Disusun Oleh :
0443010045
MUHAMMAD ROZY ANWARI
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,
Pembimbing Utama
NPT. 3 6704 95 0036 1 Juwito, S.Sos, M.Si
Mengetahui D E K A N
Oleh :
0443010065
MUHAMMAD ROZY ANWARI
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 11 Juni 2010
PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI
1. Ketua
NPT. 3 6704 95 0036 1 Juwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3 6704 95 0036 1 Juwito, S.Sos, M.Si
2. Sekretaris
NPT. 3 7303 99 0170 1 Drs. Saifuddin Zuhri, Msi
3. Anggota
NIP. 19641225 199309 2001 Dra. Herlina Suksmawati. MSi
Mengetahui, DEKAN
Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi)
Nama Mahasiswa : Muhammad Rozy Anwari
NPM : 0443010065
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negara / Lisan
Menyetujui,
PEMBIMBING UTAMA
Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1
Mengetahui, DEKAN
Nama Mahasiswa : Muhammad Rozy Anwari
NPM : 0443010065
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Telah diuji dan diseminarkan pada tanggal : 09 Juni 2010
Pembimbing Tim Penguji
1.
Juwito, S.Sos, MSi IR. Didiek Tranggono, Msi
NPT. 3 6704 95 0036 1 NIP.030.203.679
2.
D r s . K u s n a r t o , M S i NIP.030.176.735
3.
Juwito, S.Sos, MSi NPT. 956.700.036 Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
seluruh mahluk. Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas teselesaikannya Skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat memang sulit adanya, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri, karena itu kebanggaan penulis bukan hanya sampai di sini, tetapi penulis bangga telah berusaha untuk menundukkan diri sendiri.
Hal ini bertujuan untuk dijadikan bahan acuan penulis dalam penyelesaian Skripsi nantinya. Selama melakukan penulisan ini, tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penulisan dan pengajuan skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada: 1. Ibuku tercinta di rumah dan seluruh keluargaku.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati. M. Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos., M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi dan sekaligus pembimbing proposal penulis. Sekali lagi, terima kasih.
4. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, S.Sos., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.
5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan proposal ini.
Serta tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih secara khusus kepada :
selama bimbingan skripsi maupun saat kuliah, dan terima kasih buat sahabat-sahabat terbaik yang telah membantu dan memberi semangat guna kelancaran proses praktek maupun penulisan skripsi.
4. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penyusunan ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.
Sungguh penulis menyadari bahwa ini belum sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa ini Insya Allah berguna bagi rekan-rekan di Program Studi Ilmu Komunikasi, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
Surabaya, Mei 2010
SKRIPSI ……….. ABSTRAKSI……… ii iv KATA PENGANTAR………vi DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL……… DAFTAR GAMBAR……….…. DAFTAR LAMPIRAN……… viii xii xv xvi BAB I PENDAHULUAN……….…… 1
1.1 Latar Belakang Masalah………. 1
1.2 Perumusan Masalah………. 9
1.3 Tujuan Penelitian……….……… 9
1.4 Kegunaan Penelitian………..……… 10
1.4.1 Kegunaan Teoritis……….………10
1.4.2 Kegunaan Praktis……….……… 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 2.1. Landasan Teori……….…………
2.1.1. Televisi sebagai massa Media Elektronik……… 2.1.2. Televisi sebagai Sarana Jurnalistik…..………….……… 2.1.3. Berita………..….………… 2.2. Terpaan Media………..………. 2.3. Berita RPM Konten Multimedia……… 2.4. Pengertian Remaja………
2.5. Sikap……….
2.6. Efek komunikasi massa………
2.7. Teori S-O-R……… . ………
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel……… 3.1.1. Sikap... 3.1.2. Remaja Pengguna Internet………... 3.2. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...
3.2.1. Populasi... 3.2.2. Teknik Penarikan Sampel... 3.3. Teknik Pengumpulan Data... 3.4. Metode Analisis Data... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian……… 4.1.1 Gambaran Umum Tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia...
4.2 Penyajian data dan analisis data……….. 4.2.1 Identitas Responden………. 4.2.2 Jenis Kelamin……….. 4.2.3 Usia Responden……… 4.2.4 Tingkat Pendidikan Responden………. 4.3 Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan Pera
Multimedia di Televisi……… 4.4 Aspek Kognitif………. 4.4.1 Remaja Mengetahui Pemberitaan Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia
di Televisi……...………. 4.4.2 Mengetahui bahwa Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia merupakan Pembatasan dalam Penggunaan Internet
untuk Melindungi Kepentingan Umum dari Gangguan Sebagai Penyalahgunaan Informasi
Elektronik……….. 4.4.4 Pengetahuan Remaja Tentang isi Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia……… 4.5 Aspek Afektif……… 4.5.1 Perasaan Senang dengan Adanya Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia
di televisi……… 4.5.2 Perasaan Cemas dengan pemberitaan Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia...…….. 4.5.3 Perasaan senang Menkominfo membuat
Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia ……… 4.5.4 Menganggap adanya Rancangan Peraturan Menteri
merupakan hal yang posotif bagi pengguna internet ………… 4.6 Aspek Behavioral……… 4.6.1 Mendiskusikan Masalah Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia kepada
Sesama Pengguna Internet ……….. 4.6.2 Berhati-hati dalam mengekspresikan
diri dalam penggunaan internet ………...…… 4.6.3 Walaupun ada Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia anda tetap
mengakses situs-situs porno………...……
dan Konatif)... 4.7.1 Aspek Sikap Kognitif... 4.7.2 Aspek Sikap Afektif... 4.7.3 Aspek Sikap Behavioral... 4.8 Rekapitulasi Sikap Remaja Surabaya Terhadap
Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia Di Televisi Di Televisi……….. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 5.1 KESIMPULAN………6 5.2 SARAN………... DAFTAR PUSTAKA……… LAMPIRAN………..
59 59 60 61
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner... 71
Lampiran 2 Sikap Kognitif Remaja di Surabaya Terhadap
Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi... 76
Lampiran 3 Sikap Afektif Remaja di Surabaya Terhadap
Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi... 79
Lampiran 4 Sikap Behavioral Remaja di Surabaya Terhadap
Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi... 82
Lampiran 5 Tabel Perolehan Sikap Remaja di Surabaya Terhadap
Tabel 1. Jenis Kelamin Responden……… 40
Tabel 2. Usia Responden…………..……….……… 40
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden...………. 41
Tabel 4. Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi……….. 42
Tabel 5. Remaja Mengetahui Informasi Yang Berkaitan Dengan
Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia di Televisi………..…… 43
Tabel 6. Mengetahui bahwa Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia Merupakan Pembatasan dalam
Penggunaan Internet dalam pemberitaan
di Televisi... 45
Tabel 7. Mengetahui Bahwa Menkoinfo Membuat
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia
untuk Melindungi Kepentingan Umum
dari Gangguan Sebagai Penyalahgunaan
Informasi Elektronik... 46
Tabel 8. Pengetahuan Remaja Tentang isi Rancangan Peraturan
Peraturan Menteri Konten Multimedia... 50
Tabel 11. Perasaan senang Menkominfo membuat
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia... 51
Tabel 12. Menganggap adanya Rancangan Peraturan Menteri
merupakan hal yang posotif bagi pengguna internet... 52
Tabel 13. Mendiskusikan Masalah Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia kepada
Sesama Pengguna Internet...…………... 54
Tabel 14. Berhati-hati dalam mengekspresikan diri dalam
penggunaan internet... 55
Tabel 15. Walaupun ada Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia anda tetap
mengakses situs-situs porno... 56
Tabel 16. Mengajak Sesama Pengguna Internet Berdemontrasi untuk menentang Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia... 58
Tabel 17. Aspek Sikap Kognitif Remaja Surabaya terhadap pemberitaan
Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia Di Televisi... 59
Tabel 20. Sikap Remaja di Surabaya terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan Konten Multimedia di televisi. Diharapkan dengan adanya pemberitaan ini, remaja Surabaya dapat memberikan respon positif sehingga mau menggunakan layanan Internet dengan baik.
