BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum.
Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting. Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk hampir semua struktur, besar maupun kecil-bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase serta fasilitas irigasi, tangki dan sebagainya.
Kelebihan beton sebagai bahan struktur antara lain yaitu:
1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain.
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat panjang.
6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan dan bangunan bangunan semacam itu.
7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.
8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir, kerikil dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain seperti baja struktur.
Kelemahan beton bertulang sebagai bahan struktur:
1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik.
2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di tempatnya sampai beton tersebut mengeras tetapi harga bekisting sangat mahal bila dibandingkan dari total biaya proyek.
3. Rendahnya kekuatan persatuan berat dari beton mengakibatkan beton-bertulang menjadi berat yang nantinya akan berpengaruh apabila digunakan pada struktur yang memiliki bentang yang panjang.
4. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran relatif besar.
5. Sifat-sifat beton yang bervariasi karena bervariasinya proporsi-campuran dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bias
ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti baja struktur dan kayu lapis.
Salah satu bentuk struktur yang merupakan beton bertulang yaitu balok tinggi. Pada balok tinggi, tulangan baja merupakan unsur yang penting bagi kekokohan strukturnya. Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser/tinggi tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban sangat berat, dan kebanyakan dinding geser merupakan contoh-contoh jenis elemen struktur ini.
Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi bukan satu dimensi, dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis. pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola seperti yang digunakan pada balok biasa.
a. Kompatibilitas antara beton dan baja
Beton dan tulangan baja bekerja sama dengan baik dalam struktur beton bertulang. Kelebihan masing masing material tampaknya saling menutupi
kelemahan masing-masing. Sebagai contoh, kelemahan utama beton adalah kekuatan tarik yang rendah tetapi kuat tarik adalah salah satu kelebihan utama baja. Tulangan baja memiliki kuat tarik hampir 100 kali lebih besar daripada kuat tarik beton biasa.
b. Kuat tekan.
Kuat tekan beton 𝑓𝑓𝑐𝑐′ adalah kemampuan beton untuk menahan gaya tekan per
satuan luasnya dimana nilainya bervariasi sesuai perencanaan awal yang ditentukan, mutu material yang dipilih, proses pengerjaan strukturnya dan juga perawatan di lapangan ditambah lagi dengan pengaruh oleh lingkungan sekitar. Kuat tekan beton bisa didapatkan dengan melakukan pengujian di laboratorium, namun yang harus diperhatikan adalah kondisi di lapangan tidaklah sama dengan kondisi di ruang perawatan, sehingga kekuatan beton pada saat pengujian tidak dapat dicapai di lapangan terkecuali proporsi-bahan, pencampuran, vibrasi dan kelembapannya hampir sempurna. Akibatnya adalah tidak akan diperoleh kekuatan yang sama dilapangan walaupun menggunakan proporsi campuran yang sama. Oleh karena itu, Subbab 5.3 dari peraturan ACI menyebutkan bahwa kuat tekan beton yang digunakan sebagai dasar untuk memilih proporsi campuran beton harus melampaui spesifikasi kuat beton pada umur 28-hari.
c. Kuat tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga
memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik.
Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar retak terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu akan mengurangi jumlah lendutan. Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan
kuat tekan ultimatnya f’c. Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan
berbanding lurus terhadap akar kuadrat dari f’c. Kuat tarik ini cukup sulit untuk
diukur dengan beban-beban tarik aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut.
2.2 Metode Strut-and-Tie.
“Strut-and-Tie-Model” berawal dari “Truss-analogy-model” yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter (1899), Mörsch (1902). “Truss-analogy-model” ini menggambarkan aliran gaya (load path) yang terjadi pada beton bertulang yang mengalami pembebanan dimana ditandai dengan terbentuknya pola retak pada beton bertulang tersebut. Penggambaran rangka batang yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari rangka batang tekan dan tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut 45° dan batang tarik vertikal. Tinggi dari rangka batang ditentukan oleh jarak lengan momen dalam yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Tulangan geser pada beton yang mengalami gaya lintang digambarkan sebagai batang tarik vertikal sedangkan beton yang mengalami beban tekan akan digambarkan sebagai batang tekan diagonal.
2.3 Distribusi tegangan.
a. Distribusi tegangan elastis.
Distribusi tegangan pada suatu komponen dapat dijelaskan secara sederhana melalui uraian berikut:
Sebagai contoh, perhatikan suatu kolom pendek dengan lebar b dibebani beban terpusat normal N seperti ditunjukkan berikut:
Gambar 2.1: Distribusi tegangan sekitar beban kerja terpusat. (Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Secara sederhana tegangan tekan pada kolom pendek tersebut dapat dinyatakan dengan persamaaan sederhana, f =N/A . Menurut teori elastisitas dari Thimosenko dan Goodier (1951) disimpulkan bahwa regangan dan tegangan maksimum terjadi pada daerah sekitar beban kerja. Dari gambar dapat dilihat bahwa tegangan maksimum mengecil pada daerah penampang yang menjauhi beban kerja dan hampir merata pada penampang sejarak b dari beban kerja dimana b adalah lebar kolom. Keadaan ini sesuai dengan azas Saint-Venant yang
menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh h dengan tegangan f. Pengaruh tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut.
