk percikan dahak/Droplet Nuclei. Penderita sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Penyakit Tuberkulosis ini dapat di derita siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak. Sekitar 75% terjadi pada kelompok usia yang paling produktif (15-50 tahun). Oleh sebab itu penyakit ini harus ditangani dengan cepat dan penuh perhatian (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data WHO tahun 2016 terdapat 6,3 juta kasus baru tuberkulosis setara dengan 61 % dari perkiraan kejadian 10,4 juta. Terdapat 1,4 juta kematian ditambah 0,4 juta kematian akibat tuberkulosis pada orang yang dengan positif HIV. Menurut WHO dalam Global Tuberculosis Report tahun 2017, sebaran kasus TB pada tahun 2016 banyak terjadi di wilayah Asia Tenggara

(19)

(45%), Afrika (25%), Timur Mediternia (7%), Eropa (3%), dan yang terakhir adalah di wilayah Amerika (3%). Laporan dari WHO juga menyataka bahwa terdapat 30 negara di dunia yang mempunyai status angka TB tertinggi di dunia yang menyumbang 87% dari semua perkiraan kasus insiden di seluruh dunia.

Berdasarkan tingkat insidenya terdapat tujuh negara yang menonjol memiliki kasus insiden TB tertinggi pada tahun 2016 yaitu India, Indonesia, China, Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. Global Tuberculosis Report tahun 2017 juga menyatakan bahwa dari 10,4 juta kasus hanya 6,1 juta yang diobati dan 49% yang berhasil diobati, 95% kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menegah. The Global Plan to End TB (2016-2020) menyatakan bahwa untuk berhasil pengobatan TB di dunia dengan target 90%

treatment succes untuk semua diagnosis TB melalui pelayanan pengobatan yang terjangkau dari cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan TB, gap terbesar di beberapa negara adalah cakupan pengobatan (WHO, 2017).

Indonesia memiliki jumlah kasus TB kedua di dunia setelah India, hal ini terbukti pada temuan kasus seluruh TB Paru pada tahun 2014 sebesar 285.254 kasus, dan jumlah penderita TB Paru BTA (+) yaitu 176.677 kasus atau (61,93%).

Pada tahun 2015 sebesar 330.910 kasus dengan jumlah penderita TB Paru BTA (+) yaitu 188.405 kasus atau (56,93%). Pada tahun 2016 sebanyak 351.893 kasus dengan jumlah penderita TB Paru BTA (+) yaitu 181.711 kasus atau (51,63%).

Provinsi Sumatera Utara termasuk provinsi dengan jumlah kasus nomor lima setelah DKI Jakarta (Kemenkes RI, 2016).

(20)

Jumlah kasus baru di Provinsi Sumatera Utara terbanyak pada kota Medan. Pada tahun 2014 sebanyak 5.814 kasus dimana jumlah penderita TB Paru BTA (+) yaitu 3.047 atau (52,40%). Pada tahun 2015 mengalami peningkatan dengan jumlah kasus yaitu sebanyak 6.581 dengan jumlah penderita TB Paru BTA (+) 3.111 kasus (47,72%) dan tahun 2016 yaitu sebanyak 5.848

kasus dengan jumlah penderita TB Paru BTA (+) yaitu 2.829 kasus (51,40%) (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2017).

Data Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2017, terdapat 5 Puskesmas yang angka keberhasilan pengobatannya di bawah 85% dari 39 Pukesmas.

Puskesmas yang belum mencapai standar angka keberhasilan pengobatan (85%) tersebut adalah Puskesmas Medan Sunggal, Puskesmas Sei Agul, Puskesmas Darussalam, Puskesmas Tuntungan, Puskesmas Medan Area Selatan.

Berdasarkan data Puskesmas Medan Area Selatan tahun 2016 terdapat jumlah suspek TB Paru sebanyak 67 orang dengan BTA positif sebanyak 33 orang penderita TB Paru. Jumlah yang meninggal karena TB Paru sebanyak 1 orang dengan angka kesembuhan yang telah tercapai 66,67% . Pada tahun 2017 terdapat jumlah suspek TB Paru sebanyak 93 orang dengan BTA positif sebanyak 24 orang penderita TB Paru. Jumlah yang meninggal karena TB Paru sebanyak 1 orang dengan angka kesembuhan yang telah tercapai 52%. Sedangkan pada tahun 2018 terdapat jumlah suspek TB Paru sebanyak 135 orang dengan BTA positif 51

orang penderita TB Paru. Jumlah yang meninggal karena TB Paru sebanyak 1 orang dengan angka kesembuhan yang telah dicapai 30%.

