• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

i

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA”

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam kesempatan istimewa ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penulisan skripsi baik berupa dukungan, doa maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat yang mendalam mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(2)

ii

Akuntansi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.

6. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, Oktober 2010

(3)

iii 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 12

2.2. Landasan Teori ... 15

2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan... 25

2.2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan ... 26

2.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 29

2.2.4. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan ... 32

(4)

iv

2.2.10. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 44

2.3. Kerangka Pikir ... 49

2.4. Hipotesis... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 50

3.1.1. Kepemilikan Manajerial (X1) ... 50

3.1.2. Kebijakan Hutang (X2) ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 62

4.1.1. PT. Aneka Tambang Tbk... 62

(5)

v

4.2.2. Deskripsi Mengenai Kebijakan Hutang... 68

4.2.3. Deskripsi Mengenai Ukuran Perusahaan... 70

4.2.4. Deskripsi Mengenai Profitability... 72

4.2.5. Deskripsi Mengenai Pengungkapan Biaya Sosial ... 74

4.2.6. Hasil Pengujian Normalitas ... 76

4.2.7. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 77

4.2.7.1.Multikolinieritas... 77

4.2.7.2.Heteroskedastisitas... 78

4.2.7.3. Autokorelasi ... 80

4.2.8. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda... 81

4.2.9. Teknik Analisis ... 83

4.2.9.1. Hasil Uji F... 83

4.2.9.2. Hasil Uji t ... 84

4.3. Analisis Hasil Penelitian... 85

4.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 88

4.5. Keterbatasan Penelitian... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 89

(6)

vi

4.1. : Data Kepemilikan Manajerial Perusahaan Tambang di Bursa Efek

Indonesia ... 67

4.2. : Data Kebijakan Hutang Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia………... 69

4.3. : Data Total Asset Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia … 71

4.4. : Data Profitability Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia.. 73

4.5. : Data Pengungkapan Biaya Sosial Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia……… 75

4.6. : Hasil Pengujian Normalitas……….. 77

4.7. : Hasil Pengujian Multikolinieritas...……….. 78

4.8. : Hasil Pengujian Hetetoskedastisitas..……….. 79

4.9. : Hasil Pengujian Autokorelasi……….. 80

4.10. : Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda……….. 81

4.11. : Hasil Uji F……… 83

4.12. : Hasil R2………... 84

4.13. : Hasil Uji T ………... 84

(7)

vii

(8)

viii

Lampiran 3 : Uji Asumsi Klasik Multikolineritas, Uji Asumsi Autokorelasi, Non Parametric Correlations

(9)

ix

BURSA EFEK INDONESIA

Oleh:

Mochammad Setyadi Abstrak

Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui pengaruh, dan menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perusahaan sub sektor Tambang yang terdaftar (listing) di BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini jenis data sekunder. Penelitian ini berlandaskan pendekatan kuantitatif dengan tekhnik analisis regreri linier berganda.

Berdasarkan hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: Kepemilikan Manajerial, Leverage, Ukuran Perusahaan dan

Profitability tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eksistensi suatu perusahaan tidak bias dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa (Susiloadi, 2008:123). Dua aspek (ekonomi dan sosial) penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan (profit) dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya (Susiloadi, 2008:123). Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar) menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak merasakan

(11)

kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat atau gejolak sosial (Susiloadi, 2008:123)

Menurut World Council for Sustainable Development definisi

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya, serta masyarakat local ataupun masyarakat luas. Corporate Social

Responsibility (CSR) merupakan konsep dimana perusahaan

mengintegrasikan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi mereka, dengan para stakeholder dengan dasar sukarela (Handayati,2009:7)

(12)

modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. (Susiloadi, 2008:2).

Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan.

Beberapa penulis seperti Henderson dalam Kholis, (2002:28), menggambarkan beberapa contoh konkrit yang dapat dianggap sebagai

(13)

Permasalahan penting lainnya yang menjadi isu dikalangan para akuntan sehubungan dengan erxternality adalah mengenai seberapa jauh perusahaan harus bertanggung jawab terhadap sosial ekonomi seluruhnya, dan bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat untuk menggambarkan transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tersebut. Di pihak lain, banyak perusahaan dan asosiasi industri berperang untuk mengubah peraturan pemerintah yang baru atau mencoba mengikisnya melalui ketidakpatuhan. Dalam kasus ini, menejemen mungkin merasa bahwa beberapa dari peraturan tersebut, seperti undang-undang perlindungan lingkungan, akan memiliki dampak ekonomi negative terhadap perusahaan mereka karena biaya untuk mematuhi undang-undang tersebut tidak sesuai dengan manfaatnya.

Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional

(mainstream accounting) telah banyak dikritik karena tidak dapat

mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility

Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.

(14)

pemilik saham, kini paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggungjawaban kepada seluruh stakeholders.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) paragraph kesembilan secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial.

Penelitian ini menggunakan variabel Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan pengungkapan sosial. Hal ini dikarenakan konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling, 1976:44). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al. 1988:5).

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio

(15)

yang rendah. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).

Teori biaya politis, yang menyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajer akan memilih prosedur akuntansi yang dapat menghasilkan laba sekarang lebih rendah dibandingkan laba masa depan. Dengan demikian semakin tinggi biaya politis yang dihadapi perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak mengeluarkan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial sehingga laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah (Watt & Zimmerman, 1990:44)

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze dalam Hackston & Milne, 1996:42). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Bowman dalam Hackston & Milne 1996:22).

Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Resiko merupakan tingkat kerugian yang ditanggung investor dalam melakukan aktivitas investasi sedangkan ketidakpastian adalah suatu hal yang dapat menunjukkan

(16)

Untuk mengurangi kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja perusahaan maupun informasi lain yang relevan seperti kondisi ekonomi dan politik dalam suatu negara. Informasi yang diperoleh dari perusahaan lazimnya didasarkan pada kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1999 mewajibkan bagi setiap perusahaan (terutama perusahaan publik) wajib menyajikan laporan keuangan, baik laporan keuangan interim/ quarter (unaudit) maupun laporan keuangan tahunan/ annual (audited). Laporan keuangan tahunan (yang telah di audit) antara lain dipublikasikan oleh Indonesian

Capital Market Directory (ICMD) yang memuat laporan neraca dan

laporan laba rugi, serta catatan yang berhubungan dengan laporan keuangan tersebut. Berdasarkan laporan keuangan, investor dapat mengetahui kinerja perusahaan dalam kemampuannya untuk menghasilkan profitabilitas dan besarnya pendapatan dividen perlembar saham (dividend per share).

Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value

added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor

(17)

Begitu juga dengan perusahaan tambang, yang banyak mengeksploitasi sumber daya alam. Hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pengeluaran biaya sosial perusahaan. Tetapi pada kenyataannya banyak perusahaan tambang yang belum mencantumkan biaya sosial dalam laporan keuangannya. Berdasarkan tiga belas perusahaan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya empat perusahaan tambang atau sekitar 30,7% yang melakukan pengungkapan biaya sosial. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan perusahaan tambang sebagai obyek penelitian.

(18)

Berikut ini adalah beberapa perusahaan tambang yang mencantumkan kegiatan sosial :

Tabel. 1.1. Data Perusahaan Tambang Yang Melakukan Kegiatan Sosial

No. Perusahaan Tahun Kegiatan Sosial

1. Aneka Tambang, Tbk 2007 12.862.795 2 Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk 2007 12.394.000

3 Timah Tbk 2004 4.752

4. Elnusa, Tbk 2008 586.678.382

Sumber : PT. Bursa Efek Indonesia

Masih banyaknya perusahaan tambang yang belum mengungkapkan biaya sosial, membuat beberapa peneliti mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan dalam Perusahaan Tambang, diantaranya adalah pada penelitian Cooke (1992) yang menyebutkan “Pengaruh antara size, status listing, dan jenis industri terhadap luas pengungkapan dalam laporan tahunan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa size, status listing adalah variabel penjelas yang penting, dan Perusahaan Tambang secara signifikan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan Non Tambang.

(19)

1.2. Rumusan Masalah

Perusahaan Tambang adalah perusahaan pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi, perusahaan ini perlu melakukan pengungkapan sukarela (pengungkapan sosial). Karena, Perusahaan Tambang selain dekat dengan investor, kreditor, dan pemerintah, perusahaan juga dekat dengan lingkungan sosial. Maka dari itu perlu adanya pengungkapan sosial dalam prakteknya. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan :

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Bagi Peneliti

Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir serta pengetahuan penulis dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk dilaksanakan di lapangan.

b. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan penerapan tanggung jawab sosial secara efektif bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

c. Bagi Akademis

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Retno Anggraini (2006) Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam

Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan

yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)

Peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan tanggung

jawabnya terhadap kepentingan sosial dengan memberikan informasi

sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk

mengungkapkan informasi sosial di dalam laporan keuangan tahunan pada

perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonominya, hal ini

disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-150/Men/2000

oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan

kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan

ganti kerugian di perusahaan. Serta dikeluarkannya PSAK No. 57 tentang

kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi dan Aktiva kontinjensi yang

berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2001. Hal ini berarti perusahaan

akan mengungkapkan informasi tertentu jika ada aturan yang

menghendakinya. Sedangkan pada perusahaan perbankan dan asuransi

(22)

sebagian besar (lebih dari 50%) mengungkapkan informasi mengenai

pengembangan sumber daya manusianya dibandingkan dengan industri

yang lain. Hal ini karena industri ini sangat tergantung pada kemampuan

manusia (karyawan) dalam memberikan jasanya kepada pelanggan.

Perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk

dalam industri yang memiliki risiko politis yang tinggi (high-profile)

cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak

dibandingkan perusahaan lain.

2. Sayekti Dan Wondabio (2007) Dengan Judul Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris Pada

Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta). Penelitian ini bertujuan

untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social

Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon

pasar terhadap laba perusahaan (earning response coefficient, ERC).

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan

perusahaan tahun 2005. Pengujian empiris atas sampel tersebut

menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR berpengaruh

negatif terhadap besarnya ERC. Tujuan dari penelitian adalah untuk

menguji pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam

laporan tahunan perusahaan terhadap ERC. Penelitian ini menggunakan

sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2005.

Kesimpulan dari pengujian analisa regresi berganda yang menggunakan

(23)

memasukkan variabel beta (sebagai proksi risiko) dan price-to-book value

(sebagai proksi dari growth opportunities) menunjukkan hasil yang

mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Bukti empiris

penelitian ini mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa tingkat

pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan

berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian ini mengindikasikan

bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam

laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukkan bagi para pelaku usaha, investor, lembaga pasar modal terkait,

serta para penyusun standar akuntansi bahwa mungkin sudah harus

dipertimbangkan untuk mengatur mengenai pengungkapan informasi CSR

dalam laporan tahunan perusahaan.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan persamaan

penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya terdapat pada waktu, tempat

penelitian, dan Variabel bebas penelitian yang digunakan. Sedangkan

persamaannya adalah sama – sama membahas mengenai Pengungkapan

Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan.