Gambar 2.2: Prinsip Saint-Venant, daerah yang dipengaruhi oleh sekelompok gaya dalam keadaan seimbang.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Azas Saint-Venant dari penyebaran tegangan yang terlokalisasikan menyatakan bahwa pengaruh gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh diperlakukan sebagai suatu sistem yang setara secara statis pada jarak selebar atau setebal benda yang dibebani hingga menyebabkan distribusi
tegangan dapat mengikuti hukum yang sederhana, yaitu f=N/A. Selanjutnya akan dilihat bagaimana distribusi tegangan pada tengah bentang dari suatu balok dengan rasio tinggi/bentang yang berbeda-beda yang mengalami lentur murni akibat beban merata pada seluruh bentang, seperti yang ditunjukkan Leonhardt dan Monnig (1975) pada gambar.
Gambar 2.3: Tegangan longitudinal pada tengah bentang dari berbagai balok dengan tinggi yang berbeda dengan beban merata (Leonhardt dan Monnig, 1975)
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Dari gambar dapat dilihat bahwa pada rasio tinggi/bentang balok yang rendah distribusi tegangan adalah linear dan berkembang menjadi non linear dengan meningkatnya rasio tinggi/bentang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam perancangan balok pada umumnya didasarkan pada distribusi tegangan menurut hipotesa Bernoulli, yaitu dimana penampang dianggap rata dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah terjadinya lentur. Dari uraian tersebut diatas Schlaich et. al menyimpulkan bahwa struktur dapat dibagi dalam dua daerah, yaitu daerah dimana hipotesa Bernoulli berlaku dinamakan daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah dimana terjadi distribusi regangan non-linear yang diakibatkan oleh diskontinuitas geometri, statika atau oleh keduanya, dan daerah ini dinamakan daerah D (discontinuity, disturbance).
b. Trajektori Tegangan Utama.
Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis. Garis trajektori utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama (principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis trajektori tekan dan garis trajektori tarik. Garis-garis trajektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trajektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama dengan nilai tertentu.
Beberapa karakteristik penting dari trajektori tegangan adalah:
a. Di tiap-tiap titik ada trajektori tekan dan trajektori tarik yang saling tegak lurus.
b. Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik, dan kedua keluarga trajektori adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal.
c. Trajektori tekan dan trajektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 90°.
d. Di dalam titik-titik di garis netral arah trajektori-trajektori adalah 45°. e. Lebih dekat jarak antara trajektori-trajektori, lebih besar nilai tegangan
utamanya.
f. Trajektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth), dibandingkan pada daerah D (turbulent).
c. Distribusi Tegangan dan Trajektori Tegangan Utama pada Beton.
Penggunaan Strut-and-Tie Model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan trajektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada beton bervariasi
dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada lokasi antar retakan sehingga pada sturktur beton akan mengalami perubahan kekakuan struktur.
Walaupun demikian hasil penelitian dan percobaan menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trajektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trajektori tegangan yang akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan finite-element (elemen hingga) non linear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perancangan struktur beton dalam keadaan batas
(limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada
distribusi dan trajektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup konservatif di samping perangkat lunak komputer untuk struktur beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis.
Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trajektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan yang berdasarkan teori plastisitas.
d. Berbagai Bentuk Standar Distribusi dan Trajektori Tegangan Utama.
Leonhardt dan Monnig (1975,1977) telah menunjukkan berbagai gambaran bentuk distribusi dan trajektori tegangan. Berikut akan diperlihatkan berbagai bentuk standar distribusi dan trajektori tegangan utama seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, dan untuk bentuk-bentuk non-standar perlu dilakukan serangkaian analisis berdasarkan finite-element (elemen hingga) elastis dimana perangkat
lunak komputer untuk itu cukup tersedia. Berbagai bentuk distribusi dan trajektori tegangan utama dapat dilihat pada Gambar 2.4 :
a. Gambar trajektori tegangan utama pada B-region dan D-region (sekitar daerah beban terpusat-diskontinuitas).
b. Gambar trajektori tegangan utama, distribusi tegangan utama dan
c. Gambar trajektori tegangan utama, distribusi tegangan elastis akibat beban terpusat dengan lokasi beban dan landasan yang besarannya berbeda.
d. Gambar trajektori tegangan utama pada struktur konsol pendek (corbel) yang bekerja sebagai tumpuan dari balok bertangga. Daerah yang diarsir adalah daerah D.
e. Gambar trajektori tegangan utama pada struktur dinding dengan beban merata yang tergantung.
f. Gambar trajektori dan distribusi tegangan elastis pada struktur dinding dengan lebar dasar lebih kecil dari lebar bagian atasnya.
g. Gambar trajektori tegangan utama tiga dimensi pada suatu kolom pendek yang dibebani beban terpusat.
Gambar 2.4 Berbagai bentuk trajektori tegangan pada berbagai jenis struktur bangunan.
(Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA).
Gambar 2.6 : Distribusi tegangan elastis pada balok tinggi; (a) balok tinggi
(ln/h ≤ 1,0);(b) trajektori tegangan utama pada balok tinggi
yang dibebani di atas.
(Sumber : “Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar” oleh Edward G.Nawy ). Pada balok tinggi distribusi tegangan tidak linier. Gambar 2.4 mengilustrasikan kelinieran distribusi tegangan di tengah bentang sebelum terjadinya retak, pada balok biasa, dimana perbandingan bentang efektif/tinggi > 4. Sebaliknya, Gambar 2.6.(a) memperlihatkan ketidaklinieran tegangan di tengah
bentang sehubungan dengan ketidaklinieran regangan. Dapat juga dikatakan bahwa besarnya tegangan tarik maksimum pada sisi bawah jauh melebihi besarnya tegangan tekan maksimum. Hal ini diperlihatkan dengan trajektori tegangan pada Gambar 2.6.(b). Perhatikan kecuraman dan pemusatan trajektori tegangan tekan pada perletakan untuk kedua kasus pembebanan balok, di atas dan dibawah.