Teori yang digunakan yaitu meliputi teori sikap, pengertian berita dan teori S-O-R, stimulus berupa pesan mengenai pemberitaan “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia”, organisme berupa penerimaan pesan dan respon yaitu berupa sikap Remaja Surabaya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan analisis tipe deskriptif. Untuk mengetahui sikap, digunakan pengukuran yang dinyatakan oleh total skor pernyataan responden mengenai pemberitaan “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dari populasi remaja Surabaya yang pernah menonton berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi. Dan terpilih 100 orang dan sampel diperoleh melalui accidental sampling dengan metode analisis data menggunakan distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sikap, sikap remaja Surabaya Terhadap pemberitaan Konten Multimedia di televisi. Pada aspek kognitif masuk dalam kategori positif, pada aspek afektif masuk dalam kategori hasil netral, dan pada aspek konatif masuk dalam kategori netral.
Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap remaja Surabaya Terhadap pemberitaan Konten Multimedia di televisi adalah netral. Yaitu remaja di Surabaya sebagai responden mengerti terhadap isi berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi tetapi tidak mendukung sepenuhnya terhadap rancangan tersebut, sehingga hal tersebut tidak begitu mempengaruhi responden dalam menggunakan internet.
Kehadiran media massa saat ini sangat berperan dalam menyampaikan
informasi yang akurat kepada masyarakat sesuai dengan fungsinya sebagai kontrol
sosial. Dimana setiap isu yang berkembang di masyarakat sangat erat dengan cara
media mengkonstruksi dan menyampaikan informasi tersebut kepada khlayak.
Disisi lain media merupakan sarana informasi yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui realitas yang terjadi disekitarnya.
Masyarakat dalam kehidupanya membutuhkan informasi untuk memenuhi
segala kebutuhan yang semakin beragam. Informasi selalu berkembang seiring
dengan perkembangan jaman. Dapat dikatakan masyarakat tidak hanya butuh
melainkan masyarakat sangat dituntut untuk mengetahui informasi-informasi yang
selalu berkembang. Dalam penyampaian informasi tidak lepas dari proses
komunikasi dimana dalam proses komunikasi selalu membutuhkan sarana atau
media dalam menyampaikan informasinya, baik melalui media massa atau melalui
media komunikasi interpersonal.
Seiring dengan perkembanganya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam
memperoleh informasi tidak hanya komunikasi secara langsung (tatap muka),
tetapi juga dapat melalui media massa untuk membantu komunikator berhubungan
dengan khalayaknya. Media massa dapat menjadi jembatan untuk
bahkan pelapisan sosial dalam suatu masyarakat. Media masssa juga mempunyai
pengaruh yang besar dalam pembentukan respon dan kepercayaan. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokok media massa membawa pula
pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan respon seseorang.
Kehadiran media massa merupakan gejala awal yang menandai kehidupan
masyarakat modern sekarang ini. Hal ini dapat dilihat melalui meningkatnya
tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai bentuk media massa dan
bermunculan media baru yang menawarkan banyak pilihan pada khalayaknya,
yang pada akhirnya akan menimbulkan ketergantungan pada media elektronik
tersebut. Pesan yang disampaikan oleh media massa melalui majalah, koran,
tabloid, buku, televisi, radio, internet, dan film dapat diterima secara serempak
oleh khalayak luas yang jumlahnya ribuan bahkan hingga puluhan juta.
Berdasarkan pengamatan beberapa ahli bidang pertelevisian menyebutkan bahwa
informasi yang diperoleh melalui siaran tv dapat mengendap dalam daya ingatan
manusia lebih lama dibandingkan dengan perolehan informasi melalui pembaca
karena televisi menyajikan gambar yang merupakan pemindahan bentuk, warna,
ornamen dan karakter yang sesungguhnya dari obyek yang divisuakan (Muda,
2004 :21).
Media televisi sudah menjadi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui
perubahan serta peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain mulai dari film,
berita, hingga kemajuan teknologi yang tengah berlangsung. Dibandingkan
dengan massa yang lain televisi lah yang paling efektif dalam menyampaikan
televisi juga menampilkan gambar,sehingga informasi yang disampaikan akan
lebih mudah dimengerti. Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas
dari pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan pada umumnya. Televisi disini
menimbulakan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang sudah terlanjur
mengetahui dan merasakanya, baik pengaruh positif ataupun pengaruh negatif,
begitu juga internet.
Internet (inter-network) dapat diartikan jaringan computer luas yang
menghubungkan pemakai komputer satu komputer dengan komputer lainnya dan
dapat berhubungan dengan komputer dari suatu Negara ke Negara di seluruh
dunia, dimana didalamnya terdapat berbagai aneka ragam informasi fasilitas
layanan internet browsing atau surfing, yaitu kegiatan “berselancar” di internet.
Kegiatan ini dapat di analogikan layaknya berjalan-jalan di mal sambil
melihat-lihat ke toko-toko tanpa membeli apapun. Elektronik mail (E-mail), fasilitas ini
digunakan untuk berkirim surat dengan orang lain, tanpa mengenal batas, waktu,
ruang bahkan birokrasi searching, yaitu kegiatan mencari data atau informasi
tertentu di internet. Facebook dan Twitter adalah fasilitas yang digunakan untuk
berkomunikasi secara langsung dengan orang lain di internet.
Namun, akhir-akhir ini berbagai media di Indonesia tengah ramai
membicarakan soal kasus Prita dengan rumah sakit OMNI Internasional tentang
pencemaran nama baik. Bermula ketika Prita Mulyasari menulis dan mengirimkan
E-mail pribadinya kepada teman-teman terdekatnya terkait keluhan pelayanan
dan akhirnya menyebar luas sehingga rumah sakit OMNI Internasional menggugat
atas pencemaran nama baik.
Dalam pemberitaan di televisi, kasus ini menimbulkan kontroversi yang
mempunyai dampak yang sangat luar biasa. Prita Mulyasari terbukti bersalah
secara undang-undang mengenai pencemaran nama baik, di satu sisi Prita
Mulyasari hanya menulis di E-mail kepada teman-teman dekatnya tentang
keluhan pelayanan rumah sakit OMNI Internasional. Sehingga timbul “Koin
Peduli Prita” di kalangan masyarakat luas.