Jadi penelitian kali ini bukan merupakan duplikasi dari penelitian

sebelumnya, meskipun diakui penelitian terdahulu mampu mendukung

(24)

2.2. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal

Definisi pasar modal menurut Sunariyah (2004:2) adalah sebagai

berikut:

a. Definisi dalam arti luas: Pasar modal adalah kebutuhan system

keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan

semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat berharga / klaim

jangka panjang dan jangka pendek, primer dan yang tidak langsung.

b. Dalam arti menengah: Pasar modal adalah semua pasar yang

terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan

warkat-warkat kredit (biasanya) yang berjangka waktu lebih dari satu tahun

termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotek

dan tabungan serta deposito berjangka.

c. Dalam arti sempit: Pasar modal adalah tempat pasar terorganisir yang

memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan

memakai makelar, komisioner dan para underwriter.

Secara umum Sunariyah (2004:3) juga menyebutkan pengertian

pasar modal adalah pasar abstrak sekaligus pasar konkret dengan barang

yang diperjualbelikan adalah dana yang bersifat abstrak, dan bentuk

(25)

2.2.1.1. Fungsi dan Peranan Pasar Modal

Menurut Husnan (2009:4) pasar modal menjalankan fungsi

ekonomi dan keuangan, dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar

modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke

borrower, sedangkan fungsi keuangan dilakukan dengan menyadiakan

dana tanpa harus terikat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yag

diperlukan untuk investasi tersebut.

Widiatmodjo (2006:14) menjelaskan peranan pasar modal dalam

kegiatan ekonomi yaitu menjadi salah satu sumber untuk kemajuan

ekonomi. Hal ini disebabkan karena pasar modal dapat menjadi sumber

dana alternatif bagi perusahaan – perusahaan dan digolongkan sebagai

sumber pembiayaan modern.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pasar modal,

maka perusahaan – perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana

sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat ditingkatkan.

Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi, akan menciptakan dan

mengembangkan lapangan kerja yang luas yang dengan sendirinya dapat

menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga secara langsung

dapat berpengaruh dalam mengurangi jumlah pengangguran.

Dijualnya saham di pasar modal berarti masyarakat diberi

kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh

perusahaan, dengan kata lain pasar modal dapat membantu pemerintah

(26)

2.2.1.2. Jenis-jenis Pasar Modal

Penjualan saham kepada masyarakat dapat dilakukan dengan

beberapa cara, umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun

bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut diperjual belikan. Menurut

Sunariyah (2004:10), jenis-jenis pasar modal tersebut ada beberapa

macam, yaitu:

a. Pasar Perdana (primary market)

Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang

menerbitkan saham (emiten) kepada investor selama waktu yang

ditetapkan oleh pihak yang menerbitkan sebelum saham tersebut

diperdagangkan di pasar sekunder. Pengertian tersebut menunjukkan

bahwa pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan

saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya

(penawaran umum) sebelum saham dicatatkan di bursa. Harga saham di

pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang

akan go public (emiten) berdasarkan analisis fundamental perusahaan

yang bersangkutan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain

menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada

masyarakat sebagai calon investor. Dari uraian diatas menegaskan

bahwa saham yang diterbitkan emiten pertama kali dan dari hasil

(27)

b. Pasar Sekunder (secondary market)

Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah

melewati masa penawaran pada pasar perdana. Harga saham di pasar

sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan

penjual. Jadi, pasar sekunder merupakan pasar dimana saham dan

sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui masa

penjualan di pasar perdana. Dibandingkan dengan perdagangan pasar

perdana, perdagangan pasar sekunder mempunyai volume perdagangan

yang jauh lebih besar. Namun demikian, hasil penjualan saham disini

biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan.

c. Pasar ketiga (third market)

Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di

luar bursa (over the counter market). Di Indonesia, pasar ketiga ini

disebut bursa pararel. Dimana menurut Pakdes 1989 bursa pararel

merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi oleh

Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi oleh badan

Pengawasan Pasar Modal.

d. Pasar Keempat (fourth market)

Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antara investor atau

dengan kata lain pengalihan saham dari pemegang saham ke pemegang

(28)

perdagangan semacam ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar

(block sale).

2.2.1.3. Instrumen Pasar Modal

Pada umumnya dana – dana yang diperjualbelikan adalah berupa

surat – surat berharga yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Bentuk –

bentuk surat berharga ini disebut dengan efek.

Pengertian efek menurut UU RI No 8 tahun 1995, tentang efek

yang dikutip oleh Husnan (2009:3). Efek adalah selembar kertas yang menunjukan hak pemegang surat tersebut untuk memperoleh bagian dari

prospek atau kekayaan lembaga yang menerbitkan sekuritas tersebut.

