• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGEMBANGAN PROSES SOSIAL SISWA SD MELALUI METODE DAN PENDEKATAN MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PENGEMBANGAN PROSES SOSIAL SISWA SD MELALUI METODE DAN PENDEKATAN MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

i DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………... i

UCAPAN TERIMA KASIH ………. ii

ABSTRAK ……… vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang ... ……..………. 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ……….…………. 12

C. Tujuan Penelitian ……….. 15

1. Tujuan Umum... 15

2. Tujuan Khusus... 16

D. Manfaat Penelitian ……… 16

1. Manfaat Teoritis ………. 16

2. Manfaat Praktis ……….. 17

E. Pembatasan Penelitian……… 17

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian... 18

G. Definisi Operasional ……….. 22

BAB II TINJAUAN TEORITIS...………. 27

(2)

ii

1. Pengertian Pendidikan Jasmani …...………... 27

2. Arti Pendidikan Jasmani Bagi Kehidupan Sosial Siswa... 30

3. Tujuan Pendidikan Jasmani..………... 32

B. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani………..……….. 36

C. Metode Mengajar Pendidikan Jasmani……….. 41

1. Metode Mengajar Tradisional... 48

a. Gaya Mengajar Komando... 48

b. Gaya Tugas... 50

2. Metode Mengajar Creative Movement.……….. 53

a. Gaya Mengajar Guided Discovery... 53

b. Gaya Mengajar Problem Solving... 57

D. Pendekatan Mengajar Pendidikan Jasmani... 60

1. Dasar Sosiologis Penjas dalam Pendekatan Bermain dan Kompetitif... 61

a. Pendekatan Bermain…………...……… 63

b. Pendekatan Kompetitif... 65

E. Proses Sosial...……….. 69

1. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial....……….…… 71

a. Proses Asosiatif... 73

1) Kerjasama (cooperation)... 73

2) Akomodasi (Accomodation)... 77

3) Asimilasi (Assimilation)... 80

(3)

iii

1) Persaingan (Competition)... 84

2) Kontravensi (Contravention)... 85

3) Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)... 87

F. Karakteristik Perkembangan Sosial Siswa Kelas Atas Sekolah Dasar ... 88

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 94

A. Metode dan Desain Penelitian ………... 94

B. Variabel Penelitian...………. 96

C. Populasi dan Sampel... 98

D. Instrumen Penelitian ..……….…………... 100

1. Penyusunan Instrumen ………..…….……. 100

2. Uji-coba Instrumen ………... 106

E. Hasil Uji-coba Instrumen ……….. 110

1. Hasil Uji Validitas Angket....………..……… 110

2. Hasil Uji Reliabilitas Angket...……… 111

F. Langkah-Langkah Penelitian ……….... 112

G. Agenda Penelitian ………... 117

H. Teknik Analisis Data ………...………. 117

1. Uji Normalitas ………...…. 117

2. Uji Homogenitas ………...…….. 118

3. Analisis Data... 118

(4)

iv

A. Deskripsi Data ………...…… 121

1. Uji Normalitas ………...………. 121

2. Uji Homogenitas ………... 123

3. Uji-t ………...…… 125

B. Analisis Data Penelitian……….. 125

1. Pengajuan Hipotesis Statistik...……….. 125

2. Hasil Uji Signifikansi……… 126

3. Pengujian Hipotesis Penelitian...………. 133

C.Pembahasan Hasil... 136

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……...… 148

A. Kesimpulan ………....……. 148

B. Rekomendasi ………...……… 149

DAFTAR PUSTAKA………... 153

(5)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Penyebaran Jumlah Siswa untuk Kelomppok Sampel

Penelitian...……… 99

3.2 Kisi-kisi Angket... ………... 103

3.3 Hasil Uji Validitas Angket... ……….… 110

4.1 Hasil Pengolahan Data Uji Normalitas Proses Asosiatif... 121

4.2 Hasil Pengolahan Data Uji Normalitas Proses Disosiatif...……. 122

4.3 Hasil Pengolahan Data Uji Homogenitas Proses Asosiatif.…….. 124

4.4 Hasil Pengolahan Data Uji Homogenitas Proses Disosiatif... 124

4.5 Hasil Pengolahan Data dengan Uji-t Proses Asosiatif... 127

4.6 Hasil Pengolahan Data dengan Uji-t Proses Disosiatif... 130

4.7 Hasil Pengolahan Data Uji Faktorial pada Proses Asosiatif……. 133

(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Angket... ……… 158

2. Rancangan Kegiatan Eksperimen....……….. 163

3. Hasil Uji Coba Validitas Angket...………. 184

4. Uji Reliabilitas Angket...…….. 188

5. Uji Normalitas a. Proses Asosiatif... 189

b. Proses Disosiatif... 199

6. Uji Homogenitas... ……… 205

7. Uji Analisis Data... 206

8. SK Pembimbing Tesis PPS UPI Prodi POR..……….. 209

9. Surat Permohonan Izin Studi Lapangan/Penelitian... 211

10.Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...……… 212

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama (Soekanto, 1999:66), baik antara orang dengan orang, orang dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani (penjas), siswa dengan guru dan dengan sesama siswa lainnya saling memberikan pengaruh. Pengaruh itu berupa perubahan perilaku yang mencakup aspek psikomotor, kognitif, dan afektif. Pada tingkatan sekolah dasar, guru memberikan pengaruh terbesar dibandingkan dengan orang lain atau pihak lain yang berada di lingkungan sekolah. Aktivitas saling mempengaruhi berawal dari interaksi di antara mereka. Misalnya, ketika guru memberikan instruksi organisasi kepada siswa untuk membentuk kelompok bermain, dengan segera siswa melakukannya dan secara langsung terjadi hubungan di antara siswa yang berada dalam satu kelompok. Aktivitas yang dilakukan siswa dan guru sudah menuju ke arah proses sosial yang terjadi di masyarakat umum, walaupun terjadi di lingkungan yang lebih kecil. Sesungguhnya itulah awal dari proses pembinaan aspek sosial siswa dalam menghadapi interaksi sosial di lingkungan masyarakat yang lebih luas.

(8)

dengan proses meniru atau mencontoh suatu perilaku yang dianggap baik dan disukai secara umum. Sugesti berhubungan dengan proses penerimaan suatu pandangan sampai menjadi suatu keyakinan. Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak yang lain. Sedangkan simpati berkenaan dengan suatu proses dari seseorang yang tertarik pada pihak lain. Secara langsung atau pun tidak langsung, disadari atau tidak disadari oleh siswa, kegiatan belajar mengajar penjas telah melibatkan ke empat faktor tersebut. Contohnya pada saat siswa melakukan tugas gerak. Siswa meniru setiap bentuk gerakan yang dicontohkan dan diinstruksikan oleh guru atau rekannya sendiri. Aktivitas itu sudah mengarah kepada proses imitasi atau meniru dan mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Seperti halnya sugesti, ungkapan guru penjas sebelum melaksanakan tugas gerak terkadang menjadi kepercayaan yang sangat kuat bagi siswa. Misalnya, agar hasil lompatannya jauh sebelum melakukan lompat jauh harus diawali dengan mengambil nafas dalam-dalam. Ungkapan guru dijadikan sugesti di setiap kali siswa memperoleh kesempatan melakukan lompat jauh. Contoh-contoh peristiwa tersebut hanya akan terjadi apabila interaksi sosial berlangsung secara mendalam dan dalam tempo yang relatif lama sebagai awal dimulainya proses sosial.

(9)

kelompok usia meski pada proses disosiatif tingkat persaingan dan konflik akan lebih menonjol pada olahraga yang dilakukan orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan perkembangan proses sosial yang telah dilalui oleh keduanya.

Proses sosial pada anak besar sering disebut sebagai usia berkelompok atau disebut juga awal melakukan hubungan sosial yang sesungguhnya di luar ikatan lingkungan keluarga. Kisaran usia anak besar sekitar 6 sampai 10 atau 12 tahun (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:101). Anak-anak membuat kelompok atau geng dengan alasan dua atau tiga teman tidaklah cukup bagi mereka. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, sebab hanya dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolahraga atau melakukan aktivitas lainnya untuk mendapatkan kegembiraan.

