• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT AS-SHALATU JAMI AH DAN DEFINISI SHALAT IED

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT AS-SHALATU JAMI AH DAN DEFINISI SHALAT IED"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

BAB I

PENJELASAN TENTANG KALIMAT

AS-SHALATU JAMI’AH DAN DEFINISI SHALAT ‘IED

1.

Penjelasan tentang Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah

Menurut ilmu nahwu kalimat adalah jumlah ismiyyah (kalimat nomina) yang tersusun dari dua nomina yaitu dan .

Lafadh merupakan bentuk masdar1 dari verba .

Makna lafadh itu adalah shalat. Shalat adalah:

2

Ibadah yang mengandung perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang ditentukan, dimulai dengan takbirillahi Ta’ala (takbiratul ihram), diakhiri dengan salam.

Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku) dari verba

(mengumpulkan). Lafadh ini bermakna yang mengumpulkan. Dan ada juga yang memberi makna: (yang mempunyai jama‟ah).3

1

Masdar adalah bentuk nomina yang diturunkan dari verba dengan fleksi, misalnya dari fa’ala

berubah menjadi fa’lan.

Dewan redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 719

2

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jld. 1, hlm. 66

3

(2)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan Berdasarkan uraian tentang makna dua lafadh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa makna kalimat adalah:

1. Shalat itu yang mengumpulkan, atau 2. Shalat itu yang mempunyai jama‟ah.

Dalam kitab Irsyadus Sarie4, Al-Qasthalanie menjelaskan maksud

kalimat sebagai berikut:

1. Shalat itu mengumpulkan manusia di masjid jami‟.

2. Shalat itu dikerjakan dengan berjama‟ah bukan bersendirian.

Setelah membahas tentang makna dan maksud kalimat , berikut penulis paparkan sedikit tentang sejarah penyeruan kalimat tersebut:

Dalam kitab Fathul Barie disebutkan bahwa menurut Ibnu Hajar, kalimat adalah kalimat yang diserukan oleh Bilal radliyallahu „anhu sebagai tanda waktu shalat fardlu telah tiba sebelum disyari‟atkannya adzan. Berikut penuturan beliau:

5

Adalah dahulu, lafadh yang diserukan oleh Bilal untuk shalat adalah ash-shalatu jami’ah. Ibnu Sa‟d telah mengeluarkannya dalam (kitab) Ath-Thabaqat dari (hadits-hadits) mursal Sa‟id bin Al-Musayyab.

Keterangan ini didapatkan ketika Ibnu Hajar menjelaskan hadits tentang awal mula adzan, tepatnya berkenaan dengan kalimat . Hadits tersebut adalah:

4

Disadur dari Irsyadus Sarie, jz. 3, hlm. 77, karya Al-Qasthalanie.

5

(3)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 

6

(Dari Ibnu „Umar) dia berkata: “Ketika muslimun telah datang di Madinah, mereka berkumpul, mereka pun bingung akan tidak adanya seruan untuk (mendirikan) shalat. Kemudian pada suatu hari mereka membicarakan tentang hal itu. Sebagian mereka usul: kalian jadikan saja lonceng seperti lonceng milik Nasrani. Dan sebagian lain usul: (atau) bahkan terompet saja seperti tanduk Yahudi. Maka „Umar pun usul: apakah kalian tidak mengutus seseorang saja (untuk) menyerukan (kata) ash-shalah? Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Bilal berdirilah lalu serukan (kata) ash-shalah.”

Kemudian setelah adzan disyare‟atkan, seruan yang digunakan untuk memberitahukan waktu shalat fardlu telah tiba -yang menurut Ibnu Hajar adalah kalimat ash-shalatu jami’ah - tidak diserukan lagi.7 Wallahu A’lam

bish Shawwab.

2.

Definisi Shalat ‘Ied

Shalat „Ied adalah shalat yang dilakukan oleh umat Islam pada hari raya „Idul Fitri dan „Idul Adha.8 Untuk melengkapi definisi shalat „Ied ini

berikut penulis paparkan beberapa hadits yang berkaitan dengan shalat „Ied. 

9

Dari Ibnu „Abbas bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam shalat „Ied tanpa adzan dan iqamat, begitu juga dengan Abu Bakar dan „Umar –atau „Utsman- Yahya ragu.

6

Ibnu Hajar, Fathul Barie, jz. 2, hlm. 77

7

Disadur dari. Fathul Barie, jz. 2, hlm. 78, karya Ibnu Hajar.