Ini adalah salah satu contoh penggunaan internet yang berujung pada rana
hukum. Bukan hanya kasus Prita, kasus ini juga yang menimpa artis Luna Maya
dengan wartawan infotainment. Dengan banyaknya peristiwa ini, maka draft
Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia perlu segera disahkan
Menteri Komunikasi dan Informasi. Dalam Bab II yang terdapat pada Rancangan
Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa Peraturan Menteri tentang Konten
Multimedia tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan umum dari
gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen
elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
Tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Bab II pasal 3, 4, 5, 6 dan
7 tersebut, sejumlah konten internet yang dilarang didistribusikan atau diakses,
seperti konten yang menurut hukum telah melanggar kesusilaan, dan
merendahkan aspek fisik ataupun non fisik, juga berita atau artikel yang
menyesatkan, menyebarkan permusuhan berkaitan dengan suku, agama, dan ras
privasi orang lain. Namun, Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten
Multimedia yang menjadi ide dari Menteri Komunikasi dan Informasi, dinilai
sebagai satu dilema besar atas kebebasan publik dalam penggunaan Internet.
Sanksi atas pelanggaran tersebut, mulai teguran tertulis, denda
administratif, pembatasan kegiatan usaha atau pencabutan izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu, sanksi juga dikenakan
bagi penyelenggara internet, mulai dari pencabutan izin usaha hingga pidana
berdasarkan Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (ITE). Di satu sisi
Rancangan Peraturan Menteri ini diakui memiliki niat baik dalam membantu
hadirnya dunia maya yang lebih sehat di Indonesia, dan untuk melindungi
kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi
elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu
ketertiban umum. Namun di sisi lain banyak kekhawatiran seputar keberadaannya
sebagai 'tangan besi' sensor internet (http://www.jeruknipis.com).
Hal-hal yang dianggap memberatkan termasuk adanya kewajiban
melakukan penyaringan oleh penyelenggara jasa konten multimedia. Hal ini
ditakutkan bisa menjadi kepanjangan tangan penguasa dalam mengebiri hak-hak
penduduk untuk menyampaikan pendapatnya. Maka dalam wawancara di TVONE
Menteri Komunikasi dan Informasi menyatakan bahwa hal ini masih bisa di ubah
dengan uji publik.
Beberapa kasus di atas diberitakan khususnya oleh televisi. Televisi
menyajikan fakta-fakta menarik dan memberitakan kasus ini demi menarik
henti-hentinya menjadi berita utama di berbagai media televisi. Hal ini dapat
menimbulkan gejolak dimasyarakat khususnya para remaja yang menggunakan
jasa internet, karena semakin kasus ini sering disiarkan maka informasi ini akan
semakin tersebar luas.Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia
ini merupakan realistis yang terkait erat dengan kebutuhan masyarakat sehingga
isu ini dianggap penting untuk diberitakan di media.
Kehadiran media massa disini sangat berperan dalam menyampaikan
informasi yang akurat kepada masyarakat sesuai dengan fungsinya sebagai kontrol
sosial. Setiap isu yang berkembang di masyarakat sangat erat dengan cara media
mengkonstruksi dan menyampaikan informasi tersebut kepada khlayak. Disisi lain
media merupakan sarana informasi yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui realitas yang terjadi disekitarnya. Sedangkan isu yang berkembang di
masyarakat saat ini adalah mengenai Rancangan Peraturan Menteri tentang konten
multimedia. Hal ini tentu dapat menimbulkan PRO dan KONTRA di remaja yang
menggunakan jasa internet karena Rancangan Peraturan Menteri ini mempunyai
efek positive dan negative terhadap penggunaan internet. Karena pengguna
internet akan merasa khawatir ketika ingin mengekspresikan diri melalui
Facebook, Twitter maupun jejaring sosial lainnya.
Namun disisi lain Rancangan Peraturan Menteri ini bisa mencegah hal-hal
yang merugikan pengguna internet. Tentu saja keberadaan media sangat
diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap pengetahuan remaja yang
Rancangan Peraturan Menteri ini juga dapat memunculkan respon dan
reaksi yang berbeda pula pada remaja yang menggunakan jasa internet. Respon
tersebut bisa positif atau bahkan negatif tergantung bagaimana media
mengkonstruksi realitas pemberitaan tentang Rancangan Peraturan Menteri
tentang konten multimedia tersebut.
Media sangat berperan besar dalam mempengaruhi dan menentukan sikap
khalayak. Setiap pemberitaan dalam media akan memunculkan perubahan yang
signifikan bagi para penontonnya. Menyadari akan hal itu setiap media pun
berusaha untuk menampilkan informasi yang akurat bahkan cenderung
mendramatisir. Setiap berita atau informasi dikemas sedemikian rupa dan
kemudian ditampilkan dengan cara berbeda demi menarik perhatian khalayak.
Terkait Rancangan Peraturan Menteri tentang konten multimedia hampir semua
media, khususnya media televisi berlomba-lomba untuk memberitakan isu
tersebut secara serentak.
Internet itu sendiri sering digunakan oleh remaja sebagai alat bantu utama
untuk berinteraksi dengan teman-temannya, mengirim e-mail, bahkan membuat
blog, membuka jejaring sosial dan chatting.
Melihat efek yang bisa ditimbulkan oleh media televisi, dalam hal
menyampaikan informasi atau pesan yang bertemakan Rancangan Peraturan
Menteri tentang Konten Multimedia, maka peneliti melihat adanya fenomena
yang menarik untuk dibahas, dimana televisi bisa menjadi salah satu sumber
yang tidak mungkin televisi dapat mempengaruhi sikap penontonnya, yakni
remaja. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap remaja
Surabaya pasca pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten
Multimedia di televisi dengan melihat bagaimana berita tersebut dikemas dan
disajikan oleh media kepada audience-nya.
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah remaja pengguna
internet. Sebuah data menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di
perkotaan 60% adalah di bawah 30 th. Artinya, sebagian dari mereka adalah dari
kalangan anak sekolah, yang masih muda, yang mungkin saja masih belum terlalu
bisa memilah informasi yang ada.
Di kalangan remaja, mereka tidak asing lagi dengan istilah-istilah seperti:
e-mail, browsing, chatting, website, blog, dan sebagainya. Data lain menunjukkan
hampir 30 persen pengguna Internet di Tanah Air berasal dari kalangan remaja
berusia 15-24 tahun. Memang kebanyakan penggunaan Internet oleh remaja, baru
sebatas penerimaan/pengiriman e-mail dan chatting. Banyak pengelola situs yang
mengincar remaja usia 15 sampai 20 tahun sebagai pangsa pasar utama
Internetnya dengan menyajikan informasi terpadu mengenai dunia remaja. Sebab,
pertumbuhan pemakai Internet pada usia itu di Indonesia berkembang sangat
pesat.
Karena itu, internet sudah bukan lagi barang yang asing. Dengan
bermunculannya warnet (warung Internet) yang menyediakan jasa pelayaran akses
Smartphone mereka dapat mengakses internet dengan mudah. Hal ini merupakan
perkembangan yang menggembirakan karena mereka dapat memperoleh
informasi untuk memperluas wawasan dalam berbagai bidang
dalam penelitian adalah kota Surabaya, hal tersebut didasarkan pada Surabaya
karena mempunyai tingkat kepadatan penduduk nomor dua setelah Jakarta.
