LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN
A.
A. Anatomi Anatomi Fisiologi Fisiologi Sistem Sistem ReprodoksiReprodoksi Anatomi fisiolo
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanigi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaituta dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat: alat reproduksireproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanitareproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.
bagian luar yang terletak di perineum. 1.
1. Alat Alat genitalia genitalia wanita wanita bagian bagian luarluar
a.
a. Mons veneris / Mons pubisMons veneris / Mons pubis b.
b. Bibir besar (Labia mayora)Bibir besar (Labia mayora) c.
c. Bibir kecil (labia minora)Bibir kecil (labia minora) d. d. KlitorisKlitoris e. e. VestibulumVestibulum f. f. PeriniumPerinium g.
g. Kelenjar BartholinKelenjar Bartholin h.
h. Himen (Selaput dara)Himen (Selaput dara) i.
2. Alat genitalia wanita bagian dalam
a. Vagina b. Uterus
c. Tuba Fallopi d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe b) Terdapat serat saraf
B. Kista Ovarium
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di manasaja dan jenisnya bermacam-macam (Wiknjosastro, 2015).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi (Tambayong, 2016).
C. Etiologi
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi ada beberapa factor pemicu yaitu : Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya:
a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat b. Zat tambahan pada makanan
c. Kurang olah raga
d. Merokok dan konsumsi alkohol
e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius f. Sering stress
g. Zat polutan h. Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.
D. Klasifikasi 1. Kista folikel
Kista folikel berkembang pada wanita muda wanita muda sebagian akibat folikel de graft yang matang karena tidak dapat meyerap cairan setelah ovulsi.kista ini bisanya asimptomotik keculi jika robek.dimana kasus ini paraf jika tedapat nyeri pada panggul.jika kista tidak robek,bisanya meyusut setelah 2-3 siklus menstrusi.
2. Kista corpus luteum
Terjadi setelah ovulasi dan karena peningkatan sekresi dari progesterone akibat dari peningkatan cairan di korpus luteum ditandai dengan nyeri, tendenderness pada ovari, keterlambatan mens dan siklus mens yang tidak teratur atau terlalu panjang. Rupture dapat mengakibatkan haemoraghe intraperitoneal. Biasanya kista corpus luteum hilang dengan selama 1-2 siklus menstruasi.
3. Syndroma rolycystik ovarium
Terjadi ketika endocrine tidak seimbang sebagai akibat dari estrogen yang terlalu tinggi, testosoron dan luteinizing hormone dan penurunan sekresi fsh. Tanda dan gejala terdiri dari obesitas, hirsurism (kelebihan rambut di badan) mens tidak teratur, infertelitas.
4. Kista Theca- lutein
Biasanya bersama dangan mola hydatidosa. Kista ini berkembang akibat lamanya stimulasi ovarium dari human chorionik gonadotropine
E. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein.
Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.
F. Manifestasi Klinik
Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki
gejala. Namun kadang – kadang kista dapat menyebabkan beberapa masalah seperti : 1. Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
2. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit 3. Nyeri selama hubungan seksual
4. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian – bagian organ tubuh lainnya sudah terkena.
5. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi
6. Wanita post monopouse : nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi atau diare, obstruksi usus dan asietas.
G. Komplikasi
1. Perdarahan intra tumor
Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan yang cepat.
2. Perputaran tangkai
Tumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen. 3. Infeksi pada tumor
Menimbulkan gejala: badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari.
4. Robekan dinding kista
Pada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah kedalam rungan abdomen.
5. Keganasan kista ovarium
Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia diatas 45 tahun.
H. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi
cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis. 4. Foto Rongent
Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista.
I. Penatalaksanaan
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya meliputi :
a. Biodata
b. Riwayat kesehatan
Meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial ekonomi.
c. Status Obstetrikus, meliputi :
1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau 2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan 3) Riwayat persalinan
4) Riwayat KB
5) Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999) a) Kaji tingkat kesadaran
b) Ukur tanda-tanda vital c) Auskultasi bunyi nafas d) Kaji turgor kulit
e) Pengkajian abdomen
1) Inspeksi ukuran dan kontur abdomen 2) Auskultasi bising usus
3) Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa 4) Tanyakan tentang perubahan pola defekasi 5) Kaji status balutan
1) Kaji terhadap nyeri atau mual 2) Kaji status alat intrusif
3) Palpasi nadi pedalis secara bilateral 4) Evaluasi kembajinya reflek gag
5) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi.
6) Kaji status psikologis pasien setelah operasi 7) Data penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP) b) Terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun peroral
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injury biologis
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake tidak adekuat 3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b.d agen injury fisik
Pain Level, pain control, comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
Menggunakan manajemen nyeri · Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda vital dalam rentang normal · Tidak mengalami
gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
……...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake tidak adekuat
Nutritional status: Adequacy of
nutrient
Nutritional Status : food and
Fluid Intake
Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator: 1. Albumin serum
2. Pre albumin serum 3. Hematokrit
4. Hemoglobin
5. Total iron binding capacity Jumlah limfosit
Manajemen nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian. 5. Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
6. Monitor lingkungan selama makan 7. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan 8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht 10. Monitor m ual dan muntah 11. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva 12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi 14. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi sem i fowler atau fowler tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetik:.... 17. Anjurkan banyak minum
3 1. Self Care : ADLs 2. Toleransi aktivitas 3. Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : 1. Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 2. Mampu melakukan aktivitas
sehari hari (ADLs) secaramandiri Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
1. Menentukan penyebab dari intoleransi aktivitas.
Rasional: dengan menentukan penyebab, suatu masalah dapat di intervensi secara langsung.
2. Monitor respon kardivaskuler dan respirasi terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
Rasional: TTV mencerminkan perubahan yang terjadi pada klien dengan segera sehingga dapat ditangani dengan cepat apabila terjadi kegawatan.
3. Jika klien dalam keadaan tirah baring, posisikan dalam posisi lebih tegak sehingga tidak membebani sistem kardiovaskular.
Rasional: dengan memposisikan klien dalam posisi lebih tegak maka beban sistem kardiovaskular lebih ringan dalam suplai darah.
4. Mengevaluasi keseharian klien dalam beraktivitas dan setelah prosedur tirah baring. Melakukan mobilisasi pada klien yang tirah baring.
Rasional:posisi yang baik membantu menjaga distribusi cairan secara optimal dan toleransi ortostatik. 5. Melakukan latihan ROM jika klien
tidak toleransi terhadap aktivitasnya atau dalam keadaan immobilisasi.
Rasional: dengan melakukan ROM baik aktif maupun pasif, resiko terjadinya penekanan pada daerah tertentu tidak terjadi dan mencegah kontraktur.
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Rasional: Mengetahui kemampuan aktivitas klien akan membantu dalam menentukan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan kemampuan klien
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, 2015. Fundamental of NursingConcepts . Proses and Practice Seven Edition.
Tambayong, 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Lowdermilk.dkk. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Doenges Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) . Edisi 3. Penerbit Buku Kedikteran EGC. Tahun 2014. Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Inayah, Iin, 2016. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan , Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Medika.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2016. 1405-1410.