i
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA”
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam kesempatan istimewa ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penulisan skripsi baik berupa dukungan, doa maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat yang mendalam mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
ii
Akuntansi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.
6. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, Oktober 2010
iii 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 12
2.2. Landasan Teori ... 15
2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan... 25
2.2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan ... 26
2.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 29
2.2.4. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan ... 32
iv
2.2.10. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 44
2.3. Kerangka Pikir ... 49
2.4. Hipotesis... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 50
3.1.1. Kepemilikan Manajerial (X1) ... 50
3.1.2. Kebijakan Hutang (X2) ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 62
4.1.1. PT. Aneka Tambang Tbk... 62
v
4.2.2. Deskripsi Mengenai Kebijakan Hutang... 68
4.2.3. Deskripsi Mengenai Ukuran Perusahaan... 70
4.2.4. Deskripsi Mengenai Profitability... 72
4.2.5. Deskripsi Mengenai Pengungkapan Biaya Sosial ... 74
4.2.6. Hasil Pengujian Normalitas ... 76
4.2.7. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 77
4.2.7.1.Multikolinieritas... 77
4.2.7.2.Heteroskedastisitas... 78
4.2.7.3. Autokorelasi ... 80
4.2.8. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda... 81
4.2.9. Teknik Analisis ... 83
4.2.9.1. Hasil Uji F... 83
4.2.9.2. Hasil Uji t ... 84
4.3. Analisis Hasil Penelitian... 85
4.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 88
4.5. Keterbatasan Penelitian... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 88
5.2. Saran ... 89
vi
4.1. : Data Kepemilikan Manajerial Perusahaan Tambang di Bursa Efek
Indonesia ... 67
4.2. : Data Kebijakan Hutang Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia………... 69
4.3. : Data Total Asset Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia … 71
4.4. : Data Profitability Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia.. 73
4.5. : Data Pengungkapan Biaya Sosial Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia……… 75
4.6. : Hasil Pengujian Normalitas……….. 77
4.7. : Hasil Pengujian Multikolinieritas...……….. 78
4.8. : Hasil Pengujian Hetetoskedastisitas..……….. 79
4.9. : Hasil Pengujian Autokorelasi……….. 80
4.10. : Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda……….. 81
4.11. : Hasil Uji F……… 83
4.12. : Hasil R2………... 84
4.13. : Hasil Uji T ………... 84
vii
viii
Lampiran 3 : Uji Asumsi Klasik Multikolineritas, Uji Asumsi Autokorelasi, Non Parametric Correlations
ix
BURSA EFEK INDONESIA
Oleh:
Mochammad Setyadi Abstrak
Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui pengaruh, dan menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perusahaan sub sektor Tambang yang terdaftar (listing) di BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini jenis data sekunder. Penelitian ini berlandaskan pendekatan kuantitatif dengan tekhnik analisis regreri linier berganda.
Berdasarkan hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: Kepemilikan Manajerial, Leverage, Ukuran Perusahaan dan
Profitability tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksistensi suatu perusahaan tidak bias dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa (Susiloadi, 2008:123). Dua aspek (ekonomi dan sosial) penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan (profit) dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya (Susiloadi, 2008:123). Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar) menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak merasakan
kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat atau gejolak sosial (Susiloadi, 2008:123)
Menurut World Council for Sustainable Development definisi
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya, serta masyarakat local ataupun masyarakat luas. Corporate Social
Responsibility (CSR) merupakan konsep dimana perusahaan
mengintegrasikan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi mereka, dengan para stakeholder dengan dasar sukarela (Handayati,2009:7)
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. (Susiloadi, 2008:2).
Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan.
Beberapa penulis seperti Henderson dalam Kholis, (2002:28), menggambarkan beberapa contoh konkrit yang dapat dianggap sebagai
Permasalahan penting lainnya yang menjadi isu dikalangan para akuntan sehubungan dengan erxternality adalah mengenai seberapa jauh perusahaan harus bertanggung jawab terhadap sosial ekonomi seluruhnya, dan bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat untuk menggambarkan transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tersebut. Di pihak lain, banyak perusahaan dan asosiasi industri berperang untuk mengubah peraturan pemerintah yang baru atau mencoba mengikisnya melalui ketidakpatuhan. Dalam kasus ini, menejemen mungkin merasa bahwa beberapa dari peraturan tersebut, seperti undang-undang perlindungan lingkungan, akan memiliki dampak ekonomi negative terhadap perusahaan mereka karena biaya untuk mematuhi undang-undang tersebut tidak sesuai dengan manfaatnya.
Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional
(mainstream accounting) telah banyak dikritik karena tidak dapat
mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility
Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.
pemilik saham, kini paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggungjawaban kepada seluruh stakeholders.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) paragraph kesembilan secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial.
Penelitian ini menggunakan variabel Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan pengungkapan sosial. Hal ini dikarenakan konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling, 1976:44). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al. 1988:5).
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio
yang rendah. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).
