• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENDIDIKAN FORMAL DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI SMA YP-PGRI 2 MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERAN PENDIDIKAN FORMAL DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI SMA YP-PGRI 2 MAKASSAR"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERAN PENDIDIKAN FORMAL DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI SMA YP-PGRI 2

MAKASSAR

Disusun oleh DIONISIUS EDISON

45 13 022 021

JURUSAN ILMU SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(2)
(3)

iii ABSTRAK

Dionisius Edison

, 2019. Peran Pendidikan Formal dalam Mengatasi Kenakalan Siswa di SMA YP-PGRI 2 Makassar. Skripsi. Dibimbing oleh Syamsul Bahri dan Andi Bruchanuddin.

Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kenakalan siswa, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan dan paya sekolah dalam menanggulangi kenakalan pada siswa SMA YP-PGRI 2 Makassar.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuatkesimpulan yang lebih luas. Penelitian ini berlokasi di SMU PGRI Kota Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di SMA YP-PGRI 2. Sampel penelitian ini adalah siswa dan guru di SMA YP-PGRI 2. Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dokumentasi, wawancara dan observasi.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa kebijakan sekolah dalam rangka mengatasi kenakalan siswa di bagi menjadi tiga upaya yaitu kuratif, represif dan preventif. Adapun kebijakan yang telah di terapkan SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar dalam mengatasi kenakalan siswa yaitu: peraturan sekolah yang bersifat tegas, pembatasan jam siswa berada di lingkungan sekolah maksimal jam 16.00, pengembalian siswa kepada orang tua, pengembangan pendidikan karakter, pengembangan pendidikan spiritual, layanan Bimbingan Konseling, menciptakan situasi sekolah yang kondusif dan pengubahan budaya melalui kegiatan positif.

Kata Kunci: Peran pendidikan formal, kenakalan siswa

(4)

iv ABSTRACT

Dionisius Edison

, 2019. Formal Education Role to Solve the Students Delinquency in Senior High School YP- PGRI 2 Makassar. Essay. Supervised by Syamsul Bahri and Andi Bruchanuddin.

The aim of the research was to find out student delinquency, factors that cause school delinquency and delinquency to solved the delinquency in Senior High School YP-PGRI 2 Makassar.

This study used qualitative methods with descriptive analysis. The writer used this method to review or analyzed research results is not used to make broader conclusions. This research was located at Senior High School YP-PGRI 2 Makassar. The population was students at YP-PGRI 2 Makassar. The sample of this study was students and teachers at Senior High School YP-PGRI 2 Makassar.

The writer collected data used documentation, interviews and observations.

The results of this study show that school policies in order to solved the juvenile delinquency divided into three efforts, namely curative, repressive and preventive. Based on the policy that has been implemented Senior High School YP-PGRI 2 Makassar to solved juvenile delinquency, namely: school regulations, ask students to get stuck at the school environment around 16.00, help students for parents, develop character education, develop spiritual education, counseling guidance services, creating a conducive school and changing culture through positive activities.

Keywords: Formal education role, students delinquency

(5)

v KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan manusia sebaik -baiknya bentuk dan keajaiban, untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Atas petunjuk dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Peran Pendidikan Formal dalam Mengatasi Kenakalan Siswa di SMA YP-PGRI 2 Makassar. Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa Makassar. Penulisan Skripsi ini tidak akan berhasil dan jauh dari sempurna tanpa adanya kerjasama dari pihak lain. Oleh karena itu penulis patut mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Saleh Pallu, M. Eng selaku Rektor Universitas Bosawa Makassar

2. Arif Wicaksono, SIP,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa Makassar.

3. Dr. Hj. Asmirah, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Sosiologi.

4. Dr. Syamsu Bahri, S.Sos.,M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

5. A. Bruchanuddin, S.Sos.,M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran, sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan.

6. Para Dosen pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa Makassar yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh Pendidikan.

7. Kepada teman-teman yang selalu bekerjasama selama proses penyusunan skripsi yang telah banyak memberikan pengalaman kepada penulis tentang indahnya arti sebuah kebersamaan.

(6)

vi 8. Ayahanda dan Ibunda dan saudara tercinta atas dorongan, kasih sayang,

kesabarannya dan pengorbanannya baik dalam hal spriritual maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan Pendidikan. .

9. Serta semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Semoga amal baik akan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Makassar, Oktober 2020

Penulis

Dionisuis Edison

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Landasan Teori ... 7

B. Kerangka Konseptual ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

C. Subyek Penelitian ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Hasil Penelitian ... 37

B. Pembahasan ... 72

(8)

viii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81 A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

ix DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian ... 85 2. Dokumentasi Lapangan ... 86 3. Instrumen Wawancara ... 87

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kenakalan di kota-kota besar di Indonesia cenderung meningkat baik sisi kuantitas maupun kualitasnya Bahkan masalah kenakalan siswa dewasa ini sudah merambah ke kota-kota hingga pelosok pedesaan. Hal ini dapat diamati dari pemberitaan media cetak surat kabar, majalah dan media layar kaca perkelahian antar pelajar, kebut-kebutan dengan berkendaraan sepeda motor di jalan raya, suka bolos/tidak mengikuti pelajaran di sekolah dan berbagai kenakalan lainnya.

Kecenderungan meningkatnya kenakalan siswa baik segi kualitas maupun kuantitas menimbulkan kekhawatiran banyak pihak baik masyarakat, pemerintah terlebih di kalangan orang tua,kenakalan siswa di masa sekarang ini sudah semakin membahayakan, seperti pelecehan seksual, perampasan, penggunaan obat-obat terlarang kerap terjadi di mana-mana. Kenakalan siswa tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Contoh yang sangat sederhana dalam hal in antara lain, pencurian oleh siswa, perkelahian di kalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di

`jalan yang pelakunya anak siswa.

Demikian juga sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudaranya, atau perbuatan -perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan coret coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya.

Melihat fenomena bentuk dan jenis kenakalan siswa tersebut cenderung mengarah

(11)

2 pada tindakan kriminal yang akhirnya berhadapan dengan aparat penegak hukum.

Kenakalan siswa bukan hanya dilihat dari perbuatannya yang melawan hukum semata akan tetapi juga termasuk di dalamnya perbuatan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat. Kenakalan siswa yang mengarah pada terganggunya keamanan, ketertiban dan ketenteraman masyarakat tentu akan meresahkan masyarakat.

Perbuatan perkelahian antar pelajar dan suka bolossekolah tentu merugikan dirinya atau pelajar bersangkutan, yakni proses studinyamenjadi terhambat, bahkan pengenaan sanksi dari sekolah atas perbuatan yang dilakukannya. Kondisi ini tentu menimbulkan kecemasan dan keresahan di kalangan orang tua siswa/pelajar.

Masalah kenakalan siswa, khususnya siswa usia sekolah atau siswa yang sedang duduk di bangku sekolah bukan saja meresahkan orang tua dan masyarakat, namun juga meresahkan para guru di sekolah. Kenakalan siswa bukan saja hanya sekedar masalah orang tua dan masyarakat semata. Namun juga merupakan masalah bagi sekolah, karena sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan termasuk di dalamnya karakter seorang siswa. Jika diamati amanat Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lembaga pendidikan sekolah memang merupakan wahana bagi pendidikan karakter.