Sehingga remaja kota Surabaya masih banyak yang mengalami gaya hidup yang
transisi, perpidahan antara gaya hidup tradisional, moderen dengan gaya hidup
metropolis, gaya hidup yang cepat, dinamis serta mengikuti trend
(Susantoro,2003:116).
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas peneliti dapat merumuskan
permasalahan penelitian ini, yaitu:
Bagaimana Sikap Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia di Televisi Tentang Penggunaan Internet.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap remaja di Surabaya terhadap
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Sebagai bahan tambahan pemikiran untuk ilmu komunikasi terutama topik
bahasan yang berhubungan dengan sikap remaja Surabaya terhadap pemberitaan
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi tentang penggunaan
Internet dan sebagai bahan pertimbangan untuk digunakan dalam penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah pengetahuan masyarakat
bahwa media televisi merupakan bentuk media yang perlu perhatian, pengertian
dan pemikiran yang luas didalam penyajiannya, terutama program berita yang
bertema hukum, dalam hal ini mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia. Selain itu remaja dapat menyadari pengaruh besar media dalam sikap
2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa Elektronik
Televisi merupakan bagian dari media massa, dimana media massa
mempunyai fungsi – fungsi tertentu. Menurut Kuswandi (1996 : 21 – 23)
berpendapat bahwa munculnya media televisi dalam kehidupan manusia, memang
menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan
informasi setiap media massa jelas melahirkan satu efek sosial yang bermuatan
perubahan nilai sosial dan budaya manusia. Kemampuan televisi dan menarik
perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut menguasai jarak secara
geografis. Daya tarik media televisi sedemikian besar sehingga pola dan
kehidupan manusia sebelum muncul televisi berubah total sama sekali. Pengaruh
dari pada televisi lebih kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini
terjadi karena kekuatan audio visual televisi yang menyentuh segi – segi kejiwaan
pemirsa. Pada intinya media televisi menjadi cermin budaya tontonan bagi
pemirsa dalam era informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat.
Kehadiran televisi menembus ruang dan jarak geografis pemirsa.
2.1.2 Televisi sebagai sarana Jurnalistik
Tujuan utama dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik adalah menyediakan
informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat. (Ishwara 2005:9) Pada
mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi
sehari – hari secara indah dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pandangan dan perilaku
khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.
Sedangkan menurut Effendy, “Jurnalistik merupakan kegiatan pengolahan
laporan harian yang menarik minat khalayak, nilai dari peliputan sampai dengan
penyebaran informasi pada masyarakat.” (Suhandang, 2004:21). Televisi memiliki
daya tarik yang sangat kuat dibandingkan dengan media lain. Karena televisi
menyajikan acara yang dapat dilihat, didengar, cepat dan hidup bagaikan melihat
sendiri peristiwa yang disiarkan.
2.1.3 Berita
Dean M.Lyle Spencer dalm bukunya yang berjudul News Writings, yang
kemudian dikutip oleh George Fox Mott ( News survey Journalism ), menyatakan
bahwa ” Berita dapat didefinisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide
yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca”, Sedangkan menurut
Mitchel V.Charnley, menyebutkan ” Berita adalah laporan yang tepat waktu
mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau
kedua-duanya bagi masyarakat luas”
Cakupan tersebut dapat dicatat bahwa kata-kata seperti fakta, akurat, ide,
tepat waktu, menarik, penting,opini dan sejumlah pembaca merupakan hal-hal
yang perlu mendapatkan perhatian. Dengan demikian disimpulkan bahwa berita
adalah suatu fakta, ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap
Sebuah berita menjadi menarik untuk dibaca, didengar, atau ditonton. Jika
berita tersebut memiliki nilai atau bobot yang berbeda antara satu dan yang
lainnya. Nilai berita tersebut sangat tergantung pada pertimbangan seperti berikut:
a. Timeliness
Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Dalam memperoleh
dan menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual ini, media
massa mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari
wartawan sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan
canggih untuk menjangkau narasumber dan melaporkannya pada
masyarakat seluas dan secepat mungkin. Aktualitas mencakup kalender,
waktu, dan masalah.
b. Proximity
Berita adalah kedekatan. Kedekatan mengandung dua arti yakni kedekatan
geografis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada
suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita.
Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili kita, maka
semakin terusik dan semakin tertarik kita untuk menyimak dan
mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan
oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan
c. Prominence
Ada istilah “Names Make News”, nama menciptakan berita. Ketokohan
atau keterkenalan seseorang kerap kali menjadi objek berita yang menarik
untuk diketahui. Orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor,
selebriti, figur publik, dimana pun selalu membuat berita. Jangankan
ucapan dan tingkah lakunya.
d. Consequence
Consequence artinya konsekuensi atau akibat. Pengertiannya yaitu, segala
tindakan atau kebijakan, peraturan, perundangan dan lain-lain yang dapat
berakibat merugikan atau menyenangkan orang banyak merupakan bahan
berita yang menarik.
e. Conflict
Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau
sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan, merupakan
sumber berita yang tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan
menganggap penting perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan
acuan, kebenaran masih diperdebatkan. Konflik akan cenderung jalan terus
meskipun ada pihak yang setuju (pro) dan ada pihak yang kontra (kontra)
sebab konflik senantiasa menyatu dengan dinamika kehidupan.
Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminal merupakan contoh element
f. Development
Development ( pembangunan ) merupakan materi berita yang cukup
menarik apabila reporter yang bersangkutan mampu mengulasnya dengan
baik.
g. Disaster and crimes
Disaster ( bencana ) dan crimes ( kriminal ) adalah 2 peristiwa berita yang
pasti akan mendapatkan tempat bagi para pemirsa dan penonton.
h. Weather
Weather ( cuaca ) di Indonesia atau di negara-negara yang berada di
sepanjang garis khatulistiwa memang tidak banyak terganggu.
i. Sport
Berita olah raga sudah lama daya tariknya
j. Human Interest
Kisah-kisah yang dapat membangkitkan emosi manusia seperti lucu, sedih,
dramatis, aneh dan ironis merupakan peristiwa dari segi human interest.
( Muda, 2003 : 29-39 )
2.2 Terpaan Media
Menurut Prastyono (Rakhmat 2005 : 23), media exposure dapat diartikan
sebagai terpaan media. Sedangkan, Shore mengatakan “Exposure is hearing,
seeing, reading, or most genneraly, experiencing, with at least a minimal amount
of interest the mass media. The exposure might occure to an individual or group
kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan – pesan media ataupun
mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi
pada individu maupun kelompok.
Rosengen mengemukakan bahwa penggunaan media terdri dari jumlah
waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang
dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi
media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat 2005 :
66).
Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media
baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longerity
(Ardianto Erdinaya, 2004). Sedangkan, pengaruh antara khalayak dengan isi
media meliputi attention atau perhatian. Kenneth E. Andersen mendefinisikan
perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2005).