Teori biaya politis, yang menyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajer akan memilih prosedur akuntansi yang dapat menghasilkan laba sekarang lebih rendah dibandingkan laba masa depan. Dengan demikian semakin tinggi biaya politis yang dihadapi perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak mengeluarkan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial sehingga laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah (Watt & Zimmerman, 1990:44)
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze dalam Hackston & Milne, 1996:42). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Bowman dalam Hackston & Milne 1996:22).
Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Resiko merupakan tingkat kerugian yang ditanggung investor dalam melakukan aktivitas investasi sedangkan ketidakpastian adalah suatu hal yang dapat menunjukkan
Untuk mengurangi kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja perusahaan maupun informasi lain yang relevan seperti kondisi ekonomi dan politik dalam suatu negara. Informasi yang diperoleh dari perusahaan lazimnya didasarkan pada kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1999 mewajibkan bagi setiap perusahaan (terutama perusahaan publik) wajib menyajikan laporan keuangan, baik laporan keuangan interim/ quarter (unaudit) maupun laporan keuangan tahunan/ annual (audited). Laporan keuangan tahunan (yang telah di audit) antara lain dipublikasikan oleh Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) yang memuat laporan neraca dan
laporan laba rugi, serta catatan yang berhubungan dengan laporan keuangan tersebut. Berdasarkan laporan keuangan, investor dapat mengetahui kinerja perusahaan dalam kemampuannya untuk menghasilkan profitabilitas dan besarnya pendapatan dividen perlembar saham (dividend per share).
Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value
added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor
Begitu juga dengan perusahaan tambang, yang banyak mengeksploitasi sumber daya alam. Hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pengeluaran biaya sosial perusahaan. Tetapi pada kenyataannya banyak perusahaan tambang yang belum mencantumkan biaya sosial dalam laporan keuangannya. Berdasarkan tiga belas perusahaan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya empat perusahaan tambang atau sekitar 30,7% yang melakukan pengungkapan biaya sosial. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan perusahaan tambang sebagai obyek penelitian.
Berikut ini adalah beberapa perusahaan tambang yang mencantumkan kegiatan sosial :
Tabel. 1.1. Data Perusahaan Tambang Yang Melakukan Kegiatan Sosial
No. Perusahaan Tahun Kegiatan Sosial
1. Aneka Tambang, Tbk 2007 12.862.795 2 Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk 2007 12.394.000
3 Timah Tbk 2004 4.752
4. Elnusa, Tbk 2008 586.678.382
Sumber : PT. Bursa Efek Indonesia
Masih banyaknya perusahaan tambang yang belum mengungkapkan biaya sosial, membuat beberapa peneliti mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan dalam Perusahaan Tambang, diantaranya adalah pada penelitian Cooke (1992) yang menyebutkan “Pengaruh antara size, status listing, dan jenis industri terhadap luas pengungkapan dalam laporan tahunan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa size, status listing adalah variabel penjelas yang penting, dan Perusahaan Tambang secara signifikan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan Non Tambang.
1.2. Rumusan Masalah
Perusahaan Tambang adalah perusahaan pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi, perusahaan ini perlu melakukan pengungkapan sukarela (pengungkapan sosial). Karena, Perusahaan Tambang selain dekat dengan investor, kreditor, dan pemerintah, perusahaan juga dekat dengan lingkungan sosial. Maka dari itu perlu adanya pengungkapan sosial dalam prakteknya. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan :
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Bagi Peneliti
Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir serta pengetahuan penulis dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk dilaksanakan di lapangan.
b. Bagi Perusahaan
Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan penerapan tanggung jawab sosial secara efektif bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
c. Bagi Akademis
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Retno Anggraini (2006) Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam
Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan
yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)
Peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan tanggung
jawabnya terhadap kepentingan sosial dengan memberikan informasi
sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk
mengungkapkan informasi sosial di dalam laporan keuangan tahunan pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonominya, hal ini
disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-150/Men/2000
oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan
kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan
ganti kerugian di perusahaan. Serta dikeluarkannya PSAK No. 57 tentang
kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi dan Aktiva kontinjensi yang
berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2001. Hal ini berarti perusahaan
akan mengungkapkan informasi tertentu jika ada aturan yang
menghendakinya. Sedangkan pada perusahaan perbankan dan asuransi
sebagian besar (lebih dari 50%) mengungkapkan informasi mengenai
pengembangan sumber daya manusianya dibandingkan dengan industri
yang lain. Hal ini karena industri ini sangat tergantung pada kemampuan
manusia (karyawan) dalam memberikan jasanya kepada pelanggan.
Perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk
dalam industri yang memiliki risiko politis yang tinggi (high-profile)
cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak
dibandingkan perusahaan lain.
2. Sayekti Dan Wondabio (2007) Dengan Judul Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris Pada
Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta). Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon
pasar terhadap laba perusahaan (earning response coefficient, ERC).
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan
perusahaan tahun 2005. Pengujian empiris atas sampel tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR berpengaruh
negatif terhadap besarnya ERC. Tujuan dari penelitian adalah untuk
menguji pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam
laporan tahunan perusahaan terhadap ERC. Penelitian ini menggunakan
sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2005.