(21)

Berdasaran Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2017 mengenai angka keberhasilan pengobatan TB Paru BTA positif di Kota Medan pada tahun 2016 mengalami penurunan sedikit dari tahun sebelumnya mencapai standar yang telah ditetapkan. Pada tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan sebesar 83,62%. Angka keberhasilan pengobatan adalah angka kesembuhan ditambah dengan presentase penderita yang melakukan pengobatan yang lengkap. Target angka keberhasilan pengobatan (success rate) yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis yaitu ≥ 85%.

Keberhasilan pengobatan TB dapat tercapai bila penderita teratur dan patuh dalam mengkomsumsi obat. Waktu pengobatan TB cukup lama sekitar 6-8 bulan sehingga banyak penderita yang putus berobat dan mengakibatkan resisten terhadap obat yang telah dikomsumsi. Penerapan pengawasan minum obat (PMO) juga merupakan strategi untuk menjamin keberhasilan serta kesembuhan penderita (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2017).

Dilihat dari kondisi tersebut, diperlukan adanya upaya program penanggulangan penyakit TB. Sejak tahun 1995, Program Pemberantasan TB telah dilaksanakan secara bertahap di Puskesmas dengan penerapan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcouse) yang direkomendasikan oleh WHO.

Kemudian berkembang seiring dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional (GERDUNAS) TB yang dibentuk oleh pemerintah pada tanggal 24 maret 1999, maka pemberantasan penyakit TB telah berubah menjadi program

penanggulangan TB Paru. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu

(22)

(1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan, (2) Penemuan kasus melalui periksaan dahak mikroskopis yang menjamin

mutunya, (3) Pengobatan yang standard, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien, (4) Sistem pengelolahan dan ketersedian OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang efektif, (5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu

memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program (Kemenkes RI, 2014).

Penerapan strategi DOTS dilakukan untuk menekan penularan penyakit.

Walaupun program penanggulangan TB Nasional telah berhasil mencapai target angka kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan, namun penatalaksaan TB disebagian besar Puskesmas maupun rumah sakit belum sesuai dengan strategi DOTS dan penerapan standar pelayanan berdasarkan Internasional Srandards for Tuberculosis Care (ISTC) (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Medan Area Selatan dengan petugas TB Paru diperoleh informasi bahwa Puskesmas Medan Area Selatan merupakan kategori puskesmas pelaksana mandiri (PPM).

Pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Medan Area Selatan meliputi kegiatan penemuan kasus, investigasi kontak serumah, pengumpulan dahak (sputum) atau fiksasi, ketuk pintu, penyuluhan, pengobatan, dan pemantauan perkembangan penderita TB Paru dalam penanggulangan TB Paru dilaksanakan sesuai dengan DOTS. Alur diagnosis TB Paru yaitu suspek TB Paru yang memiliki gejala batuk berdahak selama kurang lebih dua minggu pemeriksaan kesehatan ke puskesmas, kemudian dilakukan pemeriksaan BTA (+)

(23)

sebanyak tiga kali. Jika dari ketiga hasil pemeriksaan sputum terdapat BTA positif, maka suspek TB Paru dapat dinyatakan sebagai penderita TB Paru.

Penderita TB Paru menjalani pengobatan selama kurang lebih 6 bulan dan membutuhkan seorang PMO (pengawas menelan obat) berasal dari anggota keluarga penderita.

Berdasarkan keterangan dari petugas TB Paru diketahui bahwa Obat Anti Tuberkulosis (OAT) juga selalu tersedia untuk penderita TB di Puskesmas. Setiap

penderita memiliki kartu identitas penderita agar menderita tidak terdaftar juga di fasilitas kesehatan lain. Petugas TB Paru juga melakukan pencatatan yaitu

mulai pencatatan suspek yang diperiksakan dahaknya, kasus BTA positif dan hasil pengobatannya. Puskesmas memiliki 1 petugas TB Paru, 1 orang dokter umum dan 1 petugas laboratorium. Petugas TB Paru dan petugas laboratorium sudah mendapatkan pelatihan.

Berdasarkan keterangan dari petugas TB Paru menyatakan bahwa masih terdapat kendala tenaga kesehatan karena petugas TB Paru selain bekerja di TB Paru bekerja juga di poli. Petugas TB di Puskesmas Medan Area Selatan dalam pelaksanaa program tersebut belum optimal dan masih dijumpai kendala petugas TB Paru lebih banyak melakukan penemuan kasus dengan cara menunggu pasien (suspek TB Paru) datang ke puskesmas dari pada penemuan kasus dengaan cara turun kelapangan. Namun ada alamat penderita di luar kecamatan sehingga petugas TB susah untuk memantau pengobatan penderita TB tersebut dan pengetahuan masyarakat mengenai TB masih kurang dan merasa malu untuk pemeriksaan TB Paru.