2.3 Berita Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia
Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia adalah suatu
rancangan Menteri Komunikasi dan Informasi yang akan di keluarkan untuk
melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang
mengganggu ketertiban umum. Tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri
Bab II pasal 3, 4, 5, 6 dan 7 tersebut, sejumlah konten internet yang dilarang
kesusilaan, dan merendahkan aspek fisik ataupun non fisik, juga berita atau artikel
yang menyesatkan, menyebarkan permusuhan berkaitan dengan suku, agama, dan
ras (SARA), kekerasan, hal pembajakan hak kekayaan intelektual tanpa izin, dan
privasi orang lain. Namun, Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten
Multimedia yang menjadi ide dari Menteri Komunikasi dan Informasi, dinilai
sebagai satu dilema besar atas kebebasan publik dalam penggunaan Internet.
2.4 Pengertian Remaja
Remaja dalam masa kini merupakan segmen kehidupan yang penting
dalam siklus perkembangan individu. Masa remaja ditandai dengan
berkembangnya sikap independen kepada orang tua kearah independen, minat
seksual dan kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri,
nilai-nilai etika dan isu-isu moral (Yusuf,2001:71).
Masa usia sekolah menengah adalah bertepatan dengan masa remaja. Masa
remaja dalam usia sekolah menengah dibagi dalam tiga masa,yaitu: masa
praremaja (remaja awal), masa remaja (remaja madya) dan remaja akhir. Menurut
Konopka dalam (Yusuf,2001:184) usia pada remaja awal adalah 12-15 tahun,
remaja madya 15-18 tahun dan remaja akhir 19-24 tahun.
Remaja akhir dalam perspektif relasi interpersonal merupakan suatu
periode yang mengalami perubahan dalam hubungan yang ditandai dengan
berkembangnya minat terhadap lawan jenis atau pengalaman pertama dalam
penghambat bagi perkembangan berikutnya, baik dalam persahabatan, pernikahan
atau berkeluarga (Yusuf,2001:27).
Remaja sebagai obyek penelitian ini yang berumur 15 sampai 24. Mereka
dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa
madya. Dilihat segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia ini adalah
pemantapan pendirian hidup (Yusuf,2001:27).
2.5 Sikap
Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek aspek tertentu
dalam lingkungannya. Komponen – komponen sikap adalah pengetahuan,
perasaan – perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap
adalah evaluatif terhadap objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni
bagaimana seseorang berhadap – hadapan dengan objek sikap. Tekanannya pada
kebanyakan peneliti dewasa ini adalah perasaan atau emosi. Dewasa ini banyak
psikolog sosial berasumsi bahwa diantara faktor – faktor lain, perilaku
dipengaruhi oleh tujuannya.
Tujuan perilaku ini tidak hanya dipengaruhi oleh sikap seseorang, tetapi
juga oleh harapan lingkungan sosialnya terhadap perilaku tersebut, norma – norma
subjektif, serta kemampuannya untuk melakukan itu, yakni penilaian perilaku
Menurut Schfman dan Kanuk (1997 menyatakan bahwa sikap adalah
ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah senang atau tidak
senang, suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak terhadap suatu objek. Objek
yang dimaksud bisa berupa merek, layanan, pengecer, perilaku tertentu dan lain –
lain, Sedangkan Paul dan Olson (1999) menyatakan bahwa pesan adalah evaluasi
konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi adalah
tanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan yang relatif rendah.
2.6 Efek Komunikasi Massa
Komunikasi massa sedikit banyak akan memberikan efek atau pengaruh
pada masyarakat. Aspek menerpa seseorang yang menerimanya baik secara
sengaja dan terasa atau tidak sengaja dan malah sebaliknya tidak dimengerti
(Liliweri, 1991).
Lebih lanjut, (Jalludin Rakmat, 2003:219) membagi tiga bagian yang ditimbulkan
oleh media massa, yaitu :
1. Efek Kognitif
Efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan
transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi.
2. Efek Afektif
Efek efektif timbul apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi,
3. Efek Behavioral
Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang
meliputi pola – pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku.
Karena penelitian ini meneliti sikap mahasiswa pengguna internet di
surabaya terhadap suatu pemberitaan di salah satu program televisi.
Ketiga komponen tersebut berada dalam suatu hubungan yang konsisten.
Sebelum suka atau tidak suka (Efek afektif) terhadap suatu objek, tentu seseorang
harus tahu dan yakin lebih dahulu (Efek kognitif). Seseorang membeli suatu
produk (Efek behavioral), tentu karena suka (Efek afektif), kecuali dalam keadaan
terpaksa.
Penelitian ini lebih memfokuskan pada Efek kognitif dan Efek afektif.
Karena berhubungan dengan pengetahuan perasaan seseorang. Sikap mahasiswa
Surabaya pasca pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri di televisi terhadap
penggunaan internet. Memungkinkan dapat merubah sikap maupun menambah
pengetahuan mereka. Adapun teori yang peneliti gunakan dalam menunjang
penelitian ini adalah :
2.7 Teori S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus – Organism – Response ini
semula berasal dari ilmu psikologi. Kalau kemudian menjadi teori komunikasi,
tidak mengherankan, karena objek material dari ilmu psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama, yaitu manusia dan jiwanya meliputi komponen –
Menurut teori stimulus – organism - response ini, efek yang ditimbulkan
adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan. Jadi unsur – unsur dalam model ini adalah :
1. Pesan (Stimulus, S)
2. Komunikan (Organism, O)
3. Efek (Response, R)
“ Pesan yang disampaikan oleh komunikator ke komunikan akan
menimbulkan suatu efek yang kehadirannya terkadang tanpa disadari oleh
komunikan” (Effendy, 2003 : 255).
[image:37.595.137.446.411.528.2]
Gambar 2.1
Model Komunikasi S-O-R (Effendy, 2003 : 255)
Stimulus atau pesan yang diterima oleh komunikan melalui media, salah
satunya yaitu media televisi diterima oleh organism atau komunikan yang
kemudian melambaikan response atau efek. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa
efek – efek dari penerimaan pesan yang terjadi pada komunikan antara lain
mengubah opini, kognisi, afeksi, dan konasi.
Stimulus
(Pesan atau informasi)
Organism
(Komunikan)
Response
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin
diterima atau ditolak. Komunikasi berlangsung jika ada perhatian dari komunikan.
Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang
kemudian melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan
menerimanya, maka terjadilah kesediaan komunikan untuk mengubah sikap.
(Effendy,2003)
Maka sesuai dengan teori yang telah dijelaskan diatas, stimulus dalam
penelitian ini adalah program berita di televisi yang menyampaikan pesan
mengenai pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia
meresahkan masyrakat indonesia yang menggunakan internet selama ini untuk
melakukan komunikasi melalui E-mail, Facebook, Twitter, blogger serta media
internet lainnya. Organism dalam penelitian ini adalah remaja surabaya yang
berusia 15 – 24 tahun, sedangkan response yang akan diteliti pada penelitian ini
adalah efek kognitif yang mengalami perubahan kognisi atau pengetahuan
komunikan mengenai suatu pesan.
2.8 Teori Sikap
Teori sikap (Standpoint Theory) memberikan kerangka untuk memahami
sistem kekuasaan. Kerangka ini dibangun atas dasar pengetahuan yang dihasilkan
dari kehidupan sehari-hari orang, mengakui bahwa individu-individu adalah
konsumen aktif dari realitas mereka sendiri dan bahwa perspektif
individu-individu itu sendiri merupakan sumber informasi yang paling penting mengenai
sikap (standpoint) adalah posisi yang dicapai berdasarkan lokasi sosial yang
memberikan suatu aspek interpretatif pada kehidupan seseorang (West and Turner
2008 : 184).
