commit to user
i
ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) BENIH MELON
DALAM USAHA PEMBENIHAN DI CV. MULTI GLOBAL
AGRINDO (MGA) KABUPATEN KARANGANYAR
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
Sara Verryca H 0307078
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) BENIH MELON DALAM USAHA
PEMBENIHAN DI CV. MULTI GLOBAL AGRINDO (MGA)
KABUPATEN KARANGANYAR
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Sara Verryca H 0307078
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 21 Juli 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS. NIP. 19570104 198003 2 001
Anggota I
Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. NIP. 19780708 200312 2 002
Anggota II
Ir. Suprapto
NIP. 19500612 198003 1 001
Surakarta, Juli 2011
Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
Analisis Break Even Point (BEP) Benih Melon dalam Usaha Pembenihan di CV.
Multi Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar sebagai salah satu syarat
dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP, selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi serta bimbingan selama masa studi penulis.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS, selaku dosen Pembimbing Utama
yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi.
7. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP. MP selaku dosen Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi.
8. Bapak Ir. Suprapto selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan
masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
9. Para Dosen Agrobisnis yang telah memberikan nasehat, motivasi dan
commit to user
iv
10.Mbak Ira dan staff TU Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
11.Bapak Mulyono Herlambang selaku Direktur CV. Multi Global Agrindo yang
telah memberikan banyak informasi serta ilmu selama penulis menyusun
skripsi ini.
12.Ibu Mulyono Herlambang, Mas Danas, Mbak Atik, Mas Larno, dan seluruh
staf CV. Multi Global Agrindo yang telah banyak membantu dan memberikan
informasi dalam penyusunan skripsi ini.
13.Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sarwoto dan Ibu Kusdiyahwati,
terimakasih untuk semua kasih sayang, doa dan pelajaran hidup yang
diberikan.
14.Bulik Sri Mulyani terimakasih untuk doa dan semangatnya, Nenekku
Sumiyati, terimakasih untuk doa dan sarapannya setiap pagi.
15.Saudara-saudaraku Sisca, Gilang, Desky dan Momo, terimakasih untuk
semangat, motivasi dan kebersamaan yang membawa sukacita dan kekuatan.
16.Aryogito Nindyatmoko, Ibu Riyasi, Bapak Sundaru, Ajeng, dan Orin,
terimakasih untuk kasih sayang, perhatian dan doa yang diberikan.
17.Sahabat-sahabatku terkasih, Raras Resthiningrum, Lani Mara, Agnes Amanda
dan Kristina Vera Sagita, terimakasih untuk doa, kasih sayang dan semua
waktu yang telah dihabiskan bersama, kalian yang menjadi semangat serta
penceria hari-hariku.
18.Yunita Ratih, Ecy Kasih, Elisabet Endah, Nugroho, Rembulan Titi, Friska,
Christy, Meijelani, Sisca, dan semua keluarga besar PMK FP UNS. Semua
pengurus, alumnus, dan pendamping, serta semua anggota persekutuan dari
semua jurusan dan angkatan terimakasih untuk doa, dukungan dan keluarga
yang indah.
19.Yufita Ernawati serta rekan-rekan DJ. Community terimakasih untuk segala
bantuan yang diberikan, motivasi dan semangat.
20.Teman-teman HIBITU terimakasih untuk semangat dan kebersamaan selama
commit to user
v
21.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penyusun sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca semua.
Surakarta, Juli 2011
commit to user
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 28
D. Hipotesis... 32
E. Asumsi - Asumsi ... 32
F. Pembatasan Masalah ... 32
G. Definisi dan Pengukuran Variabel ... 33
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ... 35
B. Metode Pengambilan Lokasi Penelitian ... 35
commit to user
vii
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL ... 60 1. Karakteristik Budidaya Benih Melon Varietas MAI 119 di Lahan CV. Multi Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar ... 60 2. Analisis Penerimaan Benih Melon Varietas MAI 119 di CV.Multi
Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar ... 62 3. Analisis Biaya Produksi Benih Melon Varietas MAI 119 di CV.
Multi Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar ... 64 4. Analisis Keuntungan ... 76 5. Analisis Break Even Point (BEP) Benih Melon Varietas MAI 119
di CV. Multi Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar ... 77 6. Analisis Sensitivitas ... 81 B. PEMBAHASAN ... 92
VI.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 100 B. Saran... 100
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
Tabel 3. Data Produksi Benih Melon di CV. Multi Global Agrindo Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Tahun
2006 - 2009 ... 4
Tabel 4. Data Perubahan Produksi, Biaya Produksi dan Harga dari Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Tahun
2006-2009 ... 5
Tabel 5. Produk CV. Multi Global Agrindo... 48
Tabel 6. Harga Produk CV. Multi Global Agrindo ... 49
Tabel 7. Model Penggaluran Benih Diagram Persilangan Calon Varietas
(Test Cross) ... 52
Tabel 8. Luas Lahan untuk Produksi Benih Melon MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar Tahun
2006-2009 ... 62
Tabel 9. Produksi, Harga, dan Penerimaan Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kab. Karanganyar Tahun
2006-2009 ... 63
Tabel 10. Biaya Produksi Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009
(dalam Rupiah) ... 65
Tabel 11. Data Keuntungan CV. Multi Global Agrindo... 76
Tabel 12. Break Even Point (BEP) Atas Dasar Unit Benih Melon Varietas
MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar
Tahun 2006-2009 ... 78
Tabel 13. Break Even Point (BEP) Atas Dasar Rupiah Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten
Karanganyar Tahun 2006-2009 ... 78
Tabel 14. Data Perubahan Produksi, Biaya Produksi dan Harga dari Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo
Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009 ... 82
Tabel 15. Analisis Sensitivitas BEP Terhadap Jumlah Produksi, Biaya
commit to user
ix
Tabel 16. Analisis Sensitivitas Ditinjau dari Segi Keuntungan di CV. Multi Global Agrindo ... 84
Tabel 17. Produksi, Jumlah Retur, Harga dan Penerimaan Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kab.