Kesimpulan dari pengujian analisa regresi berganda yang menggunakan
memasukkan variabel beta (sebagai proksi risiko) dan price-to-book value
(sebagai proksi dari growth opportunities) menunjukkan hasil yang
mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Bukti empiris
penelitian ini mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa tingkat
pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan
berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian ini mengindikasikan
bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam
laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukkan bagi para pelaku usaha, investor, lembaga pasar modal terkait,
serta para penyusun standar akuntansi bahwa mungkin sudah harus
dipertimbangkan untuk mengatur mengenai pengungkapan informasi CSR
dalam laporan tahunan perusahaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan persamaan
penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya terdapat pada waktu, tempat
penelitian, dan Variabel bebas penelitian yang digunakan. Sedangkan
persamaannya adalah sama – sama membahas mengenai Pengungkapan
Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan.
Jadi penelitian kali ini bukan merupakan duplikasi dari penelitian
sebelumnya, meskipun diakui penelitian terdahulu mampu mendukung
2.2. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal
Definisi pasar modal menurut Sunariyah (2004:2) adalah sebagai
berikut:
a. Definisi dalam arti luas: Pasar modal adalah kebutuhan system
keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan
semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat berharga / klaim
jangka panjang dan jangka pendek, primer dan yang tidak langsung.
b. Dalam arti menengah: Pasar modal adalah semua pasar yang
terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan
warkat-warkat kredit (biasanya) yang berjangka waktu lebih dari satu tahun
termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotek
dan tabungan serta deposito berjangka.
c. Dalam arti sempit: Pasar modal adalah tempat pasar terorganisir yang
memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan
memakai makelar, komisioner dan para underwriter.
Secara umum Sunariyah (2004:3) juga menyebutkan pengertian
pasar modal adalah pasar abstrak sekaligus pasar konkret dengan barang
yang diperjualbelikan adalah dana yang bersifat abstrak, dan bentuk
2.2.1.1. Fungsi dan Peranan Pasar Modal
Menurut Husnan (2009:4) pasar modal menjalankan fungsi
ekonomi dan keuangan, dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar
modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke
borrower, sedangkan fungsi keuangan dilakukan dengan menyadiakan
dana tanpa harus terikat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yag
diperlukan untuk investasi tersebut.
Widiatmodjo (2006:14) menjelaskan peranan pasar modal dalam
kegiatan ekonomi yaitu menjadi salah satu sumber untuk kemajuan
ekonomi. Hal ini disebabkan karena pasar modal dapat menjadi sumber
dana alternatif bagi perusahaan – perusahaan dan digolongkan sebagai
sumber pembiayaan modern.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pasar modal,
maka perusahaan – perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana
sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat ditingkatkan.
Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi, akan menciptakan dan
mengembangkan lapangan kerja yang luas yang dengan sendirinya dapat
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga secara langsung
dapat berpengaruh dalam mengurangi jumlah pengangguran.
Dijualnya saham di pasar modal berarti masyarakat diberi
kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh
perusahaan, dengan kata lain pasar modal dapat membantu pemerintah
2.2.1.2. Jenis-jenis Pasar Modal
Penjualan saham kepada masyarakat dapat dilakukan dengan
beberapa cara, umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun
bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut diperjual belikan. Menurut
Sunariyah (2004:10), jenis-jenis pasar modal tersebut ada beberapa
macam, yaitu:
a. Pasar Perdana (primary market)
Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang
menerbitkan saham (emiten) kepada investor selama waktu yang
ditetapkan oleh pihak yang menerbitkan sebelum saham tersebut
diperdagangkan di pasar sekunder. Pengertian tersebut menunjukkan
bahwa pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan
saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya
(penawaran umum) sebelum saham dicatatkan di bursa. Harga saham di
pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang
akan go public (emiten) berdasarkan analisis fundamental perusahaan
yang bersangkutan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain
menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada
masyarakat sebagai calon investor. Dari uraian diatas menegaskan
bahwa saham yang diterbitkan emiten pertama kali dan dari hasil
b. Pasar Sekunder (secondary market)
Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah
melewati masa penawaran pada pasar perdana. Harga saham di pasar
sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan
penjual. Jadi, pasar sekunder merupakan pasar dimana saham dan
sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui masa
penjualan di pasar perdana. Dibandingkan dengan perdagangan pasar
perdana, perdagangan pasar sekunder mempunyai volume perdagangan
yang jauh lebih besar. Namun demikian, hasil penjualan saham disini
biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan.
c. Pasar ketiga (third market)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di
luar bursa (over the counter market). Di Indonesia, pasar ketiga ini
disebut bursa pararel. Dimana menurut Pakdes 1989 bursa pararel
merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi oleh
Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi oleh badan
Pengawasan Pasar Modal.
d. Pasar Keempat (fourth market)
Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antara investor atau
dengan kata lain pengalihan saham dari pemegang saham ke pemegang
perdagangan semacam ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar
(block sale).