Pendidikan karakter hanya mungkin terwujud, jika setiap pendidikan dan tenaga kependidikan di lembaga sekolah tersebut.menyadar ipentingnya pendidikan karakter dalam mencapai tujuan utuh pendidikan. Tanpa kesadaran itu, pendidikan karakter hanya akan tersampaikan sebagai pengetahuan, yang tidak menyentuh

(12)

3 nurani siswa. Dengan tidak tersentuhnya nurani atau moral siswa secara baik, tentu saja memungkinkan munculnya sikap dan perilaku yang tidak diinginkan.

Tidak tersentuhnya hati nurani atau moral siswa ini memunculkan berbagai keluhan terhadap sekolah ada beberapa alasan yang menyebabkan siswa mengeluh mengenai sekolahnya. Banyak keluhan mengenai sekolah itu mencerminkan perjuangan yang normal pada masa anak-anak.Berikut ini ada beberapa sebab mengapa siswa mengeluh mengenai sekolah, karena siswa mengalami kesulitan dalam membina hubungan baik dengan guru mata pelajaran, aturan sekolah, atau perlakuan yang tidak adil.Kadang-kadang sekolah juga penyebab dari timbulnya kenakalan siswa.Hal ini mungkin bersumber dari guru, fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku.Kekompakan guru dan suasana interaksi antara guru dan murid perlu menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, masalah kenakalan siswa perlu perhatian dan penanganan secara nyata melalui kerjasama semua pihak antara lain orang tua siswa, guru atau sekolah dan masyarakat. Dengan demikian semua pihak tidak bisa tidak ikut bertanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut.

Kenakalan yang dilakukan siswa,menurut Hartinah(2008:151), kenakalan menunjuk pada perilaku yang berupa penyimpangan atau pelanggaran pada norma yang berlaku. Ditinjau dari segi hukum, kenakalan merupakan pelanggaran terhadap hukum yang belum bisa dikenai hukum pidana sehubungan dengan usianya. Lebih lanjut Hartinah (2008:151) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang pada siswa pada umumnya merupakan “kegagalan system control diri” terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan-dorongan. Impuls-impuls dorongan primitive dan sentiment tersebut disalurkan lewat perilaku kejahatan,

(13)

4 kekerasan agresi dan sebagainya, yang dianggap mengandung “nilai lebih” oleh kelompok siswa tersebut.Siswa merupakan fase dalam tentang kehidupan manusia juga merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Secara psikologis masa siswa adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir siswa ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Oleh karena itu, masalah kenakalan siswa khususnya di kalangan pelajar perlu mendapat perhatian dan penanganan secara professional serta berkelanjutan antara lain oleh guru, sekolah dan orang tua siswa.

Hal ini mengingat semakin majunya dunia terlebih pada era globalisasi dewasa ini, semakin banyak godaan dan tuntutan kehidupan yang cenderung mendorong sikap mental serta perilaku menyimpang setiap individu.Untuk menanggulangi dan mencegah munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan di kalangan siswa, maka perlu upaya pembinaan terhadap siswa secara terintegrasi antara sekolah dengan orang tua siswa, dan masyarakat. Pembinaan ini dapat efektif dan efisien, jika dilakukan dengan tindakan konkrit oleh sekolah secara formal dalam bentuk program yang berkelanjutan baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa. Alasan atau dasar pertimbangan perlunya upaya pembinaan terhadap siswa, karena ditinjau dari segi usia dimana siswa adalah tergolong siswa pada usia antara 13

(14)

5 tahun sampai 16 tahun yang menunjuk pada rentang usia peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, saat siswa duduk di bangku Sekolah Menengah Umum dan masa transisi persiapan untuk melanjutkan pendidikan berikutnya.

Pada masa transisi usia ini pada umumya banyak mengalami kesulitan dalam kehidupannya. siswa pada usia ini belum sanggup berperan sebagai orang dewasa, tetapi tingkah lakunya kerap meniru orang dewasa, seperti merokok, meminum minuman keras beralkohol, kluyuran di malam hari, berkelahi, berkelakuan melanggar susila. Tingkah laku yang cenderung mengarah pada tindakan negatif ini tentu perlu mendpat perhatian semua pihak secara dini. Jika dibiarkan lambat laun tingkah laku yang negatif itu menjadi suatu kebiasaan, yang pada akhirnya akan terbawa dan mewarnai pola tingkah lakunya hingga dewasa.

Di samping itu juga akan merusak moral siswa itu sendiri dan berimbas terutama pada siswa yang lain.

Bertolak dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian secara mendalam melalui penelitian dengan judul: “Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di SMA YP-PGRI 2 Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk kenakalan siswa pada SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kenakalan siswa di SMA YP- PGRI 2 Kota Makassar?

(15)

6 3. Bagaimana upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMA

YP-PGRI 2 Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jawaban terhadap masalah yang akan di kaji dalam penelitian. Sesuai dengan permasalahan yang telah di rumuskan maka tujuan dari penelitian ini :

a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kenakalan siswa yang ada di SMA YP- PGRI 2 Kota Makassar.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada siswa di SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar

c. Mempelajari bagaimana upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan pada siswa SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Untuk memberikan masukan kepada siswa agar tidak melakukan kenakala siswa sehingga dapat menghargai proses pendidikan yang ada di SMA YP- PGRI 2 Kota Makassar.

b. Memberikan pengetahuan kepada peneliti dan siswa sehingga dapat menghindari dampak dari kenakalan siswa.

c. Mengetahui upaya sekolah dalam mengatasi kenakalan siswa sehingga siswa dapat menghidari tindakan kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar serta di lingkungan sekolah SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar.

(16)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

Bagian ini merupakan ulasan atau kajian terhadap teori/pengetahuan yang telah ada dan relevan dengan rumusan masalah penelitian ini, untuk memberikan landasan rasional tentang mengapa penelitian ini perlu dilakukan dalam kaitannya dengan kerangka pengetahuan. Selain itu dengan melakukan kajian teori atau pengetahuan yang relevan dapat membantu peneliti mengenali dengan jelas pokok masalah yang diteliti, dan memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian dengan baik.Sehubungan hal itu kajian teori atau pengetahuan mengenai kenakalan siswa dalam kaitannya dengan penelitian ini dibatasi pada kajian, yaitu:

(1) pengertian kenakalan siswa (siswa), (2) bentuk-bentuk kenakalan siswa, (3) faktor-faktor penyebab kenakalan siswa, dan (4) upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa.

1. Kenakalan Siswa

Sebelum membahas tentang kenakalan siswa, sebagai langkah awal perlu memahami terlebih dahulu tentang pengertian siswa itu sendiri, karena berbicara tentang masalah kenakalan siswa berarti tidak terlepas dari masalah kenakalan siswa pada umumnya. Untuk memahami tentang pengertian siswa dimaksud, ada beberapa pandangan yang dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan sebagaimana di uraikan berikut ini

(17)

8 a. Pengertian Siswa

Setiap manusia atau individu dalam perkembangannya tentu mengalami nifas dengan 21 tahun bagi wanita, dan 13tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia siswa tersebut dapat di bagi menjadi dua bagian ,yaitu usia 12/13 sampai dengan 17/18 tahun adalah siswaawal,dan usia17/18 tahun sampai 21/22 tahun, yaitu siswa akhir. Sementara itu, Prastuti(1997:1) mengemukakan

“siswa merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa”. Selanjutnya, menurut pandangan Piaget(dalam Al-Mighwar, 2006:56) “Secara psikologis masa siswa adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua,melainkan berada dalam tingkatan yang sama,sekurang kurangnya dalam masalah hak Transformual yang khas dar icara berpikir siswa ini memungkinkan auntuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini”. Gunarsa (1986:203) mengemukakan “Siswa merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa, yakni antara 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian siswa,menunjukkanke masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya. Masa siswa mulai saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni umur 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada wanita dan pada laki-laki lebih tua sedikit”.