Karanganyar Tahun 2006-2009 ... 85
Tabel 18. Data Keuntungan CV. Multi Global Agrindo setelah Retur ... 85
Tabel 19. Break Even Point (BEP) Atas Dasar Unit Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten
Karanganyar Tahun 2006-2009 setelah Retur ... 86
Tabel 20. Break Even Point (BEP) Atas Dasar Rupiah Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten
Karanganyar Tahun 2006-2009 setelah Retur ... 87
Tabel 21. Analisis Sensitivitas BEP Terhadap Jumlah Produksi, Biaya Produksi dan Harga Jual di CV. Multi Global Agrindo setelah
Retur ... 90
Tabel 22. Analisis Sensitivitas setelah Retur Ditinjau dari Segi
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1. Sifat Biaya Tetap terhadap Range Output yang Relevan ……... 18
Gambar 2. Sifat Biaya Variabel terhadap Range Output yang Relevan ... 18
Gambar 3. Sifat Biaya Semivariabel terhadap Range Output yang Relevan 19 Gambar 4. Grafik BEP ... 26
Gambar 5. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Break Even Point (BEP) Usaha. Pembenihan Benih Melon di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar ... 31
Gambar 6. Struktur Organisasi CV. Multi Global Agrindo ... 46
Gambar 7. Model Pelepasan Varietas ... 54
Gambar 8. Proses Penanaman, Polinasi dan Panen ... 55
Gambar 9. Prosesing Benih Melon ... 55
Gambar 10. Grafik Break Even Point CV. MGA Tahun 2006 ... 79
Gambar 11. Grafik Break EvenPoint CV. MGA Tahun 2007 ... 79
Gambar 12. Grafik Break EvenPoint CV. MGA Tahun 2008 ... 80
Gambar 13. Grafik Break EvenPoint CV. MGA Tahun 2009 ... 81
Gambar 14. Grafik Break Even Point dengan adanya Retur di CV. MGA Tahun 2006 ... 87
Gambar 15. Grafik Break EvenPoint dengan adanya Retur di CV. MGA Tahun 2007 ... 88
Gambar 16. Grafik Break EvenPoint dengan adanya Retur di CV. MGA Tahun 2008 ... 89
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1 Produksi, Harga, dan Penerimaan dari Benih melon varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kab. Karanganyar Tahun 2006-2009
2 Biaya Produksi Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kab. Karanganyar Tahun 2006-2009 (dalam Rupiah)
3 Break Even Point (BEP) Atas Dasar Unit Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009
4 Break Even Point (BEP) Atas Dasar Rupiah Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009
5 Analisis Sensitivitas BEP Terhadap Jumlah Produksi, Biaya Produksi dan Harga Jual di CV. Multi Global Agrindo
6 Analisis Sensitivitas Ditinjau dari Segi Keuntungan di CV. Multi Global Agrindo
7 Break Even Point (BEP) Atas Dasar Unit Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009 setelah Retur
8 Break Even Point (BEP) Atas Dasar Rupiah Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009 setelah Retur
9 Analisis Sensitivitas BEP Terhadap Jumlah Produksi, Biaya Produksi dan Harga Jual di CV. Multi Global Agrindo setelah Retur
10
11
Analisis Sensitivitas setelah Retur Ditinjau dari Segi Keuntungan di CV. Multi Global Agrindo
commit to user
xii
RINGKASAN
Sara Verryca. H0307078. 2011. Analisis Break Even Point (BEP) Benih Melon dalam Usaha Pembenihan di CV. Multi Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Endang siti Rahayu, MS. dan Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
CV. Multi Global Agrindo (MGA) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang teknologi pertanian dan agroindustri untuk menyediakan usaha pembenihan yang inovatif melalui riset and development (R&D). CV. MGA dalam menjalankan usahanya menghadapi perubahan jumlah produksi, biaya produksi, namun harga jual konstan. Perubahan variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi tingkat keuntungan dan Break Even Point (BEP) yang dicapai perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai titik impas atau BEP serta bagaimana sensitivitasnya terhadap adanya perubahan-perubahan jumlah produksi, biaya produksi dan harga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya produksi dan penerimaan benih melon di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar pada titik impas/Break Even Point (BEP) dengan penerapan strategi pemasaran harga jual konstan, serta mengetahui sensitivitas BEPnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, dengan teknik pelaksanaan berupa studi kasus. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu dipilih usaha pembenihan di CV. Multi Global Agrindo, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Metode analisis data yang digunakan adalah 1) perhitungan Break Even Point dalam unit dan Rupiah, 2) analisis sensitivitas.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah: 1) Jumlah produksi dan penerimaan dari usaha pembenihan benih melon varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo (MGA) Kabupaten Karanganyar selama tahun 2006 sampai 2009 telah melampaui titik break even point dan memperoleh keuntungan walaupun perusahaan menetapkan strategi pemasaran harga jual konstan 2) Adanya perubahan jumlah produksi sebesar + 31,28%, perubahan biaya produksi sebesar + 45,34% dan perubahan harga produk sebesar + 41,3%, CV. Multi Global Agrindo (MGA) masih mampu melampaui titik break even point dan mendapatkan keuntungan dari usaha pembenihan melon varietas MAI 119 3) Jumlah produksi dan penerimaan di CV. Multi Global Agrindo setelah diperhitungkan adanya retur dan diuji sensitivitasnya tetap melampaui titik break even point.
commit to user
xiii
SUMMARY
Sara Verryca. H0307078. A Break Even Point (BEP) Analysis on Melon Seed in Seedling Business in CV. Multi Global Agrindo (MGA) of Karanganyar Regency. Guided by Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS. and Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. Agriculture Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta.
CV. Multi Global Agrindo (MGA) is a company operating in agricultural technology and agro-industry sector to provide an innovative seedling business through research and development (R&D). In undertaking its business, CV. MGA, faces the change of production quantity, production cost, but constant selling price. The change of those variables will affect the profit level and Break Even Point (BEP) the company gains. For that reason, there should be a further analysis on the impact break event point or BEP as well as on how its sensitivity to the change of production quantity, production cost and price.
This research aims to find out the quantity of production and revenue of melon seed in CV. Multi Global Agrindo of Karanganyar Regency in the Break Even Point (BEP) by applying the marketing strategy of constant selling price, as well as to find out BEP’s sensitivity. The method employed in this research was a descriptive analytic method, with case study as the execution technique. The location of research was selected with certain consideration consistent with the objective of research, that is, seedling business in CV. Multi Global Agrindo, Karangpandan Subdistrict, Karanganyar Regency. Methods of analyzing data used were 1) Break Even Point estimation in unit and Rupiah, and 2) sensitivity analysis.
The result of research shows that are 1) the production quantity and revenue from the melon seedling business of MAI 119 variety in CV. Multi Global Agrindo (MGA) of Karanganyar Regency during 2006-2009 has surpassed the break even point and been profitable although the company states the marketing strategy of constant selling price. 2) with the change of production quantity of + 3.28%, the change of production cost of + 45.34% and the change of product price of + 41.3%, CV. Multi Global Agrindo (MGA) still can surpass the break even point and obtain profit from the melon seedling of MAI 119 variety. 3) the production quantity and revenue in CV. Multi Global Agrindo after calculated the return and tested the sensitivity analysis still can surpass the break even point.
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan
perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat
Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Selain sebagai penyedia
lapangan pekerjaan, sektor pertanian juga merupakan penyumbang devisa
negara terbesar serta penyedia kebutuhan pangan dalam negeri.
Menurut Satiadiredja (1994), pengembangan produk hortikultura
merupakan salah satu aspek dalam pembangunan pertanian. Hortikultura
dalam bahasa asing horticulture, gartenbau atau turnbaw, meliputi tanaman
buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan serta merupakan bagian dari
pertanian umum yang hasilnya kebanyakan tidak tahan lama, namun
dibutuhkan setiap hari dalam keadaan segar. Mutu dan ketahanan barang yang
segarlah yang menentukan bagaimana hasil bumi ini harus diusahakan.
Kebutuhan komoditas hortikultura semakin lama semakin besar seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tinggi pula
kesadaran masyarakat akan pentingnya produk hortikultura. Hal tersebut
menyebabkan usaha peningkatan produksi hortikultura perlu dilakukan. Salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penyediaan benih yang
berkualitas.
Benih merupakan salah satu faktor penentu hasil produksi dari suatu
komoditas. Kualitas benih sangat mempengaruhi hasil produksi yang akan
dihasilkan tanaman, jika benih yang digunakan tidak berkualitas maka
hasilnya pun tidak akan maksimal. Benih yang baik adalah benih yang
memiliki keunggulan antara lain daya tumbuh tinggi, daya simpan tinggi, dan
tahan hama penyakit (Saryoko, 2011). Untuk mendapatkan benih yang baik
(benih hybrid unggul) diperlukan sebuah riset yang bertujuan menyediakan
benih berkualitas tinggi dengan kuantitas yang dibutuhkan masyarakat.
commit to user
hortikultura, maka riset untuk mendapatkan benih hybrid unggul semakin
diperlukan.