2.2.1.3. Instrumen Pasar Modal
Pada umumnya dana – dana yang diperjualbelikan adalah berupa
surat – surat berharga yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Bentuk –
bentuk surat berharga ini disebut dengan efek.
Pengertian efek menurut UU RI No 8 tahun 1995, tentang efek
yang dikutip oleh Husnan (2009:3). Efek adalah selembar kertas yang menunjukan hak pemegang surat tersebut untuk memperoleh bagian dari
prospek atau kekayaan lembaga yang menerbitkan sekuritas tersebut.
Instrumen pasar modal menurut Sunariyah yang dikutip oleh Paris Ma’ruf
(2002) adalah :
1. Saham
Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan.,
dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham paling dominan
diperdagangkan, selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham
biasa dan saham perferen.
a. Saham biasa
Pada saham biasa pemegang saham tidak memperoleh hak
istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk
memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh
memperoleh sebagian dari kekayan perseroan setelah tagihan
kreditur dilunasi. Namun itu adalah hak umum bukan hak
istimewa.
b. Saham preferen
Sedangkan pada saham preferen, pemegang saham memperoleh
hak untuk mendapat deviden atau bagian kekayaan pada saat
likuidasi perusahaan, lebih dulu dari saham biasa.
Dalam pemilihan Dewan Komisaris, pemilik saham biasa
mempunyai hak suara yang pada kelanjutannya akan mengangkat
pejabat – pejabat untuk mengelola perusahaan, sedangkan pemilik
saham preferen tidak memiliki hak suara.
2. Obligasi
Obligasi adalah bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh
penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji
lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal
jatuh tempo, yaitu :
a. Obligasi biasa
Merupakan tanda hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau
swasta dengan jumlah pembayaran bunga secara tertentu.
b. Obligasi konversi
Obligasi yang setelah jangka waktu tertentu, dengan pertimbangan
dan atau harga tertentu, dapat ditukarkan menjadi saham
3. Derivatif dari Efek
a. Right
Right ini menunjukan bukti hak memesan terlebih dahulu yang
melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham
untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan
sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain.
b. Warrant
Warrant merupakan opsi untuk membeli sejumlah saham dengan
harga tertentu. Warrant sering dipergunakan dalan penerbitan
obligasi, karena jika suatu obligasi disertai dengan warrant,
investor tidak hanya akan memperoleh bunga tetap dari pembelian
obligasi, tetapi juga opsi untuk membeli saham dengan bunga
tertentu.
2.2.2. Laporan Keuangan
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan,
kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar
mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan
kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas,
pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan
tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan
proses pelaporan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integrasi dari laporan keuangan”.
(PSAK, 2009:14)
Jadi untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dan hasil usaha
suatu perusahaan akan dapat diketahui melalui keuangan yang merupakan
produk akhir dari proses akuntansi yang terdiri dari pencatatan,
penggolongan, dan peringkasan kejadian keuangan selama periode tertentu
yang meliputi neraca, laporan laba rugi dan laporan keuangan lainnya.
2.2.2.1. Jenis Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2007:15), laporan keuangan yang lengkap
biasanya terdiri dari:
a. Neraca
b. Laporan laba rugi
c. Laporan perubahan posisi keuangan
d. Catatan atas laporan keuangan
Setiap laporan keuangan utama harus diikuti dengan pernyataan
bahwa catatan atas laporan keuangan adalah merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan. Laporan
keuangan disusun dalam rangka mencapai atau memperoleh penjelasan
ini ditambah dengan penjelasan tambahan yang diperlukan guna
penjelasan penuh. Laporan ini disebut laporan bentuk panjang.
a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi atau keadaan
keuangan, dengan demikian menunjukkan aktiva, kewajiban dan
modal sendiri dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. neraca
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi
masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
2) Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul
dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan akan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang
mengandung manfaat ekonomi.
3) Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah
dikurangi semua kewajiban.
b. Laporan Laba Rugi, merupakan ringkasan aktivitas usaha perusahaan
pada periode tertentu yang melaporkan hasil usaha bersih atas
kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan aktivitas lainnya.
laporan keuangan laba rugi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan
2) Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi dalam
periode akuntasi tertentu dalam bentuk arus keluar atau
berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanaman modal.
c. Laporan perubahan posisi keuangan, perubahan posisi keuangan dapat
disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus
kas atau laporan arus dana. Bapepam mewajibkan emiten dan calon
emiten menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan
laporan perubahan posisi keuangan yang mengukur perubahan aktiva,
kewajiban dan modal sendiri selama suatu periode tertentu dalam
bentuk arus kas (inflow) arus kas keluar (outflow) dana. laporan arus
kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan
diklasifikasikan menurut aktivitas, operasi dan pendanaan.
d. Catatan atas laporan keuangan, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dan memberikan penjelasan kualitatif serta kuantitatif
terhadap laporan keuangan utama, sehingga tidak menyesatkan
pembacanya. Kewajiban untuk pemberian catatan menurut Bapepam
harus didasarkan pada pertimbangan materialitas berdasarkan
persentase relatif. Untuk pihak-pihak yang sifatnya khusus, baik
karena sifat industri maupun transaksinya perlu diuraikan dalam
2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan
adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada
mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan
menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
(a) aset;
(b) liabilitas;
(c) ekuitas;
(d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
(e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya
sebagai pemilik;dan
(f) arus kas.
Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam
catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam
memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal
2.2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan 1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Aktiva Lancar Current Ratio = --- Hutang Lancar
Rasio lancar sangat berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dimana dapat
diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan
dapat menjamin hutang lancarnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin
terjamin hutang-hutang perusahaan kepada kreditor. Current ratio 2.0
kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja
dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standard atau rasio
yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 2.0
hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk
mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.
Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan baik dengan kreditor atau
posisinya kuat terhadap pemasok, mungkin perusahaan tidak perlu memiliki
rasio yang tinggi. Sebagai contoh supermarket. Posisi supermarket terhadap
pemasok biasanya adalah cukup kuat. Dengan kondisi demikian maka
supermarket dapat membayar hutangnya setelah 3 atau 4 bulan, sedangkan
penjualan dilakukan secara tunai. Dalam kondisi demikian rasio lacar tidak
perlu terlalu
Rasio lancar mempunyai sifat tingginya berubah-ubah dari waktu ke
permintaan akan pakaian mulai meningkat, kemudian menurun mencapai titik
terbawah lagi pada hari raya tersebut. Untuk menghadapi kenaikan permintaan
tersebut toko pakaian harus menaikkan besarnya persediaan.
Kalau peningkatan persediaan barang dagangan tersebut dibiayai dengan
cara mengurangi uang tunai perusahaan, maka rasio lancar perusahaan tidak
mengalami perubahan. Sebab pada transaksi seperti itu hanya struktur aktiva
lancarnya saja yang mengalami perubahan, sedangkan nilai total aktiva lancar
dan nilai total passiva lancarnya tidak mengalami perubahan, sehingga rasio
lancar tidak mengalami perubahan.
Akan tetapi jika penumpukan persediaan dilaksanakan dengan cara
dibiayai dari pinjaman jangka pendek, maka ketika volume penjualan tinggi,
rasio lancar perusahaan akan menurun. Oleh karena itu untuk mengukur
tingginya likuiditas perusahaan lebih baik untuk mempergunakan angka
perputaran modal kerja daripada mempergunakan rasio lancar. Adapun
pertimbangannya ialah karena angka perputaran modal kerja tidak banyak
dipengaruhi oleh sifat musiman, relatif dibandingkan dengan rasio lancar.
2. Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukan pentingnya sumber modal pinjaman dan tingkat
keamanan yang dimiliki oleh kreditor. Semakin tinggi rasio ini berarti
semakin kecil jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk membiayai
Rasio ini disebut juga proprietory ratio yang menunjukan tingkat
solvabilitas perusahaan dengan anggapan bahwa semua aktiva dapat direalisir
sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca.
Rumus perhitungannya adalah :
Modal Sendiri --- = X Total Aktiva
3. Rasio Rentabilitas
Profitability suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara
keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan
kekayaan atau assets yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut
(operating assets). Yang dimaksud dengan operating assets adalah semua
aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak
digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau
usaha pokok perusahaan. Rumus perhitungannya adalah :
Laba Usaha
--- = X Aktiva Usaha
Rasio ini akan mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa
mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efisiensi
2.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Kotler dan Lee dalam Solihin (2009:5) ”Corporate Social
Responsibility is a commitment to improve community well being through
discretionary business practices and contribution of corporate
resources”(tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan yang
semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut
meningkatkan kesejahteraan komunitas dan berkontribusi kepada sumberdaya
perusahaan).
Menurut versi Bank Dunia dalam Laksiani (2008:45) definisi
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah “Corporate Social
Responsibility (CSR) is the commitment of business to contribute to
sustainable economic development working with employees and their
representatives, the local community and society at large to improve quality
of life, in ways that are both good for business and good for development”
(Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen bisnis sebagai
kontribusi untuk keberlanjutan perkembangan ekonomi yang bekerja sama
dengan pekerja, perwakilan mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas
untuk memperbaiki kualitas hidup, dimana keduanya baik untuk bisnis
maupun pengembangan).
Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari
beberapa komponen utama, yaitu: perlindungan lingkungan, jaminan kerja,
standart usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan
kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.
Sedangkan menurut Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan
Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen bisnis yang
berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan
karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk
meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang
menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.
Sejauh ini definisi yang banyak digunakan adalah pemikiran
Elkington tentang triple bottom line. Menurut Elkington (1997) dalam
Laksiani (2008:45) Corporate Social Responsibility (CSR) adalah adanya
segitiga dalam kehidupan stakeholders yang mesti diperhatikan korporasi di
tengah usahanya mencari keuntungan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial,
yang kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga.