Pandangan lain dikemukakan oleh Daradjat (dalam Willis, 2005:23) sebagai berikut:

“Siswa adalah usia transisi. Seseorang individu telah meninggalkan usia kanak- kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia

(18)

9 yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat, banyaknya masa transisi ini tergantung kepada keadaan dan tingkat social masyarakat dim ana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia siswa, karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya”.

Dari pandangan mengenai batasan atau definsi “siswa” tersebut, bahwa istilah “siswa” merupakan masa perkembangan seseorang yang menunjuk pada rentang usia peralihan atau masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Jika berdasarkan bentuk perkembangan dan pola perilaku yang tampak khas bagi usia-usia tertentu, menurut Hurlock (dalam Mighwar, 2006:60), masa siswa dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni masa siswa awal, dan masa siswa akhir. Masa siswa awal adalah dalam rentangan usia 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun. Sedangkan masa siswa akhir adalah dalam rentangan usia 17 tahun sampai 21 tahun. Berdasarkan rentangan usia yang dikemukakan Hurlock tersebut, tampak bahwa usia 17 tahun merupakan garis pemisah antara awal masa siswa dan akhir masa siswa. Pada umumnya di Indonesia, siswa pada usia antara 13 tahun sampai 16 tahun adalah saat siswa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan masa transisi persiapan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada usia ini, siswa yang duduk di bangku sekolah (SMP/SMA) disebut sebagai pelajar atau siswa.

b. Pengertian Kenakalan Siswa (Siswa)

Ada berbagai pengertian kenakalan siswa menurut pandangan berbagai ahli. Kenakalan siswa ditinjau dari sudut etimologis berasal dari kata juvenile delinquency (bahasa Latin).Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, artinya

(19)

10 anak-anak, anak muda. Sedangkan delinquency berasal dari bahasa Latin delinquere,yang berarti terabaikan, mengabaikan yang kemudian artinya diperluas menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror, tidak dapat dipebaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.

Dari jabaran pengertian secara etimologis maka yang dimaksud dengan juvenile delinquent adalah kejahatan anak. Namun pengertian tersebut dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya,sehingga pengertian secara etimologis tersebut telah mengalami pergeseran akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnya yaitu nilai kejahatan (delinquent) menjadi kenakalan.

Pandangan lain tentang juvenile delinquent dikatakan oleh Sudarsono (1991:86) bahwa suatu perbuatan tergolong kenakalan siswa, jika perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan melanggar norma- norma agama yang dilakukan oleh objek yang masih berusia siswa yang menurut sebagian psikolog umur 11-18 tahun, maka perbuatan tersebut cukup alasan untuk disebut kenakalan siswa (juvenile delinquency).

Sementara Asiyah (1996:24) menyimpulkan bahwa kenakalan siswa adalah perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma baik norma sosial, norman hukum, norma kelompok, mengganggu ketenteraman masyarakat sehingga yang berwajib mengambil suatu tindakan pengasingan. Kenakalan tersebut dilakukan oleh siswa atau anak dibawah usia 21 tahun. Dari berbagai pengertian tersebut makadapat disimpulkan bahwa kenakalan siswa (siswa) adalah tindak perbuatan yang dilakukan siswa di lingkungannya baiklingkungan

(20)

11 keluarga, sekolah maupun masyarakat dan perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, anti sosial, dan melanggar norma-norma agama.

2. Bentuk-bentuk Kenakalan Siswa

Kenakalan siswa menurut WHO (dalam Susanti, 2007:43) dapat berupa hal sebagai berikut:

Pelanggaran hukum atau aturan, membolos, bergabung dengan orang yang diketahui sebagai pencuri, orang-orang amoral atau jahat, anak-anak yang tidak dapat dibantu, perilaku diluar kontrol orang tua, tumbuh di dalam pengangguran atau kenakalan, melukai diri sendiri atau orang lain, melakukan tindakan tidak senonoh, pergi dari rumah tanpa ijin orang tua, kebiasaan menggunakan bahasa atau kata-kata kotor, cabul atau vulgar, berkunjung ke rumah-rumah bordil, kebiasaan ngluyur, melompat kereta atau mobil, perilaku amoral, merokok, menggunakan zat adiktif, perilaku tidak aturan, meminta-minta, meminum minuman keras, tidak teraturan seksual.

Sedangkan menurut Kartono (1996:21) jenis kenakalan siswa ditinjau dari sudut perbuatan itu sendiri antara lain: (a) kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu kemanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain, (b) perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketenteraman sekitar, (c) perkelahian antar geng, antar kelompok, antar kelas, antar suku (tawuran) sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa, (d) membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jala atau bersembunyi di tempat-tempat sepi, melakukan eksperimen bermacam-macam keudrjanaan dan tindak asusila, (e) kriminalitas anak siswa antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, merampas, menjambret, merampok, melakukan pembunuhan dengan

(21)

12 jalanya menyembelih korbannya mencekik,meracuni,tindak kekerasandan pelanggaran lainnya, (f) berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan seks bebas, (g) perkosaan, agresifitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual atau didorong reaksi-reaksi kompensatoris dari perasan interior, menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kehancuran cinta dan lain-lain, (h) kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang kerap bergandengan dengan tindak kejahatan, (i) tindakan amoral seksual secara terang- terangan dan tanpa rasa malu dengan cata yang kasa(j)homoseksual, erotisme anal dan oral, gangguan seksual lain pada anak siswa di sertai tindakan sadistis ,(k) perjudiandan bentuk–bentuk permainanlai ndengan taruhan sehingga mengakibatka nekses kriminalitas, (l) komersialisasi seks dan pengguguran janin oleh gadis serta pembunuhan bayi oleh ibu, (m) tindakan radikal dan ekstrim dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak- anak siswa, (n) perbuatan asosial dan anti sosial lain yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan siswa psikoptik, psikotik, neorotik dan penderita gangguan jiwa lain,(o)tindak kejahatan yang disebabkan oleh penyakit tidur (ancephalitis letargical) dan ledakan meninggi serta post ancephalitis, juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak ada kalanya menibulkan kerusakan mental sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri ,(p)penyimpangan tingkahlaku yang disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi disebabkan karena adanya organ-organ yang inferior.