(10)

menentang tindakan yang dilakukan orang tua atau orang yang lebih dewasa. Berbagai tindakan yang bersifat menentang tanpa alasan yang jelas, merusak hak milik orang lain, ketaatan yang kuat atau berlebihan terhadap peraturan kelompok dibandingkan dengan aturan keluarga merupakan sebagian ciri-ciri dari terjadinya delinkuensi anak yang mengganggu proses sosialisasinya (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:127; Kusmaedi, dkk, 2004:65,66).

Delinkuensi anak-anak berawal dari ketidakmampuan anak beradaptasi dengan lingkungan sosial karena dampak negatif dari interaksi sosial yang tidak mampu dicegahnya. Fenomena seperti itu bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang hendak dicapai melalui penjas, yang justru memiliki fungsi dan tujuan menumbuhkembangkan seluruh aspek (psikomotor, kognitif dan afektif) yang dimiliki anak didik. Fungsi dan tujuan penjas itu khususnya dalam membantu anak mengembangkan kemampuan sosial dan pengendalian emosional sebagai bagian dari aspek afektif. Menurut Hoedaya (2009:23), “…, komponen afektif bisa diubah melalui pengalaman pembelajaran pendidikan jasmani yang menyenangkan.” Sedangkan cara dalam membantu proses sosialisasi yang menjadi bagian aspek afektif anak-anak adalah melalui keanggotaan kelompok seperti dikemukakan Kusmaedi, dkk (2004:64-65) yaitu dengan belajar bersaing dengan orang lain, belajar bekerja sama, belajar bermain dan olahraga.

(11)

juga dalam hal mengembangkan kemampuan sosial anak. Alfermann (1999:374) menyatakan bahwa “Physical education is a natural practice ground for social interaction and an opportunity for observing social processes. These are seen within groups as well as between groups”. Alferman menegaskan bahwa pendidikan jasmani merupakan dasar latihan yang alamiah bagi interaksi sosial dan kesempatan untuk mengamati proses-proses sosial yang terjadi, baik di dalam kelompok maupun antar kelompok. Sejalan dengan pendapat Alferman, Lutan (2001:35) juga mengemukakan bahwa pendidikan jasmani memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang. Lebih lanjut Lutan mengemukakan bahwa manfaat dari segi sosial akan banyak diperoleh melalui program pendidikan jasmani, sebab melalui aktivitas jasmani atau olahraga seseorang memperoleh kesempatan untuk bergaul, berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Sikap dan perilaku yang sesuai norma atau nilai dan direstui dalam kehidupan sosial dapat dibina dengan aktivitas jasmani, khususnya aktivitas jasmani yang dilakukan secara berkelompok sebagai sarana terjadi dan terjalinnya interaksi sosial di antara para pelakunya. Aktivitas jasmani yang dilakukan dapat berupa hasil rekayasa lingkungan pembelajaran penjas, misalnya guru menciptakan suasana pertandingan bola voli dengan menekankan tugas dan peran siswa secara tegas sebagai pemain, pelatih, wasit, hakim garis, atau pendukung setiap regu.

(12)

sebagai salah satu model pengembangan proses sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Melalui metode dan pendekatan mengajar penjas yang terus berkembang, guru berupaya untuk bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran penjas. Upaya itu dilaksanakan dengan tidak melupakan karakteristik peserta didik yang diidentifikasi melalui minat dan kebutuhan anak.

Melalui identifikasi terhadap karakter siswa telah muncul beberapa cara mengajar penjas. Mosston dan Ashworth (1994:128) mengemukakan dua bentuk cara mengajar penjas yaitu direct teaching styles (gaya mengajar langsung) dan indirect teaching styles (gaya mengajar tidak langsung). Pendapat Ainshworth & Fox (1989) yang dikutip Suherman (1998:130) menyebut direct teaching sebagai traditional approach (pendekatan tradisional) dan indirect teaching sebagai cognitive approach (pendekatan kognitif). Metode mengajar penjas terus berkembang dan kemudian melahirkan metode yang masih berlandaskan kepada metode sebelumnya yang terdiri dari dua bagian yaitu Traditional Teaching Method atau metode tradisional dan Creative Movement Teaching Method (Theodorakou & Zervas, 2003:95).

(13)

metode dan pendekatan mengajar penjas telah memberikan pengaruh positif dalam proses mengembangkan beberapa aspek sosial seorang anak seperti self-esteem.

Meski masih ada perbedaan mengenai kebermaknaan metode mengajar penjas seperti pada direct teaching atau traditional method (Hoffman, 1971; dalam Tinning, 1987:83) dan indirect teaching, namun sudah ada arahan untuk mengoptimalkan hasil dari penerapan metode agar sesuai dengan fungsi dan tujuan penjas yang bersifat menyeluruh. Seperti yang dikemukakan Tinning (1987:83), pada umumnya metode tradisional secara khusus dipergunakan untuk mengajarkan keterampilan fisik (physical skill). Yanuarkiram (1997:15) mengemukakan bahwa di dalam proses pembelajaran yang selama ini berorientasi pada penguasaan keterampilan atau teknik berbagai cabang olahraga, terutama dalam peristiwa pembelajaran penjas di sekolah dasar, perlu ada perubahan melalui proses pembelajaran yang bermuatan pembentukan sikap dan watak, nilai-nilai interaksi sosial, dan problem solving.

(14)

antara metode, materi, tujuan, dan evaluasi sebagai rangkaian utuh dan menyeluruh dari proses pembelajaran.

Proses pendekatan mengajar atau proses menerapkan metode mengajar pun harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Anak-anak pada usia sekolah dasar masih didominasi oleh keinginan bermain, sehingga pendekatan untuk menerapkan metode mengajar hendaknya lebih ditekankan pada aktivitas bermain. Lutan, Ibrahim, Suherman, dan Saputra (2002:16) mengemukakan, “Dari perspektif sejarah, aktivitas pendidikan jasmani seperti dalam bentuk kegiatan bermain merupakan alat utama pendidikan. Para pendidik dan filosof percaya bahwa kegiatan itu sangat efektif untuk menumbuhkembangkan keseluruhan potensi peserta didik”. Dari pernyataan itu ada tugas mulia sekaligus pekerjaan berat yang diemban guru penjas. Selain harus memahami bermain dengan segala maknanya, guru harus mampu dan meyakini bahwa kewajibannya adalah menumbuhkembangkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif siswa melalui aktivitas bermain.

(15)

keputusan bersama di antara para pelaku yang sedang bermain dengan cara menentukan aturan-aturan bermain yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan masing-masing kepentingan para pelakunya, terutama adalah ciri atau karakter pelaku permainan.

Dari ciri sosial siswa SD kelas IV sampai kelas VI seperti pada ciri kelompok anak-anak besar, bentuk penyajian pembelajaran sebaiknya dalam bentuk bermain beregu, dengan gaya mengajar komando dan tugas (bagian dari metode mengajar tradisional) serta lomba yang bersifat kompetitif (Sukintaka, 1992:44). Bentuk penyajian lomba atau kompetisi dalam proses pembelajaran penjas, diharapkan akan membuat siswa termotivasi untuk mengeluarkan kemampuan gerak semaksimal mungkin. Intensitas gerak yang cukup tinggi memungkinkan interaksi sosial diantara siswa dalam satu kelompok akan tinggi pula. Hal ini bisa ditunjukkan dengan kuatnya pemberian dorongan dan saling mendukung dalam kerja sama untuk memenangkan perlombaan. Sebelum memulai lomba, guru harus dengan tegas menginstruksikan kepada seluruh siswa berkenaan dengan tugas-tugas yang akan dilakukan, sehingga permainan dalam bentuk perlombaan akan berjalan lancar sebagai tahapan pengembangan bermain dalam proses pembelajaran.