Ebert (2003) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai
usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap
kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan
tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain,
para karyawan, dan investor. Corporate Social Responsibility (CSR)
memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya
dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di
bidang hukum (Darwin, 2004:33). Dalam kemajuan industri sekarang,
sistem operasi perusahaan menjadi suatu sistem yang memiliki kepedulian
dan tanggung jawab terhadap sosial sangat kuat, perkembangan tekhnologi
dan industri yang pesat dituntut untuk memberikan kontribusi positif terhadap
lingkungan sekitar.
Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam
perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial
kepada pemilik atau pemegang saham (shareholders), tapi juga memiliki
komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena
CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam
jangka panjang. Adapun tujuan dari Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah (Darwin, 2004:33):
1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan,
biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara
fundamental adalah baik.
2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi
adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat.
Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya
akuntabilitas sosial.
3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan
tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.
Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan
perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada
masyarakat.
2.2.4. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan
Tanggung jawab adalah suatu kewajiban perusahaan yang tidak
hanya menyediakan barang dan jasa baik bagi masyarakat maupun juga
dalam mempertahankan kualitas lingkungan sosialnya secara fisik
maupun memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan
masyarakat dimana mereka berada. Perusahaan bertanggung jawab
secara sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja
operasionalnya, tidak hanya mengutamakan atas laba perusahaan tetapi
juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang
ada disekitarnya. Perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai
satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan
mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari
laba untuk pemegang saham (Gray et. Al., 1987).
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai
Corporate social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek
sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat
secara keseluruhan (Gray et. Al., 1987). Kontribusi negatif perusahaan
kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan
informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan
sebagai tanggung jawab perusahaan.
Gray et. Al. (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan
mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang
berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten
tersebut, yaitu:
1. Decision-userfulnes study
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan
bahwa informasi sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker,
dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan
bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi
moderately important.
2. Economic theory study
Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada
Economic agency theory dan Accounting positivism theory yang
menganologikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal.
Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users
lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi
seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen,
manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai
3. Social and political theory studies
Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi
organisasi, dan teori ekonomi publik. Teori stakeholder
mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran
dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya.
Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan
perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder nya.
Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat
perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh
nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk
dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources). Jika aktivitas
perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat
timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh
masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social
resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial)
2.2.5. Pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan
Ada 2 jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah
ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama
adalah ungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang
harus di ungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal
di suatu Negara. Sedangkan yang kedua adalah ungkapan sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan
sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya
sukarela. Karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk
mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan
penyelenggara pasar modal. Keragaman dalam pengungkapan
disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang memiliki
filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan
pengungkapan informasi kepada masyarakat. (Anggraini, 2006:4)
Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial sampai saat ini
belum mempunyai standar yang baku, hal ini dikarenakan adanya
permasalahan yang berhubungan dengan biaya dan manfaat sosial.
Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan
pertanggungjawaban sosialnya. (Anggraini, 2006:4)
Informasi dalam menyusun dan mengungkapkan tentang aktivitas
pertanggungjawaban sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed (1990)
mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial
perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan
Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan
pelestarian lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap
polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan,
konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan
2. Energi
Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi
dalam hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan
efisiensi terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi,
efisien energi.
3. Praktik bisnis yang wajar
Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan,
dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial
4. Sumber daya manusia
Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai
sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam
suatu komunitas. Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan
dan peningkatan ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji
serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas,
jaminan keselamatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan, seni.
5. Produk
Meliputi keamanan, pengurangan polusi.
2.2.6. Kepemilikan manajemen
Kepemilikan manajerial merupakan presentase atau proporsi saham
yang dimiliki oleh manajemen (Faisal, 2005). Sedangkan kepemilikan
manajemen adalah pemegang saham yang dari pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Menurut
alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara pemegang klaim
utama yang ada dalam perusahaan. Sedangkan menurut pendekatan
kedua, informasi asimetri menganggap struktur kepemilikan sebagai
salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara
insider dan outsiders melalui pengungkapan informasi di pasar modal.
Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka
semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai
perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial
dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus
mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et. Al.,
(1998)
Anderson dkk (2002) mengatakan bahwa perusahaan yang
dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan
berkurangnya konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur,
dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi
kepentingan kreditur. Anderson & Reeb (2002) menunjukkan bahwa
pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari adanya kepemilikan
keluarga. Hasil penelitian Arifin (2003) menunjukkan bahwa perusahaan
publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi
keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan
yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya,
dalam perusahaan yang dikendalikan keluarga, masalah agensinya lebih
kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan
kepemilikan keluarga yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat
dibatasi. Tetapi pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan
keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di perusahaan
konglomerasi – seperti yang banyak terdapat di Indonesia.
Sebagian besar kekayaan pemilik Perusahaan Konglomerasi tidak
berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika
hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go
public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan
keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru
tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut
hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari
masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaannya. Hal ini
terbukti dari hasil penelitian Kim & Yi (2005) yang menemukan bahwa
besaran pengelolaan laba lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai
kelompok afiliasi dibanding yang tidak mempunyai kelompok afiliasi.
Berarti perusahaan dengan kelompok usaha afiliasi memberikan
pemegang saham pengendali lebih banyak insentif dan kesempatan
untuk melakukan pengelolaan laba.