Kebutuhan akan produk tanaman hortikultura semakin meningkat
ditunjukkan dengan data kebutuhan bibit pohon dan benih buah untuk
tanaman hortikultura. Peningkatan kebutuhan tersebut harus disertai dengan
produksi benih yang tidak terlepas dari riset. Berikut adalah data kebutuhan
bibit pohon dan benih buah di Indonesia :
Tabel 1. Kebutuhan Bibit Pohon di Indonesia Tahun 2005 – 2009
No
Komoditas Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Durian 2.920.703 4.381.055 5.257.266 7.360.173 10.304.242 2 Jeruk 10.498.684 13.648.289 17.742.776 23.065.609 29.985.292 3 Mangga 8.784.770 11.420.201 14.846.261 19.300.139 25.090.181 4 Manggis 615.143 984.229 1.049.844 1.469.782 2.057.684 5 Pisang 34.642.582 45.035.356 58.545.963 76.109.752 98.942.678 6 Rambutan 2.942.042 3.824.655 4.972.051 6.463.666 8.402.766 7 Buah Lain 58.271.091 75.752.418 98.478.143 128.021.586 166.428.062
Jumlah (pohon) 118.675.015 155.046.203 200.892.305 261.790.708 341.210.915
Sumber : Deptan, 2009
Kebutuhan bibit pohon terus mengalami peningkatan seiring dengan
kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi bahan pangan non
karbohidrat salah satunya adalah buah-buahan, sehingga diperlukan bibit yang
unggul untuk memenuhi ketersedian buah-buahan tersebut. Demikian halnya
dengan kebutuhan bibit pohon, kebutuhan benih buah juga mengalami
peningkatan, tersaji pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Kebutuhan Benih Buah di Indonesia Tahun 2005 – 2009
No Komoditas Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Melon 2.214 2.518 3.058 4.587 6.880
commit to user
Peningkatan kebutuhan benih buah membuktikan bahwa benih sangat
dibutuhkan masyarakat dan layak untuk diusahakan. Peningkatan kebutuhan
benih buah menunjukkan peningkatan permintaan pasar akan produk
hortikultura, tetapi pada kenyataannya belum banyak perusahaan yang
mengusahakan benih hortikultura. Hal tersebut dapat menjadi sebuah peluang
bisnis bagi pengusaha, maka peluang yang ada dimanfaatkan oleh CV. Multi
Global Agrindo.
CV. Multi Global Agrindo merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang teknologi pertanian dan agroindustri untuk menyediakan usaha
pembenihan yang inovatif melalui riset and development (R&D). Perusahaan
ini telah memanfaatkan dan menerapkan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi
yang telah dihasilkan oleh peneliti dan pengembang warga negara Indonesia,
dan yang teruji serta terbukti kemanfaatannya bagi pembangunan nasional.
Berkat kerja keras dan ketekunan yang diterapkan, perusahaan pembenihan ini
mampu menghasilkan 10 jenis tanaman yang terdiri dari 22 varietas baru
seperti : benih melon ladika 108, melon sumo 28, melon MAI (Melon Asli
Indonesia) 116, 119, semangka metal 206 (merah total), tomat tia 403 (asli
Indonesia) dan tomat buba 426 (buahnya banyak), dan lain sebagainya. CV.
Multi Global Agrindo telah unggul dalam bidang perbenihan bahkan
produknya sudah ekspor ke luar negeri, seperti ke Jepang dan Cina.
CV. Multi Global Agrindo merupakan perusahaan yang berusaha
menghasilkan benih hortikultura yang asli dari dalam negeri yang siap
bersaing dengan benih impor yang dijual di dalam negeri. Dari beberapa benih
tanaman hortikultura yang telah dilempar ke pasar, benih melon yang paling
diterima oleh pasar dan sekarang menjadi unggulan dalam usaha pembenihan
di CV. Multi Global Agrindo, oleh karena itu, benih melon selalu diusahakan
kontinyuitas produksinya. Benih melon yang diproduksi oleh CV. Multi
Global Agrindo tidak hanya satu macam, namun ada empat macam varietas
benih melon dengan karakteristik yang berbeda yang disajikan pada tabel 3
commit to user
Tabel 3. Data Produksi Benih Melon di CV. Multi Global Agrindo Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009
No. Varietas Th. 2006
merupakan varietas yang tertinggi rata-rata produksinya yaitu sebesar 55,75
kg pada tahun 2006-2009. Produksi MAI 119 terus mengalami peningkatan
tiap tahunnya. Dengan rata-rata produksi tersebut, benih melon varietas MAI
119 selalu terjual habis dalam tahun yang bersangkutan, sehingga tidak ada
stock benih digudang, akibatnya kontinyuitas produksi benih terjaga. Hal itu
membuktikan bahwa varietas MAI 119 merupakan varietas yang paling
diminati oleh konsumen dan dapat diterima pasar daripada varietas lainnya
(Varietas MAI 116, ladika maupun sumo).
Jika dilihat dari jumlah produksi benih yang semakin meningkat,
maka benih melon ini dapat diterima pasar sehingga perlu adanya usaha dari
CV. Multi Global Agrindo untuk menjaga kontinyuitas bahkan meningkatkan
jumlah produksi. Usaha peningkatan produksi dilakukan dengan tujuan untuk
mencukupi permintaan pasar. Meskipun demikian perlu adanya pertimbangan
orientasi laba yang menjadi tujuan utama dari perusahaan. Untuk mengetahui
hal tersebut perlu adanya analisis yang tepat terutama pada volume produksi
untuk menghindarkan kemungkinan perusahaan mengalami kerugian. Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Break Even Point (BEP),
dengan analisis BEP dapat diketahui titik impas produksi dari suatu
perusahaan, sehingga perusahaan dapat menetapkan target penjualan minimal,
commit to user
B. Perumusan masalah
Salah satu produk benih di CV. Multi Global Agrindo yang telah
diterima pasar dan kontinyu permintaannya adalah benih melon. Benih melon
ini menjadi benih yang diunggulkan di CV. Multi Global Agrindo. Beberapa
varietas benih melon yang dihasilkan adalah varietas MAI 116, MAI 119,
varietas Sumo dan Ladika, dari keempat benih yang dihasilkan CV. Multi
Global Agrindo, benih varietas MAI 119 yang menjadi unggulan, sehingga
benih ini diusahakan kontinuitas produksinya supaya dapat memenuhi
permintaan pasar.
Usaha pembenihan benih melon MAI 119 di CV. Multi Global
Agrindo selalu mengalami perubahan baik pada jumlah produksi maupun total
biaya produksi setiap tahunnya. Perubahan selama tahun 2006-2009 tersebut
tersaji pada Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4. Data Perubahan Produksi, Biaya Produksi dan Harga dari Benih Melon Varietas MAI 119 di CV. Multi Global Agrindo Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Tahun 2006-2009
Tahun
Sumber : Analisis Data Sekunder
Biaya produksi benih melon varietas MAI 119 terus mengalami
kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah produksi benih melon. Harga benih
konstan dari tahun 2006 sampai 2009 karena sebagai perusahaan baru dengan
benih asli dalam negeri yang siap bersaing di pasar, CV. Multi Global Agrindo
memutuskan untuk tidak menaikkan harga supaya tetap bisa bersaing dengan
benih impor yang dijual di dalam negeri. Hal ini adalah strategi pemasran
yang ditetapkan oleh CV. Multi Global Agrindo.