(16)

adalah anak mencoba-coba aktivitas permainan. Setelah yakin terhadap aktivitas permainan yang dipilihnya, anak menginjak tahap contesting yaitu memainkan bentuk permainan yang dipilih. Tahap analysis yaitu anak mulai mampu menguraikan bentuk permainan ke dalam beberapa aspek, misalnya strategi yang harus dipakai, jenis gerak dominan yang dilakukan. Tahap synthesis adalah tahap memadukan berbagai aspek yang diperlukan dalam bentuk permainan yang dilakukan oleh anak. Tahap evaluation adalah menilai berbagai aspek yang ada dalam bentuk permainan, misalnya menilai kemampuan dan kelemahan dirinya dan lawan bermain, kerja sama tim yang telah dilakukan. Kelima proses pada tahapan kompetitif (testing, contesting, analysis, synthesis, evaluation) merupakan aktivitas bersama anak (siswa) dan guru sebagai upaya menentukan kesesuaian bentuk permainan, pelaksanaan permainan dan tujuan yang dicapai sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam penyajian berikutnya, sehingga berbagai manfaat pendekatan mengajar akan diperoleh.

(17)

memecahkan masalah yang dihadapi teman bermainnya. Bermain menurut penelitian Barnet (1991) dan para peneliti lainnya dalam Olympic Aid The 5 Rings Program (ttn:16), secara signifikan memberikan dampak kepada meningkatnya kemampuan memecahkan masalah dan aktif dalam kehidupan sosial.

Manfaat yang diperoleh dari berkompetisi dan bermain akan menjadi bekal bagi anak didik untuk mampu beradaptasi secara efektif dan efisien dengan lingkungannya, sehingga pada akhirnya akan banyak keuntungan yang diperoleh melalui interaksi sosial bagi proses perkembangan sosial anak selanjutnya. Jika itu bisa dicapai maka hal tersebut telah mengarah pada pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan jasmani yang sejalan dengan proses sosial yang terjadi di masyarakat pada umumnya. Pembinaan proses sosial siswa pada hakikatnya adalah menumbuhkembangkan peserta didik menjadi makhluk sosial yang bermanfaat bagi lingkungannya di mana pun ia berada. Sehubungan dengan hal ini, Hoedaya (2009:3) mengemukakan bahwa melalui sosialisasi, khususnya keterlibatan anak pada aktivitas olahraga, maka sifat, perilaku, serta aspek kepribadian diharapkan akan tumbuh dan berkembang dengan baik, akan tumbuh sifat bersaing yang dilandasi sportivitas tinggi, menghargai lawan bermain, menghargai usaha sendiri, percaya diri, dan kemampuan mengendalikan emosi.

(18)

keterampilan sosialnya berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang (Lutan, 2001:34).

Karakter penjas dapat tercapai bila program pengajaran penjas yang teratur dapat dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan program pembelajaran penjas yang teratur akan memberikan pengaruh pada perkembangan hidup siswa yang akan semakin tumbuh sempurna, bukan hanya pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya saja, melainkan juga keadaan emosi, mental, dan hubungan sosialnya menjadi lebih baik karena mampu berinteraksi melalui sikap dan perilaku yang direstui masyarakat (Ichsan, 1983:54; Lutan, 2001:35).

B. Rumusan Masalah Penelitian

Isu proses belajar mengajar penjas menurut Suherman dan Mahendra (2001:28) diantaranya adalah “Guru kurang mengembangkan domain afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap pendidikan jasmani.” Isu seperti ini harus menjadi perhatian penting bagi para pelaksana pembelajaran untuk segera dicarikan jalan keluarnya.

(19)

pendekatan mengajar yang dilakukan belum sesuai dengan karakteristik siswa. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan guru belum mampu menyesuaikan materi (bahan ajar) dan tujuan dengan minat, kebutuhan dan karakteristik siswa berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.

(20)

sosial. Sebagai individu, anak terdiri dari jiwa dan raga. Sebagai makhluk sosial, anak sedang belajar menerapkan status dan peranannya seperti halnya dalam kehidupan sosial di masyarakat. Ketika menjadi pemain maka berperanlah sebagai pemain, ketika menjadi wasit maka jadilah sebagai wasit bukan menjadi pemain. Artinya melalui aktivitas olahraga anak diajarkan untuk mengerti berbagai status dan peranannya dalam kehidupan sosial di masyarakat.

Perkembangan sosial yang terjadi pada siswa SD yang sesuai dengan harapan guru dan masyarakat tidak terjadi dengan sendirinya. Melalui pembelajaran penjas yang disajikan dengan berbagai metode mengajar dan pendekatan mengajar diharapkan aspek sosial pada diri siswa dapat ditumbuhkembangkan. Metode mengajar yang dimaksud adalah metode tradisional dan metode creative movement. Sedangkan pendekatan mengajar yang umum diterapkan dalam kegiatan pembelajaran penjas di SD yaitu pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif (berlomba). Kedua metode mengajar dan pendekatan mengajar ini diharapkan dapat menjadi model pembelajaran dalam mengembangkan proses sosial siswa SD, khususnya proses asosiatif (kerja sama, akomodasi, asimilasi) dan mencoba mengurangi dampak negatif dari proses disosiatif (persaingan, kontravensi, konflik).

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

(21)

2. Bagaimana pengaruh metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses disosiatif siswa SD ?

3. Metode mengajar melalui pendekatan mengajar manakah yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses asosiatif siswa SD?

4. Metode mengajar melalui pendekatan mengajar manakah yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses disosiatif siswa SD?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan baru berupa model pembelajaran yang didalamnya berisi metode mengajar tradisional dan metode creative movement yang dilaksanakan melalui pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif dalam mengembangkan proses sosial siswa SD, serta memberikan bukti kebermaknaan pendidikan jasmani yang mampu menumbuhkembangkan seluruh aspek yang dimiliki siswa, khususnya aspek sosial. Artinya, pembelajaran penjas tidak hanya berdampak pada pengembangan jasmani siswa saja melainkan dapat pula mengembangkan aspek-aspek sosial dan emosional.

2. Tujuan Khusus

(22)

dan kompetitif dalam mengembangkan proses sosial siswa SD. Penjabaran tujuan khusus tersebut ialah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dampak penerapan metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses asosiatif siswa SD.

b. Untuk mengetahui dampak penerapan metode mengajar dan pendekatan mengajar terhadap proses disosiatif siswa SD.

c. Untuk menemukan metode mengajar yang diterapkan melalui pendekatan mengajar yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses asosiatif siswa SD.

d. Untuk menemukan metode mengajar yang diterapkan melalui pendekatan mengajar yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan proses disosiatif siswa SD.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi yang bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis, bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan pembinaan dan pengembangan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.

1. Manfaat Teoritis

(23)

sekolah dasar. Khususnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian atau rujukan di bidang strategi belajar mengajar pendidikan jasmani terkait dengan penerapan metode dan pendekatan mengajar penjas oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam mengembangkan keilmuan di bidang pendidikan jasmani seperti FPOK, lembaga terkait lainnya, para guru penjas, termasuk para peneliti dalam bidang kajian yang sama.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi metode mengajar yang lebih sesuai diantara metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. Selanjutnya, metode mengajar tersebut dapat digunakan sebagai model pembelajaran proses sosial oleh para guru penjas dalam upaya menumbuhkembangkan aspek-aspek sosial siswa SD melalui penerapan metode dan pendekatan mengajar dalam program pendidikan jasmani. Akhirnya seluruh potensi sosial siswa diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan kurikulum.

E. Pembatasan Penelitian

(24)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK 2003) yang didominasi oleh kegiatan belajar siswa yang bersifat berkelompok. Kedua metode dan kedua pendekatan ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran penjas untuk mengembangankan proses sosial siswa SD.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan sampel penelitian siswa laki-laki dan perempuan (64 orang siswa) kelas IV, V, dan kelas VI sekolah dasar di Kabupaten Sumedang. Penelitian diarahkan untuk mengetahui perubahan proses sosial siswa SD melalui indikator perubahan proses asosiatif dan proses disosiatif yang diketahui dari proses pengumpulan dan analisis data pre-tes dan pasca-tes dengan angket yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya.