Jadi kepemilikan manajerial adalah Proporsi kepemilikan saham
manajerial terhadap total saham. Skala yang digunakan adalah skala
rasio, dengan satuan rupiah.Dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11) :
Kepemilikan Manajerial =
Keterangan :
D & C SHRCit = Kepemilikan Saham oleh Direktur dan komisaris
perusahaan perusahaan i pada tahun t
Tot SHRCit = Jumlah total dari saham biasa perusahaan yang
beredar perusahaan i pada tahun t
2.2.7. Leverage
Semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan
melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk
melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik (1989)),
supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi
biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban
sosial)
Dana dapat diperoleh dan luar perusahaan (external financing)
maupun dan dalam perusahaan (internal financing). Modal internal
berasal dan laba ditahan, sedangkan modal eksternal dapat berasal dan
modal sendiri dan hutang. Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi
yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh
kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan
dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan
usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang
Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang
dapat diperoleh dan hutang maupun ekuitas. Besar kecilnya rasio hutang
dapat dilihat pada rasio Debt Equity Ratio (DER). Hutang mempunyai
dua keuntungan yaitu (a) bunga yang dibayarkan dapat dipotong dengan
tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dan hutang, (b)
pemegang hutang (debtholder) mendapatkan pengembalian tetap
(Masdupi, 2005). Penggunaan hutang memiliki kelemahan (a) hutang
yang semakin tinggi meningkatkan risiko sehingga suku bunganya akan
semakin tinggi pula, (b) bila kondisi perusahaan tidak dalam kondisi
bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup menutup
biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi
ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena
dapat terancam kebangkrutan. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan.
pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai
dengan utang. Karena dengan penggunaan utang, hak mereka terhadap
perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai
pendanaan tersebut dengan alasan bahwa utang mengandung risiko yang
tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya dengan pihak lain
(Masdupi, 2005).
Jadi kebijakan hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang
akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh
dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha
lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah
lalu. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.
(Anggraini, 2006 : 11)
2.2.8. Ukuran Perusahaan (Size)
Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran
perusahaan (Size) terhadap kualitas ungkapan, namun sebenarnya
landasan teoritis mengenai pengaruh size ini tidaklah terlalu jelas.
Walaupun begitu, berbagai penelitian empiris yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pengaruh total aktiva hampir selalu konsisten dan
secara statistik signifikan. Beberapa penjelasan yang mungkin dapat
menjelaskan fenomena ini adalah bahwa perusahaan besar mempunyai
biaya informasi yang rendah, perusahaan besar juga mempunyai
kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan
kecil (Cooke, 1989). Size perusahaan merupakan variabel independen
yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam
laporan keuangan perusahaan.
Size Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat
dari besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan
maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki
pendanaan. Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva
perusahaan (http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php).
Tingkat pertumbuhan perusahaan juga merupakan faktor yang
mempengaruhi struktur modal, perusahaan yang memiliki tingkat
pertumbuhan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang
daripada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih
lambat (Weston dan Brigham, 1994:174) dalam (Rembulan, 2008).
Pertumbuhan, perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan,
sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar
pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar akan mudah
memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran
perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, total penjualan, dan rata-rata total aktiva
(Feri dan Jones dalam Masidonda, Maski, dan Idrus, 1999) dalam
(Rembulan, 2008).
Ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan struktur modal. Perusahaan besar dapat mengakses
pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk
mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati 2000 dalam Fidyan,
2003) dalam (Rembulan, 2008). Ukuran perusahaan berpengaruh
besar suatu perusahaan, kecenderungan untuk menggunakan hutang
menjadi semakin besar (Rembulan, 2008).
Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam
jutaan rupiah, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan
rupiah. Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus
(Anggraini, 2006 : 11):
Ukuran Perusahaan = Total Assets.
2.2.9. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi
bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial
kapada pemegang saham (Heinze dalam Milne, 1996), hubungan antara
profitabilitas dan tingkat pengungkapan pertanggungjawaban sosial
adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi,
perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal
yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut.
Sebaliknya ketika tingkat profitabilitas rendah perusahaan akan berharap
pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan.
Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung
menggunakan hutang relatif kecil karena laba ditahan yang tinggi sudah
memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan
profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur
modal.
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi
menggunakan utang yang relatif kecil profitabilitas adalah hasil bersih
dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan (Riyanto, 1993), sedangkan
Machtoedz (1994) dalam Eko (2006) mendefinisikan profitabilitas
sebagai suatu indicator kinerja yang dilakukan manajemen dalam
mengelola kekayaan perusahaan (Rembulan, 2008).
Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal
yangdiinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi investor. Myers (1984) dalam Taswan (2008)
menyatakan bahwa manajer mempunyai pecking order didalam menahan
laba sebagai pilihan pertama, diikuti oleh pembiayaan dengan hutang,
kemudian dengan equity. Dengan demikian terdapat hubungan negatif
antara profitabilitas dengan debt ratio. Hasil studi Moh'd et al (1998),
Myers (1984) dan Jensen et at (1992) menemukan bahwa firm
profitability mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan debt
ratio.
