• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Analisa Pendapatan dan Belanja Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Analisa Pendapatan dan Belanja Negara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Tim Kerja Analisa Pendapatan dan Belanja Negara

Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia

No. Analisa : 17 / 11-12 / 2006

Jenis : Analisa Pendapatan dan Belanja Negara

Thema : Analisa Kebijakan Sistem Moneter : Perkembangan Relevansi Keberadaan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Pengawas Jasa Keuangan Perbankan dan Non Perbankan

Referensi : 1. Hasil-hasil Rapat Komisi IX ( Komisi XI Sekarang) dengan Bank Indonesia.

2. Diskusi dengan DR. Wimboh Santoso ( Bank Indonesia ). 3. Diskusi dengan Avilliani, SE. MSi (Direktur Indef). 4. Berbagai Artikel di Mass Media Nasional.

5. Beberapa Literatur dan Sumber-sumber lain.

(2)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Daftar Isi

Perkembangan Relevansi Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Pengawas Jasa Keuangan Perbankan dan Non Perbankan

Bab I Pendahuluan

Bab II Grand Design Sistem Fiskal dan Moneter Indonesia

Bab III Opt imalisasi Fungsi Pengawasan Perbankan dit angan Bank Indonesia

Bab IV Restrukturisasi Institusi-Institusi Keuangan

Bab V Otoritas Jasa Keuangan, implementasi

(3)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Analisa Kebijakan Sistem Moneter:

Perkembangan Relevansi Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sebagai Pengawas Jasa Keuangan Perbankan dan Non Perbankan

Sej ak pert ama kal i diamanat kan dal am UU No.23/ 1999 t ent ang Bank Indonesia yang kemudian diamandemen menj adi UU No.3/ 2004, pembentukan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) masih merupakan pol emik yang t ert unda. Meskipun sebel umnya diamanat kan l embaga ini sudah harus t erbent uk akhir 2002. Dal am proses amandemen UU BI tersebut, t idak mengamanat kan unt uk menghapuskan ket ent uan dal am pasal 34 UU BI yang menugaskan pembent ukan OJK. Pembent ukan Ot orit as Jasa Keuangan (OKJ) sebagai lembaga yang akan mengawasi lembaga keuangan baik bank maupun nonbank t ersebut kembal i diamanat kan unt uk dapat real isasikan pada t ahun 2010 mendat ang. Masih rel evankan rencana pembent ukan l embaga t ersebut , mengingat berbagai perkembangan kondisi perekonomian, baik monet er maupun fiskal pert engahan dekade ini.

Bab I Pendahuluan

Belum opt imalnya st rukt ur perbankan di Indonesia dit andai oleh t erkonsent rasinya struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% aset perbankan Indonesia). Namun demikian bank-bank kecil j umlahnya relat if banyak, bank-bank kecil t ersebut j uga memiliki cakupan usaha yang relat if sama dengan bank-bank besar namun dengan kemampuan operasional, manaj emen risiko, dan corporate

governance yang relatif lebih terbatas.

Dengan kondisi semacam ini , pengawasan bank merupakan bidang yang memerlukan peningkat an dan penyempurnaan secara berkesinambungan secara progresif. Hal ini disebabkan karena masih t erdapat nya beberapa prinsip-prinsip prudensial yang masih belum dit erapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang masih perlu dit ingkat kan, kemampuan SDM pengawasan yang belum opt imal, dan pelaksanaan law-enforcement pengawasan yang belum efektif.

(4)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Berbagai upaya peningkat an kapabilit as pengawasan perbankan ini diharapkan dapat sej alan dengan penerapan 25 Basel Core Principl es f or Ef f ect ive Banking

Supervision, dimana didalamnya termasuk usaha-usaha unt uk meningkat kan sarana

dan teknologi pengawasan.

Disadari sepenuhnya pengawasan perbankan, sepert i halnya pengawasan lembaga-lembaga keuangan lainya (t ermasuk lembaga keuangan diluar bank) merupakan tugas yang sangat dinamis dan luas cakupannya, maka peningkat an kualit as pengawasan merupakan upaya yang pat ut dilaksanakan secara t erus menerus dan terencana dengan baik.