8

Abdul Aziz Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, jld. 5, hlm. 1564

9

(4)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

10

Dari Ibnu „Umar dia berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, Abu Bakar dan „Umar radliyallahu „anhuma, mereka shalat „Idain („Idul Fitri dan „Idul Adha) sebelum khuthbah.”

11

Dari Ibnu „Abbas radliyallahu ‟anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam shalat „Ied dua raka‟at, beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya.

12

Dari Jundub dia berkata: “Nabi shallallahu „alaihi wa sallam shalat „Idul Fitri bersama kami sedang matahari (berada) di atas ukuran dua tombak dan (beliau shalat) „Idul Adha (sedang matahari) di atas ukuran satu tombak”.

Sebelum penulis melengkapi definisi shalat „Ied, penulis akan menerangkan sedikit tentang apa yang dimaksud dengan kalimat:

dan . Matahari berada di atas ukuran ini (dua tombak dan satu tombak) menunjukkan bahwa waktu masih pagi.

Dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat melengkapi definisi shalat „Ied menjadi: shalat dua raka‟at di pagi hari raya „Idul Fitri dan „Idul Adha dengan khutbah sesudahnya, tanpa dikumandangkan adzan dan iqamat sebelumnya.

10

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 212

11

Ibnu Hajar, Bulughul Maram , hlm. 107

12

(5)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

B A B I I

HADITS DAN PENDAPAT ULAMA YANG BERKAITAN

DENGAN PENYERUAN KALIMAT ASH-SHALATU

JAMI’AH SEBELUM SHALAT ‘IED

Pembahasan makalah ini bersumber pada masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat 'Ied. Disebutkan dalam beberapa kitab fikih, jumhur ulama sepakat bahwa adzan dan iqamat tidak dikumandangkan sebelum shalat „Ied. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam masalah penggantian pengumandangan adzan dan iqamat tersebut dengan seruan lain. Sebagian mereka berpendapat bahwa pengumandangan tersebut diganti dengan penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah. Sebagian lain berpendapat tidak diganti dengan seruan apapun.

Hasil studi yang penulis lakukan pada beberapa kitab fikih menunjukkan bahwa dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama dalam menentukan hukum penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah hadits-hadits. Adapun pendapat mereka dalam masalah ini terbagi menjadi tiga, yaitu: mustahab, makruh dan bid‟ah.

Berikut penulis paparkan hadits-hadits dan tiga pendapat ulama yang penulis maksud dalam uraian di atas.

1. Hadits-Hadits yang Berkaitan dengan Penyeruan

Kalimat Ash-Shalatu Jami'ah Sebelum Shalat ‘Ied

1.1

Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah

Sebelum Shalat ‘Ied

Hadits Az-Zuhrie

 

(6)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

13

14 15

Telah mengabari kami Ar-Rabi‟, dia berkata telah mengabari kami Asy-Syafi‟ie, dia berkata telah mengabari kami Ats-Tsiqah dari Az-Zuhrie bahwasanya dia berkata: ”Tidak (dikumandangkan) adzan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak (dikumandangkan pula) untuk Abu Bakar, „Umar, dan „Utsman pada (shalat) dua hari raya. Sampai (akhirnya) Mu‟awiyah mengadakannya (adzan) di Syam. Lalu Al-Hajjaj mengadakannya (pula) di Madinah, tatkala dia dijadikan pemimpin padanya”. Dan Az-Zuhrie (juga) berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mu`adzin pada (shalat) dua hari raya supaya menyerukan (kalimat) ash-shalatu jami'ah ". (Hadits ini mursal, Asy-Syafi‟ie telah mengeluarkannya, begitu pula Al-Baihaqie dari jalan Asy-Syafi‟ie).

Hadits Az-Zuhrie di atas menerangkan bahwa sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sampai „Utsman radliyallahu „anhu tidak dikumandangkan adzan sebelum didirikannya shalat „Ied. Kemudian Mu‟awiyah mulai mengadakannya dan diikuti oleh Al-Hajjaj.

Hadits ini juga menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mu‟adzin menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum didirikannya shalat „Ied.