Permasalahan yang muncul di CV. Multi Global Agrindo adalah
commit to user
hortikultura harus mampu bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis dan
perusahaan benih impor. Kompetitifnya persaingan benih hortikultura di pasar
khususnya melon, maka, CV. Multi Global Agrindo menetapkan strategi
pemasaran dengan harga jual benih tetap, terlihat sejak awal masuk ke pasar
tahun 2006 sampai sekarang harga jual benih melon varietas MAI 119
ditetapkan sama yaitu Rp. 95.000,00 per pak (20 gr). Konsekuensinya
perusahaan menanggung beban penambahan biaya pada proses produksi benih
melon. Seiring dengan permintaan pasar, CV. Multi Global Agrindo harus
memproduksi benih dengan jumlah meningkat tetapi harga jual konstan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam
mengenai titik impas produksi (Break Even Point) dan sensitivitas terkait
dengan perubahan volume penjualan dan biaya produksi benih melon di CV.
Multi Global Agrindo, jika perusahaan menetapkan strategi pemasaran dengan
harga jual benih yang konstan/tetap. Rumusan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan penerapan strategi pemasaran harga jual konstan, produksi
dan penerimaan benih melon di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten
Karanganyar dapat melampaui titik impas/Break Even Point (BEP)?
2. Bagaimana sensitivitas BEP terkait dengan keuntungan yang didapat dari
penjualan benih melon di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten
Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka tujuan
penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui produksi dan penerimaan benih melon di CV. Multi Global
Agrindo Kabupaten Karanganyar apakah telah melampaui titik
impas/Break Even Point (BEP) dengan penerapan strategi pemasaran
harga jual konstan.
2. Mengetahui sensitivitas BEP terkait dengan keuntungan dari penjualan
benih melon di CV. Multi Global Agrindo Kabupaten Karanganyar jika
commit to user
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi CV. Multi Global Agrindo dapat digunakan sebagai referensi dalam
mengelola dan memajukan usaha pembenihan melon terkait dengan
analisis Break Even Point (BEP).
2. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai
informasi atau bahan pembanding bagi permasalahan yang sama.
3. Bagi peneliti, penelitian ini dilaksanakan untuk melengkapi salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
commit to user
11
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu tentang melon dilakukan oleh Anggriani
(2009) tentang Teknik Percobaan Pemberian Beberapa Sumber Unsur P Pada
Tanaman Melon (Cucumis Melo L.), menyatakan bahwa tanaman melon
memerlukan persyaratan tumbuh, antara lain tanah subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, dan pH tanah mendekati netral (6-6,8). Teknik
budidaya melon harus dilakukan dengan baik untuk mendukung produksi
yang tinggi dan kualitas buah yang memenuhi selera pasar.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2004) tentang Efisiensi
Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Usahatani Melon di
Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih,
polybag, rafia, tenaga kerja, pupuk TSP, pupuk urea, zat perangsang dan
mulsa berpengaruh nyata terhadap variasi tingkat produksi. Faktor produksi
yang lain yaitu turus, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk KCl, dolomite dan
pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap variasi tingkat produksi. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa petani dalam mempergunakan
faktor-faktor produksi dalam usahataninya belum mencapai kombinasi yang optimal
sehingga tingkat efisiensi ekonomi tertinggi belum dapat dicapai. Dengan
demikian keuntungan yang diperolehpun belum maksimal.
Penelitian tentang buah melon diatas menunjukkan bahwa penelitian
buah melon baik dari segi budidaya maupun efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi pada usahatani melon telah dilakukan, namun, belum banyak
yang mengkaji tentang benih melon, terlebih kaitannya tentang keuntungan
yang diperoleh dari usaha pembenihan melon. Maka, peneliti tertarik untuk
meneliti benih melon kaitannya dengan keuntungan yang dianalisis dengan
analisis break even point.
Hasil penelitian dengan analisis break even point telah banyak
commit to user
laba perusahaan, analisa faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan analisa
break even point dan lain sebagainya. Penelitian Sulistyawati (1998) tentang
Analisa Break Even Sebagai Alat Perencanaan Laba Perusahaan menyatakan
bahwa jumlah laba adalah alat utama untuk menentukan apakah suatu
perusahaan sukses atau tidak. Salah satu cara untuk mengukur laba adalah
dengan analisis break even. Laba akan tetap pada tingkat yang sama ketika
volume penjualan bergerak secara proporsional dengan perubahan biaya tetap
dan variabel. Ketika faktor yang mempengaruhi keuntungan berubah, maka,
volume penjualan juga harus diubah, tujuannya adalah untuk mencapai
keuntungan proporsional.
Sinaga (2008) dengan judul penelitian Analisis Break Even Point
Sebagai Alat Perencanaan Penjualan Minimum memberikan pengertian
bahwa impas (break even) dapat diartikan suatu keadaan dalam operasi
perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi.
Suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan
jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk
menutup biaya tetap saja. Analisa break even mampu memberikan informasi
kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan,
serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat
penjualan yang bersangkutan dengan asumsi-asumsi dasar. Apabila penjualan
di atas titik break even maka perusahaan akan mendapatkan laba dan
sebaliknya jika penjualan di bawah titik break even perusahaan akan
menderita kerugian.
Penelitian mengenai analisis break even point dapat menjadi rujukan
bahwa dalam rangka mencapai keuntungan perusahaan, perlu melakukan
sebuah perhitungan. Analisis break even point dapat memperhitungkan
keuntungan perusahaan Bagian terkait dengan analisis break even point adalah
analisis sensitivitas. Hasil penelitian terdahulu yang menggunakan analisis
sensitivitas dilakukan oleh Rakhmawati (2008) dalam penelitiannya tentang
Analisis Break Even Point Pada Usaha Pengolahan Pucuk Daun Teh (Kasus
commit to user
perubahan variabel kenaikan dan penurunan harga sebesar 3%, kenaikan dan
penurunan produksi sebesar 3%, serta kenaikan dan penurunan biaya produksi
sebesar 5% masih dapat memberikan keuntungan bagi Pabrik Teh Sumber
Daun.
Oktavianingsih (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Break Even Point (BEP) Komoditas Minyak Pala Di PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo Semarang Tahun 2004-2008,
menyatakan bahwa analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui kepekaan
terhadap perubahan yang terjadi atas kenaikan atau penurunan
variable-variabel penting. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan
produksi 4,81% dan 32,88%, kenaikan biaya 13,09% dan 25,02% serta
penurunan harga 0,61% dan 3,30%, PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun
Ngobo masih mampu melampaui titik break even point dan mendapatkan
keuntungan dari usaha benih melon, sedangkan penurunan produksi 34%,
peningkatan biaya 96%, dan penurunan harga 33,4% akan mengubah kondisi
perusahaan yang awalnya telah melampaui titik BEP menjadi tidak melampaui
titik BEP dan harus menanggung kerugian.
Penelitian terkait analisis sensitivitas memberikan gambaran
pentingnya analisis sensitivitas karena perubahan variabel harga, biaya dan
produksi sangat mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan, bahkan dapat
merubah kondisi perusahaan yang semula untung menjadi rugi, sehingga
penting untuk mengkaji sensitivitas dalam analisis break even point.