2.4 Retak pada beton.
a. Tahap Beton tanpa retak.
Pada beban-beban yang kecil ketika tegangan-tegangan tarik masih lebih rendah daripada modulus keruntuhan (tegangan tarik lentur pada saat beton mulai retak), seluruh penampang melintang balok menahan lentur, dengan tekan pada satu sisi dan tarik pada sisi lainnya.
b. Tahap Beton Mulai Retak-Tegangan Elastis.
Karena beban terus ditingkatkan melampaui modulus keruntuhan balok, retak mulai terjadi dibagian bawah balok. Momen pada saat retak ini mulai terbentuk-yaitu ketika tegangan tarik di bagian bawah balok sama dengan
modulus keruntuhan disebut momen retak Mcr. Jika beban terus ditingkatkan,
retak ini mulai menyebar mendekati sumbu netral. Retak terjadi pada tempat-tempat disepanjang balok di mana momen aktualnya lebih besar daripada momen retak.
Karena sekarang bagian bawah balok sudah retak, terjadilah tahap selanjutnya karena beton pada daerah yang mengalami retak tersebut jelas tidak
dapat menahan tegangan tarik, bajalah yang harus melakukannya. Tahap ini akan terus berlanjut selama tegangan tekan pada serat bagian atas lebih kecil daripada
setengah dari kuat tekan beton f’c dan selama tegangan baja lebih kecil daripada
titik lelehnya. Pada tahap ini tegangan tekan berubah-ubah secara linear terhadap jarak dari sumbu netral atau sebagai sebuah garis lurus.
Variasi tegangan-regangan garis-lurus biasanya terjadi pada balok beton bertulang pada kondisi-kondisi beban-layan normal karena pada tingkat beban
tersebut tegangan yang terjadi biasanya lebih kecil daripada 0,5 f’c. Beban layan
atau beban kerja adalah beban-beban yang diasumsikan sesungguhnya terjadi ketika sebuah struktur digunakan atau melakukan fungsi layanannya. Ketika menerima beban-beban ini, momen-momen yang terjadi lebih besar daripada momen retak. Sudah jelas, sisi balok yang mengalami tarik akan retak.
c. Tahap Keruntuhan Balok-Tegangan Ultimate.
Ketika beban terus ditambah sampai tegangan tekannya lebih besar
daripada setengah f’c, retak tarik akan merambat lebih keatas, demikian pula
sumbu netral, sehingga tegangan beton tidak berbentuk garis lurus lagi. Untuk pembicaraan awal ini, kita asumsikan bahwa batang-batang tulangan telah leleh. Untuk menggambarkan lebih jauh tentang tiga tahap perilaku balok, sebuah diagram momen-kurvatur diperlihatkan pada Gambar 2.7. Untuk diagram ini, 𝜃𝜃 adalah perubahan sudut balok dalam panjang tertentu yang besarnya dihitung
dengan rumus berikut ini dimana 𝜖𝜖 adalah regangan pada serat balok yang
berjarak y dari sumbu netral balok:
Gambar 2.7: Diagram momen kurvatur untuk balok beton bertulang yang mengalami tarik.
(Sumber : “Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar” oleh Edward G.Nawy) Tahap pertama diagram adalah untuk momen-momen kecil yang lebih
kecil daripada momen retak Mcr dimana seluruh penampang melintang balok
mampu menahan lentur. Pada kisaran ini, regangan yang terjadi kecil dan diagram hampir vertikal dan menyerupai garis lurus.
Ketika momen bertambah hingga melebihi momen retak, kemiringan kurva akan sedikit berkurang karena balok tidak cukup kaku seperti pada tahap awal sebelum beton mulai retak. Diagram akan mengikuti garis yang hampir lurus
dari Mcr hingga ke titik dimana tulangan mengalami tegangan sampai titik
lelehnya. Agar tulangan baja meleleh, diperlukan beban tambahan yang cukup besar untuk meningkatkan lendutan balok.
Setelah tulangan meleleh, balok memiliki kapasitas momen tambahan yang sangat kecil sehingga hanya sedikit saja beban tambahan yang diperlukan
untuk secara substansial meningkatkan putaran sudut dan lendutan. Kemiringan diagram sekarang sangat datar.
Beton retak dalam arah tegak lurus trajektori tegangan utama. Apabila bebannya terus bertambah, retak ini akan melebar dan menjalar, juga timbul retak lainnya. Dengan demikian semakin sedikit beton yang harus memikul keadaan tegangan yang tak menentu. Karena bentang geser untuk balok tinggi itu kecil, tegangan tekan pada daerah perletakan mempengaruhi besar dan arah tegangan tarik utama sehingga menjadi curam dan harganya berkurang.
Dalam banyak hal retak-retak ini hampir selalu vertikal dan mengikuti arah trajektori tegangan, yang pada keadaan runtuh karena geser, balok ini hampir tergeser (lepas) dari perletakannya. Jadi, untuk balok tinggi, selain penulangan geser vertikal di sepanjang bentang, diperlukan juga penulangan horizontal di seluruh tinggi balok. Dari Gambar 2.6.(b) juga gradient trajektori tegangan tarik pada serat bawah, diperlukan pemusatan tulangan horizontal untuk memikul besarnya tegangan tarik pada sisi bawah balok tinggi.