Instrumen pasar modal menurut Sunariyah yang dikutip oleh Paris Ma’ruf

(2002) adalah :

1. Saham

Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan.,

dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham paling dominan

diperdagangkan, selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham

biasa dan saham perferen.

a. Saham biasa

Pada saham biasa pemegang saham tidak memperoleh hak

istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk

memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh

(29)

memperoleh sebagian dari kekayan perseroan setelah tagihan

kreditur dilunasi. Namun itu adalah hak umum bukan hak

istimewa.

b. Saham preferen

Sedangkan pada saham preferen, pemegang saham memperoleh

hak untuk mendapat deviden atau bagian kekayaan pada saat

likuidasi perusahaan, lebih dulu dari saham biasa.

Dalam pemilihan Dewan Komisaris, pemilik saham biasa

mempunyai hak suara yang pada kelanjutannya akan mengangkat

pejabat – pejabat untuk mengelola perusahaan, sedangkan pemilik

saham preferen tidak memiliki hak suara.

2. Obligasi

Obligasi adalah bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh

penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji

lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal

jatuh tempo, yaitu :

a. Obligasi biasa

Merupakan tanda hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau

swasta dengan jumlah pembayaran bunga secara tertentu.

b. Obligasi konversi

Obligasi yang setelah jangka waktu tertentu, dengan pertimbangan

dan atau harga tertentu, dapat ditukarkan menjadi saham

(30)

3. Derivatif dari Efek

a. Right

Right ini menunjukan bukti hak memesan terlebih dahulu yang

melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham

untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan

sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain.

b. Warrant

Warrant merupakan opsi untuk membeli sejumlah saham dengan

harga tertentu. Warrant sering dipergunakan dalan penerbitan

obligasi, karena jika suatu obligasi disertai dengan warrant,

investor tidak hanya akan memperoleh bunga tetap dari pembelian

obligasi, tetapi juga opsi untuk membeli saham dengan bunga

tertentu.

2.2.2. Laporan Keuangan

Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan,

kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar

mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan

kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas,

pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan

Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan

tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan

(31)

proses pelaporan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,

laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi

penjelasan yang merupakan bagian integrasi dari laporan keuangan”.

(PSAK, 2009:14)

Jadi untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dan hasil usaha

suatu perusahaan akan dapat diketahui melalui keuangan yang merupakan

produk akhir dari proses akuntansi yang terdiri dari pencatatan,

penggolongan, dan peringkasan kejadian keuangan selama periode tertentu

yang meliputi neraca, laporan laba rugi dan laporan keuangan lainnya.

2.2.2.1. Jenis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2007:15), laporan keuangan yang lengkap

biasanya terdiri dari:

a. Neraca

b. Laporan laba rugi

c. Laporan perubahan posisi keuangan

d. Catatan atas laporan keuangan

Setiap laporan keuangan utama harus diikuti dengan pernyataan

bahwa catatan atas laporan keuangan adalah merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan. Laporan

keuangan disusun dalam rangka mencapai atau memperoleh penjelasan

(32)

ini ditambah dengan penjelasan tambahan yang diperlukan guna

penjelasan penuh. Laporan ini disebut laporan bentuk panjang.

a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi atau keadaan

keuangan, dengan demikian menunjukkan aktiva, kewajiban dan

modal sendiri dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. neraca

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1) Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai

akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi

masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.

2) Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul

dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan akan

mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang

mengandung manfaat ekonomi.

3) Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah

dikurangi semua kewajiban.

b. Laporan Laba Rugi, merupakan ringkasan aktivitas usaha perusahaan

pada periode tertentu yang melaporkan hasil usaha bersih atas

kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan aktivitas lainnya.

laporan keuangan laba rugi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama

periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan

(33)

2) Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi dalam

periode akuntasi tertentu dalam bentuk arus keluar atau

berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang

mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut

pembagian kepada penanaman modal.

c. Laporan perubahan posisi keuangan, perubahan posisi keuangan dapat

disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus

kas atau laporan arus dana. Bapepam mewajibkan emiten dan calon

emiten menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan

laporan perubahan posisi keuangan yang mengukur perubahan aktiva,

kewajiban dan modal sendiri selama suatu periode tertentu dalam

bentuk arus kas (inflow) arus kas keluar (outflow) dana. laporan arus

kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan

diklasifikasikan menurut aktivitas, operasi dan pendanaan.

d. Catatan atas laporan keuangan, merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dan memberikan penjelasan kualitatif serta kuantitatif

terhadap laporan keuangan utama, sehingga tidak menyesatkan

pembacanya. Kewajiban untuk pemberian catatan menurut Bapepam

harus didasarkan pada pertimbangan materialitas berdasarkan

persentase relatif. Untuk pihak-pihak yang sifatnya khusus, baik

karena sifat industri maupun transaksinya perlu diuraikan dalam

(34)

2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi

keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan

adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja

keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar

kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.

Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban

manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada

mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan

menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:

(a) aset;

(b) liabilitas;

(c) ekuitas;

(d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;

(e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya

sebagai pemilik;dan

(f) arus kas.

Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam

catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam

memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal

(35)

2.2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan 1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

Aktiva Lancar Current Ratio = --- Hutang Lancar

Rasio lancar sangat berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dimana dapat

diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan

dapat menjamin hutang lancarnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin

terjamin hutang-hutang perusahaan kepada kreditor. Current ratio 2.0

kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja

dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standard atau rasio

yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 2.0

hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk

mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.

Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan baik dengan kreditor atau

posisinya kuat terhadap pemasok, mungkin perusahaan tidak perlu memiliki

rasio yang tinggi. Sebagai contoh supermarket. Posisi supermarket terhadap

pemasok biasanya adalah cukup kuat. Dengan kondisi demikian maka

supermarket dapat membayar hutangnya setelah 3 atau 4 bulan, sedangkan

penjualan dilakukan secara tunai. Dalam kondisi demikian rasio lacar tidak

perlu terlalu

Rasio lancar mempunyai sifat tingginya berubah-ubah dari waktu ke

(36)

permintaan akan pakaian mulai meningkat, kemudian menurun mencapai titik

terbawah lagi pada hari raya tersebut. Untuk menghadapi kenaikan permintaan

tersebut toko pakaian harus menaikkan besarnya persediaan.

Kalau peningkatan persediaan barang dagangan tersebut dibiayai dengan

cara mengurangi uang tunai perusahaan, maka rasio lancar perusahaan tidak

mengalami perubahan. Sebab pada transaksi seperti itu hanya struktur aktiva

lancarnya saja yang mengalami perubahan, sedangkan nilai total aktiva lancar

dan nilai total passiva lancarnya tidak mengalami perubahan, sehingga rasio

lancar tidak mengalami perubahan.

Akan tetapi jika penumpukan persediaan dilaksanakan dengan cara

dibiayai dari pinjaman jangka pendek, maka ketika volume penjualan tinggi,

rasio lancar perusahaan akan menurun. Oleh karena itu untuk mengukur

tingginya likuiditas perusahaan lebih baik untuk mempergunakan angka

perputaran modal kerja daripada mempergunakan rasio lancar. Adapun

pertimbangannya ialah karena angka perputaran modal kerja tidak banyak

dipengaruhi oleh sifat musiman, relatif dibandingkan dengan rasio lancar.

2. Rasio Solvabilitas

Rasio ini menunjukan pentingnya sumber modal pinjaman dan tingkat

keamanan yang dimiliki oleh kreditor. Semakin tinggi rasio ini berarti

semakin kecil jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk membiayai

(37)

Rasio ini disebut juga proprietory ratio yang menunjukan tingkat

solvabilitas perusahaan dengan anggapan bahwa semua aktiva dapat direalisir

sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca.

Rumus perhitungannya adalah :

Modal Sendiri --- = X Total Aktiva

3. Rasio Rentabilitas

Profitability suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara

keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan

kekayaan atau assets yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut

(operating assets). Yang dimaksud dengan operating assets adalah semua

aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak

digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau

usaha pokok perusahaan. Rumus perhitungannya adalah :

Laba Usaha

--- = X Aktiva Usaha

Rasio ini akan mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa

mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efisiensi

(38)

2.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Kotler dan Lee dalam Solihin (2009:5) ”Corporate Social

Responsibility is a commitment to improve community well being through

discretionary business practices and contribution of corporate

resources”(tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan yang

semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut

meningkatkan kesejahteraan komunitas dan berkontribusi kepada sumberdaya

perusahaan).

Menurut versi Bank Dunia dalam Laksiani (2008:45) definisi

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah “Corporate Social

Responsibility (CSR) is the commitment of business to contribute to

sustainable economic development working with employees and their

representatives, the local community and society at large to improve quality

of life, in ways that are both good for business and good for development”

(Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen bisnis sebagai

kontribusi untuk keberlanjutan perkembangan ekonomi yang bekerja sama

dengan pekerja, perwakilan mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas

untuk memperbaiki kualitas hidup, dimana keduanya baik untuk bisnis

maupun pengembangan).

Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari

beberapa komponen utama, yaitu: perlindungan lingkungan, jaminan kerja,

(39)

standart usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan

kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.

Sedangkan menurut Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan

Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen bisnis yang

berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan

karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk

meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang

menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.

Sejauh ini definisi yang banyak digunakan adalah pemikiran

Elkington tentang triple bottom line. Menurut Elkington (1997) dalam

Laksiani (2008:45) Corporate Social Responsibility (CSR) adalah adanya

segitiga dalam kehidupan stakeholders yang mesti diperhatikan korporasi di

tengah usahanya mencari keuntungan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial,

yang kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga.

Ebert (2003) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai

usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap

kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan

tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain,

para karyawan, dan investor. Corporate Social Responsibility (CSR)

memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya

dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di

bidang hukum (Darwin, 2004:33). Dalam kemajuan industri sekarang,

(40)

sistem operasi perusahaan menjadi suatu sistem yang memiliki kepedulian

dan tanggung jawab terhadap sosial sangat kuat, perkembangan tekhnologi

dan industri yang pesat dituntut untuk memberikan kontribusi positif terhadap

lingkungan sekitar.

Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam

perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial

kepada pemilik atau pemegang saham (shareholders), tapi juga memiliki

komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena

CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam

jangka panjang. Adapun tujuan dari Corporate Social Responsibility

(CSR) adalah (Darwin, 2004:33):

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan,

biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara

fundamental adalah baik.

2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi

adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat.

Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya

akuntabilitas sosial.

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan

tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan

(41)

perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada

masyarakat.