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

(25)

peningkatan proses sosial melalui keanggotaan kelompok adalah dengan belajar bermain dan berolahraga (Kusmaedi, dkk., 2004:65).

Bermain dan berolahraga merupakan aktivitas dominan pendidikan jasmani. Berkenaan dengan pendidikan jasmani, Alfermann (1999:374) mengemukakan “Physical education is a natural practice ground for social interaction and an opportunity for observing social processes.” Maksudnya adalah pendidikan jasmani merupakan wadah latihan alamiah untuk interaksi sosial dan kesempatan dalam mengamati proses-proses sosial. Menurut faham realisme, program kejuaraan olahraga akan mengembangkan perilaku sosial manakala kemenangan bukan tujuan utama (Cholik dan Lutan, 1996/1997:10). Melalui aktivitas jasmani akan diperoleh banyak manfaat bagi segi sosial, misalnya dalam mengembangkan rasa percaya diri, penilaian positif terhadap kemampuan diri, dan konsep diri yang positif pada anak didik (Lutan, 2001:34, 95).

(26)

Pendekatan bermain sebagai cara menerapkan metode mengajar creative movement semakin memberikan kebebasan kepada siswa untuk menjalin interaksi atau hubungan sosial dengan sesamanya. Peristiwa ini mungkin terjadi karena interaksi sosial diantara siswa relatif lebih sering dan mendalam. Ini disebabkan karena metode mengajar creative movement dilaksanakan melalui gaya mengajar problem solving, eksplorasi, eksperimen, dan discovery seperti dikemukakan oleh Theodorokou & Zervas (2003:95) “The creative movement teaching method implements learning through improvisation, experimentation, problem-solving, exploration and discovery.” Metode ini mengarahkan siswa sebagai pembuat keputusan dominan dalam proses pembelajaran penjas. Siswa mendapatkan kebebasan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya setelah menerima pengarahan dalam bentuk instruksi informasi tugas gerak dari guru. Misalnya guru menugaskan siswa untuk mencari cara menendang bola yang mampu mengenai sasaran. Siswa akan berusaha menemukan cara menendang yang dianggapnya paling sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

(27)

kebebasan dan kesempatan siswa berinteraksi dengan siswa yang lainnya menjadi terbatas. Semua siswa memusatkan perhatian pada semua hal yang diperintahkan guru. Apalagi bila pendekatan kompetitif menjadi pilihan melaksanakan metode mengajar tradisional. Ruang gerak siswa semakin dibatasi, kebebasan menggali kemampuan diri semakin terbatas.

Pendekatan kompetitif mengharuskan siswa bersaing secara tajam untuk mencapai kemenangan yang memungkinkan pula terjadinya kontravensi di antara anak yang bersaing. Pendekatan ini bermanfaat untuk membentuk karakter dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi masyarakat di luar lingkungan sekolah (Saputra, 2001:7). Biasanya aktivitas berkompetitif diarahkan melalui metode mengajar tradisional seperti dengan gaya mengajar komando, dan metode mengajar creative movement dengan gaya mengajar problem solving dan guided discovery (Werner, 1979:4) dan tugas. Berbeda dengan bermain yang lebih bersifat sukarela karena dorongan langsung dari dalam diri anak (Soemitro, 1992:1). Aktivitas ini lebih sesuai dilakukan dengan metode mengajar creative movement karena pembuat keputusan dominan dimiliki siswa, meski sesekali dengan gaya mengajar komando.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah :

(28)

2. Metode mengajar tradisional dengan pendekatan kompetitif akan memberikan pengaruh paling besar dalam meningkatkan proses disosiatif dibandingkan metode mengajar dengan pendekatan mengajar yang lainnya.

G. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran menurut Lutan (1988:398) adalah penyederhanaan dan penjabaran dalam bentuk sebuah model dari proses pengajaran yang kompleks yang meliputi elemen-elemen yang melukiskan arus timbal balik antara stimulus dan respons antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Mengenai konsep dasar metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement Theodorakou & Zervas (2003:95) mengemukakan :

The creative movement teaching method implements learning through improvisation, experimentation, problem-solving, exploration and discovery. The student makes the decision and produces movement within certain parameters set by the teacher. On the other hand, the traditional teaching method implements learning through demonstration and command. The teacher makes the decisions and the students follow.

(29)

keputusan, segala sesuatu ditentukan oleh guru berkenaan dengan materi, tugas gerak, apa yang harus siswa lakukan selama pembelajaran, dan siswa tinggal mengikutinya. Evaluasi ditentukan guru ketika memberikan status pada siswa. Penerapan metode tradisional adalah dengan menggunakan gaya mengajar komando dan gaya mengajar tugas.

3. Proses sosial

Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama yang di dalamnya terkandung suatu gejala perubahan, gejala penyesuaian dan gejala pembentukan (Soesanto, 1985:53; Soekanto, 1999:66). Dalam penelitian ini, proses sosial terdiri dari proses asosiatif dan proses disosiatif dengan pengertian masing-masing sebagai berikut:

a. Proses asosiatif

Proses asosiatif adalah proses yang menuju kepada suatu kerja sama melalui keserasian pandangan dan tindakan yang mengarah kepada kesatuan tindakan (Huky, 1982; Taneko, 1993; dan Soekanto, 1999). Artinya, proses yang mempersatukan di antara dua orang atau lebih (di antara kelompok). Proses asosiatif terdiri dari :

1) Kerjasama yaitu bekerja secara bersama-sama karena mempunyai kepentingan yang sama . Di dalam penelitian ini kerjasama tercermin dari aktivitas siswa yang dilakukan secara berkelompok untuk menyelesaikan tugas gerak yang diinstruksikan guru.

(30)

1999:82). Di dalam penelitian ini usaha-usaha yang dimaksud diantaranya siswa menjadi penengah dalam menyelesaikan pertentangan di antara dua orang temannya.

3) Asimilasi adalah usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok manusia juga meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Di dalam penelitian ini, asimilasi ditunjukkan oleh perilaku siswa, diantaranya yaitu memberikan kesempatan kepada teman untuk menggunakan alat guna melaksanakan tugas gerak, menghargai kemampuan orang lain.

b. Proses disosiatif

Disebut juga sebagai oppositional processes atau proses oposisi yakni proses sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu (Soekanto, 1999:97). Pola-pola oposisi dinamakan struggle for existence.

Proses disosiatif terdiri dari :

(31)

2) Kontravensi (contravention) yaitu suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian dengan bentuk-bentuknya seperti: penolakan, perbuatan kekerasan dan mengacau rencana fihak lawan; menyangkal pernyataan orang lain; penghasutan; perbuatan khianat; menggangu atau membingungkan fihak lawan. Contoh kontravensi yang terjadi dalam proses pembelajaran penjas adalah siswa mengganggu konsentrasi rekannya saat melakukan tugas gerak dengan cara mengejek, menghalang-halangi pergerakan, dan bertindak kasar dengan merebut alat yang sedang dipergunakan.

4. Pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. a. Pendekatan bermain

(32)

b. Pendekatan kompetitif

(33)

94 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Dengan mengkaji permasalahan penelitian secara umum maka metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen. Metode eksperimen dilakukan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih atau mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya (Hyllegard, 1996: 424; Sudjana dan Ibrahim, 2001:19).

Dalam konteks penelitian ini variabel yang menjadi penyebab atau mempengaruhi (independent variable) adalah dua jenis metode mengajar (metode tradisional dan metode creative movement). Kedua metode diterapkan melalui dua jenis pendekatan mengajar yaitu pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. Sedangkan variabel yang dipengaruhi (dependent variable) atau yang mendapat akibat dari perlakuan variabel penyebab, adalah proses sosial yang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di bagian B.