Selain itu, besarnya angka perbandingan tinggi/bentang balok ini menyebabkan bertambahnya tahanan terhadap beban geser luar akibat aksi pelengkung tekan yang cukup tinggi. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa
gaya geser tahanan nominal Vc untuk balok tinggi akan jauh lebih besar daripada
Vc untuk balok biasa.
2.5 Tegangan geser dalam balok beton.
Pada umumnya tegangan geser murni mungkin tidak pernah terjadi dalam struktur beton. Lebih dari itu, sesuai dengan mekanika teknik, jika geser murni dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama
akan dihasilkan pada bidang yang lain. Karena kekuatan tarik beton lebih kecil dari kekuatan geser, beton akan runtuh dalam tarik sebelum kekuatan gesernya tercapai. Dalam balok homogen elastis dengan tegangan sebanding dengan regangan, terjadi dua macam tegangan (lentur dan geser) dapat dihitung dengan rumus:
f = 𝑀𝑀𝑐𝑐
𝐼𝐼 (2.2)
v = 𝑉𝑉𝑉𝑉
𝐼𝐼𝐼𝐼 (2.3)
Suatu elemen dari balok tidak terletak pada serat ekstrim atau sumbu netral akan menerima tegangan lentur dan geser. Tegangan ini merupakan gabungan dari tegangan tekan dan tarik yang miring yang disebut tegangan utama yang dapat ditentukan dari rumus berikut:
fp = 𝑓𝑓 2 ± �� 𝑓𝑓 2� 2 + 𝑣𝑣2 (2.4)
Arah dari tegangan utama dapat ditentukan dengan rumus berikut dengan 𝛼𝛼 adalah kemiringan dari tegangan terhadap sumbu balok:
tan 2𝛼𝛼 = 2𝑣𝑣
𝑓𝑓 (2.5)
Tentu saja pada setiap posisi yang berbeda sepanjang balok besar relatif dari v dan f akan berubah, jadi arah dari tegangan utama berubah. Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa pada sumbu netral tegangan utama akan berada pada sudut 45° dengan sumbu horizontal.
Tegangan tarik utama diagonal yang disebut tarik diagonal terjadi pada tempat-tempat dan sudut yang berbeda dalam balok beton, dan semuanya harus dipertimbangkan hati-hati. Jika ini mencapai nilai tertentu, tulangan tambahan yang disebut tulangan web harus dipasang.
2.6 Kekuatan geser beton
Jika Vu dibagi dengan luas balok efektif bwd, hasilnya adalah tegangan
geser rata-rata. Tegangan ini tidak sama dengan tegangan tarik diagonal tetapi hanya sebagai indikator besarannya. Jika indikator ini melampaui nilai tertentu, tulangan geser atau web dianggap perlu. Dalam peraturan ACI persamaan geser dasar dinyatakan dalam gaya geser dan bukan tegangan geser. Dengan perkataan lain, tegangan geser rata-rata yang dijelaskan harus dikalikan dengan luas balok efektif untuk mendapatkan gaya geser.
Untuk pembahasan ini Vn dianggap sebagai kekuatan nominal atau
kekuatan geser teoritis batang. Kekuatan ini diberikan oleh beton dan tulangan geser.
Vn = Vc + Vs (2.6)
Kekuatan geser batang, yang diizinkan ∅Vn, sama dengan ∅Vc ditambah
∅Vs yang harus sama dengan atau lebih besar dari gaya geser berfaktor, Vu :
Vu = ∅Vc +∅ Vs (2.7)
Kekuatan geser yang diberikan oleh beton, Vc, dianggap sama dengan
kekuatan tegangan geser rata-rata (biasanya 2�𝑓𝑓𝑐𝑐′) dikalikan dengan luas
penampang efektif batang, bwd dengan bw adalah lebar balok persegi atau web
dari balok T atau I.
VC = 2�𝑓𝑓𝑐𝑐′bwd (Persamaan ACI 11-3)(2.8)
atau dalam satuan SI dengan f’c dalam MPa
Vc = �
�𝑓𝑓𝑐𝑐′
Pengujian balok telah menunjukkan beberapa fakta yang menarik tentang terjadinya retak pada nilai-nilai tegangan geser rata-rata yang berlainan. Misalnya, saat terjadi momen yang besar meskipun telah dipasang tulangan longitudinal yang cukup, retak lentur yang luas akan terjadi. Akibatnya, luas penampang balok
yang tidak retak akan berkurang cukup banyak dan kekuatan geser nominal Vc
dapat mencapai nilai terendah sebesar 1,9�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd. Disisi lain, dalam daerah
momen kecil, penampang tidak akan retak atau sedikit retak dan sebagian besar penampang mampu menahan geser. Untuk kasus demikian, pengujian
menunjukkan bahwa Vc sebesar 3,5�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd dapat ditahan sebelum terjadi
keruntuhan. Berdasarkan informasi ini peraturan ACI menyarankan bahwa secara
konservatif Vc (gaya geser yang dapat ditahan beton tanpa tulangan web) dapat
mencapai 2�𝑓𝑓𝑐𝑐′bwd.
2.7 Kriteria Desain terhadap Geser untuk Balok Tinggi yang Dibebani di Atas.
Dapat disimpulkan bahwa balok tinggi (a/d < 2,5 dan ln/d < 5,0)
mempunyai tahanan geser nominal Vc yang lebih tinggi daripada balok biasa.