2. Hadits tentang Tidak Adanya Seruan Sebelum Shalat ‘Ied

2.2 Hadits Ibnu ‘Abbas dan Jabir bin ‘Abdullah

13

Lihat lampiran hlm. 29

14Asy-Syafi’ie, Al-Umm, jz. 1, hlm. 269 15

(7)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

16

17

Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi‟ telah menceritakan kepada kami „Abdurrazaq, telah mengabari kami Ibnu Juraij, telah mengabariku „Atha` dari Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah Al-Ansharie, keduanya berkata: “Tidak ada adzan pada (shalat) hari (raya) „Idul Fitri dan tidak ada (pula) pada (shalat) „Idul Adlha.” Kemudian aku („Atha‟) menanyainya tentang hal itu sesudah beberapa waktu, diapun mengabariku. Dia („Atha`) berkata: “Lalu Jabir bin „Abdullah Al-Ansharie mengabariku bahwa tidak ada adzan pada shalat hari raya „Idul Fitri tatkala imam keluar dan tidak (pula) setelah dia (imam) keluar dan tidak ada iqamat, seruan, dan sesuatu apapun juga. Tidak ada seruan pada hari itu dan tidak ada iqamat”.

(Muslim telah meriwayatkannya dengan sanad shahih, dan Al-Bukharie telah mengeluarkannya secara ringkas dari hadits Hisyam bin Yusuf dari Ibnu Juraij).

Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah radliyallahu „anhuma di atas menerangkan bahwa sebelum didirikannya shalat „Ied tidak diserukan adzan, iqamat, atau seruan apapun juga.

3. Hadits-Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu

Jami’ah Sebelum Shalat Gerhana

3.1.1 Hadits ‘Ubaidullah bin ‘Umar

18

(Dari „Ubaidullah bin „Umar) radliyallahu „anhuma dia berkata: “Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam diserukanlah (kalimat) ash-shalatu jami’ah. Al-Bukharie meriwayatkannya.

3.1.2 Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr

19

16

Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jld. 2, jz. 3, hlm. 19

17

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 211-212

18

(8)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan (Dari „Abdullah bin „Amr) bahwasanya dia berkata: “Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam diserukanlah (kalimat) ash-shalatu jami’ah...dst. (Muttafaqun ‘alahi)

3.1.3 Hadits ‘Aisyah

20

(Dari „Aisyah) radliyallahu „anha (dia berkata): “Bahwasanya telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, maka beliau mengutus seseorang menyerukan: ash-shalata jami’ah...dst. (Muttafaqun ‘alahi).

Hadits „Ubaidullah bin „Umar, hadits „Abdullah bin „Amr, dan hadits „Aisyah di atas menunjukkan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat kusuf. Ketiga hadits tersebut berderajat shahih.

Sebagian ulama mengqiyaskan (menganalogikan) masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied dengan penyeruan kalimat tersebut sebelum shalat gerhana yang telah ditunjukkan oleh hadits-hadits shahih di atas.

4. Pendapat-Pendapat Ulama tentang Hukum

Menye-rukan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat ‘Ied

Mustahab

Ulama yang berpendapat bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied hukumnya mustahab adalah tiga imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Imam Asy-Syafi‟ie).

Imam Al-Jazairie dalam kitab Al-Fiqh „Ala Madzahibil Arba‟ah menyebutkan pendapat mereka sebagai berikut:

21

19

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 230 Muslim , Al-Jami’ush Shahih, jld.2, jz. 3, hlm. 35-36

20

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 233 Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jld.2, jz. 3, hlm. 29

21

(9)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan untuknya, akan tetapi disukai (untuk) diserukan padanya dengan (kalimat) ash-shalatu jami’ah, (ini) dengan kesepakatan tiga imam, sedangkan ulama madzhab Malikie menyelisihi (kesepakatan tersebut).

Imam Asy-Syafi‟ie sendiri telah mengungkapkan pendapat beliau dalam kitab Al-Umm sebagai berikut:

22

Asy-Syafi‟ie berkata: ”Dan tidak ada adzan kecuali untuk maktubah (shalat wajib) dan aku menyukai (jika) imam memerintahkan kepada mu`adzin untuk menyerukan (kalimat) ash-shalatu jami’ah pada (shalat) hari-hari raya dan shalat (lain) yang dikerjakan oleh manusia dengan berjama‟ah”.

Selain mereka, ulama yang berpendapat bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied hukumnya mustahab adalah Ibnu Hazm 23, Al-Fairuz Abadie 24, An-Nawawie 25, Ibnu Hajar 26, Al-Qasthalanie 27,

dan Az-Zarqanie 28.