Teori ini mengklaim bahwa pengalaman, pengetahuan, dan perilaku
komunikasi orang dibentuk sebagian besarnya oleh kelompok sosial, kesamaan
latar belakang, atau kesamaan nasib. Sikap menunjuk pada permasalahan dalam
tatanan sosial dan juga menyiratkan cara-cara baru untuk mengatur kehidupan
sosial sehingga menjadi setara dan adil. Dalam hal ini teori sikap termasuk dalam
kelompok teori yang disebut sebagai teori sikap.
Teori sikap memiliki beberapa asumsi dari beberapa ahli. Salah satunya
adalah asumsi epistemologis dan ontologis dari pendekatan sikap menyiratkan
bahwa baik yang layak untuk dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Adapun
asumsi epistemologis dan ontologisnya adalah :
1. Pengetahuan bukan konsep yang objektif melainkan dibentuk secara
subjektif oleh yang mengetahuinya. Pendekatan terhadap mengetahui yang
berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh keyakinan dalam kebenaran objektif.
2. Perbedaan lokasi sosial yang membentuk persepsi dan pengalaman
berbeda meskipun mempunyai latar belakang yang sama.
3. Teori sikap menyingkirkan sikap yang dominant dengan sikap yang
berasal dari luar mainstream budaya. Dalam memulai pemikiran dari perspektif
4. Membicarakan pengalaman dan kemudian menginterpretasikan. Teori
sikap berusaha untuk memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh lokasi tertentu
terhadap pandangan urang terhadap dunia dan komunikasi mereka.
Dengan menggunakan teori sikap mampu mengilustrasikan kesentralan
komunikasi baik dalam membentuk dan menyalurkan sikap. Selain itu teori ini
menunjuk pada kegunaan komunikasi sebagai alat dalam mengubah status quo
dab menghasilkan perubahan. Konsep suara, mengungkap pendapat, dan berbicara
bagi orang lain merupakan hal penting dalam teori sikap dan epistemologi sikap
dan semuanya adalah konsep-konsep yang berakar pada komunikasi.
Teori sikap menunjukkan cara lain dalam memandang posisi, pengalaman,
dan komunikasi yang relatif dari berbagai kelompok sosial. Teori ini memiliki
kecondongan politis dan kritis yang jelas dan teori ini menunjukkan kekuasaan
dalam kehidupan sosial. Teori sikap menunjukkan perbedaan dalam perilaku
komunikasi dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda (West and Turner 2008
: 191).
2.9 Kerangka berpikir
Dalam penelitian ini yang diteliti adalah pemberitaan di televisi tentang
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia mempengaruhi pola konsumtif
remaja terhadap penggunaan internet di Surabaya. Adapun kerangka berpikirnya
sebagai berikut :
Remaja mendapat terpaan dari pemberitaan televisi tentang Rancangan
tidak ada masalah dalam menggunakan internet untuk berkomunikasi dan
berapresiasi. Bahkan internet merupakan salah satu alat bantu berapresiasi dan
berkomunikasi ke semua penjuru dunia bagi remaja pengguna internet. Tapi
setelah televisi mempublikasikan tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia. Pemberitaan di televisi tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia membuat remaja Surabaya cemas akan kebebasan berapresiasi,
berkomunikasi, dan pendapat mereka.
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia adalah suatu rancangan
Menteri Komunikasi dan Informasi yang akan di keluarkan untuk melindungi
kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi
elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu
ketertiban umum. Namun, Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten
Multimedia yang menjadi ide dari Menteri Komunikasi dan Informasi, dinilai
sebagai satu dilema besar atas kebebasan publik dalam penggunaan Internet yang
kemudian akan membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap kecemasan
Secara sistematis, kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
[image:42.595.135.492.198.314.2]berikut:
Gambar 2.2
Bagan kerangka berpikir diatas menggambarkan hubungan terpaan pemberitaan di
televisi dengan sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai
Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia di Televisi tentang
penggunaan internet.
Terpaan pemberitaan
Televisi
Rancangan Peraturan
Menteri
Remaja Surabaya
a.Perhatian b.Pengertian c.Penerimaan
Respone
Positif
Netral
27 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran variabel
Pengertian variabel adalah sebuah konsep dalam bentuk kongkret atau konsep
operasional yang acuannya lebih nyata dan secara relatif akan lebih mudah
diidentifikasikan dan diobservasi serta dengan mudah untuk diklarifikasikan
(Bungin, 2001:77).
3.1.1 Sikap
Sikap sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang
lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkunganya. Dalam
hal ini sikap Remaja Surabaya pasca pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia di televisi terhadap penggunaan internet.
Sikap Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi. Sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan konten multimedia di
Televisi tentang penggunaan Internet merupakan bentuk dari kecenderungan
berpikir, merasa dan bertindak dalam menghadapi obyek, ide dan situasi berupa
tayangan atau pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di
Televisi.
Seperti yang sudah dibahas pada Bab II, bahwa perubahan sikap yang timbul
diakibatkan oleh stimulus yang diterima organism (pemirsa) sehingga sikap nasabah
ini dapat dilihat dalam tiga komponen, yaitu : Aspek kognitif, Aspek afektif dan
1. Aspek Kognitif
Aspek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Aspek ini berkaitan dengan
transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Aspek
kognitif ini bisa dikaitkan dengan proses berpikir dimana organism akan
menggunakan rasionalistis dan logika mereka untuk mengetahui sebuah
obyek sikap. Dalam hal ini obyek sikapnya adalah pemberitaan Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia di media massa. Dimensi kognitif
sikap remaja di Surabaya pasca pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia di televisi terhadap pengunaan internet yakni
meliputi :
a. Mengetahui bahwa ada pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia di televisi.
b. Mengetahui bahwa Rancangan Peratutan Menteri Konten Multimedia
merupakan pembatasan dalam penggunaan internet di pemberitaan
televisi.
c. Mengetahui bahwa Menkominfo membuat Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia ini untuk melindungi kepentingan umum
dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik,.
d. Pengetahuan responden tentang isi Rancangan Peraturan Menteri
Jenjang yang diinginkan
3
Perhitungan dan pengkategoriannya sebagai berikut :
1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan
skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16
2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan
skor jawaban terendah, yaitu 1 x 4 = 4
Maka perhitungan interval skornya adalah sebagai berikut :
Range =
=
= 4 16 – 4
Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut :
1. Aspek Kognitif Negatif = 4 - 7
2. Aspek Kognitif Netral = 8 - 11
3. Aspek Kognitif Positif = 12 – 16
2. Aspek Afektif
Aspek efektif timbul apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi, atau dibenci khalayak. Aspek ini ada hubungannya dengan emosi,
sikap, atau nilai. Jadi sifatnya evaluatif sehingga mereka akan mulai mengerti
tentang informasi tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia
melalui tayangan atau pemberitaan di televisi. Dimensi Afektif sikap remaja
di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan internet yakni meliputi :
a. Merasa senang dengan adanya Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia.