Pada balok biasa, penampang kritis untuk menghitung gaya geser rencana Vu
diambil pada jarak d dari muka perletakan, sedangkan pada balok tinggi, bidang gesernya sangat miring dan dekat perletakan. Jika x adalah jarak antara bidang keruntuhan dari muka perletakan, ln adalah bentang bersih untuk beban terdistribusi merata, dan a adalah lengan geser atau bentang untuk beban terpusat, maka persamaan untuk jarak ini adalah:
Beban terpusat : x = 0,50 a
Dalam kedua hal, jarak x ini tidak boleh melebihi tinggi efektif d.
Gaya geser rencana Vu harus memenuhi kondisi:
𝑉𝑉𝑢𝑢 ≤ ɸ�8�𝑓𝑓𝑐𝑐′𝐼𝐼𝑤𝑤𝑑𝑑� untuk ln/d < 2,0
(2.10) atau
𝑉𝑉𝑢𝑢 ≤ ɸ �23�10 +𝑙𝑙𝑛𝑛𝑑𝑑� �𝑓𝑓𝑐𝑐′𝐼𝐼𝑤𝑤𝑑𝑑� untuk 2 ≤ ln/d ≤ 5 (2.11)
Jika tidak memenuhi keadaan ini, penampang harus diperbesar. Faktor
reduksi kekuatan ɸ = 0,85.
Gaya geser tahanan nominal Vc untuk beton sederhana dapat diambil
sebagai:
𝑉𝑉𝑐𝑐 = �3,5 − 2,5𝑉𝑉𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢𝑑𝑑� �1,9�𝑓𝑓𝑐𝑐′ + 2500𝑝𝑝𝑤𝑤𝑀𝑀𝑉𝑉𝑢𝑢𝑢𝑢𝑑𝑑� 𝐼𝐼𝑤𝑤𝑑𝑑 ≤ 6�𝑓𝑓𝑐𝑐′𝐼𝐼𝑤𝑤𝑑𝑑 (2.12)
Dimana 1,0 < 3,5-2,5 (Mu/Vud) ≤ 2,5. Faktor ini merupakan pengali dari
persaman dasar Vc dari balok biasa untuk memperhitungkan besarnya kapasitas
tahanan balok tinggi. Peraturan ACI mengizinkan kapasitas tahanan yang tinggi
ini apabila retak-retak minor pada keadaan Vu melebihi beban retak geser pertama
masih dapat ditoleransi. Apabila tidak demikian, dapat digunakan persamaan (2.8):
𝑉𝑉𝑐𝑐 = 2�𝑓𝑓𝑐𝑐′𝐼𝐼𝑤𝑤
Apabila gaya geser rencana Vu melebihi ɸVc, penulangan geser harus
diberikan sehingga memenuhi 𝑉𝑉𝑢𝑢=ɸ𝑉𝑉𝑐𝑐+ 𝑉𝑉𝑠𝑠 dimana Vs adalah gaya yang dipikul
oleh penulangan geser:
dimana:
Av = luas total penulangan vertikal yang berjarak sv dalam arah horizontal
di kedua sisi balok.
Avh = luas total penulangan horizontal yang berjarak sh dalam arah
vertikal di kedua sisi balok
sv maksimum ≤ d/5 atau 18 in (ambil yang terkecil)
sh maksimum ≤ d/3 atau 18 in.
dan
Av minimum = 0,0015 bsv
(2.14)
Avh minimum = 0,0025 bsh
(2.15)
Penulangan geser yang diperlukan pada penampang kritis harus diberikan di seluruh balok tinggi. Dalam hal balok tinggi menerus, sebagai akibat dari besarnya kekakuan dan sangat kecilnya rotasi balok pada perletakan, faktor kesinambungan pada perletakan interior pertama dapat diambil sebesar 1,0. Dengan demikian, untuk tujuan praktisnya penulangan yang sama terhadap geser dapat dipakai untuk seluruh bentang jika semua bentang sama dan mengalami pembebanan yang serupa.
2.8 Kriteria Desain terhadap lentur pada Balok tinggi. a. Balok ditumpu sederhana
Peraturan ACI tidak menspesifikasikan prosedur desain, tetapi mensyaratkan analisi nonlinier secara kasar untuk desain dan analisis lentur balok tinggi. Penyajian sederhana bab ini berdasarkan rekomendasi Euro-International
Concrete Committee (CEB).
Gambar 2.5 memperlihatkan skema distribusi tegangan pada balok tinggi homogen yang mempunyai angka perbandingan bentang/tinggi ln/h = 1,0. Dari penyelidikan secara eksperimen dapat diketahui bahwa lengan momennya tidak begitu banyak berubah meskipun sesudah terjadi retak awal. Karena momen tahanan nominalnya adalah:
Mn = Asfy x lengan momen jd (2.16)
maka luas penulangan As untuk lentur adalah:
𝐴𝐴𝑠𝑠 = ɸ𝑓𝑓𝑀𝑀𝑢𝑢𝑦𝑦𝑗𝑗𝑑𝑑 ≥200𝐼𝐼𝑑𝑑𝑓𝑓𝑦𝑦 (2.17)
Lengan momen yang direkomendasikan oleh CEB adalah:
𝑗𝑗𝑑𝑑 = 0,2(𝑙𝑙 + 2ℎ) untuk 1 1 ≤ 𝑙𝑙/ℎ < 2 (2.18)
dan
jd = 0,6l untuk l/h < 1 (2.19)
dimana l adalah bentang efektif yang diukur dari as ke as perletakan atau 1,15 bentang bersih ln, mana saja yang terkecil. Penulangan tarik harus ditempatkan pada sisi bawah tinggi balok hingga tinggi segmennya adalah:
Pada daerah ini harus ada tulangan diameter kecil dan berjarak dekat yang dijangkarkan pada tumpuannya.
b. Balok menerus.