Makruh

Setelah menela‟ah beberapa kitab, penulis hanya mendapatkan ulama madzhab Malikie29 yang berpendapat bahwa menyerukan kalimat

ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied hukumnya makruh. Penulis mendapatkan pendapat mereka dalam kitab Aujazul Masalik. Berikut Al-Kandahlawie (penyusun Aujazul Masalik) menyebutkan pendapat mereka:

22Asy-Syafi’ie, Al-Umm, jz. 1, hlm. 269 23

Ibnu Hazm, Al-Muhalla, jld. 2, jz. 3, hlm. 140

24

Fairuz Abadi, Al-Muhadzdzab, jld. 1, hlm. 167

25

An-Nawawie, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, jz. 5, hlm. 14 26

Ibnu Hajar, Fathul Barie, jld. 2, hlm. 452

27

Al-Qasthalanie, Irsyadus Sarie, jld. 2, hlm. 683

28

Az-Zarqanie, Syarhuz Zarqanie, jz.1, hlm. 362

29Madzhab Maliki adalah aliran fikih hasil ijtihad Imam Malik yang digalinya dari Al -Qur’an dan

sunah Rasulullah saw..

(10)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

30

Maka sesungguhnya jelas (disebutkan) dalam (kitab) Asy-Syarhul Kabier kepunyaan ulama madzhab Malikie; dan tidak diserukan padanya (shalat ‘Ied) ash-shalatu jami’ah. Maksudnya tidak disunahkan dan tidak disukai, bahkan dia dibenci atau menyelisihi yang lebih utama. Selesai.

Bid’ah

Ash-Shan‟anie31 menyatakan dalam kitabnya, yaitu kitab Subulus

Salam bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan perbuatan bid‟ah. Berikut penuturan beliau:

32

Kalaulah dia (penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah) disukai, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Al-khulafa`ur Rasyidin sesudah beliau tidak (akan) meninggalkannya. Ya (memang) penyeruan itu benar (ada) pada shalat Kusuf, (namun) tidak pada yang lain dan pengqiyasan (penganalogian) padanya tidak dibenarkan. Karena suatu amalan yang terdapat sebab (pengamalan)nya pada zaman beliau, sedang beliau tidak melakukannya, maka pengerjaannya sesudah zaman beliau adalah bid‟ah.

Selain Ash-Shan‟anie, „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz juga berbendapat demikian 33.

30

Al-Kandahlawie, Aujazul Masalik, jz. 3, hlm. 338

31

Nama lengkapnya Muhammad bin Isma'il bin Shalah. Beliau lahir pada tahun 1059 H dan wafat pada tahun 1182 H.

Disadur dari Sub ulus Salam, pada pendahuluan kitab, jz.1, hlm. 6, karya Ash-Shan'anie.

32Ash-Shan’anie, Subulus Salam, jz. 1, hlm. 123

33Ibnu Hajar, Fathul Barie, jld. 2, hlm. 452, pada catatan kaki yang ditulis oleh ‘Abdul ‘Aziz bin

(11)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

BAB III

ANALISA

1. Analisa Hadits-Hadits yang berkaitan dengan Penyeruan

Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat ‘Ied

1.1

Hadits Az-Zuhrie tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu

Jami’ah Sebelum Shalat ‘Ied (Lihat bab II)

Hadits Az-Zuhrie menunjukkan adanya perintah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum didirikannya shalat „Ied, baik shalat „Idul Fitri maupun „Idul Adlha.

Hadits Az-Zuhrie ini adalah hadits mursal34. Jumhur ulama sepakat

bahwa hadits mursal tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil35. Jadi hadits

Az-Zuhrie ini tidak dapat dijadikan dalil untuk menentukan hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied. Wallahu Ta'ala A'lam.

1.2

Hadits Ibnu ‘Abbas dan Jabir bin ‘Abdullah tentang Tidak

Adanya Seruan Sebelum Shalat ‘Ied (Lihat bab II)

Inti pembicaraan hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah dalam makalah ini bermuara pada perkataan Jabir bin „Abdullah:

Berikut penulis terangkan sedikit tinjauan perkataan tersebut dari segi bahasa:

Huruf pada perkataan Jabir bin „Abdullah tersebut adalah la nafi lil jinsi. La nafi lil jinsi berfungsi menunjukkan ketiadaan sesuatu yang disebut sesudahnya.36 Jadi dapat difaham dari perkataan Jabir bin „Abdullah

tersebut bahwa tidak ada seruan apapun sebelum shalat „Ied, termasuk kalimat ash-shalatu jami’ah.