Jenjang yang diinginkan
3
b. Merasa cemas dengan pemberitaan Rancangan Peratutan Menteri
Konten Multimedia.
c. Merasa senang Menkominfo membuat Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia.
d. Menganggap adanya Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia merupakan hal positif bagi pengguna internet.
Perhitungan dan pengkategoriannya sebagai berikut :
1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan
skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16
2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan
skor jawaban terendah, yaitu 1 x 4 = 4
Maka perhitungan interval skornya adalah sebagai berikut:
Range = =
=
= 4 16 - 4
Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut :
1. Aspek Afektif Negatif = 4 - 7
2. Aspek Afektif Netral = 8 - 11
3. Aspek Behavioral
Aspek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati
yang meliputi pola – pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku dan
bertindak yang berhubungan dengan informasi yang didapat dalam
pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.
(Jalludin Rakmat, 2003) Dimensi Behavioral sikap remaja di Surabaya
terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia di televisi tentang pengunaan internet meliputi :
a Adanya kecenderungan responden untuk mendiskusikan masalah
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia kepada sesama
pengguna Internet.
b. Adanya kecenderungan responden untuk berhati-hati dalam
mengekspresikan diri dalam penggunaan internet.
c. Adanya kecenderungan responden untuk tetap mengakses situs-situs
porno.
d. Adanya kencederungan responden untuk mengajak sesama pengguna
internet berdemontrasi untuk menentang Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia.
Perhitungan dan pengkategoriannya sebagai berikut :
1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan
skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16
2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan
Skor tertinggi - Skor terendah Jenjang yang diinginkan
3
Jenjang yang diinginkan
Hasil dari penelitian ini dapat dihitung dengan 3 efek yaitu efek kognitif,
afektif, abehavioral maka perhitungan interval skornya adalah :
Range =
=
3 16 – 4
= 4
Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut :
1. Aspek Behavioral Negatif = 4 - 7
2. Aspek Behavioral Netral = 8 - 11
3. Aspek Behavioral Positif = 12 – 16
Setelah kognitf, afektif dan behavioral telah selesai perhitungan kumulatif interval
kelasnya adalah sebagai berikut :
Range =
= 48 - 12
= 12
Jadi pengkategoriannya adalah :
1. Kategori Negatif jika skor yang diperoleh 12 - 23
2. Kategori Netral jika skor yang diperoleh 24 - 35
3. Kategori Positif jika skor yang diperoleh 36 - 48
Untuk mengetahui sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan
internet diukur dengan alternatif pilihan yang dinyatakan dalam pernyataan untuk
pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau memihak pada
obyek sikap atau favorable (Azwar, 1997:161).
Dalam penelitian ini digunakan skala likert. Yang dimaksud dengan skala
likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur bobot 1 sampai dengan 4. Dalam
melakukan penskalaan dengan model ini responden diberi daftar pertanyaan
mengenai sikap dan responden akan disediakan jawaban untuk dipilih. Sebagai
pernyataan responden terhadap ketidaksetujuan terhadap pertanyaan dari kuesioner
(Singarimbun, 1995:111). Jawaban dari kuesioner digolongkan menjadi empat jenis
pilihan jawaban, yaitu :
1. Sangat Tidak Setuju (STS) (memiliki skor1).
2. Tidak Setuju (TS) (memiliki skor2).
3. Setuju (S) (memiliki skor3).
4. Sangat Setuju (SS) (memiliki skor4).
Sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan
Menteri Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan internet di kategorikan
dalam tiga kategori :
a. Positif : Responden mendukung Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia di televisi.
b. Netral : Responden menyatakan tidak menentukan pilihan atau tidak
mengambil keputusan terhadap objek sikap, artinya responden tidak dapat
menentukan pilihan atau mengambil keputusan terhadap objek sikap terhadap
pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.
c. Negatif : Responden tidak mendukung Rancangan Peraturan Menteri Konten
3.1.2 Remaja Pengguna Internet
Dalam menggunakan Internet di indonesia saat ini di dominasi oleh remaja
yang berusia 15 hingga 30 tahun. Sebuah data menunjukkan bahwa rata-rata
pengguna internet di perkotaan 60% adalah di bawah 30 th. Artinya, sebagian dari
mereka adalah dari kalangan anak sekolah, yang masih muda, yang mungkin saja
masih belum terlalu bisa memilah informasi yang ada.
Di kalangan remaja, mereka tidak asing lagi dengan istilah-istilah seperti:
e-mail, browsing, chatting, website, blog, dan sebagainya. Data lain menunjukkan
hampir 30 persen pengguna Internet di Tanah Air berasal dari kalangan remaja
berusia 15-24 tahun. Memang kebanyakan penggunaan Internet oleh remaja, baru
sebatas penerimaan/pengiriman e-mail dan chatting. Banyak pengelola situs yang
mengincar remaja usia 15 sampai 20 tahun sebagai pangsa pasar utama Internetnya
dengan menyajikan informasi terpadu mengenai dunia remaja. Sebab, pertumbuhan
pemakai Internet pada usia itu di Indonesia berkembang sangat
pesat.
3.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.2.1 Populasi
Populasi sasaran penelitian ini adalah seluruh remaja surabaya, yang mana
jumlah remaja surabaya tersebut adalah berjumlah 264.921 orang (sumber BPS
2008). Alasan penelitian yakni remaja di kota Surabaya yang pernah menonton
pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.
Disini peneliti mengklasifikasi sample responden berusia 15-24 tahun dikarenakan
3.2.2 Teknik Penarikan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja pengguna internet di Surabaya Teknik
penarikan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
purposive sampling yaitu teknik penentuan dengan pertimbangan dan kriteria tertentu
(Sugiyono 2003 : 61).
Adapun kriteria atau ciri-ciri yang dipakai peneliti yang akan dijadikan sample
antara lain :
1. Remaja Surabaya yang berusia 15-24 tahun.
2. Remaja pengguna internet.
3. Remaja yang menonton siaran berita mengenai Rancangan Peraturan Menteri
Konten Multimedia di televisi.
Jumlah sample yang terpilih nantinya akan dihitung dengan menggunakan rumus
Yamane yaitu sebagai berikut : (Rakhmat, 1995:82).
Keterangan :
n : Jumlah sample N : Jumlah populasi
d : Presisi 10% derajat ketelitian (0,01)
Jumlah populasi yang diteliti adalah sebanyak 264.921, jadi berdasarkan data
tersebut untuk mengetahui jumlah sampel maka akan dihitung sebagai berikut :
1 ² ) 1 , 0 ( 264921 264921 + = n 2650.21 264921 = n
n = 99,96
= 100
3.3 Teknik pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara dalam mengumpulkan data
yang diperoleh langsung atau tidak langsung dari lapangan yang nantinya akan
digeneralisasi dan dianalisis. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara
observasi, penyebaran kuesioner dan pengumpulan data-data sekunder (Rakhmat,
2001:96).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari tempat
penelitian (dari sumbernya) dan diolah sendiri oleh lembaga yang
bersangkutan untuk dimanfaatkan (Bungin, 2004;122).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak
langsung tetapi melalui perantara atau menggunakan lembaga lain yang
bukan pengelolanya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian
tertentu (Bungin, 2004:122). Data sekunder dalam penelitian ini adalah
buku-buku yang terkait dengan judul penelitian, data jumlah masyarakat
Surabaya dan data-data yang ada pada website internet.