Sementara menurut Kvaraceus (Mulyono, 1995:22)ada dua bentuk kenakalan siswa, yaitu:

(22)

13 a. Kenakalan yang tidak dapat digolongkan pada pelanggaran hukum, antara

lain:

(1) berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan (2) membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah, (3) kabur dari rumah tanpa ijin dengan orangtua atau menentang keinginan orang tua, (4) keluyuran pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif, (5) memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya, misalnya pisau dan pistol, (6) bergaul dengan orang yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal, (7) berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asusila), (8) membaca buku-buku cabul dan kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh, (9) turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan ekonomis maupun tujuan yang lain, (10) berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya.

b. Kenakalan yang dapat digolongkan pada pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, antara lain:

(1) berjudi sampai menggunakan uang dan taruhan benda lainnya, (2) mencuri, mencopet, menjambret dengan kekerasan atau tanpa kekerasan, (3)penggelapan barang, (4) penipuan dan pemalsuan,(5) pelanggaran tata susila, pemerkosaan, menjual gambar-gambar porno, (6) pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat resmi, (7) tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan orang lain, (8)

(23)

14 percobaan pembunuhan, (9) menyebabkan kematian orang lain,turu t tersangkut dalam pembunuhan, (10) pembunuhan, (11) pengguguran kandungan, (12) penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang Sedangkan Jansen (dalam Sarwono, 1989:200) membagi kenakalan siswa dalam empat jenis, yaitu:

(a) kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain, (b) kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain, (c) kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain seperti pelacuran dan penyalahgunaan obat, (d) kenakalan yang melawan status misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah dan membantah perintah orang tua.

Sudarsono (1991:12) menjelaskan paham kenakalan siswa dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak siswa yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (hukum umum) maupun perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus). Selain itu, dapat pula terjadi perbuatan anak siswa tersebut anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Adapula perbuatan anak siswa yang bersifat anti susila, yakni durhaka kepada orang tua dan saudara saling bermusuhan. Disamping itu, dapat dikatakan kenakalan siswa jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya, misalnya siswa muslim enggan berpuasa padahal sudah tamyiz bahkan sudah baligh, siswa Kristen enggan melakukan kebaktian. Demikian pula yang terjadi pada siswa Hindu dan Budha.

(24)

15 Paradigma kenakalan siswa dalam arti luas cakupannya meliputi perbuatan - perbuatan yang sering menimbulkankeresahandilingkungan masyarakat, sekolah, maupun keluarga (Sudarsono, 1991:12). Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini antara lain pencurian oleh siswa, perkelahian di kalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di jalan yang pelakunya adalah anak siswa. Selain itu juga sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudaranya, atau perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan coret-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya.

Dari beberapa uraian di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk kenakalan siswa (siswa) meliputi:(1)bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa (siswa) di lingkungan keluarga (di rumah) yang berupa pelanggaran terhadap aturan dan nilai-nilai keluarga, pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan anggota keluarga (ayah, ibu, dan saudara) (2) bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa (siswa)di sekolah yang berupa pelanggaran terhadap peraturan sekolah, pelangaran terhadap hak milik warga sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah dan pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan warga sekolah, (3) bentuk kenakalan siswa (siswa) di masyarakat yang berupa pelanggaran terhadap peraturan di masyarakat yang merugikan diri sendiri dan pelanggaran terhadap peraturan di masyarakat yang merugikan orang lain.

(25)

16 3. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa

Kenakalan siswa (siswa) yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan tersebut timbul karena adanya beberapa sebab. Menurut Gunarsa (1988:54) menyebutkan kenakalan siswa disebabkan oleh dua faktor yaitu:

a. Faktor Pada Diri Siswa Sendiri 1) Umur

Hasil penelitian Hurwist menunjukkan bahwa anak yang berumur 18/19 tahun paling sering melakukan pencurian. Kecenderungan ini dapat dikaitkan dengan situasi psikologis siswa yaitu berada pada masa puber yang mempunyai keinginan memuaskan kekuatan fisik.

2) Kepribadian

Menurut Alport (dalam Mashudi, 2000:24) setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian adalah suatu yang dinamis pada sistem psikomatis dalam diri individu yang turut menentukan caranya yang unik dan penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.

3) Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin memang turut mempengaruhi tindakan atau sikap.

Apalagi pada saat seseorang melewati masa puber. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa anak laki-laki lebih cenderung menjadi juvenile delinquency dibandingkan dengan anak perempuan.

4) Kedudukan dalam keluarga

Kedudukan yang dimaksud adalah urut-urutan kelahiran anak di dalam struktur keluarganya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anaksulung

(26)

17 berkemungknan melakukan tindakan juvenile delinquency bilan dibandingkan dengan anak bungu.

5) Emosi atau kejiwaan

Pada masa ini siswa cenderung masih labil dan lebih mengutamakan emosi dari pada rasionya.

6) Inteligensi

Adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Beberapa ahli meneliti bahwa anak yang mempunyai IQ 85 sampai 90 paling banyak melakukan kenakalan.

7) Hormon

Adanya disfungsi kelenjar-kelenjar mempunyai pengaruh pertumbuhan badan.

Kurangnya hormon pertumbuhan pada diri seseorang akan mempengaruhi keadaan fisik dan mentalnya, sehingga hal ini dapat menyebabkan timbulnya tindakan kenakalan siswa.

b. Faktor Lingkungan 1) Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat buntuk membesarkan mendewasakan anak. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Kebiasaan setiap keluarga turut memberikan warna dasar terhadap pembentukan kepribadian anak dan ini dapat juga menjurus ke arah positif atau baik dan ke arah negatif atau buruk.

Oleh karena itu keluarga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan

(27)

18 anak sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negative bagi perkembangan anak. Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya kenakalan siswa itu sebagian besar juga dari keluarga. Lingkungan keluarga bermacam- macam keadaannya, adapun lingkungan keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya kenakalan siswa antara lain:

2) Disharmoni keluarga (broken home)

Keluarga yang tidak harmonis akan mempunyai pengaruh yang destruktif bagi perkembangan diri anak terutama bagi perkembangan seorang anak yang sedang berada pada masa siswa yang berada dalam proses identifikasi diri Selain itu, rumah tangga yang berantakan juga dapat membawa pengaruh psikologis yang buruk pada perkembangan mental dan pendidikan anak, karena anak telah kehilangan model orang dewasa sekaligus kasih sayang.

Disharmoni keluarga pada prinsipnya adalah keadaan struktur keluarga yang tidak lengkap lagi. Hal ini disebabkan karena salah satu kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia, perceraian, atau salah satu kedua orang tua atau keduanya “tidak hadir” secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup lama. Selain itu, keadaan keluarga yang tidak normal juga bukan hanya terjadi pada struktur keluarga yang tidak lengkap lagi (tidak utuh), akan tetapi pada masyarakat modern seringpula terjadi suatu gejala broken home semu, yaitu kedua orang tuanya masih utuh tetapi karena masing-masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orangtua tidak sempatmemberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak- anaknya.

(28)

19 3) Sikap overprotektif orang tua

Sikap overprotektif orang tua dalam mengasuh anak akan mempengaruhi perilaku anak. Orang tua yang demikian beranggapan bahwa mereka punyai keinginan agar anaknya kelak tidak mengalami “susah”, tetapi hal itu sering menjadi beban bagi seorang anak. Selain itu, bila anak sejak kecil tidak pernah dihadapkan pada problem hidup, maka anak akan menjadi anak yang selalu bergantung pada orang lain, anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga sebagai kalinan anak akan cenderung melakukan hal-hal yang mengganggu masyarakat sekitarnya.

4) Pendidikan yang salah

Persoalan sense of value seperti nilai-nilai kehidupan atau masyarakat dan nilai-nilai agama yang kurang ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya seringkali membuat anak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.