Dari kalimat Jabir bin „Abdullah tersebut penulis memahami bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Kemudian perlu diketahui pula bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum

34

Lihat lampiran 28.

35

Disadur dari Shahih Muslim b i Syarhin Nawawie, jld. 1, jz. 1, hlm. 30, karya An-Nawawie.

36

(12)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan shalat „Ied merupakan yang dalam pengamalannya harus berdasarkan dalil. Oleh karena itu apabila tidak didapati dalil, maka amalan tersebut wajib ditinggalkan. Hal tersebut sesuai dengan suatu kaidah dalam ilmu ushul fikih yang berbunyi:

37

Hukum asal pada ibadah-ibadah adalah haram.

Adapun mengenai pengambilan hadits ini sebagai hujjah, berikut ulasan penulis dari segi ilmu mushthalah hadits:

Menurut ilmu mushthalah hadits, hadits ini dinamakan hadits mauquf, karena hadits ini disandarkan pada perkataan shahabat Nabi shallallahu „alaihi wa sallam.38

Hadits mauquf bisa dihukumi marfu’ (disandarkan pada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam39). Hal itu dalam ilmu mushthalah hadits dikenal

dengan istilah: (mauquf dalam lafadh, marfu’ dalam hukum).40 Untuk menghukumi hadits mauquf menjadi marfu’ harus

sesuai dengan suatu bentuk dari beberapa bentuk yang sudah ditentukan.41

Diantara bentuk-bentuk tersebut adalah:

42

Bahwasanya shahabat yang tidak dikenal (sebagai shahabat yang) meriwayatkan dari ahli kitab- mengucapkan suatu ucapan yang tidak dimungkinkan adanya unsur ijtihad, dan (ucapan yang) tidak ada kaitan dengan penjelasan bahasa atau keterangan (lafadh) gharib.

Penulis berpendapat bahwa bentuk ini sesuai untuk menghukumi atsar Ibnu 'Abbas dan Jabir bin 'Abdullah menjadi marfu', karena:

1. Dua shahabat itu tidak dikenal sebagai shahabat yang meriwayatkan dari ahli kitab.

37

Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Al-Wadlih fi Ushulil Fiqh, hlm. 40

38

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 297

39

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 285

40

Disadur dari Taisier Mushthalahil Hadits, hlm. 131, karya Mahmud Ath-Thahhan.

41

Disadur dari Taisier Mushthalahil Hadits, hlm. 131, karya Mahmud Ath-Thahhan.

42

(13)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

2. Perkataan Jabir bin 'Abdullah: ini,

menurut penulis tidak ada unsur ijtihad, karena perkataan tersebut berhubungan dengan ibadah.43 Dan telah disebutkan pula dalam hadits

shahih bahwa Jabir bin „Abdullah telah mengerjakan shalat „Ied bersama Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, maka perkataannya tersebut dapat dipercaya. Hadits yang penulis maksud adalah:

44

Dari Jabir bin „Abdullah dia berkata:” Aku telah menghadiri shalat („Ied) pada hari raya bersama Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Maka beliau memulai shalat sebelum khuthbah tanpa adzan dan iqamat…. (Muslim telah meriwayatkannya).

3. Hadits ini tidak berkaitan dengan penjelasan tentang bahasa dan juga tidak menerangkan lafadh gharib, yaitu lafadh hadits yang sulit difaham dan jarang digunakan.45

Pada asalnya, hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali apabila hadits tersebut dapat dihukumi marfu’.46 Oleh karena hadits Ibnu

„Abbas dan Jabir bin „Abdullah ini dapat dihukumi marfu’, maka penulis berpendapat bahwa hadits mereka berdua dapat dijadikan hujjah dalam menentukan hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied. Wallahu Ta'ala A’lam.

1.3

Hadits ‘Ubaidullah bin ‘Umar, Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr

dan Hadits ‘Aisyah tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu

Jami’ah Sebelum Shalat Gerhana (Lihat bab ll)

Hadits „Ubaidullah bin „Umar, Hadits „Abdullah bin „Amr dan Hadits „Aisyah radliyallahu „anhum menunjukkan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat gerhana.

Ketiga hadits tersebut dimasukkan dalam pembahasan makalah ini, karena sebagian ulama mengqiyaskan (menganalogikan) pembahasan

43

Disadur dari Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 296, karya A. Qadir Hasan.

44

Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jz. 3, hlm. 19

45

Disadur dari Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 283, karya A. Qadir Hasan.