(34)

dan perubahan proses disosiatif dengan model factorial 2 X 2 yaitu sebagai berikut:

a. Desain Faktorial Proses Asosiatif

Metode Mengajar

Pendekatan Mengajar

Pendekatan Bermain Pendekatan Kompetitif

Metode Tradisional A1B1 A1B2

Metode Creative Movement A2B1 A2B2

Keterangan:

A1B1: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan bermain.

A1B2: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan kompetitif.

A2B1: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan bermain.

A2B2: Proses asosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan kompetitif.

b. Desain Faktorial Proses Disosiatif

Metode Mengajar

Pendekatan Mengajar

Pendekatan Bermain Pendekatan Kompetitif

Metode Tradisional A1B1 A1B2

Metode Creative Movement A2B1 A2B2

(35)

A1B1: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan bermain.

A1B2: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode

tradisional melalui pendekatan kompetitif.

A2B1: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan bermain.

A2B2: Proses disosiatif siswa SD sebagai dampak dari penerapan metode creative

movement melalui pendekatan kompetitif.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu variabel bebas (variabel yang mempengaruhi) dan variabel terikat (variabel yang dipengaruhi).

1. Variabel Bebas (independent variable)

Variabel bebas terdiri dari empat bentuk. Keempat variabel tersebut terdiri dari dua jenis metode mengajar yaitu metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement, dan dua variabel penyerta yang bersifat aktif yaitu pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif. Secara lengkap variabel yang memberikan pengaruh dalam penelitian ini terdiri dari:

(36)

sampel penelitian terbentuk menjadi empat kelompok dengan setiap kelompok memperoleh perlakuan berbeda yang sesuai dengan variabel bebas. Berikut ini adalah matrik yang menjelaskan karakteristik pokok dari setiap variabel bebas:

Variabel Bebas

Metode Mengajar Pendekatan Mengajar

Metode

2. Variabel Terikat (dependent variable)

(37)

sub-variabel ini yang menjadi indikator dari perubahan proses sosial sebagai dampak dari pemberian perlakuan (eksperimen) keempat variabel bebas. Berikut ini adalah matrik yang mendeskripsikan karakteristik pokok variabel terikat:

Variabel Terikat Proses Sosial

Proses Asosiatif Proses Disosiatif

1. Kerja sama 2. Akomodasi 3. Asimilasi

1. Persaingan (kompetisi) 2. Kontravensi

3. Pertentangan/konflik

C. Populasi dan Sampel Penelitian

(38)

kelompok dengan pertimbangan jumlahnya harus proporsional. Menempatkan siswa mana yang harus berada di kelompok mana dilakukan dengan cara undian. Tabel 3.1 memperlihatkan penyebaran siswa untuk setiap kelompok sampel penelitian:

Tabel 3.1

Penyebaran Jumlah Siswa untuk Kelompok Sampel Penelitian Kelompok

Penelitian

Kelas Jumlah

IV V VI

L P L P L P

Kelompok A 3 2 2 4 2 3 16

Kelompok B 3 2 3 3 2 3 16

Kelompok C 3 2 3 2 2 3 16

Kelompok D 3 2 2 3 3 3 16

Setelah kelompok sampel penelitian terbentuk, kepada setiap kelompok kemudian dilakukan pra-tes dan post-tes menggunakan angket yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya.

Pemilihan populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor seperti tujuan penelitian, serta data empirik di lapangan pada saat ditemukannya masalah penelitian ini. Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan sampel diantaranya adalah sebagai berikut:

(39)

kepercayaan tinggi (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991:101) di lingkungan sebayanya. Kelompok anak besar mulai belajar bergaul dengan teman sebayanya dan belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria dan wanita (Makmun, 2004:113).

2) Sampel yang dipilih adalah siswa kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 di SDN Bendungan I Kecamatan Sumedang Utara yang berusia antara 9-12 tahun. Secara geografis siswanya berasal dari beberapa dusun/kampung yang tersebar dan terpisah relatif jauh antara dusun yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru kelas dan guru penjas, ternyata ada hal menarik untuk diteliti berkenaan dengan sulitnya siswa untuk disatukan dalam kelompok kerjasama yang berasal dari setiap dusun yang berbeda. Mayoritas hanya menginginkan teman sekelompok yang berasal dari dusun yang sama. Terlihat pula adanya fenomena sulitnya siswa bergaul dengan siswa lain yang bukan berasal dari dusun tempat tinggal yang sama.

D. Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen

(40)

Sebagai instrumen penelitian (alat pengumpul data) ini keuntungan menggunakan angket adalah sebagai berikut:

a) Dibagikan secara serentak kepada semua responden dan dijawab responden menurut kecepatan menjawabnya masing-masing.

b) Angket dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu dalam menjawabnya.

c) Angket bersifat praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya.

Beberapa kelemahan di dalam penggunaannya adalah kemungkinan jawaban sering tidak objektif apalagi jika pertanyaan atau pernyataan dalam angket kurang tajam, yang memungkinkan responden berpura-pura.

Jenis angket yang digunakan adalah angket skala Likert. Mengenai skala Likert ini, Sudjana dan Ibrahim (2001:107) mengemukakan sebagai berikut sebagai berikut:

Skala Likert dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu pernyataan ada dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif dinilai subyek sangat setuju, setuju, tidak punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

Berdasarkan alternatif jawaban pada angket skala Likert, ditetapkan kategori penyekorannya sebagai berikut:

(41)

b) Untuk pernyataan negatif, Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak Punya Pilihan atau Ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5.

Untuk memperoleh angket yang valid dan reliabel diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematis dalam menyusunnya. Langkah-langkah penyusunan yang telah ditetapkan adalah: menyusun lay out angket, membuat kerangka pertanyaan/pernyataan, menyusun urutan pertanyaan/pernyataan, membuat format angket, membuat petunjuk pengisian, percobaan (try out) angket, revisi, dan memperbanyak angket dan membagikannya.

Hal-hal umum yang diperhatikan pada proses membuat pernyataan dalam angket adalah sebagai berikut:

1) Menyusun kisi-kisi angket berdasarkan masalah penelitian .

2) Menentukan indikator-indikator dari masalah penelitian yang pokok.

3) Melengkapi angket dengan petunjuk jawaban dari soal pertanyaan sehingga responden tidak menemukan kesulitan dalam memberikan jawabannya.

Perlu diketahui pula bahwa dalam menyusun pernyataan-pernyataan agar responden dapat menjawab salah satu alternatif jawaban, maka pernyataan-pernyataan yang disusun harus memiliki kriteria seperti yang telah dikemukakan oleh Surakhmad (1998:184), yakni sebagai berikut:

1. Rumuskan setiap pernyataan sejelas-jelasnya dan seringkas-ringkasnya 2. Mengajukan pernyataan-pernyataan yang memang dapat dijawab oleh

responden, pernyataan yang tidak menimbulkan kesan negatif 3. Sifat pernyataan harus netral dan objektif

4. Mengajukan hanya pernyataan yang jawabannya tidak dapat diperoleh dari sumber lain

(42)

Berikut ini adalah kisi-kisis angket yang memuat variabel penelitian, sub variabel, indikator, nomor dan keterangan. Indikator pada angket merupakan penjelasan atau rincian dari setiap sub variabel berdasarkan kajian teoritik (seperti sudah dijelaskan di Bab II).