Gambar 2.8: Trajektori tegangan tekan dan tarik pada balok tinggi menerus. Garis tidak putus menunjukkan trajektori tarik, garis putus-putus menunjukkan trajektori tekan.
(Sumber : “Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar” oleh Edward G.Nawy ).
Gambar 2.9: Distribusi tulangan lentur horizontal pada balok tinggi menerus. (Sumber : “Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar” oleh Edward G.Nawy ).
Balok tinggi yang menerus dapat diperlakukan dengan cara yang sama dengan balok tinggi sederhana, tetapi harus ada penulangan tambahan yang memikul momen negatif pada tumpuan. Gambar 2.8 memperlihatkan trajektori tegangan untuk tegangan tarik utama dan tekan utama pada balok tinggi menerus. Dengan membandingkan diagram ini dengan Gambar 2.6.(b) untuk kasus balok ditumpu sederhana, terlihat bahwa bentuk kecuraman trajektori tegangan tarik di tengah bentang serupa. Pada tumpuan menerus seluruh bagian penampangnya mengalami tarik.
Pemusatan trajektori tegangan tarik pada daerah perletakan dari balok tinggi menerus mengharuskan adanya penjangkaran yang baik tulangan geser horizontal. Luas tulangan lentur total yang diperlukan adalah sama dengan persamaan (2.17):
𝐴𝐴𝑆𝑆 =ɸ𝑓𝑓𝑦𝑦𝑀𝑀𝑢𝑢𝑗𝑗𝑑𝑑 ≥200𝐼𝐼𝑑𝑑𝑓𝑓𝑦𝑦 (2.17)
seperti persamaan untuk balok sederhana. Akan tetapi, disini lengan momen jd berbeda yaitu besarnya.
𝑗𝑗𝑑𝑑 = 0,2(𝑙𝑙 + 1,5𝐻𝐻ℎ) untuk 1 ≤ 𝑙𝑙/ℎ ≤ 2,5 (2.18)
𝑗𝑗𝑑𝑑 = 0,5𝑙𝑙 untuk 𝑙𝑙/ℎ (2.19)
Distribusi penulangan lentur negatif AS pada balok menerus harus
sedemikian rupa sehingga luas baja AS1 harus ditempatkan pada 20% dari tinggi
balok, dan luas tulangan balance AS2 pada bagian 60% berikutnya dan tinggi
balok seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. Masing-masing luas tulangan ini adalah:
𝐴𝐴𝑆𝑆1 = 0,6(ℎ𝑙𝑙 − 1)𝐴𝐴𝑆𝑆 (2.20)
Untuk kasus-kasus ini dimana perbandingan l/h berharga lebih kecil atau
sama dengan 1,0, gunakan luas nominal sebagai AS1 di sisi atas balok, dan
gunakan luas total AS pada bagian 60% berikutnya dari tinggi balok. Bagian
sisanya, h3, yang merupakan daerah tulangan positif berasal dari bentang balok,
harus diteruskan ke perletakan untuk menjamin penjangkaran dan kesinambungan.
2.9 Momen desain.
Hal penting dalam desain balok menerus adalah kita harus mengasumsikan terlebih dahulu ukuran maupun material penampang sebelum memperoleh momen desain. Momen maksimum yang dapat timbul pada suatu penampang struktur jarang, atau bahkan tidak dapat, terjadi apabila struktur dibebani penuh, tetapi terjadi apabila struktur dibebani sebagian. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kondisi momen positif maksimum maupun momen negatif maksimum terjadi pada saat beban penuh pada bentang yang bersangkutan. Jadi, yang menjadi masalah adalah apakah beban-beban pada bentang lainnya mempunyai konstribusi dalam memberikan nilai maksimum atau sebaliknya. Karena itulah dalam desain, kita perlu meninjau semua kemungkinan posisi beban yang mungkin terjadi pada struktur, untuk kemudian kita hitung momen yang terjadi. Tentu saja ada kondisi pembebanan yang memberikan momen maksimum dan tidak. Ukuran penampang struktur ditentukan berdasarkan momen maksimum yang mungkin terjadi padanya akibat suatu kondisi pembebanan tertentu. Untuk penampang lain, kondisi pembebanan yang memberikan momen maksimum dapat saja berlainan. Sering terjadi, untuk kepraktisan desain, momen maksimum pada satu penampang dipakai juga pada sebagai momen desain pada penampang lain yang momen maksimumnya sebenarnya lebih kecil. Oleh karena itu, sering
terjadi pula, pada suatu kondisi pembebanan ada bagian struktur yang kelebihan ukuran (oversized), sementara pada kondisi pembebanan lainnya tidak. Beton bertulang merupakan salah satu contoh material yang cocok untuk digunakan pada balok menerus. Kontinuitas dapat diperoleh dengan mengatur penulangan balok beton bertulang itu.
2.10 Persyaratan perencanaan geser untuk balok tinggi
Ada beberapa persyaratan khusus perencanaan geser diberikan dalam ACI
Bagian 11.8 untuk batang lentur tinggi dengan nilai ln/d kurang dari 5 yang
dibebani pada permukaan dan ditumpu pada permukaan lain sehingga dapat terjadi gaya tekan antara beban dan tumpuan. Beberapa batang yang termasuk dalam kelompok ini adalah balok bentang pendek dengan beban tinggi, dinding dengan beban vertikal, dinding geser, dan mungkin pelat lantai dengan beban horizontal.
