MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN POST OP KISTA OVARIUM
Disusun Oleh:
Kelompok 9
1. Ayu Rizky Aprilia Br.S Nim 222213009
2. Fenti Angera Putri Nim 222213020
3. Primardi Mukti Taher Nim 222213032
4. Syafhira Mustika A Nim 222213043
Dosen Pembimbing:
Wasis Pujiati, S.kep, Ns, M.Kep
PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH TANJUNGPINANG T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan post op kista ovarium”. Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan Maternitas. Pembuatan makalah ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1.
Kolonel (purn) wiwiek liestyaningrum S.kp, M.kep Selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.2.
Ibu Yusnaini Siagian S.kep, Ns, M.kep Selaku waket 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.3.
Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Anak.4.
Wasis Pujiati, S.kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing mata kuliah.Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Tanjungpinang, 18 Oktober 2023
Kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i DAFTAR ISI ...ii BAB I PENDAHULUAN
A. latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...2 C. Tujuan Penulisan ...3 BAB II PEMBAHASAN
A. Pengkajian Kista ovarium...3 BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...12 B. Saran ...12 DAFTAR PUSTAKA ...iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Tingkat kesehatan menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan. Kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas utama dalam upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Angka kematian ibu (AKI) dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal, obstetric dan ginekologi (Dinas Kesehatan Jawa tengah, 2014).
Pada saat ini terjadi banyak masalah kesehatan reproduksi,diantaranya penyakit yang berkaitan dengan system reproduksi.
Kista ovarium adalah suatu penyakit gangguan organ reproduksi wanita.
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya(Depkes RI,2013).
Kista ovarium adalah suatu kantong berisi cairan seperti balon berisi air yang terdapat di ovarium (Owen,2005). Kista ovarium secara umum memiliki ukuran kurang dari 6 cm dan jenis kista ovarium bisa bervariasi, ada yang berisi cairan jernih yang biasanya disebut kista fungsional, berisi darah seperti kista merah (rubrum), berisi jaringan ikat yang padat seperti fibroma. Di antara kista ovarium ini ada yang bersifat 1
neoplastik (memerlukan operasi) dan ada yang bersifat nonneoplastik (tidak memerlukan operasi) (Prawirohardo, 2002).
Di Indonesia sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit sistem reproduksi misalnya kista ovarium (Depkes RI, 2011).
Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang berasal dari Rumah sakit dan Puskesmas tahun 2010, kasus penyakit tumor terdapat 7.345 kasus terdiri dari tumor jinak 4.678 ( 68 % ) kasus dan tumor ganas 2.667 ( 42 % ).
(Dinkes Jateng, 2010).
Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya melalui pembedahan. Jika ukuran kista kurang dari 5 cm dan tampak terisi cairan atau fisiologis pada pasien muda dan sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
Perawatan pasca operatif setelah pembedahan pengangkatan kista ovarium sama dengan perawatan setelah pembedahan abdomen (Smeltzer dan Bare, 2001).
Klien dengan post operasi kista ovarium akan mengalami masalah yang berhubungan dengan nyeri, perdarahan, resiko tinggi infeksi, kurang 2
perawatan diri dan masalah lain yang akan mengganggu kebutuhan klien.
Untuk itu peran perawat membantu mengatasi masalah-masalah misalnya mengurangi efek nyeri dengan kompres hangat dan mengajarkan teknik relaksasi, kemudian mengajarkan perawatan luka bekas operasi agar mencegah infeksi, dan membantu memenuhi kebutuhan personal hygiene agar klien merasa nyaman dan kebersihan tubuh terjaga. Tindakan yang diberikan ialah untuk mencegah terjadinya komplikasi sehingga asuhan keperawatan pada klien post operasi kista ovarium dapat dilakukan secara optimal (Johnson, 2008).
B. Tujuan Penulisan
a. Menggambarkan pengkajian keperawatan post operasi kista ovarium.
b. Menggambarkan diagnosa keperawatan yang muncul post operasi kista ovarium.
c. Menggambarkan rencana keperawatan sesuai dengan masalah keperawatan yang ditemukan.
d. Menggambarkan implementasi tindakan keperawatan post operasi kista ovarium.
e. Menggambarkan evaluasi asuhan keperawatan post operasi kista ovarium.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menerapkan ilmu pengetahuan dan informasi dalam bidang keperawatan maternitas tentang asuhan keperawatan dengan post operasi kista ovarium.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis
Menerapkan pengetahuan tentang keperawatan maternitas sehingga dapat memberikan pelayanan kepada klien dengan post operasi kista ovari secara komprehensif dan berkesinambungan, serta sebagai bekal untuk bekerja di masa mendatang.
b. Bagi Pasien
Sebagai objek pelayanan keperawatan, pasien diharapkan bisa sehat kembali dan tidak terjadi komplikasi terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan, serta pasien juga mengetahui tentang penyakit yang dialaminya.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan dapat dijadikan pertimbangan dalam kegiatan belajar mengajar dan sebagai pedoman dalam mengembangkan pembelajaran mengenai asuhan keperawatan maternitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kista Ovarium 1. Definisi Kista Ovarium
a. Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005).
b. Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah dimana pada kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah terjadi perlekatan ruang bila kehamilan mulai membesar (Prawirohardjo, 2009).
c. Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007).
2. Klasifikasi Kista Ovarium
Prawirohardjo (2009) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat keganasanya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan neoplastik.
Kista nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya
6
6
harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya.
a. Kista ovarium Non neoplastik (fungsional) 1) Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah bertumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi kista dengan diameter kista 1-1,5 cm. Kista yang berdiri sendiri sebesar jeruk nipis. Cairan di dalam kista jernih dan mengandung estrogen, oleh sebab itu jenis kista ini sering mengganggu siklus menstruasi. Kista folikel ini lambat laun mengecil dan menghilang spontan.