(24)

Menurut penelitian Zubaidah (2013), pasien yang kurang mendapatkan pengawas menelan obat (PMO) 1,83 kali berisiko untuk tidak sembuh dibanding dengan pasien yang diawasi dengan baik oleh pengawas menelan obat (PMO).

Penelitian Nasution (2015) mengatakan bahwa faktor penyebab kurang optimalnya pelaksanaan penanggulangan TB Paru adalah kurangnya komitmen politis yang ditandai dengan minimnya dukungan dana dari pemeritah Kota Padangsidimpuan untuk program TB Paru, tidak adanya kerjasama lintas sektor dalam penanggulangan TB Paru, petugas TB Paru belum mendapatkan pelatihan, dari segi sarana dan prasarana sudah cukup memadai, penemuan kasus kebanyakan hanya menunggu dan tidak pernah dilakukan penjaringan suspek secara aktif dan masyarakat tidak kooperatif karena masih banyak penderita tidak membawa kembali pot dahak ke puskesmas.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang bagamana implementasi program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Medan Area Selatan yang dilihat dari sudut pandang penderita TB Paru sebagai klien yang merasakan langsung dampak dari pelaksanaan program penanggulangan TB Paru tersebut.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana ketersediaan masukan (input)

dalam program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Medan Area Selatan,

(2) Bagaimana proses pelaksanaan program penanggulangan TB Paru

(25)

di Puskesmas Medan Area Selatan, (3) Bagaimana Keluaran (ouput) dalam pelaksaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Medan Area Selatan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mendeskripsikan implementasi program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Medan Area Selatan.

Tujuan khusus. Untuk mengetahui bagaimana masukan, proses, serta keluaran dalam sistem dalam pelaksanaan program penanggulanagan TB paru di Pukesmas Medan Area Selatan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah (1) Memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan tentang pelaksanaan program penanggulangan penyakit TB Paru di Puskesmas Medan Area Selatan, (2) Memberikan masukan bagi Puskesmas Medan Area Selatan dalam melaksanakan program penanggulangan TB paru dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita TB Paru, (3) Sebagai gambaran dalam memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat serta dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian berkelanjutan.

(26)

9

Tinjauan Pustaka

Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini terbentuk batuk, mempunyai sifat khususnya yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan

tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2002).

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari

Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Secara umum bakteri ini berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron dan lebar 0,2-0,6 mikron (Kemenkes RI, 2014).

Penularan Tuberkulosis

Tuberkulosis ditularkan dari penderita yang TB BTA positif melalui percikan dahak (droplet). Pada saat batuk atau bersin sehingga menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (Droplet Nuklei/Percik Renik).

Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara yang masuk kedalam saluran pernapasan dan selanjutnya akan menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

(27)

percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 4500-1.000.000 M.tuberculosis (Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016).

Penyebab Tuberkulosis

Tuberkulosis disebabkan oleh berbagai jenis bakteri berbentuk batang (basil) yang tahan terhadap asam sehingga dengan Basil Tahan Asam (BTA).

Basil tuberkel (Mycobacterium tuberculosis) merupakan penyebab utama dari tuberkulosis di seluruh dunia. Tipe basil lainnya yaitu : (1) Mycobacterium africanum yang terdapat di Afrika. Basil ini sering resisten terhadap tiasetazon, (2) Mycobacterim bovis yang terdapat pada ternak di Eropa dan Amerika. Infeksi ini sering diteruskan kepada manusia lewat susu. Infeksi pada manusia oleh basil ini tampaknya tidak terjadi di India atau negara lainnya yang ada di Asia karena banyak negara di asia susu direbus dulu sebelum diminum (Crofton dkk, 2002).

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).

Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2002).

Penentuan Klasifikasi Penyakit dan Tipe Tuberkulosis

Berdasarkan Pedoman Penanggulanagan Tuberkulosis Indonesia, klasifikasi TB dibedakan menjadi: (1) Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi dari Penyakit. Berdasarkan lokasi anatomi penyakit, pasien TB dibedakan mejadi dua yaitu: Tuberkulosis paru dan Tuberkulosisi Ekstra Paru. Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru tidak termasuk Pleura.