46

(14)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied dengan penyeruan kalimat tersebut sebelum shalat gerhana yang didasari oleh hadits-hadits tersebut.

Hadits-hadits ini berderajat shahih. Meskipun demikian, qiyas (analogi) yang digunakan oleh mereka dalam masalah ini tidak tepat, karena penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan ibadah dan ulama menyatakan bahwa qiyas (analogi) dalam ibadah tidak dipakai.47 Wallahu Ta'ala A’lam.

2. Analisa Pendapat Ulama tentang Hukum

Menyeru-kan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat ‘Ied

1. Mushtahab

2.1.1

Pendapat Tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad,

dan Imam Syafi’ie) (Lihat bab II)

Sebagaimana telah penulis paparkan pada bab kedua, tiga imam ini berpendapat bahwa hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied adalah mushtahab.

Dalam mengungkapkan pendapat ini, Imam Asy-Syafi‟ie berhujjah dengan hadits Az-Zuhrie.48 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa

hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah, maka pendapat beliau dalam masalah ini tidak dapat diterima.

Adapun berkenaan dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, penulis tidak mendapatkan hujjah yang kereka gunakan. Oleh karena itu, pendapat mereka juga tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.1.2

Pendapat Ibnu Hazm

Berdasarkan studi dalam beberapa kitab, penulis tidak mendapatkan hujjah yang digunakan Ibnu Hazm dalam mengungkapkan pendapatnya tentang hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied. Oleh karena itu pendapat beliau dalam masalah ini tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.1.3

Pendapat Al-Fairuz Abadie

47

Disadur dari Syarhul Ushul min ‘Ilmil Ushul, hlm. 418, karya Al-‘Utsaimien.

48

(15)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan Abadie adalah hadits Az-Zuhrie. Jadi pendapat beliau dalam masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied ini juga tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.1.4

Pendapat An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan

Az-Zarqanie

Pada bab II telah disinggung bahwa sebagian ulama menggunakan qiyas (analogi) dalam membicarakan masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied. Sebagian ulama yang penulis maksudkan adalah An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan Az-Zarqanie.

Secara dlahir mereka berempat tidak mengatakan bahwa hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah mushthahab. Mereka hanya menyatakan, meskipun hadits Az-Zuhrie yang digunakan sebagai hujjah disukainya penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied berderajat dla‟if, namun hadits tersebut dikuatkan dengan qiyas (analogi) kepada hadits-hadits shahih yang menunjukkan kalimat tersebut diserukan sebelum shalat gerhana.49

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, meskipun hadits-hadits yang menunjukkan penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat gerhana berderajat shahih, namun qiyas (analogi) yang mereka lakukan dalam masalah ini tidak tepat, karena penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan ibadah dan ulama menyatakan bahwa qiyas (analogi) dalam ibadah tidak dipakai.

Selain itu ada nas yang menunjukkan tidak adanya seruan apapun sebelum shalat „Ied, yaitu hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah dan hadits tersebut dapat dijadikan hujjah (lihat kembali hlm. 10-11 dan hlm. 16-18). Dengan adanya nas tersebut, maka qiyas (analogi) yang mereka lakukan batal, artinya qiyas (analogi) tersebut tidak tepat. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fikih yang berbunyi:

50

Apabila nas datang, (maka) qiyas (analogi) batal.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyatakan bahwa pendapat An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan Az-Zarqanie dalam masalah ini tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

49

Lihat kembali footnote no. 31-35.

(16)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

2. Makruh

Pendapat Ulama Madzhab Maliki

Dalam kitab Aujazul Masalik disebutkan bahwa ulama madzhab Maliki berhujjah dengan hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah radliyallahu „anhuma, yaitu pada perkataan Jabir bin „Abdullah:

.51

Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada analisa hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah (lihat kembali hlm. 15-17) bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah amalan yang tidak ada tuntunan dari Rasulullah shallahu „alaihi wa sallam. Oleh karena itu amalan tersebut tidak dapat dihukumi makruh. Wallahu Ta'ala A’lam.

3. Bid’ah

2.3.1

Pendapat Ash-Shan’anie

Ash-Shan‟anie menyatakan dalam kitabnya, yaitu: Subulus Salam, tidak ada hadits yang menceritakan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat „Ied. Beliau menganggap bahwa menyerukan

kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat ‘Ied merupakan perbuatan bid’ah, karena Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam tidak melakukannya.