2) Kista korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus albikans, kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus luteum persisten), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua. Frekuensi kista luteum lebih jarang dari pada kista folikel.
7
3) Korpus Teka Lutein
Biasanya terjadi pada mola hidrosa, koriokarssinoma, dan kadang-kadang tanpa adanya kelainan tertentu, ovarium dapat membesar menjadi kistik. Kista biasanya bilateral dan bisa menjadi sebesar tinju. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat luteinisasi sel-sel teka. Sel-sel granulosa dapat pula menunjukan luteinisasi, akan tetapi sering kali sel-sel menghilang karena atresia. Tumbuhnya kista ini adalah pengaruh hormon koriogonadrotropin yang berlebihan, dan dengan hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium mengecil spontan.
b. Kista ovarium Neoplastik 1) Kista Ovarii Simpleks
Kista ini memiliki permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar, dinding kista tipis dan cairan dalam kista jernih, terus berwarna kuning.
2) Kista Ovarii Muscinosum
Kemungkinan berasal dari suatu teratoma dimana didalam pertumbuhanya satu elemen mengalahkan eleman lain.
Tumor ini mempunyai bentuk bulat, ovoid tidak teratur, dengan permukaan rata berwarna putih kebiru-biruan.
3) Kista Ovarii Serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium, dinding luarnya dapat menyerupai kista musinosum. Dinding dalam kista sangat licin, sehingga pada kista yang kecil sukar dibedakan dengan kista folikel biasa.
4) Kista Dermoid
Suatu teratoma kistik yang jinak dimana struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produk grandula sebacea berwarna putih kekuningan menyerupai lemak. (Winkjosastro, 2007)
3. Etiologi Kista Ovarium
Menurut Nugroho (2010), kista ovarium disebabkan oleh gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium.
Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan karsinogen seperti rokok, bahan kimia, sisa-sisa pembakaran arang, bahan-bahan tambang.
Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah wanita yang biasanya memiliki:
a. Riwayat kista terdahulu b. Siklus menstruasi tidak teratur
c. Hipotiroidism atau ketidakseimbangan hormonal
d. Menstruasi dini, yang terjadi di usia 11 tahun atau lebih muda lagi
4. Manifestasi Klinis Kista Ovarium
Kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksaan fisik, tanpa ada gejala (asimptomatik).
Mayoritas penderita kista ovarium tidak menunjukan adanya gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya tidak teraturnya menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa sebah pada perut dan timbul benjol pada perut.
(Lewellyn, 2002)
5. Tanda dan Gejala Kista Ovarium
Kebanyakan wanita yang memiliki gejala sampai periode tertentu.
Namun menurut Nugroho (2010), beberapa orang dapat mengalami gejala ini:
a. Nyeri saat menstruasi b. Nyeri perut di bagian bawah c. Nyeri saat berhubungan seksual
d. Nyeri pada punggung menjalar sampai ke kaki e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
Menurut Manuaba (2009) gejala (keluhan) klinis tumor indung telur antara lain:
a. Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan pemeriksaan rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum berbahaya kecuali bila di jumpai pada ibu yang telah mati haid (menopause). Besarnya tumor dapat mendesak ke segala arah yang menimbulkan gangguan berkemih dan buang air besar, terasa berat di bagian bawah perut, dan teraba tumor di perut.
b. Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon wanita yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat mengganggu pengeluaran hormon.
Gangguan hormon selalu berhubungan dengan pola menstruasi yang menyebabkan gejala klinis berupa gangguan pola menstruasi dan gejala karena tumor mengeluarkan hormon.
c. Gejala klinis yang terjadi karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat berbentuk infeksi kista indung telur (demam, perut sakit, tegang dan nyeri lepas, penderita tampak sakit), mengalami torsi pada tangkai (dengan gejala perut mendadak sakit hebat, dan keadaan umum penderita cukup baik).
6. Komplikasi Kista Ovarium
Menurut Winkjosastro (2005), komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium diantaranya:
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit demi sedikit, sehingga berangsur- angsur menyebabkan pembesaran kista dan menimbulkan gejala klinik yang minimal. Akan tetapi bila perdarahan terjadi dalam jumlah banyak, akan terjadi distensi cepat dari kista yang menimbulkan nyeri perut mendadak.
b. Putaran tangkai
Dapat terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm.
Putaran tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi, adanya putaran tangkai menimbulkan tarikan terhadap peritonium perietale dan ini menimbulkan rasa sakit. Karena vena lebih mudah tertekan, terjadilah pembendungan darah dalam tumor dengan akibat pembesaran tumor dan terjadi perdarahan didalamnya.
c. Infeksi pada tumor
Terjadi jika di dekat kista ada kuman patogen, seperti appendiksitis, atau salpingitis.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh, atau pukulan di perut. Bila terjadi robekan disertai hemoragi maka akan terjadi perdarahan dan menimbulkan nyeri yang berangsur terus menerus.
e. Perubahan keganasan
Dapat terjadi pada beberapa kista seperti kistadenoma ovari serosum, kistadenoma ovari musinosum. Oleh sebab itu, setelah diangkat perlu pemeriksaan yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan.
7. Pathway dan Patofisiologi a. Pathway
Degenerasi ovarium Disfungsi ovarium
Cistoma ovari
Kista neoplastik
Laparatomi
Kista non neoplastik
Kistektomi
Adaptasi post operasi
Pengaruh anestesi Luka
Kurang sumber informasi
general
Pencernaa Penurunan
peristaltik Mual muntah
spinal Saluran urinaria Perubahan
eliminasi
Perdarahan trauma Post de entry Keterbatasan
aktivitas
Gambar 1.1 : Pathways dikembangkan dari |Mochtar (2012), (Mansjoer (2007),
|Winkjosastro (2007)
Defisit volume cairan Kurang
pengetahua
Nyeri akut
Risiko infeksi
Hambatan mobilitas fisik
d. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormonhipofisa dalam jumlah yang tepat(Manuaba, 2012).
Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8cm akan melepaskan oosit mature.
Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tengah- tengah.Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan (Price Wilson, 2006).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kista ovarium menurut Lewellyn, dkk. 2002, sebagai berikut:
a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misalnyamelalui kistektomi atau laparatomi.
b. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.
c. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Kista Ovari 1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada tiap jenis operasi adalah rasa nyeri. Nyeri pada klien akan meningkat setelah operasi setelah efek anestesi berkurang. Nyeri insisi akut menyebabkanklien menjadi gelisah. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam, yang dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah penyebab nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri serta waktu dan durasi munculnya nyeri.
2) Riwayat reproduksi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus haid, lama menstruasi, teratur atau tidak, sifat darah dan adanya dismenorhea serta dikaji tentang riwayat haid terakhir.
3) Pemeriksaan fisik a) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus di jawab oleh klien atau disuruh untuk melakukan perintah, dan dilakukan penilaian GCS. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
b) Tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan respiratory rate)
Monitor tanda-tanda vital pasien setiap 4 jam, dan ketika kondisi klien sudah stabil, frekuensi pengkajian biasanya akan berkurang menjadi satu per shift sampai klien keluar.
c) Status sirkulasi
Klien berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat pembedahan, efek samping dari anestesi. Pengkajian yang harus dilakukan yaitu pemantauan terhadap denyut nadi dan irama jantung, serta tekanan darah. Masalah umum pada sirkulasi yaitu perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara eksternal melalui saluran atau sayatan internal. Perdarahan tersebut dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah, laju pernafasan meningkat, nadi lemah, kulit dingin, dan pucat. Perdarahan abnormal yaitu apabila pasien menggunakan pembalut lebih dari 2 dalam waktu 30 menit.
d) Status respiratori
Jenis anestesi tertentu bisa menyebabkan depresi pernapasan. Perlu diwaspadai adanya pernapasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi jalan napas, laju, dan irama kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada.
Respirasi biasanya meningkat atau menurun. Bunyi pernapasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat
terdapat secret. Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai anestesi general.
e) Status urinari
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi. Klien dengan hidrasi baik, biasanya BAK setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Raba perut bagian bawah tepat diatas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung kemih. Jika klien terpasang kateter urin, harus ada aliran urin terus menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. Perawat mengamati warna dan bau urin.
f) Status gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan. Anestesi melambatkan motilitas gastrointestinal dan sering menyebabkan mual. Selama fase pemulihan langsung biasanya suara usus yang diauskultasi di empat kuadran sering kali hanya sedikit atau bahkan tidak ada. Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung yang mungkin disebabkan oleh akumulasi gas.
Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit. Tanyakan
apakah klien membuang gas (flatus), ini merupakan tanda penting bahwa fungsi usus telah normal.
(Mansjoer, 2007)
b. Pengkajian Fokus
Menurut Doengoes (2000) fokus pengkajian dengan pasien pasca bedah adalah sebagai berikut :
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi, perubahan pola istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, dan ansietas.
2) Sirkulasi
Tanda : takikardi, hipotensi, suhu tubuh meningkat, sebagai kompensasi perdarahan pasca pembedahan.
3) Integritas ego
Gejala : faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) masalah dalam penampilan misalnya lesi karena pembedahan, masalah tentang keluarga, penolakan terhadap keadaan saat ini, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa bersalah, depresi.
Tanda: ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri rendah.
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi disebabkan oleh pengaruh anestesi pembedahan, kateterisasi urinasi mungkin terpasang
Tanda : perubahan bising usus, distensi abdomen 5) Neorosensori
Gejala : pusing 6) Makanan dan cairan
Gejala : membran mukosa yang kering (pembatasan masukan atau periode puasa pre operatif), anoreksia, mual, muntah, haus.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : mengeluh ketidaknyamanan dikarenakan trauma bedah atau insisi, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, nyeri meningkat saat berpindah tempat tidur, berjalan, atau nafas dalam.
8) Keamanan
Gejala : balutan abdomen tampak kering dan utuh 9) Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan, infertilitas.
10) Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : kurang pengetahuan mengenai penyakit yang dialami dan perawatan post operasi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens penyebab cedera (misalnya biologis,kimia,fisik dan psikologis)
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,atau digambrkan dengan istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi dan durasinya kurang dari enam bulan.
b. Batasan karakteristik
a) Perubahan selera makan b) Perubahan tekanan darah c) Perubahan frekwensi jantung d) Perubahan frekwensi pernapasan e) Laporan isyarat
f) Diaforesis
g) Perilaku distraksi (misal: berjalan mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lain,aktivitas yang berulang)
h) Mengekspresikan
perilaku(misal:gelisah,merengek,menangis)
i) Masker wajah (misal:mata kurang bercahaya,tampak kacau,gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)
j) Sikap melindungi area nyeri
k) Fokus menyempit(misal : gangguan persepsi nyeri,hambatan proses berfikir,penurunan interaksi
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
dengan orang dan lingkungan) l) Indikasi nyeri yang dapat diamati
m) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri n) Sikap tubuh melindungi
o) Dilatasi pupil
p) Melaporkan nyeri secara verbal q) Gangguan tidur
c. NOC
1. Tingkat nyeri 2. Mengontrol nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan trauma jaringan
a. Definisi
Keterbatasan dalam pergerakan fisik tubuhatau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
b. Batasan karakteristik 1) Penurunan waktu reaksi
2) Kesulitan membolak-balik posisi
3) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misal:meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,mengendalikan perilaku,fokus pada aktivitas sebelum sakit)
4) Dispnea setelah beraktivitas 5) Perubahan cara berjalan 6) Gerakan bergetar
7) Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
8) Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
9) Keterbatasan rentang pergerakan sendi 10) Tremor akibat pergerakan
11) Ketidakstabilan postur 12) Pergerakan lambat
13) Pergerakan tidak terkoordinas c. NOC
1) Gerakan tulang sendi: aktif 2) Tingkat mobilitas
3) Transfer kinerja Kriteria Hasil
1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb,prosedur invasif peningkatan pemajuan lingkungan.
a. Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.
b. Batasan karakteristik
Terdapat faktor resiko yang dapat menimbulkan risiko infeksi:
penyakit kronis, ketidakadekuatan imunitas, peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang
agen farmasi (misalnya: obat imuno supresi), pecah ketuban, kerusakan jaringan, trauma.