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi
bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial
kapada pemegang saham Variabel ini didifinisikan sebagai ratio of
sebagai ukuran profitabilitas. Skala yang digunakan adalah skala rasio,
dengan satuan rupiah., dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11):
Profitability = 100%
2.2.10. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Kepemilikan Manajemen Konflik kepentingan antara manajer
dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer
terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling 1976). Dalam
hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan
dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar
kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif
tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata
lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer perusahaan
akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk
meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan
sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al. 1988).
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio
leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,
karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu
lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan
hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper,1981) dalam (Marwata,
2001) dan (Meek, et al, 1995) dalam (Fitriany, 2001) Oleh karena itu
perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk
melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio
leverage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi
leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran
terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan
laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan.
Laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan
perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode
akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang
biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga
tingkat leverage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal
kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt & Zimmerman, dalam Scott
1997:55).
Biaya Politis Menurut hipotesis, biaya politis semakin besar biaya
politis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajer akan memilih
prosedur akuntansi yang dapat menghasilkan laba sekarang lebih rendah
dibandingkan laba masa depan. Dengan demikian semakin tinggi biaya
politis yang dihadapi perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak
mengeluarkan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial sehingga
laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah (Watt & Zimmerman, dalam
Perusahaan yang besar cenderung mempunyai biaya politis yang
besar dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung akan
memberikan informasi laba sekarang lebih rendah dibandingkan
perusahaan kecil, sehingga perusahaan besar cenderung akan
mengeluarkan biaya untuk pengungkapan informasi sosial yang lebih
besar dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan dapat
diproksikan dari nilai kapitalisasi pasar, total asset, log penjualan, dan
sebagainya. (Watt & Zimmerman, dalam Scott, 1997:33)
Perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile akan
memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan
yang low-profile. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne, 1996)
mendefinisikan industri yang high-profile adalah industri yang memiliki
visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi
persaingan yang tinggi. Preston (1977) dalam (Hackston & Milne, 1996)
mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktivitas ekonomi yang
memodifikasi lingkungan, seperti industri ekstraktif, lebih mungkin
mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan
industri yang lain. Cowen, et al. (1987) dalam (Hackston & Milne, 1996)
mengatakan bahwa perusahaan yang berorientasi pada konsumen
diperkirakan akan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban
sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan dan
Klasifikasi tipe industri oleh banyak peneliti sifatnya sangat
subyektif dan berbeda-beda. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne,
1996) mengelompokkan perusahaan otomotif, penerbangan dan minyak
sebagai industri yang high-profile. Sedangkan (Diekers & Perston, 1977)
dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa industri ekstraktif
merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston &
Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia dan
kehutanan sebagai industri yang high-profile. Atas dasar
pengelompokkan di atas, penelitian ini kemudian mengelompokkan
industri konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan,
kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas,
farmasi dan plastik sabagai industri yang high-profile.
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi
bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial
kepada pemegang saham Heinze (1976) dalam (Hackston & Milne,
1996). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka
semakin besar pengungkapan informasi sosial Bowman & Haire (1976)
dan Preston (1978) dalam Hackston & Milne (1996). Hackston & Milne
(1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Belkaoui & Karpik
(1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat
(sosial) menghendaki manajemen untuk membuat perusahaan menjadi
pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan
justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage)
karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk
mengungkapkan informasi sosial tersebut.
2.3. Kerangka Pikir
Uji Regresi Linier Berganda Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikir
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan teori diatas, dapat
disimpulkan hipotesis pada penelitian ini adalah :
Bahwa kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan
profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan
tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Kepemilikan Manajemen
(X1)
Leverage (X2)
Ukuran Perusahaan (X3)
Profitabilitas (X4)
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Agar variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diukur,
serta unutk menghindari adanya kesalahpahaman dan penafsiran makna
yang berbeda, maka variabel dalam penelitian ini harus diberi definisi.
Adapun definisi dari variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
3.1.1. Kepemilikan manajerial (X1)
Kepemilikan manajerial adalah Proporsi kepemilikan saham manajerial
terhadap total saham. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan
satuan rupiah. Dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11) :
Kepemilikan Manajerial =
it
D & C SHRCit = Kepemilikan Saham oleh Direktur dan komisaris
perusahaan perusahaan i pada tahun t
Tot SHRCit = Jumlah total dari saham biasa perusahaan yang
beredar perusahaan i pada tahun t
3.1.2. Kebijakan hutang (X2)
Kebijakan hutang (X2) adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan
timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh
kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi
dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain
dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu.
Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.
(Anggraini, 2006 : 11)
Kebijakan Utang = 100%
Asset Total
Debt Total
x
3.1.3. Ukuran Perusahaan (X3)
Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat dari
besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan maka akan
semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki total asset yang
besar akan memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan.
Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva perusahaan.
Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam jutaan
rupiah, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.
Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus (Anggraini,
2006 : 11):