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket

Variabel Sub-variabel Indikator Nomor Keterangan

Proses sosial

1. Proses Asosiatif

a. Kerja sama Menyadari mempunyai kepentingan yang sama Mempunyai perasaan yang sama

Bekerja atas dasar tujuan bersama

Kebersamaan sebagai dasar bekerja

Motif menolong orang lain Saling membutuhkan Kewajiban

situasional/terpaksa dilakukan Memperoleh hasil yang lebih besar

(43)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Variabel Sub-variabel Indikator Nomor Keterangan

b. Akomodasi Keseimbangan dalam interaksi sosial c. Asimilasi Upaya mengurangi

(44)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Variabel Sub-variabel Indikator Nomor Keterangan

2. Proses b. Kontravensi Ketidakpastian diri

Perasaan tidak suka yang c. Pertentangan Menentang pihak lawan

(45)

2. Uji Coba Instrumen

Setelah rancangan instrumen penelitian dibuat, proses berikutnya adalah melaksanakan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket sebagai instrumen penelitian. Proses ini dilakukan melalui empat tahapan yang terdiri dari tiga kali pra uji coba dan sekali uji coba.

a. Pra uji coba pertama

Pra uji coba pertama dilakukan pada hari Sabtu tanggal 14 April 2006 pukul 16.00 WIB di Sumedang. Responden yang terpilih adalah 8 orang siswa sekolah dasar yang terdiri dari 2 orang siswa kelas IV, 4 orang siswa kelas V, dan 2 orang siswa kelas VI (3 putri dan 5 putra). Kesemua siswa bersekolah di SDN Bendungan I. Tujuan pra uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman responden terhadap pernyataan dari setiap butir soal angket. Hasilnya adalah hampir 90 % dari 54 butir soal tidak dimengerti (dipahami) oleh responden. Penyebabnya adalah bahasa yang dipergunakan dalam setiap butir soal tidak sesuai dengan tingkat pemahaman responden. Bahasa dalam angket lebih cocok untuk siswa SMU atau mahasiswa.

b. Pra uji coba ke dua

(46)

3 orang siswa kelas V, dan 3 orang siswa kelas VI. Responden berasal dari SDN Bendungan I dan Madrasah Aliyah Desa Margamukti Kecamatan Sumedang Utara. Tujuan pra uji coba ke dua adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman responden terhadap setiap pernyataan yang menjadi butir soal angket yang telah direvisi. Hasilnya sebanyak 24 butir dari 54 butir soal belum dipahami oleh responden. Peneliti kemudian melakukan revisi dan bimbingan dengan para pembimbing.

c. Pra uji coba ke tiga

Hasil revisi dan bimbingan kemudian di pra ujicobakan kembali pada hari Rabu 26 April 2006 jam 15.30. Responden yang terpilih sebanyak 15 orang siswa (7 putri dan 8 putra) yang terdiri dari 5 orang siswa kelas IV, 5 orang siswa kelas V, dan 5 orang siswa kelas VI. Sebanyak 6 orang siswa (2 orang kelas IV, 1 orang kelas V, dan 3 orang kelas VI) berasal dari SDN Kasokandel II Kabupaten Majalengka, sedangkan 4 orang siswa berasal dari SDN Bendungan II (1 orang kelas IV, 2 orang kelas V, dan 1 orang kelas VI), dan 5 orang siswa berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) Desa margamukti (2 orang kelas IV, 1 orang kelas V, dan 2 orang kelas VI). Tujuan pra uji coba ke tiga adalah untuk mengetahui validitas angket. Hasilnya sebanyak 19 butir soal dari 54 butir dinyatakan tidak valid. Uji validitas ini menggunakan uji Liliefors.

d. Uji coba.

(47)

SDN Bendungan II. Responden yang terpilih sebanyak 28 orang siswa (14 putri dan 14 putra) yang terdiri dari 10 siswa kelas IV, 10 siswa kelas V, dan 8 siswa kelas VI. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas angket yang nantinya dijadikan instrumen penelitian. Hasil uji coba dapat dilihat pada pembahasan analisis instrumen.

3. Analisis Instrumen a) Uji validitas instrumen

Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan dalam proses pengolahan data untuk menentukan validitas angket (Sugiono, 2002:272) dengan menggunakan pendekatan rumus Cronbach dengan daya pembeda sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil ujicoba, kemudian memisahkan dan mengelompokkan skor yang tinggi dengan skor yang rendah.

2) Menetapkan 27% responden yang memperoleh skor tertinggi sebagai kelompok atas dan 27% responden yang memperoleh skor terendah sebagai kelompok bawah.

3) Mencari nilai rata-rata (X ) setiap butir pernyataan dari kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus kelompok bawah dengan rumus:

(48)

5) Mencari variansi gabungan (S2) untuk setiap butir pernyataan kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus:

2

6) Mencari nilai t hitung untuk setiap butir pernyataan dengan rumus:

2

Penentuan valid tidaknya sebuah butir tes dilakukan melalui pendekatan signifikansi. Jika t-hitung lebih besar atau sama dengan t-tabel maka pernyataan atau butir tes tersebut dinyatakan valid, sebaliknya apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel maka pernyataan atau butir tes tersebut dinyatakan tidak valid.

b) Uji reliabilitas instrumen

Langkah-langkah untuk mengetahui tingkat reliabilitas keseluruhan butir tes menurut Arikunto (2003:158) adalah sebagai berikut:

1) Membagi butir-butir pernyatan yang valid menjadi dua bagian yaitu butir yang bernomor ganjil dan bernomor genap.

2) Skor nomor ganjil dijadikan variabel X sedangkan skor butir nomor genap dijadikan variabel Y.

(49)

( )( )

4) Mencari reliabilitas seluruh perangkat butir pernyataan dengan menggunakan rumus Sperman Brown (rii) dengan rumus:

rxy

5) Menguji signifikansi korelasi, yaitu dengan rumus yang dikembangkan oleh

Sudjana dengan rumus:

E. Hasil Uji Coba Instrumen 1. Hasil Uji Validitas Angket

Setelah dilakukan uji coba angket, hasilnya kemudian dianalisis melalui

uji validitas dan uji reliabilitas. Hasil uji validitas seperti pada Table 3.3.

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Angket

No. Butir Soal t-hitung Keterangan No. butir soal t-hitung Keterangan

(50)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

No. Butir Soal t-hitung Keterangan No. butir soal t-hitung Keterangan

10 2,2 37 3,6

11 1,8 38 2,0

12 2,9 39 1,5 Tidak valid

13 3,4 40 1,9

14 2,3 41 2,1

15 3,3 42 2,0

16 2,3 43 2,6

17 2,6 44 2,0

18 2,1 45 2,1

19 1,9 46 2,0

20 2,6 47 2,2

21 2,7 48 1,9

22 2,0 49 2,3

23 1,9 50 2,0

24 1,4 Tidak valid 51 3,1

25 2,2 52 3,1

26 2,7 53 3,2

27 1,7 Tidak valid 54 1,2 Tidak valid

Dari hasil penghitungan data diketahui bahwa t-tabel adalah 1,8. Dengan demikian butir soal yang memiliki t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka butir soal tersebut dinyatakan tidak valid untuk dijadikan pernyataan pada instrumen penelitian. Dari 54 butir soal terdapat 6 butir soal yang tidak valid yaitu no 7, 24, 27, 30, 39, dan 54. Butir-butir soal yang valid kemudian diurut kembali berdasarkan nomor urut (seperti pada lampiran) pada angket untuk kemudian dijadikan instrumen penelitian.

2. Hasil Uji Reliabilitas Angket

(51)

Ini berarti bahwa r-hitung (0,505) lebih besar dari r-tabel (0,423) yang artinya bahwa angket atau instrumen adalah reliabel. Sedangkan pada hasil uji signifikansi korelasi diketahui bahwa t-hitung = 4,176 sedangkan pada t-tabel dengan taraf nyata 0.05 dan dk (22) = 2,074. Ini berarti bahwa t-hitung (4,176) lebih besar dari t-tabel (2,074) sehingga korelasi instrumen mempunyai reliabilitas yang signifikan.

F. Langkah-langkah Penelitian

Setelah diperoleh angket (instrumen penelitian) yang valid dan reliabel, proses penelitian mulai mengarah pada pelaksanaan eksperimen atau pemberian perlakuan pada setiap kelompok sampel. Penelitian ini dibantu oleh seorang guru penjas SDN Bendungan I dengan fungsi untuk membantu peneliti dalam kegiatan pembelajaran penjas. Sebelum terjun langsung ke lapangan penelitian, guru mendapatkan pengarahan dari peneliti tentang berbagai hal yang berkaitan khusus dengan eksperimen dan proses penelitian pada umumnya. Maksudnya adalah agar proses penelitian berjalan lancar dan proses penelitian tidak menjadi bias sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Selain itu peneliti juga memperoleh informasi berkenaan dengan karakter siswa, sarana dan prasarana pembelajaran penjas, dan model pembelajaran yang dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran di SDN Bendungan I.