Dalam ACI bagian 10.7.1, diberikan defenisi lain dari batang tinggi. Disebutkan didalamnya, untuk tinjauan lentur, batang dengan rasio tinggi keseluruhan bentang bersih lebih besar dari 4/5 untuk tumpuan sederhana atau 2/5 untuk bentang menerus dikatakan sebagai batang tinggi.
Sudut kemiringan berkembangnya retak dalam batang lentur tinggi (diukur dari vertikal) biasanya lebih kecil dari 45°. Oleh karena itu, jika diperlukan tulangan web harus dipasang lebih rapat dibandingkan untuk balok tinggi normal. Lebih dari itu, tulangan web yang diperlukan adalah dalam bentuk tulangan horizontal dan vertikal. Retak yang hampir vertikal ini menunjukkan bahwa gaya tarik utama adalah horizontal, sehingga tulangan horizontal adalah yang paling efektif dalam menahan retak tersebut.
Peraturan ACI (11.8.5) menyatakan bahwa gaya geser yang digunakan
untuk merencanakan batang tinggi dihitung pada jarak 0,15 ln dari permukaan
tumpuan untuk balok yang mendapat beban merata dan pada jarak 0,5𝑎𝑎 tetapi
tidak lebih besar dari d untuk balok yang memikul beban terpusat. Huruf 𝒂𝒂 bukan
menyatakan tinggi balok tegangan tekan melainkan jarak antara beban terpusat dan permukaan tumpuan yang disebut bentang geser. Gaya geser yang didapat dengan cara ini digunakan untuk menghitung jarak tulangan geser, dan jarak tersebut digunakan disepanjang bentang.
Persyaratan rinci dari Peraturan ACI Bagian 11.8 yang berhubungan dengan perencanaan geser untuk balok tinggi dirangkum sebagai berikut:
1. Kekuatan geser Vn dari batang lentur tinggi tidak boleh lebih besar dari
8�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd jika ln/d kurang dari 2; dan jika antara 2 dan 5, Vn tidak boleh
lebih besar dari
Vn = 23(10+𝑙𝑙𝑛𝑛𝑑𝑑)�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd (Persamaan ACI 11-27)(2.22)
2. Kecuali dilakukan analisis yang lebih detail, kekuatan geser dari balok tinggi dapat diambil sebagai
Vn = 2�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd (Persamaaan ACI 11-28)(2.8)
Tetapi kekuatan geser dapat dihitung dengan rumus berikut yang lebih
rumit dengan memperhitungkan pengaruh tulangan tarik dan juga geser Mn/Vud
pada penampang kritis yaitu : Vc = �3,5 − 2,5𝑉𝑉𝑀𝑀𝑢𝑢
𝑢𝑢𝑑𝑑� �1,9�𝑓𝑓𝑐𝑐
′+ 2500𝜌𝜌
Dalam satuan SI Persamaan 11-27, 11-28, 11-29 secara berturut-turut adalah: Vn = 181(10+𝑙𝑙𝑑𝑑𝑛𝑛)�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd Vn = 16�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd Vc = �3,5 − 2,5𝑉𝑉𝑀𝑀𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑑𝑑� �1,9�𝑓𝑓𝑐𝑐 ′+ 120𝜌𝜌 𝑤𝑤𝑉𝑉𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢𝑑𝑑bw7d � (2.12)
Dalam rumus Vc diatas, suku pertama dalam tanda kurung tidak boleh lebih
besar dari 2,5 dan Vc tidak boleh lebih besar dari 6�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd (dalam satuan SI
1
2�𝑓𝑓𝑐𝑐′ bwd)
3. Jika Vu lebih besar dari Vc, tulangan geser diperlukan dan harus dipilih
dengan prosedur biasa, kecuali bahwa Vs dihitung dengan rumus berikut:
VS = �𝐴𝐴𝑣𝑣𝑠𝑠 �1 +𝑙𝑙𝑛𝑛𝑑𝑑� +𝐴𝐴𝑣𝑣ℎ𝑠𝑠
2 �11 −
𝑙𝑙𝑛𝑛
𝑑𝑑��𝑓𝑓𝑦𝑦𝑑𝑑 (Persamaan ACI 11-30)(2.13)
Dalam rumus ini, Av adalah luas tulangan geser tegak lurus terhadap tulangan
tarik lentur dengan jarak s, dan Avh adalah luas tulangan geser sejajar terhadap
tulangan lentur dengan jarak s2. s2 menyatakan jarak tulangan geser atau tulangan
torsi dalam arah tegak lurus terhadap tulangan longitudinal atau jarak tulangan horizontal dalam dinding.
4. Luas tulangan geser Av tidak boleh lebih kecil dari 0,0015 bws, dan s tidak
boleh lebih besar dari d/5 atau 18 in.(ACI 11.8.9)
5. Luas tulangan geser Avh tidak boleh lebih kecil dari 0,0025 bws2, dan s2
2.11 Langkah Perhitungan Desain terhadap Geser pada Balok Tinggi.
Berikut ini adalah prosedur yang direkomendasikan untuk desain penulangan geser pada balok tinggi berdasarkan persyaratan ACI. Disini juga dicantumkan penulangan lentur untuk memikul tegangan akibat lentur:
1. Cek apakah balok tersebut dapat diklasifikasikan sebagai balok tinggi, yaitu a/d < 2,5 (untuk beban terpusat) atau ln/d < 5,0 (untuk beban terdistribusi merata)
2. Tentukan jarak penampang kritis s dari muka tumpuan : x = 0,5a untuk beban terpusat dan x = 0,15 ln untuk beban terdistribusi. Hitung gaya geser rencana
Vu pada penampang kritis, dan cek apakah besarnya kurang dari batas
minimum ɸVn = Vu yang diizinkan dengan menggunakan persamaan, jika
tidak demikian perbesar ukuran penampang.