Faktor – faktor resiko:
1) Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat a) Gangguan peritalsis
b) Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena,prosedur invasif)
c) Perubahan sekresi Ph d) Penurunan kerja siliaris e) Pecah ketuban dini f) Merokok
g) Stasis cairan tubuh
h) Trauma jaringan ( misal: trauma destruksi jaringan) c. NOC
1) Status imun
2) Pengetahuan: pengendalian risiko 3) Pengawasan risiko
Kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal 5) Menunjukkan perilaku hidup sehat
4. Risiko kekurangan volume cairan berhubugan dengan perdarahan pasca partum.
a. Definisi
Kondisi individu yang beresiko mengalami dehidrasi vaskular, selular atau intraselular.
b. Batasan Karakteristik
Terdapat faktor risiko yang mempengaruhi,yaitu secara objektif: penyimpangan yang mempengaruhi akses untuk pemasukan atau absorpsi cairan (misal: imobilitas fisik), kehilangan berlebihan melalui rute normal (misal: diare), usia ekstrem (kurang atau berlebih), faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (misal: status hipermetabolik), defisiensi pengetahuan (yang berhubungan dengan volume cairan), kehilangan cairan melalui rute yang tidak normal (misal: selang kateter), obat (diuretik).
c. NOC :
1) Keseimbangan cairan 2) Hidrasi
3) Status nutrisi: makanan dan masukan cairan
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,BJ urine normal,HT normal
2) Tekanan darah,nadi,suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,elastisitas turgor kulit baik,membran mukosa lembab,tidak ada rasa haus yang
NOC :
a. Pengetahuan : perjalanan penyakit b. Pengetahuan : pola hidup sehat
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi
Definisi : tidak ada atau kurang informasi kognitif tentang topic tertentu
Batasan karakteristik :
Subjektif : mengungkapkan masalah secara verbal
Objektif : tidak mengikuti instruksi secara akurat, performa uji tidak akurat, perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan histeris , bermusuhan, agitasi, atau apatis)
a. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan b. Memperlihatkan kemampuan dengan ketrampilan yang sudah
diajarkan
c. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan oleh perawat
3. Perencanaan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agens penyebab cedera (misalnya biologis,kimia,fisik dan psikologis)
NIC
Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi)
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
4) Ajarkan teknik non farmakologi 5) Tingkatkan istirahat
6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
7) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan trauma jaringan NIC
Terapi latihan: ambulasi
1) Kaji tingkat mobilitas pada pasien ( tingkat 0 : mandiri total, tingkat 1 : memerlukan alat bantu, tingkat 2 : memerlukan bantuan dari orang lain, tingkat 3 : membutuhkan bantuan dari
orang lain dan alat bantu, tingkat 4 : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas)
2) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
3) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
4) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
5) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
6) Beri informasi kepada keluarga dan pasien penyebab hambatan mobilitas fisik dan tujuan dilakukannya mobilisasi pada pasien.
c) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb,prosedur invasif peningkatan pemajuan lingkungan.
NIC
Kontrol Infeksi: bersih Intervensi Keperawatan:
1) Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu tubuh,nadi,drainase,penampilan luka,sekresi,suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
2) Lakukan perawatan luka insisi
3) Instrusikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi (misal : mencuci tangan)
4) Batasi pengunjung dan instruksikan pada pengunjug untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5) Kolaborasi pemberian terapi antibiotik bila diperlukan
d) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pasca pembedahan.
NIC
Manajemen cairan
1) Observasi adanya perdarahan dan status ihidrasi (kelembapan membran mukosa, keadekuatan nadi dan tekanan darah)
2) Hitung input dan output cairan 3) Berikan cairan sesuai kebutuhan
4) Informasikan kepada pasien dan keluarga penyebab kekurangan volume cairan.
5) Kolaborasi pemberian terapi IV sesuai kebutuhan
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi
NIC :
a. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
e. Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
f. Diskusikan pemilihan terapi atau penanganan
g. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasi
1. Evaluasi
Evaluasi hasil dari tindakan keperawatan pada pasien dengan post operasi kista ovarium diharapkan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentuan di rencana keperawatan dapat tercapai.
a. Nyeri akut
1) Pasien memperlihatkan pengendalian nyeri:
a. Menggunakan tindakan pencegahan ketika nyeri timbul b. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
c. Mengenali awitan nyeri 2) Menunjukan tingkat nyeri:
a) Skala nyeri menjadi ringan
b) Ekspresi wajah tidak menahan nyeri c) Melaporkan pola tidur baik
b. Risiko infeksi
1) Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi.
2) Pasien dan keluarga mengetahui pencegahan infeksi.
c. Kekurangan volume cairan
1) Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
2) Memiliki keseimbangan cairan oral dan intravena yang adekuat.
3) Tidak mengalami haus yang tidak normal.
d. Hambatan mobilitas fisik
Pasien mampu berbalik sendiri di tempat tidur dan meakukan mobilitas fisik sesuai dengan jadwal serta melakukan aktivitas secara mandiri.
e. Kurang pengetahuan
1) Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program terapi.