2.2.4. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan

Tanggung jawab adalah suatu kewajiban perusahaan yang tidak

hanya menyediakan barang dan jasa baik bagi masyarakat maupun juga

dalam mempertahankan kualitas lingkungan sosialnya secara fisik

maupun memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan

masyarakat dimana mereka berada. Perusahaan bertanggung jawab

secara sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja

operasionalnya, tidak hanya mengutamakan atas laba perusahaan tetapi

juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang

ada disekitarnya. Perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai

satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu

kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan

mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari

laba untuk pemegang saham (Gray et. Al., 1987).

Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai

Corporate social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek

sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada

kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat

secara keseluruhan (Gray et. Al., 1987). Kontribusi negatif perusahaan

(42)

kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan

informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan

sebagai tanggung jawab perusahaan.

Gray et. Al. (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan

mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang

berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten

tersebut, yaitu:

1. Decision-userfulnes study

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan

bahwa informasi sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker,

dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan

bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi

moderately important.

2. Economic theory study

Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada

Economic agency theory dan Accounting positivism theory yang

menganologikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal.

Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users

lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi

seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen,

manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai

(43)

3. Social and political theory studies

Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi

organisasi, dan teori ekonomi publik. Teori stakeholder

mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran

dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya.

Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan

perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder nya.

Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat

perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh

nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk

dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources). Jika aktivitas

perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat

timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh

masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social

resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial)

2.2.5. Pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan

Ada 2 jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah

ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama

adalah ungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang

harus di ungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal

di suatu Negara. Sedangkan yang kedua adalah ungkapan sukarela

(44)

oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan

sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya

sukarela. Karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk

mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan

penyelenggara pasar modal. Keragaman dalam pengungkapan

disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang memiliki

filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan

pengungkapan informasi kepada masyarakat. (Anggraini, 2006:4)

Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial sampai saat ini

belum mempunyai standar yang baku, hal ini dikarenakan adanya

permasalahan yang berhubungan dengan biaya dan manfaat sosial.

Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan

pertanggungjawaban sosialnya. (Anggraini, 2006:4)

Informasi dalam menyusun dan mengungkapkan tentang aktivitas

pertanggungjawaban sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed (1990)

mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial

perusahaan, yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan

Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan

pelestarian lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap

polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan,

konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan

(45)

2. Energi

Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi

dalam hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan

efisiensi terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi,

efisien energi.

3. Praktik bisnis yang wajar

Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan,

dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial

4. Sumber daya manusia

Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai

sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam

suatu komunitas. Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan

dan peningkatan ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji

serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas,

jaminan keselamatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan, seni.

5. Produk

Meliputi keamanan, pengurangan polusi.

2.2.6. Kepemilikan manajemen

Kepemilikan manajerial merupakan presentase atau proporsi saham

yang dimiliki oleh manajemen (Faisal, 2005). Sedangkan kepemilikan

manajemen adalah pemegang saham yang dari pihak manajemen yang

secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Menurut

(46)

alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara pemegang klaim

utama yang ada dalam perusahaan. Sedangkan menurut pendekatan

kedua, informasi asimetri menganggap struktur kepemilikan sebagai

salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara

insider dan outsiders melalui pengungkapan informasi di pasar modal.

Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka

semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai

perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial

dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus

mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et. Al.,

(1998)

Anderson dkk (2002) mengatakan bahwa perusahaan yang

dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan

berkurangnya konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur,

dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi

kepentingan kreditur. Anderson & Reeb (2002) menunjukkan bahwa

pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari adanya kepemilikan

keluarga. Hasil penelitian Arifin (2003) menunjukkan bahwa perusahaan

publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi

keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan

yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya,

dalam perusahaan yang dikendalikan keluarga, masalah agensinya lebih

(47)

kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan

kepemilikan keluarga yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat

dibatasi. Tetapi pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan

keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di perusahaan

konglomerasi – seperti yang banyak terdapat di Indonesia.

Sebagian besar kekayaan pemilik Perusahaan Konglomerasi tidak

berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika

hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go

public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan

keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru

tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut

hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari

masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaannya. Hal ini

terbukti dari hasil penelitian Kim & Yi (2005) yang menemukan bahwa

besaran pengelolaan laba lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai

kelompok afiliasi dibanding yang tidak mempunyai kelompok afiliasi.

Berarti perusahaan dengan kelompok usaha afiliasi memberikan

pemegang saham pengendali lebih banyak insentif dan kesempatan

untuk melakukan pengelolaan laba.

Jadi kepemilikan manajerial adalah Proporsi kepemilikan saham

manajerial terhadap total saham. Skala yang digunakan adalah skala

rasio, dengan satuan rupiah.Dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11) :

Kepemilikan Manajerial =

(48)

Keterangan :

D & C SHRCit = Kepemilikan Saham oleh Direktur dan komisaris

perusahaan perusahaan i pada tahun t

Tot SHRCit = Jumlah total dari saham biasa perusahaan yang

beredar perusahaan i pada tahun t

2.2.7. Leverage

Semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan

melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk

melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik (1989)),

supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi

biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban

sosial)

Dana dapat diperoleh dan luar perusahaan (external financing)

maupun dan dalam perusahaan (internal financing). Modal internal

berasal dan laba ditahan, sedangkan modal eksternal dapat berasal dan

modal sendiri dan hutang. Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi

yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh

kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan

dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan

usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang

(49)

Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang

dapat diperoleh dan hutang maupun ekuitas. Besar kecilnya rasio hutang

dapat dilihat pada rasio Debt Equity Ratio (DER). Hutang mempunyai

dua keuntungan yaitu (a) bunga yang dibayarkan dapat dipotong dengan

tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dan hutang, (b)

pemegang hutang (debtholder) mendapatkan pengembalian tetap

(Masdupi, 2005). Penggunaan hutang memiliki kelemahan (a) hutang

yang semakin tinggi meningkatkan risiko sehingga suku bunganya akan

semakin tinggi pula, (b) bila kondisi perusahaan tidak dalam kondisi

bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup menutup

biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi

ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena

dapat terancam kebangkrutan. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan.

pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai

dengan utang. Karena dengan penggunaan utang, hak mereka terhadap

perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai

pendanaan tersebut dengan alasan bahwa utang mengandung risiko yang

tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk

memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya dengan pihak lain

(Masdupi, 2005).

Jadi kebijakan hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang

akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh

(50)

dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha

lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah

lalu. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.

(Anggraini, 2006 : 11)

2.2.8. Ukuran Perusahaan (Size)

Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran

perusahaan (Size) terhadap kualitas ungkapan, namun sebenarnya

landasan teoritis mengenai pengaruh size ini tidaklah terlalu jelas.

Walaupun begitu, berbagai penelitian empiris yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa pengaruh total aktiva hampir selalu konsisten dan

secara statistik signifikan. Beberapa penjelasan yang mungkin dapat

menjelaskan fenomena ini adalah bahwa perusahaan besar mempunyai

biaya informasi yang rendah, perusahaan besar juga mempunyai

kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan

kecil (Cooke, 1989). Size perusahaan merupakan variabel independen

yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam

laporan keuangan perusahaan.

Size Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat

dari besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan

maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki

(51)

pendanaan. Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva

perusahaan (http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php).

Tingkat pertumbuhan perusahaan juga merupakan faktor yang

mempengaruhi struktur modal, perusahaan yang memiliki tingkat

pertumbuhan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang

daripada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih

lambat (Weston dan Brigham, 1994:174) dalam (Rembulan, 2008).

Pertumbuhan, perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan,

sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar

pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh

terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar akan mudah

memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran

perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang

ditunjukkan oleh total aktiva, total penjualan, dan rata-rata total aktiva

(Feri dan Jones dalam Masidonda, Maski, dan Idrus, 1999) dalam

(Rembulan, 2008).

Ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan

dalam menentukan struktur modal. Perusahaan besar dapat mengakses

pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk

mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati 2000 dalam Fidyan,

2003) dalam (Rembulan, 2008). Ukuran perusahaan berpengaruh

(52)

besar suatu perusahaan, kecenderungan untuk menggunakan hutang

menjadi semakin besar (Rembulan, 2008).

Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam

jutaan rupiah, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan

rupiah. Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus

(Anggraini, 2006 : 11):

Ukuran Perusahaan = Total Assets.

2.2.9. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi

bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial

kapada pemegang saham (Heinze dalam Milne, 1996), hubungan antara

profitabilitas dan tingkat pengungkapan pertanggungjawaban sosial

adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi,

perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal

yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut.

Sebaliknya ketika tingkat profitabilitas rendah perusahaan akan berharap

pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan.

Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung

menggunakan hutang relatif kecil karena laba ditahan yang tinggi sudah

memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan

(53)

profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur

modal.

Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi

menggunakan utang yang relatif kecil profitabilitas adalah hasil bersih

dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan (Riyanto, 1993), sedangkan

Machtoedz (1994) dalam Eko (2006) mendefinisikan profitabilitas

sebagai suatu indicator kinerja yang dilakukan manajemen dalam

mengelola kekayaan perusahaan (Rembulan, 2008).

Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal

yangdiinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan

keuntungan bagi investor. Myers (1984) dalam Taswan (2008)

menyatakan bahwa manajer mempunyai pecking order didalam menahan

laba sebagai pilihan pertama, diikuti oleh pembiayaan dengan hutang,

kemudian dengan equity. Dengan demikian terdapat hubungan negatif

antara profitabilitas dengan debt ratio. Hasil studi Moh'd et al (1998),

Myers (1984) dan Jensen et at (1992) menemukan bahwa firm

profitability mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan debt

ratio.

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi

bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial

kapada pemegang saham Variabel ini didifinisikan sebagai ratio of

(54)

sebagai ukuran profitabilitas. Skala yang digunakan adalah skala rasio,

dengan satuan rupiah., dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11):

Profitability = 100%

2.2.10. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Kepemilikan Manajemen Konflik kepentingan antara manajer

dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer

terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling 1976). Dalam

hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan

dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar

kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif

tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata

lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer perusahaan

akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk

meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan

sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al. 1988).

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio

leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,

karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu

lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan

(55)

hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper,1981) dalam (Marwata,

2001) dan (Meek, et al, 1995) dalam (Fitriany, 2001) Oleh karena itu

perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk

melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio

leverage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi

leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran

terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan

laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan.

Laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan

perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode

akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang

biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga

tingkat leverage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal

kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt & Zimmerman, dalam Scott

1997:55).