Saat ini fungsi pengawasan perbankan masih dij alankan oleh Bank Indonesia sebagai ot orit as monet er. Walaupun sej ak penet apan UU No.23/ 1999 t ent ang Bank Indonesia yang kemudian diamandemen menj adi UU No.3/ 2004, pembent ukan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) t et ap menj adi amanat yang harus dilaksanakan, namun pembent ukan lembaga t ersebut masih j uga belum direncanakan dan diant isipasi dengan matang oleh pemerintah.

Bagaimanapun banyak pihak yang mengkhawat irkan OJK akan mengerdilkan fungsi bank sent ral menj adi hanya ot orit as monet er yang berfungsi menst abilkan harga, sement ara fungsi pengawasan bank akan diberikan kepada OJK.

Namun, pelajaran berharga rontoknya moneter Indonesia karena krisis 1997 lalu j uga sesuat u yang sangat berharga unt uk dilewat kan sebagai bahan pert imbangan pent ingnya memisahkan fungsi fiskal, monet er, dan pengawasan j asa keuangan. Sehingga nant inya t erdapat ot orit as fiskal, yait u Ment eri Keuangan, ot orit as monet er Bank Indonesia, dan ot orit as pengawas j asa keuangan yaitu OJK.

(5)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Bab II Grand Design Sistem Fiskal dan Moneter Indonesia

Sesuai dengan wacana yang berkembang dalam pembent ukan UU t ent ang Bank Indonesia dan perubahannya, diharapkan dengan t erbent uknya OJK maka Depart emen Keuangan akan memfokuskan diri pada bidang fiskal, yait u mengurus masalah penerimaan dan pengeluaran negara sert a mengelola kekayaan dan hutang negara.

Pembent ukan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) ini diharapkan dapat menggant ikan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Oleh karena it u pembent ukan UU mengenai OJK ini dapat disinkronisasikan dengan perubahan at as empat UU yang akan dilebur dalam OJK, yait u RUU Perubahan at as UU No 2/ 1992 t ent ang Usaha Perasuransian, RUU Perubahan at as UU No 7/ 1992 t ent ang Perbankan, RUU Perubahan at as UU No 11/ 1992 t ent ang Dana Pensiun, dan RUU Perubahan at as UU No 8/ 1995 t ent ang Pasar Modal.

Beberapa t ahun yang lalu Depart emen Keuangan (Depkeu) kuat berpendapat bahwa pembent ukan OJK sudah mendesak direalisasikan. Selain unt uk memelihara pert umbuhan sekt or j asa keuangan yang sehat , j uga menj alankan amanah pasal 34 UU BI.

Namun, kemudian seakan-akan terjadi tarik ulur antara BI dan Depkeu. Sumber masalahnya antara lain karena pengawasan perbankan yang selama ini ditangan BI bakal diserahkan ke OJK, sehingga BI hanya akan mengurusi monet er. Sement ara, pemerint ah berpendapat pengawasan j asa keuangan akan ef ekt if kalau berada dalam satu tangan.

Pembent ukan OJK dit uj ukan unt uk memelihara pert umbuhan sekt or j asa keuangan yang sehat , kompet it if, st abil dan aman. Di samping it u t uj uan

(6)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

pembent ukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan monet er dan t idak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank it u merupakan sekt or dalam perekonomian.

Pembent ukan OJK dipandang sangat diperlukan, ant ara lain unt uk mengawasi konglomerasi ekonomi di mana banyak t erj adi kepemilikan silang ant ara sekt or keuangan dengan sektor riil.

Selain pembent ukan OJK, pemerint ah j uga merancang Financial Saf et y Net (FSN) at au j aring pengaman bidang keuangan unt uk menj aga dan menunj ang pert umbuhan sekt or keuangan. Rancangan FSN t ersebut dit uj ukan unt uk membent uk suat u mekanisme kerj a yang t erpadu, efisien dan efekt if t anpa mengabaikan independensi dari lembaga pengat ur di sist em keuangan nasional yang t erdiri at as BI, Lembaga Penj amin Simpanan (LPS), OJK, dan Ment eri Keuangan.

Dalam kerangka FSN ini OJK melakukan fungsi sebagai pengat ur dan pengawas perbankan, BI melakukan fungsi sebagai ot orit as monet er, fungsi sist em pembayaran t ermasuk di dalamnya melaksanakan fungsi l ender of l ast resort (memberikan pinj aman langsung sement ara dan j angka pendek kepada bank-bank umum unt uk mengat asi kesulit an likuidit as) . Sedangkan LPS melakukan fungsi sebagai penj amin simpanan nasabah bank dan Depkeu melakukan fungsi sebagai otoritas fiskal.