Persentase perubahan dapat dilakukan dengan coba-coba maupun berdasarkan
perubahan minimum yang pernah terjadi di perusahaan. Dengan diketahuinya
sensitivitas BEP maka perusahaan dapat meramalkan berbagai kondisi ke
depan untuk menghindari kerugian akibat perubahan variabel produksi, biaya
produksi dan harga.
Hasil penelitian-penelitian diatas dijadikan pembanding dalam
penelitian ini karena menggunakan variabel-variabel yang sama yaitu variabel
jumlah produksi, biaya produksi dan harga jual, serta kajian mengenai analisis
commit to user
biaya, harga jual dan penerimaan sangat mempengaruhi kondisi laba
perusahaan dan adanya perubahan terhadap salah satu atau lebih variabel
tersebut juga akan merubah kondisi laba perusahaan. Dalam penelitian analisis
break even point di CV. Multi Global Agrindo ini hendak menunjukkan
dampak bagi perusahaan akibat kondisi variabel harga yang konstan
sementara variabel lain yaitu biaya dan produksi berubah, dengan analisis
sensitivitas akan terlihat dampak bagi perusahaan akibat kondisi
variabel-variabel tersebut. Kondisi harga yang konstan dengan biaya produksi yang
meningkat jarang dijumpai di sebuah perusahaan, sehingga diharapkan
penelitian ini memberi wacana baru dan berbeda dengan kasus-kasus yang ada
dalam penelitian sebelumnya.
B. Tinjauan Pustaka
1. Budidaya dan Pembenihan Melon
Melon merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang pesat
dikembangkan di Indonesia, baik dalam skala kecil maupun skala
agribisnis. Daya pikat melon terletak pada rasanya yang enak dan manis,
beraroma wangi menyegarkan, dan dapat dikonsumsi dalam bentuk buah
segar maupun olahan seperti jus dan sirup. Usaha tani melon diminati
petani karena cukup menguntungkan, umur panen pendek yaitu 55-65 hari
dan harga buah melon relatif lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas
hortikultura pada umumnya.
Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah termasuk
famili Cucurbitaceae atau labu-labuan, banyak yang menyebutkan buah
melon berasal dari Lembah Panas Persia atau daerah Mediterania yang
merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika.
Tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur Tengah dan ke Eropa. Pada
abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus dan akhirnya
ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon tersebar
keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk
Indonesia. Buah melon dimanfaatkan sebagai makanan buah segar dengan
commit to user
Sebelum tahun 1980, buah melon hadir di Indonesia sebagai buah
impor. Kemudian banyak perusahaan agribisnis yang mencoba menanam
melon untuk dibudidayakan di daerah Cisarua (Bogor) dan Kalianda
(Lampung) dengan varietas melon dari Amerika, Taiwan, Jepang, Cina,
Perancis, Denmark, Belanda dan Jerman. Kemudian melon berkembang di
daerah Ngawi, Madiun, Ponorogo sampai wilayah eks-keresidenan
Surakarta (Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar dan Klaten).
Daerah-daerah tersebut merupakan pemasok buah melon terbesar dibandingkan
dengan daerah asal melon pertama (Setiadi, 1998).
Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan
pengembangan usaha tani. Benih juga dapat diartikan biji yang dikelola,
diusahakan oleh manusia, khususnya para petani, Lembaga-Lembaga
Pembenihan, Dinas Pertanian, untuk mengembangkan tanaman. Kuantitas
dan kualitas produk yang diinginkan petani hanya dapat diperoleh apabila
benihnya merupakan benih unggul atau benih yang memperoleh sertifikat.
Benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya diterapkan
cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan sertifikat benih, dalam
produksinya diawasi oleh Petugas Sertifikasi Benih dari Sub Direktorat
Pembinaan Mutu Benih Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB)
yang berusaha dalam bidang pembenihan (Kartasapoetra, 1989).
Menurut Kartasapoetra (1989), bagi benih bersertifikat ditetapkan
kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan mutunya, antara lain
penetapannya sebagai berikut :
1. Benih Penjenis (BS) adalah benih yang diproduksi oleh dan dibawah
pengawasan pemulia tanaman yang bersangkutan atau instansinya dan
merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar.
2. Benih Dasar (BD) merupakan keturunan pertama dari benih penjenis
yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan
ketat, sehingga kemurnian varietas yang tinggi dapat dipelihara. Benih
commit to user
Badan Benih Nasional dan harus disertifikasi oleh Sub Direktorat
Pembinaan Mutu Benih BPSB.
3. Benih Pokok (BP) merupakan keturunan dari benih penjenis atau benih
dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga
identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi standar mutu
yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai benih pokok oleh Sub
Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB.
4. Benih Sebar (BR) merupakan keturunan dari benih penjenis, benih
dasar atau benih pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian
rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas dapat
dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta telah
disertifikasi sebagai benih sebar oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu
Benih BPSB.
Benih melon tidak dianjurkan untuk langsung ditanam dilapangan
karena resikonya besar. Disamping tingkat kematian benih sulit di kontrol,
kematian bibit muda yang baru tumbuh sulit dikendalikan karena pengaruh
kondisi lingkungan serta intensitas pemeliharaan. Dengan penyisipan
benih baru memang dapat diatasi, akan tetapi akan menghasilkan ukuran
dan kualitas bibit muda yang tidak seragam akibat umur panen tidak
serentak. Sebelum menanam tanaman melon langsung dilapangan,
sebaiknya benih dikecambahkan terlebih dahulu, kemudian dibibitkan
dalam polibag serta ditempatkan pada ruang yang beratap plastik. Tempat
pembibitan dianjurkan dibangun di sekitar kebun dekat lahan penanaman,
untuk mempermudah transportasi dan memperkecil resiko kerusakan serta
kematian bibit akibat pengangkutan. Bersamaan dengan waktu penyiapan
benih dan pembibitan melon, disiapkan lahan penanaman, sehingga saat
bibit sudah siap dipindahkan, lahan sudah siap ditanami, selanjutnya
dilakukan penanaman. Kebutuhan benih melon untuk 1 hektar sekitar 200
- 500 gram bila populasi tanaman sekitar 12.000 atau tergantung
commit to user
Tanaman melon yang sehat dan berproduksi optimal berasal dari
bibit tanaman yang sehat, kuat dan terawat baik. Menurut Setiadi (1998),
pada awalnya benih direndam kedalam larutan Furadam dan Atonik
selama 2 (dua) jam. Benih yang baik berada di dasar air, dan benih yang
kurang baik akan mengapung di atas permukaan air. Oleh sebab itu
pembibitan merupakan kunci keberhasilan suatu agribisnis melon.
Penyiapan benih dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif.
a) Pengadaan benih secara generatif
Fase generatif ditandai dengan keluarnya bunga. Pada fase ini tanaman
memerlukan banyak unsur fosfor untuk memperkuat akar dan
membentuk biji pada buah. Pada fase ini apabila tanaman dalam
kondisi sehat maka jaring-jaring pada buah diharapkan muncul secara
merata. Untuk mendukung pertumbuhan generatif, tanaman disemprot
dengan pupuk daun complesal super tonic (merah) dengan konsentrasi
2 gram/liter seminggu sekali.
b) Pengadaan benih secara vegetatif (Kultur Jaringan)
Dengan metoda kultur jaringan, pemilihan media tanam dan sumber
eksplan yang digunakan haruslah tepat agar memberikan hasil yang
maksimal. Media dasar yang dipakai tersusun dari garam-garam
berdasarkan susunan dengan penambahan thiamin 0,04 mg/liter,
myoinositol 100 mg/liter, surkosa 30 gram/liter, berbagai kombinasi
hormon tanaman yang ditambahkan sesuai dengan perlakuan. Media
dibuat dalam bentuk padat dengan penambahan agar bacto 8
gram/liter, pH media dibuat 5,7 dengan penambahan NaOH atau HCl
0,1 N. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf bertekanan 17,5 psi,
suhu 120 derajat C selama 30 menit. Tanaman yang didapat dari kultur
jaringan membentuk bunga jantan dan bunga betina separti halnya
commit to user
Untuk mengetahui keuntungan dari budidaya melon perlu sebuah
analisis. Salah satu analisis yang dapat digunakan adalah Analisis break
even point didalamnya tercakup komponen biaya dan penerimaan.