(28)

Tuberkulosis paru ditandai dengan adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang ditandai TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru. Sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis, (2) Klasifikasi Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis TB Paru dibedakan menjadi TB Paru BTA positif (+) dan TB Paru BTA negatif (-). Kriteria pasien TB paru dikatakan sebagai BTA (+) apabila minimal terdapat 1 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu

pagi sewaktu) dengan hasil (+) positif. Sedangkan TBA Paru negatif (-) yaitu dengan kriteria semua hasil dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif (-) (Kemenkes RI, 2014).

Tipe Penderita TB Paru

Menurut Kemenkes RI (2014), klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menajadi beberapa tipe pasien, yaitu: (1) Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bualan (4 minggu), (2) Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat mengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur), (3) Pengobatan setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif, (4) Gagal

(29)

(Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan, (5) Pindah (Transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya, (6) Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masin BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Pengobatan

Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Tujuan dalam pengobatan TB adalah penyembuhkan penderita dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kekambuhan TB, menurunkan penularan TB, mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat.

Pengobatan TB terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Pengobatan tahap awal adalah pengobatan diberi setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh penderita dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum penderita baru, harus diberikan selama dua bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga penderita dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).

(30)

Prinsip pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak akurat (jenis,dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap intensif dan lanjutan : (1) Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan, (2) Tahap Lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (Depkes, 2002).

Pencegahan Tuberkulosis

Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB penting untuk mencegah tersebarnya kuman TB. Semua fasilitas kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB. Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi dengan 4 pilar, yaitu:

(31)

Pengendalian manajerial. Pihak manajerial adalah pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dan atau atasan dari institusi terkait. Komitmen, kepimpinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program

PPI TB yang meliputi : (1) Membuat kebijakaan pelaksanaan PPI TB, (2) Membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai alur pasien untuk

semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans, (3) Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif, (4) Memastikan desain dan persyaratan bagunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB, (5) Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB (tenaga, anggaran, sarana, dan prasarana) yang dibutuhkan, (6) Monitoring dan evaluasi, (7) Melakukan kajian di unit terkait penularan TB, (8) Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan organisasi masyarakat terkait PPI TB.

Pengendalian administratif. Adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pajanan kuman TB kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan dengan menyediakan, pegunjung dan lingkungan dengan menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur pelayanan. Upaya ini mencakup: (1) Strategi TEMPO

(Temukan Pasien Secepatnya, Pisahkan Secara Aman, Obat Secara Tepat), (2) Penyuluhan pasien mengenai etika batuk, (3) Penyediaan tisu dan masker,

tempat pembuangan tisu serta pembuangan dahak yang benar, (4) Pemasangan

poster, spanduk dan bahan untuk Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), (5) Skirining bagi petugas yang merawat pasien TB.

(32)

Pengendalian lingkungan. Adalah upaya peningkatan dan peraturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/menurunkan kadar percik renik di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik ke arah tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai permisida.

Pengendalian dengan alat perlindungan diri. Penggunaan alat perlindungan diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan. Petugas kesehatan menggunakan respirator dan pasien menggunakan masker bedah. Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama pasien TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu menggunakan respirator tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet (Kemenkes, 2014).

Pengawasan Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis

PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita TB dalam meminum obatnya secara teratur dan tuntas.

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. Pilihan tempat pemberian pengobatan disepakati bersama penderita agar dapat

(33)

memberikan kenyamanan. Penderita bisa memilih datang ke faskes terdekat dengan tempat tinggal penderita atau PMO datang berkunjung ke rumah penderita. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan (Kemenkes RI, 2014).

Tujuan pengobatan penderita TB adalah penyembuhan secara individual dan mengurangi terjadi transmisi penularan Mycobacterium tuberculosis pada orang lain, kemudian kesuksesan pengobatan penderita TB bermanfaat bagi pasien secara pribadi dan masyarakat pada umumnya (Nizar, 2010).

Persyaratan yang menjadi PMO adalah seseorang yag dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, seseorang yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu pederita dengan sukarela, dan bersedia dilatih dan mendapatkan pentuluhan bersama-sama dengan penderita (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Kemenkes RI Tahun 2014 ada beberapa tugas seorang PMO:

(1) Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, (2) Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur, (3) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, (4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

(34)

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerja (Permenkes RI No.75 tahun 2014).

Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan

Upaya Kesehatan Masyarakat disingkat UKM adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok dan masyarakat (Pemenkes RI No 75 tahun 2014). Upaya Kesehatan Perorangan yang di singkat menjadi UKP adalah salah satu kegiatan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pengurangan penderita akibat penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan (Permenkes No.

75 tahun 2014).