(7)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Bab III Optimalisasi Fungsi Pengawasan Perbankan ditangan Bank Indonesia

Jika ment elaah perkembangan kondisi perbankan di t ahun t erakhir, dimana hingga saat ini peranan Bank Indonesia masih sebagai regulat or dan pengawas Bank. Perbankan masih berpeluang menarik dana dari masyarakat , ut amanya dalam bent uk deposit o. Namun, skala pet umbuhan simpanan t idak diikut i dengan pert umbuhan kredit yang cukup unt uk membangkit kan sekt or riil at au dengan kata lain LDR (loan to deposit ratio) yang masih relatif9 rendah.

Pertengahan desember 2006 ini, Wakil Presiden sampai mengeluarkan peringat an kepada Perbankan unt uk menyalurkan kredit . Hal ini dilakukan karena kenyat aan t ingginya dana yang t ert imbun dalam bent uk Sert ifikat Bank Indonesia (SBI). Per Sept ember 2006, Bank Indonesia mencat at penempat an di SBI hingga 200 t rilliun Rupiah sehingga membebani Bank Indonesia unt uk memberikan bunga yang cukup tinggi.

Namun demikian, kondisi ini menurut Bak Indonesia masih dalam arah t ahapan menguat an st rukt ur dan kelembagaan perbankan sesuai dengan “ road map” yang telah dijalankan oleh Bank Indonesia.

Implement asi kebij akan perbankan kedepan diarahkan dalam rangka pelaksanaan berbagai kebijakan yang terintegrasi, antara lain1 :

1. Penerapan Arsit ekt ur Perbankan Indonesia (API), yang merupakan indust ri perbankan ke depan yang dilandasi visi unt uk mencapai suat u sist em perbankan yang sehat , kuat , dan efisien guna mencapai kest abilan sist em keuangan dalam rangka membant u mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

1

Wimboh Santoso, DR , Perkembangan Perbankan,(Bahan Diskusi ), Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia, 14 Desember 2006.

(8)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

2. Penerapan Basel II, yait u sist em perhit ungan kecukupan modal yang lebih berorient asi pada risiko dengan mendasarkan pada 3 pilar: 1)

Minimum Capital Requirement; 2) Supervision Review Process; 3) Market Discipline.

3. Penyempurnaan berbagai ket ent uan, t ermasuk RUU Perbankan; Ket ent uan t ent ang Bank Umum; Merger, Konsolidasi & Akuisisi Bank Umum; dan Jual-Beli Saham Bank Umum.

Berdasarkan Roadmap Implement asi Basel II t ersebut , Bank Indonesia t elah membangun dan memperbaiki Supervision Review Process yang secara

bertahap akan dijalankan. Implementasi ini antara lain mencakup :

1. Kebutuhan Modal Minimum

a. Penyusunan ket ent uan Market Risk (St andardized Model & Int ernal

Model)

b. Penyusunan ketentuan Credit Risk (Standardized Model)

c. Penyusunan ketentuan Operational Risk (Basic Indicator Approach)

2. Pengawasan

a. Pembuat an kaj ian ket ent uan t ent ang j enis risiko lainnya (other

risks), t ermasuk int erest rat e risk di banking book, l egal risk, reputation risk dll.

b. Hasil kaj ian merupakan dasar unt uk penerbit an ket ent uan pada tahun 2009.

3. Disiplin Pasar

a. Pembuat an kaj ian/ rekomendasi mengenai ket ent uan Transparansi (Transparency) yang berkait an dengan Market Risk (Standardized

(9)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Berdasarkan beberapa perbaikan sist em pengawasan oleh Bank Indonesia tersebut, Bank Indonesia menilai bahwa hingga saat ini kebijakan moneter akan sangat efekt if kalau didukung oleh perbankan. Kalau kebij akan monet er dilepaskan dari perbankan, barangkali t idak akan efekt if. Menurut Bank Indonesia set idaknya beberapa t ahun t erakhir nampak, pert umbuhan ekonomi sangat didukung oleh pengaturan moneter.