3.4 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, yang dijelaskan
berdasarkan frekuensi dengan cara pembuatan tabel. Tujuan pembuatan tabel adalah
pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.
Berdasarkan tabel frekuensi dari tiap pertanyaan yang diajukan dengan rumus :
F
P= X 100 N
Keterangan : P = Persentase responden
F = Frekuensi responden
N = Jumlah responden
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka akan diperoleh persentase yang
diinginkan dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya akan disajikan
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia
Rancangan Peraturan Menteri ini dibuat sejak tahun 2006 semasa Menteri
Komunikasi da informasi Sofyan Djalil kemudian pada tahun 2007 diundang para
pakar untuk melanjutkan Rancangan Peraturan Menteri tersebut, Rancangan
Peraturan Menteri itu bukan tentang Konten Multimedia tapi kode etik konten
kemudian lahir UU ITE (Informasi Teknologi dan Elektronik), maka berubah
menjadi konten multimedia pada masa Menteri Muhammad Nuh. Pada tahun
2008 dilakukan uji publik pertama kemudian RPM tersebut dilakukan uji publik
kedua tahun namun pada tanggal 11 februari 2010 di uji publikan kepada
masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan apabila ada butir-butir pasal
yang tidak cocok dalam pelayanan internet di masyarakat.
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia adalah suatu rancangan
peraturan yang dibuat untuk membantu hadirnya dunia maya yang lebih sehat di
Indonesia, dan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi
elektronik yang mengganggu ketertiban.
Dalam peraturan menteri tersebut,disebutkan dalam Bab II, Pasal 3,
Konten yang mengandung Pornografi tatu konten yang mengandung kesusilaan.
Pasal 4, larangan tentang konten yang menawarkan perjudian. Pasal 5
menerangkan bahwa dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau
membuat dapat diaksesnya Konten yang mengandung muatan mengenai tindakan
yang merendahkan keadaan dan kemampuan fisik, intelektual, pelayanan,
kecakapan, dan aspek fisik maupun non fisik lain dari suatu pihak. Pasal 6 berisi
larangan untuk menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, muatan konten
yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan pada suatu
kelompok dan SARA. Dalam pasal 7 menyebutkan dilarang mendistribusikan atau
membuat dapat diaksesnya Konten yang mengandung privasi dan hak kekayaan
intelektual tanpa izin dari pemegang hak kekayaan intelektual yang bersangkutan.
Sanksi atas pelanggaran tersebut, mulai teguran tertulis, denda
administratif, pembatasan kegiatan usaha atau pencabutan izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu, sanksi juga dikenakan
bagi penyelenggara internet, mulai dari pencabutan izin usaha hingga pidana
berdasarkan Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (ITE).
4.2 Penyajian Data dan Analisis Data 4.2.1. Identitas Responden
Data yang ada pada bagian ini adalah data-data yang diperoleh
berdasarkan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan responden. Data ini diperlukan untuk dapat menjelaskan secara umum
4.2.2. Jenis Kelamin
Identitas responden berikutnya adalah tentang jenis kelamin responden,
[image:56.595.110.519.219.300.2]untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
NO PEKERJAAN F %
1 Laki-laki 57 57
2 Perempuan 43 43
JUMLAH 100 100
Sumber : kuesioner I.4
Dari hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian jenis kelamin
responden yang menyaksikan pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia di televisi adalah untuk laki-laki sebanyak 57 orang atau dari
keseluruhan responden sebesar 57 % sedangkan untuk perempuan sebanyak 43
orang atau dari keseluruhan responden sebesar 43%.
4.2.3. Usia Responden
Berdasarkan hasil kuesioner yang dapat diketahui bahwasannya dari 100
responden yang menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten
Multimedia di Televisi mempunyai jenjang usia 15 - 24 tahun
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
NO USIA RESPONDEN F %
1 15 – 17 tahun 0 0
2 18 – 20 tahun 58 58
3 21– 24 tahun 42 42
JUMLAH 100 100
Sumber : kuesioner I.5
Dari hasil tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden yang diperoleh
[image:56.595.109.517.578.668.2]Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa semua responden dalam penelitian ini
adalah remaja Surabaya yang menggunakan layanan internet dan mengetahui
tentang pemberitaan Rancangan Peraturan Menterti Konten Multimedia di televisi
. Antara lain pada tabel Nomor 1 menjelaskan bahwa responden yang berusia 15
sampai dengan 17 tahun tidak ada satupun orang atau sebesar 0% dari keseluruhan
jumlah responden. Responden yang berusia 18 sampai dengan 20 tahun sebanyak
58 orang atau sebesar 58% dari total keseluruhan responden. Sedangkan sisanya
responden yang berusia 21 sampai dengan 24 tahun berjumlah 42 orang atau
sebesar 42% dari total keseluruhan jumlah responden.
4.2.4. Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan tabel 4.3 dibawah ini menjelaskan tentang identitas responden
mengenai pendidikan terakhir yang disandang oleh responden, untuk lebih
[image:57.595.110.519.509.601.2]jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
NO PENDIDIKAN F %
1 SMP 0 0
2 SMA 0 0
3 PERGURUAN TINGGI /
MAHASISWA
100 100
JUMLAH 100 100
Sumber : kuesioner I.6
Dari hasil tabel 4.2 diketahui bahwa sebesar 100% responden
4.3 Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi.
Frekuensi remaja Surabaya dalam menonton pemberitaan Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi ini terbagi menjadi empat
kategori karena untuk mempermudahkan responden dalam menjawab pertanyaan
tentang berapa kali dalam sebulan mereka menonton pemberitaan ini. Dari tabel
ini dapat diketahui frekuensi responden dalam menonton pemberitaan Rancangan
[image:58.595.110.517.348.469.2]Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.
Tabel 4.4
Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi
NO FREKUENSI MENONTON F %
1 1 kali 0 0
2 2 kali 19 19
3 4 kali 58 58
4 > 5 kali 23 23
JUMLAH 100 100
Sumber : kuesioner I.9.
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah terbesar yaitu
sebanyak 58 responden mengaku frekuensi menonton pemberitaan Rancangan
Peraturan Menteri Konten Multimedia di televsi adalah 4 kali dalam sebulan.
Kemudian sebanyak 23 orang responden pun mengaku menonton pemberitaan
Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia lebih dari 5 kali. Hal ini
menunjukkan bahwa cukup besar prosentase remaja Surabaya yang menyaksikan
pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi. Jumlah
terkecil menunjukkan 19 orang responden saja yang menonton pemberitaan
4.4. Aspek Kognitif
Aspek kognitif responden mengenai sikap remaja Surabaya terhadap
pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi diukur
dengan 4 pertanyaan mengenai aspek kognitif yang diajukan agar responden
memilih masing-masing 1 dari 4 kategori yang telah disusun dalam posisi
berurutan pada masing-masing pertanyaan pada kuesioner. Kemudian pada
masing-masing kategori diberikan skor dari yang tertinggi ke yang terendah
secara berurutan. Diperoleh data, bahwa skor tertinggi adalah 16 dan skor
terendah adalah 4.
4.4.1 Remaja mengetahui pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi
Salah satu bagian yang paling mendominasi dalam informasi