5) Anak yang ditolak (rejected child)

Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina, dan malu membuat anak mengembangan peranan negatif seperti kebencian, dendam, menyesal, dan kecewa serta agresif sehingga anak akan cenderung untuk mengisolasi diri dan bersikap apatis terhadap lingkungan.

6) Keadaan jumlah anak yang kurang menguntungkan

Aspek lain di dalam keluarga yang dapat menimbulkan kenakalan siswa adalah jumlah anggota keluarga (anak) serta kedudukannya yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Kenakalan tersebut berupa keluarga kecil dan keluarga besar.Pada keluarga kecil, titik beratnya adalah kedudukan anak dalam keluarga misalnya anak sulung, anak bungsu, dan anak

(29)

20 tunggal.Kebanyakan anak tunggal sangat dimanja oleh orang tuanya dan mendapatkan pengawasan yang luar biasa.Selain itu, pemenuhan kebutuhan yang berlebihan dan segala permintaannya juga dikabulkan. Perlakuan orang tua terhadap anaknya tersebut akan menyulitkan anak itu sendiri di dalam bergaul dengan masyarakat dan sering timbul konflikdi dalam jiwanya, apabila suatuketika keinginannya tidak dikabulkan oleh anggota masyarakat yang lain, akhirnya mereka frustrasi dan mudah berbuat jahat misalnya melakukan penganiayaan, berkelahi, dan melakukan pengrusakan. Sedangkan di dalam keluarga besar atau rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang begitu besar karena jumlah anak banyak, biasanya mereka kurang mendapat pengawasan dan kasih sayang dari orang tuanya.Sering terjadi

di dalam masyarakat, kehidupan keluarga besar sering disertai dengan tekanan ekonomi yang agak berat, akibatnya banyak sekali keinginan anak- anak yang tidak terpenuhi. Akhirnya mereka mencari jalan pintas yaitu mencuri, menipu dan memeras. Selain itu ada kemungkinan lain dalam keluarga besar dengan jumlah anak yang banyak biasanya pemberian kasih sayang dan pemberian perhatian dari kedua orang tua sama sekali tidak sama.

Akibatnya, di dalam intern keluarga sering timbul persaingan dan rasa iri satu sama lain yang pada dasarnya akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

c. Sekolah

Sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak siswa. Di Indonesia terutama di kota-kota besar masa siswa masih merupakan masa di sekolah. Dalam masa tersebut pada umumnya siswa duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum.

(30)

21 Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara siswa dengan sesamanya, juga interaksi antara siswa dengan pendidikan.Interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak sehingga timbullah kenakalan siswa.

Selain itu, kondisi sekolah, sistem pengajaran, dedikasi guru, buku pelajaran dan alat peraga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika semuanya tidak terpenuhi dengan baik maka akan menyebabkan siswa bosan dengan situasi sekolah dan berusaha mencari pengalaman di luar sekolah yang mereka anggap lebih sesuai dengan gejolak. Sensari dan rasa ingin tahu mereka. Dengan kata lain, peranan sekolah yang berfungsi sebagai tempat sosialisasi tidak tercapai dan tidak berfungsi sebagai tempat pendidikan tingkah laku.

d. Masyarakat

Siswa sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengaruh yang dominan adalah adanya akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian dan terjadinya pengangguran.

Pada dasarnya kondisi ekonomi global memiliki hubungan yang erat dengan timbulnya kejahatan. Di dalam kehidupan sosial, adanya kekayaan dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal tersebut akan mempengaruhi keadaan jiwa manusia di dalam hidupnya termasuk anak-anak siswa. Dalam kenyataan ada sebagian anak siswa miskin yang memiliki perasaan rendah diri dalam masyarakat sehingga anak-anak tersebut melakukan perbuatan melawan hukum terhadap hak milik orang lain, seperti

(31)

22 pencurian, penipuan dan penggelapan. Biasanya hasil dari perbuatan tersebut mereka gunakan untuk bersenang-senang seperti membeli pakaian yang bagus, nonton film dan makan yang enak.Dalam hal ini ada kesan bahwa perbuatan nakal tersebut timbul sebagai kompensasi untuk menyamakan dirinya dengan kehidupan pada keluarga yang kaya yang biasa hidup dengan gemerlapan dan foya-foya.

e. Media Massa

Di kalangan masyarakat sudah sering terjadi kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, pemerasan, gelandangan dan pencurian. Kejahatan tersebut dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang beraneka ragam, terdiri dari orang lanjut usia, dewasa dan siswa. Bagi siswa, keinginan atau kehendak untuk berbuat jahat kadang-kadang timbul karena bacaan, gambar-gambar dan film. Bagi yang mengisi waktu luangnya dengan bacaan-bacaan yang buruk, maka hal itu akan berbahaya, dan dapat menghalang- halangi mereka untuk berbuat baik. Demikian pula tontotan yang berupa gambar porno akan member rangsangan seks terhadap siswa. Rangsangan seks tersebut akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa siswa.

Mengenai hiburan film ada kalanya memiliki dampak kejiwaan yang baik, akan tetapi seringkali hiburan film tersebut juga tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak, misalnya film detektif yang memiliki figur penjahat sebagai peran utama serta film-film action yang penuh kekerasan dengan latar belakang balas dendam. Adegan-adegan tersebut akan mudah mempengaruhi perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, media massa yang menyampaikan informasi menyimpang dapat menjerumuskan anak ke dalam perbuatan yang melanggar norma masyarakat.

(32)

23 Dengan demikian, fungsi media massa sebagai alat menyampaikan informasi, buah pikiran, dan perasaan menjadi kabur. Film, komik atau hal-hal lain yang tidak melalui proses seleksi atau sensor dapat menyebar secara luas dan akhirnya anak-anak yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar inipun mencoba- coba untuk meniru dan timbullah kenakalan siswa.

4. Upaya Pembinaan dan Pencegahan Kenakalan Siswa (Siswa)

Dari paparan tentang siswa (siswa) kenakalannya di atas, dalam kaitan ini perlu ada upaya nyata baik di lingkungan keluarga (orang tua), sekolah dan masyarakat guna menanggulangi kenakalan siswa (siswa). Berbekal dari teori pengetahuan tentang siswa tersebut, berusaha untuk lebih membantu para orang tua, para guru di sekolah dan para tokoh masyarakat dalam membina dan mencegah kenakalan siswa. Mengenai upaya pembinaan siswa, menurut Sofyan S.

Willis (2005:142) dimaksudkan ialah:

a. Pembinaan terhadap siswa yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah dan masyarakat. Pembinaan seperti ini sebagai upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan siswa.

b. Pembinaan terhadap siswa yang telah mengalami sesuatu hukuman karena kenakalannya, hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya.

Sedangkan upaya pencegahan (preventif) adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul (Willis, 2005:128).

Berdasarkan pengertian pembinaan dan pencegahan (preventif) kenakalan siswa di atas, maka dimensi pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa dalam

(33)

24 konteks penelitian ini, yaitu upaya yang dilakukan di sekolah.Orang yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa di sekolah adalah guru.Selain mengajar dan mendidik, guru berperan dalam mengembangkan karakter dan kepribadian peserta didiknya (siswa), disamping tugas dan tanggung jawab orang tua di rumah.Biasanya di sekolah, guru dipandang dan serba mampu dalam memberikan bimbingan oleh murid-muridnya.