Berdasarkan observasi di beberapa negara, pemisahan pengawasan perbankan dari bank sent ral di beberapa negara yang menerapkan OJK t idak mencapai sasaran yang diharapkan. Bahkan negara-negara t ersebut ingin mengembalikan fungsi pengawasan bank ke bank sent ral. Singapura misalnya, t et ap mempertahankan fungsi pengawasan perbankan oleh bank sentral.

(10)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Bab IV Restrukturisasi Institusi-Institusi Keuangan

Rest rukt urisasi inst it usi-institusi keuangan harus dilakukan dalam usaha memenangkan persaingan global. Kemampuan perbankan diukur dari keberhasilan misinya memulihkan perekonomian nasional (makroekonomi) terutama dari krisis moneter pertengahan 1997.

Perbankan diharapkan berpihak pada ekonomi kerakyat an, merat a, mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian inrt ernasional. Secara t eknis, perbankan dit unt ut lebih mampu mengucurkan kredit unt uk invest asi, modal kerj a dan perdagangan unt uk meningkat kan pertumbuhan ekonomi.

Kesehat an bank yang diukur dari CAR (capit al adequacy rat io), kucukupan modal minimal 12 % sesuai dengan st andar int ernasional. Hingga pert engahan t ahun 2006 rat a-rat a kecukupan modal perbankan nasional mencapai 22,65 %. Tapi LDR (Loan t o Deposit Rat io) masih rendah, sekit ar 41,11 %. Idealnya LDR paling t idak di at as 50 %. Sement ara it u, NPL (Non Performance Loan) at au kredit bermasalah masih cukup t inggi 7,08 %. Idealnya di bawah 5 %. Rat a-rata Return of equity (ROE) perbankan, juga belum menunjukan perkembangan yang signifikan.

Secara umum perbankan nasional belum dapat mencapai pert umbuhan kredit sepert i yang diharapkan oleh kondisi f iskal. Kondisi LDR yang t erbatas, membuat beban pembayaran bunga SBI menj adi membengkak. Perbankan lebih memilih berinvest asi melalui inst rument SBI, daripada mengambil resiko mengucurkan kredit bagi dunia usaha.

(11)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

good corporat e governance (GCG). Dalam kasus-kasus ini, banyak kalangan menilai Bank Indonesia t idak konsist en menj alankan fungsi pengawasan. BI hanya melakukan t indakan set elah menget ahui kedua bank t ersebut mengalami masalah likuiditas.

Prinsip GCG bertujuan mencapai efisiensi dalam pengelolaan perbankan, yang seringkali harus bert ent angan dengan kesempat an memperoleh peluang dalam mengembangkan bank it u sendiri. Dalam sist em ini diat ur secara j elas, hak dan kewaj iban pemegang saham pengendali, pemegang saham minorit as di luar direksi dan komisaris.

Komisaris , direksi dan j aj arannya waj ib memiliki kemampuan dan int egrit as moral unt uk menj alankan usaha sesuai at uran dan ket ent uan yang berlaku. Art inya kewenangan direksi, komisaris, dan para pemegang saham harus diat ur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah t angga. Segala keput usan harus dilakukan secara t ransparan dan masing-masing pihak j elas pert anggungj awabannya. Dengan demikian t idak ada pihak yang dirugikan, termasuk karyawan dan masyarakat (nasabah).

Bagaimanapun Bank Indonesia harus ikut bert anggung j awab at as maraknya skandal-skandal perbankan. BI membiarkan para pemilik saham pengendali bert indak sewenang-wenang dengan manaj emen berbasis nepot isme. Tidak ada pemisahan yang jelas antara uang pribadi dan uang perusahaan.

Karena BI merupakan sat u-sat unya inst it usi t ert inggi di bidang pengawasan, maka kegagalan BI seharusnya dicermat i. BI t idak boleh mencari alasan dengan dalih fungsi pengawasan sering menghadapi hambat an dari pemilik, pengurus dan pej abat yang berwenang. Dal sudut pandang hukum BI mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang unt uk menindak bank-bank yang melakukan penyimpangan.

(12)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Secara formal, bank-bank milik negara t ermasuk BI memang merekrut pegawai melalui uj ian, t et api calon-calon yang akan menang t elah dit ent ukan oleh orang dalam sendiri (nepot isme) sehingga persyarat an kompet ensi, profesionalisme dan integritas moral terabaikan.