2) Mampu memperlihatkan kemampuan (keterampilan dan perilaku) sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.
f. Pasien tidak mengalami komplikasi yang ditandai dengan sebagai berikut:
1) Mengalami perdarahan vaginal yang normal dan menunjukan tanda-tanda vital yang normal.
2) Dapat melakukan ambulasi secara dini.
3) Melaporkan tidak adanya nyeri, pembengkakan, adanya kemerahan.
4) Melaporkan tidak adanya masalah dalam perkemihan atau distensi abdomen (Wilkinson, 2013) dan (Smeltzer, 2002).
BAB III TINJAUAN KASUS
Asuhan keperawatan pada Ny. E penulis lakukan dengan pendekatan proses keperawatan selama tiga hari yaitu 11 Januari 2016 sampai 13 Januari 2016 di ruang Edelweis RST. Dr. Soedjono Magelang. Klien masuk rumah sakit pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 16.16 WIB dan pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 09.00 WIB. Klien dirawat dengan diagnosa medis post laparatomi kistektomi indikasi kista ovarium.Data pengkajian diperoleh berdasarkan interaksi secara langsung dengan klien dan keluarga, observasi dan didapatkan dari catatan keperawatan klien.
A. Biodata Klien
Klien bernama Ny. E berumur 50 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SMP, dan sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta di daerah Karawang.Alamat klien di Peundeuy, Kondang Jaya, Karawang Timur.
Penanggung jawab adalah adik klien yaitu Ny. N yang berumur 45 tahun, beragama Islam. Pekerjaan Ny. N sebagai Pedagang. Alamat Ny. N di Saragan, Bayurojo, Mertoyudan.
B. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan a. Riwayat kesehatan
Pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 11 Januari 2016 didapatkan keluhan yaitu klien mengatakan nyeri pada bekas luka 35
operasi dan terasa saat bergerak sekarang ini. Riwayat penyakit Ny. E sejak bulan Mei 2015 sampai bulan Agustus 2015 tidak mengalami menstruasi.Bulan September dan bulan berikutnya kembali menstruasi, namun setelah selesai menstruasi selalu terdapat flex-flex coklat pada celananya.Klien sempat mengeluh kepada teman kerjanya kalau menstruasi tidak teratur, tapi dianggap sebagai akibat dari stress karena banyak pikiran dan kecapekan.Kemudian klien diperiksa ke dokter tanggal 6 Januari 2016. Klien mengatakan sebelumnya periksa rutin, dan hasil pemeriksaan terakhir USG terdapat kista ovarium sebesar ± 9 cm.
Saran dari dokter untuk mondok dan akan dilakukan tindakan operasi. Tanggal 11 Januari 2016 klien dioperasi dengan anestesi spinal.Jenis operasi yang dilakukan yaitu laparatomi kistektomi.Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi dan terdapat balutan luka operasi ±10 cm dan terpasang drain.
Pengkajian mengenai riwayat penyakit dahulu klien belum pernah dirawat di rumah sakit.Riwayat penyakit keluarga klien yaitu paman klien mempunyai penyakit menurun yaitu diabetes melitus.
Riwayat pernikahan klien yaitu klien pernah menikah di usia 39 tahun kemudian bercerai, menikah lagi pada usia 43 tahun namun bercerai kembali, dan status klien saat ini janda.
36
Riwayat obstetri yang meliputi riwayat menstruasi yaitu klien menstruasi pertama saat usia 11 tahun dengan siklus haid 30 hari.
Tidak mengalami nyeri saat menstruasi dan lama haid 7 hari.Pada 4 bulan terakhir klien mengalami siklus menstruasi yang tidak normal yaitu dari bulan Mei-Agustus, baru menstruasi di bulan September diikuti flex-flex coklat dan nyeri perut bagian bawah.Riwayat persalinan klien belum pernah memiliki anak hingga saat ini.
b. Pengkajian fokus
Pengkajian aktivitas atau istirahat, klien mengatakan masih lemas, istirahat malam mulai pukul 22.00 dan bangun pada pukul 04.30 WIB. Tergantung dengan jadwal shift kerjanya dan jam istirahatnya menyesuaikan. Klien masih bedrest total dengan aktivitas yang dilakukan klien yaitu masih tidur terlentang diikuti miring kanan dan kiri. ADL klien dibantu oleh keluarga dan perawat, skala ketergantungan 2.
Pengkajian sirkulasi, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 37,6ºC dan capilary refill time kembali < 2 detik.
Klien terpasang drain dan produksi drain ± 20 cc dan berwarna merah.
Pengkajian integritas ego klien mengatakan saat ini sudah lega, tenang karena operasinya berjalan lancar.Klien mengatakan semoga lukanya cepat sembuh, bisa beraktivitas lagi.Saat ini klien
bisa menerima kondisinya dan klien tampak kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan.
Pola eliminasi, klien mengatakan belum BAB sejak dioperasi dan saat ini belum flatus.Klien terpasang DC urin berwarna kuning kecoklatan sebanyak 150ml/3 jam.
Pola pengkajian nutrisi, klien mengatakan belum makan sejak habis operasi.Biasanya makanan dari rumah sakit habis 5 sendok.Klien minum 4 gelas, sejak operasi baru minum 1 gelas.
Pengkajian neurosensori, klien mengatakan masih pusing, tidak ada kesemutan pada ekstremitas.
Pengkajian interaksi sosial, hubungan klien dengan keluarga baik, anggota keluarga selalu menemani klien selama di rumah sakit.Klien juga kooperatif dengan dokter, perawat dan tenaga medis lainya.