Begitu besarnya kepercayaan peserta didik (siswa) terhadap guru, tentu peranan guru sangat penting dalam mempengaruhi pembentukan karakter dan perkembangan. Keberadaan guru disekolah selain melakukan tugas mengajar juga mendidik para siswanya, berarti guru sudah mengemban tugas moral, yaitu tugas moralsebagai orangyang dianggap dapat memberikan keteladanan dan memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa.

Oleh karena itu, pencitraan guru di mata siswa sangat diharapkan, karena guru juga sebagai pengganti orang tuadisekolah.Seperti dikemukakan Maryam Rudyanto G.(dalam Gunarsa, 1986:111), guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak di sekolah dan memperkembangkan anak agar mencapai kedewasaan. Oleh karena itu, hal pertama-tama harus diperhatikan guru untuk dapat menarik minat murid ialah penampilan dan sikapnya.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah pembinaandan pencegahan kenakalan siswa perlu diintegrasikan dalam materi pelajaran pada seluruh mata pelajaran yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi yang dipergunakan di sekolah. Artinya, pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa terutama siswa yang duduk di bangku sekolah, tidak dilakukan melalui satu mata pelajaran khusus,missa lPKn dan/atau pendidikan

(34)

25 agama dengan alokasi jam pelajaran tertentu, akan tetapi terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran yang diajarkan dan nilai-nilai yang dipraktikkan atau ditanamkan oleh guru di sekolah melalui seluruh tindak tanduknya, baik di dalam maupun di luar kelas.

Hal ini mengingat terbentuknya karakter dan kepribadian yang baik merupakan tujuan utama dari pendidikan di sekolah.Oleh karena itu, peningkatan pertimbangan sikap perilaku dan nilai moral yang juga merupakan bagian dari usaha atau upaya pembentukan karakter dan kepribadian yang baik kepada siswa, merupakan upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa yang dilakukan atau diajarkan di sekolah.Untuk keperluan meningkatkan keberhasilan belajar para siswa dalam membentuk mental dan moralitas guna pembentukan karakter dan kepribadiannya, maka dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan dalam pembelajaran di sekolah. Syarkawi (2008:114-115) menawarkan lima pendekatan yang dapat dipergunakan dalam membentuk mental dan moralitas siswa di sekolah, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)

Pendekatan ini mengusahakan agar siswa mengenal agar dan menerima nilai sebaga imemili mereka dan bertanggung jawabatas keputusan yang diambilnya melalui tahapan:mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang dapat digunakan pada pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, dan bermain peran.

b. Ruang Kelas Sebagai Suatu Sistem

(35)

26 Sebelum diskusi tentang sekolah sebagai suatu sistem sosial, ada baiknya dipahami dahulu tentang beberapa konsep seperti sistem sosial, interaksi, dan pertukaran. Berikut beberapa sudut pandang dalam memahami berbagai konsep tersebut.

c. Konsep Sistem

Untuk memahami topik ini mari kita pahami terlebih dahulu konsep sistem sosial, yang terdiri dari dua suku kata sistem dan sosial. Secara etimologis, bahwa kata sistem merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa yunani, yaitu systema, systematos, yang berasal dari kata synistani.Adapun kata synistani terdiri dari dua suku kata, yaitu syn dan hystanat.Adapun kata syn bermakna bersama; sedangkan hystanat memiliki arti sebagai menempatkan.Jadi, synistani memiliki pengertian sebagai menempatkan bersama. Adapun berdasarkan penelusuran etimologis Tatang Amirin (2003) menyimpulkan bahwa systema memiliki pengertian berikut: (1) suatu hubungan yang tersusun atas sekian banyak bagian, dan (2) hubungan yang berlangsung di antara satuan atau komponen secara teratur. Jadi, systema itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.Pengertian sistem dapat juga dipahami dengan menemukan arti atau makna dari kamus.

Jika ditelusuri pada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, ditemukan bahwa kata sistem memiliki tiga arti, yaitu: satu, perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Dua, susunan teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya.Tiga, metode.

(36)

27 Apa yang dapat disimpulkan dari pengertian kamus dari sistem? Dari penelusuran etimologis kata sistem dan pengertian kamusnya dapat dipahami bahwa sistem merupakan "suatu keteraturan hubungan antar unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga membentuk totalitas".Bagaimana batasan yang diberikan oleh para ahli tentang definisi sistem? Berikut beberapa pandangan berbagai ahli tentang konsep sistem, antara lain: satu, definisi menurut Winardi' Pengertian sistem dikemukakan dalam bukunya Pengantar tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Adapun pemikiran Winardi sebagai berikut:

"sistem merupakan suatu kelompok elemen yang interdependen yang antar- berhubungan atau saling memengaruhi satu sama lain.

Sistem merupakan suatu konglomerat hal-hal tertentu yang secara keseluruhan membentuk suatu keseluruhan yang menyatu.”Dua, batasan menurut Gabriel A. Almond. Dia menulis definisi sistem pada bab "Studi Perbandingan Sistem Politik" dalam buku Perbandingan Sistem Politik yang diedit oleh Mochtar Mas'oed dan Coilin MacAndrews (1981: 2).

Adapun pandangan Almond sebagai berikut: "sistem diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan suatu lingkungan, yang mempengaruhinya maupun dipengaruhinya."Tiga, definisi menurut Robert M.Z. Lawans.Dalam buku modul Universitas Terbuka, Sistem Sosial Indonesia, Robert M.2.Lawang (1985: 3-5) menjelaskan definisi sisiem. Adapun inti gagasan tentang sistem Lawang sebagai berikut: "suatu saling ketergantungan antara satu komponen dan komponen lainnya dalam hubungan timbal balik yang konstan.

(37)

28 Konstan artinya apa yang terjadi kemarin merupakan perulangan dari yang sebelumnya, dan besok akan diulang kembali dengan cara yang sama.

Dan karena sifatnya yang sifat konstan inilah, maka pola hubungan interaksi ini memiliki sistem tertentu."Apa yang dapat kita simpulkan dari pandangan para ahli tentang konsep sistem tersebut? Dari pandangan ketiga ahli tersebut, dengan memerhatikan titik perhatian masing-masing tokoh, dapat disimpulkan bahwa "sistem merupakan suatu kelompok elemen-elemen yang saling berhubungan secara interdependen (saling ketergantungan) dan konstan".

d. Ruang Kelas Sebagai Sistem Sosial

Sebelum mendiskusikan topik ini, mari kita lanjutkan pembahasan tentang dua konsep, yaitu konsep sosial dan sistem sosial. seperti halnya membicarakan pengertian sistem, pengertian sosial juga dicoba dipahami melalui pengertian kamus dan ahli. Kata sosial kalau dirujuk asal usulnya, salah satunya, dapat berakar dari kata Latin, yaitu socius, yang berarti bersama-sama, bersatu, terikat, sekutu, berteman; atau kata socius yang bermakna menyekutukan, menjadikan teman, mengikat, atau mempertemukan.

Dari pengertian dua kata ini, maka sosial dapat dipahami sebagai pertemanan atau masyarakat.

Adapun apabila ditelusuri pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, ditemukan bahwa kata sistem memiliki dua arti, yaitu: satu, berkenaan dengan masyarakat. Dua, suka memerhatikan kepentingan umum (suka menolong dan menderma), dalam bentuk ragam cakapan.Berdasarkan penelusuran etimologis dan pengertian kamusnya dapat disimpulkan bahwa

(38)

29 kata sosial dimengerti sebagai sesuatu yang dihubungkan atau dikaitkan dengan teman, pertemanan, atau masyarakat.