2. Analisis Break Even Point (BEP)
Titik impas (break even point) terjadi jika tidak terdapat laba
maupun rugi bersih. Laba bersih akan diperoleh bilamana volume
penjualan berada di atas titik impas, sedangkan rugi bersih akan diderita
seandainya volume penjualan berposisi di bawah titik impas. Tujuan
analisis titik impas adalah untuk mencari tingkat aktivitas dengan kondisi
pendapatan dari hasil penjualan sama dengan jumlah semua biaya variabel
dan biaya tetapnya. Perusahaan tidak menerima laba ketika hanya
mencapai titik impas. Oleh karena itu, hanya penjualan, biaya variabel,
dan biaya tetap saja yang dipakai untuk menghitung titik impas
(Simamora, 1999).
Analisis break even memungkinkan manajer keuangan menentukan
besar output atau tingkat penjualan yang menghasilkan EBIT (Earnings
Before Interest and Tax) atau laba bersih sebelum bunga dan pajak =
0. Untuk membuat teknik ini mudah diaplikasikan, biaya-biaya perusahaan
harus diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Tidak semua
biaya dapat digolongkan secara penuh ke dalam dua kategori ini. Namun,
untuk skala perencanaan pendek, sebagian besar biaya dapat dimasukkan
ke biaya tetap atau biaya variabel. Bila struktur biaya telah ditentukan
maka dapat diketahui titik breakeven (Martin et al, 1993).
Menurut Helmi (2009), analisa break even point juga dapat
digunakan oleh pihak manajemen perusahaan dalam berbagai pengambilan
keputusan, antara lain mengenai :
1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
commit to user
3. Besarnya penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak
menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume
penjualan terhadap laba yang diperoleh.
Perlu diketahui beberapa komponen untuk menghitung titik break
even point, anatara lain biaya dan penerimaan. Salah satu komponen untuk
menganalisis titik impas adalah komponen biaya. Biaya yang dikeluarkan
akan dibandingkan dengan penerimaan perusahaan supaya diketahui
besarnya keuntungan.
a. Biaya
Menurut Mulyadi (1999) dalam arti luas biaya adalah
pengorbanan sumber ekonomis, yang di ukur dalam satuan uang, yang
terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu. Dalam arti sempit diartikan sebagai pengorbanan sumber
ekonomi untuk memperoleh aktiva yang disebut dengan istilah harga
pokok, atau dalam pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga
pokok yang dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh
penghasilan.
Menurut Adjie (2010), biaya produksi adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi guna memproduksi output. Macam-macam biaya berkaitan
dengan analisis BEP adalah sebagai berikut :
1) Total Fixed Cost (biaya tetap total) adalah jumlah biaya yang tetap
yang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi. Contohnya adalah
jumlah biaya penyusutan, sewa, dan lain sebagainya.
2) Total Variable Cost (biaya variabel total) adalah jumlah biaya yang
dibayarkan yang besarnya berubah menurut tingkat yang
dihasilkan. Contohnya adalah jumlah biaya bahan mentah, tenaga
kerja, dan lain sebagainya.
3) Total Cost (biaya total) adalah penjumlahan antara biaya total tetap
commit to user
4) Average Fixed Cost (biaya tetap rata-rata) adalah biaya tetap yang
dibebankan kepada setiap unit output.
5) Average Fixed Cost (biaya variabel rata-rata) adalah biaya variabel
yang dibebankan untuk setiap unit output.
6) Average Total Cost (biaya total rata-rata) adalah biaya produksi
yang dibebankan untuk setiap unit output.
7) Marginal Cost (biaya marginal) adalah tambahan atau
berkurangnya biaya total karena bertambahnya atau berkurangnya
satu unit output.
Klasifikasi biaya dikaitkan dengan volume produksi dibagi
menjadi tiga yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel.
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang secara total tidak berubah
jumlahnya meskipun jumlah produksi berubah. Biaya variabel
(variable cost) adalah biaya yang bila dikaitkan dengan volume secara
per unit akan selalu tetap meskipun volume produksi berubah-ubah,
akan tetapi secara total biaya tersebut jumlahnya akan berubah sesuai
dengan proporsi perubahan aktivitas. Sementara biaya semivariabel
adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya
(Daljono, 2005).
Sifat biaya yang diasumsikan dalam analisis break even point
menurut Martin et al (1993),adalah sebagai berikut :
1) Biaya Tetap
Biaya tetap juga disebut biaya tak langsung, tidak mengalami
perubahan dalam jumlah totalnya sedangkan volume penjualan atau
kuantitas output berubah dalam sejumlah range output yang relevan.
Jumlah biaya tetap tidak tergantung banyaknya produk yang dihasilkan
dan memiliki jumlah dolar yang tetap. Jika produksi meningkat
volumenya, biaya tetap per unit turun. Sebab total biaya tetap menjadi
commit to user
Biaya
Biaya Tetap
0 Unit yang diproduksi dan yang terjual
Gambar 1. Sifat Biaya Tetap terhadap Range Output yang Relevan
Biaya dalam gambar diatas terlihat tidak terpengaruh dengan jumlah
produk yang dibuat dan terjual. Pada beberapa range output yang
relevan, jumlah total biaya tetap ini bisa jadi lebih tinggi atau rendah
pada perusahaan yang sama. Beberapa contoh biaya tetap dalam usaha
manufaktur yang khas adalah gaji administratif, penyusutan, asuransi,
satuan jumlah yang dikeluarkan untuk program periklanan, pajak
bangunan dan sewa.
2) Biaya Variabel
Biaya variabel juga disebut biaya langsung (direct cost). Biaya
Variabel tetap untuk per unit output tapi secara total berubah bila
output berubah. Total biaya variabel dihitung dengan mengambil biaya
variabel per unit dan dikalikan dengan jumlah yang diproduksi dan
dijual. Model break even mengandaikan bahwa antara total biaya
variabel dan penjualan bersifat proporsional. Sifat biaya variabel
terhadap range output yang relevan terlukis pada gambar berikut :
Biaya
Biaya Variabel
commit to user
Gambar 2. Sifat Biaya Variabel terhadap Range Output yang Relevan
Total biaya variabel tergantung pada jumlah output yang dibuat dan
dijual. Bila jumlah unit yang diproduksi nol, maka biaya variabel juga
nol tapi biaya tetap lebih besar dari nol, akibatnya, untuk menutupi
biaya tetap harga penjualan per unit harus lebih besar dari biaya
variabel per unit. Ini menolong menjelaskan mengapa sejumlah
perusahaan tetap menjalankan pabriknya meski penjualan sementara
menurun. Maksudnya adalah untuk memperoleh hasil penjualan untuk
mmenutupi biaya tetap. Contoh-contoh biaya variabel adalah buruh
langsung, biaya bahan bakar (bensin, listrik, gas alam) sehubungan
dengan area produksi, biaya pengangkutan untuk membawa produk
dari pabrik, pengemasan dan komisi penjualan.