Bab V Otoritas Jasa Keuangan, implementasi dan Studi Negara Lain

Implementasi keberadaan Ot orit as Jasa Keuangan di Indonesia, sebagai lembaga yang memilik ot orit as pengawasan lembaga keuangan bank maupun non bank merupakan sebuah t ant angan yang sarat dengan kendala. Kelemahan st rukt ur pemerint ahan dan ekonomi merupakan pokok ut ama kendala-kendala t ersebut . Sist em pemerint ahan Indonesia yang presidensiil, t radisi demokrasi dan penegakan hukum yang sangat lemah, dan masih kondisi ekonomi dan moneter yang belum pulih pasca krisis.

Kondisi ini menj adi sangat krusial, j ika dihubungkan dengan bent uk kelembagaan lembaga pengawas ini. Hal ini dikarenakan perbedaan cakupan kewenangan antara Lembaga Pengawas dengan Otoritas.

Beberapa st udi negara-negara lain, mengungkapkan beberapa fakt a ant ara lain2:

Pert ama, negara-negara yang menerapkan sist em LPJK umumnya menganut sist em polit ik parlement er. Cont ohnya adalah Aust ralia, Denmark, Inggris, Jepang, Kanada, Norwegia, dan Swedia. Sement ara yang sist emnya presidensiil hanya Korea Selat an, di Amerika Serikat yang presidensiil, pengawasan perbankan masih ditangani the fed, yang independen dari presiden.

(13)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Kedua, negara-negara t ersebut (kecuali Korsel) sudah memiliki sist em demokrasi dan penegakan hukum yang relat if mapan. Korsel sendiri j uga mencat at banyak kemaj uan dalam demokrat isasi, walaupun belum semapan negara lainnya.

Ket iga, kecuali Korsel, negara-negara t ersebut t idak mengalami krisis ekonomi yang parah ketika menerapkan sistem LPJK.

Keempat , persoalan independensi dan koordinasi t idak menj adi masalah besar di negara-negara tersebut, kecuali Korsel.

Di Jepang, sub-sekt or perbankan mengalami krisis yang cukup berat sebagai akibat kredit macet pada sub-sekt or credit union (j usens), yang bersumber dari t ingginya rediko kredit perumahan. Oleh sebab it u, sebagai bagian dari rest rukt urisasi sekt or keuangan, Jepang membent uk Financial Supervisory

Agency (SFA), yang mengint egrasikan pengawasan perbankan, credit -union dan

sub-sektor keuangan lainnya.

Di Aust ralia, misalnya mengalami dampak dari ket ergesa-gesaan. Negara ini memiliki Aut ral ian Prudent ial Regul at ion Aut horit y (APRA) sej ak 1 Juli 1998, hanya sat u t ahun set elah diusulkan oleh Komisi Wallis. Unt uk sekt or perbankan dan asuransi, APRA menst ranfer sist em pengawasan dari Reserve Bank of

Autralia (RBA) dan Insurance and Superannuat ion. Tahun 2001, t iga t ahun

setelah APRA berdiri, konglomerat asuransi t erbesar kedua di Aust ralia (yaitu grup HIH) bangkrut karena mismanajemen keuangan.

(14)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan

Dalam rangka melakukan pengawasan lembaga-lembaga keuangan, amanat pembent ukan lembaga pengawas yang independen masih merupakan kebut uhan. Pert imbangan t ersebut dilandasi oleh prinsip-prinsip pengawasan yang bersifat independen dalam melaksanakan t ugasnya unt uk mengat ur dan mengawasi sekt or j asa keuangan, konsisten dalam mewuj udkan pengat uran yang net ral t anpa adanya diskriminasi dan harus berlaku adil t erhadap set iap lembaga jasa keuangan.

Pertimbangan lainnya, adalah transparansi dalam melakukan kegiat an keuangan, pengambilan keputusan dan pelaksanaannya. Pertimbangan lain yang perlu diperhat ikan adalah lembaga pengawas ini hendaknya memiliki int egrat if dan komprehensif, proaktif, dan fasilitatif.

Unt uk it u sangat diperlukan penyempurnaan ket ent uan-ket ent uan prudensial sert a harmonisasi ket ent uan ant arlembaga keuangan dan kait annya lembaga pengawasan ini.

Selama ini Depart emen Keuangan dalam hal iki DJLK menj adi pembina dan pengawas lembaga keuangan non-bank sepert i asuransi, dana pensiun, modal vent ura dan perusahaan j asa pembiayaan. Sement ara Bapepam bert ugas mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal.