Bagaimana pandangan para ahli tentang konsep sosial?Karena keterbatasan bacaan dan literatur penulis, ternyata dari hasil penelusuran pengertian kata sosial dari beberapa sumber, ditemukan hanya seorang sosiolog yang membahas tuntas makna kata ini yaitu Robert M.Z. Lawang (1985:7) dalam buku modul Universitas Terbuka, Pengantar Sosiologi.

Lawang mengemukakan pandangannya tentang pengertian kata sosial sebagai berikut: "arti subjektif yang memperhitungkan perilaku orang lain yang terlibat dalam suatu tindakan. Arti subjektif menunjuk pada arti yang diberikan oleh orang yang bertindak untuk tindakannya sendiri."Setelah kita mendiskusikan konsep sistem dan sosial, maka pertanyaan kita berikutnya adalah bagaimana batasan dari konsep sistem sosial?.

Pengertian sistem dan sosial telah didiskusikan sebelumnya secara terpisah atau sendiri-sendiri.Pada bagian ini dicoba untuk memahami secara utuh kedua konsep ini.Pada pengertian kamus, baik pengertian yang berdasarkan penelusuran etimologis maupun merujuk pada kamus, tidak ditemukan penjelasan kata sistem sosial sekaligus.Oleh sebab itu, kedua pengertian ini, baik penelusuran etimologis maupun rujukan kamus, disatukan untuk dipahami makna atau artinya secara keseluruhan.Apabila kedua makna katakata ini dipahami secara keseluruhan, maka sistem sosial dapat dipahami sebagai saling keterkaitan yang teratur antar-individu sehingga membentuk totalitas. Definisi sistem sosial seperti ini mencakup berbagai fenomena: mulai dari persahabatan sampai pada masyarakat, mulai dari kelompok sampai

(39)

30 negara. Kenapa hubungan persahabatan antara dua orang individu, katakanlah antara Inas dan Tsabita, dapat dikatakan sebagai sistem sosial?.

Sebab hubungan yang terjalin antara Inas dan Tsabita membentuk suatu saling keterkaitan secara teratur antara individu dan individu sebagai suatu totalitas, yang dikenal sebagai persahabatan.berbeda dari pengertian kamus, pada pengertian ahli ditemukan pandangan berbagai ahli tentang konsep sistem sosial' Berikut dikemukakan beberapa pengertian berbagai ahli tentang konsep sistern sosial ini.

Dalam buku modul universitas Terbuka, pengantar sosiolagi' Robert M.Z. Lawang (1985:56) menjelaskan definisi sistem sosial. Adapun inti gagasan Lawang tentang sistem sosial sebagai berikut: "sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang hubungan timbal-baliknya kurang lebih bersifat konstan." Seperti telah didiskusikan pada babyang dibutuhkan oleh suatu sistem? Ada empat persyaratan fungsional yang dibutuhkan oleh suatu system,yaitu:Adaptatianiterdahulu, sosiolog utama yang dirujuk jika membahas sistem sosial adalah Talcott Parsons.

Parsons merupakan salah seorang tokoh utama yang memopulerkan pendekatan sistem dalam sosiologi kontemporer.Suatu sistem hanya bisa fungsional apabila semua persyaratan terpenuhi. Apa saja persyaratan fungsional (A),GoaIattainment/pencapaiantujuan(G),Integration/integraI),dan Latent p attern maintenance/pola pemeliharaan laten (L).Sekarang bagaimana kita memahami ruang kelas sebagai sistem sosial? Ruang kelas terdiri dari beberapa unsur yang saling fungsional antara satu sama lain, yaitu guru,

(40)

31 murid, dan manajemen sekolah. Setiap aktor memerhatikan status dan peran sebelum mereka bertindak dan berperilaku.

Status aktor, apakah ia sebagai guru, murid, atau manajemen sekolah, memiliki perilaku yang diharapkan dari seseorang untuk dimainkan, dikenal juga sebagai peran. status sebagai manajemen sekolah diharapkan memainkan peran sebagai pengelola yang efektif dari sisi teknis administratif serta penyediaan sarana dan prasarana sekolah yarg dibutuhkan. selanjutnya, status sebagai guru diharapkan untuk berperilaku sebagai seorang pendidik, pengayom, pengasuh, dan pemberi motivasi bagi peserta didik.

Adapun status sebagai murid, umumnya, diharapkan untuk berperilaku sebagai seorang penuntut ilmu pengetahuan, pekerja keras, dan pencari kebenaran.Dalam ruang kelas, hubungan antara guru dan murid dengan status dan peran mereka rnasing-masing membentuk suatu jaringan hubungan yang terpola.

Pola jaringan hubungan antara guru dan murid akan memberikan dampak terhadap perilaku, kompetensi, kapital sosial budaya, dan keberhasilan peserta didik di masa akan datang. Topik ini merupakan bahan kajian dalam teori ruang kelas dengan pendekatan interaksi.Dalam pendekatan interaksi, guru dan murid dituntun oleh harapan peran yang melekat pada posisi dan status mereka. Harapan peran ini dipahami melalui proses sosialisasi yang mereka alami, baik pada sosialisasi primer maupun sekunder.

(41)

32 B. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 . Kerangka Pikir

Pendidikan Formal

Siswa/Pelajar

Saran/Rekomendasi

Peran Pendidikan Formasi lebih Efektif Mengatasi Kenakalan Siswa

Guru/KBK Forum ORang Tua

Siswa

Kenakalan Siswa

Faktor Kenakalan Siswa

 Internal

 Eksternal

Upaya Penanganan Kenakalan siswa oleh pihak terkait

(42)

33 BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif.

Sugiyono (2005:21) menerangkan penelitian kualitatif dengan analis Deskriptif adalah “metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuatkesimpulan yang lebih luas.”

Berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis ingin memaparkan secara deksriktif/ menggambarkan tentang Peran Pendidika Formal Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa .

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian, Penelitian ini berlokasi di SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar

2. Waktu penelitian, Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yakni dari bulan Mei - Juni 2018

C. Subyek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009). Jadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar.

(43)

34 2. Sampel

Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Sugiyono (2008:116) “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Sampel pada penelitian ini lebih tepatnya penulis menggunakan teknik purposive sampling.Pengertian purposive samplingmenurut Sugiyono (2008:122) adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sehingga data yang diperoleh lebih representatif dengan melakukan proses penelitian yang kompeten dibidangnya. Dalam penelitian ini informan di ambil yakni dari siswa yang ada di SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan caramelakukan pengamatan pada wilayah-wilayah yang di jadikan objek penelitian. Di mana objek penelitian dilakukan terhadap siswa SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar 2. Wawancara

Wawancara menurut Esterberg (2002),adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengambil gambar atau foto-foto dan keterangan tentang kegiatan siswa yang ada di SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar.

(44)

35 E. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang peneliti gunakan adalah metode analisis data deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tindakan sosial anak jalanan.Menurut Arikunto (2005:250) metode analisis deskriptif merupakanpenelitian bukan eksperimen, karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan.Dengan penelitian deskriptif peneliti hanya bermaksud menggambarkan (mendeskripsikan) atau menerangkan gejala yang sedang terjadi.