Beliaupun menegaskan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah hanya diserukan sebelum shalat gerhana. Kemudian berkenaan dengan pengqiyasan (penganalogian) penyeruan kalimat ini sebelum shalat „Ied dengan penyeruannya sebelum shalat gerhana, beliau menyatakan hal itu tidak benar.52

Pendapat Ash-Shan’anie di atas dapat dibenarkan, karena:

1. Hadits yang menceritakan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat „Ied berderajat dla‟if dan yang dimaksud dalam perkataan beliau adalah tidak ada hadits shahih yang menceritakan tentang hal tersebut.

2. Pernyataan beliau bahwa penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah perbuatan bid‟ah sesuai dengan definisi bid‟ah, yaitu:

51

Disadur dari Aujazul Masalik, jz. 3, hlm. 338, karya Al-Kandahlawie.

(17)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 

53

Sesuatu yang baru dalam agama setelah sempurna, atau apa-apa yang diadakan sesudah (zaman) Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, baik berupa kehendak-kehendak maupun perbuatan-perbuatan.

3. Ada nas berupa hadits shahih yang menunjukkan ketiadaan seruan apapun sebelum shalat „Ied, yaitu hadits Jabir bin „Abdullah yang telah lewat sebelumnya. Sehingga benar pendapat beliau bahwa tidak dapat dilakukan pengqiyasan dalam masalah ini dengan penyeruan kalimat ash-shalatu jami‟ah sebelum shalat gerhana. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.3.2

Pendapat ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz

Menurut „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz hadits mursal yang diriwayatkan Az-Zuhrie mengenai perintah menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied berderajat dha'if. Sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah. Adapun mengenai pengqiyasan (penganalogian) yang dilakukan sebagian ulama dalam masalah ini dengan hadits-hadits shahih tentang menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat gerhana tidak dapat dibenarkan. Hal itu dikarenakan adanya nas yang menunjukkan tidak adanya seruan apapun sebelum shalat 'Ied. Beliau menegaskan bahwa penyeruan yang dilakukan sebelum shalat „Ied dengan sesuatu apapun, merupakan perbuatan bid‟ah.54

Seperti halnya pendapat Ash-Shan‟anie, pendapat „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz pun dapat diterima dengan alasan-alasan yang telah penulis paparkan sebelumnya. Wallahu Ta'ala A’lam.

Berdasarkan analisa di atas, dapat diketahui bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat ‘Ied merupakan perbuatan bid’ah.

Adapun hukum mengamalkan perbuatan bid‟ah adalah haram. Hal itu berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

53

Mahmud Ath-Thahhan, Taisier Mushthalahil Hadits, hlm.123

54Disadur dari Fathul Barie, jld. 2, hlm. 452, pada catatan kaki yang ditulis oleh ‘Abdul ‘Aziz bin

(18)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

55

"Barang siapa mengada-adakan dalam urusan (agama) ini apa-apa yang bukan darinya, maka amalan tersebut tertolak”. (Muttafaqun ‘alaih dan lafal hadits ini milik Imam Muslim).

Karena hukum mengamalkan perbuatan bid'ah adalah haram, maka hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied adalah haram. Wallahu A'lam bish Shawwab.

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Setelah meneliti dan menganalisa data-data yang telah berhasil dikumpulkan, akhirnya penulis sampai pada dua kesimpulan:

1.1 Menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan perbuatan bid‟ah.

1.2 Hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah haram. Wallahu A’lam bish Shawwab.

2. Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas, berikut penulis sampaikan beberapa saran:

1.3 Perbedaan pendapat tentang hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami‟ah sebelum shalat „Ied, hendaknya tidak menjadi perpecahan umat Islam.

1.4 Hendaknya kita berhati-hati dalam menerima pendapat ulama, yaitu dengan memperhatikan alasan-alasan mereka, kemudian kita kembalikan pada Al-Qur’an dan Hadits untuk mengetahui kebenaran alasan-alasan mereka.