Puskesmas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru

Menurut Kemenkes RI Tahun 2014, KPP atau Kelompok Puskesmas Pelaksana dibagi menjadi tiga kelompok sebagai upaya penanggulangan tuberkulosis yaitu : (1) Puskesmas Satelit (PS) Puskesmas Satelit adalah puskesmas yang tidak memiliki laboratorium sendiri. Puskesmas ini hanya melakukan mengambilan dahak, pembuatan sediaan sampai fiksasi dahak.

Kemudian sediaan dahak dikirim ke Puskesmas Rujukan Mikroskopis. Kebutuhan

minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari satu dokter dan satu petugas TB, (2) Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) Puskesmas Rujukan Mikroskopis

adalah puskesmas yang sudah memiliki laboratorium sendiri. Puskesmas ini biasanya dikelilingi oleh lima puskesmas satelit. Fungsi dari PRM adalah

(35)

puskesmas rujukan dalam periksaan slide sediaan dahak dan pelaksana periksaan dahak. Kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih dari satu dokter, satu petugas TB, dan satu tenaga laboratorium, (3) Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) Puskesmas Pelaksana Mandiri berfungsi seperti puskesmas rujukan mikroskopis, hanya saja pada puskesmas ini tidak bekerja sama dengan puskesmas satelit.

Kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari satu dokter, satu petugas TB, dan satu tenaga laboratorium.

Tujuan Program Penanggulangan TB Paru

Tujuan program penanggulangan TB adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pecapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meingkatkan derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

Program Penanggulangan Tuberkulosis

Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tiggi. WHO menyatakan strategi DOTS merupupakan strategi kesehatan yang paling cost effective. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu: (1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana, (2) Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (3) Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh PMO, (4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin (5) Pencacatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC (Depkes, 2002).

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai

(36)

penularan TB dan dengan menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Kemenkes RI, 2014).

Kebijakan Pengendalian TB

Menurut Kemenkes RI Tahun 2014 kebijakan penanggulangan TB Paru terdiri dari: (1) Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana, dan prasarana), (2) Pengendalian TB dilaksanaakan dengan menggunakan dengan strategi DOTS sebagai kerangka dasar dan memperhatikan starategi global untuk mengendalikan TB, (3) UU Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program pengendalian, (4) Penguatan pengendalian TB dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB resisten obat, (5) Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilatas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL), meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat

(BB/BKPM), Klinik Pengobatan serta Dokter Prektek Mandiri (DPM), (6) Pengobatan untuk TB tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP. Pengobatan TB

dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat ditatalaksanakan di FKTP akan

(37)

dilakukan di FKRTL dengan mekanisme rujuk balik apabila faktor penyulit telah dapat ditangani, (7) Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dengan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB (Gerdunas TB), (8) Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan rujukan untuk peningkatan mutu dan akses pelayanan, (9) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara cuma-cuma dan dikelolah dengan

manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya, (10) Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk

meningkatkan dan mempertahankan kinerja program, (11) Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan lainnya terhadap TB, (12) Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya, (13) Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi global pengendalian TB

Kegiatan Program TB Paru

Kegiatan program penanggulangan TB Paru mencakup berbagai kegiatan guna menurunkan jumlah penderita dan kematian akibat penyakit. Imunisasi BCG

adalah salah satu program yang bertujuan mencegah terjadinya tuberkulosis,

atau setidaknya mencegah timbulnya tuberkulosis berat yang dapat mematikan (Aditama, 2002).

Kegiatan program TB Paru, yaitu antara lain: (1) Penemuan dan diagnosis penderita. Penemuan dan diagnosis tersebut meliputi penemuan klasifikasi penyakit dan tipe tuberkulosis, Pemeriksaan dahak sacara mikroskopis langsung

(38)

dan pengobatan penderita dan pengawasan pengobatan, (2) Cross check sediaan dahak, (3) Pencatatan dan pelaporan, (4) Penyuluhan tuberkulosis, (5) Supervisi,

(6) Monitoring dan evaluasi, (7) Perencanaan, (8) Pengelolahan logistik, dan (9) Pelatihan (Depkes, 2002).

Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis TB paru. Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis.Periksaan bakteriologis yang dimaksud adalah periksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan 4 hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak- tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB (Kemenkes RI, 2014).

Pada sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu - Pagi - Sewaktu). Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif (Kemenkes RI, 2014).

Diagnosis TB ekstra paru. Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB nyeri dada pada pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta

(39)

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena (Kemenkes RI, 2014)

Gambar 1. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Kemenkes 2014).