(52)

jangkit, dan lompat tinggi. Latihan senam sebagai materi aktivitas pengembangan meliputi latihan keseimbangan.

Sebelum melakukan eksperimen langkah awal penelitian adalah melakukan observasi dan membuat rencana kegiatan eksperimen.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan awal dilakukan di sekolah yang siswanya akan dijadikan sampel penelitian. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran penjas, mengetahui karakterisitik siswa dari hasil wawancara dengan guru penjas, dan mengurus izin penelitian dengan pihak sekolah.

2. Perencanaan

Tahap ini dimulai dengan penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian berupa angket, pemilihan sampel, pembuatan rencana atau program perlakuan (eksperimen) metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain dan dengan pendekatan kompetitif dalam pembelajaran penjas, penyediaan sarana dan prasaran pembelajaran, penentuan waktu tes awal dan tes akhir, dan pengarahan atau pembekalan kepada guru penjas berkenaan dengan konsep metode mengajar dan pendekatan mengajar sebagai rekan kerja selama eksperimen, termasuk juga dengan materi dan skenario kegiatan pembelajaran. Untuk lebih jelasnya program perlakuan eksperimen dapat dilihat pada lampiran.

(53)

1. Tes awal

Tes awal dilakukan serempak pada hari senin tanggal 8 Mei 2006 jam 08.00 WIB sampai selesai dengan menggunakan angket yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Tes awal dilaksanakan pada seluruh sampel penelitian (siswa-siswi kelas 4, 5, dan 6 SDN Bendungan I). Ada hambatan kecil pada tahap ini yaitu sejumlah kecil siswa kelas 4 kurang memahami beberapa istilah pada pernyataan di angket sehingga harus dijelaskan dengan Bahasa Sunda. Penjelasan yang diberikan bukan untuk mempengaruhi siswa untuk memilih suatu jawaban tertentu.

2. Pembagian kelompok eksperimen

Pembagian kelompok eksperimen dilakukan pada hari yang sama yaitu setelah selesai tes awal dilaksanakan. Setiap kelompok terdiri dari siswa dan siswi kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 dengan perimbangan jumlah yang proporsional, dan dapat dilihat di Tabel 3.1.

3. Pelaksanaan eksperimen

Eksperimen penelitian dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 Mei 2006 sampai hari Senin tanggal 5 Juli 2006. Kegiatan eksperimen dilaksanakan tiga kali dalam seminggu dengan diselingi satu hari istirahat setelah setiap kali eksperimen dilaksanakan. Adapun jadwal perlakuan yang diberikan pada setiap kelompok penelitian adalah sebagai berikut:

Kelompok A: 1. Hari Senin jam 15.00-16.00 2. Hari Rabu/Jumat jam 14.00-15.00 3. Hari Sabtu jam 7.00-8.30

(54)

2. Hari Rabu/Jumat jam 14.00-15.00 3. Hari Sabtu jam 7.00-8.30

Kelompok C: 1. Hari Selasa pada jam 15.00-16.00 2. Hari Kamis/Jumat pada jam 15.00-16.00 3. Hari Sabtu pada jam 8.30-10.00

Kelompok D: 1. Hari Selasa pada jam 15.00-16.00 2. Hari Kamis/Jumat pada jam 15.00-16.00 3. Hari Sabtu pada jam 8.30-10.00

Kendala (hambatan) yang dihadapi selama pelaksanaan eksperimen diantaranya adalah:

(55)

ketidakhadiran peneliti dapat ditanggulangi oleh guru penjas yang sudah memiliki kesepahaman kegiatan eksperimen dengan peneliti berkaitan dengan tindakan yang harus dilakukan selama eksperimen dilaksanakan. Minimnya sarana pendukung kegiatan pembelajaran sehingga peneliti dan guru terkadang lebih banyak melakukan modifikasi alat bantu pembelajaran. Ini menyebabkan beberapa kali kegiatan eksperimen kurang sesuai dengan tujuan penelitian. Kendala ini dapat ditanggulangi karena peneliti dengan guru berusaha untuk selalu saling mengingatkan agar kegiatan pembelajaran tetap fokus pada agenda penelitian dan tujuan penelitian.

Pada setiap kali kegiatan eksperimen dilaksanakan, selain selalu mengamati perubahan perilaku siswa pada aspek-aspek asosiatif dan disosiatif, peneliti dan guru penjas juga selalu berupaya melakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan lebih banyak dalam bentuk koreksi terhadap kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan oleh setiap siswa dan koreksi terhadap program kegiatan. Inti dari koreksi ini adalah sebagai umpan balik (feedback) bagi siswa dan peneliti, dengan maksud agar setiap kekurangan dari program pembelajaran dapat segera diperbaiki, sehingga arah penelitian tetap terjaga dan kegiatan pembelajaran tetap bermakna positif.

4. Tes Akhir

(56)

G. Agenda Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dengan waktu eksperimen dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 Mei 2006 sampai hari Senin tanggal 5 Juli 2006. Eksperimen dilaksanakan tiga kali dalam seminggu pada setiap kelompok sample. Untuk lebih jelasnya jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada lampiran 2 (Rancangan Kegiatan Penelitian)

H. Teknik Analisis Data

Setelah informasi atau data terkumpul tahap berikutnya adalah melakukan proses pengolahan dan analisis data. Sebelum data diolah, dilakukan dulu verifikasi data kuesioner yang terkumpul untuk kepentingan keabsahan. Data yang sudah diverifikasi dapat dilihat di lampiran 5.

Teknik analisis statistik yang digunakan adalah uji-t dan analisis varians (Sugiono, 2002). Langkah-langkah dalam pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dimaksudkan untuk melihat sifat data. Tujuannya adalah untuk melihat penyebaran skor, apakah data berdistribusi normal atau tidak normal. Teknik yang dipakai dalam pengujian normalitas adalah dengan Uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Data dijadikan angka baku (z) dengan menggunakan rumus

s x x z i

(57)

b. Untuk bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku dan dihitung peluang F (zi) = P(z ≤ zi).

c. Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, …, zn yang lebih kecil atau sama dengan

zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka: banyaknya z1,z2,...zn yang ≤ zi

S(zi) =

n

d. Hitung selisih F(zi) – S(zi), kemudian tentukan harga mutlaknya.

e. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut. Harga terbesar disebut Lo atau L hitung.

2. Uji Homogenitas

Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui tingkat homogen varians dari kedua kelompok. Rumus yang digunakan adalah uji kesamaan dua varians atau uji F yaitu varians terbesar dibagi dengan varians terkecil dengan rumus:

2 2 2 1

S S F =

Kriteria yang diajukan adalah terima hipotesis jika F (1-0.5α)(n1-1,n2-1) <F<

0.5α(n1-1,n2-1) untuk taraf signifikansi yang dipilih, dan dalam hal lainnya ditolak.

Nilai atau harga F-hitung selanjutnya dibandingkan dengan F-tabel maka akan diketahui apakah data homogen atau tidak.

3. Analisis Data

(58)

a) Menganalisa jawaban responden tiap butir soal pada instrumen konsep diri yang positif siswa hasil tes akhir.

b) Menghitung jumlah skor yang diperoleh dari setiap responden. c) Mencari nilai rata-rata setiap kelompok eksperimen.

d) Membandingkan selisih rata-rata antara kelompok eksperimen (Gain skor). e) Menentukan signifikansi hasil tes akhir pada kelompok eksperimen untuk

melihat perbedaan kualitas hasil penerapan dari keempat kelompok eksperimen pada siswa SD dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Mencari Simpangan Baku

2. Mencari Nilai t-hitung

3. Menguji signifikansi peningkatan hasil penerapan variabel bebas (empat

kelompok eksperimen) terhadap variabel terikat (dua variabel) dengan

menggunakan uji-t. Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:

4. Menguji signifikansi peningkatan hasil pembelajaran dan perbedaan

(59)

variansi) dengan pendekatan faktorial 2 x 2. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001:155-157) langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data melalui uji ANOVA adalah sebagai berikut:

a. Menghitung kuadrat keseluruhan (jumlah kuadrat antar kelompok dan jumlah kuadrat di dalam kelompok).

b. Memecahkan jumlah kuadrat antar kelompok menjadi tiga macam jumlah kuadrat, yakni:

1) Jumlah kuadrat antar kolom (Jkk) 2) Jumlah kuadrat antar baris (Jkb)

3) Jumlah kuadrat interaksi kolom dan baris (Jki)

c. Menetapkan derajat bebas yang dikaitkan dengan tiap sumber variansi.

d. Mencari nilai kuadrat mean dengan membagi setiap jumlah kuadrat dengan derajat bebas masing-masing.