3) Biaya Semi Variabel
Beberapa biaya mungkin tetap pada satu waktu, kemudian berubah
ketika output yang lebih tinggi tercapai, kembali tetap, lalu naik lagi
seiring dengan naiknya output menjadi lebih tinggi. Biaya ini
diistilahkan sebagai biaya semi variabel atau semi tetap. Salah satu
contohnya adalah gaji untuk supervisor produksi. Bila output
berkurang 15 persen untuk masa singkat, manajemen organisasi tidak
akan memotong gaji 15 persen. Hampir sama juga, komisi yang
diberikan kepada salesman sering kali mengikuti jenjang
keberhasilannya. Digambarkan sebagai berikut :
Biaya
Biaya Semivariabel
commit to user
Gambar 3. Sifat Biaya Semivariabel terhadap Range Output yang
Relevan
Menurut Mulyadi (1999), penggolongan biaya menurut fungsi
pokok dalam perusahaan, dibedakan menjadi tiga yaitu biaya produksi,
biaya pemasaran serta biaya administrasi dan umum. Secara
keseluruhan biaya tersebut dalam analisis BEP tercakup dalam biaya
produksi, namun, pengetahuan tentang berbagai macam biaya dapat
membantu mengklasifikasikan penggolongan biaya dalam analisis
BEP :
a) Biaya produksi
Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk
mengolah bahan baku menjadi produk jadi atau siap untuk dijual.
Contohnya yaitu biaya bahan baku, biaya gaji karyawan, biaya
overhead pabrikasi, dan lain sebagainya.
b) Biaya pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya yaitu biaya
iklan, biaya pengangkutan dari gudang produsen ke gudang
konsumen, biaya karyawan bagian pemasaran, dan lain sebagainya.
c) Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum merupakan biaya untuk
mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk.
Contohnya biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi,
personalia, bagian hubungan masyarakat, dan pemeriksaan
akuntansi.
Setelah mengetahui biaya, perusahaan harus menghitung besarnya
penerimaan untuk mengetahui keuntungan usaha. Penerimaan harus
lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk mencapai keuntungan
usaha. Apabila penerimaan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan
maka perusahaan mengalami kerugian.
commit to user
Ongkos (cost) dan penerimaan (revenue) adalah dua hal yang
menjadi fokus utama dari seorang pengusaha dalam rangka
mendapatkan keuntungan yang maksimum, dalam memproduksi suatu
barang. Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari penjualan
sejumlah output atau dengan kata lain merupakan segala pendapatan
yang diperoleh oleh perusahaan dari hasil penjualan produksinya. Hasil
total penerimaan dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah satuan
barang yang dijual dengan harga barang yang bersangkutan atau
TR = Q x P (Mubarak, 2009).
Menurut Hanani (2010), penerimaan adalah penerimaan
produsen dari hasil penjualan outputnya. Terdapat tiga konsep penting
tentang revenue yang perlu diperhatikan untuk analisis perilaku
produsen.
1) Total Revenue (TR), yaitu total penerimaan produsen dari hasil
penjualan outputnya. Jadi, TR = Pq X Q, dimana Pq = harga output
per unit; Q = jumlah output.
2) Average Revenue (AR), yaitu penerimaan produsen per unit output
yang dijual. Jadi, AR adalah harga jual output per unit
3) Marginal Revenue (MR), kenaikan TR yang disebabkan oleh
tambahan penjualan satu unit output.
Penerimaan menurut Adjie (2010), adalah jumlah uang yang
diperoleh dari penjualan sejumlah output atau dengan kata lain
merupakan segala pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan hasil
dari penjualan hasil produksinya. Hasil total penerimaan dapat
diperoleh dengan mengalikan jumlah satuan barang yang dijual dengan
harga barang yang bersangkutan. Dirumuskan dengan TR = Q x P
Dimana :
TR = Total penerimaan (Rp)
Q = Jumlah produk
commit to user
c. Keuntungan/laba
Setelah diketahui total biaya dan penerimaan maka dapat
diketahui keuntungan/laba perusahaan. Menurut Downey (1992),
terdapat beberapa penjelasan tentang laba diantaranya :
a) Laba merupakan imbalan dari pengambilan suatu resiko dalam
bisnis. Semakin besar resiko, semakin besar laba yang akan
diperoleh jika usaha tersebut berhasil. Sedangkan jika terjadi
kegagalan, maka semua atau sebagian modal yang ditanam akan
hilang.
b) Laba dihasilkan oleh pengendalian atas sumber daya yang langka.
Jika sumber daya dikendalikan oleh masing-masing warga negara,
dan didapatkan permintaan yang tinggi dari pihak lain, maka
sumber daya tersebut dapat dijual dengan harga yang tinggi.
Dengan semakin tingginya permintaan, maka semakin besar laba
yang akan didapatkan.
c) Laba diperoleh karena kefektifan pengelolaan. Jika para pelaku
bisnis mampu melakukan perencanaan dan pemikiran yang kreatif,
akan dimungkinkan usaha bisnisnya berjalan dengan efisien
sehingga mampu mendatangkan laba yang besar bagi perusahaan.
Menurut Sukirno (2000), keuntungan/laba dalam kegiatan
perusahaan ditentukan dengan cara mengurangkan berbagai biaya yang
dikeluarkan dan hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang
dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembayaran
upah, pembayaran bunga, sewa tanah, dan sebagainya. Apabila hasil
penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya tersebut maka
diperolehlah keuntungan.
Menurut Simamora (1999), laba merupakan salah satu ukuran
seberapa baik kinerja sebuah perusahaan. Walaupun laba bukan
commit to user
kelangsungan hidup, pertumbuhan, mutu produk, dan lain-lain).
Perolehan laba cukuplah memadai untuk memikat investasi modal
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Makna laba secara umum adalah kenaikan kemakmuran dalam
suatu periode yang dapat dinikmati (didistribusi atau ditarik) asalkan
kemakmuran awal masih tetap dipertahankan. Pengertian semacam ini
didasarkan pada konsep pemertahanan kapital. Konsep ini
membedakan antara laba dan kapital. Kapital bermakna sebagai
sediaan (stock) potensi jasa atau kemakmuran sedangkan laba
bermakna aliran (flow) kemakmuran. Dengan konsep pemertahanan
kapital dapat dibedakan antara kembalian atas investasi dan
pengembalian investasi serta antara transaksi operasi dan transaksi
pemilik. Lebih lanjut, laba dapat dipandang sebagai perubahan aset
bersih sehingga berbagai dasar penilaian kapital dapat diterapkan
(Bayu, 2009).
Laba ekonomi didefinisikan sebagai laba akuntansi (accounting
profit) dikurangi biaya oportunitas (opportunity cost). Dengan
demikian sebelum menghitung laba ekonomi perlu diketahui dulu
biaya opportunity dari berbagai alternatif yang ada. Selama masih
jumlahnya diatas nol, maka itu berarti bahwa keputusan untuk
mempercayakan sumberdaya dalam bisnis merupakan keputusan yang
baik. Namun, jika laba ekonomi menunjukkan nilai negatif secara jelas
dapat dikatakan adanya suatu masalah. Hal ini menunjukkan bahwa
alternatif ini tidak baik untuk dipilih, dan perlu menjadi pertimbangan
memikirkan alternatif lain/baru yang nantinya akan menghasilkan laba
ekonomi yang lebih tinggi (Downey, 1992).