Batuk Berdahak 2 Minggu

Pemeriksaan Klinis SPS

(---)

Tidak Bisa Dirujuk

Terapi AB Non OAT

Perbaikan Rujukan ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut

(+++) (-++) (--+)

Tidak Ada perbaikan

Pemeriksaan Klinis Ulang SPS

(---) (+++)

(-++) (-+-) Pemeriksaan Tes

cepat/biakan

Foto Toraks tidak Mendukung TB Foto Toraks Mendukung

TB Pertimbangan Dokter

M tb (+) Resisten M tbl (+) Rif

sensitif

BUKAN TB Observasi

Rujuk ke Faskes Rujuk TB MDR TB

Pengobatan TB Sesuai Pedoman Nasional

KOLABORASI KEGIATAN TB HIV

TIPK

HIV (+)

BUKAN TB

M tb (+) Resisten

(40)

Penemuan Kasus Tuberkulosis

Penemuan penderitaan TB dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara pasif dan aktif. Penemuan penderitaan TB secara pasif merupakan penjaringan terhadap terduga penderita TB yang hanya dilakukan apabila datang ke unit pelayanan kesehatan.Sedangkan penemuan penderita TB secara aktif merupakan penjaringan terhadap terduga penemuan TB paru yang mengunjungi rumah yang dianggap sebagai tertunda TB paru.

Strategi dalam menemukan penderita TB paru menurut Kemenkes RI (2014), antara lain: (1) Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada

kelompok populasi terdampak TB dan populasi rentan (keluarga penderita TB paru atau orang yang kontak dengan penderita TB paru, lapas/rutan, tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh dan lain-lain), (2) Upaya penemuan

secara intensif harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, (3) Penjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan dengan

dukungan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat, (4) Melibatkan semua fasilitas kesehatan untuk mempercepat penemuan dan

mengurangi keterlambatan pengobatan, (5) Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap: Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB seperti pada

pasien dengan HIV, DM, dan malnutrisi, kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang berisiko tinggi terjadi penularan TB, seperti lapas/rutan,

tempat penampungan pengungsian, daerah kumuh dan lain-lain, anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB, kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resisten obat, (6) Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi

(41)

pasien dengan dan gejala yang sama dengan gejala TB, (7) Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring orang yang memiliki gejala batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk yang diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dengan meriang lebih dari satu bulan (Kemenkes RI, 2014).

Pemeriksaan Dahak Secara Mikroskopis

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 contoh uji untuk dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

(1) S (Sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada saat pulang, terduga pasien

membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua, (2) P (Pagi) : dahak ditampung di rumah pada hari kedua, segera setelah bangun

tidur. Pot dibawah dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan, (3) S (Sewaktu) : dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Kemenkes RI, 2014).

Diagnosis pasti TBC melalui periksaan kultur atau biakan dahak.

Periksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis langsung nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah dan hampir semua unit laboratorium dapat

(42)

melaksanakan. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis bersifat spesifik dan cukup sensitif. Tujuan periksaan dahak yaitu 1) menegakkan diagnosis dan menentukan klasifikasi/tipe, 2) menilai kmajuan pengobatan, dan 3) menentukan tingkat penularan (Depkes, 2002).

Penyuluhan Tuberkurlosis

Penyuluhan TB paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media. Penyuluhan langsung bisa dilakukan perongan dan masyarakat. Sementara penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak (leaflet, postes, atau

spanduk) dan media, dalam berupa (media cetak dan media elektronik) (Depkes, 2002).

Penyuluhan TBC perlu dilakukan karena masalah TBC banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku manusia. Tujuan penyuluahan adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TBC (Depkes, 2002).

Strategi DOTS

Strategi DOTS merupakan pengobatan dengan pasien OAT yang telah ditentukan selama minimal enam bulan. Strategi ini merupakan strategi komprehensif yang dilakukan diseluruh pelayanan kesehatan primer untuk

mendeteksi dan penyembuhan TB dengan harapan menurunkan insiden TB di masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

(43)

Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dengan keharusan setiap pengelolahan program TB untuk memberi perhatian (direct attention) dalam usaha menemukan penderita dengan pemeriksaan

mikroskopis. Setiap penderita harus diobservasi (observed) dalam menelan obat dimana setiap obat yang ditelan penderita harus didepan seorang pengawas. Setiap penderita harus menerima pengobatan (treatment) yang tertera dalam sistem pengelolaan, dan distribusi penyediaan obat agar setiap daerahnya tersedia obat yang cukup. Kemudian setiap penderita harus mendapatkan obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek (shortcourse) yang terstandart dan terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan TB mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan (Aditama, 2002).