Bogdan (1982) dalam Sugiyono (2008:88) menyatakan bahwa analisisdata adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehinggadapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Senada dengan Bogdan (1982), Sugiyono (2008:89) berpendapat bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengancara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit- unit,melakukan sintesa, menyusunke dalampola, memilih mana yang penting danyang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami olehdiri sendiri maupun orang lain.

Metode analisis ini juga digunakan untuk mendapatkan suatu gambaranyang jelas yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti yaitu bagai mana bentuk Peran pendidikan Formal dalam mengatasi kenakalan siswa.

Adapun prosedur dalam menganalisis data kualitatif, menurut Miles danHuberman (1984) dalam Sugiyono (2008:91-99) adalah sebagai berikut :

(45)

36 1. Reduksi Data, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikangambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukanpengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan

2. Penyajian Data, setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalahmendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya dengan menggunakan teks yang bersifat naratif.

3. Kesimpulan atau Verifikasi, langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang di kemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dankonsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredible.

(46)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum SMA YP-PGRI 2 Makassar a. Lingkungan Sekolah

SMA YP-PGRI 2 Makassar tepatnya berada di Jalan Veteran Selatan lorong 241 Kelurahan Bontolebang Kecamatan Mamajang yang akses transportasinya cukup mud dijangkau, kondisi keamanannnya sangat baik Karen didukung oleh unsur masyaral disekitamva. Siswa pada sekolah kami cukup heteroaen dari segi ras. suku dan agama.

Hal yang unik di SMA YP-PGRI 2 Makassar adalah mayoritas siswanya adalah perantau Flores Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yaitu sekitar 80 % itulah sebabnya SMA YP-PC 2 Makassar sangat memperhatikan hal-hal yang bersifat (berbau) sara dan itulah tuji pendidikan dikembangkan. Tempat belajar SMA YP PGRI 2 berada dalam area yang terbe suasana dapat lebih tenang dan sangat cocok untuk kegiatan belajar mengajar, Fasilitas y berada dalam lingkungan sekolah diantaranya lapangan olah raga dan tempat parke

b. Keadaan Sekolah

Sarana dan prasarana berarti kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sarana dan Prasarana yang dimiliki SMA YP-PGRI 2 Makassar terdiri dari:

(47)

38 1) Ruang Administrasi

No, U R A I A N JUMLAH KETERANGAN

1. Ruang Kepsek 1 Baik

2. Ruang Wakasek 1 Baik

3. Ruang Guru 1 Baik

4. Ruang Tata Usaha 1 Baik

5. Ruang BP / BK 1 Baik

2) Ruang Pendidikan

N0 U R A I A N JUMLAH KETERANGAN

1. Ruang Kelas 10 Rusak Ringan

2. R.Perpustakaan 1 Baik

3. Ruang Laboratorium 1 Baik

4. Ruang Lab.Komputer 1 Baik

3) Ruang Penunjang

No. U R A I A N JUMLAH KETERANGAN

1 Mesjid 1 Baik

2. Km/Wc 5 Baik

3. Ruang Pertemuan 1 Baik

4. Ruang Olahraga 1 Baik

5. Ruang Kantin 2 RR

4) Prasarana Pendidikan

No. U R A I A N JUMLAH KETERANGAN

1 Instalasi Listrik 1 Baik

2. Instalasi Air 1 Baik

3- instalasi leiepon 1 Baik

c. Anggaran Sekolah

No. TAHUN PEMERINTAH (Rp)

KOMITE SEKOLAH

(Rp)

SUMBER

LAIN JUMLAH

(Rp) I

1. 2016-2017 - 50.000 - -

2. 2017-2018 - 60.000 - -

3. 2018-2019 - 70.000 - -

4. 2019-2020 - 70.000 - -

(48)

39 Anggaran Sekolah dihimpun dari orang tua peserta didik, setiap peserta didik dikenai biaya Rp. 70.000/bulan. Alokasi dana diperuntukkan untuk menunjang kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, serta untuk memenuhi perlengkapan sarana belajar peserta didik.

d. Kerja Sama Sekolah

1) Kerja sama dengan orang tua siswa

Kerjasama antara SMA YP-PGRI2 Makassar dengan orang tua siswa sesuai dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor:

044/U/2002 tentang dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana komite sekolah memiliki peran dan fungsi sebagai berikut:

a) Komite Sekolah berperan sebagai: H Advisory agency

 Supporting agency

 Controling agency dan

 Mediator

b) Komite Sekolah berfungsi sebagai:

Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/

organisasi/dunia usaha/industri) dan pemerintah.

Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntunan dan berbagai kebutuhan peniaikan yang aitujukan oie'n masyarakat.

c) Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada saluran pendidikan mengenal:

Kebijakan dan program pendidikan.

(49)

40

Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah.

Kriteria kinerja satuan pendidikan.

Kriteria tenaga pendidikan.

Kriteria fasilitas pendidikan.

Hal-hal yang terkait dengan pendidikan.

d) Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu pendidikan.

e) Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

f) Melakuan evaluasi dan penyawasan terhadap kebijakan, program , penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

2) Kerja sama dengan alumni

Kerjasama antara sekolah dengan alumni terlaksana dengan baik 2. Kebijakan Sekolah dalam Mengatasi Kenakalan Siswa

a. Formulasi Masalah

Pada awal berdirinya, SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar merupakan salah satu sekolah menengah atas yang berorientasi pada kualitas akademik dan berbudi luhur. Pada pelaksanaannya SMA YP-PGRI 2 Kota Makassar justru masih mengalami berbagai permasalahan kenakalan siswa. Hal tersebut terjadi karena terdapat konflik antar guru sehingga siswa berani mencari-cari kesalahan pihak sekolah.

Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan, sehingga mendorong pengelola sekolah secara bersama-sama untuk mengubah sistem pembinaan siswa.

Pengelola sekolah dengan sigap kemudian mengambil tindakan untuk bersamasama

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi kepada santri yang memiliki prestasi di atas KKM, 13 santri merasa senang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, terlebih lagi ketika

First certification according to STANDARD 100 by OEKO‑TEX® including the requirements of Appendix 6 (expanded requirements; developed for companies who are particulary focused on

Untuk keperluan klinik, pengetahuan mengenai letak arteri ini penting guna mengetahui keadaan pembuluh darah yang mengurus kaki. Selain itu, patut diingat pula bahwa pada kaki

Dalam kontek pembangunan masyarakat multikultural selain meningkatkan mutu bangsa agar sejajar dengan bangsa lain pendidikan juga berperan sebagai perekat diantar perbedaan

pemain yang terlibat yaitu minimal dua pemain, dan memuat prosedur.. dan aturan permainan Mul-mulan hingga hasil kalah dan menang dalam permainan. b) Keahlian

Berdasarkan gambar 9 di atas, dapat dilihat jika bidak dalam kondisi berhenti di kotak A dan Kotak B, maka, sedangkan bidak lawan (yang berada di kotak C) telah berada

Dalam formula itu dituturkan tentang sejarah asal-usul diciptakan dan diturunkannya beras oleh Tuhan untuk kelangsungan hidup umat manusia di dunia ini. Lebih dari itu, di

Namun tidak seperti ambang biasa yang bisa mengalami tekanan akibat gaya lendutan, struktur ini memiliki elemen elemen berbentuk baji yang sangat efisen menahan gaya desak