Pengkajian gangguan kenyamanan nyeri, klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi. Penyebab nyeri yaitu nyeri luka post operasi. Kualitas nyeri seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen kuadran kanan bawah dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul dan sering muncul saat bergerak. Klien tampak berhati-hati dan meringis menahan nyeri ketika akan bergerak miring kanan dan kiri. Keamanan tempat tidur klien terdapat pengaman dan balutan luka operasi masih kering tidak mrembes, suhu klien 37,6ºC.
Pengkajian seksualitas, klien belum mengetahui dampak dari post operasi kistektomi terhadap sistem reproduksinya. Status klien saat ini janda dan tidak memiliki anak.
Pengkajian psikologis klien mengatakan pasrah dan menerima jika tidak mempunyai anak, dan status klien saat ini janda.
Pengkajian penyuluhan dan pembelajaran, klien belum mengetahui dampak laparatomi kistektomi/ pengangkatan saluran telur.
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum klien baik, kesadaran klien compos mentis, GCS 15 dengan E4, M6, V5. Tekanan darah klien 120/90 mmHG, nadi 84x/menit, RR 20x/menit, suhu 37,6ºC, capilary refill time (CRT) kembali kurang dari 2 detik.
Bentuk kepala mesochepal, penyebaran rambut merata, rambut bersih, tidak mudah rontok, dan sebagian sudah beruban.Pupil klien isokor, skera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.Hidung klien kondisinya bersih, tidak ada polip dan tidak ada secret.Telinga kanan dan kiri klien simetris, tidak ada serumen dan bersih.Mulut klien bersih, mukosa bibir lembab, dan tidak ada stomatitis.Pada pemeriksaan leher tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, vocal fremitus teraba sama kanan kiri. Perkusi paru-paru klien sonor.Bunyi
suara paru klien vesikuler tidak ada suara tambahan.Pemeriksaan jantung ictus cordis tidak tampak, tetapi teraba di intercosta 4 dan 5 midclavicula.Perkusi jantung klien pekak, S1 dan S2 reguler dan tidak ada bunyi tambahan seperti gallop dan murmur.
Pemeriksaan payudara klien didapatkan data aerola mamae kecoklatan, puting menonjol dan tidak teraba masa pada mamae.
Pemeriksaan abdomen terdapat balutan luka berbentuk memanjang dan terpasang drain, bising usus 8x/menit, tidak ada pembesaran hepar dan terdapat nyeri tekan pada daerah luka operasi. Perkusi abdomen klien tympani.Klien mengatakan belum flatus.
Pemeriksaan integument, kulit lembab, turgor kulit kembali <2 detik dan akral hangat.Pemeriksaan ekstremitas atas terpasang infus D5% 20 tpm di tangan kiri, tidak terdapat edema di ekstremitas atas dan bawah. Kekuatan otot klien ektremitas atas: 5 ektremitas bawah: 5.
Pemeriksaan genetaliia bersih, terpasang DC, tidak ada hemoroid.
3. Terapi Obat
Pada tanggal 11 Januari 2016 pasien post operasi laparatomi kistektomi diberikan infus D5% 20 tpm, injeksi ceftriaxon1gr, injeksi alnamine 1ampul, dan profenid suppositoria (2x sehari pada jam 09.00 dan jam 21.00).
Pada tanggal 12-13 Januari 2016 terapi yang diberikan infus RL 20 tpm, injeksi ceftriaxone 1gr, injeksi allinamine 1 ampul, injeksi ketorolac 1 ampul (2x sehari pada jam 09.00 dan jam 21.00).
1. Pengkajian tanggal 11 Januari 2016 pukul 09.00 WIB ditemukan data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri pada luka post operasi dan terasa saat bergerak. Penyebab nyeri yaitu nyeri luka post operasi.
Kualitas nyeri seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen kuadran kanan bawah dengan skala 6, nyeri hilang timbul dan sering muncul saat bergerak. Data objektif yaitu klien tampak meringis menahan nyeri dan terlihat berhati-hati saat bergerak miring kanan dan miring kiri. Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan data
subjektif dan data objektif diatas yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.
2. Masalah keperawatan yang kedua yaitu risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. Pengkajian yang dilakukan tanggal 11 Januari 2016 pukul 09.00 WIB ditemukan data subjektifnya, klien mengatakan terdapat balutan luka operasi. Data objektif yang diperoleh yaitu terdapat luka post operasi bentuk memanjang, balutan tampak kering, terpasang DC dan drain, suhu klien 37,6ºC.
3. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi inform consent.
Pengkajian yang dilakukan tanggal 11 Januari 2016 pukul 09.00 WIB, ditemukan data subjektifnya klien mengatakan belum mengetahui mengenai miom. Data objektifnya yaitu penulis mengajukan pertanyaan penyakit apa yang sedang dialaminya dan klien menjawab miom, ketika ditanyai lagi klien mengatakan tidak mengetahui dan tampak bingung. Ini menunjukan bahwa saat pemberian inform consent informasi belum dipahami oleh klien.
D. Perencanaan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
Tujuan rencana keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil: mampu mendemonstrasikan teknik
relaksasi dan distraksi, nyeri dapat berkurang sakala ringan (1-3), ekpresi wajah tenang dan rileks.
Intervensi yang direncanakan adalah: Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan faktor pencetusnya serta minta pasien untuk menilai skala nyeri dari 0-10, atur posisi pasien dan lingkungan senyaman mungkin, ajarkan teknik non farmakologis, misalnya teknik relaksasi dan distraksi dan berikan lingkungan yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan rencana keperawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan masalah keperawatan risiko tinggi infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil: terbebas dari tanda dan gejala infeksi, suhu dalam batas, normal, memperlihatkan personal hygiene yang adekuat, mengetahuai pencegahan infeksi.