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016 Strategi DOTS merupakan strategi penggulangan TB Nasional yang telah direkomendasi oleh WHO pada tahun 1995. Pada tahun 2000 secara bertahan strategi DOTS mulai dikembangkan di seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Dengan strategi DOTS diharapkan adanya keberhasilan program dimana angka keberhasilan pengobatan yang ditargetkan minimal 85%.

(44)

Menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2014 ada lima kompenen dalam strategi DOTS yaitu: (1) Komitmen politis dari pemerintah secara umum dibangun di atas kesadaran tentang besarnya masalah TB dan pengetahuan tentang program penanggulangan TB yang telah terbukti ampuh. Komitmen itu dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan TB sebagai prioritas utama dalam program kesehatan. Komitmen politik juga harus membuat suatu program nasional yang menyeluruh dukungan pendanaan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat, (2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis ini terutama dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan.

Pendekatan itu disebut passive case finding. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan radiografi dengan kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di masyarakat, (3) Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diawasi langsung oleh Pengawasan Minum Obat (PMO), penderita diawasi secara langsung ketika menelan obat, yang dapat mengawasi penderita itu dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, keluarga atau tetangga penderita. Obat yang diberikan harus sesuai standar yang diberikan secara gratis pada seluruh penderita TB yang menular dan kambuh. Pengobatan TB memakan waktu 6 bulan. Setelah makan obat 2 atau 3 bulan tidak jarang keluhan penderita menghilang, sehingga

banyak penderita merasa sudah sehat dan menghentikan pengobatan, (4) Kesinambungan persediaan OAT. Jaminan tersedianya obat secara teratur,

menyeluruh dan tepat waktu. Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan

(45)

dan pemeliharaan stok obat pada berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencacatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik. Seperti jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang di tangani dalam waktu lalu, (5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru. Setiap penderita TB yang diobati harus mempunyai satu kartu identitas penderita yang kemudian tercatat di catatan TB di kabupaten/kota. Kemanapun penderita pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama, sehingga dapat melanjutkan pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka berpikir Input

1. Tenaga Kesehatan 2. Pendanaan

3. Sarana dan Prasana

Proses:

1. Komitmen Politis

2. Diagnosis TB Paru

3. Pemberian OAT diawasi secara langsung

4. Kesinambungan persediaan OAT 5. Pencatatan dan

pelaporan

Output:

Pelayanan dan Keberhasilan Program

Penanggulangan TB Paru

(46)

29 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawacara mendalam terhadap informan agar diketahui secara jelas dan lebih mendalam

tentang implementasi program penanggulangan TB Paru dengan stategi DOTS di Puskesmas Medan Area Selatan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Area Selatan di Jl. Medan Area Selatan No. 1000 Kecamatan Medan Area Selatan dengan pertimbangan yaitu: (1) Puskesmas Medan Area Selatan memiliki angka penemuan kasus sebanyak kasus TB Paru pada tahun 2018 sebanyak 135 suspek dengan BTA positif sebanyak 51 orang yang meninggal 1 orang dengan angka keberhasilan pengobatan TB Paru yang masih rendah sebesar 30% atau belum

mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu minimal 85%, (2) Puskesmas Medan Area Selatan merupakan Puskesmas di Kota Medan yang

telah menerapkan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS dan mempunyai tenaga kesehatan yang terlatih.

Waktu penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada April 2019 sampai Oktober 2019.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari Pegawai bidang seksi pengendalian dan pemberantasan penyakit Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Medan Area Selatan, Petugas TB Paru Puskesmas Medan Area Selatan, Petugas

Laboratorium, 1 Penderita TB Paru yang tidak sembuh lebih dari 6 bulan,

(47)

sembuh 6 bulan, 1 PMO Penderita TB Paru sembuh 6 bulan dan 1 Kader Kesehatan.

Definisi Konsep

Masukan (input). adalah segala sesuatu yang mendukung dan dibutuhkan dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru agar dapat berjalan dengan baik, meliputi: tenaga kesehatan, pendanaan, sarana dan prasarana, (1) Tenaga kesehatan adalah petugas kesehatan yang terlibat dalam Penanggulangan TB paru dan telah mendapatkan pelatihan dalam penanggulangan TB paru, (2) Pendanaan adalah sumber dana yang diperlukan dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru, (3) Sarana dan prasana termasuk di dalamnya yaitu alat transportasi, pot dahak, kaca sediaan, regensia, dan AOT untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan TB paru.