Karya ini berasal dari makalah santri Ma'had al-Islam Surakarta binaan Fadhilatus Syaikh al-Ustadz Mudzakkir hafizhahullah; ditulis oleh Ukhtuna Mufidah Pekalongan

55

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 2, hlm. 135 Muslim, Al-Jami’us Shahih, jld. 3, jz. 5, hlm. 132

(19)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan

LAMPIRAN

KEDUDUKAN HADITS

Kedudukan Hadits Az-Zuhrie

Sanad Hadits Az-Zuhrie adalah: Ar-Rabie'  Asy-Syafi'ie  Ats-Tsiqah  Az-Zuhrie  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

Hadits Az-Zuhrie ini adalah hadits mursal, karena Az-Zuhrie (seorang tabi'ie56) meriwayatkan hadits ini langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa

sallam. Hal itu sesuai dengan definisi hadits mursal :

"Satu hadits yang diriwayatkan oleh seorang Tabi'i langsung dari Nabi saw. dengan tidak menyebut nama orang yang menceritakan kepadanya".57

Hadits mursal termasuk hadis yang berderajat dla'if.58

DAFTAR ISI

BAB I: PENJELASAN TENTANG KALIMAT ASH-SHALATU JAMI’AH DAN DEFINISI SHALAT ‘IED

1. Penjelasan tentang Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah ... 2. Definisi Shalat „Ied ... BAB II: HADITS DAN PENDAPAT ULAMA YANG BERKAITAN DENGAN

PENYERUAN KALIMAT ASH-SHALATU JAMI’AH SEBELUM SHALAT ‘IED 1. Hadits yang Berkaitan dengan Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu

Jami’ah Sebelum Shalat „Ied

1.1 Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jam’ah Sebelum Shalat „Ied

Hadits Az-Zuhrie ... 1.2 Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah tentang tidak adanya

seruan Sebelum Shalat „Ied

Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah ... 1.3 Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jam’ah Sebelum

Shalat Gerhana

56Disadur dari Tahdzib ut Tahdzib, hlm. 445, karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalanie. 57

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 108

58

(20)

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-Albani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 1.3.1... Hadist „Ubaidullah bin „Umar ...

1.3.2... Hadist „Abadullah bin „Amr ... 12 1.3.3... Hadist „Aisyah ... 12

2. Beberapa Pendapat Ulama tentang Hukum Menyerukan Kalimat

Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied:

2.1 Mustahab... 2.2 Makruh ... 2.3 Bid‟ah ...

BAB IV: ANALISA

4. Analisa Hadits-Hadits yang Berkaitan dengan Penyeruan Kalimat

Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied:

1.1 Hadits Az-Zuhrie tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied ... 1.2 Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah tentang tidak adanya seruan apapun Sebelum Shalat „Ied ... 1.3 Hadits „Ubaidullah bin „Umar, Hadist „Abadullah bin „Amr, dan

Hadist „Aisyah tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat Gerhana ...

5. Analisa Pendapat Para Ulama tentang Hukum Menyerukan

Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied: 2.1 Mushtahab

2.1.1 Pendapat Tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Imam Syafi‟ie) ... 2.1.2 Pendapat Ibnu Hazm ... 2.1.3 Pendapat Al-Fairuz Abadie ... 2.1.4 Pendapat An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan Az-Zarqanie ... 2.2 Makruh

Pendapat Ulama Madzhab Maliki ... 2.3 Bid‟ah

2.3.1 Pendapat sh-Shan‟anie ... 2.3.2 Pendapat „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz...

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan ... 2. Saran ... LAMPIRAN ... DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan dalam menegakkan keadilan dan perlindungan HAM kaum perempuan di Indonesia selain akibat terbelenggu oleh paradigma positivisme hukum terhadap pemaknaan

Hal ini berarti perlakuan dosis infusa daun sirsak yang berbeda pada tiap perlakuan tidak menunjukan perbedaan efek dalam menurunkan kadar kolesterol darah meski

Maka dari itu Yesus mau merekonstruksi paradigma berpikir perempuan tersebut, karena dari pemahaman yang keliru tentang penyembahan kepada Allah menye- babkan cara

Hasil penelitian ini merupakan gambaran umum mengenai masing-masing variabel sebagai pembanding dalam anasis data hasil penelitian yang meliputi: (1) deskripsi data

5 Seperti yang dikatakan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) menciptakan kepuasan kerja adalah tidak mudah karena kepuasan kerja dapat tercipta jika

Intervensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: tingkat 1 berupa pemberian motivasi oleh peneliti untuk tidak berperilaku maladaptif selama pembelajaran,

Perangkat lunak ini mampu menghasilkan informasi tentang besarnya pembayaran pembukaan sewa dan informasi kunjungan nasabah yang datang untuk melakukan transaksi

4.6.4 Minat Menggunakan Internet Banking yang Dipengaruhi Oleh Persepsi Kegunaan, Persepsi Kemudahan Penggunaan, Persepsi Kredibilitas : Gender sebagai Variabel Moderating Gibson