(60)

148 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diajukan. Jawaban atas pertanyaan penelitian ini sekaligus merupakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Metode mengajar tradisional dan metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif telah mampu meningkatkan proses asosiatif siswa sekolah dasar.

2. Metode mengajar tradisional melalui pendekatan bermain dan pendekatan kompetitif tidak memberikan pengaruh pada terjadinya peningkatan proses disosiatif siswa sekolah dasar. Metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain tidak memberikan pengaruh pada terjadinya peningkatan proses disosiatif siswa sekolah dasar sedangkan metode mengajar creative movement melalui pendekatan kompetitif telah memberikan pengaruh pada peningkatan proses disosiatif siswa sekolah dasar.

(61)

besar dalam meningkatkan proses aosiatif siswa SD sehingga dapat dijadikan model yang baku dalam mengembangkan proses sosial siswa SD.

4. Metode mengajar tradisional dengan pendekatan kompetitif tidak memberikan pengaruh paling besar dalam meningkatkan proses disosiatif dibandingkan dengan metode mengajar yang diterapkan melalui pendekatan mengajar yang lainnya. Artinya, tidak ada metode mengajar, baik metode tradisional maupun metode creative movement yang diterapkan melalui pendekatan bermain maupun kompetitif yang memberikan pengaruh paling besar dalam meningkatkan proses disosiatif siswa SD sehingga dapat dijadikan model yang baku dalam mengembangkan proses sosial siswa SD.

Secara umum, hasil penelitian ini tidak menemukan suatu model yang baku yang dapat dijadikan strategi dalam mengembangkan proses sosial siswa SD. Hal ini dikarenakan setiap bentuk metode mengajar dan pendekatan mengajar tidak berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya. Masing-masing metode mengajar dan pendekatan mengajar memberikan pengaruh sendiri-sendiri terhadap proses asosiatif dan proses disosiatif.

B. Rekomendasi

(62)

jasmani. Kenyataan ini juga menepis asumsi yang keliru, bahwa kegiatan pembelajaran penjas hanya mampu mengembangkan aspek fisik (psikomotor) siswa saja tanpa mampu mengembangkan aspek-aspek lainnya. Melalui penerapan metode dan pendekatan mengajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, aspek afektif juga dapat ditumbuhkembangkan.

Penerapan dua bentuk metode mengajar melalui dua bentuk pendekatan mengajar dalam penelitian ini telah menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran penjas dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan tujuan yang harus dicapai. Pelaksanaan pembelajaran penjas tidak lagi harus terpaku pada model-model pengajaran tradisional yang bersifat statis yaitu segala keputusan proses pembelajaran sepenuhnya ditentukan oleh guru. Pada sebagian proses pengembangan keterampilan gerak hal ini mungkin masih dapat diterima, namun untuk pengembangan aspek-aspek sosial yang memerlukan luasnya interaksi antara siswa dengan lingkungan, pemegang keputusan yang lebih besar sebaiknya ditentukan oleh siswa. Guru hendaknya lebih berperan sebagai pengarah atau pembimbing.

Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian dan uraian sebelumnya, penulis mengajukan rekomendasi bagi para guru penjas sebagai berikut:

(63)

penyajian bahan ajar yang dilakukan guru akan menyebabkan siswa menyenangi aktivitas jasmani dan akan tumbuh sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran penjas. Ini akan berdampak pada peningkatan jumlah waktu aktif berlatih, sehingga siswa memiliki kesempatan yang lebih besar dalam menguasai tugas gerak yang diinstruksikan guru. Dampak akhirnya adalah tujuan belajar yang diemban oleh setiap siswa akan dapat tercapai melalui kegiatan belajar yang lebih efektif dan efisien.

2. Pemilihan metode dan pendekatan mengajar harus selalu disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Guru sebaiknya tidak memaksakan menerapkan suatu metode dan pendekatan mengajar yang kompleks kepada siswa SD yang berada di tingkat kelas bawah. Misalnya untuk meningkatkan proses asosiatif siswa SD dapat dilakukan dengan menyajikan bahan ajar melalui metode tradisional melalui pendekatan kompetitif. Sedangkan untuk menurunkan pengaruh proses disosiatif, kegiatan pembelajaran penjas dapat diselenggarakan dengan metode mengajar creative movement melalui pendekatan bermain.

(64)

Indikasi dan harapan ini hanya dapat terjadi apabila interaksi dan komunikasi timbal balik diantara komponen yang terlibat (guru penjas, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat) mampu dijalin dengan terbuka secara harmonis. Upaya pengembangan proses sosial siswa SD dan sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran penjas harus dilakukan dan dibina sejak usia dini, dimulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD), TK, dan SD. Prosesnya harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan memiliki arah dan tujuan yang sesuai dengan konsep kependidikan secara umum.

(65)

153

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Arma & Manadji. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Jakarta.

Alfermann, Dorothee. (1999). Teacher–Student Interaction and Interaction Pattern in Student Group dalam buku Psychology for Physical Educators, Fepsac Human Kinetic.

Apruebo, Roxel A. (2005). Sport Psychology. Manila: UST Publishing House. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.

Ateng, H. Abdulkadir. (1992). Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani, Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Bouman, J.P. (1976). Sosiologi Pengertian dan Masalah. Jakarta: Yayasan Kanisius.

Cholik M., Toho & Lutan, Rusli. (1996/1997). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Bagian Proyek Pengembangan Penidikan Guru Sekolah Dasar.

Dougherty, Neil J. & Bonanno, Diane. (1979). Contemporary Approaches to Teaching of Physical Education. Minnesota: Burgess Publishing Company. Faisal, Sanapiah. (1981). Menggalang Bangun Diri Masyarakat Desa. Surabaya:

Usaha Nasional.

Furchan. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan . Surabaya: Usaha Nasional.

Harsono. (1968). Pendidikan Djasmani. Bandung: Sekolah Tinggi Olahraga (STO).

Gambar

Tabel
Tabel 3.1 Penyebaran Jumlah Siswa untuk Kelompok Sampel Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket
Tabel 3.2  (Lanjutan)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sumber magnet permanen menghasilkan medan magnet yang lebih stabil yang dapat dilihat dari hasil pengukuran

Menurt Sahertian menegaskan bahwa tujuan supervisi kunjungan kelas adalah menolong guru-guru dalam hal pemecahan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Dalam

Perilaku Wanita Usia Subur dalam Mendeteksi Dini Kanker Payudara di Kecamatan Medan

Beberapa penelitian empiris yang telah dilakukan seperti penelitian Zmijewski (1983) dan Mas’ud Machfoed (1994) telah membuktikan bahwa makin tinggi likuiditas suatu

Meskipun saat ini kementerian PPN/Bappenas menjadi leading sector dalam rencana pemindahan ibukota, namun dalam rangka mendukung hasil yang optimal perlu dibentuk

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..

Dalam partai politik Amir Syariffudin tergabung Partai Indonesia (Partindo), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), Gabungan Politik Indonesia (Gapi), dan Partai

Unit Layanan Pengadaa Pengadaan Barang Kelompok Pengadaan Kabupaten Muara E berdasarkan Berita Penetapa 03 Juli 2015, Proses Pelela diumumkan :.. Nama Paket : Pengadaan