Proses (process). adalah pelaksanaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: komitmen politis, Diagnosis TB Paru, Pemberian OAT diawasi secara lanagsung, Kesinambungan persediaan OAT, Pencatatan dan pelaporan, (1) Komitmen politis adalah keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas penting atau utama dalam program kesehatannya termasuk dukungan dana, (2) Diagnosis TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis ini terutama dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas kesehatan pendekatan ini disebut passive case finding, (3) Pemberian OAT diawasi secara lanagsung oleh PMO secara langsung ketika menelan obat, (4) Kesinambungan persediaan OAT yaitu jaminan

(48)

pelaporan untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi.

Keluaran (output). adalah hasil dari pelaksanaan program penanggulangan TB Paru, diharapkan tercapainya keberhasilan program penanggulangan TB paru (angka penemuan kasus dan angka keberhasilan pengobatan penderita TB paru meningkat).

Metode Pengumpulan Data

Wawancara. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

wawancara semiterstruktur untuk menemukan permasalahan secara lebih

terbuka dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur (Sugiyono, 2016).

Observasi. Yaitu suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat (Notoatmodjo, 2012). Observasi disini yaitu mengamati bagaimana penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Medan Area Selatan.

Instrumen pengambilan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, pedoman wawancara, dan alat perekam suara.

Metode Analisa Data

Menurut (Sugiyono, 2016) yang mengutip metode Miles dan Huberman, analisa dan kualitatif terdiri dari alur kegiatan, yaitu:

Reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, mempokuskan pada hai-hal yaang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

(49)

selanjutnya, dan mencari bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer, dengan memberika kode pada aspek-aspek tertentu.

Penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Selanjutnya disarankan, dalam melakukan penyajian data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network, dan chart.

Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifiksi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang- remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

(50)

33

Hasil dan Pembahasan

Letak Geografis

Puskesmas Medan Area Selatan berada di Jalan Medan Area Selatan No. 1000 Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Secara geografis luas wilayah

kerja Puskesmas Medan Area Selatan yaitu 150,23 Ha yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara Sei Kera Hulu, sebelah Selatan Pusat Pasar Medan, sebelah Barat Jl. A. R. Hakim, sebelah Timur Jl. Thamrin.

Demografi

Berdasarkan Profil Puskesmas Medan Area Selatan Tahun 2018, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Meda Area Selatan adalah sebesar 29.274 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 8.328 KK. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1

Jumlah Penduduk dan Jumlah KK di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Area Selatan Tahun 2018.

Kelurahan Jumlah KK Jumlah Penduduk

SukaRamai I 2.617 8.658

Suka Ramai II 1.665 6.661

Sei Rengas II 1.473 5.142

Pandau Hulu II 2.573 8.813

Total 8.328 29.274

Sumber: Profil Puskesmas Medan Area Selatan Tahun 2018

Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Area Selatan

Tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Medan Area Selatan yaitu sebanyak 32 orang. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut.

Gambar

Gambar 1.  Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa  Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Kemenkes 2014)
Gambar 2.  Kerangka berpikir Input 1. Tenaga Kesehatan 2. Pendanaan 3. Sarana dan                    Prasana  Proses:  1
Gambar 4. Penulis Bersama dengan Staf Pengendalian dan Pemberantasan  Penyakit Dinas Kesehatan Kota Medan
Gambar 5. Penulis Bersama dengan Petugas TB Paru
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Simulasi Ujian Nasional Bidang Keahlian Busana Butik SMK Diponegoro Depok telah memenuhi standar nasional..

22 DESI YURI LANATAMA AKUNTANSI PAGI BAIK SEKALI LULUS 23 AYUNG ADUMA DEVANATA MANAJEMEN MALAM BAIK SEKALI LULUS 24 MUHAMAD SYAIFUDIN MANAJEMEN MALAM BAIK SEKALI LULUS 25

Berdasarkan hasil seleksi tes masuk calon mahasiswa baru gelombang I Tahun Akademik 2015/2016 yang diselenggarakan tanggal 27 Juni 2015 di Aula Kampus STIE Kesuma Negara

Yet when practical reasoning is constrained by liberal procedures the public sphere and account- ability relationships fail to provide a role for the state in developing a politics

It i ndicated that students’ vocabulary achievement and reading comprehension is classified into Average to Good, it can be seen from comparison between the score of

[r]

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur Yogyakarta, mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa tahap I untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012,

Akibat dari konteks dominasi budaya dalam diskursus ilmu sosial, pengetahuan yang dihasilkan melalui analisis wacana, selalu debatable (bisa diperdebatkan) dan