Intervensi yang direncanakan adalah: observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, nyeri, panas, tumor, dan adanya fungsiolaesa, kaji temperature klien, cuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan serta lakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan teknik perawatan luka yang tepat, ajarkan keluarga untuk menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari
infeksi (misalnya mencuci tangan), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi.
Tujuan rencana keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan keperawatan kurang pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga mampu memahami mengenai informasi yang disampaikan, dapat memperlihatkan kemampuan (perilaku) yang sesuai dengan informasi yang didapatkan.
Intervensi yang direncanakan adalah : lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi, bina hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji gaya belajar klien, beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien, ulangi informasi bila diperlukan, beri informasi tentang sumber- sumber komunitas yang dapat menolong klien dalam mempertahankan program terapi.
E. Pelaksanaan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
a. Implementasi pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 10.00 WIB adalah melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan faktor pencetusnya serta minta klien untuk
menilai skala nyeri dari 0-10. Skala nyeri klien 6, dang mengatakan bahwa nyeri pada luka bekas operasi. Tindakan keperawatan yang kedua pukul 10.05 yaitu mengatur posisi pasien dan lingkungan senyaman mungkin, dengan posisi menaruh bantal di samping klien. Pukul 10.06 mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi yaitu dengan latihan nafas dalam dan mengalihkan perhatian dengan cara mengobrol dengan keluarga. Pukul 12.00 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik, terapi supositoria dengan profenid.
b. Implementasi yang telah penulis lakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah melakukan pengkajian skala nyeri yang muncul sebelum dilakukan tindakan, skala nyeri 5. Tindakan keperawatan yang kedua pukul 09.05 mengajarkan kembali teknik relaksasi dan distraksi dengan latihan nafas dalam dan mengalihkan perhatian dengan cara mengobrol dengan keluarga.
Pukul 11.00 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik yaitu ketorolac 30 mg.
c. Implementasi yang telah penulis lakukan pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah melakukan pengkajian skala nyeri yang muncul skala nyeri 4. Tindakan keperawatan yang kedua pukul 09.05 yaitu mengevaluasi teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi yaitu dengan cara mengobrol dengan
keluarga. Pukul 11.00 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik yaitu ketorolac 30 mg.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
a. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor dan adanya fungsiolaesa. Pukul 09.05 mengkaji temperatur klien. Pukul 09.10 mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan, serta pukul 09.15 melihat keadaan balutan luka post operasi. Pukul 09.20 mengajarkan keluarga untuk menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi (misalnya mencuci tangan). Pukul 09.25 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai, antibiotik certriaxone 1 gr.
b. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor dan adanya fungsiolaesa. Pukul 09.05 mengkaji temperatur klien. Pukul 09.10 mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan, serta pukul 09.15 mengamati kembali luka post operasi. Pukul 09.20 mengajarkan keluarga untuk menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi (misalnya mencuci tangan). Pukul 09.25 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai, antibiotik certriaxone 1 gr.
c. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor dan adanya fungsiolaesa. Pukul 09.05 mengkaji temperatur klien. Pukul 09.10 mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan, serta pukul 09.15 melakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan teknik perawatan luka yang tepat, mengganti balutan dengan prinsip steril dan memasang gurita. Pukul 09.20 mengajarkan keluarga untuk menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi (misalnya mencuci tangan). Pukul 09.25 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai, antibiotik certriaxone 1 gr.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
a. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhadap materi.
Pukul 09.05 membina hubungan saling percaya dengan klien dan kaji gaya belajar klien. Pukul 09.10 memberi penyuluhan tentang dampak post kistektomi sesuai dengan tingkat pemahaman klien., mengulangi informasi bila diperlukan. Pukul 09.15 memberi informasi yang dapat menambah wawasan klien.
b. Tindakan keperawatan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 09.00 WIB adalah melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhadap materi. Pukul 09.05 membina hubungan saling percaya dengan klien dan kaji gaya belajar klien. Pukul 09.10 memberi penyuluhan tentang dampak post kistektomi sesuai dengan tingkat pemahaman klien., mengulangi informasi bila diperlukan. Pukul 09.15 memberi informasi yang dapat menambah wawasan klien.
F. Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
a. Evaluasi pada tanggal 11 Januari 2016 pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 14.00, data subjektif penyebab nyeri adalah nyeri luka bekas operasi, kualitas nyeri seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen kuadran kanan bawah dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul dan sering muncul saat bergerak, klien nyaman dengan kondisi ruangan yang dia tempati saat ini, klien mengatakan sudah mengerti tentang teknik relaksasi distraksi yang telah diajarkan dan akan mencoba mempraktekannya. Data objektif yaitu klien tampak berhati-hati dan meringis menahan nyei ketika akan bergerak miring kanan kiri, nyaman dengan meletakan bantal di dekatnya, klien terlihat bisa mendemonstrasikan teknik yang sudah dajarkan, pemberian analgetik yairu profenid suppositoria.
Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi dan lanjutkan intervensi.
b. Evaluasi pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 14.00, data subjektif skala nyeri 4, nyeri hilang timbul klien sudah mempraktekanya dan nyeri berkurang. Data objektif yaitu klien masih berhati-hati dan menahan nyeri ketika akan belajar duduk, pemberian analgetik injeksi ketorolac 30 mg masuk. Masalah keperawatan nyeri belum teratasi dan lanjutkan intervensi.
c. Evaluasi pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 14.00, data subjektif skala nyeri 3, nyeri hilang timbul, saat istirahat nyeri masih hilang timbul, klien mengatakan masih mempraktekan teknik relaksasi distraksi nyeri berkurang. Data objektif yaitu klien terlihat rileks dan saat mobilisasi sudah bisa, pemberian analgetik yaitu injeksi ketorolac 30 mg, terapi masuk. Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi dan lanjutkan intervensi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
a. Evaluasi pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature klien 37,6ºC. Perawatan luka belum dilakukan karena kondisi balutan luka klien masih baru, bersih dan kering.