3. Hitung kapasitas tahanan geser Vc beton sederhana dengan menggunakan
persamaan.
4. Hitung Vs jika Vu > ɸVc dan tentukan sc dan sh dengan menganggap dahulu
ukuran tulangan geser pada arah vertikal maupun horizontal.
5. Selidiki apakah ukuran dan jarak maksimum dari langkah 4 memenuhi persamaan. Apabila tidak memenuhi, perbaiki dan cek kembali dengan menggunakan persamaan.
6. Pilihlah ukuran dan jarak yang layak dari penulangan geser dalam arah vertikal maupu n horizontal.
7. Desainlah penulangan lentur yang memenuhi persamaan apabila balok menerus.
2.12 Panjang penyaluran tulangan.
Panjang penyaluran tulangan diperlukan untuk meneruskan tegangan yang terjadi pada tulangan, misalnya penulangan momen negatif yang diteruskan dari tumpuan ke tengah bentang maupun penerusan tulangan berupa kait standar pada bagian ujung balok tinggi. Dalam menghitung penulangan tarik ataupun tekan di setiap struktur beton haruslah diberikan panjang penyaluran pada tiap sisi baik berupa panjang penyaluran tulangan, kait standar, angkur mekanik atau kombinasi dari itu. Kait tidak seharusnya digunakan pada penulangan yang mengalami tekan. Sedangkan nilai kuat beton dalam hal ini tidaklah melebihi 10000 psi atau sekitar
65 Mpa. Panjang penyaluran ld, dalam satuan ACI yaitu inchi, untuk tulangan
deform dan kabel deform yang mengalami tarik dapat ditentukan sebagai berikut,
tetapi ld tidaklah kurang 12 inchi.
Tabel 4.1 Panjang penyaluran tulangan secara umum untuk tulangan deform atau kabel deform dituliskan dalam ACI 2002 Bagian 12.2.2
Tulangan No.6 dan lebih kecil dan kabel deform
Tulangan No. 7 dan lebih besar
Jarak bersih tulangan yang diteruskan tidak kurang dari
db, selimut penutup tidak
kurang dari db, dan
sengkang atau tulangan
tarik lewat ld tidak kurang
dari syarat minimum atau
Jarak bersih tulangan yang diteruskan atau disambung
tidak kurang dari 2 db dan
selimut penutup tidak kurang dari db. �𝑓𝑓𝑦𝑦𝛼𝛼𝛽𝛽𝛼𝛼 25�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐 � 𝑑𝑑𝐼𝐼 � 𝑓𝑓𝑦𝑦𝛼𝛼𝛽𝛽𝛼𝛼 20�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐 � 𝑑𝑑𝐼𝐼
Kasus lainnya �3𝑓𝑓𝑦𝑦𝛼𝛼𝛽𝛽𝛼𝛼 50�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐 � 𝑑𝑑𝐼𝐼 �3𝑓𝑓𝑦𝑦𝛼𝛼𝛽𝛽𝛼𝛼 40�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐 � 𝑑𝑑𝐼𝐼
ACI 2002 Bagian 12.2.3 untuk tulangan deform atau kabel deform, ld dapat
diambil: 𝑙𝑙𝑑𝑑 = �403 𝑓𝑓𝑦𝑦 �𝑓𝑓′𝑐𝑐 𝛼𝛼𝛽𝛽𝛼𝛼 �𝑐𝑐+𝐾𝐾𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑑𝑑𝐼𝐼 � � 𝑑𝑑𝐼𝐼 (2.14) Dimana nilai �𝑐𝑐+𝐾𝐾𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑑𝑑𝐼𝐼 � diambil tidak lebih besar dari 2.5. Persamaan 12.2.2
dan persamaan 12.2.3 dalam ACI 2002 memberikan dua pendekatan. Dapat digunakan nilai ld berdasarkan nilai aktual dari �𝑐𝑐+𝐾𝐾𝑡𝑡𝑡𝑡𝑑𝑑
𝐼𝐼 � (12.2.3) atau menghitung
ld berdasarkan dua pilihan nilai �𝑐𝑐+𝐾𝐾𝑡𝑡𝑡𝑡𝑑𝑑
𝐼𝐼 �.
Sedangkan untuk kait standar, panjang penyaluran dalam inchi, untuk tulangan deform yang mengalami tarik dapat ditentukan. Yang dimaksudkan dengan kait standar disini sesuai dengan ACI 2002 Bagian 7.1. Untuk pengangkuran dengan kait standar dan pengangkuran mekanik dapat dilihat pada
ACI 2002 Bagian 12.5 dan 12.6. Disebutkan untuk tulangan deform:
𝑙𝑙𝑑𝑑ℎ = �0.02𝛽𝛽𝛼𝛼 𝑓𝑓𝑦𝑦𝑓𝑓′
𝑐𝑐 � 𝑑𝑑𝐼𝐼 (2.15)
Dengan 𝛽𝛽 = 1.2 untuk tulangan epoxy-coated dan 𝛼𝛼 = 1.3 untuk beton agregat
Gambar 2.10 Detail pembengkokan tulangan pada kait standar