Namun prakt iknya, dalam pengawasan produk-produk j asa keuangan terdapat karakt erist ik yang serupa ant ara t ugas DJLK dengan Bapepam yang melakukan pengawasan yang set ara (l evel pl aying f iel d). Di sekt or asuransi t erdapat

(15)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

B. Rekomendasi

Apabila masih dipert imbangkan perlunya pembent ukan OJK sebagai lembaga pengawas independen t erhadap lembaga-lembaga keuangan t ermasuk perbankan, setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu dicermati :

1. Perlunya sinkronisasi dengan perubahan empat UU yang akan melebur ke OJK, yait u RUU Perubahan at as UU No 2/ 1992 t ent ang Usaha Perasuransian, RUU Perubahan at as UU No 7/ 1992 t ent ang Perbankan, RUU Perubahan at as UU No 11/ 1992 t ent ang Dana Pensiun, dan RUU Perubahan atas UU No 8/1995 tentang Pasar Modal.

2. Harus harus ada uj i kelayakan dan kepat ut an (fit and proper t est ) bagi pimpinan dan pegawai dari OJK tersebut.

3. Tingkat profit abilit as dan efisiensi operasional yang dicapai oleh perbankan pada umumnya bukan merupakan profit abilit as dan efisiensi yang

sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya st rukt ur akt iva produkt if

bank-bank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin mengecil karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun. Fakt or lain dari t idak

sustainable-nya profit ibilit as dan efisiensi adalah karena sebagian

pendapat an perbankan berasal dari akt ivit as trading yang flukt uat if sert a rendahnya rasio asset per nasabah yang membuat biaya operasional perbankan Indonesia relat if t inggi dibandingkan negara-negara lain. Ini adalah suat u ciri perbakan Indonesia yang unik dan agak berbeda dengan pengalaman negara-negara lain yang menerapkan OJK.

4. Perlindungan t erhadap nasabah merupakan t ant angan perbankan yang berpengaruh secara langsung terhadap sebagian besar masyarakat kita. Oleh karena it u, menj adi t ant angan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia sert a masyarakat luas unt uk secara bersama-sama mencipt akan st andarst andar yang j elas dalam membent uk mekanisme pengaduan nasabah dan t ransparansi informasi. produk perbankan. Di samping it u, edukasi pada masyarakat mengenai j asa dan produk yang dit awarkan oleh

(16)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

perbankan perlu segera diupayakan sehingga masyarakat luas dapat lebih memahami risiko dan keunt ungan yang akan dihadapi dalam menggunakan jasa dan produk perbankan.

5. Perkembangan t eknologi informasi (TI) menyebabkan makin pesat nya perkembangan j enis dan kompleksit as produk dan j asa bank sehingga risikorisiko yang muncul menj adi lebih besar dan bervariasi. Disamping it u, persaingan indust ri perbankan yang cenderung bersifat global j uga menyebabkan persaingan ant ar bank menj adi semakin ket at sehingga bank-bank nasional harus mampu beroperasi secara lebih efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi.

6. Pembentukan OJK memerlukan infrast rukt ur, sumber daya manusia (SDM), j uga pembiayaan, hal ini merupakan t ant angan t ersendiri mengingat ket erbat asan pendanaan APBN. Namun, t ent unya hal ini dapat dipert imbangkan mengingat pengalaman-pengalaman kerugian negara akibat krisis-krisis akibat kurang t ert at anya pengawasan perbankan kita.

(17)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.

The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

Referensi

Dokumen terkait

Mengenal pasti pergerakan tangan dan kaki yang boleh membantu mengekalkan kepala di permukaan air semasa menjejak air. Menyenaraikan kebaikan mematuhi

Akibat semakin maraknya iklan produk kecantikan dengan "sosok" yang memiliki daya tarik tersebut, menyebabkan peneliti ingin mengetahui preferensi atau

[r]

[r]

hakikat halilintar halwa halwa telinga hambar hambur hampar hamparan hamun handai.. handai taulan hantaran haru-biru haruman hayat hayati hemah hembusan

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimanakah model kecepatan gelombang P (Vp), gelombang S

[r]

Soal postes yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. sama dengan yang digunakan dalam pretes, setelah melalui proses