Pemberian antibiotik ceftriaxone 1 gr sudah masuk. Data subjektif yairu klien merasa nyeri di daerah luka operasi, klien sudah mengerti tentang nyeri yang dialaminya saat ini. Keluarga sudah
mengetahui cara melindungi tubuh dari infeksi dengan mencuci tangan. Masalah keperawatan risiko infeksi belum teratasi dan lakukan intervensi.
b. Evaluasi pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature klien 36,8ºC. Perawatan luka belum dilakukan karena kondisi balutan luka klien masih baru, bersih dan kering.
Pemberian antibiotik ceftriaxone 1 gr sudah masuk. Data subjektif yairu klien merasa nyeri di daerah luka operasi. Masalah keperawatan risiko infeksi belum teratasi dan lakukan intervensi.
c. Evaluasi pada tanggal 13 Januari 2016 pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature klien 37,3ºC. Perawatan luka sudah dilakukan, kondisi luka klien baik, terdapat nyeri tekan, balutan luka sudah diganti dengan prinsip steril, drain sudah dilepas dengan jumlah cairan 50 cc, dan memasang gurita. Pemberian antibiotik ceftriaxone 1 gr sudah masuk. Data subjektif yaitu klien merasa nyeri di daerah luka operasi. Masalah keperawatan risiko infeksi belum teratasi dan lakukan intervensi.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
a. Evaluasi pada tanggal 11 januari 2016 pukul 14.00, data objektif yaitu dalam suasana tenang klien dapat belajar, dan klien tidak
mengajukan pertanyaan, saat evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis. Data subjektif klien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai dampak operasi kistektomi.
Masalah kurang pengetahuan sudah teratasi dan pertahankan intervensi.
b. Evaluasi pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 14.00, data objektif yaitu dalam suasana tenang klien dapat belajar, dan klien tidak mengajukan pertanyaan, saat evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis. Data subjektif klien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai kebutuhan nutrisi post operasi.
Masalah kurang pengetahuan sudah teratasi dan pertahankan intervensi.
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan post operasi kista ovarium yang telah penulis lakukan pada Ny. E di ruang Edelweis RST dr. Soedjono Magelang pada tanggal 11 Januari 2016 sampai 13 Januari 2016 dapat diambil kesimpulan bahwa pada pengelolaan kasus telah dilakukan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan tujuan yang ditulis dan disusun oleh penulis.
Pengkajian pada tanggal 11 Januari 2016, klien masuk kemarin tanggal 10 Januari 2016 dengan diagnosa kista ovarium (sebesar ± 9 cm).
Penyebab kista ovarium yang dialami klien disebabkan oleh ketidakseimbangan pembentukan hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium.Sehingga siklus menstruasi tidak teratur.Pada 4 bulan terakhir tidak menstruasi sehingga dapat mendukung pembentukan kista pada 52 52
ovarium karena ovum tidak dilepaskan oleh ovarium.Kemudian tanggal 11 Januari 2016 telah dilakukan tindakan operasi, keluar dari ruang operasi pukul 08.15 WIB dengan diagnosis post operasi laparatomi kistektomi.Setelah pengkajian didapatkan data dan ditemukan tiga diagnosa yang muncul yaitu nyeri, risiko infeksi dan kurang pengetahuan.
Sedangkan pada teori terdapat lima diagnosa, yang tidak muncul yaitu risiko tinggi kekurangan volume cairan dan hambatan mobilitas fisik karena batasan karakteristik tidak terdapat pada keluhan klien.
Dalam melakukan pengelolaan asuhan keperawatan post operasi kista ovarium pada Ny. E di Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan dari intervensi yang dibuat disebakan karena penulis menyesuaikan dengan keluhan dan konsisi klien.
Selain itu waktu yang dimiliki penulis untuk mengelola klien terbatas sehingga pengelolaan hanya dilakukan 3x7 jam saja. Dalam mengatasi kesenjangan yang ada, penulis tetap berusaha memberikan pengelolaan perawatan yang baik dan layak sesuai dengan keluhan yang klien rasakan waktu itu.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI (2015). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (online). (http://www.dinkesjateng.go.id) diakses 10 Oktober 2015 Depkes RI (2014). Rencana Penurunan Angka Kejadian Penyakit Reproduksi
Wanita Usia Subur Di Indonesia. (online).
(http.penyakitreproduksi.depkes.go.id) diakses tanggal 10 Oktober 2015.
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta:
EGC
Johnson, F Hacker. (2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.
Lewellyn, Derek, dkk. 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi Ke-6.
Jakarta : Hipokrates.
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aeculapius.Manuaba, IBG. (2012). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.
Manuaba, IBG. (2009). Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC. Nanda.
(2015). Aplikasi Asuhan KeperawatanBerdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediation.
Nugroho,T,. (2010). Buku Ajar Ginekologi.Yogyakarta : Nuha Medika
Owen, E. (2005). Panduan Kesehatan Bagi Wanita. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya
Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Price, A Sylvia, Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S, C, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
. (2010). Ilmu Kandungan.Jakarta :Yayasan Bina Pustaka.
SOP Keperawatan. (2006). Standar Operasional Prosedur. Yogyakarta : Asosiasi Institusi Pendidikan DIII.
Suriadi. (2004). Perawatan Luka. Cetakan 1. Jakarta : Sagung Seto
Winkjosastro, Hanifa. (2005). Kista Ovarium.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
.(2007). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wilkinson, J. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta:EGC Yatim, Faizal. (2005). Penyakit Kandungan Myoma, Kanker Rahim atau Leher
Rahim dan Indung Telur, Kista serta Gangguan Lainnya. Jakarta : Pustaka Populer Obor