Menurut Downey (1992) dikenal beberapa istilah laba yaitu
laba bersih, laba operasi bersih, laba bersih sebelum pajak, laba bersih
setelah pajak, dalam BEP yang sering digunakan adalah istilah laba
bersih, penjelasan mengenai berbagai istilah laba adalah sebagai
commit to user
a) Laba bersih
Laba bersih merupakan ayat terakhir dalam perhitungan rugi-laba.
Laba bersih (bottom line) dijadikan sebagai tolok ukur
keterampilan dan kemampuan pengambil keputusan dalam
mengelola sumberdaya, karyawan dan keuangan. Bahkan lebih
penting lagi, laba bersih mencerminkan perusahaan. Hal itu
menjadi dasar untuk pertumbuhan, modernisasi, pengembangan
produk-produk baru dan imbalan bagi karyawan dan penanam
modal perusahaan di masa mendatang.
b) Laba Operasi Bersih
Laba operasi bersih sering disebut pula sebagai margin operasi
yang merupakan jumlah yang tersisa apabila beban operasi
dikurangkan dari marjin kotor. Faktur-faktur yang
mempengaruhinya sama dengan faktur-faktur yang mempengaruhi
marjin kotor ditambah dengan faktor-faktor yang berupa beban
usaha.
c) Laba Bersih Sebelum Pajak
Laba bersih sebelum pajak merupakan jumlah yang tersisa setelah
semua pendapatan atau beban non operasi diperhitungkan.
Pendapatan non operasi meliputi semua pendapatan yang diperoleh
dari sumber-sumber lain, seperti bunga atau deviden yang
diperoleh dari penanaman modal di luar.
d) Laba Bersih Setelah Pajak
Laba bersih setelah pajak dapat dihitung setelah diketahui besarnya
pajak penghasilan. Besarnya pajak ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya besarnya laba, tingkat laba tahun sebelumnya, jenis
commit to user
Setelah diketahui konsep tentang biaya, penerimaan serta
keuntungan/laba maka dapat dilakukan analisis break event point. Menurut
Riyanto (1995) analisis break even point dapat dihitung dengan
menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan dengan rumus aljabar,
pendekatan grafik, dan pendekatan trial and error.
1. Perhitungan Break Even Point (BEP) dengan menggunakan rumus
aljabar
a. Break Even Point (BEP) atas dasar unit
BEP (Q) =
BEP (Q) = volume penjualan pada BEP dalam unit
FC (Fixed Cost) = biaya tetap (Rp)
P (Price) = harga jual produk per unit (Rp)
VC (Variabel Cost) = biaya variable per unit (Rp)
P – VC = marjin kontribusi/ contribution marjin
b. Break Even Point (BEP) atas dasar penjualan dalam rupiah
BEP (QT) =
= rasio marjin kontribusi/ contribution
commit to user
rugi
laba
2. Perhitungan Break Event Point (BEP) dengan grafik
Salah satu cara menentukan break even point adalah dengan
membuat gambar atau grafik break even. Dalam gambar tersebut akan
tampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan
jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi atau penjualan dalam unit nampak pada
sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan dari
penjualan nampak pada sumbu vertikal (sumbu Y). Dalam gambar
break even tersebut break even point dapat ditentukan, yaitu pada titik
dimana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan
garis biaya total. Apabila dari titik tersebut kita tarik garis lurus
vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak besarnya break even
dalam unit. Jika dari titik tersebut ditarik garis lurus horizontal ke
samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break even dalam
rupiah. Pada grafik tersebut digunakan asumsi bahwa besarnya biaya
tetap selalu konstan, besarnya biaya variabel sebanding dengan volume
penjualan. Gambar grafik BEP adalah sebagai berikut :
Break even point
Biaya tetap Biaya variabel keuntungan Penghasilan penjualan
Biaya total
Biaya tetap
Gambar 4. Grafik BEP Biaya dan penerimaan
commit to user
3. Pendekatan Trial and Error
Perhitungan break even point dengan cara trial and error
dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan menghitung
keuntungan operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu.
Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil
volume penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan
mengambil suatu volume penjualan tertentu perusahaan menderita
kerugian maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih besar.
Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume
penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan
besarnya biaya total.
Analisis break event point sangat dipengaruhi oleh komponen
biaya dan penerimaan. Perubahan nilai dari variabel-variabel yang
mempengaruhi biaya maupun penerimaan sangat mungkin terjadi pada
perusahaan. Perubahan variabel juga akan mempengaruhi break even point
perusahaan. Hal tersebut tercakup dalam analisis sensitivitas.
3. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas perlu dikaji untuk mengantisipasi terjadinya
perubahan-perubahan nilai dari variabel-variabel yang diamati. Analisis
sensitivitas menurut Supriyono (1999), adalah analisis terhadap perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhi laba. Faktor-faktor tersebut meliputi :
1) Perubahan harga jual per unit barang dagangan, produk atau jasa yang
dijual
2) Perubahan jumlah total biaya tetap
3) Perubahan jumlah total biaya variabel per unit
4) Kombinasi perubahan harga jual per unit, total biaya tetap, biaya
variabel per unit dan volume penjualan.
Analisis sensitivitas atau sering pula disebut analisis kepekaan
commit to user
untuk menilai dampak atau impact berbagai perubahan dalam
masing-masing variabel penting terhadap hasil yang mungkin terjadi. Variabel
penting yang dimaksud adalah variabel harga, biaya dan jumlah produksi.
Analisis sensitivitas adalah suatu analisis simulasi dimana nilai
variabel-variabel penyebab diubah-ubah untuk mengetahui bagaimana dampaknya
terhadap hasil yang diharapkan (Riyanto, 1995).
Para manajer secara berkala memutuskan apakah akan mengubah
harga jual produk atau tidak. Kalangan konsumen cenderung menolak
kenaikan harga dengan cara membeli lebih sedikit produk. Hal ini dapat
mengurangi dampak kenaikan harga. Kenaikan harga jual per unit akan
menurunkan titik impas penjualan, sedangkan penurunan harga jual per
unit akan menaikkan titik impas penjualan. Sementara produk-produk
dalam beberapa lingkungan bisnis sedemikian kompetitifnya sehingga
manajer tidak dapat mengubah harga jual. Dalam kondisi seperti ini,
manajer biasanya lebih memilih memangkas biaya produk. Perubahan
biaya pun mempengaruhi titik impas penjualan. Kenaikan biaya variabel
akan menaikkan titik impas, sedangkan penurunan biaya variabel akan
menurunkan titik impas penjualan. Kenaikan biaya tetap akan menaikkan
titik impas, sedangkan penurunan biaya tetap juga akan menurunkan titik
impas penjualan (Simamora, 1999).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Kemampuan untuk menghasilkan laba yang maksimum merupakan
tujuan yang paling penting bagi perusahaan. Berbagai upaya dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan untuk meningkatkan kemampuannya dalam
meraih laba usaha. Cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah dengan
menyusun sebuah perencanaan laba usaha. Hal penting dalam penyusunan
perencanaan laba usaha adalah menentukan titik impas (break even point).
Titik impas ini memberikan informasi dimana perusahaan didalam operasinya
tidak memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Melalui titik
impas ini dapat diketahui berapa tingkat penjualan yang harus dipertahankan