Biaya Politis Menurut hipotesis, biaya politis semakin besar biaya

politis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajer akan memilih

prosedur akuntansi yang dapat menghasilkan laba sekarang lebih rendah

dibandingkan laba masa depan. Dengan demikian semakin tinggi biaya

politis yang dihadapi perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak

mengeluarkan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial sehingga

laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah (Watt & Zimmerman, dalam

(56)

Perusahaan yang besar cenderung mempunyai biaya politis yang

besar dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung akan

memberikan informasi laba sekarang lebih rendah dibandingkan

perusahaan kecil, sehingga perusahaan besar cenderung akan

mengeluarkan biaya untuk pengungkapan informasi sosial yang lebih

besar dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan dapat

diproksikan dari nilai kapitalisasi pasar, total asset, log penjualan, dan

sebagainya. (Watt & Zimmerman, dalam Scott, 1997:33)

Perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile akan

memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan

yang low-profile. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne, 1996)

mendefinisikan industri yang high-profile adalah industri yang memiliki

visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi

persaingan yang tinggi. Preston (1977) dalam (Hackston & Milne, 1996)

mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktivitas ekonomi yang

memodifikasi lingkungan, seperti industri ekstraktif, lebih mungkin

mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan

industri yang lain. Cowen, et al. (1987) dalam (Hackston & Milne, 1996)

mengatakan bahwa perusahaan yang berorientasi pada konsumen

diperkirakan akan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban

sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan dan

(57)

Klasifikasi tipe industri oleh banyak peneliti sifatnya sangat

subyektif dan berbeda-beda. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne,

1996) mengelompokkan perusahaan otomotif, penerbangan dan minyak

sebagai industri yang high-profile. Sedangkan (Diekers & Perston, 1977)

dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa industri ekstraktif

merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston &

Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia dan

kehutanan sebagai industri yang high-profile. Atas dasar

pengelompokkan di atas, penelitian ini kemudian mengelompokkan

industri konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan,

kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas,

farmasi dan plastik sabagai industri yang high-profile.

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi

bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial

kepada pemegang saham Heinze (1976) dalam (Hackston & Milne,

1996). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka

semakin besar pengungkapan informasi sosial Bowman & Haire (1976)

dan Preston (1978) dalam Hackston & Milne (1996). Hackston & Milne

(1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Belkaoui & Karpik

(1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat

(sosial) menghendaki manajemen untuk membuat perusahaan menjadi

(58)

pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan

justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage)

karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk

mengungkapkan informasi sosial tersebut.

2.3. Kerangka Pikir

Uji Regresi Linier Berganda Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikir

2.4. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan teori diatas, dapat

disimpulkan hipotesis pada penelitian ini adalah :

Bahwa kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan

profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan

tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Kepemilikan Manajemen

(X1)

Leverage (X2)

Ukuran Perusahaan (X3)

Profitabilitas (X4)

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Agar variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diukur,

serta unutk menghindari adanya kesalahpahaman dan penafsiran makna

yang berbeda, maka variabel dalam penelitian ini harus diberi definisi.

Adapun definisi dari variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

3.1.1. Kepemilikan manajerial (X1)

Kepemilikan manajerial adalah Proporsi kepemilikan saham manajerial

terhadap total saham. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan

satuan rupiah. Dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11) :

Kepemilikan Manajerial =

it

D & C SHRCit = Kepemilikan Saham oleh Direktur dan komisaris

perusahaan perusahaan i pada tahun t

Tot SHRCit = Jumlah total dari saham biasa perusahaan yang

beredar perusahaan i pada tahun t

(60)

3.1.2. Kebijakan hutang (X2)

Kebijakan hutang (X2) adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan

timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh

kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi

dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain

dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu.

Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.

(Anggraini, 2006 : 11)

Kebijakan Utang = 100%

Asset Total

Debt Total

x

3.1.3. Ukuran Perusahaan (X3)

Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat dari

besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan maka akan

semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki total asset yang

besar akan memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan.

Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva perusahaan.

Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam jutaan

rupiah, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.

Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus (Anggraini,

2006 : 11):

Gambar

Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikir
Tabel 3.1 : Autokorelasi
Tabel 4.1 : Data Kepemilikan Manajerial Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia
Tabel 4.2: Data Kebijakan Hutang Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

: Awan Hariono, M.Or : a. Ria Lumintuarso, M.Si. Kelengkapan unsur isi buku b. Ruang lingkup dan kedalaman. pembahasan

Dengan nilai harmonisa tersebut maka tidak diperlukan lagi pemasangan reactor, dimana fungsi reactor yang dipasang seri dengan kapasitor bank adalah untuk

Hasil penelitian menunjukan bahwa strategi yang di gunakan informan untuk betahan hidup di bantaran sungai adalah mereka memanfaatkan sumberdaya yang ada,

Menilai hasil penelitian atau hasil pemikiran dosen yang diterbitkan pada Majalah llmiah Nasional dan ]nternasional.. Menilai hasil penelitian atau hasil pemikiran berdasarkan

Untuk menghitung return tiap saham, dapat menggunakan data closing price tiap saham yang tergabung dalam LQ-45.. 25 3.5.4 Menghitung return market /

(4) Terdapat pengaruh tingkat inflasi, nilai suku bunga SBI, nilai kurs dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode tahun 2005-2008 di Bursa Efek

Pada penelitian ini untuk mendapatkan parameter-parameter kinerja jaringan tersebut dilakukan dengan pengukuran volume trafik internetnya kemudian dari

: Corporate Governance and Risk Management Information Disclosure in Malaysian Listed Banks: panel Data Analysis. 4 (Empat)